Penjerapan Logam Cd,Fe dan Zn dengan Adsorben Cangkang Telur Bebek yang Telah Diaktivasi

(1)

PENJERAPAN LOGAM Cd, Fe DAN Zn

DENGAN ADSORBEN CANGKANG TELUR

BEBEK YANG TELAH DIAKTIVASI

SKRIPSI

Oleh

KRISNAWATI

090405023

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

AGUSTUS 2013


(2)

PENJERAPAN LOGAM Cd, Fe DAN Zn

DENGAN ADSORBEN CANGKANG TELUR

BEBEK YANG TELAH DIAKTIVASI

SKRIPSI

Oleh

KRISNAWATI

090405023

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN M ENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

AGUSTUS 2013


(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

PENJERAPAN LOGAM Cd, Fe DAN Zn DENGAN ADSORBEN CANGKANG TELUR BEBEK YANG TELAH DIAKTIVASI

yang dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, sejauh yang saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari skripsi yang sudah dipublikasikan dan atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara maupun di Perguruan Tinggi atau instansi manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.

Medan, 21 Agustus 2013

Krisnawati NIM 090405023


(4)

(5)

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Penjerapan Logam Cd, Fe dan Zn dengan Adsorben Cangkang Telur Bebek yang Telah Diaktivasi”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Hasil penelitian ini dapat membantu pengolahan limbah logam berat sehingga tidak akan membahayakan kehidupan masyarakat. Selain itu penelitian ini pernah dipublikasikan dalam jurnal Teknik Kimia USU yang berjudul “Penjerapan Logam Kadmium (Cd2+

) dengan Adsorben Cangkang Telur Bebek Yang Telah Diaktivasi”. Penelitian ini juga di-accepted di prosiding Asean 2013++: Moving Forward dengan judul “Adsorption of Heavy Metal Iron Fe(III) Using Activated Powdered Duck Eggshell Adsorbent” di Chiang Mai, Thailand. Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar – besarnya kepada Dr. Ir. Iriany, M.Si. selaku Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Rosdanelli Hasibuan, MT. selaku dosen penguji I dan Dr. Eng. Ir. Irvan, M.Si selaku dosen penguji II.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Agustus 2013

Penulis Krisnawati


(7)

DEDIKASI

Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada:

1. Bapak Hartono Wijaya dan Ibu Lili sebagai orang tua dari penulis yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Keluarga yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Teman Sejawat terutama stambuk 2009 yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

4. Jasinda sebagai partner penelitian yang telah bekerja sama dengan penulis dalam menyelesaikan penelitian.

5. Mimi Richell Gunawan, Syervy Tanata, Elmer Surya, Ida Ayuningrum, Ahmad Rozi Tanjung, Tommy Arisa Putra dan Michael yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

6. Staf Pengajar Jurusan Teknik Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara Medan.


(8)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama: Krisnawati NIM: 090405023

Tempat / Tanggal Lahir: Medan / 06 Juli 1991 Nama Orang Tua: Hartono Wijaya

Alamat Orang Tua: Jl. Kapten Jumhana No. 100H Medan 20216

Asal Sekolah

 TK Methodist – 3 Medan tahun 1994 – 1997

 SD Methodist – 3 Medan tahun 1997 – 2003

 SMP Methodist – 3 Medan tahun 2003 – 2006

 SMA Methodist – 3 Medan tahun 2006 – 2009 Pengalaman Organisasi / Kerja

 Himatek periode 2012 – 2013 sebagai Anggota Litbang

 KMB periode 2009 – 2010 sebagai Anggota Organisasi

 Asisten Lab. OTK tahun 2012 – 2013 modul Absorpsi Gas dan Sedimentasi Jurnal / Karya Tulis

 Dipublikasikan di Jurnal Teknik Kimia USU Edisi II No. 2

 Prosiding Asean 2013++: Moving Forward di Chiang Mai, Thailand tanggal 13 November 2013 (status: accepted)


(9)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan adsorpsi dan menentukan waktu setimbang, kinetika adsorpsi, isotherm adsorpsi dan kapasitas adsorpsi dari penjerapan ion logam berat Cd (II), Fe (III) dan Zn (II) dengan adsorben cangkang telur bebek. Bahan – bahan yang digunakan antara lain adsorben cangkang telur bebek, larutan logam Cd (II), larutan logam Fe (III) dan larutan logam Zn(II), HCl dan aquabides. Variabel – variabel yang diamati antara lain waktu yang dicapai pada saat kesetimbangan dan konsentrasi sisa ion logam Cd (II), Fe (III) dan Zn (II). Adsorben dicampur ke dalam larutan logam berat. Setiap 10 menit diambil sampel larutan logam berat untuk diuji hingga diperoleh konsentrasi ion logam yang setimbang. Hasil penelitian memperlihatkan semakin banyak jumlah adsorben yang digunakan maka persentase adsorpsi akan semakin meningkat dan waktu setimbang akan lebih lama untuk dicapai. Logam berat yang berbeda akan memberikan waktu setimbang dan persentase adsorpsi yang berbeda. Kinetika adsorpsi untuk penjerapan ion logam Cd (II) mengikuti persamaan orde satu Lagergen dan Fe (III) mengikuti persamaan Bangham. Isotherm adsorpsi untuk penjerapan ion logam Cd (II) mengikuti persamaan Freundlich dan isotherm adsorpsi untuk penjerapan ion logam Fe (III) dan Zn (II) mengikuti persamaan Langmuir.


(10)

ABSTRACT

The purpose of this research is to study the ability of adsorption, equilibrium time, adsorption kinetics, adsorption isotherm and capacity adsorption of heavy metals like Cd (II), Fe (III) and Zn (II) using duck egg’s shell adsorbent. Materials that used in this research are duck egg’s shell adsorbent, heavy metals Cd (II), Fe (III) and Zn (II), HCl and aquabidest. Observed variables are the equilibrium time and residual concentration of Cd (II), Fe (III) and Zn (II). Adsorbent was mixed with heavy metal solution. The sample was being taken every 10 minutes. The concentration was analyzed with AAS in order to get the equilibrium concentration of heavy metals. The result of this research shows that if the amount of adsorbent was in great quantities then percentage adsorption will be increasing and equilibrium time will be slower to reach. Different heavy metals will give different percentage adsorption and equilibrium time. Kinetics of adsorption Cd (II) in accordance with Lagergen order one equation and Fe (III) in accordance with Bangham equation. Isotherm of adsorption Cd (II) in accordance with Freundlich equation and for Fe (III) and Zn (II) in accordance with Langmuir equation.

Keywords: adsorbent, adsorption, heavy metals, adsorption isotherm, adsorption kinetics


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN UNTUK UJIAN SKRIPSI ii

PENGESAHAN iii

PRAKATA iv

DEDIKASI v

RIWAYAT HIDUP PENULIS vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

DAFTAR SINGKATAN xvii

DAFTAR SIMBOL xviii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 3

1.3 TUJUAN PENELITIAN 3

1.4 MANFAAT PENELITIAN 3

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 LIMBAH LOGAM Cd 5

2.2 LIMBAH LOGAM Fe 6

2.3 LIMBAH LOGAM Zn 7

2.4 PROSES PENGOLAHAN LIMBAH LOGAM

BERAT 8

2.5 ADSORPSI 10

2.6 MODEL KINETIKA ADSORPSI 13


(12)

2.8 ADSORBEN 17

2.9 PEMILIHAN JENIS – JENIS ADSORBEN 19

2.10 DESKRIPSI PROSES 19

2.11 ANALISA BIAYA 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 25

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 25

3.2 BAHAN 25

3.3 PERALATAN 25

3.4 PROSEDUR PENENTUAN WAKTU SETIMBANG ADSORPSI, PERSENTASE ADSORPSI, KINETIKA

ADSORPSI, ISOTHERM ADSORPSI DAN

KAPASITAS ADSORPSI

26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 28

4.1 PENGARUH JUMLAH ADSORBEN TERHADAP

WAKTU SETIMBANG DAN PERSENTASE

ADSORPSI

28

4.2 PENENTUAN WAKTU SETIMBANG ADSORPSI

ION LOGAM Cd, Fe DAN Zn 33

4.3 PENENTUAN PERSENTASE ADSORPSI ION

LOGAM Cd, Fe DAN Zn 37

4.4 PENENTUAN KINETIKA ADSORPSI UNTUK

PENJERAPAN ION LOGAM Cd, Fe DAN Zn 38

4.5 PENENTUAN ISOTHERM ADSORPSI DAN KAPASITAS ADSORPSI DARI PENJERAPAN ION LOGAM Cd, Fe DAN Zn

44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 50

5.1 KESIMPULAN 50

5.2 SARAN 50

DAFTAR PUSTAKA 52

LAMPIRAN 1 56

LAMPIRAN 2 62


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Proses Adsorpsi 10

Gambar 3.1 Flowchart Penentuan Waktu Setimbang Adsorpsi, Persentase Adsorpsi, Kinetika Adsorpsi, Isotherm

Adsorpsi dan Kapasitas Adsorpsi

27

Gambar 4.1 Hubungan Konsentrasi Ion Logam Cd yang Tersisa di

Filtrat terhadap Waktu dengan Variasi Jumlah Adsorben 29 Gambar 4.2 Hubungan Konsentrasi Ion Logam Fe yang Tersisa di

Filtrat terhadap Waktu dengan Variasi Jumlah Adsorben 31 Gambar 4.3 Hubungan Konsentrasi Ion Logam Zn yang Tersisa di

Filtrat terhadap Waktu dengan Variasi Jumlah Adsorben 32 Gambar 4.4 Hubungan Konsentrasi Sisa Ion Logam dalam Larutan

terhadap Waktu Adsorpsi dengan Variasi Logam Berat 33 Gambar 4.5 Hubungan Waktu Setimbang dengan Jumlah Adsorben

pada Variasi Jenis Logam Berat 34

Gambar 4.6 Hubungan Persentase Adsorpsi terhadap Waktu

Adsorpsi dengan Variasi Ion Logam 37

Gambar 4.7 Grafik Kinetika Adsorpsi Persamaan Orde Satu

Langergen untuk Penjerapan Ion Logam Cd 39 Gambar 4.8 Grafik Kinetika Adsorpsi Persamaan Bangham untuk

Penjerapan Ion Logam Fe 40

Gambar 4.9 Grafik Kinetika Adsorpsi Persamaan Orde Satu Semu

Lagergen untuk Penjerapan Ion Logam Zn 41 Gambar 4.10 Grafik Kinetika Adsorpsi Persamaan Orde Dua untuk

Penjerapan Ion Logam Zn 42

Gambar 4.11 Grafik Kinetika Adsorpsi Persamaan Difusi Intra

Partikel untuk Penjerapan Ion Logam Zn 42 Gambar 4.12 Grafik Kinetika Adsorpsi Persamaan Bangham untuk

Penjerapan Ion Logam Zn 43

Gambar 4.13 Grafik Kinetika Adsorpsi Persamaan Elovich untuk

Penjerapan Ion Logam Zn 43

Gambar 4.14 Grafik Kinetika Adsorpsi Persamaan Langmuir –

Hinshelwood untuk Penjerapan Ion Logam Zn 44 Gambar 4.15 Pola Isotherm Adsorpsi Cangkang Telur Bebek terhadap


(14)

