UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL DAUN SAMBUNG NYAWA (Gynura Precumbens) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI OTAK TIKUS PUTIH GALUR Sprague dawley

UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL DAUN SAMBUNG NYAWA
(Gynura Precumbens) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI
OTAK TIKUS PUTIH GALUR Sprague dawley

(Skripsi)

Oleh

DEA LITA BAROZHA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL DAUN SAMBUNG NYAWA
(Gynura Precumbens) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI
OTAK TIKUS PUTIH GALUR Sprague dawley

DEA LITA BAROZHA


ABSTRAK
Ekstrak etanol daun sambung nyawa memiliki kandungan anti oksidan flavonoid
yang mampu menghambat pertumbuhan sel kanker. Penggunaan ekstrak etanol
daun sambung nyawa dengan dosis 500 mg/kgbb dicurigai dapat menimbulkan
efek samping yaitu kerusakan pada jaringan otak. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol daun terhadap perubahan
gambaran histopatologi otak tikus putih galur Sprague dawley.
Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental dengan (Post Test Only
Control Group Design). Sampel menggunakan 23 ekor tikus jantan yang dibagi
dalam lima kelompok yang tidak berpasangan, yaitu kelompok kontrol (k)
mendapat pemberian akuades. Kelompok perlakuan pertama (p1) mendapat
pemberian ekstrak etanol daun sambung nyawa 500 mg/kgBB, kelompok
perlakuan kedua (p2) 1000 mg/kgBB, kelompok perlakuan ketiga (p3) 1500
mg/kgBB dan kelompok perlakuan keempat (p4) 2000 mg/kgBB. Uji yang
digunakan Kruskal Wallis.
Hasil penelitian pemberian ekstrak etanol daun sambung nyawa tidak
menimbulkan perubahan gambaran histopatologis otak tikus putih galur Sprague
dawley dengan nilai p=0,120 serta peningkatan dosis ekstrak etanol daun sambung
nyawa tidak memperburuk gambaran histopatologis otak tikus putih galur
Sprague dawley.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pemberian ekstrak etanol daun
sambung nyawa dengan dosis efektif serta peningkatan dosis tidak menimbulkan
perubahan gambaran histopatologis otak tikus putih galur Sprague dawley.

Kata kunci: ekstrak etanol daun sambung nyawa, histopatalogi otak , uji
toksisitas.

TOXICITY TESTS OF SAMBUNG NYAWA (Gynura procumbens)
ETHANOLIC EXTRACT TO THE HISTOPATHOLOGY OF WHITE RAT
BRAIN Sprague dawley STRAIN

DEA LITA BAROZHA

ABSTRACT

Sambung nyawa ethanolic extract contains antioxidant flavonoids that can inhibit
cancer cell growth. The use of sambung nyawa ethanolic extract at a dose of 500
mg / kgBB suspected have the side effects that can cause damage to the brain
tissue. This study aimed to determine the effect of sambung nyawa ethanolic
extract to histopathology changes in the brain of Sprague dawley rat strain.

This study used an experimental design with (Post Test Only Control Group
Design). Samples using 23 male rats and divided into five unpired groups, the
control group (k) received aquades. The first treatment group (p1) received
sambung nyawa ethanolic extract 500 mg/kgBB, the second treatment groups (p2)
1000 mg/kgBB, the third treatment groups (p3) received 1500 mg/kgBB and the
fourth treatment group (k4) received 2000 mg/kgBB. Kruskal-Wallis test were
used.
The results of giving sambung nyawa ethanolic extract did not change brain
histopathologic of Sprague dawley rat strain with p = 0.120 and the increasing
doses of sambung nyawa ethanolic extract did not aggravate histopathologic white
rat brain Sprague dawley strain.
The conclusion of this study is sambung nyawa ethanolic extract with effective
dose and also the increasing dose did not aggravate histopatologic white rat brain
Sprague dawley strain.

Keywords: Brain histopathologic, sambung nyawa ethanolic extract, toxicity tests

UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL DAUN SAMBUNG NYAWA
(Gynura Precumbens) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI
OTAK TIKUS PUTIH GALUR Sprague dawley


Oleh

DEA LITA BAROZHA

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi 01 Januari 1994, sebagai anak pertama dari tiga
bersaudara, dari Hi. Tatang Azwari, SE dan Hj. Flinayani, SE.


Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Islam Tunas Harapan
Departemen Agama Kotabumi pada tahun 1999, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan
di SDN 04 Tanjung Aman Kotabumi Selatan pada tahun 2005, Sekolah Menengah
Pertama (SMP) diselesaikan di SMP N 07 Kotabumi pada tahun 2008, dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMAN 02 Bandar Lampung pada
tahun 2011.

Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi
anggota organisasi Genitalial and Education Health (Gen-C) pada tahun 2011–
2012.

Persembahan untuk
Papa, Mama, dan Orang-orang
tersayang..
Family. They not always save you from falling, but they always make sure
that you fall in a safe place.

SANWACANA


Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W.

Skripsi ini berjudul “Uji Toksisitas ekstrak ethanol daun sambung nyawa (Gynura
procumbens) terhadap gambaran histopatologi otak tikus putih galur Sprague
dawley” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di
Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.

Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas
Lampung;

2.

Bapak Dr. Sutyarso, M. Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung;


3.

dr. Novita Carolia, M.Sc., sebagai Pembimbing Utama atas waktu dan
kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam
proses penyelesaian skripsi ini;

4.

dr. Indri Windarti, Sp.Pa., selaku Pembimbing Kedua atas kesediannya
untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian
skripsi ini;

i

5.

dr. Tri Umiana Soleha, M. Kes., selaku Pembahas atas kesediannya untuk
memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian
skripsi ini;


6.

dr. Reni Zuraida, selaku Pembimbing Akademik atas waktu dan
bimbingannya;

7.

Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada
penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai
cita-cita;

8.

Seluruh Staf TU, Administrasi, dan Akademik FK Unila serta pegawai;

9.

Bapak Hi. Tatang Azwari, SE., papa jagoan yang selalu mendoakan,
memberikan semangat dan harapan dan selalu mendukung saya;


10.

Ibu Hj. Flinayani, SE., mama yang selalu memberikan perhatian,
menyebutkan saya di setiap doanya, membimbing, menyertai, serta
mendukung setiap langkah saya;

11.

Adik-adik saya, Keithcar Lang Mayo dan Qalya Khaliza, yang selalu
mendoakan, menghibur, memberikan semangat, perhatian, serta keceriaan;

12.

