Karakteristik Penderita Sepsis Neonatorum yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA SEPSIS NEONATORUM YANG DIRAWAT INAP DI RSU Dr. PIRNGADI MEDAN

TAHUN 2005-2009

SKRIPSI

Oleh:

NIM. 061000058

ADELINA THERESIA SITOMPUL

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA SEPSIS NEONATORUM YANG DIRAWAT INAP DI RSU Dr. PIRNGADI MEDAN

TAHUN 2005-2009

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NIM. 061000058

ADELINA THERESIA SITOMPUL

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul :

KARAKTERISTIK PENDERITA SEPSIS NEONATORUM YANG DIRAWAT INAP DI RSU Dr. PIRNGADI MEDAN

TAHUN 2005-2009

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

NIM: 061000058

ADELINA THERESIA SITOMPUL

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 22 Juli 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji Ketua Penguji

Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH NIP. 19490417 197902 1 001

Penguji II

Penguji I

dr. Achsan Harahap, MPH NIP. 130318031

drh. Rasmaliah, M.Kes NIP. 19590818 198503 2 002

Penguji III

NIP. 19640404 199203 1 005 Drs. Jemadi, M.Kes

Medan, Agustus 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

NIP. 19610831 198903 1 001 Dr. Drs. Surya Utama, MS


(4)

ABSTRAK

Infeksi merupakan penyebab kematian bayi terbanyak. Salah satu infeksi pada bayi adalah sepsis neonatorum. Sepsis neonatorum merupakan suatu infeksi bakteri berat yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Insiden sepsis di negara berkembang cukup tinggi yaitu 1,8-18 per 1.000 kelahiran hidup dengan CFR 12-68%.

Untuk mengetahui karakteristik penderita sepsis neonatorum yang dirawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2005-2009 dilakukan penelitian deskriptif dengan desain case series. Populasi dan sampel berjumlah 119 orang (total sampling). Data diperoleh dari rekam medik, analisa data dengan uji Chi-square, t-test dan anova.

Hasil penelitian didapat proporsi penderita sepsis neonatorum berdasarkan karakteristik bayi yaitu neonatal dini 80,7%, sex ratio 1,3:1, tidak kembar 88.2% dan berat badan lahir rendah 50,0%. Proporsi penderita sepsis neonatorum berdasarkan karakteristik ibu yaitu umur 20-35 tahun 77,9%, SLTA 48,7%, Ibu Rumah Tangga 79,7%, kawin 97,4%, umur kehamilan kurang bulan 56,9%, riwayat persalinan normal 67,8%, ketuban pecah dini 52,4%, dan air ketuban hijau dan berbau 50,0%. Rujukan bidan/klinik/rumah bersalin 43,7%, jamkesmas 57,1%, lama rawatan rata-rata 9 hari, meninggal 47,1%. CFR neonatal dini 47,9%, perempuan 56,9%, bayi tidak kembar 47,6%, dan berat badan lahir sangat rendah 62,5%. CFR sepsis neonatorum yang dilahirkan di rumah sakit 59,1%.

Ada perbedaan proporsi yang bermakna antara umur berdasarkan berat badan lahir (p=0,015). Tidak dapat dilakukan uji statistik berat badan lahir berdasarkan umur kehamilan dengan uji Chi Square karena ada 3 sel (33,3%) memiliki nilai expected count < 5. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara asal rujukan berdasarkan keadaan bayi sewaktu pulang (p=0,272). Tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya (p=0,317). Lama rawatan rata-rata penderita yang pulang dalam keadaan sehat secara bermakna lebih lama daripada pulang atas permintaan orangtua dan meninggal (p=0,000).

Pihak RSU Dr. Pirngadi Medan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan melalui upaya kuratif dan diagnosis dini khususnya untuk sepsis neonatorum dalam menurukan angka kematian neonatus, serta untuk mengupayakan pencatatan data pasien yang lebih lengkap pada kartu status.


(5)

ABSTRACT

Infection is the largest cause of infant death. One of infection in infants is neonatal sepsis. Neonatal sepsis is a severe bacterial infection that spreads throughout the body of a newborn baby. Incidence of sepsis in developing countries is fairly high, 1.8 to 18 per 1000 live births with CFR 12-68%.

To determine the characteristics of neonatal sepsis patients who are hospitalized at RSU Dr. Pirngadi Medan in 2005-2009 with research descriptive case series design. Population and sample numbered 119 persons (total sampling). Data obtained from medical records, analyze data using Chi-square, t-test and ANOVA.

The results obtained proportion of patients with neonatal sepsis based on the characteristics of infants is early neonatal 80.7%, sex ratio of 1,3:1, not twins 88.2% and low birth weight 50.0%. The proportion of patients with neonatal sepsis based on maternal characteristics such as age 20-35 years 77.9%, 48.7% high school, Housewife 79.7%, 97.4% married, less-month gestation 56.9%, history of normal deliveries 67.8%, 52.4% premature rupture of membranes, amniotic fluid and green and smelled of 50.0%. Referral midwife/clinic/maternity home 43.7%, 57.1% Jamkesnas, the average treatment time of 9 days, 47.1% died. CFR of early neonatal 47.9%, female 56.9%, 47.6% babies are not twins, and very low birth weight 62.5%. CFR neonatal sepsis who were born in the hospital 59.1%.

There are significant differences in proportions between age based on birth weight (p=0.015). There is no statistical test can be done birth weight based on gestational age with Chi Square because there are three cells (33.3%) had a value Expected count <5. There was no significant difference between the origin of a referral based on the situation when home (p=0.272). There was no significant difference between the old treatment based on the average cost sources (p=0.317). Length of the average nursing home patient who was in good health were significantly longer than the home at the request of parents and death (p=0.000).