Gambar 4.16 Kurva Isotherm Adsorpsi Freundlich Cangkang Telur

Bebek terhadap Ion Logam Cd 45

Gambar 4.17 Pola Isotherm Adsorpsi Cangkang Telur Bebek terhadap

Ion Logam Fe 46

Gambar 4.18 Kurva Isotherm Adsorpsi Langmuir Cangkang Telur

Bebek terhadap Ion Logam Fe 47

Gambar 4.19 Pola Isotherm Adsorpsi Cangkang Telur Bebek terhadap

Ion Logam Zn 49

Gambar 4.20 Kurva Isotherm Adsorpsi Langmuir Cangkang Telur

Bebek terhadap Ion Logam Zn 49

Gambar L2.1 Plot Kinetika Orde Satu Semu Lagergen untuk

Penjerapan Ion Logam Fe 63

Gambar L2.2 Plot Kinetika Orde Dua untuk Penjerapan Ion Logam Fe 65 Gambar L2.3 Plot Kinetika Difusi Intra Partikel untuk Penjerapan Ion

Logam Fe 66

Gambar L2.4 Plot Kinetika Bangham untuk Penjerapan Ion Logam Fe 67 Gambar L2.5 Plot Kinetika Elovich untuk Penjerapan Ion Logam Fe 68 Gambar L2.6 Plot Kinetika Langmuir – Hinshelwood untuk

Penjerapan Ion Logam Fe 69

Gambar L2.7 Kurva Isotherm Langmuir untuk Ion Logam Fe yang

Dijerap oleh Adsorben Cangkang Telur Bebek 70 Gambar L2.8 Kurva Isotherm Freundlich untuk Ion Logam Fe yang

Dijerap oleh Adsorben Cangkang Telur Bebek 71 Gambar L2.9 Kurva Isotherm Tempkin untuk Ion Logam Fe yang

Dijerap oleh Adsorben Cangkang Telur Bebek 72 Gambar L2.10 Kurva Isotherm DKR untuk Ion Logam Fe yang Dijerap

oleh Adsorben Cangkang Telur Bebek 74

Gambar L2.11 Kurva Isotherm BET untuk Ion Logam Fe yang Dijerap

oleh Asorben Cangkang Telur Bebek 75

Gambar L3.1 Foto Larutan Logam Berat yang Dibuat 77 Gambar L3.2 Foto Larutan Logam Berat yang Diadsorpsi dengan

Adsorben 77

Gambar L3.3 Tempat Penempatan Sampel yang akan Diuji dengan

AAS 78

Gambar L3.4 Pelarutan Logam Berat dengan Larutan HCl 78

Gambar L3.5 Peralatatan AAS yang Digunakan 79


(15)

Gambar L3.7 Pipa Penyalur Gas 80


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Sifat Fisik Logam Cd 5

Tabel 2.2 Sifat Fisik Logam Fe 6

Tabel 2.3 Sifat Fisik Logam Zn 7

Tabel 2.4 Proses Pengolahan Limbah Logam Berat 9

Tabel 2.5 Jenis – Jenis Adsorben 20

Tabel 4.1 Persentase Adsorpsi yang Diperoleh dari Penjerapan Ion

Logam Cd 29

Tabel 4.2 Persentase Adsorpsi yang Diperoleh dari Penjerapan Ion

Logam Fe 31

Tabel 4.3 Persentase Adsorpsi yang Diperoleh dari Penjerapan ion

Logam Zn 32

Tabel 4.4 Waktu Setimbang yang Diperoleh dari Penjerapan Ion

Logam Fe, Zn dan Cd 34

Tabel 4.5 Persentase Adsorpsi yang Diperoleh dari Penjerapan Ion

Logam Fe, Zn dan Cd 37

Tabel 4.6 Persamaan dan R2 dari Beberapa Persamaan Kinetika

pada Penjerapan Ion Logam Cd 39

Tabel 4.7 Persamaan dan R2 dari Beberapa Persamaan Kinetika

pada Penjerapan Ion Logam Fe 40

Tabel 4.8 Persamaan dan R2 dari Beberapa Persamaan Kinetika

pada Penjerapan Ion Logam Zn 42

Tabel 4.9 Persamaan dan R2 dari Beberapa Jenis Isotherm

Adsorpsi pada Penjerapan Ion Logam Cd 45 Tabel 4.10 Persamaan dan R2 dari Beberapa Jenis Isotherm

Adsorpsi pada Penjerapan Ion Logam Fe 47 Tabel 4.11 Persamaan dan R2 dari Beberapa Jenis Isotherm

Adsorpsi pada Penjerapan Ion Logam Zn 48 Tabel L1.1 Data Hasil Percobaan untuk Ion Logam Cd 56 Tabel L1.2 Data Hasil Percobaan untuk Ion Logam Fe 57 Tabel L1.3 Data Hasil Percobaan untuk Ion Logam Zn 58 Tabel L1.4 Data Hasil Perhitungan untuk Ion Logam Cd 59 Tabel L1.5 Data Hasil Perhitungan untuk Ion Logam Fe 60


(17)

Tabel L1.6 Data Hasil Perhitungan untuk Ion Logam Zn 61 Tabel L2.1 Data Penentuan Kinetika Adsorpsi Ion Logam Fe 64 Tabel L2.2 Data Penentuan Isotherm Adsorpsi 70


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Data Hasil Percobaan 56

1.1 Data Hasil Percobaan 56

1.1.1 Data Hasil Percobaan Untuk Ion Logam Cd 56 1.1.2 Data Hasil Percobaan Untuk Ion Logam Fe 57 1.1.3 Data Hasil Percobaan Untuk Ion Logam Zn 58

1.2 Data Hasil Perhitungan 59

1.2.1 Data Hasil Perhitungan Untuk Ion Logam Cd 59 1.2.2 Data Hasil Perhitungan Untuk Ion Logam Fe 60 1.2.3 Data Hasil Perhitungan Untuk Ion Logam Zn 61

Lampiran 2 Contoh Hasil Perhitungan 62

2.1 Perhitungan Banyak Ion Logam yang Dijerap 62

2.2 Perhitungan Persentase Adsorpsi 62

2.3 Perhitungan Kinetika Adsorpsi 63

2.4 Perhitungan Isotherm Adsorpsi 70

Lampiran 3 Foto Hasil Percobaan 77

3.1 Foto Percobaan Adsorpsi Logam Berat 77 3.2 Foto Peralatan AAS yang Digunakan 79


(19)

DAFTAR SINGKATAN

WHO World Health Organization

AAS Atomic Absorption Spectrophotometer

DKR Dubinin – Kaganer – Radushkevich pH power of Hydrogen


(20)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

Cd Kadmium

Fe Besi / Ferum Zn Seng / Zinkum

Al Aluminium

CaCO3 Kalsit

Pb Timbal

KMnO4 Kalium Permanganat

ZnS Zinkum Sulfida HCl Asam Klorida

Cu Tembaga

Ca(OH)2 Kapur / Kalsium Hidroksida

Na2CO3 Soda Abu / Natrium Karbonat

NaOH Soda Api / Natrium Hidroksida CN- Sianida

Cl- Klorida

Ca Kalsium

R2 Koefisien korelasi Wads Berat yang terjerap

qeq Jumlah adsorbat yang terjerap per berat adsorben pada

kesetimbangan mg/gr

qt Jumlah adsorbat yang terjerap per berat adsorben pada

t menit mg/gr

k1 Konstanta kecepatan adsorpsi orde satu Lagergen L/min

k Konstanta kecepatan adsorpsi orde dua gr/mmol.min ki Konstanta laju difusi intra partikel

t Waktu min

dq Perubahan jumlah adsorbat yang terjerap per berat

adsorben mg/gr


(21)

C Konsentrasi adsorbat yang tersisa dalam

kesetimbangan mg/L

Co Konsentrasi awal adsorbat dalam larutan mg/L

V Volume larutan ml

m Berat adsorben gr

km Konstanta persamaan Bangham

ɑ Laju adsorpsi awal mg/gr.min

ß Konstanta yang berhubungan dengan luas permukaan

yang tetutup dan energi aktivasi mg/gr

Ct Konsentrasi ion logam yang tersisa setelah adsorpsi

selama waktu t mg/L

ko Konstanta kesetimbangan di persamaan Langmuir –

Hinshelwood

k1` Konstanta laju adsorpsi di persamaan Langmuir –

Hinshelwood

Ce Konsentrasi adsorbat pada kesetimbangan pada fasa

cair mg/L

qm Kapasitas adsorpsi optimum mg/g

bqm Konstanta kesetimbangan isotherm Langmuir

Kt Konstanta kesetimbangan isotherm Tempkin L/mol

B1 Konstanta dalam isotherm Tempkin

R Konstanta gas kJ/kmol.K

T Temperatur K

b Konstanta proses adsorpsi isotherm Tempkin

x Banyaknya adsorbat yang terjerap mg

k2 Konstanta adsorpsi untuk isotherm Freundlich

n Konstanta adsorpsi

Xm Kapasitas penjerapan maksimum mg/gr

ß Koefisien aktivasi isotherm DKR mol2/J2

ɛ Potensi Polanyi E Energi penjerapan

KB Koefisien dalam persamaan BET

h Nilai laju adsorpsi mg/gr.min


(22)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan adsorpsi dan menentukan waktu setimbang, kinetika adsorpsi, isotherm adsorpsi dan kapasitas adsorpsi dari penjerapan ion logam berat Cd (II), Fe (III) dan Zn (II) dengan adsorben cangkang telur bebek. Bahan – bahan yang digunakan antara lain adsorben cangkang telur bebek, larutan logam Cd (II), larutan logam Fe (III) dan larutan logam Zn(II), HCl dan aquabides. Variabel – variabel yang diamati antara lain waktu yang dicapai pada saat kesetimbangan dan konsentrasi sisa ion logam Cd (II), Fe (III) dan Zn (II). Adsorben dicampur ke dalam larutan logam berat. Setiap 10 menit diambil sampel larutan logam berat untuk diuji hingga diperoleh konsentrasi ion logam yang setimbang. Hasil penelitian memperlihatkan semakin banyak jumlah adsorben yang digunakan maka persentase adsorpsi akan semakin meningkat dan waktu setimbang akan lebih lama untuk dicapai. Logam berat yang berbeda akan memberikan waktu setimbang dan persentase adsorpsi yang berbeda. Kinetika adsorpsi untuk penjerapan ion logam Cd (II) mengikuti persamaan orde satu Lagergen dan Fe (III) mengikuti persamaan Bangham. Isotherm adsorpsi untuk penjerapan ion logam Cd (II) mengikuti persamaan Freundlich dan isotherm adsorpsi untuk penjerapan ion logam Fe (III) dan Zn (II) mengikuti persamaan Langmuir.


(23)

ABSTRACT

The purpose of this research is to study the ability of adsorption, equilibrium time, adsorption kinetics, adsorption isotherm and capacity adsorption of heavy metals like Cd (II), Fe (III) and Zn (II) using duck egg’s shell adsorbent. Materials that used in this research are duck egg’s shell adsorbent, heavy metals Cd (II), Fe (III) and Zn (II), HCl and aquabidest. Observed variables are the equilibrium time and residual concentration of Cd (II), Fe (III) and Zn (II). Adsorbent was mixed with heavy metal solution. The sample was being taken every 10 minutes. The concentration was analyzed with AAS in order to get the equilibrium concentration of heavy metals. The result of this research shows that if the amount of adsorbent was in great quantities then percentage adsorption will be increasing and equilibrium time will be slower to reach. Different heavy metals will give different percentage adsorption and equilibrium time. Kinetics of adsorption Cd (II) in accordance with Lagergen order one equation and Fe (III) in accordance with Bangham equation. Isotherm of adsorption Cd (II) in accordance with Freundlich equation and for Fe (III) and Zn (II) in accordance with Langmuir equation.