Keluarga terdekat saya (Atu, Erina Nur, Tante Ode, Ma’adang, Pa’adang,
Uni, Aci, Paksu, Ayah, Bunda, Windy, Omitah) dan seluruh keluarga
besar dari papa maupun mama yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas
perhatian, dukungan dan doa yang telah diberikan;

13.


Kartika Yuana, Pradila Desty, Hein Intan, Intan Ratna, Andina Selia, Nur
Ayu, Sarah Carolin, dan Raissa Ulfah atas perjalanan dan persahabatan
selama ini, yang selalu ada dalam suka maupun duka;

ii

14.

Tegar Dwi Prakoso Nurdiono pria tertampan seFK Unila, terimakasih atas
kasih sayang, cinta, dan perhatian serta doanya;

15.

M. Yogie Fadli dan Alvionita Nur atas kerjasamanya dalam beberapa
bulan ini, terimakasih sudah menjadi partner yang sangat baik dan saling
melengkapi;

16.


Annisa Eka, Hannisa Hafiz, Deby Chintia atas persahabatan, perhatian,
kritik dan saran selama ini;

17.

Niko, Gulbuddin, Azatu, Desta, dan Pak Gio yang telah membantu dalam
proses perawatan dan pemberian ekstrak;

18.

Teman-teman kelompok tutorial 4 (Jihan, Fini, Yusi, Putri, Fadil, Syafiq,
dan Vandy) atas canda tawa, semangat, dan kebersamaannya;

19.

Teman-teman sejawat angkatan 2011 (Diah, Anya, Fabella, Gede, Agung,
Danar, Diano, Restyana, dll) yang tidak bisa disebutkan satu per satu;

20.

Kakak-kakak dan adik-adik tingkat saya (2002–2014) yang sudah
memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Akan tetapi, semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna
bagi kita semua. Aamiiin.

Bandar Lampung, 30 Januari
2015
Penulis

Dea Lita Barozha

iii

DAFTAR TABEL
Tabel

Halaman

3.1.

Definisi operasional............................................................................. 38

4.1.

Hasil uji Efek Perlakuan....................................................................... 50

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL........................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... x

I.

PENDAHULUAN................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah..........................................................................

3

1.3. Tujuan Penelitian.............................................................................. 4
1.4. Manfaat Penelitian............................................................................ 4

II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 5

2.1.Kanker................................................................................................ 5
2.1.1. Epidemiologi.......................................................................... 5
2.1.2. Prinsip Dasar Perawatan Kanker..........................................

6

2.2. Sambung nyawa (Gynura procumbens) ........................................

7

2.2.1. Pengertian dan Pengaruh......................................................

7

2.2.2. Sambung nyawa Sebagai Kemopreventif.............................. 8
2.3.Otak................................................................................................... 12
2.3.1. Anatomi Otak ......................................................................... 12
2.3.2. Histologi Otak ........................................................................ 17
2.4. Uji Toksisitas.................................................................................... 21
2.4.1.Uji Toksisitas Akut.................................................................. 23

iii

2.4.2. Uji Toksisitas Sub Kronik...................................................... 24
2.5. Tikus (Rattus novergicus)................................................................. 26
2.6. Kerangka Penelitian.......................................................................... 28
2.6.1. Kerangka Teori....................................................................... 28
2.6.2. Kerangka Konsep.................................................................. 33
2.7. Hipotesis.........................................................................................

III. METODE PENELITIAN............................................................

34

35

3.1. Rancangan Penelitian........................................................................ 35
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian........................................................... 35
3.3. Sumber Data..................................................................................... 36
3.3.1. Besar Sampel.......................................................................... 36
3.3.2. Kriteria Sampel....................................................................... 37
3.4. Identifikasi Variabel......................................................................... 37
3.4.1. Variabel Bebas........................................................................ 37
3.4.2. Variabel Tergantung............................................................... 38
3.4.3. Variabel Terkendali................................................................ 38
3.5. Definisi Operasional......................................................................... 38
3.6.Bahan dan Alat penelitian ................................................................. 39
3.6.1. Bahan Penelitian...................................................................... 39
3.6.2. Alat Penelitian.......................................................................... 39
3.7. Jalannya Penelitian........................................................................... 39
3.7.1. Metode Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sambung Nyawa .. 39
3.7.2. Prosedur Pemberian Dosis Ekstrak Daun Sambung Nyawa... 40
3.7.3. Prosedur Penelitian................................................................. 42
3.8. Analisis Data..................................................................................... 44

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 46

4.1. Hasil Penelitian................................................................................. 46
4.1.1. gambaran hitopatologi otak tikus............................................ 46

iv

4.1.1.1. Kelompok 1..................................................................... 47
4.1.1.2. Kelompok 2..................................................................... 47
4.1.1.3. Kelompok 3..................................................................... 48
4.1.1.4. Kelompok 4..................................................................... 48
4.1.1.5. Kelompok 5..................................................................... 49
4.2. Hasil Analisis Data....................................................................... 49
4.2.1. Uji Efek Perlakuan............................................................. 50
4.3. Pembahasan.................................................................................. 50
4.3.1. Subjek Penelitian................................................................ 50
4.3.2. Hasil Penelitian.................................................................. 51

V. SIMPULAN DAN SARAN................................................................. 57

5.1. Simpulan...................................................................................... 57
5.2. Saran............................................................................................. 57

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Bagian-bagian Otak ................................................................14
Gambar 2.2. Area Otak.................................................................................16
Gambar 2.3. Tikus (Rattus norvegicus) .......................................................28
Gambar 2.4. Diagram Kerangka Teori Penelitian.........................................32
Gambar 2.5. Diagram Kerangka Konsep Penelitian.....................................33
Gambar 3.1. Rancangan Penelitian...............................................................45
Gambar 4.1. Histologi otak tikus kelompok kontrol normal........................47
Gambar 4.2. Histopatologi otak tikus kelompok perlakuan 1 (p1).............48
Gambar 4.3. Histopatologi otak tikus kelompok perlakuan 2 (p2).............48
Gambar 4.4. Histopatologi otak tikus kelompok perlakuan 3 (p3).............49
Gambar 4.5. Histopatologi otak tikus kelompok perlakuan 4 (p4).............49

i

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, kanker merupakan penyakit pembunuh kedua setelah penyakit
kardiovaskular. Kanker rahim dan kanker payudara menduduki peringkat
pertama dan kedua terbanyak diderita masyarakat. Umumnya, kanker-kanker
tersebut ditemukan 80% dalam stadium lanjut sehingga sukar disembuhkan.
Banyak faktor resiko yang dapat memicu munculnya kanker tersebut, antara
lain: genetik (faktor keturunan), faktor lingkungan (radikal bebas), gaya
hidup, faktor makanan, infeksi, virus, gangguan keseimbangan hormonal,
bahkan faktor kejiwaan dan emosional (Sabrina, 2010).

