Kecemasan Pasangan Usia Subur Terhadap Infertilitas Sekunder
KECEMASAN PASANGAN USIA SUBUR TERHADAP
INFERTILITAS SEKUNDER
IMELDA HARIANI PURBA NIM: 105102093
KARYA TULIS ILMIAH
PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
(3)
PROGRAM DIV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2011 Imelda Hariani Purba
Kecemasan Pasangan Usia Subur Terhadap Infertilitas Sekunder di Dusun XI Desa Pasar Melintang Kecamatan Lubuk Pakam Tahun 2010
vii + 53 halaman + 1 tabel + 8 lampiran
Abstrak
Setelah memiliki anak pertama dan berkeinginan untuk memiliki anak kedua, tidak sedikit para ibu yang mengalami kesulitan untuk hamil lagi. Kondisi ini dikenal dengan sebutan infertilitas sekunder. Menurut Badan Statistik di Amerika Serikat pada tahun 2006, diperkirakan 3,3 juta pasangan di Amerika Serikat mengalami infertilitas sekunder. Di Indonesia dilaporkan oleh Nur Sibuea (1999), pasangan yang mengalami infertilitas sekunder sebesar 15,6 %. Kegagalan mengembangkan keluarga pada pasangan suami istri akan menyebabkan perasaan sedih dan cemas. Untuk itu perlu diketahui kecemasan pasangan usia subur tersebut terhadap infertilitas sekunder. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana kecemasan pasangan usia subur terhadap infertilitas sekunder. Desain penelitian yang digunakan kualitatif fenomenologi. Waktu penelitian mulai dari September 2010 – Mei 2011, jumlah partisipan sebanyak enam pasang suami istri. Dari penelitian diperoleh reaksi pasangan terhadap infertilitas sekunder adalah kesedihan, cemburu/iri dan cemas. Dampak perubahan psikologis akibat infertilitas sekunder. Kemampuan mengatasi masalah adalah berusaha mencari dan mengikuti program pengobatan baik medis maupun tradisional, pasrah dan berdoa, berusaha melupakan atau mengalihkan perhatian dan menceritakan masalah kepada orang lain/keluarga. Harapan para pasangan infertilitas sekunder. Keenam partisipan istri mengatakan cemas karena usia mereka sudah beresiko untuk hamil. Keenam partisipan istri juga menceritakan masalah mereka kepada orang lain yang senasib dengannya juga dengan keluarga. Semua pasangan partisipan mempunyai harapan yang cerah buat anak mereka walaupun hanya satu orang saja. Diharapkan kepada petugas kesehatan agar memberikan informasi, masukan serta dukungan kepada pasangan yang mengalami infertilitas sekunder.
Daftar Pustaka : 18 (2002 – 2009)
Kata Kunci : Kecemasan, infertilitas sekunder
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan kasih-Nya peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah penelitian ini
yang berjudul “Kecemasan Pasangan Usia Subur Terhadap Infertilitas Sekunder“.
Peneliti menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna baik dari isi
maupun susunan bahasa. Oleh karena itu peneliti mengharapkan dukungan dan saran
untuk perbaikan kedepannya.
Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dan membimbing peneliti dalam menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini, yaitu :
1. dr Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
2. Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku Ketua Program Studi D-IV Bidan
Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
3. dr Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu untuk membimbing, memeriksa dan melengkapi karya tulis ilmiah ini hingga
selesai.
4. Bapak Marihot Siregar, selaku Kepala Desa Pasar Melintang yang telah
memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di Dusun XI Desa
Pasar Melintang Kecamatan Lubuk Pakam.
5. Seluruh dosen, staf dan pegawai administrasi program studi D-IV Bidan Pendidik
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
(5)
6. Ibunda tersayang N.S.Munthe, adikku (Yanda) serta seluruh keluarga yang tiada
hentinya memberikan motivasi dan doa kepada peneliti sehingga karya tulis ilmiah
ini dapat diselesaikan.
7. Tanteku R.S.Munthe/Panggi A.Girsang, sepupuku (Agra), yang selalu setia
menemani dan memotivasi peneliti sehingga karya tulis ilmiah ini selesai.
8. Teman-teman seperjuangan di D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan USU
tahun 2010 yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada peneliti
sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan.
Akhir kata peneliti ucapkan terima kasih atas segala bantuan yang diberikan,
semoga seluruh pihak yang telah membantu peneliti mendapat anugrah yang berlipat
ganda oleh-Nya.
Medan, Juni 2011
(6)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……….. i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ………... vi
DAFTAR LAMPIRAN ………... vii
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Pertanyaan Penelitian ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 3
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. Infertilitas ... 4
B. Penyebab Infertilitas ... 5
C. Penyebab Infertilitas Sekunder ... 8
D. Faktor Penyebab Infertilitas dari Segi Psikologis ... 9
E. Pengaruh Kebudayaan Terhadap Infertilitas ... 11
F. Kecemasan ... 11
G. Tingkat Kecemasan ... 12
H. Gejala Kecemasan ... 15
I. Kecemasan Infertilitas Sekunder ... 16
J. Metode Penelitian Kualitatif ... 17
K. Etika Penelitian ... 18
L. Instrumen Penelitian ... 20
M. Tingkat Keabsahan Data ... 21
(7)
BAB III : METODE PENELITIAN ... 24
A. Desain Penelitian ... 24
B. Populasi dan Sampel ... 24
C. Tempat Penelitian ... 25
D. Waktu Penelitian ... 25
E. Etika Penelitian ... 25
F. Instrumen Penelitian ... 26
G. Pengumpulan Data ... 26
H. Analisa Data ... 27
I. Tingkat Keabsahan Data ... 28
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30
A. Hasil Penelitian ... 30
B. Karakteristik Partisipan ... 30
C. Tabel Karakteristik Partisipan ... 33
D. Hasil Wawancara Kecemasan Pasangan Usia Subur Terhadap Infertilitas Sekunder ... 33
E. Pembahasan ... 42
F. Keterbatasan Penelitian ... 49
G. Implikasi Untuk Asuhan Kebidanan/Pendidikan Kebidanan ... 50
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 51
A. Kesimpulan ... 51
B. Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA
(8)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Tingkat-Tingkat Kecemasan
(9)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Penjelasan Kepada Calon Parsitipan Penelitian
Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan
Lampiran 3 : Kuesioner Data Demografi
Lampiran 4 : Panduan Wawancara
Lampiran 5 : Surat Izin Pengambilan Data Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU
Lampiran 6 : Balasan Surat Izin Penelitian dari Kepala Desa Pasar Melintang
Lampiran 7 : Lembar Pernyataan Editor Bahasa Indonesia
Lampiran 8 : Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
(10)
PROGRAM DIV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2011 Imelda Hariani Purba
Kecemasan Pasangan Usia Subur Terhadap Infertilitas Sekunder di Dusun XI Desa Pasar Melintang Kecamatan Lubuk Pakam Tahun 2010
vii + 53 halaman + 1 tabel + 8 lampiran
Abstrak
Setelah memiliki anak pertama dan berkeinginan untuk memiliki anak kedua, tidak sedikit para ibu yang mengalami kesulitan untuk hamil lagi. Kondisi ini dikenal dengan sebutan infertilitas sekunder. Menurut Badan Statistik di Amerika Serikat pada tahun 2006, diperkirakan 3,3 juta pasangan di Amerika Serikat mengalami infertilitas sekunder. Di Indonesia dilaporkan oleh Nur Sibuea (1999), pasangan yang mengalami infertilitas sekunder sebesar 15,6 %. Kegagalan mengembangkan keluarga pada pasangan suami istri akan menyebabkan perasaan sedih dan cemas. Untuk itu perlu diketahui kecemasan pasangan usia subur tersebut terhadap infertilitas sekunder. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana kecemasan pasangan usia subur terhadap infertilitas sekunder. Desain penelitian yang digunakan kualitatif fenomenologi. Waktu penelitian mulai dari September 2010 – Mei 2011, jumlah partisipan sebanyak enam pasang suami istri. Dari penelitian diperoleh reaksi pasangan terhadap infertilitas sekunder adalah kesedihan, cemburu/iri dan cemas. Dampak perubahan psikologis akibat infertilitas sekunder. Kemampuan mengatasi masalah adalah berusaha mencari dan mengikuti program pengobatan baik medis maupun tradisional, pasrah dan berdoa, berusaha melupakan atau mengalihkan perhatian dan menceritakan masalah kepada orang lain/keluarga. Harapan para pasangan infertilitas sekunder. Keenam partisipan istri mengatakan cemas karena usia mereka sudah beresiko untuk hamil. Keenam partisipan istri juga menceritakan masalah mereka kepada orang lain yang senasib dengannya juga dengan keluarga. Semua pasangan partisipan mempunyai harapan yang cerah buat anak mereka walaupun hanya satu orang saja. Diharapkan kepada petugas kesehatan agar memberikan informasi, masukan serta dukungan kepada pasangan yang mengalami infertilitas sekunder.
Daftar Pustaka : 18 (2002 – 2009)
Kata Kunci : Kecemasan, infertilitas sekunder
(11)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hamil merupakan salah satu kebahagiaan dalam siklus kehidupan seorang
wanita. Ketidakmampuan untuk hamil dan melahirkan anak, secara mengejutkan dapat
dialami oleh wanita dewasa sehat. Keadaan ini dapat menyebabkan trauma, baik secara
fisik maupun emosional. Dengan adanya kehadiran anak ditengah-tengah keluarga,
diharapkan dapat membangun keluarga yang aman, damai, bahagia dan sejahtera.
Setelah memiliki anak pertama dan berkeinginan untuk memiliki anak kedua,
tidak sedikit para ibu yang mengalami kesulitan untuk hamil lagi. Kondisi ini dikenal
dengan sebutan infertilitas sekunder. Kebanyakan orang percaya bahwa sekali punya
anak, telah membuktikan kesuburan dan tidak akan mengalami masalah pada kehamilan
berikutnya. Adapun kenyataannya tidak demikian, karena beberapa pasangan mengalami
kesulitan untuk hamil berikutnya setelah mendapatkan anak sebelumnya. Infertilitas
sekunder merupakan masalah nyata yang menyumbang sekitar 60% dari kasus ketidak
suburan ( Neilsen, 2007 )
Menurut penelitian Badan Statistik di Amerika Serikat pada tahun 2006,
diperkirakan 3,3 juta orang pasangan di Amerika Serikat mengalami infertilitas
sekunder. Di Indonesia dilaporkan oleh Nur Sibue (1999), pasangan yang mengalami
infertilitas sekunder sebesar 15,6 % dan berdasarkan penelitian Elia Mashuri (2006), di
(12)
Rumah Sakit Umum Dr Pirngadi ditemukan pasangan dengan infertilitas sekunder
sebesar 9,68 %.
Penemuan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat pada pasangan yang
mengalami infertilitas sekunder sebagai pasangan yang telah memiliki satu anak
sebelumnya, sering sekali tidak dianggap sebagai suatu masalah dibanding dengan
pasangan yang mengalami infertilitas primer yaitu pasangan yang belum pernah
mengalami kehamilan sama sekali. Hal inilah yang menyebabkan banyak penyedia
layanan kesehatan dan peneliti kurang memperhatikan infertilitas sekunder daripada
infertilitas primer, sehingga terjadi kegagalan untuk melihat jenis infertilitas sekunder
sebagai satu masalah.