Keywords: adsorbent, adsorption, heavy metals, adsorption isotherm, adsorption kinetics


(24)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Air merupakan kebutuhan dasar dari kehidupan karena peranan air yang begitu kompleks bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Ketersediaan air di alam dibutuhkan dari segi kualitas dan kuantitasnya. Akan tetapi seiring dengan berkembangnya IPTEK, memacu terjadinya pencemaran baik pencemaran air, udara maupun tanah. Pencemaran yang terjadi selalu memberikan efek bagi makhluk hidup, terutama manusia, yaitu akan membahayakan kesehatan manusia. Pencemaran ini bisa disebabkan oleh limbah yang dibuang oleh industri.

Limbah yang paling banyak mendapatkan perhatian adalah limbah logam-logam berat, karena memiliki toksisitas yang tinggi. Logam – logam berat yang ada seperti Cd, Fe dan Zn.

Potensi berbahaya yang paling tinggi untuk logam Cd terdapat diantara berbagai industri seperti dalam industri elektroplating, mesin metal, plastik, keramik, cat dan pengelasan. Bahaya utama dari logam ini dapat disebabkan melalui pernafasan dari debu dan kabut serta ketidaksengajaan debu yang terikut pada tangan, makanan atau rokok. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengolahan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, konsentrasi Cd (II) yang aman untuk air minum manusia tidak lebih dari 1 ppm [1].

Senyawa Fe banyak ditemukan di industri pencucian batu bara dan industri lain yang menggunakan bahan bakar yang berupa batu bara. Konsentrasi Fe (III) yang dianggap tidak berbahaya dalam limbah cair yang dibuang oleh industri tercantum dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003 adalah 7 mg/L [2].

Senyawa Zn banyak ditemukan di industri besi, baja, elektroplating, cat, karet, tekstil, kertas, bubur kertas, galvanisasi, saluran pembuangan pertambangan asam, bijih dan pengolahan air kota [3]. WHO menyatakan bahwa jumlah Zn (II) yang aman dalam air minum sebesar 5 mg/L [4].


(25)

Senyawa Cd dan Zn merupakan hasil industri elektroplating dan senyawa Fe merupakan hasil dari pencucian batu bara dan industri yang menggunakan batu bara. Hasil dari kedua industri ini merupakan limbah B3. Pada tahun 2008, jumlah

limbah B3 yang dihasilkan sebanyak 402 juta ton. Sementara pada tahun 2009,

jumlah limbah B3 yang dihasilkan naik menjadi 438 juta ton [5]. Dengan adanya

kenaikan jumlah limbah B3 maka perlu ditemukan cara untuk mengolah limbah B3

tersebut agar tidak membahayakan lingkungan.

Cangkang telur memiliki sifat-sifat adsorpsi yang baik, seperti struktur pori, CaCO3 dan protein asam mukopolisakarida yang dapat dikembangkan menjadi

adsorben. Para peneliti sebelumnya meneliti bahwa kalsit yang ada pada cangkang telur bebek dapat digunakan sebagai adsorben untuk mengadsorpsi logam – logam berat [6].

Sumber bahan baku (cangkang telur) tersedia cukup banyak dan pada saat ini belum dimanfaatkan. Oleh karena itu, pemanfaatan cangkang telur sebagai adsorben merupakan usaha yang cukup relevan untuk meningkatkan nilai ekonomi cangkang telur dan mengurangi beban lingkungan. Sebagai referensi jumlah cangkang telur bebek di Indonesia, pada tahun 2009 produksi telur bebek sebesar 1.071,398 ton. Jika rata – rata berat telur bebek 60 gram maka kulit telur bebek yang dihasilkan dalam setahun adalah 107.139 ton. Berat ini setara dengan 100.710,66 ton kalsium karbonat, 4.285,56 ton magnesium karbonat dan 1.339,25 ton kalsium fosfat [7].

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Rouff et.al. [8] diperoleh hasil bahwa logam Pb dalam larutan berinteraksi kuat dengan kalsit melalui adsorpsi. Yeddou [6] menemukan bahwa kapasitas adsorpsi semakin menurun dengan meningkatnya suhu dari 200C ke 500C pada larutan Fe (III) dengan konsentrasi 5 mg/L menggunakan cangkang telur yang dikeringkan dengan suhu 700C. Putra [9] menemukan bahwa dengan variasi waktu pengadukan dan rasio dari konsentrasi Pb (II) dalam larutan dapat mempengaruhi penjerapan logam Pb (II). Adsorben yang digunakan oleh Putra dalam penelitiannya adalah cangkang telur yang dikeringkan dalam oven selama 1 jam dengan suhu 1100C. Pongtonglor [10] menemukan bahwa cangkang telur ayam dan cangkang telur bebek secara keseluruhan telah menjadi kalsit setelah dipanaskan pada suhu


(26)

1.3000C selama 4 jam. Adsorben cangkang telur ayam dan bebek yang dihasilkan oleh Pongtonglor [10] merupakan adsorben yang baik jika digunakan dalam proses penjerapan limbah dalam industri.

Dengan memperhatikan beberapa hal diatas, kesesuaian logam berat seperti Cd (II), Fe (III) dan Zn (II) yang diadsorpsi oleh adsorben cangkang telur yang telah diaktivasi perlu diteliti. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai adsorpsi logam Cd (II), Fe (III) dan Zn (II) dengan cangkang telur bebek yang telah diaktivasi secara termal yaitu pada suhu 6000C.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah kesesuaian dari adsorben cangkang telur bebek dalam penjerapan logam berat seperti Cd (II), Fe (III) dan Zn (II). Selain itu, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan waktu setimbang, persentase adsorpsi, kinetika adsorpsi, isotherm

adsorpsi serta kapasitas adsorpsi pada proses adsorpsi.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kemampuan adsorben cangkang telur bebek dalam menjerap logam berat Cd (II), Fe (III) dan Zn (II).

2. Untuk menentukan waktu setimbang, persentase adsorpsi dan kinetika adsorpsi dari penjerapan logam Cd (II), Fe (III) dan Zn (II).

3. Untuk menentukan isotherm adsorpsi dan kapasitas adsorpsi dari penjerapan logam Cd (II), Fe (III) dan Zn (II).

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat menentukan jenis logam yang dapat dijerap dengan baik oleh adsorben cangkang telur bebek yang telah diaktivasi secara termal. Selain itu juga dapat memberikan informasi tentang waktu setimbang, persentase adsorpsi, kinetika adsorpsi, isotherm adsorpsi dan kapasitas adsorpsi yang dapat digunakan dalam perancangan peralatan adsorpsi dalam industri.


(27)

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan serta Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penelitian ini memiliki ruang lingkup dan batasan sebagai berikut:

1. Sampel yang digunakan adalah adsorben cangkang telur bebek yang telah diaktivasi pada suhu 1100C, 6000C dan 8000C.

2. Proses yang digunakan dalam penelitian ini adalah adsorpsi.

3. Variabel penelitian adalah jumlah adsorben, waktu pencampuran dan jenis logam berat adalah sebagai berikut:

 Jumlah adsorben yang digunakan memiliki rasio sebesar 0,5 gram/1000 ml larutan logam berat; 1 gram/1000 ml larutan logam berat dan 1,5 gram/1000 ml larutan logam berat.

 Interval waktu pencampuran dengan magnetic stirrer dengan selang waktu 10 menit sampai mencapai waktu setimbang.

 Logam berat yang digunakan adalah Cd (II), Fe (III) dan Zn (II). 4. Parameter pengujian adalah waktu setimbang adsorpsi, persentase adsorpsi,

kinetika adsorpsi, kapasitas adsorpsi dan isotherm adsorpsi dalam penjerapan logam Cd (II), Fe (III) dan Zn (II).


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LIMBAH LOGAM Cd

Logam Cd memiliki karakteristik berwarna putih keperakan seperti logam Al, tahan panas, tahan terhadap korosi dan berstruktur kristal heksagonal. Logam Cd digunakan untuk elektrolisis, bahan pigmen untuk industri cat, enamel dan plastik. Logam Cd biasanya selalu dalam bentuk campuran dengan logam lain terutama dalam pertambangan timah hitam dan Zn [11]. Sifat – sifat fisik logam Cd ditampilkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Sifat Fisik Logam Cd [12] Sifat- Sifat Fisika

Nama Kadmium

Simbol Cd

Nomor atom 40

Massa Atom Relatif 112,4

Titik Didih 7670C

Titik Leleh 3210C

Ion logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa cara seperti pernafasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit. Di dalam tubuh hewan logam diabsorpsi darah, berkaitan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh [11].

Ion logam Cd akan mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi dalam organisme hidup (tumbuhan, hewan dan manusia). Dalam tubuh biota perairan jumlah ion logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan (biomagnifikasi) dan dalam rantai makanan biota yang tertinggi akan mengalami akumulasi ion logam Cd yang lebih banyak [12].

Ion logam Cd dalam tubuh terakumulasi dalam hati dan terutama terikat sebagai metalotinein. Di dalam senyawa metalotinein mengandung unsur sistein. Unsur sistein merupakan ion logam Cd yang terikat dalam gugus sufhidril (-SH) dalam enzim seperti karboksil, sistenil, histidil, hidroksil dan fosfatil dari protein purin. Kemungkinan besar pengaruh toksisitas ion logam Cd disebabkan oleh


(29)

interaksi antara ion logam Cd dan protein tersebut, sehingga menimbulkan hambatan terhadap aktivitas kerja enzim dalam tubuh [11].

Ion logam Cd merupakan salah satu jenis ion logam berat yang berbahaya karena elemen ini berisiko tinggi terhadap pembuluh darah. Ion logam Cd berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengolahan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, konsentrasi Cd (II) yang aman untuk air minum manusia tidak lebih dari 1 ppm [12].

2.2 LIMBAH LOGAM Fe

Logam Fe berasal dari bijih besi (tambang) yang banyak digunakan untuk kehidupan manusia sehari – hari dari yang bermanfaat sampai dengan yang merusak. Logam Fe adalah logam yang paling banyak dan paling beragam penggunaannya. Hal itu disebabkan beberapa hal, diantaranya adalah karena kelimpahan Fe di kulit bumi cukup besar, pengolahannya relatif mudah dan murah, serta Fe mempunyai sifat – sifat yang menguntungkan dan mudah dimodifikasi. Logam Fe berstruktur kristal body – centre cubic [13]. Sifat – sifat fisik logam Fe ditampilkan pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Sifat Fisik Logam Fe [13] Sifat- Sifat Fisika

Nama Besi

Simbol Fe

Nomor atom 26

Massa Atom Relatif 55,847 Titik Didih 2.8620C Titik Leleh 1.5380C

Semakin pesatnya aktivitas perindustrian dewasa ini, berbagai jenis limbah organik dan limbah logam berat yang dihasilkan dapat menjadi permasalahan serius bagi kesehatan dan lingkungan. Limbah logam berat Fe merupakan jenis limbah berbahaya yang banyak terdapat dalam limbah industri pencucian batubara dan industri lain yang menggunakan bahan bakar batubara.


(30)

Dalam proses pencucian industri batubara, volume dan kapasitas yang sangat besar berpotensi menghasilkan limbah dalam volume yang banyak pula. Limbah cair ini banyak mengandung senyawa Fe. Untuk itu dilakukan tindakan pengolahan limbah sebelum dibuang ke lingkungan sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003. Berdasarkan keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Batubara bahwa kandungan total Fe di dalam limbah cair dibatasi yaitu 7 mg/L [2].