RSU Dr.Pirngadi Medan, to increase the quality of curative health services and early diagnosis especially for neonatal sepsis in the neonatal mortality derive, and to seek the listing of more complete patient data on the status of the card.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Adelina Theresia Sitompul

Tempat/Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 26 April 1988

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin

Anak ke : 3 dari 4 Bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Lapangan Bola Atas No. 2 Pematangsiantar

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1994-2000 : SD Budi Mulia 2 Pematangsiantar 2. Tahun 2000-2003 : SMP Negeri 3 Pematangsiantar 3. Tahun 2003-2006 : SMA Negeri 4 Pematangsiantar 4. Tahun 2006-2010 : Fakultas Kesehatan Masyarakat


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas anugerah dan kasihNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: “Karakteristik Penderita Sepsis

Neonatorum yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Tulisan ini penulis persembahkan kepada Ayahanda Drs. H. W. Sitompul dan Ibunda D. Saragih, S.Pd yang selalu memberi doa dan dukungan bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH selaku Ketua Departemen Epidemiologi FKM USU dan dosen pembimbing skripsi bersama Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing akademik. 4. Bapak dr. Achsan Harahap, MPH dan Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku

dosen penguji yang telah memberikan masukan dan pengarahan untuk penyempurnaan skripsi.


(8)

5. Direktur dan Kepala Bagian Rekam Medik RSU Dr. Pirngadi Medan beserta staf yang telah memberikan izin penelitian dan telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

6. Seluruh dosen dan pegawai di lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Abangku (Fredy dan Leo) dan Adikku Yanti tersayang buat doa dan motivasinya kepada penulis selama penyusunan skripsi.

8. Sahabat penulis (Indah, Yanni, Christina, Martha, Elisabeth, kak Delima, dan bang Verdon), serta teman-teman Peminatan Epidemiologi stambuk 2006 yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi.

9. Keluarga Besar POMK FKM USU yang telah banyak memberi motivasi kepada penulis.

10.Adik-adikku (Lusi, Heny, Mince, dan Ettha) buat doa dan dukungannya selama penyusunan skripsi.

11.Semua pihak yang telah berjasa dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Juli 2010 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... iia ABSTRACT ... iib DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Defenisi Sepsis ... 7

2.2. Defenisi Sepsis Neonatorum... 7

2.3. Klasifikasi Sepsis Neonatorum ... 8

2.4. Patogenesis ... 9

2.5. Gejala Klinik ... 11

2.6. Epidemiologi ... 13

2.6.1. Distribusi Frekuensi ... 13

2.6.2. Determinan Sepsis Neonatorum ... 15

2.7. Komplikasi ... 27

2.8. Pencegahan Sepsis Neonatorum ... 27

2.8.1. Pencegahan Primordial ... 27

2.8.2. Pencegahan Primer ... 28

2.8.3. Pencegahan Sekunder ... 34

2.8.4. Pencegahan Tertier ... 37

BAB 3 KERANGKA KONSEP ... 38

3.1. Kerangka Konsep ... 38


(10)

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 42

4.1. Jenis Penelitian... 42

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 42

4.2.2. Waktu Penelitian... 42

4.3. Populasi dan Sampel ... 42

4.3.1. Populasi ... 42

4.3.2. Sampel ... 43

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 43

4.5. Teknik Analisa Data ... 43

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 44

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 44

5.2. Karakteristik Penderita Sepsis Neonatorum ... 48

5.2.1. Karakteristik Bayi ... 48

5.2.2. Karakteristik Ibu Penderita Sepsis Neonatorum ... 49

5.2.3. Asal Rujukan Penderita Sepsis Neonatorum ... 52

5.2.4. Sumber Biaya Penderita Sepsis Neonatorum ... 52

5.2.5. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Sepsis Neonatorum ... 53

5.2.6. Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Sepsis Neonatorum .. 54

5.2.7. Case Fatality Rate (CFR) Sepsis Neonatorum ... 55

5.3. Analisa Statistik ... 56

5.3.1. Umur Berdasarkan Berat Badan Lahir ... 56

5.3.2. Berat Badan Lahir Berdasarkan Umur Kehamilan ... 57

5.3.3. Asal Rujukan Berdasarkan Keadaan Bayi Sewaktu Pulang... 58

5.3.4. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Sumber Biaya ... 59

5.3.5. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Bayi Sewaktu Pulang. ... 60

BAB 6 PEMBAHASAN ... 61

6.1. Karakteristik Penderita Sepsis Neonatorum ... 61

6.1.1. Umur dan Jenis Kelamin ... 61

6.1.2. Status Kembar ... 63

6.1.3. Berat Badan Lahir ... 64

6.2. Penderita Sepsis Neonatorum Berdasarkan Karakteristik Ibu ... 65

6.2.1. Umur Ibu ... 65

6.2.2. Pendidikan ... 66

6.2.3. Pekerjaan ... 67

6.2.4. Status Kawin... 68

6.2.5. Umur Kehamilan ... 69

6.2.6. Riwayat Persalinan ... 71

6.2.7. Status Ketuban ... 72

6.2.8 Keadaan Air Ketuban ... 72


(11)

6.4. Sumber Biaya Penderita Sepsis Neonatorum ... 74

6.5. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Sepsis Neonatorum ... 75

6.6. Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Sepsis Neonatorum ... 76

6.7. Case Fatality Rate (CFR) Sepsis Neonatorum ... 77

6.8. Analisa Statistik ... 79

6.8.1. Umur Penderita Sepsis Neonatorum Berdasarkan Berat Badan Lahir ... 79

6.8.2. Berat Badan Lahir Berdasarkan Umur Kehamilan ... 80

6.8.3. Asal Rujukan Berdasarkan Keadaan Bayi Sewaktu Pulang ... 81

6.8.4. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Sepsis Neonatorum Berdasarkan Sumber Biaya ... 82