Pada pasangan yang mengalami infertilitas sekunder sering tidak mendapat
bantuan dan dukungan yang mereka butuhkan dari teman-teman dan keluarga, karena
mereka dianggap benar-benar subur karena sudah memiliki anak. Kegagalan
mengembangkan keluarga pada pasangan suami istri akan menyebabkan perasaan sedih
dan cemas. Selain dengan bertambahnya usia, akan menambah perasaan cemas pada
pasangan karena usia sangat berpengaruh terhadap kesuburan dan kehamilan.
Pengalaman-pengalaman membuktikan, bahwa unsur ketakutan serta kecemasan sangat
berkaitan dengan fungsi reproduksi yang dapat menimbulkan dampak yang merintangi
tercapainya orgasme pada saat koitus ( Kartono, 2007:74).
Untuk dapat mengetahui masalah pada pasangan infertilitas sekunder, tidak
hanya diperlukan penelitian yang menjelaskan tentang faktor penyebab terjadinya
infertilitas sekunder pada setiap pasangan yang mengalaminya, tetapi lebih baik jika
(13)
infertilitas sekunder. Untuk itulah peneliti merasa perlu melakukan penelitian tentang
kecemasan pasangan usia subur terhadap infertilitas sekunder.
B. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah “Bagaimana kecemasan
pasangan usia subur terhadap infertilitas sekunder?”
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui sejauh mana kecemasan pasangan usia subur terhadap
infertilitas sekunder.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada tenaga
kesehatan mengenai kecemasan pasangan usia subur terhadap infertilitas sekunder.
2. Bagi Pasangan Usia Subur dengan Infertilitas Sekunder
Hasil penelitian diharapkan dapat memberi informasi dan dukungan bagi
pasangan usia subur yang mengalami masalah infertilitas sekunder.
3. Bagi Peneliti Lanjut
Sebagai masukan dan tambahan informasi atau bahan perbandingan terhadap
(14)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Infertilitas
1. Defenisi Infertilitas
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu
tahun berhubungan seksual sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi ( Strigh B,
2005 : 5 ).
Infertilitas adalah bila pasangan suami istri, setelah bersanggama secara teratur
2-3 kali seminggu, tanpa memakai metode pencegahan belum mengalami kehamilan
selama satu tahun (Mansjoer, 2004 : 389).
2. Jenis infertilitas
Jenis infertilitas ada dua yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder.
Infertilitas primer adalah kalau istri belum pernah hamil walaupun bersanggama tanpa
usaha kontrasepsi dan dihadapkan pada kepada kemungkinan kehamilan selama dua
belas bulan.
Infertilitas sekunder adalah kalau isrti pernah hamil, namun kemudian tidak
terjadi kehamilan lagi walaupun bersanggama tanpa usaha kontrasepsi dan dihadapkan
kepada kemungkinan kehamilan selama dua belas bulan.
(15)
B. Penyebab Infertilitas
Penyebab infertilitas dapat dibagi menjadi tiga kelompok : satu pertiga masalah
terkait pada wanita, satu pertiga pada pria dan satu pertiga disebabkan oleh faktor
kombinasi.
1.Infertilitas pada wanita
a. Masalah vagina
Infeksi vagina seperti vaginitis, trikomonas vaginalis yang hebat akan
menyebabkan infeksi lanjut pada portio, serviks, endometrium bahkan sampai ke tuba
yang dapat menyebabkan gangguan pergerakan dan penyumbatan pada tuba sebagai
organ reproduksi vital untuk terjadinya konsepsi. Disfungsi seksual yang mencegah
penetrasi penis, atau lingkungan vagina yang sangat asam, yang secara nyata dapat
mengurangi daya hidup sperma ( Stright B, 2005 : 60 ).
b. Masalah serviks
Gangguan pada setiap perubahan fisiologis yang secara normal terjadi selama
periode praovulatori dan ovulatori yang membuat lingkungan serviks kondusif bagi daya
hidup sperma misalnya peningkatan alkalinitas dan peningkatan sekresi ( Stright B,
2005, hal. 60 ).
c. Masalah uterus
Nidasi ovum yang telah dibuahi terjadi di endometrium. Kejadian ini tidak dapat
berlangsung apabila ada patologi di uterus. Patologi tersebut antara lain polip
endometrium, adenomiosis, mioma uterus atau leiomioma,bekas kuretase dan abortus
septik. Kelainan-kelainan tersebut dapat mengganggu implantasi, pertumbuhan,nutrisi
(16)
d. Masalah tuba
Saluran telur mempunyai fungsi yang sangat vital dalam proses kehamilan.
Apabila terjadi masalah dalam saluran reproduksi wanita tersebut, maka dapat
menghambat pergerakan ovum ke uterus, mencegah masuknya sperma atau menghambat
implantasi ovum yang telah dibuahi. Sumbatan di tuba fallopi merupakan salah satu dari
banyak penyebab infertilitas. Sumbatan tersebut dapat terjadi akibat infeksi,
pembedahan tuba atau adhesi yang disebabkan oleh endometriosis atau inflamasi (Hall
et all. 1974 ). Infertilitas yang berhubungan dengan masalah tuba ini yang paling
menonjol adalah adanya peningkatan insiden penyakit radang panggul ( pelvic
inflammatory disease –PID). PID ini menyebabkan jaringan parut yang memblok kedua
tuba fallopi.
e. Masalah ovarium
Wanita perlu memiliki siklus ovulasi yang teratur untuk menjadi hamil, ovumnya
harus normal dan tidak boleh ada hambatan dalam jalur lintasan sperma atau implantasi
ovum yang telah dibuahi. Dalam hal ini masalah ovarium yang dapat mempengaruhi
infertilitas yaitu kista atau tumor ovarium, penyakit ovarium polikistik, endometriosis,
atau riwayat pembedahan yang mengganggu siklus ovarium. Dari perspektif psikologis,
terdapat juga suatu korelasi antara hyperprolaktinemia dan tingginya tingkat stress
diantara pasangan yang mempengaruhi fungsi hormone.( Handersen C & Jones K, 2006
: 86 ).
2. Infertilitas pada pria
a. Faktor koitus pria
Faktor-faktor ini meliputi spermatogenesis abnormal, motilitas abnormal,
(17)
mungkin menyebabkan infertilitas adalah tidak adanya vasdeferens kongenital, obstruksi
vasdeferens dan kelainan kongenital system ejakulasi. Spermatogenesis abnormal dapat
terjadi akibat orkitis karena mumps, kelainan kromosom, terpajan bahan kimia, radiasi
atau varikokel ( Benson R & Pernoll M, 2009 : 680 ).
b. Masalah ejakulasi
Ejakulasian retrograde yang berhubungan dengan diabetes, kerusakan saraf,
obat-obatan atau trauma bedah.
c. Faktor lain
Adapun yang berpengaruh terhadap produksi sperma atau semen adalah infeksi
yang ditularkan melalui hubungan seksual, stress, nutrisi yang tidak adekuat, asupan
alkohol berlebihan dan nikotin.
d. Faktor pekerjaan
Produksi sperma yang optimal membutuhkan suhu di bawah temperature tubuh,
Spermagenesis diperkirakan kurang efisien pada pria dengan jenis pekerjaan tertentu,
yaitu pada petugas pemadam kebakaran dan pengemudi truk jarak jauh ( Henderson C &
Jones K, 2006 : 89).
3. Masalah interaktif
Berupa masalah yang berasal dari penyebab spesifik untuk setiap pasangan
meliputi : frekuensi sanggama yang tidak memadai, waktu sanggama yang buruk,
perkembangan antibody terhadap sperma pasangan dan ketidakmampuan sperma untuk
(18)
C. Penyebab Infertilitas Sekunder
Masalah pada infertilitas sekunder sangat berhubungan dengan masalah pada
pasangan dengan infertilitas primer. Sebagian besar pasangan dengan infertilitas
sekunder menemukan penyebab masalah kemandulan sekunder tersebut, dari kombinasi
berbagai faktor meliputi :
1. Usia
Faktor usia sangat berpengaruh pada kesuburan seorang wanita. Selama wanita
tersebut masih dalam masa reproduksi yang berarti mengalami haid yang teratur,
kemungkinan masih bisa hamil. Akan tetapi seiring dengan bertambahnya usia maka
kemampuan indung telur untuk menghasilkan sel telur akan mengalami penurunan.
Penelitian menunjukkan bahwa potensi wanita untuk hamil akan menurun setelah usia
25 tahun dan menurun drastis setelah usia diatas 38 tahun. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh National Center for Health Statistics menunjukkan bahwa wanita subur
berusia dibawah 25 tahun memiliki kemungkinan hamil 96% dalam setahun, usia 25 –
34 tahun menurun menjadi 86% dan 78% pada usia 35 – 44 tahun.
Pada pria dengan bertambahnya usia juga menyebabkan penurunan kesuburan.
Meskipun pria terus menerus memproduksi sperma sepanjang hidupnya, akan tetapi
morfologi sperma mereka mulai menurun. Penelitian mengungkapkan hanya sepertiga
pria yang berusia diatas 40 tahun mampu menghamili isterinya dalam waktu 6 bulan
dibanding pria yang berusia dibawah 25 tahun. Selain itu usia yang semakin tua juga
mempengaruhi kualitas sperma ( Kasdu, 2001:63 ).
2. Masalah reproduksi
Masalah pada system reproduksi dapat berkembang setelah kehamilan awal
(19)
benar-benar mengarah pada infertilitas sekunder, misalnya perempuan yang melahirkan
dengan operasi caesar, dapat menyebabkan jaringan parut yang mengarah pada
penyumbatan tuba. Masalah lain yang juga berperan dalam reproduksi yaitu ovulasi
tidak teratur, gangguan pada kelenjar pituitary dan penyumbatan saluran sperma.
3.Faktor gaya hidup
Perubahan pada faktor gaya hidup juga dapat berdampak pada kemampuan setiap
pasangan untuk dapat menghamili atau hamil lagi. Wanita dengan berat badan yang
berlebihan sering mengalami gangguan ovulasi, karena kelebihan berat badan dapat
mempengaruhi estrogen dalam tubuh dan mengurangi kemampuan untuk hamil. Pria
yang berolah raga secara berlebihan juga dapat meningkatkan suhu tubuh mereka,yang
mempengaruhi perkembangan sperma dan penggunaan celana dalam yang ketat juga
mempengaruhi motilitas sperma ( Kasdu, 2001:66 ).
D. Faktor Penyebab Infertilitas dari Segi Psikologis
Kesuburan wanita secara mutlak dipengaruhi oleh proses-proses fisiologis dan
anatomis, di mana proses fisiologis tersebut berasal dari sekresi internal yang
mempengaruhi kesuburan. Dalam hal ini kesuburan wanita itu merupakan satu unit
psikosomatis yang selalu dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor psikis dan factor
organis atau fisis. Kesulitan- kesulitan psikologis ini berkaitan dengan koitus dan
kehamilan, yang biasanya mengakibatkan ketidakmampuan wanita menjadi hamil.