2.3 LIMBAH LOGAM Zn

Logam Zn adalah logam yang putih – kebiruan, berkilau dan bersifat diamagnetik. Logam ini cukup mudah ditempa dan liat pada temperatur 1000C – 1500C. Logam Zn sedikit kurang padat daripada Fe dan berstruktur kristal heksagonal. Logam ini keras dan rapuh pada kebanyakan temperatur. Pada umumnya, Zn berada di alam dalam bentuk persenyawaan sulfida yaitu ZnS [14]. Sifat – sifat fisik logam Zn ditampilkan pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Sifat Fisik Logam Zn [13] Sifat- Sifat Fisika

Nama Seng / Zinkum

Simbol Zn

Nomor atom 30

Massa Atom Relatif 65,38

Titik Didih 9060C

Titik Leleh 4100C

Salah satu logam berat berbahaya dan sering mencemari lingkungan adalah logam Zn. Logam Zn termasuk unsur yang terdapat dalam jumlah berlimpah di alam. Kadar logam Zn pada kerak bumi sekitar 70 mg/kg. Kelarutan unsur Zn dan oksida Zn dalam air relatif rendah. Logam Zn yang berikatan dengan klorida dan sulfat mudah terlarut, sehingga kadar logam Zn dalam air sangat dipengaruhi oleh bentuk senyawanya. Ion logam Zn mudah terserap ke dalam sedimen dan tanah. Silika terlarut dapat meningkatkan kadar Zn. Jika perairan bersifat asam, kelarutan logam Zn meningkat. Kadar logam Zn di perairan alami < 0,05 mg/L, pada perairan asam mencapai 50 mg/L, dan pada perairan laut 0,01 mg/L. Sumber


(31)

alami utama Zn adalah calamite (ZnO), sphalerite (ZnS), smithsonite (ZnCO3),

dan wilemite (Zn2SiO4) [3].

Logam Zn ditemukan pada industri besi, baja, elektroplating, cat, karet, tekstil, kertas, bubur kertas, galvanisasi, saluran pembuangan pertambangan asam, bijih dan pengolahan air kota. Limbah logam Zn tidak bersifat biodegradable

serta memenuhi rantai makanan melalui bioakumulasi [3].

Logam Zn termasuk unsur yang essensial bagi makhluk hidup, yakni berfungsi membantu kerja enzim. Logam Zn juga diperlukan dalam proses fotosintesis sebagai agen bagi transfer hidrogen dan berperan dalam pembentukan protein [20]. Untuk mencegah dampak negatif dari logam berat Zn terhadap kesehatan manusia maka WHO menyatakan jumlah Zn (II) yang aman dalam air minum sebesar 5 mg/L [4].

2.4 PROSES PENGOLAHAN LIMBAH LOGAM BERAT

Limbah logam berat umumnya bersumber dari industri elekroplating dan industri yang menggunakan batu bara. Elektroplating merupakan suatu proses elektrokimia terhadap perlakuan permukaan suatu logam. Logam – logam yang biasa digunakan untuk pelapis yaitu kadmium, tembaga, zinkum, emas, nikel, perak dan logam – logam sejenisnya. Proses ini melibatkan perlakuan pendahuluan (pencucian, pembersihan dan langkah – langkah persiapan lain), pelapisan, pembilasan dan pengeringan [15]. Industri yang menggunakan batubara seperti industri tekstil, kertas, sepatu, minyak sawit, karet, dan lain – lain. Beberapa industri ini beralih dari penggunaan minyak ke batubara. Limbah yang dihasilkan cukup berbahaya jika dibuang langsung ke badan air penerima seperti sungai, danau dan laut [16]. Air yang mengandung berbagai jenis ion logam berat dapat dilakukan pengolahan dengan berbagai proses (cara) yang dapat dilihat pada tabel 2.4.

Berdasarkan kelebihan dan kekurangan masing – masing proses maka dipilih proses adsorpsi untuk mengolah limbah logam berat. Hal ini disebabkan adsorben yang digunakan pada saat ini sudah berasal dari bahan yang murah dan mudah didapatkan. Dengan demikian dari segi biaya, proses adsorpsi akan


(32)

Tabel 2.4 Proses Pengolahan Limbah Logam Berat

Proses / Cara Kelebihan Kekurangan

Presipitasi Proses ini mudah untuk dilaksanakan karena hanya perlu

mengetahui sifat koagulasi limbah logam berat [17].

Pada proses ini terjadi reaksi lebih lanjut akibat penambahan materi sebagai presipitan. Dengan adanya penambahan ini maka limbah logam berat akan semakin tercemar [17].

Pertukaran Ion Proses ini dapat menghasilkan bahan kimia baru yang

dapat dimanfaatkan dari proses regenerasi resin dengan bahan kimia. Persentase penyisihan logam dengan proses ini lebih besar (> 95%) [17].

Jenis dan jumlah resin yang digunakan harus ditentukan secara tepat terlebih dahulu. Selain itu, resin yang digunakan memiliki harga yang mahal [17].

Koagulasi Penambahan zat aditif dalam proses ini dapat

memperbanyak agregat sehingga akan lebih mudah untuk dipisahkan secara fisik [17].

Pada proses ini memerlukan wadah yang luas dan supply

pengkoagulasian secara kontinu [17].

Adsorpsi Untuk konsentrasi ion yang rendah dalam limbah juga

dapat digunakan proses adsorpsi dengan karbon aktif. Karbon aktif yang digunakan dalam proses penjerapan dapat diregenerasi [18].

Adsorben karbon aktif yang digunakan memiliki harga yang relatif mahal [18].

Elektrolisis Proses ini termasuk ke dalam proses yang sederhana dan

efisien dimana proses ini berdasarkan pada pembentukan koagulan melalui elektro – oksidasi anoda aluminium dan katoda hidrogen sehingga polutan dapat dihilangkan melalui flotasi [17].

Dengan pemakaian gas hidrogen dalam proses elektrolisis mengakibatkan biaya dalam proses pengolahan limbah logam berat menjadi lebih mahal [17].

Ultrafiltrasi Proses ini menggunakan ukuran pori membran berkisar

antara 0,05 µm hingga 1 nm. Semua garam terlarut dan molekul yang lebih kecil dari ukuran tersebut akan

melewati membran, sedangkan koloid, protein,

kontaminan mikrobiologi, molekul organik yang berukuran besar akan tertahan [15].

Peralatan yang digunakan proses ini memiliki harga yang mahal dimana membran yang digunakan merupakan perpaduan sifat antara mikrofiltrasi dan nanofiltrasi. Prosedur kerja lebih rumit dimulai dari tahap reduksi, tahap penetralan dan tahap ultrafiltrasi [15].


(33)

menjadi murah. Selain itu, proses adsorpsi lebih mudah untuk diterapkan dalam industri.

2.5 ADSORPSI

Adsorpsi adalah proses pemisahan dimana komponen tertentu dari suatu fasa fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menjerap (adsorben). Biasanya partikel-partikel kecil, zat penjerap ditempatkan dalam suatu hamparan tetap kemudian fluida dialirkan melalui hamparan tersebut sampai zat padat itu mendekati jenuh dan proses pemisahan yang dikehendaki tidak dapat berlangsung lagi.

Adsorpsi biasanya dapat dijelaskan dari tegangan permukaan suatu zat padat. Molekul-molekul yang ada dalam zat padat mendapat gaya-gaya yang tidak sama sehingga untuk mengimbangi gaya-gaya bagian dalam maka molekul-molekul, biasanya gas atau cairan, menjadi tertarik ke permukaan. Gaya ini relatif rendah dan disebut gaya Van der Waals.

Dalam peristiwa adsorpsi, zat-zat yang tertarik pada permukaan zat padat disebut dengan adsorbat, sedangkan adsorben adalah suatu adsorber dalam suatu peristiwa adsorpsi [19]. Gambar 2.1 adalah sketsa proses adsorpsi yang terjadi.

Gambar 2.1 Proses Adsorpsi [20]

Adsorben Fasa Padat

Heterogen Homogen

Adsorpsi Desorpsi Fasa Cair


(34)

Proses adsorpsi terjadi pada permukaan pori-pori dalam adsorben. Untuk bisa teradsorpsi, logam dalam cairan mengalami berbagai proses [21]. Secara umum, proses adsorpsi berlangsung dalam tiga tahapan yaitu [22]:

1. Transfer adsorbat dari larutan ke permukaan adsorben yang mana ini sering disebut sebagai difusi.

2. Migrasi adsorbat ke dalam pori (untuk ion Fe memiliki radius ion sebesar 0,064 nm).

3. Interaksi ion dengan sisi yang tersedia pada permukaan pori.

Proses adsorpsi melibatkan kontak antara ion logam dengan pori – pori adsorben. Oleh karena itu, ada berbagai faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi yaitu sebagai berikut:

1. Jenis adsorbat

a) Ukuran molekul adsorbat

Ukuran molekul yang sesuai merupakan hal penting agar proses adsorpsi dapat terjadi. Hal ini disebabkan molekul-molekul yang dapat diadsorpsi adalah molekul-molekul yang diameternya lebih kecil atau sama dengan diameter pori adsorben [23]. b) Kepolaran zat

Apabila berdiameter sama, molekul-molekul polar lebih kuat diadsorpsi daripada molekul-molekul tidak polar. Molekul-molekul yang lebih polar dapat menggantikan Molekul-molekul-Molekul-molekul yang kurang polar yang terlebih dahulu teradsorpsi [23].

2. Karakteristik adsorben a) Kemurnian adsorben

Sebagai zat untuk mengadsorpsi, maka adsorben yang lebih murni lebih diinginkan karena kemampuan adsorpsi lebih baik [23].

b) Luas permukaan dan volume pori adsorben

Jumlah molekul adsorbat yang teradsorp meningkat dengan bertambahnya luas permukaan dan volume pori adsorben [23].


(35)

3. Tekanan (P)

Tekanan yang dimaksud adalah tekanan adsorbat. Kenaikan tekanan adsorbat dapat menaikkan jumlah yang diadsorpsi [23].

4. Temperatur absolut (T)

Temperatur yang dimaksud adalah temperatur adsorbat. Pada saat molekul-molekul gas atau adsorbat melekat pada permukaan adsorben akan terjadi pembebasan sejumlah energi yang dinamakan peristiwa eksotermis. Berkurangnya temperatur akan menambah jumlah adsorbat yang teradsorpsi demikian juga untuk peristiwa sebaliknya [23].

5. Interaksi potensial (E)

Interaksi potensial antara adsorbat dengan dinding adsorben sangat bervariasi tergantung dari sifat adsorbat dan adsorben [23].

Dalam proses adsorpsi secara umum, terdapat dua jenis proses adsorpsi yaitu:

1. Proses Adsorpsi Kimia (Chemisorption)

Chemisorption adalah adsorpsi kimia yang mana adsorpsi disebabkan oleh formasi ikatan kimia antara permukaan padatan (adsorben) dan ion logam berat (adsorbat). Jadi energi dari

chemisorption dianggap sebagai reaksi kimia. Ini mungkin proses eksotermis dan endotermis dengan skala dari energi magnitudo terkecil sampai terbesar. Ini berarti bahwa kesetimbangan sebenarnya mungkin diperoleh dengan lambat. Dengan tambahan, temperatur yang tinggi diinginkan untuk tipe adsorpsi ini, adsorpsi kimia meningkat dengan meningkatnya temperatur. Efisiensi adsorpsi dari adsorben dipengaruhi oleh temperatur operasi. Sebagai contoh, bahan yang mengandung silika alumina atau kalsium oksida seperti pasir silika, kaolinit, bauksit, batu kapur dan aluminium oksida digunakan sebagai adsorben untuk menjerap ion logam berat pada temperatur yang tinggi [22].