6.8.5. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Sepsis Neonatorum Berdasarkan Keadaan Bayi Sewaktu Pulang. ... 83

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

7.1.Kesimpulan ... 85

7.2.Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Klasifikasi sepsis berdasarkan awitan dan sumber infeksi. ... 8 Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Sepsis Neonatorum Berdasarkan

Umur dan Jenis Kelamin yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 48 Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Sepsis Neonatorum Berdasarkan

Status Kembar dan Berat Badan Lahir yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 48 Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Sepsis Neonatorum Berdasarkan

Karakteristik Ibu yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 49 Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Asal Rujukan Penderita Sepsis Neonatorum

yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 52 Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Sumber Biaya Penderita Sepsis Neonatorum

yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 52 Tabel 5.6. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Sepsis Neonatorum yang

Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 53 Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Sepsis

Neonatorum yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 54 Tabel 5.8. Case Fatality Rate (CFR) Sepsis Neonatorum Berdasarkan

Karakteristik Bayi yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 55 Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Umur Penderita Sepsis Neonatorum

Berdasarkan Berat Badan Lahir yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 56 Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Berat Badan Lahir Penderita Sepsis

Neonatorum Berdasarkan Umur Kehamilan yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 57


(13)

Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Asal Rujukan Penderita Sepsis Neonatorum Berdasarkan Keadaan Bayi Sewaktu Pulang yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 58 Tabel 5.12. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Sepsis Neonatorum

Berdasarkan Sumber Biaya yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 59 Tabel 5.13. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Sepsis Neonatorum

Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 60


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Infeksi akibat chorioamnionitis ... 10 Gambar 2.2. Lintas infeksi pada neonatus di dalam kandungan... 11 Gambar 2.3. Sepsis pada kulit bayi karena infeksi bakteri dan jamur dari jalan

lahir ... 12 Gambar 2.4. Tujuh langkah mencuci tangan ... 32 Gambar 6.1. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Sepsis Neonatorum

Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 61 Gambar 6.2. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Sepsis Neonatorum

Berdasarkan Status Kembar yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 63 Gambar 6.3. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Sepsis Neonatorum

Berdasarkan Berat Badan Lahir yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 64 Gambar 6.4. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Sepsis Neonatorum

Berdasarkan Umur Ibu yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 65 Gambar 6.5. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Sepsis Neonatorum

Berdasarkan Pendidikan Ibu yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 66 Gambar 6.6. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Sepsis Neonatorum

Berdasarkan Pekerjaan Ibu yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 67 Gambar 6.7. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Sepsis Neonatorum

Berdasarkan Status Kawin Ibu yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 68 Gambar 6.8. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Sepsis Neonatorum

Berdasarkan Umur Kehamilan Ibu yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 69


(15)

Gambar 6.9. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Sepsis Neonatorum Berdasarkan Riwayat Persalinan Ibu yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 71 Gambar 6.10. Diagram Pie Distribusi Proporsi Asal Rujukan Penderita Sepsis

Neonatorum yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 73 Gambar 6.11. Diagram Pie Distribusi Proporsi Sumber Biaya Penderita Sepsis

Neonatorum yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 74 Gambar 6.12. Diagram Pie Distribusi Proporsi Keadaan Sewaktu Pulang

Penderita Sepsis Neonatorum yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 76 Gambar 6.13. Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Penderita Sepsis

Neonatorum Berdasarkan Berat Badan Lahir yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 79 Gambar 6.14. Diagram Bar Distribusi Proporsi Berat Badan Lahir Penderita

Sepsis Neonatorum Berdasarkan Umur Kehamilan Ibu yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 80 Gambar 6.15. Diagram Bar Distribusi Proporsi Asal Rujukan Penderita Sepsis

Neonatorum Berdasarkan Keadaan Bayi Sewaktu Pulang yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 81 Gambar 6.16. Diagram Bar Distribusi Proporsi Lama Rawatan Rata-rata

Penderita Sepsis Neonatorum Berdasarkan Sumber Biaya yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 82 Gambar 6.17. Diagram Bar Distribusi Proporsi Lama Rawatan Rata-rata

Penderita Sepsis Neonatorum Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 ... 83


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Master Data Lampiran 2 : Output Master Data

Lampiran 3 : Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 4 : Surat Keterangan Selesai Penelitian


(17)

ABSTRAK

Infeksi merupakan penyebab kematian bayi terbanyak. Salah satu infeksi pada bayi adalah sepsis neonatorum. Sepsis neonatorum merupakan suatu infeksi bakteri berat yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Insiden sepsis di negara berkembang cukup tinggi yaitu 1,8-18 per 1.000 kelahiran hidup dengan CFR 12-68%.

Untuk mengetahui karakteristik penderita sepsis neonatorum yang dirawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2005-2009 dilakukan penelitian deskriptif dengan desain case series. Populasi dan sampel berjumlah 119 orang (total sampling). Data diperoleh dari rekam medik, analisa data dengan uji Chi-square, t-test dan anova.