Beberapa upaya untuk mengatasi semakin meningkatnya kejadian kanker
masih banyak menemui kendala, baik dalam upaya pencegahan maupun
pengobatan kanker. Pengobatan yang selama ini dilakukan meliputi
penyinaran, radioterapi, pembedahan, dan kemoterapi menggunakan obat
(Novalina, 2003).

Pengobatan kanker dengan cara membunuh selnya dianggap masih kurang
efektif karena karsinogen yang terdapat dalam sel kanker masih dapat
menyebar kejaringan lain bersama aliran darah. Oleh karena itu, pengobatan

2

kanker melalui penghambatan angiogenesis lebih efektif dalam mengobati
kanker daripada membunuh sel kanker secara langsung. Selain itu
penghambatan angiogenesis mengakibatkan hambatan pada distribusi nutrisi
dan oksigen ke sel kanker (Raffi, 2002).

Penggunaan obat asal tanaman menjadi alternatif dalam upaya pencegahan
kanker melalui hambatan angiogenesis. Dipilih satu tanaman obat yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu ekstrak daun sambung nyawa
berdasarkan penelitian sebelumnya telah dicoba khasiatnya baik invitro
maupun invivo pada beberapa kejadian kanker, seperti kanker kelenjar
mammae, kanker paru, kanker serviks, dan kolon (Meiyanto et al., 2007).

Telah dilaporkan menurut penelitian yang terdahulu, bahwa ekstrak etanol
daun sambung nyawa memiliki kandungan flavonoid dan terbukti mampu
menghambat

pertumbuhan

sel

kanker

payudara

secara

in

vitro

(Meiyantoetal., 2007). Secara in vitro, senyawa flovanoid telah terbukti
mempunyai efek biologis yang sangat kuat. Sebagai antioksidan, flavonoid
dapat menghambat penggumpalan keping-keping sel darah, merangsang
produksi nitrit oksida yang dapat melebarkan (relaksasi) pembuluh darah, dan
juga menghambat pertumbuhan sel kanker (Hery, 2007).

Kerusakan sedikit saja pada otak akan membawa dampak yang luar biasa
pada seseorang, seperti operasi otak, akibat stroke, pasien yang pernah
mengalami stroke, setelah sembuh banyak yang mengalami perubahan
kepribadian (Guyton & Hall, 2008).

3

Penggunaan ekstrak etanol daun sambung nyawa

dengan dosis 500

mg/kgBB dicurigai dapat menimbulkan efek samping yaitu kerusakan pada
jaringan otak. Namun sampai saat ini belum ada data tentang gambaran
histopatologi yang terjadi pada otak dari ekstrak etanol daun sambung
nyawa. Berdasarkan hal-hal tersebut maka peneliti merasa terdorong untuk
mengetahui lebih jauh mengenai tingkat kerusakan otak akibat penggunaan
ekstrak etanol daun sambung nyawa dengan melihat gambaran histopatologi
otak. Namun mengingat penelitian ini tidak dapat dilakukan pada manusia,
maka penelitian ini dilakukan pada hewan percobaan yaitu tikus putih galur
Sprague dawley.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut:
1. Apakah ekstrak etanol daun sambung nyawa mempunyai efek toksik
terhadap perubahan gambaran histopatologis otak tikus putih galur
Sprague dawley?
2. Apakah dengan peningkatan dosis ekstrak etanol daun sambung nyawa
mempunyai efek toksik terhadap gambaran histopatologis otak tikus putih
galur Sprague dawley?

4

1.3 Tujuan penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak
etanol daun sambung nyawa terhadap perubahan gambaran histopatologi
otak tikus putih galur Sprague dawley.
2. Mengetahui peningkatan dosis ekstrak etanol daun sambung nyawa yang
dapat memperburuk gambaran histopatologis otak

tikus putih galur

Sprague dawley.

1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, sebagai wujud pengaplikasian disiplin ilmu yang telah
dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan keilmuan peneliti.
2. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (FK Unila) meningkatkan
iklim penelitian dibidang agromedicine sehingga dapat menunjang
pencapaian visi FK Unila 2025 sebagai fakultas kedokteran sepuluh
terbaik di Indonesia pada tahun 2025 dengan kekhususan agromedicine.
3. Bagi peneliti lain, dapat membuka penelitian lanjutan untuk dapat
meningkatkan status

sambung nyawa yang selama ini lebih dikenal

sebagai tanaman jamu, sehingga sambung nyawa dapat berkembang
menjadi obat tradisisonal dari bahan alam yang telah dibuktikan keamanan
dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan
baku dan produk jadinya telah distandarisasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker
2.1.1. Epidemiologi
Pada tahun 2000, kanker telah didiagnosis pada sepuluh juta orang dan
menyebabkan kematian sekitar 6,2 juta di seluruh dunia, terjadi
peningkatan sekitar 22% sejak tahun 1990. Kanker menjadi penyebab
kematian 10% dari morbiditas total di seluruh dunia dan berada pada
urutan kedua setelah penyakit kardiovaskular dan menjadi penyebab utama
kematian di negara-negara maju. Meskipun kanker dianggap sebagai
masalah di negara-negara maju, sekitar dua pertiga dari semua kanker
terjadi di tiga perempat penduduk dunia yang hidup di negara-negara yang
sedang berkembang. Di seluruh dunia, terdapat sekitar 22 juta orang
penderita kanker. Jumlah kasus kanker di seluruh dunia diprediksikan
akan mengalami peningkatan (WHO, 2003).

15 juta kasus baru setiap tahun pada tahun 2020. Hal ini terutama
berhubungan dengan

bertambahnya masa hidup banyak penduduk,

kemajuan ilmu kedokteran di dalam mengobati penyakit tidak menular

6

lain, dan juga kecenderungan kebiasaan merokok dan gaya hidup tidak
sehat masyarakat yang mengarah pada peningkatan munculnya jenis
kanker tertentu (WHO, 2003).