(36)

2. Proses Adsorpsi Fisika (Physisorption)

Physisorption adalah proses adsorpsi fisika yang melibatkan gaya intermolekuler (gaya Van der Walls) yang mana tidak melibatkan perubahan yang terlalu besar dalam pola orbital elektron dari zat. Interaksi energi diantara adsorbat dan adsorben memiliki energi magnitudo yang sama. Jadi proses adsorpsi fisika tidak diperlukan energi aktivasi. Dalam hal ini, temperatur yang rendah diinginkan untuk adsorpsi fisika. Adsorpsi fisika secara umum bersifat reversibel, dengan menurun dalam konsentrasi bahan yang diadsorpsi dengan jumlah yang sama dengan yang diadsorpsi [22].

2.6 MODEL KINETIKA ADSORPSI

Model kinetika adsorpsi yang diperoleh digunakan untuk memeriksa kinetika adsorpsi dari logam berat dan untuk mengetahui skala kuantitas yang dijerap pada proses adsorpsi [24]. Adapun model kinetika adsorpsi adalah sebagai berikut:

1. Persamaan kecepatan reaksi orde satu semu Lagergen [19]

Persamaan kecepatan reaksi orde satu semu Lagergen pernah digunakan dalam penjerapan logam Cd dan Zn dengan adsorben (abu sekam padi yang diaktifkan).Persamaan umum ditunjukkan pada persamaan 2.1.

d

dt = k1 (qeq– qt) (2.1)

Setelah dilakukan intergrasi dengan kondisi batas, untuk t = 0, q = 0, bentuknya ditunjukkan pada persamaan 2.2.

log (qeq– q) = log (qeq) –

k1

2,303 t (2.2)

2. Persamaan kecepatan orde dua [19] [1]

Persamaan kecepatan orde dua digunakan dalam proses adsorpsi secara umum. Jika kecepatan adsorpsi adalah mekanisme orde dua, maka persamaan kinetika kecepatan adsorpsi orde dua dapat dituliskan dalam persamaan 2.3.


(37)

d

dt = k (qeq– q)2 (2.3)

Pengintegrasian persamaan ini dengan kondisi batas t = 0, q = 0 dapat dilihat dalam persamaan 2.4.

t

= 1

k e + t

e (2.4)

Intersep dari linearisasi persamaan kecepatan orde dua adalah konstanta kecepatan orde dua.

3. Difusi intra partikel [24] [21]

Difusi Intra Partikel digunakan dalam proses adsorpsi secara umum. Studi difusi intra partikel yang digunakan mengikuti persamaan yang dinyatakan dengan persamaan 2.5.

qt = ki . t0,5 + C (2.5)

Sebuah plot qt versus t0,5 akan didapatkan garis lurus dengan slope ki dan

intersep C ketika mekanisme adsorpsi mengikuti proses difusi intra partikel.

4. Persamaan Bangham [25]

Persamaan Bangham dapat digunakan untuk mewakili proses penjerapan secara umum. Persamaan Bangham digunakan untuk mempelajari tahap waktu terjadinya sistem adsorpsi dan persamaannya digambarkan dengan persamaan 2.6 pada ɑ (<1) dan ko adalah tetap dan konstan:

log log[CCo

o- tm] = log [

km

2,303 ] + ɑ log t (2.6)

5. Persamaan Elovich [21]

Persamaan Elovich berasumsi bahwa permukaan padat sesungguhnya adalah sepenuhnya heterogen. Persamaan Elovich digunakan untuk proses penjerapan secara umum. Persamaan Elovich dapat dinyatakan dengan persamaan 2.7.

d t dt = ɑe


(38)

Integrasi persamaan 2.7 dan penggunaan kondisi awal qt = 0 dan pada

t = 0 dan qt = qt akan diperoleh model Elovich yang dapat ditunjukkan

dengan persamaan 2.8.

qt =

1

ln (ɑ ) + 1 ln t (2.8)

6. Persamaan Langmuir – Hinshelwood [26]

Persamaan Langmuir – Hinshelwood digunakan untuk mewakili penjerapan secara umum. Persamaan model kinetika Langmuir – Hinshelwood dapat diekspresikan seperti pada persamaan 2.9. Konstanta laju adsorpsi dapat ditentukan dari nilai slope kurva linear

ln (CoCt)

Co- Ct versus

t Co- Ct

.

ln (CoCt)

Co- Ct + ko =

k1t

Co- Ct

(2.9)

2.7 ADSORPSI ISOTHERMAL

Adsorpsi isothermal merupakan adsorpsi yang terjadi pada kondisi temperatur konstan. Adsorpsi yang terjadi harus dalam keadaan kesetimbangan, yaitu laju desorpsi dan adsorpsi berlangsung relatif sama. Kesetimbangan adsorpsi biasanya digambarkan dengan persamaan isotherm. Parameternya menunjukkan sifat permukaan dan afinitas dari adsorben pada kondisi temperatur dan pH tetap. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki isotherm adsorpsi ion logam berat dan hubungannya terhadap pH, jumlah adsorben, konsentrasi ion sekutu, waktu kontak dan temperatur [18].

Terdapat beberapa jenis persamaan isotherm adsorpsi yang sering digunakan secara luas, yaitu:

1. Isotherm Langmuir

Isotherm ini berdasarkan asumsi bahwa [27] [28]:

a) Adsorben mempunyai permukaan yang homogen dan hanya dapat mengadsorpsi satu molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbennya. Tidak ada interaksi antara molekul-molekul terjerap. b) Semua proses adsorpsi dilakukan dengan mekanisme yang sama.


(39)

c) Hanya terbentuk satu lapisan tunggal saat adsorpsi maksimum. d) Tiap atom teradsorpsi pada lokasi tertentu di permukaan adsorben. e) Tiap bagian permukaan hanya dapat menampung satu molekul

atau atom.

Adapun persamaan isotherm Langmuir ditunjukan dalam persamaan 2.10 [18]:

Ce e =

1 b m + (

1

m) Ce (2.10)

2. Isotherm Tempkin [25]

Model isotherm Tempkin menjelaskan tentang interaksi antara adsorben dengan adsorbatnya. Parameter Tempkin ditentukan dengan persamaan 2.11.

qt =

T

b ln (KtCe) (2.11)

Model linearnya ditunjukkan dengan persamaan 2.12.

qe = B1ln Kt + B1ln Ce (2.12)

Koefisien dari B1 ditunjukkan dengan persamaan 2.13.

B1 =

T

b

(2.13)

Plot dari qe versus ln Ce yang digunakan untuk menentukan konstanta

isotherm Tempkin, Kt dan B1.

3. Isotherm Freundlich [27]

Untuk rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang cair, isotherm

adsorpsi dapat digambarkan dengan persamaan empirik yang dikemukakan oleh Freundlich. Isotherm Freundlich berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penjerapan yang berbeda-beda. Persamaan ini merupakan persamaan yang paling banyak digunakan saat ini. Persamaannya ditunjukkan dalam persamaan 2.14.


(40)

Dari persamaan tersebut, jika konsentrasi larutan dalam kesetimbangan diplot sebagai ordinat dan konsentrasi adsorbat dalam adsorben sebagai absis pada koordinat logaritmik, akan diperoleh gradien n dan intersep k. Dari isotherm Freundlich akan diketahui kapasitas adsorben dalam menjerap air. Isotherm Freundlich digunakan dalam penelitian yang dilakukan karena dengan isotherm Freundlich dapat ditentukan efisiensi dari suatu adsorben.

4. Isotherm DKR [22]

Isotherm DKR dilaporkan lebih umum daripada isotherm Langmuir dan Freundlich. Model DKR memiliki bentuk linear seperti yang ditunjukkan pada persamaan 2.15.

ln qe = ln Xm - ßɛ2 (2.15)

Dimana:

ɛ = RT ln(1 + 1

Ce) (2.16)

Slope dari grafik ln qe versus ɛ2 memberikan ß (mol2/J2) dan nilai

intersep adalah kapasitas penjerapan, Xm (mg/g). Nilai dari ß dan Xm,

seperti fungsi dari temperatur dengan nilai dari R2. Ini bisa ditinjau bahwa nilai ß meningkat seiring dengan temperatur yang meningkat ketika nilai Xm menurun dengan bertambahnya temperatur.

Nilai dari energi penjerapan, E, diperoleh dari hubungan yang dinyatakan dalam persamaan 2.17.

E = (-2ß -1

2

(2.17)

2.8 ADSORBEN

Luasnya permukaan spesifik sangat mempengaruhi besarnya kapasitas penjerapan dari adsorben. Semakin luas permukaan spesifik dari adsorben, maka semakin besar pula kemampuan penjerapannya. Volume adsorben membatasi jumlah dan ukuran pori – pori pembentuk permukaan dalam (internal suface) yang menentukan besar atau kecilnya permukaan penjerapan spesifik. Ciri – ciri adsorben yang dibutuhkan untuk proses adsorpsi [23]:


(41)

1. Luas permukaannya besar sehingga kapasitas adsorpsinya tinggi. 2. Memiliki aktifitas terhadap komponen yang diadsorpsi.

3. Memiliki daya tahan guncang yang baik.

4. Tidak ada perubahan volume yang berarti selama proses adsorpsi dan desorpsi.

Dengan beberapa karakteristik adsorben yang telah diketahui maka pada saat sekarang ini telah banyak jenis adsorben yang digunakan dalam proses adsorpsi. Macam – macam adsorben yang umum digunakan, antara lain:

1. Silika gel

Silika gel cenderung mengikat adsorbat dengan energi yang relatif lebih kecil dan membutuhkan temperatur yang rendah untuk proses desorpsinya, dibandingkan jika menggunakan adsorben lain seperti karbon aktif dan zeolit. Kemampuan desorpsi silika gel meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur. Silika gel terbuat dari silika dengan ikatan kimia mengandung air kurang lebih 5%. Pada umumnya temperatur silika gel sampai pada 2000C, jika dioperasikan lebih dari batas temperatur kerjanya maka kandungan air dalam silika gel akan hilang dan menyebabkan kemampuan adsorpsinya hilang [23].

2. Karbon Aktif

Karbon aktif dapat dibuat dari batu bara, kayu dan tempurung kelapa melalui proses pyrolizing dan carburizing pada temperatur 7000C sampai 8000C. Hampir semua adsorbat dapat diserap oleh karbon aktif kecuali air. Karbon aktif dapat ditemukan dalam bentuk bubuk dan granular. Pada umumnya karbon aktif dapat mengadsorpsi metanol atau ammonia sampai dengan 30%, bahkan karbon aktif super dapat mengadsorpsi sampai dua kalinya [23].

3. Zeolit

Zeolit mengandung kristal zeolit yaitu mineral aluminosilicate yang disebut sebagai penyaring molekul. Mineral aluminosilicate ini terbentuk secara alami. Zeolit buatan dibuat dan dikembangkan untuk tujuan


(42)

khusus, diantaranya 4A, 5A, 10X dan 13X yang memiliki volume rongga antara 0,05 sampai 0,30 cm3/gram dan dapat dipanaskan sampai 5000C tanpa harus kehilangan kemampuan adsorpsi dan regenerasinya. Zeolit 4A (NaA) digunakan untuk mengeringkan dan memisahkan campuran

hydrocarbon. Zeolit 5A (CaA) digunakan untuk memisahkan paraffins

dan beberapa cyclic hydrocarbon. Zeolit 10X (CaX) dan 13X (NaX) memiliki diameter pori yang lebih besar sehingga dapat mengadsorpsi adsorbat pada umumnya [23].