Pengalaman-pengalaman membuktikan, bahwa unsur ketakutan serta kecemasan
berkaitan dengan fungsi reproduksi yang menimbulkan dampak yang merintangi
(20)
banyak dari kemandulan adalah ketakutan-ketakutan yang tidak disadari atau yang ada
dibawah sadar, yang infantile atau kekanak-kanakan sifatnya. (Kartono, 2007:74 ).
Penelitian kedokteran juga menemukan bahwa peningkatan kadar prolaktin dan
kadar Lutheinizing Hormon (LH) berhubungan erat dengan masalah psikis. Kecemasan
dan ketegangan cenderung mengacaukan kadar LH, serta kesedihan dan murung
cenderung meningkatkan prolaktin. Kadar prolaktin yang tinggi dapat mengganggu
pengeluaran LH dan menekan hormon gonadotropin yang mempengaruhi terjadinya
ovulasi ( Kasdu, 2001 : 70 ).
Pasangan suami istri yang mengalami infertilitas sering kali mengalami perasaan
tertekan terutama pihak wanita yang pada akhirnya dapat jatuh pada keadaan depresi,
cemas dan lelah yang berkepanjangan. Perasaan yang dialami para wanita tersebut
timbul sebagai akibat dari hasil pemeriksaan, pengobatan dan penanganan yang terus
menerus tidak membuahkan hasil. Hal inilah yang mengakibatkan wanita merasa
kehilangan kepercayaan diri serta perasaan tidak enak terhadap diri sendiri, suami dan
keluarga ataupun lingkungan dimana wanita itu berada.
Keadaan wanita yang lebih rileks ternyata lebih mudah hamil dibandingkan
dengan wanita yang selalu dalam keadaan stres. Adapun perasaan tertekan atau tegang
yang dialami wanita tersebut berpengaruh terhadap fungsi hipotalamus yang merupakan
kelenjar otak yang mengirimkan sejumlah sinyal untuk mengeluarkan hormon stres
keseluruh tubuh. Hormon stress yang terlalu banyak keluar dan lama akan
mengakibatkan rangsangan yang berlebihan pada jantung dan melemahkan sistem
kekebalan tubuh. Kelebihan hormon stres juga dapat mengganggu keseimbangan
hormon, sistem reproduksi ataupun kesuburan. Pernyataan ini seperti dikemukakan oleh
(21)
menjelaskan bahwa wanita dengan riwayat tekanan jiwa kecil kemungkinan untuk hamil
dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalaminya. Hal ini terjadi karena wanita
tersebut mengalami ketidakseimbangan hormon (hormon estrogen). Kelebihan hormon
estrogen akan memberikan sinyal kepada hormon progesteron untuk tidak berproduksi
lagi karena kebutuhannya sudah mencukupi. Akibatnya akan terjadi kekurangan hormon
progesteron yang berpengaruh terhadap proses terjadinya ovulasi (Kasdu, 2001 : 72).
E. Pengaruh Kebudayaan terhadap Infertilitas
Berbagai budaya di belahan dunia masih menggunakan simbol dan upacara adat
untuk merayakan fertilitas ataupun keberhasilan pasangan dalam memperoleh keturunan.
Salah satu upacara yang masih bertahan sampai saat ini ialah adat istiadat melempar
beras ke arah pengantin pria dan wanita. Ada juga yang memberikan rokok, permen
ataupun pensil sebagai ucapan selamat kepada pria yang baru menjadi ayah sebagai
antisipasi kelahiran anak.
Banyak budaya yang masih menjamur terutama ditengah-tengah masyarakat kita
yang menyatakan bahwa suatu ketidaksuburan itu merupakan tanggung jawab wanita.
Ketidakmampuan wanita untuk mengandung dihubungkan dengan dosa-dosanya, roh
setan atau fakta yang menyatakan bahwa wanita itu tidak adekuat ataupun sempurna
( Bobak dkk, 2005 : 997 ).
F. Kecemasan
Kecemasan atau ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak
didukung oleh situasi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus
(22)
Menurut Daradjat Z (2006), kecemasan adalah suatu manifestasi dari berbagai
proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami
tekanan perasaan dan pertentangan bathin atau konflik.
Kecemasan memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek
membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami dan
seberapa baik seseorang itu menghadapi ansietas tersebut. Setiap tingkat ansietas
menyebabkan perubahan fisiologis dan emosional pada setiap individu yang
mengalaminya.
Gangguan kecemasan pada pasangan infertilitas sekunder dapat berupa rasa takut
dan khawatir yang tidak menyenangkan yang sering disertai dengan rasa tidak percaya
bahwa mereka sulit untuk hamil lagi setelah sukses untuk hamil pertama kali. Hal ini
umum untuk mengalami perasaan sedih, melihat orang yang dengan begitu mudah
mengembangkan keluargan mereka. Pasangan yang mengalami infertilitas sekunder
sering juga merasa sendirian, tidak hanya keluarga, teman-teman juga sepertinya tidak
mampu memahami dan kurang mendukung mereka.
G. Tingkat kecemasan
Menurut Peplau (1952 ), ada empat tingkatan kecemasan yaitu :
a. Kecemasan ringan berhubungan dengan perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda
dan membutuhkan perhatian khusus. Dalam hal ini individu dapat memproses
informasi, belajar dan menyelesaikan masalah. Pada dasarnya kecemasan ini dapat
memotivasi belajar, berpikir, bertindak, merasakan dan melindungi diri sendiri.
b. Kecemasan sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa ada sesuatu yang
(23)
penting dan mengesampingkan hal yang lain. Kecemasan ini dapat mempersempit
lapang persepsi individu. Dengan demikian individu mengalami tindak perhatian
yang selektif, namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk
melakukannya.
c. Kecemasan berat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
ada ancaman serta memperlihatkan respon takut dan distress. Pada tahap ini
individu mengalami kesulitan untuk berpikir dan melakukan pertimbangan, otot-otot
menjadi tegang, tanda vital meningkat, mondar mandir, gelisah, iritabilitas dan
kemarahan. Semua prilaku yang ditunjukkan menggunakan cara psikomotor
emosional yang sama untuk melepas ketegangan dan individu memerlukan banyak
arahan untuk berfokus pada hal lain.
d. Tahap panik memperlihatkan bahwa semua pemikiran rasional berhenti dan
individu tersebut mengalami respon fight, flight atau freeze, yakni kebutuhan untuk
pergi secepatnya, tetap di tempat dan berjuang atau menjadi beku dan tidak dapat
melakukan sesuatu. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan
peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan
orang lain dan persepsi yang menyimpang. Gangguan kecemasan pada setiap
individu dapat bersifat ekstrem dan melemahkan, yang mengganggu kehidupan
(24)
Tabel 2.1 Tingkat-Tingkat kecemasan Tingkat
Kecemasan Respon fisik Respon kognitif
Respon emosional Ringan (1 + )
Sedang ( 2 + )
Berat ( 3 + )
Ketegangan otot ringan, sadar akan lingkungan, rileks atau sedikit gelisah, penuh perhatian dan rajin.
Ketegangan otot sedang, tanda-tanda vital meningkat, pupil dilatasi, mulai berkeringat, sering mondar mandir, memukulkan tangan suara berubah, bergetar,nada suara tinggi, kewaspadaan dan ketegangan meningkat, sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung.
Ketegangan otot berat, hiperventilasi, kontak mata buruk,
pengeluaran keringat meningkat, bicara cepat, nada suara tinggi, tindakan tanpa tujuan dan serampangan, rahang menegang, menggertakan gigi, kebutuhan ruang gerak meningkat,mondar mandir,
berteriak,meramas tangan dan gemetar.
Lapang persepsi luas, terlihat tenang, percaya diri, perasaan gagal sedikit, waspada dan memperhatikan banyak hal,
mempertimbangkan informasi dan tingkat pembelajaran optimal. Lapang persepsi menurun, tidak perhatian secara selektif, focus terhadap stimulus meningkat, rentang perhatian menurun, penyelesaian masalah menurun, pembelajaran terjadi dengan memfokuskan. Lapang persepsi terbatas, proses berpikir terpecah-pecah, sulit berpikir, penyelesaian masalah buruk, tidak mampu mempertimbangkan informasi, hanya memperhatikan ancaman,preokupasi dengan pikiran sendiri, egosentris. Perilaku otomatis, sedikit tidak sabar, aktivitas menyendiri, terstimulasi dan tenang. Tidak nyaman, mudah tersinggung, kepercayaan diri goyah, tidak sabar dan gembira. Sangat cemas, agitasi, takut, bingung, merasa tidak adekuat, menarik diri, penyangkalan, ingin bebas.
(25)
Panik ( 4 + ) Flight, fight atau freeze, ketegangan otot sangat berat, agitasi motorik kasar, pupil dilatasi, tanda-tanda vital meningkat kemudian turun, tidak dapat tidur, wajah menyeringai dan mulut ternganga.
Persepsi sangat sempit, pikiran tidak logis, terganggu kepribadian kacau, tidak dapat
menyelesaikan masalah, focus pada pikiran diri sendiri, tidak rasional, halusinasi, waham. Merasa terbebani, merasa tidak mampu, tidak berdaya, lepas kendali,
H. Gejala kecemasan
Menurut Hamilton gejala kecemasan sesuai dengan karakteristik dari respon
kecemasan tersebut, yakni :
Perasaan cemas meliputi : cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah
tersinggung. Ketegangan meliputi :merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat dengan
tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar dan gelisah. Ketakutan meliputi :
takut pada gelap, takut pada orang asing, takut ditinggal sendiri, takut pada binatang
besar, takut pada keramaian lalu lintas dan takut pada kerumunan orang banyak.
Gangguan tidur meliputi : sukar tertidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak
nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi-mimpi dan mimpi buruk. Gangguan
kecerdasan meliputi : sukar konsentrasi, daya ingat menurun, daya ingat buruk. Perasaan
depresi meliputi ; hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobbi, sedih bangun
dini hari dan perasaan berubah-ubah sepanjang hari.
Gejala somatik atau fisik ( otot ), meliputi : sakit dan nyeri otot-otot, kaku,
kedutan otot, gigi gemeretuk, suara tidak stabil. Gejala somatik sensorik meliputi :
tinnitus atau telinga berdenging, penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa
(26)
meliputi : takikardia atau denyut jantung yang cepat, berdebar-debar, nyeri dada, rasa
lesu dan lemas seperti mau pingsan. Gejala pada pernafasan meliputi : sulit menelan,
perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan
terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, sukar buang air besar dan
kehilangan berat badan. Gejala urogenital meliputi : sering buang air kecil, tidak datang
haid, masa haid sangat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin atau
frigid, ejakulasi dini. ( Hawari, 2006:80 ).
I. Kecemasan infertilitas sekunder
Masalah infertilitas sekunder bisa mengakibatkan stress psikologis bagi suami
ataupun isteri. Walaupun tidak sampai mengganggu kehidupan sehari-hari tetapi rasa
sedih dan cemas akan selalu ada. Hal ini disebabkan kegagalan untuk hamil lagi setelah
sukses hamil anak pertama. Disamping kurangnya dukungan dari keluarga dan
teman-teman yang semakin memperburuk keadaan pasangan ini. Selain adanya tuntutan anak
untuk meminta adik lagi, membuat rasa sedih dan kadang-kadang menimbulkan emosi
yang amat dalam.