Hasil penelitian didapat proporsi penderita sepsis neonatorum berdasarkan karakteristik bayi yaitu neonatal dini 80,7%, sex ratio 1,3:1, tidak kembar 88.2% dan berat badan lahir rendah 50,0%. Proporsi penderita sepsis neonatorum berdasarkan karakteristik ibu yaitu umur 20-35 tahun 77,9%, SLTA 48,7%, Ibu Rumah Tangga 79,7%, kawin 97,4%, umur kehamilan kurang bulan 56,9%, riwayat persalinan normal 67,8%, ketuban pecah dini 52,4%, dan air ketuban hijau dan berbau 50,0%. Rujukan bidan/klinik/rumah bersalin 43,7%, jamkesmas 57,1%, lama rawatan rata-rata 9 hari, meninggal 47,1%. CFR neonatal dini 47,9%, perempuan 56,9%, bayi tidak kembar 47,6%, dan berat badan lahir sangat rendah 62,5%. CFR sepsis neonatorum yang dilahirkan di rumah sakit 59,1%.

Ada perbedaan proporsi yang bermakna antara umur berdasarkan berat badan lahir (p=0,015). Tidak dapat dilakukan uji statistik berat badan lahir berdasarkan umur kehamilan dengan uji Chi Square karena ada 3 sel (33,3%) memiliki nilai expected count < 5. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara asal rujukan berdasarkan keadaan bayi sewaktu pulang (p=0,272). Tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya (p=0,317). Lama rawatan rata-rata penderita yang pulang dalam keadaan sehat secara bermakna lebih lama daripada pulang atas permintaan orangtua dan meninggal (p=0,000).

Pihak RSU Dr. Pirngadi Medan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan melalui upaya kuratif dan diagnosis dini khususnya untuk sepsis neonatorum dalam menurukan angka kematian neonatus, serta untuk mengupayakan pencatatan data pasien yang lebih lengkap pada kartu status.


(18)

ABSTRACT

Infection is the largest cause of infant death. One of infection in infants is neonatal sepsis. Neonatal sepsis is a severe bacterial infection that spreads throughout the body of a newborn baby. Incidence of sepsis in developing countries is fairly high, 1.8 to 18 per 1000 live births with CFR 12-68%.

To determine the characteristics of neonatal sepsis patients who are hospitalized at RSU Dr. Pirngadi Medan in 2005-2009 with research descriptive case series design. Population and sample numbered 119 persons (total sampling). Data obtained from medical records, analyze data using Chi-square, t-test and ANOVA.

The results obtained proportion of patients with neonatal sepsis based on the characteristics of infants is early neonatal 80.7%, sex ratio of 1,3:1, not twins 88.2% and low birth weight 50.0%. The proportion of patients with neonatal sepsis based on maternal characteristics such as age 20-35 years 77.9%, 48.7% high school, Housewife 79.7%, 97.4% married, less-month gestation 56.9%, history of normal deliveries 67.8%, 52.4% premature rupture of membranes, amniotic fluid and green and smelled of 50.0%. Referral midwife/clinic/maternity home 43.7%, 57.1% Jamkesnas, the average treatment time of 9 days, 47.1% died. CFR of early neonatal 47.9%, female 56.9%, 47.6% babies are not twins, and very low birth weight 62.5%. CFR neonatal sepsis who were born in the hospital 59.1%.

There are significant differences in proportions between age based on birth weight (p=0.015). There is no statistical test can be done birth weight based on gestational age with Chi Square because there are three cells (33.3%) had a value Expected count <5. There was no significant difference between the origin of a referral based on the situation when home (p=0.272). There was no significant difference between the old treatment based on the average cost sources (p=0.317). Length of the average nursing home patient who was in good health were significantly longer than the home at the request of parents and death (p=0.000).

RSU Dr.Pirngadi Medan, to increase the quality of curative health services and early diagnosis especially for neonatal sepsis in the neonatal mortality derive, and to seek the listing of more complete patient data on the status of the card.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Berbagai upaya pembangunan di bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kelangsungan hidup bayi dan anak. Bayi menjadi fokus dalam setiap program kesehatan karena dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya setiap saat menghadapi berbagai ancaman bagi kelangsungan hidupnya seperti kesakitan dan kematian akibat berbagai masalah kesehatan.1,2

Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada tahun pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada minggu pertama meninggal pada hari pertama. Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi dengan berat lahir rendah. Kurang lebih 99% kematian bayi ini terjadi di negara berkembang dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan pengenalan dini dan pengobatan yang tepat.3

Menurut laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 Angka Kematian Bayi (AKB) di dunia 54 per 1.000 kelahiran hidup dan tahun 2006 menjadi 49 per 1.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2006 AKB di Afrika sebesar 94 per 1.000, Mediterania Timur 62 per 1.000, Asia Tenggara 52 per 1.000, Pasifik Barat 20 per 1.000, Amerika 18 per 1.000 dan Eropa 14 per 1.000 kelahiran hidup.4 Di Bangladesh


(20)

adalah 56 dan 42 per 1.000 kelahiran hidup dan penyebab tersering dari kematian ini adalah asfiksia perinatal (29%), infeksi neonatus (32%) dan kelahiran prematur (24%).5

WHO juga mengatakan terdapat 5 juta kematian neonatus (kematian dalam 28 hari pertama kehidupan) setiap tahun dengan NMR sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup, dan 98% kematian tersebut berasal dari negara berkembang.Angka kematian bervariasi di negara-negara berkembang yaitu antara 11-68 per 1.000 kelahiran hidup di Asia, Afrika dan Amerika Latin.6 Secara khusus NMR di Asia Tenggara adalah 39 per 1.000 kelahiran hidup.7