2.9 PEMILIHAN JENIS – JENIS ADSORBEN

Berdasarkan pemilihan cara pengolahan limbah logam berat maka dipilih proses adsorpsi untuk mengolah limbah logam berat. Pada penelitian yang telah dilakukan, ditemukan berbagai macam jenis bahan pembuatan adsorben. Jenis – jenis bahan pembuatan adsorben yang digunakan dapat dilihat pada tabel 2.5.

Dari beberapa jenis bahan adsorben pada tabel 2.5 disimpulkan bahwa adsorben dari cangkang telur merupakan adsorben yang lebih baik. Hal ini disebabkan cangkang telur merupakan limbah dapur yang banyak dibuang dari perumahan, hotel, rumah makan dan lain sebagainya. Selain itu, cangkang telur bernilai nonekonomis karena tidak memiliki manfaat bagi masyarakat. Dengan mengetahui bahwa pada cangkang telur mengandung kalsit yang dapat menjerap logam maka cangkang telur digunakan sebagai adsorben yang sesuai untuk proses adsorpsi dalam penelitian ini.

2.10 DESKRIPSI PROSES

Berdasarkan pemilihan proses pengolahan limbah logam berat, dipilih proses adsorpsi untuk mengolah limbah logam berat. Proses adsorpsi merupakan proses yang lebih banyak dipilih dalam dunia industri. Hal ini disebabkan biaya yang murah dan kapasitas dari adsorpsi yang baik untuk digunakan dalam penjerapan limbah logam berat.

Berdasarkan pemilihan jenis adsorben, dipilih adsorben cangkang telur untuk digunakan sebagai adsorben dalam penjerapan limbah logam berat. Hal ini jelas terlihat bahwa kalsit pada cangkang telur dapat digunakan untuk menjerap


(43)

Tabel 2.5 Jenis – jenis Adsorben

Bahan Adsorben Kelebihan Kekurangan

Tempurung Tanaman

Banyak tanaman yang memiliki tempurung seperti tanaman jarak pagar dan kemiri. Tanaman ini akan diolah menjadi arang aktif. Arang aktif inilah yang sama dengan karbon aktif. Namun tidak semua tanaman memiliki kapasitas adsorpsi yang sama. Maka dari itu selalu dicari tanaman yang dapat diolah menjadi adsorben dan memiliki kapasitas adsorpsi yang sama dengan karbon aktif [26].

Karena tidak semua tanaman memiliki kapasitas penjerapan yang sama maka tidak semua tanaman layak digunakan untuk diolah menjadi karbon aktif. Dengan demikian, bahan baku adsorben karbon aktif semakin berkurang dan membuat harganya menjadi mahal [26].

Batu Kapur Batu kapur memiliki kalsit pada permukaannya sehingga

ikatan antara logam Cd (II) dan Pb (II) dan adsorben membentuk larutan padat yang stabil [27].

Batu kapur memiliki kegunaan lain selain sebagai adsorben, sehingga penggunaan batu kapur sebagai adsorben akan menjadi semakin sedikit [27].

Cangkang Telur Cangkang telur merupakan limbah yang tidak dimanfaatkan.

Jumlah cangkang telur terdapat di lingkungan dalam jumlah yang banyak dan harga yang murah. Selain itu, cangkang telur memiliki kalsit yang sama seperti batu kapur sehingga dapat digunakan sebagai adsorben [9].

Kapasitas penjerapan dari cangkang telur tidak sebesar kapasitas penjerapan karbon aktif [9].

Birnessite Sintetis Birnessite sintetis merupakan hasil kalsinasi antara asam

sitrat dengan KMnO4. Birnessite sintetis ini merupakan adsorben yang baik dalam penjerapan logam Cd [28].

Pembuatan Birnessite sintetis ini lebih mahal. Hal ini disebabkan penggunaan bahan kimia dalam pembuatan birnessite sintetis seperti asam sitrat, KMnO4 dan HCl [28].

Limbah Serbuk

Kayu

Pada limbah serbuk kayu memiliki lignin yang dapat digunakan sebagai adsorben untuk menjerap logam Cu [29].

Proses pengolahan limbah serbuk kayu menjadi adsorben penjerap logam Cu lebih sulit. Hal ini dikarenakan pembuatan adsorben membutuhkan proses distilasi dan pemanasan serta penggunaan etanol. Dengan peralatan dan bahan tambahan membuat harga dari adsorben ini menjadi mahal [29].


(44)

ion logam berat. Selain itu, harga cangkang telur murah dan dapat ditemukan di lingkungan.

Berdasarkan kedua hal diatas maka dilakukanlah penelitian mengenai adsorpsi menggunakan cangkang telur. Cangkang telur yang dipilih merupakan cangkang telur bebek. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian Arunlertaree [30], cangkang telur bebek memiliki persentase penyisihan yang paling besar. Maka dari itu, cangkang telur bebek digunakan dalam proses adsorpsi logam berat. Cangkang telur bebek yang digunakan dalam penelitian ini diolah lebih lanjut sebagai adsorben. Cangkang telur bebek dicuci dan digerus sehingga diperoleh serbuk cangkang telur bebek dengan ukuran 140 mesh. Serbuk cangkang telur akan dipanaskan pada temperatur 1100C, 6000C dan 8000C.

Adsorben yang telah dihasilkan pada berbagai temperatur akan ditentukan luas permukaannya. Penentuan luas permukaan adsorben dilakukan dengan pengujian dengan penggunaan metilen blue. Hasil pengujian ini dilaporkan dari hasil penelitian Jasinda [31], luas permukaan adsorben dengan temperatur 6000C adalah adsorben dengan luas permukaan terbesar. Maka adsorben jenis ini digunakan dalam proses adsorpsi penelitian ini.

Proses adsorpsi penelitian ini digunakan larutan logam Cd (II), Fe (III) dan Zn (II). Ketiga jenis larutan ini akan diadsorpsi dengan adsorben cangkang telur bebek. Proses adsorpsi ini akan dibantu dengan menggunakan pengadukan dari

magnetic stirrer. Filtrat akan diambil setiap 10 menit sampai mencapai waktu setimbang. Filtrat yang diambil akan diuji dengan menggunakan peralatan AAS. Data yang diperoleh dari peralatan AAS akan diolah untuk memperoleh waktu setimbang, persentase adsorpsi, kinetika adsorpsi, isotherm adsorpsi dan kapasitas adsorpsi.

2.11 ANALISA BIAYA

Pada umumnya limbah cair elektroplating dapat diolah dengan teknik sedimentasi dan koagulasi. Pada tahun 2009 diperoleh bahwa sebanyak 438 juta liter limbah elektroplating dihasilkan [8]. Menurut Yosi [32], pengolahan limbah cair secara umum dilakukan dengan berbagai tahap yaitu:


(45)

1. Netralisasi Limbah Cair 2. Pengaturan pH Limbah Cair 3. Penambahan Koagulan

4. Membiarkan pengendapan terjadi selama beberapa hari

Pada keempat metode yang digunakan tersebut membutuhkan zat kimia seperti larutan Ca(OH)2, HCl, Na2CO3, NaOH dan tawas. Berikut adalah harga

dari zat kimia di pasaran yaitu:

1. Larutan Ca(OH)2 = Rp 935.000/ton

2. HCl = Rp 15.000/liter (teknis)

3. Na2CO3 = Rp 25.000/kg

4. NaOH = Rp 25.000/kg

5. Tawas = Rp 35.000/kg

Contoh perhitungan pengolahan limbah B3 akan dilakukan pengolahan

100 L limbah elektroplating. Dalam pengolahan limbah cair elektroplating sebanyak 100 L membutuhkan 1 – 2 kg Na2CO3 dan NaOH serta 1 kg tawas.

Untuk larutan Ca(OH)2 dan HCl ditambahkan sesuai kebutuhan hingga tercapai

pH 8 – 10 [32]. Berikut adalah estimasi perhitungan bahan kimia yang dibutuhkan dalam pengolahan 100 L limbah cair elektroplating:

1. Larutan Ca(OH)2 = 2 kg = Rp 2.000,-

2. HCl (teknis) = 1 liter = Rp 15.000,-

3. Na2CO3 = 2 kg = Rp 50.000,-

4. NaOH = 2 kg = Rp 50.000,-

5. Tawas = 1 kg = Rp 35.000,-

Total = Rp 187.000,-

Apabila hasil pengolahan limbah cair elektroplating secara sedimentasi dan koagulasi dibuang ke badan air maka akan terjadi pencemaran. Hal ini disebabkan karena adanya senyawa seperti CN- dan Cl- yang tidak dapat dihilangkan maka perlu proses lebih lanjut seperti proses reaksi oksidasi.


(46)

Peralatan yang digunakan adalah bak yang luas, pengaduk dan penyaring (screening). Berikut adalah estimasi biaya peralatan dan bangunan untuk pengolahan limbah cair elektroplating:

1. Bak = 1 buah = Rp 50.000.000,-

2. Pengaduk = 1 buah = Rp 80.000.000,- 3. Penyaring (Screening) = 1 buah = Rp 40.000.000,-

Total = Rp 170.000.000,- Proses Sedimentasi dan Koagulasi memerlukan proses lanjutan agar dapat memenuhi syarat baku mutu untuk dibuang ke lingkungan, maka estimasi total biaya yang diperlukan untuk pengolahan limbah cair elektroplating dengan teknik sedimentasi dan koagulasi adalah sebagai berikut:

1. Biaya Bahan Baku = Rp 187.000,-

2. Biaya Peralatan = Rp 170.000.000,-

3. Biaya Pengolahan Lanjutan = Rp 100.000.000,- Total = Rp 270.187.000,-

Setelah diperoleh biaya untuk pengolahan limbah elektroplating dengan proses sedimentasi dan koagulasi maka akan dihitung biaya untuk pengolahan limbah elektroplating dengan proses adsorpsi. Dalam pengolahan limbah cair elektroplating sebanyak 100 L dengan metode adsorpsi membutuhkan 1 kg adsorben. Berdasarkan penelitian Jasinda [36] diperoleh harga adsorben cangkang telur bebek sebesar Rp150.000,-/kg. Berikut adalah estimasi perhitungan biaya untuk adsorben yang digunakan:

Adsorben Cangkang Telur Bebek = 1 kg X Rp 150.000,- / kg = Rp 150.000,-

Penjerapan dengan adsorben tidak akan menimbulkan senyawa kompleks yang dapat menimbulkan pencemaran di badan air.

Peralatan yang digunakan adalah tangki pengaduk dan penyaring (screening). Berikut adalah estimasi biaya peralatan dan bangunan untuk pengolahan limbah cair elektroplating:


(47)

1. Tangki Pengaduk = 1 buah = Rp 200.000.000,- 2. Penyaring (Screening) = 1 buah = Rp 40.000.000,-

Total = Rp 240.000.000,-

Estimasi total biaya yang diperlukan untuk pengolahan limbah cair elektroplating dengan proses adsorpsi oleh adsorben cangkang telur bebek adalah sebagai berikut:

1. Biaya Bahan Baku = Rp 150.000,-

2. Biaya Peralatan = Rp 240.000.000,-

3. Operasional = Rp 75.000.000,-

Total = Rp 315.150.000,-

Dari analisis biaya yang telah diperoleh terlihat bahwa biaya untuk proses sedimentasi dan koagulasi lebih mahal daripada biaya untuk proses adsorpsi. Akan tetapi ditinjau dari prosesnya, proses adsorpsi lebih menguntungkan dibandingkan proses koagulasi dan sedimentasi. Hal ini dikarena proses adsorpsi tidak akan menimbulkan senyawa baru yang membahayakan kesehatan manusia. Selain itu, waktu yang digunakan untuk mengolah limbah dengan proses adsorpsi dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk mengolah limbah dengan proses sedimentasi dan koagulasi. Dengan kedua hal diatas menunjukkan bahwa proses koagulasi dan sedimentasi tidaklah terlalu menguntungkan meskipun biaya pengolahan (biaya bahan baku, peralatan) koagulasi dan sedimentasi lebih murah dibandingkan dengan proses adsorpsi.