Dalam hal ini sebagai pelayan kesehatan, harus mampu membangun hubungan
terapeutis, agar suami dan istri dapat mengungkapkan perasaan terhadap masalah dan
ketidakberdayaan yang mereka alami. Pasangan pada tahap awal evaluasi sering merasa
enggan dan malu, karena untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi, harus
membicarakan mengenai hubungan intim mereka, riwayat kehamilan sebelumnya,
(27)
J. Metode Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif merupakan sejenis penelitian yang secara khusus
memberikan teknik untuk memperoleh jawaban atau informasi mendalam tentang
pendapat dan perasaan seseorang, sehingga ditemukan hal-hal yang tersirat mengenai
sikap, kepercayaan, motivasi dan perilaku target populasi. Selain untuk memperoleh
jawaban dan informasi yang lebih dalam, penelitian kualitatif juga dapat digunakan
sebagai alat untuk menciptakan suatu gagasan. Dalam hal ini gagasan tersebut kemudian
distimulasikan dengan cara mengamati dan mendengarkan berbagai issue serta perilaku
yang sedang berkembang dimasyarakat atau target populasi yang penggunaannya
dilakukan dengan bahasa mereka sendiri.( Hadi E, 1998:2 ).
Penelitian kualitatif juga merupakan suatu penelitian yang digunakan untuk
menyelidiki, menemukan, menggambarkan dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan
dari suatu pengaruh yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui
pendekatan kuantitatif. Pada penelitian kualitatif, metode penyelidikan yang digunakan
yaitu untuk mencari jawaban atas suatu pertanyaan, menghasilkan suatu temuan yang
tidak bisa ditetapkan sebelumnya. Metode penelitian kualitatif juga sangat cocok
digunakan untuk meneliti suatu masalah yang belum jelas, pada situasi sosial yang tidak
begitu luas, sehingga hasil penelitian lebih mendalam dan bermakna. ( Saryono,
Anggraeni M, 2010).
Denzim dan Lincoln (1987) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena
yang terjadi dan dilakukan dengan melibatkan metode yang ada. Dalam penelitian
kualitatif metode yang dimanfaatkan dapat berupa wawancara dan pengamatan, yang
(28)
individu atau sekelompok orang yang diteliti secara rinci dan dibentuk dengan kata-kata
juga gambaran secara holistik.
Dengan adanya beberapa kajian defenisi tentang penelitian kualitatif, maka dapat
diambil suatu kesimpulan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi dan tindakan yang dibentuk secara holistik dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks yang alamiah,dengan
memanfaatkan metode alamiah juga. ( Moleong L, 2005:6 ).
K. Etika Penelitian
Ciri utama penelitian kualitatif yaitu peneliti sendiri sebagai alat atau instrument
yang mengumpulkan data, dengan cara pengamatan dan wawancara mendalam. Dalam
hal ini peneliti akan berhubungan langsung dengan orang-orang, baik secara
perseorangan, kelompok atau masyarakat dan akan bergaul, hidup, merasakan serta
menghayati tata cara atau hidup dalam suatu latar penelitian. Bagi setiap orang dalam
kehidupan bermasyarakat, ada sejumlah peraturan, norma agama, nilai social, hak dan
nilai pribadi, adat, kebiasaan, tabu juga semacamnya yang hidup dan berada diantara
mereka. Persoalan etika akan timbul apabila peneliti tidak menghormati, mematuhi atau
mengindahkan nilai-nilai yang terkandung dalam pribadi dan masyarakat tersebut. Oleh
karena itu peneliti hendaknya dapat menyesuaikan diri dan dapat membaca situasi, adat,
kebiasaan dan kebudayaan yang ada dalam latar penelitian.
Menghadapi persoalan etika dalam penelitian dimasyarakat dapat menjadi suatu
hal yang sulit apabila peneliti tidak mempersiapkan diri baik secara fisik, psikologis dan
(29)
terlebih dahulu mempersiapkan diri dan tetap berusaha untuk menahan diri, emosi juga
perasaan terhadap hal-hal yang pertama kali dilihat sebagai sesuatu yang aneh,
menggelikan serta tidak masuk akal.
Ada beberapa segi praktis yang perlu dilakukan peneliti dalam menghadapi etika
penelitian yaitu :
1 Pada waktu tiba dan berhadapan dengan orang-orang pada latar penelitian,
beritahukan secara jujur dan terbuka maksud dan tujuan kedatangan peneliti. Hal ini
diajukan kepada orang yang memberikan izin atau pejabat setempat dan subjek yang
akan diamati atau diwawancarai.
2 Memandang dan menghargai orang-orang yang diteliti bukan sebagai objek,
melainkan orang yang sama derajatnya dengan peneliti. Bila suasana ini terbina
dengan baik, maka akan terbukalah kesempatan bagi peneliti untuk berkomunikasi
dengan lancar dan menjadi akrab dengan objek yang diteliti.
3 Menghargai, menghormati dan mematuhi semua peraturan dan norma, nilai, adat
istiadat, kebiasaan dan kebudayaan dimasyarakat ditempat penelitian dilakukan. Jika
hal ini terjalin dengan baik, maka peneliti akan mudah bekerja sama dalam
pengumpulan informasi yang diperlukan.
4 Memegang teguh kerahasiaan dari segala sesuatu yang berkenaan dengan informasi
yang diberikan oleh subjek penelitian dan jika informasi yang diberikan tidak
dikehendaki untuk dipublikasikan, maka peneliti harus menghormatinya.
5 Menulis semua kejadian, peristiwa, cerita secara jujur dan benar, jangan ditambah
atau diberi bumbu tetapi nyatakanlah sesuai dengan aslinya. Memoles, membedaki
atau memproses dan mengubah data merupakan kesalahan besar bagi seorang ilmuan
(30)
L. Instrumen penelitian
Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif merupakan satu hal yang cukup
rumit, karena peneliti mencakup sebagai perencana, pelaksana pengumpul data, analisis,
penafsir data dan akhirnya menjadi pelapor hasil penelitiannya. Pengertian instrument
dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, hal ini sangat tepat karena penelitilah yang
menjadi segalanya dari seluruh proses penelitian.
Lincoln dan Guba (1981), mengemukakan ciri-ciri umum manusia sebagai
instrumen mencakup segi responsif yaitu manusia sebagai instrument yang responsif
terhadap lingkungan dan pribadi-pribadi yang menciptakan lingkungan. Selain sebagai
responsif, manusia juga harus dapat menyesuaikan diri pada keadaan dan situasi
pengumpulan data. Sambil mewawancarai peneliti membuat catatan sekaligus
mengamati keadaan lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini peneliti harus mampu
menekankan keutuhan dengan memanfaatkan imajinasi dan kreativitasnya dengan
memandang dunia sebagai suatu keutuhan atau sebagai konteks yang berkesinambungan
dalam memandang diri sendiri juga kehidupan sebagai sesuatu yang riel, benar serta
mempunyai arti.
Didalam melakukan fungsi sebagai pengumpul data, peneliti juga harus
mendasari diri atas perluasan pengetahuan dengan menggunakan berbagai metode yang
dibekali dengan pengetahuan dan latihan. Kemampuan lain yang ada pada manusia
sebagai instrumen ialah memproses data secepatnya setelah diperolehnya kemudian
menyusunnya kembali atas dasar penemuannya dan merumuskan hipotesis kerja
sewaktu berada dilapangan, serta melakukan tes hipotesis kerja tersebut pada
(31)
penelitiannya dengan cara menjelaskan sesuatu yang kurang dipahami oleh subjek atau
responden, terutama jika terjadi perubahan informasi yang diberikan oleh subjek.
Kemampuan untuk mencari informasi yang lain dari pada yang lain dapat
dilakukan juga dengan cara memanfaatkan kesempatan mencari respons yang tidak
lazim, yang tidak direncanakan dari semula atau tidak diduga terlebih dahulu dengan
kata lain yang tidak lazim terjadi. Kemampuan peneliti yang seperti ini dalam suatu
penelitian manapun sangat bermanfaat bagi penemuan ilmu pengetahuan baru
( Moleong, 2005:172 ).
M. Tingkat Keabsahan Data
Untuk menentukan keabsahan data pada penelitian kualitatif, dibutuhkan
beberapa cara yaitu :
1. Kredibilitas
Kredibilitas merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan
informasi yang dikumpulkan. Dalam hal ini hasil penelitian harus dapat dipercaya oleh
semua orang atau pembaca secara kritis dan dari responden sebagai informan.
Adapun cara untuk memperoleh tingkat kepercayaan hasil penelitian yaitu :
a. Prolonged engagement atau memperpanjang masa penelitian, disini peneliti
mengadakan pendekatan kepada responden sehingga saling mengenal dan
mempercayai.
b. Persisten observation atau pengamatan yang terus menerus. Hal ini dilakukan untuk
menemukan ciri dan unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau
(32)
c. Triangulation atau triangulasi yaitu pemeriksaan keabsahan data dengan
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau
pembanding dari data tersebut.
d. Peer debriefing atau diskusi dengan teman sejawat yaitu mengekspos hasil
sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan- rekan
sejawat.
e. Member checking atau mengadakan pengecekan anggota yaitu menguji
kemung-kinan dugaan yang berbeda dan mengembangkan pengujian tersebut dengan
mengaplikasikannya pada data serta mengajukan pertanyaan tentang data.
2. Transferabilitas
Transferabilitas merupakan hasil penelitian dapat diterapkan pada situasi yang
lain. Kriteria ini digunakan untuk memenuhi suatu hasil penelitian yang dilakukan dalam
konteks tertentu dan dapat ditransfer ke subjek lain.
3. Dependabilitas
Dependabilitas merupakan hasil penelitian yang mengacu pada kekonsistenan
peneliti dalam mengumpulkan data, membentuk dan menggunakan konsep-konsep
dalam membuat interpretasi untuk menarik kesimpulan. Kriteria ini digunakan untuk
menilai proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan cara mengaudit
keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian. Reabilitas penelitian
dipengaruhi oleh suatu konsep yang berbeda-beda menurut pengetahuan peneliti,
metode pengumpulan data, analisa data, situasi dan kondisi sosial serta status dan
(33)
4. Konfirmabilitas
Konfirmabilitas merupakan hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya bila
hasilnya telah sesuai dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan
lapangan. Penelitian dikatakan objektif bila bila hasil penelitian telah disepakati. Dalam
penelitian kualitatif, uji konfirmabilitas, mirip dengan uji dependabilitas sehingga dapat
dilakukan secara bersamaan. Menguji konfirmabilitas berarti menguji hasil penelitian
sesuai dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan suatu proses
penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut sudah memenuhi standar
konfirmabilitas ( Sugiono, 2008 : 277 ).
(34)
BAB III
METODE PENELITIAN
A . Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah desain fenomenologi yaitu untuk
mengetahui kecemasan pasangan usia subur terhadap infertilitas sekunder. Sesuai
dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui sejauh mana kecemasan pasangan usia
subur terhadap infertilitas sekunder. Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang
menekankan pada fokus pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan memahami arti
peristiwa serta kaitannya terhadap orang-orang dalam situasi tertentu
(Moleong,2006:15).
