5 dan pembusukan Rokhani, 1995. Pra pendinginan dapat dilakukan dengan cara
hydrocooling atau dengan menggunakan es, jika kondisinya baik dan sirkulasi udara pada ruang penyimpanan sesuai maka brokoli dapat bertahan 10 - 14 hari
pada suhu 0
o
C Rokhani, 1995. Brokoli memiliki umur simpan yang pendek, yaitu 1 - 2 hari pada kondisi
suhu 20
o
C, RH 60 – 70; 2 - 6 hari pada kondisi suhu 4
o
C, RH 80 – 90 ; 1 - 2 minggu pada kondisi suhu 0
o
C, RH 90 – 95 dan dikemas dalam kotak polystyrene yang diberi es Tan, 2005 dalam Bafdal, et al., 2007. Menurut
Bafdal, et al., 2007 bahwa jika 15 kg brokoli yang setelah dipanen diberi perlakuan hydrocooling kemudian dimuat dalam kontainer yang diberi bongkahan
es ice crushed sebanyak 3 kg dapat menjaga suhu di dalam kontainer 8.5 – 10.3
o
C selama 22 jam.
B. Karakteristik Respirasi
Menurut Winarno dan Kartakusuma 1981, respirasi adalah suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa
yang lebih kompleks seperti pati, gula, protein, lemak, dan asam organik, sehingga menghasilkan molekul yang sederhana seperti CO
2
, air serta energi dan molekul lain yang dapat digunakan oleh sel untuk reaksi sintesa.
Energi yang dikeluarkan berupa panas akibat respirasi dikenal sebagai panas vital atau vital heat mempengaruhi penerapan teknologi pasca panen,
seperti memperkirakan kebutuhan sistem pendingin dan ventilasi Kader, 1993. Menurut Hardenburg, Watada dan Wang, 1968, reaksi kimia sederhana untuk
proses respirasi dapat dituliskan sebagai berikut: C
6
H
12
O
6
+ 6O
2
6CO
2
+ 6H
2
O + 673 kcal
Pada persamaan di atas terlihat bahwa sumber utama penghasil energi adalah glukosa. Besar kecilnya respirasi dapat diukur dengan menentukan substrat
yang hilang, O
2
yang diserap, CO
2
yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan, dan energi yang ditimbulkan.
6 Menurut Phan et al., 1986 dalam Ananta, 1997 laju respirasi buah dan
sayuran dipengaruhi oleh faktor luar dan faktor dalam. Faktor dalam yang mempengaruhi respirasi adalah tingkat perkembangan organ tanaman, ukuran
produk, lapisan alamiah dan jenis jaringan. Faktor luar yang mempengaruhi adalah suhu, konsentrasi gas O
2
dan CO
2
yang tersedia, zat-zat pengatur tumbuh dan kerusakan yang ada pada buah dan sayuran.
Laju respirasi brokoli termasuk sangat tinggi Kader, 1987; Hardenburg, Walada dan Wang, 1968. Semakin cepat laju respirasi maka semakin besar
jumlah panas yang dilepaskan per satuan waktu. Laju respirasi besarnya bervariasi tergantung jenis komoditi, akan tetapi terutama dipengaruhi oleh suhu dan
komposisi gas di sekitar komoditi tersebut Kader, 1989; Saltveit, 1989; Manapperuma and Singh, 1987 dalam Rokhani, 1995.
B.1. Pengaruh Suhu
Laju respirasi brokoli dipengaruhi secara nyata oleh suhu penyimpanan, yaitu semakin tinggi suhu penyimpanan, laju respirasinya semakin besar; juga
sebaliknya, laju respirasi semakin menurun dengan semakin rendahnya suhu penyimpanan; melalui pengaturan suhu dan kelembaban serta komposisi gas
ruang penyimpanan, mutu produk hortikultura yang disimpan dapat dipertahankan Rokhani, 1995. Laju respirasi brokoli yang digambarkan sebagai laju produksi
CO
2
mgkg jam pada suhu penyimpanan 0
o
C, 4 - 5
o
C, 10
o
C, 15 - 16
o
C, dan 20 - 21
o
C adalah berturut-turut mgkg jam 19 - 21, 32 – 37, 75 - 87, 161 – 186, dan 278 – 320 Hardenburg, Watada dan Wang, 1986. Laju respirasi brokoli juga
dipengaruhi oleh ukuran floret Tian, et al. dalamFinger, et al., 1999 dan jenis kultivarnya Finger, et al., 1999.