2.1.2. Prinsip Dasar Perawatan Kanker
Invasi, proliferasi sel tumor dan penghambatan angiogenesis merupakan
target mekanisme perawatan antikanker. Sel kanker mengalami kematian
dengan disregulasi jalur apoptosis yang relevan, tetapi dapat juga dipicu
untuk mati dengan kemoterapi konvensional maupun obat-obatan modern
lainnya (Liotta & Kohn, 2003).
Eradikasi lengkap sel kanker, diperlukan untuk membunuh sel stem
kanker, yaitu sel yang dapat memperbaharui diri, proliferasi, dan
regenerasi baik tumor primer maupun metastatik. Terdapat bukti bahwa
apoptosis dapat secara selektif memicu sel stem kanker dan tidak pada
sel stem somatik normal (Revianti & Parisihni, 2005).
Selama kemoterapi sitotoksik, apoptosis pada sel tumor didahului oleh
apoptosis sel endotel pembuluh darah sekitar tumor. Pemberian inhibitor
angiogenesis tidak hanya secara langsung menimbulkan efek sitotoksik
terhadap

sel

tumor

namun

dapat

meningkatkan

apoptosis

dan

menghambat pertumbuhan sel tumor (Field, 2005).
Obat kemoterapi konvensional saat ini lebih bersifat efektif merawat satu
subset penyakit ini dengan menghambat produk gen yang diekspresikan
pada kanker tertentu. Namun, karena gen sel kanker sangat tidak stabil

7

serta perubahan gen terus terjadi sehingga mengubah karakteristik baik
tumor primer maupun massa metastatiknya, maka hal tersebut tidak
menjamin bahwa bahan kemoterapi tersebut dapat menghambat progresi
penyakit. Sebaliknya, bahan kemoterapi yang secara efektif dapat
menghambat angiogenesis terlihat lebih efektif pada hampir semua tumor
karena bahan tersebut bekerja pada sistem vaskularisasi dengan sel
endotel yang lebih stabil (Sudiana, 2008).

2.2 Sambung nyawa (Gynura procumbens)
2.2.1. Pengertian dan Pengaruh
Daun tanaman Gynura procumbens atau sering disebut tanaman sambung
nyawa mengandung flavonoid, terpenoid dan asam fenolat yang diduga
bertanggung jawab atas efek kemopreventif yang ditimbulkan. Secara in
vitro dan in vivo, ekstrak etanol daun sambung nyawa menunjukkan
aktivitas sebagai penghambat dan penekan terjadinya karsinogenesis.
Ekstrak etanol dan fraksi fenolik daun sambung nyawa telah terbukti
dapat menghambat proliferasi sel HeLa dan sel T47D serta memacu
terjadinya

apoptosis.

Pemacuan

apoptosis

tersebut

di

antaranya

melibatkan peningkatan ekspresi p53 dan Bax serta aktivasi Caspase-7
(Meiyanto, 2007).

Ekstrak etanol daun sambung nyawa juga telah terbukti memiliki efek
antiangiogenesis pada membran korioalantoik telur ayam yang diinduksi
bFGF. Secara in vivo, ekstrak etanol daun sambung nyawa menghambat

8

pertumbuhan kanker paru pada mencit dan kanker payudara pada tikus
yang diinduksi benzo[a]piren. Sebagai dasar aplikasi ko-kemoterapi
dengan obat sitostatik, telah diteliti efek sinergisme yang terjadi pada
fraksi etil asetat ekstrak etanol daun sambung nyawa dengan doxorubicin
pada sel kanker payudara T47D. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk mengembangkan sambung nyawa sebagai agen kemopreventif serta
pengaplikasinya (Septisetyani, 2005).

2.2.2. Sambung nyawa Sebagai Kemopreventif
Ekstrak etanol daun sambung nyawa terbukti menghambat pertumbuhan
sel myeloma dan dapat menghambat pertumbuhan kanker pada tikus yang
diinduksi DMBA. Usaha penemuan antikanker yang spesifik dan selektif
terhadap sambung nyawa terus dilakukan. Fraksinasi ekstrak etanol daun
sambung nyawa untuk mengetahui senyawa aktif yang berperan sebagai
antikanker telah dilakukan (CCRC, 2008).

Fraksi etil asetat ekstrak etanol sambung nyawa mengandung senyawa
flavonoid yang mengarah pada golongan favon atau flavonol. Senyawa
flavonoid yang ditemukan pada fraksi heksana-etil asetat XIX dan XX
ekstrak etanol daun sambung nyawa mempunyai nilai sebesar 119 μg/ml
terhadap sel kanker leher rahim HeLa (Septisetyani, 2005).

Senyawa flavonoid yang ditemukan dalam fraksi heksan-etil asetat XII dan
XIII ekstrak etanol daun sambung nyawa mampu menghambat sel kanker
payudara T47D dengan IC50 sebesar 80 μg/ml (CCRC, 2008). Penelitian

9

lebih lanjut melaporkan bahwa flavonoid yang diisolasi dari fraksi etil
asetat ekstrak etanol daun sambung nyawa memiliki efek sitotoksik
terhadap sel T47D dan diamati adanya peningkatan ekspresi p53 dan Bax
(Ren et al., 2003).

Senyawa flavonoid juga dapat menghambat proliferasi melalui inhibisi
proses oksidatif yang dapat menyebabkan inisiasi kanker. Mekanisme ini
diperantarai penurunan enzim xanthin oksidase, siklooksigenase (COX)
dan lipooksigenase (LOX) yang diperlukan dalam proses prooksidasi
sehingga menunda siklus sel (Ren et al., 2003).

Aktivitas antikanker juga ditunjukkan flavonoid melalui induksi apoptosis.
Flavonoid menghambat ekspresi enzim topoisomerase I dan topoisomerase
II yang berperan dalam katalisis pemutaran dan relaksasi DNA. Inhibitor
enzim topoisomerase akan menstabilkan kompleks topoisomerase dan
menyebabkan DNA terpotong dan mengalami kerusakan. Kerusakan DNA
dapat menyebabkan terekspresinya protein proapoptosis seperti Bax dan
Bak dan menurunkan ekspresi protein- protein antiapoptosis yaitu Bcl-2
dan Bcl-XL. Dengan demikian pertumbuhan sel kanker terhambat.
Sebagian besar flavonoid telah terbukti mampu menghambat proliferasi
pada berbagai sel kanker pada manusia namun bersifat tidak toksik pada
sel normal manusia (Ren et al., 2003).