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri yang berusia antara
30-49 tahun yang mengalami infertilitas sekunder di Dusun XI Desa Pasar Melintang
Kecamatan Lubuk Pakam yaitu sebanyak 6 pasang suami istri.
2. Sampel
Adapun sampel yang diambil oleh peneliti adalah pasangan suami istri yang
berusia antara 30 – 49 tahun yang mengalami infertilitas sekunder. Teknik pengambilan
sampel yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah purposive sampling yaitu
(35)
mengambil sampel dengan pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai.
Sampel yang diambil adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Pasangan suami istri yang berusia antara 30 – 49 tahun
2. Pasangan suami istri yang mengalami infertilitas sekunder.
3. Bersedia diwawancarai atau menjadi partisipan
C. Tempat Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Dusun XI Desa Pasar Melintang
Kecamatan Lubuk Pakam. Dengan pertimbangan dilokasi tersebut ada dijumpai
pasangan usia subur yang mengalami infertilitas sekunder.
D. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai dari bulan September 2010 – Mei 2011.
E. Etika Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti harus jujur. Data yang diambil harus data yang
sebenarnya, menjaga keselamatan responden, melindungi partisipan dari ketidak
nyamanan dan bahaya serta tidak menyebabkan kerugian pada partisipan. Peneliti
melakukan penelitian dengan pertimbangan etik yaitu peneliti menjelaskan maksud dan
tujuan peneliti serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan
data. Jika partisipan bersedia maka partisipan harus menandatangani lembar persetujuan
riset (Informed Consent). Bila partisipan menolak untuk diwawancarai maka peneliti
(36)
sifatnya suka rela dan partisipan mempunyai hak untuk mengundurkan diri dari
penelitian. Selanjutnya untuk menjaga kerahasiaan identitas partisipan pada lembar
pengumpulan data atau kuesioner, hanya nomor kode yang akan digunakan sehingga
kerahasiaan identitas informasi yang diberikan tetap terjaga. Seluruh informasi yang
diperoleh tidak akan dipergunakan kecuali untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan
tetap menjaga kerahasiaan identitas.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri (Human Instrumen).
Oleh karena itu untuk dapat menjadi instrumen, maka peneliti harus memiliki
kemam-puan untuk melakukan wawancara secara mendalam. Selain peneliti sebagai instrumen,
dalam penelitian ini juga digunakan kuesioner data demografi dan panduan wawancara.
Kuesioner data demografi berisi pertanyaan mengenai data umum partisipan dan
panduan wawancara berupa pertanyaan yang akan diajukan kepada partisipan mengenai
kecemasan yang dirasakan oleh pasangan usia subur terhadap infertilitas sekunder.
G. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Setelah mendapat izin dari Ketua Program Studi DIV Bidan Pendidik USU, peneliti
mengadakan pendekatan kepada calon partisipan untuk mendapatkan persetujuan
sebagai sampel penelitian.
2. Peneliti harus berusaha memperoleh informasi sebanyak mungkin tentang hal-hal
(37)
3. Pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan cara menggunakan kuesioner
data demografi sebagai data dasar dan wawancara mendalam terhadap partisipan.
4. Sebelum memulai wawancara peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu dan
menjelelaskan hal-hal yang terkait dalam penelitian.
5. Partisipan menjawab pertanyaan yang terdapat dalam lembar kuesioner sesuai
dengan petunjuk masing-masing bagian dan diberikan kesempatan untuk bertanya
kepada peneliti bila ada pertanyaan yang tidak dimengerti.
6. Peneliti mulai melakukan wawancara dan merekam hasil wawancara.
7. Peneliti menulis dan membaca transkrip, jika ada hal-hal yang kurang jelas akan
dilakukan wawancara ulang.
8. Peneliti akan menganalisa data yang ditemukan dan mengelompokkan data,
kemudian data akan diuraikan kedalam bentuk narasi dari semua konsep, kelompok
dan kategori konsep.
9. Peneliti membahas hasil penelitian sesuai dengan analisa data yang dilakukan.
10.Pengumpulan data dihentikan jika saturasi data tercapai, yang akhirnya peneliti
memperoleh fokus penelitian dan bila parsitipan diwawancarai kembali partisipan
tersebut tetap memberikan jawaban yang sama.
H. Analisa Data
Analisa data dilakukan saat transkrip data pertama dilakukan. Peneliti mulai
menginterprestasikan pengertian terhadap data dan kata yang akan diseleksi pada awal
penelitian. Metode yang digunakan adalah metode Colaizzi dengan pendekatan
interpretatif (menafsirkan). Metode ini digunakan dengan pertimbangan yang
(38)
mempermudah peneliti dalam menganalisa dan mengorganisasikan pernyataan setiap
partisipan. Adapun proses analisa data pada studi fenomenologi ini yaitu :
1. Peneliti membaca ulang transkrip wawancara kata demi kata yang dideskripsikan
oleh partisipan.
2. Peneliti memisahkan pernyataan yang signifikan atau yang berkaitan dengan
fenomena yang sedang diteliti.
3. Peneliti merumuskan makna setelah menganalisis setiap pernyataan yang signifikan,
kemudian peneliti kembali membaca ulang transkrip asli untuk memastikan
deskripsi yang asli telah dilukiskan dalam pernyataan yang signifikan.
4. Peneliti mengorganisasikan makna yang telah dirumuskan kedalam kelompok yang
memungkinkan munculnya tema baru. Peneliti kembali merujuk ke transkrip asli
untuk validasi.
5. Peneliti mengintegrasikan tema-tema menjadi Exhausive description (deskripsi yang
sudah baku yang tidak dapat diubah lagi).
6. Peneliti membuat pernyataan ringkas dari Exhausive description sebagai tema akhir.
7. Peneliti menunjukkan pernyataan ringkas dari Exhausive description kepada
partisipan untuk memvalidasi pernyataan tersebut.
I. Tingkat Keabsahan Data
Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Dalam
pelaksanaan teknik pemeriksaan ada tiga kriteria yang digunakan yaitu :
1. Pengujian kredibilitas
Pengujian kredibilitas artinya bahwa kebenaran dari hasil penelitian harus dapat
(39)
digunakan dalam memenuhi kriteria ini dengan menggunakan prolonged engagement,
yaitu pendekatan kepada calon parsitipan sehingga partisipan dan peneliti saling
mengenal dan mempercayai.
2. Pengujian dependabilitas
Pengujian dependabilitas artinya bahwa hasil penelitian harus memiliki
reliabi-litas. Untuk memenuhi kriteria ini, dilakukan dengan cara mengaudit secara
keselu-ruhan proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti selama berada dilapangan. Mulai
dari menentukan masalah/fokus, memasuki lapangan, menentukan sumber data,
melaku-kan analisis data, uji keabsahan data dan sampai membuat kesimpulan. Dalam hal ini
jika peneliti tidak dapat menunjukkan jejak aktifitasnya dilapangan, maka
dependabi-litasnya dapat diragukan.
3. Pengujian konfirmabilitas
Pengujian konfirmabilitas artinya data yang diperoleh harus objektif. Penelitian
dikatakan objektif jika hasil penelitian telah disepakati. Apabila peneliti sudah yakin
akan hasil penelitian yang dilakukan maka peneliti akan menginformasikannya kepada
dosen pembimbing, karena pembimbing merupakan orang yang ahli dalam bidang
(40)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan
tentang kecemasan pasangan usia subur terhadap infertilitas sekunder. Keenam pasang
partisipan berdomisili di Dusun XI Desa Pasar Melintang Kecamatan Lubuk Pakam.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam (Depth Interview).
B. Karakteristik Partisipan
Partisipan yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 6 pasangan
suami isteri, yang memenuhi kriteria dan bersedia untuk diwawancarai serta mau
menandatangani perjanjian sebelum interview dimulai. Umur partisipan laki-laki
berkisar antara 30 – 49 tahun dan rata-rata umur mereka adalah 41 tahun, sedangkan
umur partisipan perempuan berkisar antara 30 – 49 tahun dan rata-rata umur mereka
adalah 39.5 tahun. Lima pasang partisipan berasal dari suku Batak dan satu pasang
partisipan dari suku Manado. Satu pasangan partisipan beragama Islam dan lima
pasangan partisipan beragama Kristen. Pendidikan terakhir dari partisipan laki-laki
adalah 3 orang partisipan berpendidikan SLTA, 3 orang lagi Sarjana. Pendidikan
terakhir dari partisipan perempuan adalah 2 orang partisipan berpendidikan SLTA, 2
(41)
orang Ahli Madya dan 2 orang Sarjana. Untuk partisipan suami diberikan kode (S) dan
untuk partisipan Isteri diberi kode (Ist).
Berikut ini adalah karakteristik dari masing-masing partisipan :
Partisipan I : Pasangan (I)
Partisipan I (S) : Pria berumur 48 tahun, agama Kristen, suku Manado,
pendi-dikan terakhir Sarjana, pekerjaan Wiraswasta.
Partisipan I (Ist) : Wanita berumur 38 tahun, agama Kristen, suku Batak,
pendidi-kan terakhir Ahli Madya, pekerjaan Wiraswasta.
Partisipan II : Pasangan (II)
Partisipan II (S) : Pria berumur 38 tahun, agama Kristen, suku Batak, pendidikan
terakhir Sarjana, pekerjaan PNS.
Partisipan II (Ist) : Wanita berumur 33 tahun, agama Kristen, suku Batak,
pendidi-kan terakhir Ahli Madya, pekerjaan PNS.
Partisipan III : Pasangan (III)
Partisipan III (S) : Pria berumur 49 tahun, agama Kristen, suku Batak, pendidikan
terakhir SLTA, pekerjaan Wiraswasta.
Partisipan III (Ist) : Wanita berumur 45 tahun, agama Kristen, suku Batak,
pendidi-kan terakhir Sarjana, pekerjaan Guru.
Partisipan IV : Pasangan (IV)
Partisipan IV (S) : Pria berumur 37 tahun,agama Islam, suku Batak, pendidikan
terakhir Sarjana, pekerjaan Guru.
Partisipan IV (Ist) : Wanita berumur 42 tahun, agama Islam, suku Batak,
pendidi-kan terakhir Sarjana, pekerjaan Guru.
(42)
Partisipan V (S) : Pria berumur 36 tahun, agama Kristen, suku Batak, pendidikan
terakhir SLTA, pekerjaan Wiraswasta.
Partisipan V (Ist) : Wanita berumur 32 tahun, agama Kristen, suku Batak,
pendidi-kan terakhir SLTA, pekerjaan Wiraswasta.
Partisipan VI : Pasangan (VI)
Partisipan VI (S) : Pria berumur 42 tahun, agama Kristen, suku Batak, pendidikan
terakhir SLTA, pekerjaan Wiraswasta.
Partisipan VI (Ist) : Wanita berusia 42 tahun, agama Kristen, suku Batak,
pendidikan terakhir SLTA, pekerjaan Wiraswasta.