Respirasi membutuhkan O
2
dan menghasilkan zat sisa metabolisme berupa uap air, CO
2
, dan panas sebagai entropi energi panas yang tidak termanfaatkan. Kuosien respirasi respiratory quotient merupakan perbandingan CO
2
terhadap O
2
. Kuosien respirasi berguna untuk mendeduksi sifat substrat yang digunakan dalam respirasi sejauh mana respirasi telah berlangsung, sejauh mana reaksi
7 respirasi telah berlangsung, dan sejauh mana proses itu bersifat aerobik atau
anaerobik Phan et al.,1986.
Tabel 2. Sifat-sifat respirasi berdasarkan tipe substrat yang digunakan Tipe
Substrat Substrat
Reaksi Respirasi RQ
CO
2
O
2
Karbohidrat Glukosa
C
6
H
12
+ 6O
2
6CO
2
+ H
2
O 1.00
Lemak Asam
palmitik C
16
H
32
O
2
+ 11O
2
C
12
H
22
O
11
+ 4CO
2
+ 5H
2
O 0.36
Asam organik
Malic acid
C
4
H
6
O
5
+ 3O
2
4CO
2
+ 3H
2
O 1.33
Sumber: Kays 1991
Phan et al., 1986 menyatakan bila kuosien respirasi sama dengan satu, gulalah yang dioksidasi. Jika nilai kuosien respirasi lebih besar dari satu,
menunjukkan bahwa yang digunakan dalam respirasi itu suatu substrat yang mengandung oksigen, yaitu asam-asam organik. Bila kuosien respirasi kurang dari
satu, maka ada beberapa kemungkinan, yaitu a substrat mempunyai perbandingan oksigen terhadap karbon yang lebih kecil daripada heksosa, b
oksidasi belum tuntas, misalnya terhenti pada pembentukan asam suksinat atau zat antara lain; c CO
2
yang dikeluarkan digunakan dalam proses-proses sintesis, misalnya pembentukan asam oksalat dan asam malat dari piruvat.
Suhu menimbulkan efek yang menentukan dalam laju metabolisme produk pasca panen Kays, 1991 dan Nobel, 1991. Karakter perubahan pada laju reaksi
akibat suhu tersebut biasanya ditentukan dengan kuosien suhu Q
10
, yaitu rasio laju reaksi tertentu pada suatu tingkat suhu T
1
terhadap laju reaksi tersebut saat suhu naik 10
o
C T
1
+ 10
o
C. Menurut Kays 1991, pada kebanyakan produk, nilai Q
10
berkisar antara 2.0 – 2.5 saat suhu 5
o
C hingga 25
o
C. Dengan kata lain, setiap peningkatan suhu 10
o
C, maka laju respirasi dapat meningkat 2.0 - 2.5 kali lipat. Namun pada skala suhu 30 - 35
o
C nilai Q
10
dapat menurun dan laju reaksi
8 cenderung terhambat dikarenakan denaturasi enzim. Sedangkan suhu buah atau
sayuran umumnya lebih tinggi dari ruang penyimpanan akibat panas respirasi. Perbedaan suhu tersebut cukup kritis dalam penentuan laju metabolisme produk.
Penjelasan tentang penurunan Q
10
pada suhu yang tinggi adalah bahwa laju penetrasi O
2
ke dalam sel lewat kutikula atau periderma mulai menghambat respirasi saat reaksi kimia berlangsung dengan cepat. Difusi O
2
dan CO
2
juga dipercepat dengan peningkatan suhu, tapi Q
10
untuk proses fisika ini hanya 1.1 ; jadi suhu tidak mempercepat secara nyata difusi larutan lewat air. Peningkatan
suhu sampai 40 °C atau lebih, laju respirasi malahan menurun, khususnya bila tumbuhan berada pada keadaan ini dalam jangka waktu yang lama. Enzim yang
diperlukan mulai mengalami denaturasi dengan cepat pada suhu yang tinggi, mencegah peningkatan metabolik yang semestinya terjadi. Pada kecambah kacang
kapri, peningkatan suhu dari 25 menjadi 45 °C mula-mula meningkatkan respirasi dengan cepat, tapi setelah dua jam laju respirasinya mulai berkurang.
Kemungkinan penjelasannya ialah jangka waktu dua jam sudah cukup lama untuk merusak sebagian enzim respirasi Salisbury Ross, 1995.