AKB di Indonesia termasuk salah satu yang paling tinggi di dunia. Hal itu terlihat dari perbandingan dengan jumlah AKB di negara tetangga seperti Malaysia yang telah mencapai 10 per 1.000 kelahiran hidup dan Singapura dengan 5 per 1.000 kelahiran hidup.8 Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 diperoleh AKB di Indonesia sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. AKB terendah dimiliki oleh Propinsi DI Yogyakarta sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup, diikuti Nanggroe Aceh Darussalam sebesar 25 per 1.000 kelahiran hidup, dan Kalimantan Timur serta Jawa Tengah sebesar 26 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB tertinggi dimiliki oleh Propinsi Sulawesi Barat (74 per 1.000 kelahiran hidup), diikuti oleh Nusa Tenggara Barat (72 per 1.000 kelahiran hidup) dan Sulawesi Tengah (60 per 1.000 kelahiran hidup).9 Di propinsi Bengkulu, pada tahun 2004 dilaporkan AKB sebesar 8 per 1.000 kelahiran hidup.10

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 melaporkan bahwa angka kematian neonatal sebesar 180 kasus. Menurut umur kematian, 79,4%


(21)

dari kematian neonatal terjadi pada usia 0-7 hari dan 20,6% terjadi pada usia 8-28 hari. Proporsi kematian neonatal sebesar 39% dari semua kematian bayi.11

Laporan WHO yang dikutip dari State of the world’s mother 2007 data tahun (2000-2003) menyebutkan bahwa 36% dari kematian neonatus disebabkan oleh penyakit infeksi, diantaranya : sepsis, pneumonia, tetanus, dan diare. Sedangkan, 23% kasus disebabkan oleh asfiksia, 7% kasus disebabkan oleh kelainan bawaan, 27% kasus disebabkan oleh Bayi Kurang Bulan dan Bayi Berat Lahir Rendah, serta 7% kasus oleh sebab lain.12

Infeksi merupakan penyebab kematian bayi terbanyak. Salah satu infeksi yang terjadi pada bayi adalah sepsis neonatorum. Sepsis neonatorum merupakan suatu infeksi bakteri berat yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir.10 Sepsis adalah penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas pada neonatus.5 Menurut penelitian Demsa Simbolon tahun 2008 dengan menggunakan desain penelitian kasus kontrol di Indonesia, infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering terjadi pada bayi laki-laki. Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 72 jam setelah lahir. Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nosokomial.10

Incidence rate sepsis di negara berkembang cukup tinggi yaitu 1,8 – 18 per

1.000 kelahiran hidup dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 12-68%, sedangkan di negara maju incidence rate sepsis berkisar antara 3 per 1.000 kelahiran hidup dengan CFR 10,3%.7 Di Amerika Serikat, kematian akibat sepsis setiap tahun mencapai 70.000 orang. Kira-kira 500.000 kasus baru mengalami infeksi dan sepsis


(22)

dengan CFR mencapai 35%.13 Incidence rate sepsis neonatal di Bangladesh adalah

20-30 per 1.000 dan kematian bervariasi dari 15-25%.5 Menurut Centers for Disease

Control and Prevention (CDC) 10 penyebab kematian bayi pada tahun 2006 di

Amerika Serikat adalah lahir cacat sebanyak 5.819 kasus, berat lahir rendah dan prematuritas sebanyak 4841 kasus, Sudden Infant Death Syndrome (SIDS) sebanyak 2.323 kasus, komplikasi pada ibu sebanyak 1.683 kasus, kecelakaan/cedera yang tidak disengaja sebanyak 1.147 kasus, komplikasi plasenta, tali pusat dan ketuban sebanyak 1140 kasus, gangguan pernafasan pada bayi baru lahir sebanyak 825 kasus, sepsis bakteri pada bayi baru lahir sebanyak 807 kasus, perdarahan neonatal sebanyak 618 kasus, dan penyakit pada sistem sirkulasi sebanyak 543 kasus.14

Di Indonesia, angka sepsis neonatorum belum banyak dilaporkan. Incidence sepsis neonatorum di beberapa rumah sakit rujukan berkisar antara 1,5-3,72%, sedangkan CFR berkisar antara 37-80%.15 Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, dalam periode Januari-September 2005, incidence sepsis neonatorum sebesar 13,68% dengan CFR sebesar 14,18%.16 Menurut penelitian Nugrahani, dkk tahun 2005 dengan menggunakan rancangan penelitian uji diagnostik potong lintang di RS Dr. Sardjito Yogyakarta, jumlah kasus sepsis neonatorum menunjukkan variasi dari tahun ke tahun. Data yang diperoleh dari Instalasi Rekam Medik RS. Dr. Sardjito, rata-rata jumlah kasus 3 tahun terakhir kurang lebih 45 per tahun (4,22%) dan CFR 42,9%.15

Hasil survei pendahuluan yang dilakukan di RSU Dr. Pirngadi Medan diperoleh jumlah penderita sepsis neonatorum tahun 2005-2009 sebanyak 119 kasus yaitu tahun 2005 terdapat 8 kasus, tahun 2006 terdapat 41 kasus, tahun 2007 terdapat


(23)

20 kasus, tahun 2008 terdapat 27 kasus, dan tahun 2009 terdapat 23 kasus. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita sepsis neonatorum yang dirawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2005-2009.

1.2. Perumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita sepsis neonatorum yang dirawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2005-2009.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita sepsis neonatorum yang dirawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2005-2009.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita sepsis neonatorum berdasarkan karakteristik bayi (umur, jenis kelamin, status kembar dan berat badan lahir).

b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita sepsis neonatorum berdasarkan karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan, status kawin, umur kehamilan, riwayat persalinan, status ketuban, dan keadaan air ketuban). c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita sepsis neonatorum


(24)

d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita sepsis neonatorum berdasarkan sumber biaya.

e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita sepsis neonatorum berdasarkan lama rawatan rata-rata.

f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita sepsis neonatorum berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

g. Untuk mengetahui distribusi proporsi umur penderita sepsis neonatorum berdasarkan berat badan lahir.

h. Untuk mengetahui distribusi proporsi berat badan lahir penderita sepsis neonatorum berdasarkan umur kehamilan ibu.

i. Untuk mengetahui distribusi proporsi asal rujukan penderita sepsis neonatorum berdasarkan keadaan bayi sewaktu pulang.

j. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata penderita sepsis neonatorum berdasarkan sumber biaya.

k. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata penderita sepsis neonatorum berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Sebagai bahan masukan bagi pihak RSU Dr. Pirngadi Medan dalam upaya perencanaan pencegahan sepsis neonatorum dengan pengenalan secara dini karakteristik bayi.