C. Karakteristik Partisipan Tabel 4.1 Karakteristik Partisipan Jenis Kelamin Pria Wanita 6 orang 6 orang Umur Suami Range Rata-rata
30 – 49 tahun 41 tahun Umur Isteri
Range Rata-rata
30 – 49 tahun 39.5 tahun Agama Islam Kristen 2 orang 10 orang Suku Batak Manado 10 orang 2 orang Pendidikan Suami S LTA Ahli Madya Sarjana 3 orang 3 orang Pendidikan Isteri S LTA Ahli Madya Sarjana 2 orang 2 orang 2 orang
(43)
Pekerjaan Suami Wiraswasta Guru PNS
4 orang 1 orang 1 orang Pekerjaan Isteri
Wiraswasta Guru PNS
3 orang 1 orang 2 orang
D. Hasil Wawancara Kecemasan Pasangan Usia Subur terhadap Infertilitas Sekunder
Dari hasil wawancara dengan pasangan infertilitas sekunder diperoleh beberapa
pendapat tentang reaksi pasangan terhadap infertilitas sekunder, dampak perubahan
psikologis yang timbul akibat infertilitas sekunder, kemampuan mengatasi masalah,
harapan para pasangan infertilitas sekunder.
1. Reaksi pasangan terhadap infertilitas sekunder
Dari hasil wawancara dengan pasangan infertilitas sekunder diperoleh beberapa
pendapat tentang perasaan mereka ketika menyadari bahwa setelah mempunyai satu
orang anak, kemudian mereka tidak memperoleh keturunan lagi tanpa menggunakan alat
kontrasepsi sebelumnya. Berikut ini adalah ungkapan pernyataan dari pihak isteri
pasangan infertilitas sekunder.
a. Cemas
Adapun perasaan cemas yang dialami oleh keenam partisipan istri sesuai dengan
kondisi yang mereka alami, seperti diungkapkan dalam pernyataan berikut :
Partisipan V (Ist)
“Mengingat usia saya yah, cemas juga..semakin tambah usia rasa cemas juga bertambah”.
(44)
Partisipan VI (Ist)
“Rasa kepengen punya anak lagi itu ada, tapi lebih besar lagi rasa cemas atau takut saya mengingat usia saya tadi udah beresiko”.
Sedangkan dari partisipan suami, hanya dua partisipan yang menyatakan rasa
cemas mereka seperti diungkapkan dalam pernyataan berikut :
Partisipan V (S)
“Kalo rasa cemas saya salah satunya umur saya itu udah tua, kalo umur saya nantinya udah kepala empat, seandainya punya bayi lagi yah gimana gitu…awak udah tua sedangkan anak masih kecil dan perlu biaya buat sekolah, trus saya udah tidak sanggup lagi bekerja”.
Partisipan IV (S)
“Rasa cemasnya ya, karena faktor usia istri saya tadi itukan udah beresiko, kalo seandainya kita dapat anak lagi maunya sehatlah semuanya gitu”.
b. Kesedihan
Partisipan isteri juga mengatakan bahwa mereka merasa sedih ketika menyadari
bahwa keluarganya hanya memiliki satu orang anak saja. Empat partisipan istri
menyatakan perasaan sedih mereka seperti dinyatakan dalam ungkapan berikut ini :
Partisipan I (Ist)
“Tekadang ada juga sih rasa sedih itu…kalo melihat anak-anak tetangga atau orang orang yang punya anak dua atau tiga gitu, apalagi mereka itu punya anak sepasang.. kadang timbul dalam hati’’ enak kalilah dia itu sudah punya anak sepasang”.
(45)
Partisipan II (Ist)
“Rasa sedih itu pasti ada, apalagi lihat teman-teman yang punya anak dua ya sedih juga lah”.
Partisipan IV (Ist)
“Perasaan saya ya, kalo nengok-nengok orang yang anaknya lebih dari satu gitu yah sedihlah.. rasanya sunyi gitu..kurang rame perasaan dirumah itu.”
Sedangkan reaksi dari pihak suami, yaitu dua dari partisipan suami menyatakan
perasaan yang sama sebagaimana diungkapkan dalam pernyataan berikut :
Partisipan IV (S)
“Perasaan saya itu yah was-waslah artinya rasa sedih, kuatir dan takut jadi satu.. apalagi anak saya ini kan perempuan dan kalo secara adat batak kan yang bawa marga itu anak laki-laki”.
Partisipan V (S)
“Gimana ya bilangkannya, agak sedih juga.. maunya sih dulu kalo saya udah berumah tangga nanti anak saya itu dua orang lah paling sedikit, tapi kalo datangnya cuman satu ya ga apa-apa.”
c. Cemburu / Iri
Reaksi ketiga yang timbul pada pasangan yang mengalami infertilitas sekunder
adalah cemburu atau iri, dua partisipan isteri mengatakan cemburu atau iri dengan
orang-orang yang memiliki anak lebih dari satu, sebagaimana dinyatakan dalam
pernyataan berikut :
Partisipan V (Ist)
“Rasanya ya kalo lihat orang yang punya anak dua atau sepasang gitu sempurnalah hidupnya, sedangkan saya masih satu dan rasanya pengen seperti mereka”.
(46)
Partisipan VI (Ist)
“Kadang-kadang ada jugu rasa cemburu itu, kalo lihat saudara atau keluarga saya yang punya anak tiga atau udah punya anak sepasang gitu,apalagi dari pihak lakik saya banyak-banyak anaknya.. sampe saya pernah berpikir kenapa ya, apalah kesalahan saya, dosa saya gitu .”
Adapun ungkapan dari partisipan suami yang menyatakan perasaan yang sama,
seperti pernyataan berikut :
Partisipan IV (S)
“Kalo seandainya ada anak saya laki-laki sudah ada lah penerus marga saya”
2. Dampak perubahan psikologis yang timbul akibat infertilitas sekunder
Dari hasil wawancara didapatkan bahwa kondisi infertilitas sekunder yang
dialami oleh suatu pasangan akan memberikan dampak bagi suami maupun isteri
sebagai individu. Bagi isteri kondisi infertilitas sekunder dapat menimbulkan perubahan
psikologi seperti perasaan sedih, cemas, khawatir atau takut. Dalam hal ini dampak
psikologis yang muncul berupa perasaan khawatir yang dialami partisipan isteri
sehubungan dengan kondisi yang dialaminya.
Empat partisipan isteri menyatakan khawatir akan kondisi dirinya juga anaknya,
seperti diungkapkan dalam pernyataan berikut :
Partisipan VI (Ist)
“Gimana ya, nanti suamiku meremehkan aku, ga bisa hamil lagi, trus mertuaku pernah nyuruh suamiku kawin lagi“.
Partisipan V (Ist)
“Perasaan kuatir atau takutnya saya itu terutama kalo anak saya sakit, gimana ya karna anak saya cuman satu, nanti kalo ada apa-apanya dengan anak saya gitu”.
(47)
Partisipan II (Ist)
“Rasa takut atau kawatir saya itu, karena dua tahun yang lalu saya pernah keguguran dua kali dan yang terakhir kalinya kata dokter itu, saya hamil anggur.. jadi saya waktu itu dikuret dan saya takut tidak bisa hamil lagi”.
Walaupun demikian ada juga pasangan justru sebaliknya, mereka tetap semangat
meskipun hanya dikaruniai satu orang anak saja, hal ini dapat dilihat dari pernyataan
partisipan berikut ini :
Partisipan I (S)/(Ist)
“Kami bersyukur masih diberi anak walaupun cuman satu, karena banyak juga teman-teman yang punya anak empat atau lima orang kadang-kadang mengeluh juga..jadi kami tetap fokus bekerja untuk masa depan si anak, karena saya perhatikan kecerdasan anak saya lebih menonjol dari anak-anak seusianya“ Partisipan III (S)
“Aku gak pernah kuatir ataupun sedih jadi orang walaupun anak kita cuman satu, yah dulunya itu banyak anak banyak rezeki katanya.. kalo sekarang banyak anak tapi gak bisa disekolahkan untuk apa…satu aja pun kalo nantinya bisa jadi Camat?’’
Partisipan IV (Ist)
“Kalo dibilang kawatir sih gak gitu kali lah, karena dilihat dari zaman sekarang ini anak yang sepantasnya itu dua aja udah cukup, karena dilihat dari segi ekonomi juga yang semakin sulit”.
2. Kemampuan mengatasi masalah
Kemampuan mengatasi masalah adalah kemampuan masing-masing pasangan
dalam mengatasi reaksi yang ditimbulkan oleh kondisi infertilitas sekunder tersebut. Hal
ini diekspresikan oleh partisipan sebagai kemampuan untuk mencari informasi tentang
pengobatan dan mencoba untuk tidak terlalu memikirkan dengan cara mencari suatu
kesibukan. Cara-cara yang dilakukan pasangan ini merupakan suatu upaya pemecahan
(48)
Kemampuan mengatasi masalah ini dapat dilihat sebagai suami atau isteri secara
individu.
Dari hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara maka didapatkan
beberapa pemecahan masalah dari kondisi yang dialami pasangan suami isteri tersebut
yakni :
a. Berusaha untuk melakukan pengobatan baik secara tradisional maupun secara
medis. Empat partisipan isteri menyatakan berusaha melakukan pengobatan
tradisional maupun medis. Hal ini seperti diungkapkan oleh partisipan berikut :
Partisipan II (Ist)
“Dokter bilang saya harus sering periksa dan harus sabar, jangan lupa berdoa, mudah-mudahan kamu bisa hamil lagi, karena saya kan udah pernah keguguran dua kali dan yang terakhir kali ini saya hamil anggur”.
Partisipan III (Ist)
“Pernah dulu kami ke dokter trus dibilangnya adanya nanti ini, bagus koq gak ada kelainan katanya, tapi hanya sekali itu saja karna dari segi ekonomi juga yah gimanalah penghasilan saya dan suami juga pas-pasan”.
Mengenai pengobatan dari partisipan suami, empat partisipan suami menyatakan
hal yang sama seperti diungkapkan pada pernyataan partisipan berikut:
Partisipan IV (S)
“Yang kami lakukan sekarang ini yah ingat pesan dokter dulu, karena hampir tiga tahun juga kemaren baru ada anak kami ini.. katanya kami berdua gak ada masalah cuman dianjurkan kurangi makan cabe, yang berlemak, juga minuman yang dingin seperti es dan dikasi obat penyubur juga dulu “.
Partisipan V (S)
“Kami berdua dengan isteri hanya pergi ke tukang kusuk aja, kalo ke dokter belum ada.. yah mengingat biaya ke dokter itu kan mahal, belum lagi kebutuhan sekarang ini serba sulit semuanya“.
(49)
b. Pasrah dan berdoa kepada Tuhan
Pasangan infertilitas sekunder mengakui bahwa dengan menyerahkan semuanya
kepada Tuhan dan meyakini bahwa kondisi infertilitas sekunder yang mereka alami
bukan kehendak manusia. Selain pasrah pasangan juga tidak lupa berdoa.
Dua partisipan isteri hanya pasrah dan berdoa seperti pernyataan berikut :
Partisipan VI (Ist)
“Saya dan suami udah punya prinsip, kalo emang ada dikasi Tuhannya semua itu”
Partisipan I (Ist)
“Karena masih banyak lagi orang yang belum punya anak sama sekali, jadi kita tetap bersyukur karena sudah diberi satu anak”.