(48)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan serta Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 4 bulan.

3.2 BAHAN

Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain:

1. Adsorben cangkang telur bebek yang telah diaktivasi pada suhu 6000C 2. Larutan Cd2+

3. Larutan Fe3+ 4. Larutan Zn2+ 5. Aquabidest

6. Larutan HCl

3.3 PERALATAN

Pada penelitian ini peralatan yang digunakan antara lain: 1. Magnetic Stirrer

2. Beaker Glass 3. Erlenmeyer 4. Gelas Ukur 5. Timbangan 6. Peralatan AAS 7. Batang Pengaduk 8. Kertas Saring 9. Corong Gelas 10.Pipet Tetes 11.Stopwatch


(49)

3.3.1 PROSEDUR PENENTUAN WAKTU SETIMBANG ADSORPSI,

PERSENTASE ADSORPSI, KINETIKA ADSORPSI ISOTHERM

ADSORPSI DAN KAPASITAS ADSORPSI

1. Dimasukkan masing-masing 0,5; 1 dan 1,5 gram sampel serbuk adsorben cangkang telur bebek ke dalam beaker glass 1000 ml.

2. Ditambahkan 1000 ml larutan Cd (II) 12,5 ppm ke dalam erlenmeyer yang telah berisi sampel.

3. Campuran diaduk dengan magnetic stirrer dengan interval waktu pengambilan sampel 10 menit hingga mencapai waktu setimbang.

4. Hasil pengadukan disaring dengan menggunakan kertas saring.

5. Filtrat diambil untuk diukur konsentrasi akhir ion logam Cd (II) dengan menggunakan peralatan AAS.

6. Hasil pengukuran akan berupa konsentrasi dari filtratnya.

7. Banyaknya ion logam Cd (II) yang terjerap oleh setiap gram sampel dapat dihitung dengan persamaan 3.1:

Wads = 1000 C1 x V) – (

C2

1000x V)] x 1

m

(3.1)

8. Waktu setimbang diperoleh dengan membuat grafik antara banyaknya ion logam Cd (II) yang dijerap terhadap waktu.

9. Dari grafik akan diperoleh waktu setimbang untuk penjerapan ion logam Cd (II) oleh cangkang telur bebek.

10.Persentase adsorpsi diperoleh dengan cara memplot grafik % adsorpsi vs t 11.Data yang diperoleh dicocokkan dengan persamaan seperti persamaan

kecepatan reaksi orde 1 semu Lagergren, persamaan orde 2 dan persaman yang lain untuk menentukan model kinetika reaksi.

12.Ditentukan isotherm adsorpsi dengan menggunakan persaman yang sesuai seperti persamaan Langmuir, Freundlich serta persamaan yang lain.

13.Dari parameter yang telah diperoleh pada persamaan isotherm adsorpsi maka ditentukan kapasitas adsorpsinya.

14.Prosedur diulangi dari awal untuk jenis ion logam berat yang lain yaitu Fe (III) dan Zn (II).


(50)

Adapun aliran dari proses penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Flowchart Penentuan Waktu Setimbang Adsorpsi, Persentase Adsorpsi, Kinetika Adsorpsi, Isotherm Adsorpsi dan Kapasitas Adsorpsi

1000 ml larutan Cd (II) dimasukkan ke dalam beaker glass yang telah berisi 0,5; 1 dan 1,5 gram adsorben

Campuran diaduk dengan magnetic stirrer

dengan interval pengambilan filtrat 10 menit

Filtrat disaring dengan kertas saring

Dihitung waktu setimbang dan persentase adsorpsi

Selesai Mulai

Filtrat diukur dengan peralatan AAS

Apakah ada larutan logam berat lain?

Tidak

Ya Dihitung kinetika adsorpsi, isotherm adsorpsi dan kapasitas adsorpsi


(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini dilaporkan hasil penelitian mengenai adsorpsi ion logam Cd, Fe dan Zn dengan menggunakan adsorben cangkang telur bebek. Adsorben yang digunakan merupakan cangkang telur bebek yang telah diaktivasi pada temperatur 6000C. Pembuatan adsorben cangkang telur dilakukan pada temperatur 1100C, 6000C dan 8000C. Adsorben yang dihasilkan pada berbagai temperatur diuji luas permukaan dan morfologi dari adsorben tersebut. Setelah diuji maka didapat adsorben dengan temperatur aktivasi 6000C memiliki luas permukaan paling besar yaitu 2.700,978 m2/gr. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan adsorben cangkang telur bebek yang diaktivasi pada temperatur 600oC. Pada penelitian ini konsentrasi awal larutan logam Cd, Fe dan Zn yang digunakan sebesar 12,5 ppm. Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi:

1. Penentuan Waktu Setimbang 2. Penentuan Persentase Adsorpsi 3. Penentuan Kinetika Adsorpsi 4. Penentuan Isotherm Adsorpsi 5. Penentuan Kapasitas Adsorpsi

4.1 PENGARUH JUMLAH ADSORBEN TERHADAP WAKTU

SETIMBANG DAN PERSENTASE ADSORPSI

Waktu setimbang dan persentase adsorpsi dipengaruhi oleh jumlah adsorben seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.1. Gambar 4.1 merupakan hasil pengukuran AAS untuk mengetahui konsentrasi sisa logam Cd, Fe dan Zn dalam larutan. Peralatan AAS yang digunakan serta hasil pengukuran dapat dilihat pada lampiran C.

Gambar 4.1 merupakan grafik antara konsentrasi logam Cd yang tersisa di filtrat dengan waktu adsorpsi pada variasi jumlah adsorben. Pada gambar 4.1 ini dapat dilihat bahwa konsentrasi larutan Cd yang tersisa dalam filtrat cenderung menurun dengan bertambahnya waktu. Jadi pada penelitian ini diperoleh bahwa


(52)

semakin sedikit jumlah adsorben maka semakin besar konsentrasi ion logam Cd yang tersisa pada filtrat dan sebaliknya.

Gambar 4.1 Hubungan Konsentrasi Ion Logam Cd yang Tersisa di Filtrat terhadap Waktu dengan Variasi Jumlah Adsorben

Dari gambar 4.1 juga dapat dilihat waktu setimbang yang dicapai pada masing – masing jumlah adsorben yang digunakan. Hasil yang diperoleh dari pengaruh jumlah adsorben dengan waktu setimbang dan persentase adsorpsi dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Persentase Adsorpsi yang Diperoleh dari Penjerapan Ion Logam Cd Jumlah Adsorben (gr) Waktu Setimbang (menit) Persentase Adsorpsi

0,5 90 33,2632

1 130 53,7895

1,5 110 64,6667

Jumlah adsorben adalah parameter penting yang menyatakan kapasitas dari adsorben untuk memberikan konsentrasi awal dari adsorbat pada kondisi operasi. Dari hasil penelitian Ghazy [33] dan Nurhasni [1] diperoleh hasil bahwa konsentrasi ion logam semakin menurun dengan bertambahnya jumlah adsorben yang digunakan. Hal ini disebabkan semakin banyak jumlah adsorben yang digunakan maka akan meningkatkan jumlah partikel dan luas permukaan sehingga menyebabkan jumlah tempat mengikat ion logam bertambah dan efisiensi adsorpsinya pun meningkat. Oleh karena itu, semakin banyak jumlah adsorben yang digunakan maka semakin meningkat persentase adsorpsinya. Persentase adsorpsi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.1.

0 2 4 6 8 10 12 14

0 20 40 60 80 100 120 140

Ko n se n tr as i L o gam Cd yan g te r sis a d i fil tr at ( p p m ) Waktu (menit) 0,5 gram adsorben 1 gram adsorben 1,5 gram adsorben


(53)

% Adsorpsi = Co- C

Co x 100% (4.1)

Berdasarkan penelitian Siti [34], waktu adsorpsi berpengaruh terhadap persentase adsorpsi. Pada awal kenaikan waktu adsorpsi akan menaikkan efisiensi adsorpsi ion logam. Semakin lama proses adsorpsi berlangsung maka persentase adsorpsi tidak akan mengalami kenaikan yang berarti. Hal ini disebabkan bahan penyerap telah jenuh, sehingga perpanjangan waktu tidak akan mempengaruhi persentase adsorpsi. Selain itu jumlah adsorben akan mempengaruhi waktu setimbang dimana semakin banyak jumlah adsorben yang digunakan maka akan semakin lama waktu setimbang dicapai. Hal ini disebabkan kesesuaian dari ukuran molekul ion logam dengan pori adsorben. Ion logam denan ukuran yang tidak sesuai dengan pori adsorben akan sering terlepas dari pori adsorben. Dengan demikian, waktu setimbang akan semakin lama tercapai. Dengan kata lain, fenomena dalam penelitian Ghazy [33], Nurhasni [1] dan Siti [34] menjelaskan bahwa semakin banyak jumlah adsorben yang digunakan akan meningkatkan persentase adsorpsi dan waktu setimbang akan semakin lama untuk dicapai.

Jadi hasil yang diperoleh pada penelitian ini memiliki fenomena yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan Ghazy [33], Nurhasni [1] dan Siti [34]. Hal ini terlihat pada jumlah adsorben 1,5 gram memiliki waktu setimbang yang lebih singkat dibandingkan waktu setimbang yang diperoleh 1 gram adsorben. Hasil yang serupa diperoleh untuk pengulangan proses penjerapan logam Cd dengan penggunaan 1 gram dan 1,5 gram adsorben. Seharusnya dengan semakin banyak jumlah adsorben maka waktu setimbang yang diperoleh semakin lama. Hal ini disebabkan meningkatnya frekuensi tumbukan antara adsorbat dan adsorben sehingga menyebabkan sebagian besar ion logam Cd yang ada pada filtrat telah terjerap ke dalam adsorben sehingga adsorben menjadi cepat jenuh. Selain itu, adanya pengaruh dari ukuran adsorbat yang akan dibahas pada sub bab 4.2. Adapun kemungkinan lain dari fenomena ini adalah penggunaan jumlah adsorben sebanyak 1 gram merupakan jumlah adsorben optimum dalam penjerapan logam Cd dengan menggunakan adsorben cangkang telur bebek.

Hubungan antara waktu setimbang yang dicapai terhadap konsentrasi ion logam Fe yang tersisa dalam filtrat dengan variasi berat adsorben dapat dilihat


(54)

pada gambar 4.2. Gambar 4.2 merupakan grafik antara konsentrasi ion logam Fe yang tersisa di filtrat dengan waktu adsorpsi pada variasi jumlah adsorben. Pada gambar 4.2 ini dapat dilihat bahwa konsentrasi larutan Fe yang tersisa dalam larutan cenderung menurun dengan bertambahnya waktu hingga mencapai waktu setimbang. Dari gambar 4.2 juga terlihat bahwa jumlah adsorben yang semakin sedikit membuat waktu setimbang semakin singkat. Hasil yang diperoleh dari pengaruh jumlah adsorben dengan waktu setimbang dan persentase adsorpsi dapat dilihat pada tabel 4.2.

