Analisis putusan No. 019Pdt.G2007PA.Bekasi menurut Undang-undang

61 Yayan Atmaja, SH. Sebagai hakim ketua, Dra. Lelita Dewi SH. M. Hum. Dan Drs. Humaidi Yusuf. Masing-masing sebagai hakim anggota, putusan mana diucapkan pada hari itu juga dalam sidang terbuka untuk umum yang dihadiri oleh hakim-hakim anggota tersebut dengan didampingi oleh Drs. E. Arifudin sebagai panitera dengan dihadiri Pemohon dan Termohon;

B. Analisis putusan No. 019Pdt.G2007PA.Bekasi menurut Undang-undang

No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Masalah putusan perkara di Pengadilan Agama Bekasi No. 019Pdt.G2007PA. Bekasi, sudah tepat karena pada dasarnya sudah diatur dalam Undang-undang Perkawinan yang dinyatakan dengan tegas pada Pada pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 f Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi: “antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga ”. Akan tetapi dalil yang menyatakan perceraian atas dasar alasan terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran adalah diangap belum cukup bukti, karena ada asas yang menyatakan bahwa pengakuan terhadap dalil perceraian dalam alasan tersebut adalah sebuah kebohongan de grote leugen sebagaimana asas yang tersebut pada Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor:836 KPdt1990, tanggal 28 November 1991. Oleh karena itu harus ada bukti-bukti lain lagi yang menyatakan penyebab perceraian tersebut, seperti keterangan saksi dan bukti tentang kondisi Termohon yang sudah tidak perawan 62 lagi serta ada Undang-undang yang menjelaskan hal tersebut yaitu pada Undang- undang Perkawinan pasal 27 ayat 2 yang berbunyi:” Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau ister i”. Mengenai pasal-pasal tentang peraturan pembatalan perkawinan tersebut harus lebih ditingkatkan, karena tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada masalah kebohongan tentang ketidakgadisan dalam sebuah perkawinan, ini disebabkan karena mereka kurang faham tentang adanya Undang-undang yang menyatakan “seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau istri”. Apabila suami mengetahui adanya peraturan pembatalan perkawinan tersebut, maka diharapkan suami berani untuk menuntut atau mempertahankan haknya. Dengan adanya pemahaman tersebut, maka diharapkan dapat meminalisir kejadian seperti ini di dalam rumah tangga. Hal ini juga diharapkan akan dapat merendam hasrat suami untuk tidak melakukan pembatalan perkawinan dan tidak langsung melaporkan ke Pengadilan Agama. Akan tetapi terlebih dahulu melakukan musyawarah secara kekeluargaan antara suami dan istri Adapun annalisa tentang putusan di Pengadilan Agama Bekasi dengan perkara nomor 019Pdt.G2007PA.Bks, menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam adalah sebagai berikut: 1. Dasar hukum yang dijadikan landasan pertimbangan hakim dalam mengabulkan gugatan Pemohon adalah Pada pasal 19 huruf f Peraturan 63 Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 f Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi: “antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”. Semua ini disebabkan karena istri tidak bersikap jujur dan terbuka tentang kondisi Termohon gadis atau tidak. Berdasarkan pasal di atas, jelas bahwa suami mempunyai kewenangan untuk mengajukan pembatalan perkawinan ke Pengadilan Agama karena terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan kebohongan mengenai kondisi istri yang sudah tidak perawan. 2. Adapun pengajuan pembatalan perkawinan, diajukan kepada Pengadilan Agama yang berwenang sesuai dengan pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo pasal 74 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan: “Permohonan pembatalan perkawinan dapat diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat berlangsungnya perkawinan atau tempat tinggal suami atau istri”. Untuk mengajukan ke Pengadilan Agama bisa langsung secara pribadi atau oleh kuasa hukumnya. Berlakunya putusan pembatalan perkawinan dimulai sejak putusan Pengadilan Agama dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan pasal 28 ayat 1 Undang-undang Perkawinan. 64 3. Dalam pelaksanaan persidangan, Termohon menyatakan mengakui dan membenarkan dali-dalil yang diajukan Pemohon dengan tidak sedikitpun bantahan. Berdasarkan hal tersebut, maka Pengadilan Agama Bekasi mengabulkan permohonan tersebut, yaitu antara Pemohon dan Termohon yang telah melangsungkan pernikahan di Kantor Urusan Agama Nomor; 934127YI2006, dan sejak awal perjalanan perkawinanya terjadi ketidakharmonisan karena factor tersebut di atas, sehinnga keduanya telah berpisah tempat tinggal sejak tanggal 30 Juni 2006. Sedangkan jika merujuk di dalam Kompilasi Hukum Islam tidak menyebutkan definisi pembatalan perkawinan secara konkrit, namun Kompilasi Hukum Islam hanya menguraikan mengenai konsepsi dari pembatalan perkawinan serta hal-hal yang berhubungan dengan pembatalan perkawinan. Kompilasi Hukum Islam mengenal dua macam pembatalan perkawinan yaitu: perkawinan batal demi hukum dan perkawinan dapat dibatalkan. Perkawinan batal demi hukum yaitu Perkawinan yang melangar larangan perkawinan yang mutlak, sehingga perkawinan mutlak harus dibatalkan. Sedangkan perkawinan dapat dibatalakan yaitu yang melangar larangan suatu perkawinan yang bersifat relative, pelanggaran larangan perkawinan tanpa sengaja. Kekurangan syarat sehingga perkawinan dapat dibatalkan dan bisa pula tidak dapat dibatalkan, dengan cara memperbaharui perkawinanya yang sesuai dengan aturan hukum berlaku. 65 4. Dengan berpedoman pada pembahasan di atas maka putusan Pengadilan Agama Bekasi Nomor 019Pdt.G2007PA.Bks. Sudah sesuai dengan Undang- undang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam dengan tetap berpegang teguh pada asas keadilan dan kemaslahatan bagi para pencari kebenaran dan keadilan. Dengan demikian, maka aturan hukum mengenai pembatalan perkawinan karena ketidakgadisan yang terdapat dalam Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam adalah untuk menjamin kepastian hukum yang jujur dan respon perempuan dalam menjaga ke hormatannya. Oleh karena itu putusan ini seharusnya merupakan pembatalan perkawinan yang diputuskan di Pengadilan Agama Bekasi dengan Nomor perkara 019Pdt.G2007PA.Bekasi, karena telah sesuai dengan Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.

C. Analisis Penulis Terhadap Putusan Nomor: 019Pdt.G2007PA.Bks.