Senyawa golongan flavonoid mampu menghambat proses karsinogenesis
baik secara in vitro maupun in vivo. Penghambatan terjadi pada tahap

10

inisiasi, promosi maupun progresi melalui mekanisme molekuler antara
lain inaktivasi senyawa karsinogen, antiproliferatif, penghambatan
angiogenesis dan daur sel, induksi apoptosis, dan aktivitas antioksidan
(Ren et al., 2003). Sifat antioksidan dari senyawa flavonoid juga dapat
menginhibisi proses karsinogenesis. Fase inisiasi kanker seringkali
diawali melalui oksidasi DNA yang menyebabkan mutasi oleh senyawa
karsinogen (Kakizoe, 2003).

Kelangsungan hidup sel kanker juga dapat ditekan melalui penghambatan
angiogenesis oleh flavonoid melalui penghambatan angiogenesis, sel
kanker akan mengalami kematian karena tidak mendapat suplai nutrisi
dan oksigen. Berdasarkan penelitian ekstrak etanol daun sambung nyawa
mampu menghambat angiogenesis pada embrio ayam dan otak tikus
(Matter, 2000).

Oleh karena adanya penghambatan pembentukan pembuluh darah baru
oleh sambung nyawa, maka terapi kanker dengan menggunakan sambung
nyawa tidak diperkenankan untuk ibu hamil. Selama proses kehamilan
terjadi pembentukan pembuluh-pembuluh darah baru untuk mensuplai
kebutuhan janin akan nutrisi dan oksigen. Apabila angiogenesis
dihambat, janin akan mengalami kematian karena tidak mendapat
suplai nutrisi dan oksigen (Jenie et al., 2006).

Selain kandungan flavonoid, dalam daun sambung nyawa juga terdapat
senyawa-senyawa lain yang juga memiliki aktivitas sebagai antikanker.

11

Dalam fraksi heksan-etil asetat XII-XIII ekstrak etanol daun sambung
nyawa juga mengandung asam fenolat dan terpenoid. Senyawa golongan
fenolat dan terpenoid juga terdapat dalam fraksi heksan-etil asetat IX-X
(CCRC, 2008).

Asam fenolat sederhana yang dimiliki oleh daun sambung nyawa antara
lain asam kafeat, asam p-kumarat, asam p-hidroksi benzoat dan asam
fenolat (Harborne, 2004). Dari golongan asam fenolat, asam kafeat
mempunyai efek yang paling besar. Senyawa golongan fenolat secara in
vitro memiliki aktivitas antiproliferatif dan dapat memacu terjadinya
apoptosis pada sel kanker payudara T47D. Asam kafeat dapat
menurunkan ekspresi protein antiapoptosis yaitu Bcl-2 sehingga terjadi
induksi apoptosis (Kampa et al., 2003).

Senyawa-senyawa yang terkandung di dalam daun sambung nyawa
memiliki kemampuan untuk menghambat proses karsinogenesis dengan
yang target spesifik. Ekstrak etanol daun sambung nyawa bersifat
sitotoksik pada sel myeloma dan kurang toksik terhadap sel vero dan sel
limfosit dibandingkan doxorubicin sebagai obat sitostatik. Oleh karena
itu, senyawa-senyawa dalam ekstrak etanol daun sambung nyawa
berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen kemopreventif (CCRC,
2008).

Dosis efektif pemberian ekstrak daun sambung nyawa ialah 500 mg/kgBB
dengan jalur peroral. Dengan dosis ini senyawa flavonoid didalamnya

12

mampu memberikan efek kemopreventif dalam pengobatan antikanker.
Namun dalam peningkatan dosis pemberian ekstrak sambung nyawa
mampu memberikan efek toksik di berbagai organ tubuh seperti otak,
hati, lambung, jantung, dan sel darah (Meiyanto, 2007).

2.3 Otak
2.3.1. Anatomi Otak
Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh
mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria dan dura
mater disingkirkan, di bawah lapisan arachnoid mater kranialis dan pia
mater kranialis terlihat gyrus, sulkus, dan fisura korteks serebri. Sulkus
dan fisura korteks serebri membagi hemisfer serebri menjadi daerah lebih
kecil yang disebut lobus (Moore & Anne, 2012).

Gambar 2.1. Bagian-bagian Otak (CDC, 2004).
Seperti terlihat pada gambar di atas, otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1.

Serebrum (Otak Besar)
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua
hemisfer. Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh
sebelah kiri dan hemisfer kiri berfungsi untuk mengontrol bagian

13

tubuh sebelah kanan. Masing-masing hemisfer terdiri dari empat
lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan
yang menyerupai parit disebut sulkus. Keempat lobus tersebut
masing-masing adalah lobus frontal, lobus parietal, lobus oksipital dan
lobus temporal (CDC, 2004).
a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah
serebrum. Lobus parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus
sentralis dan bagian belakang oleh garis yang ditarik dari sulkus
parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis. Daerah ini
berfungsi untuk menerima impuls dari serabut saraf sensorik
thalamus yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan
mengenali segala jenis rangsangan somatik (Ellis, 2006).
b. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling
depan dari serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks
anterior sulkus sentral dari Rolando. Pada daerah ini terdapat
area motorik untuk mengontrol gerakan otot-otot, gerakan bola
mata; area broca sebagai pusat bicara dan area prefrontal yang
mengontrol aktivitas intelektual (Ellis, 2006).
c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus
oksipital oleh garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari
ujung atas sulkus lateral. Lobus temporal berperan penting
dalam kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan
bahasa dalam bentuk suara (Ellis, 2006).

14

d. Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus
temporal. Lobus ini berhubungan dengan rangsangan visual
yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi
terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata (Ellis, 2006).

Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi
menjadi beberapa area yang punya fungsi masing-masing, seperti
terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.2 Area Otak (CDC, 2004).

2. Serebelum (Otak Kecil)
Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak.
Serebelum terletak di bagian bawah belakang kepala, berada di
belakang batang otak dan di bawah lobus oksipital, dekat dengan ujung
leher bagian atas. Serebelum adalah pusat tubuh dalam mengontrol
kualitas gerakan. Serebelum juga mengontrol banyak fungsi otomatis
otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol

15

keseimbangan,

koordinasi otot dan gerakan tubuh. Selain itu,

serebelum berfungsi menyimpan dan melaksanakan serangkaian
gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil,
gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya
(Clark, 2005).

3. Batang Otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala
bagian dasar dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak
bertugas untuk mengontrol tekanan darah, denyut jantung, pernafasan,
kesadaran, serta pola makan dan tidur. Bila terdapat massa pada batang
otak maka gejala yang sering timbul berupa muntah, kelemahan otat
wajah baik satu maupun dua sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan sakit
kepala ketika bangun (CDC, 2004).

Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Mesensefalon atau otak tengah (mid brain) adalah bagian teratas
dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum.
Saraf kranial III dan IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak
tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan,
gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh
dan pendengaran (Moore & Anne, 2012).
b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara
midbrain dan medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial

16

posterior. Saraf Kranial (CN) V diasosiasikan dengan pons (Moore
& Anne, 2012).
c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari
batang otak yang akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla
oblongata terletak juga di fossa kranial posterior. CN IX, X, dan XII
disosiasikan dengan medulla, sedangkan CN VI dan VIII berada
pada perhubungan dari pons dan medulla (Moore & Anne, 2012).

4.

Bagian lainya
a.

Hipotalamus merupakan bagian ujung depan diesenfalon yang
terletak di bawah sulkus hipotalamik dan di depan nucleus
interpundenkuler. Hipotalamus terbagi dalam berbagai inti dan
daerah inti. Terletak pada anterior dan inferior talamus berfungsi
mengontrol dan mengatur sistem syaraf autonom juga bekerja
dengan hipofisis untuk mempertahankan keeimbangan cairan,
mempertahankan pengaturan suhu tubuh melalui peningkatan
vasokontriksi atau

vasodilatasi dan mempengaruhi sekresi

hormonal dengan kelenjar hipofisis, juga sebagai pusat lapar dan
mengontrol berat badan, sebagai pengatur tidur, tekanan darah,
perilaku agresif dan seksual dan pusat respon emosional (Clark,
2005).

b.

Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel
dan aktivitas primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau

17

yang diterima semua impuls memori, sensasi dan nyeri melalui
bagian ini (Clark, 2005).

c.

Traktus Spinotalamus (serabut -serabut segera menyilang kesisi
yang berlawanan dan masuk ke medulla spinulis dan naik).
Bagian ini bertugas mengirim impuls nyeri dan temperatur ke
talamus dan kortek serebri (Clark, 2005).

d.

Kelenjar Hipofisis dianggap sebagai masker kelenjar karena
sejumlah hormon-hormon dan fungsinya diatur oleh kelenjar ini.
Hipofisis merupakan bagian otak yang tiga kali lebih sering
timbul tumor pada orang dewasa (Clark, 2005).

2.3.2. Histologi Otak
A. Otak
Secara keseluruhan otak terbagi atas:
1. Otak besar (cerebrum)
Otak besar tersusun atas dua belahan (cerebral hemisphere) kiri dan
kanan. Di bagian tepi luar (korteks) terdapat substansia grisea, lalu
semakin ke dalam dibatasi dengan substansia alba, dan di bagian paling
dalam terdapat nukleus yang merupakan substansia grisea. Lapisan
yang menyusun otak besar berlekuk-lekuk, membentuk struktur sulkus
dan girus. Lapisan ini jika ditinjau secara mikroskopik akan terlihat
bahwa tersusun atas enam lapisan, yakni:

18

Lapisan molekular, merupakan lapisan terluar dan terletak tepat di
bawah lapisan pia. Terdapat sel horizontal (cajal) yang pipih
dengan denrit dan akson yang berkontak dengan sel-sel di lapisan
bawahnya (sel piramid, sel stelatte).
Lapisan granular luar, sebagian besar terdiri atas sel saraf kecil
segitiga (piramid) yang dendritnya mengarah ke lapisan molekular
dan aksonnya ke lapisan di bawahnya; sel granula (stelatte) dan selsel neuroglia.
Lapisan piramid luar, terdapat sel piramid yang berukuran besar
(semakin besar dari luar ke dalam). Dendrit mengarah ke lapisan
molekular; akson mengarah ke substansia alba.
Lapisan granular dalam, merupakan lapisan tipis yang banyak
mengandung sel-sel granul (stellate), piramidal, dan neuroglia.
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling padat.
Lapisan piramidal dalam, suatu lapisan yang paling jarang, banyak
mengandung sel-sel piramid besar dan sedang, selain sel stelatte
dan Martinotti. Sel Martinotti adalah sel saraf multipolar yang
kecil, dendritnya mengarah ke lapisan atas dan aksonnya ke lateral.
Lapisan sel multiform, adalah lapis terdalam dan berbatasan
dengan substansia alba, dengan varian sel yang banyak dan sel
fusiform (Eroschenko, 2010).

19

Otak besar merupakan pusat belajar, ingatan, analissi informasi, inisiasi
gerakan motorik, dan merupakan pusat integrasi informasi yang
diterima. Nukleus merupakan kumpulan dari perikarion neuron yang
terdapat di dalam SSP (Junqueira & Carneriro, 2007).

Di substansia alba cerebrum terdapat banyak serat-serat yang
menghubungkan berbagai daerah korteks dalam hemisfer yang sama
(asosiasi)

menghubungkan

antarhemisfer

(komisura)

dan

menghubungkan ke nukleus di bawahnya (proyeksi) (Eroschenko,
2010).

2.

Otak kecil (cerebellum)
Serebelum juga tersusun atas substansia grisea yang terletak di tepi
(dinamakan korteks serebeli). Korteks serebeli tersusun atas tiga
lapisan:
Lapisan molekular, lapisan terluar dan langsung terletak di bawah
lapisan pia dan sedikit mengandung sel saraf kecil, serat saraf tak
bermielin, sel stelata, dan dendrit sel Purkinje dari lapisan di
bawahnya.
Lapisan Purkinje, disebut lapisan ganglioner, banyak sel-sel.
Purkinje yang besar dan berbentuk seperti botol dan khas untuk
serebelum. Dendritnya bercabang dan memasuki lapisan molekular,
sementara akson termielinasi menembus substansia alba.

20

Lapisan granular, lapisan terdalam dan tersusun atas sel-sel kecil
dengan 3-6 dendrit naik ke lapisan molekular dan terbagi atas 2
cabang lateral (Junqueira & Carneriro, 2007).

3.

Otak tengah (mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan
otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja
kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan
lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil
mata, dan juga merupakan pusat pendengaran (Junqueira & Carneriro,
2007).

4.

Sumsum sambung (medulla oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari
medula spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga memengaruhi
jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume
dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar
pencernaan. Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks
yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip (Eroschenko, 2010).

5.

Jembatan varol (pons varoli)
Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil
bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum
tulang belakang (Junqueira & Carneriro, 2007).