Kondisi pasrah dan berdoa juga diakui oleh suami sebagai suatu langkah yang
ditempuh dalam menghadapi kondisi infertilitas sekunder. Dua partisipan suami hanya
pasrah dan berdoa seperti diungkapkan dalam pernyataan berikut :
Partisipan III (S)
“Anak itukan karunia Tuhan, jadi kalaupun aku pingin anak tiga misalnya, tapi kalau Tuhan menghendaki cuma satu saja yah apa boleh buat…semua kita serahkan sajalah sama Tuhan “.
Partisipan VI (S)
“Kalau Tuhan hanya menghendaki satu anak sama saya, kita sebagai manusia biasa gak bisa berbuat apa-apa, ya.. saya bersyukur sudah diberi anak, walaupun cuman satu.. itulah rencana Tuhan sama saya“.
c. Berusaha melupakan atau mengalihkan perhatian
Usaha lain yang dilakukan partisipan dalam menghadapi kondisi infertilitas
sekunder adalah dengan melupakan atau mengalihkan perhatian. Tindakan ini diakui
oleh keenam partisipan isteri untuk meringankan beban yang ada.
(50)
“Tetap semangat mengurus anak saya, terutama dalam hal belajar, karena saya lihat kecerdasan anak saya lebih menonjol dari teman-teman sebayanya dan gurunya disekolah juga bilang, kalo daya tangkap anak saya lebih cepat dibanding anak-anak lain “.
Partisipan II (Ist)
“Yah saya tetap semangat…jadi walaupun anak saya cuman satu yang penting kebutuhan dia bisa saya penuhi dan perhatian saya bisa lebih terfokus sama dia, saya bisa lebih mengatur dan mengurus dia“.
Berusaha melupakan atau mengalihkan perhatian juga dilakukan oleh keenam
partisipan suami pada pasangan infertilitas sekunder seperti pernyataan berikut ini :
Partisipan II (S)
‘’Untuk mengalihkan perasaan saya, kebetulan saya punya hobby mancing, yah saya pergi saja mancing‘’.
Partisipan VI (S)
‘’Saya hanya terus berusaha gimana supaya anak saya ini bisa sekolah sampai sarjana’’.
Partisipan I (S)
“Tetap fokus bekerja untuk masa depan si anak, karena saya perhatikan kecerdasan anak saya lebih menonjol dibanding anak-anak seusianya, yang membuat saya terpacu untuk bekerja”.
d. Menceritakan masalah kepada orang lain / keluarga
Menceritakan atau mengungkapkan perasaan kepada orang lain adalah salah satu
hal yang sering di lakukan oleh pasangan pasangan infertilitas sekunder. Umumnya
pasangan menceritakan masalahnya kepada orang-orang yang memiliki nasib yang sama
dengan mereka atau yang dianggap bisa dipercaya.
Keenam partisipan isteri mengungkapkan perasaan mereka kepada orang lain
yang senasib dengan mereka ataupun keluarga yang terdekat. Hal ini seperti
(51)
Partisipan II (Ist)
“Mereka bilang sama saya, satu kan udah ada anakmu, gimana pula dengan orang yang belum punya anak sama sekali dan ada pula yang sampe mengangkat anak lagi.. tapi mereka bahagianya ! ga apa-apalah anakmu satu yang penting bisa kau atur, apalagi kalo udah besar nanti dia berhasil“.
Partisipan VI (Ist)
“Kalo kakak saya pernah bilang sama saya, gak apa-apalah itu satu anakmu, bersyukurlah.. daripada orang lain itu pengen punya anak tapi belum ada juga!’’
Sedangkan menurut suami dari pasangan infertilitas sekunder, bercerita dengan
teman merupakan salah satu upaya yang dilakukan.
Dua partisipan suami menyatakan hal yang sama, seperti diungkapkan dalam
pernyataan berikut :
Partisipan II (S)
“Kebetulan teman-teman yang sekantor dengan saya banyak juga yang hanya punya anak satu… mereka bilang sama saya’’ gak apa-apalah anak kita satu, yang penting bisa kita sekolahkan setinggi-tingginya, lagi pula syukur kita diberi anak satu, gimana pula dengan yang lain yang belum juga punya anak sama sekali “.
Partisipan I (S)
“Banyak juga teman-teman yang punya empat atau lima orang anak kadang-kadang mengeluh juga, karena dilihat dari perkembangan zaman sekarang ini semua serba susah.. yah pening jugalah kata mereka gitu’’
3. Harapan para pasangan infertilitas sekunder
Setiap orang pasti punya harapan yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang
mereka alami. Ada beberapa harapan yang diungkapkan oleh pasangan infertilitas
sekunder untuk masa depan anak mereka walaupun hanya satu orang anak saja. Keenam
partisipan isteri menyatakan harapan mereka seperti diungkapkan dalam pernyataan
(52)
Partisipan II (Ist)
“Seandainya anak saya hanya satu ini saja, harapan saya nantinya anak saya ini lebih bisa dari kami…’’
Partisipan III (Ist)
“Harapan saya ya, saya akan tetap berusaha semampu saya untuk menyekolahkan anak saya sampai setinggi-tingginya, supaya hidupnya nantinya tidak sama seperti kami ini “.
Sedangkan harapan dari pihak suami atas kondisi yang mereka alami, seperti
diungkapkan dalam pernyataan berikut ini :
Partisipan V (S)
“Saya akan berusaha semampu saya untuk menyekolahkan anak saya setinggi-tingginya.. itulah harapan saya “.
Partisipan III (S)
“Meskipun anak aku hanya satu saja dikasi Tuhan, aku tetap bersyukur dan harapan aku nantinya anakku ini bisa jadi orang dan dia akan aku sekolahkan sampai setinggi-tingginya…juga sebagai orang tua maunya aku panjang umur lah biar kulihat dia nanti sampai berumah tangga..’’.
E. Pembahasan
Pembahasan hasil penelitian ini berdasarkan literatur yang berhubungan dengan
kecemasan pasangan usia subur terhadap infertilitas sekunder yang meliputi reaksi
pasangan terhadap infertilitas sekunder, dampak perubahan psikologis akibat infertilitas
sekunder, kemampuan mengatasi masalah, harapan para pasangan infertilitas sekunder.
1. Reaksi pasangan terhadap infertilitas sekunder
Pasangan suami istri yang mengalami infertilitas sekunder sering kali mengalami
perasaan tertekan terutama wanita yang pada akhirnya jatuh kepada keadaan depresi,
cemas dan lelah yang berkepanjangan, sebagai salah satu stresor utama yang dapat
(53)
Pasangan sering kali membutuhkan bantuan untuk memisahkan konsep mereka terhadap
keberhasilan dan kegagalan yang mereka alami, setelah berhasil memperoleh keturunan
sebelumnya. Mengenali infertilitas sekunder sebagai sebuah kegagalan dan bagaimana
mengatasi perasaan setiap pasangan yang mengalaminya, merupakan suatu hal yang
sangat penting dalam menempatkan masalah infertilitas sekunder kedalam suatu
perspektif ( Bobak, dkk, 2005 ).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap pasangan infertilitas sekunder di
Dusun XI Desa Pasar Melintang Kecamatan Lubuk Pakam, ditemukan bahwa reaksi
setiap pasangan terhadap infertilitas sekunder yang sering terjadi antara lain :
a. Cemas
Dari hasil penelitian partisipan mengatakan adanya rasa cemas sehubungan
dengan kondisi yang mereka alami. Keenam partisipan istri mengatakan rasa cemas
yang mereka rasakan karena usia yang sudah beresiko untuk hamil, semakin tambah usia
maka rasa cemas mereka juga bertambah. Hal ini sesuai dengan Penelitian kedokteran
yang menemukan bahwa peningkatan kadar prolaktin dan kadar Lutheinizing Hormon
(LH) berhubungan erat dengan masalah psikis. Kecemasan dan ketegangan cenderung
mengacaukan kadar LH, serta kesedihan dan murung cenderung meningkatkan
prolaktin. Kadar prolaktin yang tinggi dapat menganggu pengeluaran LH dan menekan
hormon gonadotropin yang berpengaruh terhadap ovulasi (Kasdu,2001).
Perasaan cemas yang dialami oleh pasangan infertilitas sekunder dalam hal ini
karena faktor usia pada pasangan tersebut sudah beresiko untuk hamil dan melahirkan.
Kasdu (2001) menyatakan bahwa faktor usia sangat berpengaruh pada kesuburan
seorang wanita. Seiring dengan bertambahnya usia maka kemampuan indung telur untuk
(54)
potensi wanita untuk hamil akan menurun setelah usia 25 tahun dan menurun drastis
setelah usia 38 tahun. Hasil penelitian ini juga dibenarkan oleh Badan National Center
for Health Statistics yang menyatakan bahwa wanita subur berusia dibawah 25 tahun memiliki kemungkinan hamil 96 % dalam setahun, usia 25-34 tahun menurun menjadi
86 % dan pada usia 35-44 tahun hanya 78 % lagi harapan untuk hamil.
b. Kesedihan
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pasangan yang mengalami infertilitas
sekunder sering mengalami perasaan sedih, melihat orang ataupun teman-teman mereka
yang begitu mudah mengembangkan keluarga mereka. Perasaan sedih yang mereka
alami khususnya wanita karena seorang wanita lebih mudah mengekspresikan
kesedihannya daripada pria. Adanya perbedaan reaksi kesedihan yang dialami oleh
pasangan suami dengan isteri ini sesuai dengan penelitian Jordan & Revenson (1999),
yang menyatakan perbedaan gender dalam masalah infertilitas (Nurfita, 2007).
Pernyataan diatas sesuai dengan temuan peneliti yang diperoleh dari hasil
wawancara dengan empat partisipan, bahwa pada prinsipnya kesedihan yang mereka
alami, khususnya sebagai seorang ibu kalau melihat tetangga atau orang-orang yang
punya anak sepasang. Lain halnya dengan suami, hanya dua dari enam partisipan suami
yang mengatakan sedih bila hanya memiliki satu orang anak saja. Adapun rasa sedih
yang dialami oleh suami itu pada prinsipnya lebih bersyukur sudah memiliki satu orang
anak. Disinilah tampak perbedaan perasaan psikologis antara pria dan wanita, dimana
wanita cenderung untuk mengalami depresi dibanding dengan pria dalam kaitannya
dengan kesuburan. Sering kali pihak wanita merasa kehilangan rasa percaya diri serta
(55)
c. Cemburu / Iri
Dari hasil penelitian partisipan istri/suami menyebutkan bahwa ada rasa cemburu
atau iri melihat orang-orang yang mempunyai anak lebih dari satu. Perasaan cemburu
atau iri merupakan reaksi gabungan/perpaduan antara berbagai bentuk emosi. Mereka
merasa adanya kekurangan dalam dirinya sebagai seorang wanita ataupun pria. Dua
partisipan istri mengatakan adanya rasa cemburu atau iri melihat orang ataupun
saudara-saudaranya yang punya anak lebih dari satu.
Bobak dkk (2005) menyatakan bahwa respon cemburu yang dialami pasangan
infertilitas sekunder, khususnya yang dialami oleh wanita merupakan reaksi yang
disebabkan karena ketidakmampuan mereka dalam mengembangkan keluarga. Perasaan
cemburu tersebut mengandung sikap membandingkan dirinya dengan orang lain.