B.2. Pengaruh Komposisi Gas
Komposisi gas yang utama dalam mempengaruhi respirasi adalah oksigen, karbondioksida, dan etilen Kays, 1991. Beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa komposisi O
2
rendah dan CO
2
tinggi akan menghambat laju respirasi. Pantastico et al., 1986 menyatakan bahwa etilen dapat mempercepat proses
respirasi dan pembentukannya sekaligus didorong oleh laju respirasi. Dengan mengubah konsentrasi gas O
2
menjadi 3 dari 22 dan meningkatkan konsentrasi CO
2
menjadi 4 dari keadaan normal, buah dan sayuran tidak mengalami efek kerusakan dan memperlambat proses pematangan selama
beberapa hari Liyod Ryall et al., 1982 dalam Tubagus, 1993. Komposisi udara normal terdiri atas oksigen 20.95 , karbondioksida
0.03 , dan nitrogen 78.08 serta gas-gas lain dengan jumlah yang lebih sedikit. Agar buah-buahan dan sayuran dapat disimpan dalam jangka waktu yang
lebih lama maka perlu dilakukan modifikasi komposisi udara di sekitar
9 komoditas. Penyimpanan dengan atmosfir termodifikasi dapat dilakukan dengan
penyimpanan atmosfer terkendali controlled atmosphere, CA atau atmosfir modifikasi modified atmosphere, MA
Rokhani 1996 mengemukakan bahwa pada sistem CA komposisi gas dalam ruang penyimpanan diukur secara terus menerus dan perlu menginjeksikan
gas atau campuran gas tertentu untuk mempertahankan komposisi gas yang diinginkan. Sedangkan sistem MA merupakan sistem statis tanpa melakukan
monitoring komposisi gas selama penyimpanan. Komposisi gas pada
penyimpanan sistem MA ditentukan dari komposisi gas awal yang terdapat dalam kemasan, laju konsumsi oksigen dan laju produksi karbondioksida oleh
komoditas, sifatnya permeabelitas dari kemasan dan suhu penyimpanan. Komposisi gas yang diinginkan pada sistem CA lebih teliti dibandingkan
MA. Dalam praktiknya sistem CA memerlukan gas-gas pengendali seperti oksigen, karbondioksida dan nitrogen serta sejumlah peralatan untuk pengaturan
dan pengendalian komposisi gas yang secara praktis diterapkan untuk penyimpanan dalam bentuk curah.
Menurut Wang dan Hruscha 1977 dalam Tubagus 1993 bahwa pada suhu penyimpanan 10
o
C dengan modified atmosphere, brokoli yang tidak dikemas dapat bertahan selama 3 hari dan setelah hari ketujuh bahan akan
menguning. Selanjutnya brokoli yang dikemas dengan film tertutup dapat dipertahankan mutunya sampai 14 hari. Pada penyimpanan 20
o
C brokoli yang tidak dikemas hanya bertahan selama 2 hari dengan kemasan tertutup sampai hari
kedua warna dapat dipertahankan tetapi mengalami kerusakan fisik. Menurut Ballantyne et al., 1988 dalam Tubagus 1993 melaporkan
bahwa penyimpanan brokoli dengan sistem modified atmosphere CO
2
tinggi dan O
2
rendah pada suhu 0 dan 5
o
C akan mengalami kondisi aerobik dan diikuti dengan pembusukan setelah 4 – 5 hari penyimpanan menggunakan plastik PE, dan
6 – 8 hari dengan menggunakan film PVC. Kondisi optimun untuk penyimpanan brokoli pada suhu 5
o
C menggunakan film VA adalah kombinasi dari O
2
2 – 5 dan CO
2
3 – 10 dimana kondisi ini akan tercapai setelah 2 - 3 hari
10 penyimpanan. Pada kondisi ini kerusakan dan pembusukan akan tejadi setelah 10
hari penyimpanan.
B.3. Pola Respirasi
Buah-buahan dan sayuran dapat diklasifikasikan berdasarkan pola respirasi selama pematangan sebagi klimakterik dan non klimakterik. Istilah klimakterik
dicetuskan oleh Kidd dan West 1925 dalam Pantastico 1986, yang pertama kali menguraikan gejala tersebut pada saat meneliti fisiologi pasca panen apel
Bramley Seedling diukur dengan produksi CO
2
pada suhu 12.2
o
C adalah lambat dan konstan pada waktu tertentu, lalu sesudah itu meningkat sampai puncak
klimaks. Oleh karena itu mereka menamakan fenomena tersebut dengan kenaikan klimakterik. Hal ini menyimpulkan bahwa ciri dari proses klimakterik
adalah kenaikan produksi CO
2
yang mendadak. Menurut Biale 1954 dalam Kays 1991, buah non klimakterik akan
bereaksi terhadap pemberian C
2
H
4
pada tingkat manapun dengan kenaikan laju konsumsi O
2
yang tergantung pada konsentrasi etilen sedangkan pada buah klimakterik, peningkatan konsentrasi C
2
H
4
hanya akan menggeser pola respirasi secara horizontal. Buah klimakterik mengadakan reaksi respiratik bila C
2
H
4
diberikan dalam keadaan pra klimakterik, dan tidak lagi peka terhadap C
2
H
4
setelah masa kenaikan klimakterik terlampaui.
C. Teknik Pengukuran Laju Respirasi