21

2.4

Uji Toksisitas
Uji toksisitas merupakan uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas
farmakologi suatu senyawa. Prinsip uji toksisitas adalah bahwa komponen
bioaktif selalu bersifat toksik jika diberikan dengan dosis tinggi dan
menjadi obat pada dosis rendah. Zat atau senyawa asing yang ada di
lingkungan akan terserap ke dalam tubuh secara difusi dan langsung
memengaruhi kehidupannya. Uji toksisitas digunakan untuk mengetahui
pengaruh racun yang dihasilkan oleh dosis tunggal dari suatu campuran zat
kimia pada hewan coba sebagai uji pra skrining senyawa antikanker (Mc.
Laughlin & Rogers, 1998).

Uji toksisitas mempunyai korelasi dengan aktivitas obat antikanker.
Berdasarkan pada nilai-nilai IC50, sitotoksisitas yang tingkat ekstrak dapat
dibagi menjadi kuat (200 μg/ml). Semakin rendah nilai IC50 semakin tinggi toksisitas terhadap
kematian hewan percobaan, maka senyawa tersebut aktif terhadap sel
tumor atau sel kanker (Depkes RI, 2000).

Salah satu metoda yang digunakan untuk menguji senyawa yang memiliki
bioaktivitas sebagai antikanker dari senyawa yang diisolasi adalah Brine
shrimp lethality test (BSLT), dimana tujuan dari penggunaan metode ini
adalah sebagai uji pendahuluan yang dapat mendukung penemuan
senyawa-senyawa antikanker (Donatus, 2001).

22

Uji toksisitas terdiri atas 2 jenis yaitu toksisitas umum (akut,
subakut/subkronis,

kronis)

dan

toksisitas

khusus

(teratogenik,

mutagenik,dan karsinogenik). Dalam uji toksisitas perlu dibedakan obat
tradisional yang dipakai secara singkat dan yang dipakai dalam jangka
waktu lama (Depkes RI, 2000).

Pengujian toksisitas biasanya dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :

1.

Uji toksisitas akut
Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji
sebanyak satu kali, atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam.

2.

Uji toksisitas jangka pendek (sub kronik)
Uji ini dilakukan dengan memberikan bahan tersebut berulang –
ulang, biasanya setiap hari, atau lima kali seminggu, selama jangka
waktu kurang lebih 10% dari masa hidup hewan, yaitu 3 bulan untuk
tikus dan 1 atau 2 tahun untuk anjing.

3.

Uji toksisitas jangka panjang (kronik).
Percobaan jenis ini mencakup pemberian obat secara berulang selama
3-6 bulan atau seumur hewan, misalnya 18 bulan untuk mencit, 24
bulan untuk tikus, dan 7-10 tahun untuk anjing dan monyet (Radji,
2004).

23

2.4.1 Uji Toksisitas Akut
Percobaan toksisitas ini meliputi Single Dose Experiments yang di
evaluasi 3-14

hari sesudahnya, tergantung dari gejala yang

ditimbulkan. Tes toksisitas akut Ini dirancang untuk menentukan efek
yang terjadi dalam periode waktu yang singkat setelah pemberian
dosis. Tes – tes ini dapat menentukan hubungan suatu dosis respons
dan nilai LD50 jika diperlukan (Timbrell, 2002).

Tujuan uji toksisitas akut suatu obat tradisional adalah untuk
menetapkan potensi toksisitas akut (LD50), menilai berbagai gejala
klinis, spektrum efek toksik, dan mekanisme kematian (Depkes,
2000).

Percobaan ini juga dapat menunjukkan organ sasaran yang mungkin
dirusak dan efek toksis spesifiknya, serta memberikan petunjuk
tentang dosis yang sebaiknya digunakan dalam pengujian yang lebih
lama (Radji,2004). Untuk uji toksisitas akut obat tradisional perlu
dilakukan pada sekurang-kurangnya satu spesies hewan coba biasanya
spesies pengerat yaitu mencit atau tikus (Lu, 2005).

Sampel hewan coba untuk masing-masing kelompok perlakuan perlu
mencukupi jumlahnya untuk memungkinkan estimasi insiden dan
frekuensi efek toksik. Biasanya digunakan 4 – 6 kelompok hewan
coba (Depkes, 2000).

24

Secara umum obat harus diberikan melalui jalur yang biasa digunakan
pada manusia yaitu jalur oral. Jalur oral paling sering digunakan, bila
diberikan per oral, zat tersebut harus diberikan dengan sonde (Radji,
2004).

Pengamatan hewan coba sudah dimulai sejak masa persiapan sebelum
diberikan perlakuan (fase penyesuaian hewan coba terhadapsituasi dan
kondisi pelaksanaan eksperimen). Setelah mendapatkan perlakuan
berupa pemberian obat tradisional-uji dosis tunggal maka dilakukan
pengamatan secara intensif, cermat, dan dengan frekuensi dan selama
jangka waktu tertentu. Jangka waktu untuk pengamatan yang lazim
adalah 7-14 hari, bahkan dapat lebih lama antara lain dalam kaitan
pemulihan gejala toksik (Depkes, 2000).

2.4.2

Uji toksisitas Sub kronik
Uji toksisitas subkronis adalah uji ketoksikan suatu senyawa yang
diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu, selama
kurang dari tiga bulan. Uji ini ditujukan untuk mengungkapkan
spectrum efek toksik senyawa uji serta untuk memperlihatkan apakah
spectrum efek toksik itu berkaitan dengan takaran dosis (Donatus,
2001).

Pengamatan dan pemeriksaan yang dilakukan dari uji ketoksikan
subkronis meliputi :

25

a.

Perubahan berat badan yang diperiksa paling tidak tujuh hari
sekali.

b.

Masukan

makanan

untuk

masing-masing

hewan

atau

kelompok hewan yang diukur paling tidak tujuh hari sekali.
c.

Gejala kronis umum yang diamati setiap hari.

d.

Pemeriksaan hematologi paling tidak diperiksa dua kali pada
awal dan akhir uji coba.

e.

Pemeriksaan kimia darah paling tidak dua kali pada awal dan
akhir uji coba.

f.

Analisis urin paling tidak sekali.

g.

Pemeriksaan histopatologi organ pada akhir uji coba (Loomis,
2008)

Hasil uji ketoksikan subkronis akan memberikan informasi yang
bermanfaat tentang efek utama senyawa uji dan organ sasaran yang
dipengaruhinya. Selain itu juga dapat diperoleh info tentang
perkembangan efek toksik yang lambat berkaitan dengan takaran yang
tidak teramati pada uji ketoksikan akut. Kekerabatan antar kadar
senyawa pada darah dan jaringan terhadap perkembangan luka toksik
dan keterbalikan efek toksik (Donatus, 2001).