Gambar 4.2 Hubungan Konsentrasi Ion Logam Fe yang Tersisa di Filtrat terhadap Waktu dengan Variasi Jumlah Adsorben

Tabel 4.2 Persentase Adsorpsi yang Diperoleh dari Penjerapan Ion Logam Fe Jumlah Adsorben (gr) Waktu Setimbang (menit) Persentase Adsorpsi

0,5 60 21,5652

1 110 35,8261

1,5 140 65,0435

Hasil penelitian yang diperoleh memiliki fenomena yang sama dengan penelitian yang dilakukan Nurhasni [1], Ghazy [33] dan Siti [34]. Dengan semakin banyak jumlah adsorben yang digunakan maka akan semakin lama waktu setimbang dicapai. Selain itu dengan semakin banyak jumlah adsorben maka persentase adsorpsi akan semakin meningkat.

Hubungan antara waktu adsorpsi terhadap konsentrasi ion logam Zn yang tersisa dalam filtrat pada variasi jumlah adsorben dapat dilihat pada gambar 4.3. Gambar 4.3 merupakan grafik antara konsentrasi ion logam Zn yang tersisa di filtrat dengan waktu adsorpsi pada variasi jumlah adsorben. Pada gambar 4.3 ini

0 2 4 6 8 10 12 14

0 20 40 60 80 100 120 140 160

Ko n se n tr as i L o gam F e yan g te r sis a d i F il tr at ( p p m ) Waktu (menit) 0,5 gram adsorben

1 gram adsorben 1,5 gram adsorben


(55)

dapat dilihat bahwa konsentrasi larutan Zn yang tersisa dalam larutan cenderung menurun dengan bertambahnya waktu. Dari gambar 4.3 juga dapat dilihat bahwa semakin banyak jumlah adsorben yang ditambahkan maka semakin lama waktu setimbang tercapai. Hasil yang diperoleh dari pengaruh waktu setimbang dan jumlah adsorben dengan persentase adsorpsinya dapat dilihat pada tabel 4.3.

Gambar 4.3 Hubungan Konsentrasi Ion Logam Zn yang Tersisa di Filtrat terhadap Waktu dengan Variasi Jumlah Adsorben

Tabel 4.3 Persentase Adsorpsi yang Diperoleh dari Penjerapan Ion Logam Zn Jumlah Adsorben (gr) Waktu Setimbang (menit) Persentase Adsorpsi

0,5 70 2,4670

1 100 57,3807

1,5 120 70,0711

Penjerapan logam Zn dengan menggunakan adsorben sebanyak 1 gram memiliki perbedaan dengan jumlah adsorben yang lain. Pada 50 menit awal penjerapan dengan jumlah adsorben sebanyak 1 gram memiliki efektifitas penjerapan yang baik dibandingkan dengan yang lain. Setelah menit ke 50 maka terjadi penjerapan yang maksimum pada jumlah adsorben sebanyak 1 gram. Hal ini disebabkan jenis logamnya sendiri yang memiliki ukuran yang kurang sesuai dengan pori adsorben dan gaya yang bekerja antara ion logam Zn dengan adsorben. Namun semakin lama waktu adsorpsi berjalan maka hasil yang diperoleh telah sama dengan hasil penelitian yang diperoleh Nurhasni [1], Ghazy [33] dan Siti [34].

0 2 4 6 8 10 12 14

0 20 40 60 80 100 120 140

Ko n se n tr as i L o gam Z n yan g T e r sis a d i F il tr at ( p p m ) Waktu (menit)

0,5 gram adsorben 1 gram adsorben 1,5 gram adsorben


(56)

Untuk persentase adsorpsi ion logam Zn terdapat penyimpangan pada penjerapan ion logam Zn dengan jumlah adsorben sebanyak 0,5 gram. Persentase adsorpsi untuk jumlah adsorben sebanyak 0,5 gram adalah 2,4670%. Nilai persentase adsorpsi yang diperoleh menunjukkan bahwa hanya sedikit ion logam Zn yang terjerap pada saat penjerapan berlangsung. Setelah dilakukan pengulangan proses penjerapan logam Zn dengan menggunkan 0,5 gram adsorben tetap diperoleh hasil yang serupa. Hal ini kemungkinan disebabkan karena ukuran molekul dari logam Zn itu sendiri yang tidak sesuai dengan pori adsorben. Dengan ketidaksesuaian ukuran menyebabkan ion logam Zn sering terlepas dari pori – pori adsorben. Untuk ukuran dari masing – masing logam akan dijelaskan pada sub bab 4.2.

4.2 PENENTUAN WAKTU SETIMBANG ADSORPSI ION LOGAM Cd, Fe DAN Zn

Penentuan waktu setimbang dari proses adsorpsi untuk ion logam Cd, Fe dan Zn dapat dilihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.4 Hubungan Konsentrasi Sisa Ion Logam dalam Larutan terhadap

Waktu Adsorpsi dengan Variasi Logam Berat

Dari gambar 4.4 dapat dilihat bahwa konsentrasi ion logam Cd, Fe dan Zn yang tersisa dalam larutan cenderung semakin menurun dengan bertambahnya waktu. Waktu setimbang yang diperoleh untuk penjerapan ion logam Cd, Fe dan Zn dapat dilihat pada tabel 4.4. Data pada tabel 4.4 diplotkan ke dalam gambar 4.5. 0 2 4 6 8 10 12 14

0 20 40 60 80 100 120 140 160

K o n se n tr as i lo gam y an g te r si sa d i fi ltr at (p p m ) Waktu (menit) logam Cd logam Fe logam Zn


(57)

Dalam penentuan waktu setimbang, larutan logam yang telah dijerap diambil untuk diuji setiap 10 menit sekali sampai mencapai keadaan setimbang. Pada saat proses penjerapan, larutan logam dan adsorben diaduk merata menggunakan magnetic stirrer. Pengadukan yang dilakukan dimaksudkan untuk mempercepat difusi adsorbat melalui permukaan adsorben. Apabila pengadukan yang dilakukan sesuai maka laju difusi lapisan akan meningkat sampai titik dimana difusi pori menjadi batas laju reaksi [35]. Waktu setimbang merupakan parameter penting karena dapat menyediakan informasi untuk merancang peralatan adsorpsi.

Tabel 4.4 Waktu Setimbang yang Diperoleh dari Penjerapan Ion Logam Cd, Zn dan Fe Ion Logam Jumlah Adsorben (gr) Waktu Setimbang (menit)

Konsentrasi Sisa dalam Filtrat (ppm) Fe

0,5 60 9,80

1 110 8,02

1,5 140 4,37

Zn

0,5 70 12,19

1 100 5,32

1,5 120 3,74

Cd

0,5 90 8,36

1 130 5,79

1,5 110 4,43

Gambar 4.5 Hubungan Waktu Setimbang dengan Jumlah Adsorben pada Variasi Jenis Logam Berat

0 20 40 60 80 100 120 140

0 0,5 1 1,5 2

W ak tu S e ti m b an g (m e n it)

Jumlah Adsorben (gr)

Logam Cd Logam Fe Logam Zn


(58)

Dari gambar 4.5 juga terlihat adanya perbedaan waktu setimbang yang dicapai untuk masing – masing ion logam yang berbeda. Penjerapan ion logam Cd, Fe dan Zn masing – masing memerlukan waktu setimbang 110 menit, 140 menit dan 120 menit pada penggunaan adsorben sebanyak 1,5 gram.

Logam Cd memiliki nomor atom 40, logam Fe memiliki nomor atom 26 dan logam Zn memiliki nomor atom 30. Kalsit pada adsorben cangkang telur bebek memiliki Ca yang berada pada golongan 2A periode ke 4. Ion logam Cd berada pada golongan 2B periode ke 5, ion Fe berada pada gologan 12B periode ke 4 dan ion Zn berada pada gologan 2B periode ke 4 [36]. Menurut Soedjono [36], jari – jari atom dipengaruhi oleh besarnya nomor atom suatu unsur. Semakin besar nomor atom unsur- unsur segolongan maka akan semakin banyak jumlah kulit elektronnya. Hal ini akan membuat semakin besar jari – jari atomnya. Dengan semakin besar jari – jari atomnya maka akan semakin besar ukuran suatu atom. Dari ketiga logam ini diketahui bahwa ion logam Fe yang memiliki ukuran paling kecil dan ion logam Cd memiliki ukuran yang paling besar. Selain melihat ukuran logam, penjerapan ion logam Cd, Fe dan Zn juga dapat ditinjau dari gaya atau ikatan yang terjadi antara ion logam dengan adsorben.

Menurut Ega [28], di dalam limbah ion logam berat Cd memiliki anion dan kation dimana kuatnya ikatan kation yang ditukarkan ke dalam adsorben (birnessite sintetis) menjadi faktor penting dalam keberhasilan proses adsorpsi dan desorpsi kation. Apabila kation yang berada dalam adsorben (birnessite sintetis) memiliki kuat ikat yang besar maka akan terjadi kesulitan pada proses desorpsi. Sebaliknya untuk ikatan lemah, desorpsi akan mudah terjadi. Ikatan yang terjadi adalah ikatan Van der Walls. Sementara menurut Mohammed [22], ion Fe bergerak secara berdifusi dari larutan menuju permukaan adsorben. Dari susunan zat pada tabel periodik diketahui bahwa ion Cd, Fe, Zn dan Ca merupakan unsur metal. Apabila ion Ca berikatan dengan ketiga ion logam yang lain maka akan terbentuk ikatan metalik. Namun ikatan metalik merupakan ikatan yang sangat kuat. Oleh karena itu, ikatan metalik tidak mungkin dihasilkan dari interaksi antara adsorben dengan ion logam. Tetapi ada gaya intermolekuler yang bekerja dari keempat zat tersebut yaitu gaya dipol – dipol, gaya hidrogen dan gaya London.


(1)

Gambar L2.11 Kurva Isotherm BET untuk Ion Logam Fe yang Dijerap oleh Adsorben Cangkang Telur Bebek

Dari gambar L2.11 diperoleh persamaan isotherm BET adalah y = 0,1107 x + 0,2386. Nilai Cs dan KB dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

0,2386 = 1

KBQa0

; Qa0 = 1

0,2386 = 1

KB

KB =

1 0,2386

KB = 4,8191

0,1107 = KB-1

KBQa0CS

; Q

a

0 = 1

0,1107 = KB-1

KBCS

0,1107 = 4,8191-1

(4,8191)CS

0,5335 CS = 3,8191

C

s

=

3,8191 0,5335

Cs = 7,1586 y = 0,1107x + 0,2386

R² = 0,9084

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4

0 2 4 6 8 10 12

Ce /qe


(2)

Dari perhitungan diperoleh nilai KB sebesar 4,8191 dan Cs sebesar 7,1586 mg/L.

Untuk isotherm dari ion logam Fe maka akan dipilih isotherm

Langmuir untuk mewakili penjerapan ion logam Fe. Hal ini disebabkan R2 yang mendekati nilai 1.


(3)

LAMPIRAN 3

FOTO HASIL PENELITIAN

3.1 FOTO PERCOBAAN ADSORPSI LOGAM BERAT

Gambar L3.1 Foto Larutan Logam Berat yang Dibuat


(4)

Gambar L3.3 Tempat Penempatan Sampel yang akan Diuji dengan AAS


(5)

3.2 FOTO PERALATAN YANG DIGUNAKAN

Gambar L3.5 Peralatan AAS yang Digunakan


(6)

Gambar L3.7 Pipa Penyalur Gas