1.4.2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan/melanjutkan penelitian tentang sepsis neonatorum.


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Sepsis

Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah atau jaringan lain atau dapat dikatakan suatu keadaan yang berhubungan dengan keadaan tersebut. Septikemia adalah penyakit sistemik yang berhubungan dengan adanya dan bertahannya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah. Bakteremia adalah adanya bakteri di dalam darah. Viremia adalah adanya virus di dalam darah.17

2.2. Defenisi Sepsis Neonatorum

Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti dengan bakteremia pada bulan pertama kehidupan.18 Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut The International Sepsis Definition Conferences

(ISDC,2001), sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan

mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian.7


(26)

2.3. Klasifikasi Sepsis Neonatorum

Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis).19

Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode pascanatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero.20 Incidence rate sepsis neonatorum awitan dini adalah 3,5 kasus per 1.000 kelahiran hidup dan 15-50% pasien tersebut meninggal.7

Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi pascanatal (lebih dari 72 jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Proses infeksi pasien semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal. Angka mortalitas SAL lebih rendah daripada SAD yaitu kira-kira 10-20%.7 SAD sering dihubungkan dengan infeksi intranatal, sedangkan SAL sering dihubungkan dengan infeksi postnatal terutama nosokomial.20 Tabel di bawah ini mencoba menggambarkan klasifikasi sepsis berdasarkan awitan dan sumber infeksi.

Tabel 2.1. Klasifikasi sepsis berdasarkan awitan dan sumber infeksi.7

Dini Lambat

Awitan <72 jam >72 jam

Sumber Infeksi Jalan Lahir Lingkungan


(27)

2.4. Patogenesis

Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion, dan beberapa faktor anti infeksi dari cairan amnion.19

Infeksi pada neonatus dapat terjadi antenatal, intranatal dan pascanatal. Lintas infeksi perinatal dapat digolongkan sebagai berikut:

2.4.1. Infeksi Antenatal.

Infeksi antenatal pada umumnya infeksi transplasenta, kuman berasal dari ibu, kemudian melewati plasenta dan umbilikus dan masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi bayi. Infeksi bakteri antenatal antara lain oleh Streptococcus Group B. Penyakit lain yang dapat melalui lintas ini adalah toksoplasmosis, malaria dan sifilis. Pada dugaan infeksi tranplasenta biasanya selain skrining untuk sifilis, juga dilakukan skrining terhadap TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes).

2.4.2. Infeksi Intranatal

Infeksi intranatal pada umumnya merupakan infeksi asendens yaitu infeksi yang berasal dari vagina dan serviks. Karena ketuban pecah dini maka kuman dari serviks dan vagina menjalar ke atas menyebabkan korionitis dan amnionitis. Akibat korionitis, maka infeksi menjalar terus melalui umbilikus dan akhirnya ke bayi. Selain itu korionitis menyebabkan amnionitis dan liquor amnion yang terinfeksi ini masuk ke traktus respiratorius dan traktus digestivus janin sehingga menyebabkan infeksi disana.21


(28)

Gambar 2.1. Infeksi akibat chorioamnionitis

Infeksi lintas jalan lahir ialah infeksi yang terjadi pada janin pada saat melewati jalan lahir melalui kulit bayi atau tempat masuk lain. Pada umumnya infeksi ini adalah akibat kuman Gram negatif yaitu bakteri yang menghasilkan warna merah pada pewarnaan Gram dan kandida. Menurut Centers for Diseases Control and

Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum

pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan.22

2.4.3. Infeksi Pascanatal

Infeksi pascanatal pada umumnya akibat infeksi nosokomial yang diperoleh bayi dari lingkungannya di luar rahim ibu, seperti kontaminasi oleh alat-alat, sarana perawatan dan oleh yang merawatnya. Kuman penyebabnya terutama bakteri, yang


(29)

sebagian besar adalah bakteri Gram negatif. Infeksi oleh karena kuman Gram negatif umumnya terjadi pada saat perinatal yaitu intranatal dan pascanatal.21

Lintas infeksi perinatal dapat dilihat pada gambar berikut:

INFEKSI PRANATAL

INFEKSI INTRANATAL

Gambar 2.2. Lintas infeksi pada neonatus di dalam kandungan.

Bila paparan kuman ini berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda. Oleh karena itu, pada penatalaksanaan selain pemberian antibiotika, harus memperhatikan pula gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit.7

2.5. Gejala Klinik 21

Gejala klinik infeksi sistemik pada neonatus tidak spesifik dan seringkali sama dengan gejala klinik gangguan metabolik, hematologik dan susunan saraf pusat.


(30)

Peningkatan suhu tubuh jarang terjadi dan bila ada umumnya terdapat pada bayi cukup bulan. Hipotermia lebih sering ditemukan daripada hipertermia. Leukosit pada neonatus mempunyai rentang yang luas yaitu antara 4.000 s/d 30.000 per mm3.