Mereka merasa adanya kekurangan dalam dirinya sebagai seorang pria yang dalam hal
ini khususnya sebagai seorang wanita. Hal ini disebabkan adanya prinsip budaya yang
masih menjamur di masyarakat kita bahwa suatu masalah ketidaksuburan itu merupakan
tanggung jawab wanita. Ketidakmampuan untuk mengandung dihubungkan dengan
dosa-dosanya atau fakta yang menyatakan bahwa ia adalah individu yang kurang
adekuat.
Perasaan cemburu juga dialami partisipan suami, satu partisipan suami
mengharapkan adanya anak laki-laki sebagai penerus marganya karena anaknya yang
sekarang ini perempuan dan secara adat Batak yang menjadi penerus marga itu adalah
laki-laki. Aspek psikologis dalam diri seorang pria atau suami dalam hal ini ada
hubungannya dengan jati dirinya, apabila hal ini tidak di dukung secara psikologis akan
membawa dampak yang dapat mengakibatkan seseorang itu akan kehilangan jati dirinya
(56)
2. Dampak perubahan psikologis yang timbul akibat infertilitas sekunder
Dari hasil penelitian, partisipan mengatakan bahwa dampak perubahan psikologis
akibat infertilitas sekunder yang muncul dalam diri mereka yaitu adanya rasa khawatir
akan diri sendiri juga terhadap anak mereka. Empat partisipan istri mengatakan adanya
rasa khawatir akan kondisi dirinya dan apabila anak mereka dalam keadaan sakit.
Dampak psikologis berupa perasaan khawatir menunjukkan adanya gangguan
kecemasan dalam tahap ringan (1+). Adapun gangguan kecemasan yang dialami
partisipan istri tersebut merupakan respon emosional yang ditandai dengan adanya
prilaku otomatis, sedikit tidak sabar, aktivitas menyendiri, terstimulasi dan kemudian
tenang kembali. Peplau (1952), menyatakan bahwa kecemasan dalam tahap ringan
berhubungan dengan perasaan akan adanya sesuatu yang berbeda dan membutuhkan
perhatian khusus. Walaupun demikian ada juga pasangan justru sebaliknya, mereka tetap
semangat meskipun hanya dikarunia satu orang anak saja. Pada tahapan ini individu
masih dapat memproses informasi dan memotivasi dirinya untuk belajar, berpikir dan
bertindak menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.
3. Kemampuan mengatasi masalah
Adanya ketegangan dalam kehidupan mengakibatkan munculnya prilaku
pemecahan masalah yang bertujuan meredakan ketegangan tersebut. Kondisi pasangan
yang mengalami infertilitas sekunder sangat membutuhkan dukungan baik secara fisik
maupun psikologis. Hal ini berguna untuk menghilangkan rasa ketidakmampuan mereka
dalam menghadapi kondisi yang sedang mereka hadapi. Adapun usaha yang dilakukan
(57)
a. Berusaha mencari dan mengikuti program pengobatan baik secara medis maupun
tradisional.
Untuk mengatasi kondisi yang sedang partisipan alami sebagai pasangan yang
mengalami infertilitas sekunder, mereka melakukan upaya berupa mencari pengobatan
tradisional dan medis. Empat pasang partisipan berupaya mendatangi tukang kusuk dan
ke tenaga ahli (dokter), akan tetapi belum juga membuahkan hasil. Usaha yang
partisipan lakukan ini sesuai dengan tahapan kecemasan ringan, menurut Peplau (1952)
bahwa kecemasan ringan yang dialami oleh seorang individu berhubungan dengan
perasaan mereka karena adanya sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Dalam hal ini
individu masih dapat memotivasi dirinya untuk melakukan sesuatu dengan belajar,
berpikir serta bertindak untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi.
b. Pasrah dan berdoa.
Dua pasang partisipan hanya pasrah dan berdoa, selain karena alasan ekonomi
yang tidak mencukupi untuk mencari pengobatan sehingga mereka hanya dapat pasrah
dan berdoa. Apabila mereka diberikan lagi keturunan oleh-Nya, mereka bersyukur dan
kalau memang diberi hanya satu saja, mereka juga bersyukur. Pada dasarnya pasangan
ini sudah bersyukur karena telah memiliki satu orang anak, karena masih banyak lagi
orang-orang yang sama sekali belum punya keturunan. Senada dikemukakan Stuart
(2006), yang menyatakan bahwa individu yang dalam tahapan kecemasan ringan masih
dapat memotivasi dirinya dengan menghasilkan kreativitas yang ditandai dengan terlihat
tenang, percaya diri dan sadar akan lingkungannya (rileks).
c. Berusaha melupakan atau mengalihkan perhatian.
Keenam pasang partisipan suami dan istri berupaya untuk mengalihkan perhatian
(58)
yang tetap semangat mengurus anaknya demi masa depannya dikemudian hari. Upaya
yang dilakukan pasangan partisipan, dalam hal ini sesuai dengan yang dinyatakan
Peplau (1952) bahwa individu yang mengalami tahap kecemasan ringan pada dasarnya
masih dapat memotivasi dirinya untuk belajar, berpikir, bertindak, merasakan dan
melindungi dirinya sendiri. Tindakan yang dilakukan oleh pasangan partisipan ini,
termasuk dalam upaya melindungi dirinya terhadap masalah yang hadapinya.
d. Menceritakan masalah kepada orang lain/keluarga.
Keenam partisipan istri menceritakan masalah yang mereka hadapi dengan orang
yang senasib dengan mereka juga dengan keluarga terdekat. Upaya yang dilakukan
pasangan partisipan ini masuk dalam tahapan kecemasan ringan juga, seperti dinyatakan
oleh (Beck, A.T dalam Videbeck S, 2008) bahwa tingkat kecemasan ringan (1+) dapat
diketahui lewat tiga (3) respon yaitu respon fisik, respon kognitif dan respon emosional.
Adapun respon fisik yang ditandai dengan ketegangan otot ringan, sadar akan
lingkungan, rileks atau sedikit gelisah, penuh perhatian dan rajin. Respon kognitif
ditandai dengan lapangan persepsi luas, terlihat tenang, percaya diri, perasaan gagal
sedikit, waspada dan memperhatikan banyak hal, mempertimbangkan informasi dan
tingkat pembelajaran optimal, sedangkan respon emosional ditandai dengan adanya
perilaku otomatis, sedikit tidak sabar, aktivitas menyendiri, terstimulasi dan tenang.
Dari pihak partisipan suami hanya dua orang saja yang menceritakan masalah
mereka dengan teman atau rekan kerja yang sama dengan kondisi yang mereka hadapi.
Dalam hal ini terlihat jelas bahwa wanita lebih mudah mengungkapkan atau
mengekspresikan perasaanya dari pada pria. Hal ini disebabkan karena pria merasa
(59)
kekurangan dalam dirinya sebagai seorang laki-laki, yang dapat menurunkan harga diri
ataupun jati dirinya (Benson R & Pernoll M, 2009).
4. Harapan para pasangan infertilitas sekunder
Kondisi infertil yang dialami oleh pasangan infertilitas sekunder tidak
menjadikan mereka menjadi patah semangat, akan tetapi mereka tetap punya harapan
yang cerah buat masa depan anak mereka walaupun hanya satu saja. Semua pasangan
infertilitas sekunder punya harapan supaya anak mereka nantinya dapat sekolah
setinggi-tingginya dan harus lebih baik dari kondisi orang tuanya. Harapan yang timbul dalam
diri pasangan partisipan ini merupakan perpaduan antara respon fisik, kognitif dan
emosional, pada pasangan infertilitas sekunder yang mengalami kecemasan ringan
menurut Beck, A.T (1985) yaitu perasaan rileks, lapangan persepsi luas, tenang dan
percaya diri.
F. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian kualitatif, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Oleh
karena itu untuk dapat menjadi instrumen, maka peneliti harus memiliki kemampuan
untuk melakukan wawancara secara mendalam. Pada penelitian ini peneliti sebagai
instrumen penelitian, tidak banyak memiliki banyak pengalaman dalam melakukan
wawancara dan penelitian inilah yang menjadi pengalaman pertama bagi peneliti dalam
melakukan wawancara. Akibat dari kurangnya kemampuan maupun pengalaman peneliti
sebagai instrumen dalam melakukan wawancara, sehingga secara tidak langsung dapat
mempengaruhi hasil dari penelitian ini. Beberapa hal yang seharusnya dapat diketahui
lebih banyak dari partisipan, tidak dapat tergali oleh peneliti sehingga hasil penelitian ini
(1)
Lampiran 4
PANDUAN WAWANCARA
1. Coba bapak ceritakan kepada saya, bagaimana perasaan bapak dengan keluarga yang hanya memiliki satu orang anak saja?
2. Coba ibu ceritakan kepada saya, bagaimana perasaan ibu dengan keluarga yang hanya memiliki satu orang anak saja?
3. Coba bapak ceritakan kepada saya, apa yang bapak lakukan dalam menghadapi kondisi seperti ini?
4. Coba ibu ceritakan kepada saya, apa yang ibu lakukan dalam menghadapi kondisi seperti ini?
5. Apakah tindakan yang membuat bapak merasa nyaman? 6. Apakah tindakan yang membuat ibu merasa nyaman?
(2)
LEMBAR PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA
Nama : Imelda Hariani Purba Nim : 105102093
Judul : Kecemasan Pasangan Usia Subur Terhadap Infertilitas Sekunder di Dusun XI Desa Pasar Melintang Kecamatan Lubuk Pakam Tahun 2010
Menyatakan bahwa mahasiswi tersebut telah melakukan pengeditan Bahasa Indonesia dan telah sesuai dengan Kaidah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dalam karya ilmiah.
Medan, Juni 2011 Editor Bahasa Indonesia
Dra Rosdiana Lubis, M.Hum ( Nip : 196305241989032002 )
(3)
LEMBAR PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA
Nama : Martalena Rouli Sirait Nim : 105102009
Judul : Pengetahuan Dan Sikap Suami Tentang Kanker Payudara Yang Diderita Istri Di RSUD. Pirngadi Medan Tahun 2011
Menyatakan bahwa mahasiswi tersebut telah melakukan pengeditan Bahasa Indonesia dan telah sesuai dengan Kaidah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dalam karya ilmiah.
(4)
(5)
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Imelda Hariani Purba Tempat, Tanggal Lahir : Raya Mas, 13 Agustus 1981 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan Nama ayah : Alm. J.M.Purba Nama ibu : N. S. Munthe Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Raya Mas, Kel : Raya Usang, Kec : Raya, Simalungun. Status dalam keluarga : Sulung dari dua bersaudara
Latar belakang Pendidikan : Tahun 1987 s/d 1993: Tamat SD Negeri Jandi Raya Tahun 1993 s/d 1996 : Tamat SMP Negeri I Pematang Raya
Tahun 1996 s/d 1999 :Tamat SPK Pemda Kabanjahe Tahun 2000 s/d 2003 :Tamat Akbid Pemko Tebing Tinggi
Tahun 2010 s/d 2011 :D-IV Program Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan USU