Tujuan utama dari uji ini adalah untuk mengungkapkan dosis tertinggi
yang diberikan tanpa memberikan efek merugikan serta untuk

26

mengetahui pengaruh senyawa kimia terhadap badan dalam pemberian
berulang (Eatau & Klaassen, 2001)

2.5

Tikus (Rattus novergicus)
Tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan hewan pengerat dan sering
digunakan sering sebagai hewan percobaan atau digunakan untuk
penelitian dikarenakan tikus merupakan hewan yang mewakili dari kelas
mamalia, yang mana manusia juga merupakan dari golongan mamalia
sehingga

homogenisitas,

kelengkapan

organ,

kebutuhan

nutrisi,

metabolisme biokimia, sistem reproduksi, pernafasan, peredaran darah,
gen serta ekskresi menyerupai manusia (Cholisoh, 2008).
Tikus

putih

(Rattus

norvegicus)

juga

memiliki

beberapa

sifat

menguntungkan seperti cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam
jumlah banyak, lebih tenang, dan ukurannya lebih besar dari pada mencit.
Tikus putih juga memiliki ciri-ciri albino, kepala kecil, dan ekor yang
lebih

panjang

dibandingkan

badanya,

pertumbuhanya

cepat,

tempramennya baik, kemampuan laktasi tinggi, dan tahan terhadap
perlakuan. Keuntungan utama tikus putih (Rattus norvegicus) galur
Sprague Dawley adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya
(Isroi, 2010).

Tikus (Rattus novergicus) diklasifikasikan sebagai berikut (Isroi, 2010).
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Chordata

27

Sub Phylum

: Vertebrata

Class

: Mammalia

Sub Class

: Theria

Ordo

: Rodentia

Sub Ordo

: Myomorpha

Family

: Muridae

Sub Family

: Murinae

Genus

: Rattus

Spesies

: Rattus novergicus

Galur

: Sprague dawley

Berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan dengan berat
badan tikus liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40gram,
dan berat dewasa rata-rata 200-250 gram, hidung tumpul dengan
panjang18-25cm, kepala dan badan lebih pendek dari ekornya, serta
telinga 27 keeping kecil dan tidak lebih dari 20-23 mm (Depkes RI,
2000).

Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah galur Sprague dawley
berjenis kelamin jantan berumur 3–4 bulan. Tikus Sprague dawley dengan
jenis kelamin betina tidak digunakan karena kondisi hormonal yang
sangat berfluktuasi pada saat mulai beranjak dewasa, sehingga
dikhawatirkan akan memberikan respon yang berbeda dan dapat
mempengaruhi hasil penelitian (Cholisoh, 2008).

28

Gambar 2.3. Tikus (Rattus norvegicus) (Cholisoh, 2008)
2.6

Kerangka penelitian

2.6.1 Kerangka teori
Hambatan invasi dan proliferasi pada sel tumor serta hambatan
angiogenesis merupakan mekanisme perawatan antikanker yang paling
banyak diteliti saat ini. Pemberian inhibitor angiogenesis tidak secara
langsung akan berefek sitotoksik pada sel kanker, tetapi dapat
meningkatkan

laju

apoptosis

sel

kanker

dengan

mekanisme

menurunnya produksi VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor)
sehingga menekan pertumbuhan tumor dengan menghambat proliferasi
sel edontel dan memicu apoptosis sel edontel yang berakhir dengan
apoptosis sel kanker itu sendiri.

Salah satu tanaman obat yang ada di Indonesia adalah sambung
nyawa. Penggunaan sambung nyawa sebagai bahan obat diperoleh

29

dari penduduk lokal Papua. Sambung nyawa dipercaya dapat
menyembuhkan beragam penyakit berat seperti tumor, kanker,
jantung, stroke, TBC, rematik, gangguan asam urat, maag, gangguan
fungsi ginjal dan prostat karena terbukti mengandung senyawa
flavonoid.

Flavonoid merupakan golongan senyawa bahan alam dari senyawa
fenolik yang banyak merupakan pigmen tumbuhan. Saat ini lebih dari
6.000 senyawa yang berbeda masuk kedalam golongan flavonoid.
Flavonoid mengandung minyak atsiri, saponin, tannin, dan triterpen
steroida

Flavonoid merupakan bagian penting dari diet manusia karena
banyak manfaatnya bagi kesehatan. Fungsi kebanyakan flavonoid
dalam tubuh manusia adalah sebagai antioksidan sehingga sangat baik
untuk pencegahan kanker. Manfaat flavonoid antara lain adalah untuk
melindungi struktur sel, memiliki hubungan sinergis dengan vitamin
C (meningkatkan efektivitas vitamin C), anti inflamasi, mencegah
keropos tulang, dan sebagai antibiotik.

Senyawa flavonoid yang terkandung dalam herbal medicine
mempunyai efek memblok reseptor growth factors, menginhibisi
Mitogen Activated Protein Kinase (MAPK), pada jalur sinyal
Receptor Tirosin Kinase (RTKs).

30

Flavonoid dalam herbal medicine juga

Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) terhadap Diameter Tubulus Seminiferus, Motilitas, dan Spermisidal pada Tikus Jantan Strain Sprague-Dawley

0 10 95

Uji Antifertillitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) pada Tikus Jantan Strain Sprague Dawley Secara In Vivo

4 11 134

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

Aktivitas antifertilitas ekstrak etanol 70% daun pacing (costus spiralis) pada tikus sprague-dawley jantan secara in vivo

1 32 0

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI DMBA

5 36 70

EFEK PROTEKTIF EKSTRAK ETANOL DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI ETANOL

3 28 59

UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL DAUN SAMBUNG NYAWA (Gynura procumbens) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH JANTAN GALUR Sprague dawley

0 10 69

UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETANOLDAUN SAMBUNG NYAWA {Gynuraprocumbens (Lour.) Merr}TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS LAMBUNG PADA TIKUS GALUR Spraguedawley

7 40 65

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor (Moringa Oleifera Lam) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa, Morfologi Spermatozoa, Dan Diameter Tubulus Seminiferus Pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley

4 34 116

UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK ETANOL DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L. ) PER ORAL PADA TIKUS GALUR SPRAGUE DAWLEY.

0 4 17