Gejala klinik sepsis neonatorum pada stadium dini sangat sulit ditemuka n karena tidak spesifik, tidak jelas dan seringkali tidak terobservasi. Karena itu, dibutuhkan suatu dugaan keras terhadap kemungkinan ini agar diagnosa dapat ditegakkan. Gejala klinik sepsis pada neonatus dapat digolongkan sebagai:

2.5.1. Gejala umum: bayi tidak kelihatan sehat (not doing well), tidak mau minum, kenaikan suhu tubuh, penurunan suhu tubuh dan sclerema.

2.5.2. Gejala gastrointestinal: muntah, diare, hepatomegali dan perut kembung 2.5.3. Gejala saluran pernafasan: dispnea, takipne dan sianosis.

2.5.4. Gejala sistem kardiovaskuler: takikardia, edema, dan dehidrasi. 2.5.5. Gejala susunan saraf pusat: letargi, irritable, dan kejang.

2.5.6. Gejala hematologik: ikterus, splenomegali, petekie, dan perdarahan lain.

Ga mbar 2.3. Sepsis pada kulit bayi karena infeksi bakteri dan jamur dari jalan


(31)

2.6. Epidemiologi

2.6.1. Distribusi Frekuensi

a. Distribusi Frekuensi Menurut Orang

Penelitian Nugrahani, dkk tahun 2005 di RS Dr. Sardjito Yogyakarta menyebutkan bahwa berdasarkan umur, proporsi bayi dengan sepsis yang berumur 0-7 hari adalah 77,2% sedangkan yang berumur > 7 hari adalah 22,8%. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi bayi laki-laki dengan sepsis adalah 61,4% sedangkan bayi perempuan adalah 38,6%. 15 Menurut Jumah, dkk tahun 2007 di Iraq terdapat 22 bayi yang berumur < 7 hari (62,9%) meninggal akibat sepsis, dan terdapat 31 bayi yang berumur 7-28 hari (36,5%) meninggal akibat sepsis.24

Sepsis lebih sering terjadi pada bayi berkulit hitam daripada bayi berkulit putih, namun hal ini dapat dijelaskan berdasarkan tingginya insiden prematur, pecah ketuban, ibu demam, dan berat lahir rendah.18 Perbedaan kejadian sepsis neonatorum pada suku bangsa lebih dikaitkan dengan kebiasaan dan pola makan yang telah dianut oleh ibu dari bayi tersebut. Hal ini sangat berpengaruh pada kondisi gizi ibu yang kemudian berdampak pada keadaan bayi. Menurut Thirumoorthi dalam simposium penanggulangan infeksi pada kehamilan menyebutkan bahwa dari semua penderita sepsis awitan dini, sebanyak 54% terjadi pada bayi berkulit hitam dan dari semua penderita sepsis awitan lambat, sebanyak 65% juga terjadi pada bayi berkulit hitam.25

b. Distribusi Frekuensi Menurut Tempat dan Waktu

Insiden sepsis neonatorum di negara berkembang sangat bervariasi menurut waktu dan lokasi. Insiden yang bervariasi di berbagai rumah sakit tersebut dihubungkan dengan angka prematuritas, perawatan perinatal, persalinan, dan kondisi


(32)

lingkungan waktu perawatan.26 Penelitian Rasul tahun 2007 di Banglasdesh menyebutkan bahwa insiden infeksi perinatal yang tinggi yaitu 50-60% selama dua puluh tahun yang lalu mengalami penurunan menjadi 20-30% di negara-negara berkembang. Di India, berbagai studi menunjukkan bahwa kejadian bervariasi antara 10-20 per 1.000 kelahiran hidup.5

Dalam penelitian Jumah, dkk tahun 2007 di Iraq, CFR sepsis neonatus tinggi dilaporkan sekitar 44,2%, hasil yang sama dilaporkan di Basrah (Iraq) oleh Radhy H. pada tahun 2001 yaitu 43,5%, kemudian di Abha (Saudia Arabia) oleh Asindi A, dkk pada tahun 1999 diperoleh sebanyak 44% dan oleh Rodriguez-weber, dkk di Mexico pada tahun 2003 sebanyak 43,9%. Sementara angka kematian sepsis neonatus rendah oleh peneliti lain seperti yang dilaporkan oleh Ezechukwze C, dkk di Nigeria pada tahun 2004 yaitu 19,3%, oleh Koutouby A, dkk di UAE (United Arab Emirates) pada tahun 1995 melaporkan sebanyak 26%, Stall B. di USA pada tahun 2002 melaporkan sebanyak 28% dan Dawodu A, dkk di Al-Dammam (Saudi Arabia) pada tahun 1997 melaporkan sebanyak 28%, perbedaan angka kematian sepsis neonatus ini di beberapa negara dapat dijelaskan oleh beberapa faktor seperti keadaan sosial ekonomi, keadaan geografi dan faktor ras, penggunaan ventilator dan inkubator, perbedaan mikroorganisme dan penggunaan antibiotik yang berbeda.24


(33)

2.6.2. Determinan Sepsis Neonatorum

Beberapa determinan sepsis neonatorum dibedakan berdasarkan host, agent, dan environment.

a. Host

Faktor host yang menjadi determinan terjadinya sepsis neonatorum dapat dilihat dari faktor bayi dan ibu.

a.1. Faktor Bayi a.1.1. Umur

Penelitian Jumah, dkk tahun 2007 di Iraq menyebutkan bahwa secara statistik angka kematian akibat sepsis lebih tinggi secara signifikan pada bayi berumur < 7 hari dibandingkan pada bayi berumur 7-28 hari (p<0,001).24 Hasil penelitian Nugrahani, dkk tahun 2005 dengan menggunakan rancangan penelitian uji diagnostik potong lintang di RS Dr. Sardjito Yogyakarta, proporsi penderita sepsis neonatorum berumur <7 hari 77,2% dan >7 hari 22,8%.15

a.1.2. Jenis Kelamin

Laki-laki empat kali lebih beresiko terkena sepsis dibandingkan perempuan, dan kemungkinan ini berhubungan dengan kerentanan host berdasarkan jenis kelamin.18 Dalam penelitian Simbolon tahun 2008 dengan menggunakan desain penelitian kasus kontrol di RSUD Curup kabupaten Rejang Lebong Bengkulu menyebutkan bahwa menurut faktor bayi, kejadian sepsis neonatorum banyak terjadi pada bayi laki-laki (61,2%).10 Hasil penelitian Patel, dkk (1994) di University of Mississippi Medical Center (UMMC), proporsi penderita sepsis neonatorum tertinggi pada bayi laki-laki (54,3%).57 Penelitian


(34)

Jumah, dkk (2007) di Basrah Maternity and Children Hospital, penderita sepsis neonatorum lebih banyak pada bayi laki-laki, diantaranya 56,75% yang hidup dan 43,25% yang meninggal.24

a.1.3. Prematuritas

Prematur adalah satu-satunya faktor paling signifikan berkorelasi dengan sepsis. Risiko meningkat sebanding dengan penurunan berat lahir.18 Bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu. Bayi yang lahir prematur mempunyai berat badan lahir rendah, namun bayi yang mempunyai berat badan lahir rendah belum tentu mengalami kelahiran prematur.27 Bayi prematur rentan mengalami infeksi/septikemia. Infeksi/septikemia empat kali beresiko menyebabkan kematian bayi prematur.28 Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.29

Incidence rate sepsis neonatorum yang dilaporkan bervariasi, antara 1-8

per 1.000 kelahiran hidup, dengan kejadian terbanyak pada bayi kurang bulan dengan berat badan lahir rendah.7

a.1.4. Berat lahir rendah.

Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang kurang atau sama dengan 2500 gram saat lahir. Tujuh persen dari semua kelahiran termasuk kelompok ini. Kebanyakan persoalan terjadi pada bayi yang beratnya kurang dari 1500 gram


(35)

dengan angka kematian yang tinggi dan membutuhkan perawatan dan tindakan medik khusus.30

Dalam penelitian Stoll, dari 7.861 bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (berat lahir <1500g) dari National Institute of Child Health and Human

Development (NICHD) pada tahun 1991-1993, 1,9% bayi terbukti mengalami

sepsis dalam 72 jam pertama kehidupan, meskipun hampir 50 % bayi di kelompok ini dianggap memiliki sepsis klinis dan diobati dengan antibiotik selama lebih dari lima hari. Dua puluh enam persen dari bayi tersebut meninggal.31

a.1.5. Status Kembar

Bayi kembar berisiko tinggi untuk infeksi streptococcus grup B dan infeksi lain walaupun sudah dikendalikan untuk prematuritasnya selain itu bayi lahir dengan status kembar kemungkinan akan lahir dengan BBLR, sehingga akan berisiko mengalami sepsis karena organ tubuhnya belum sempurna sehingga sistem imunnya kurang yang menyebabkan mudah terkena infeksi.7

Menurut Mochtar, berat badan satu janin kembar rata-rata 1000 gram lebih ringan dari janin tunggal. Berat badan masing-masing janin kembar tidak sama, umunya berselisih antara 50 sampai 1000 gram, dan karena pembagian sirkulasi darah tidak sama, maka yang satu kurang bertumbuh dari yang lainnya. Pengaruh kehamilan kembar pada janin adalah umur kehamilan tambah singkat dengan bertambahnya jumlah janin dalam kehamilan kembar, sehingga kemungkinan terjadinya bayi prematur sangat tinggi.32


(36)

a.2. Faktor Ibu

a.2.1. Umur ibu

Umur ibu melahirkan dibagi dalam 3 kelompok usia remaja dengan umur < 20 tahun, kelompok usia reproduksi sehat dengan umur 20-35 tahun dan kelompok usia risiko tua dengan umur > 35 tahun. Ibu hamil dengan umur lebih muda sering mengalami komplikasi kehamilan dengan hasil kehamilan tidak baik. Pada kelompok umur risiko tua kejadian berat badan lahir rendah juga meningkat.33 Menurut penelitian Nyoman Nuada di RS Denpasar pada tahun 1999 ditemukan 84% ibu yang melahirkan bayi prematur berusia kurang dari 20 tahun dan usia lebih dari 35 tahun (umur risiko tinggi).34

Dalam penelitian Suwiyoga tahun 2007 dengan menggunakan rancangan penelitian studi kohort di Indonesia menemukan bahwa insiden sepsis neonatorum di kelompok umur ibu kurang dari 20 tahun adalah 14,2 %, lebih tinggi dari insidens sepsis di kelompok umur 20 tahun atau lebih. Usia ibu kurang dari 20 tahun diketahui berhubungan dengan kolonisasi kuman Streptococcus Grup Beta di jalan lahir.35

a.2.2. Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan ibu dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan bayi. Dengan berbekal pendidikan yang cukup, seorang ibu dinilai lebih banyak memperoleh infromasi yang dibutuhkan. Selain itu, ibu dengan tingkat pendidikan relatif tinggi lebih mudah menyerap informasi atau himbauan yang diberikan. Dengan demikian mereka dapat memilih serta


(37)

menentukan alternatif terbaik dalam melakukan perawatan dan pemeriksaan kehamilan sehingga dapat melahirkan bayi sehat.

Menurut Bachroen, tingkat pendidikan mempunyai pengaruh besar terhadap derajat kesehatan. Penelitian yang dilakukan menyebutkan bahwa pendidikan paling berpengaruh adalah pendidikan ibu.36

a.2.3. Pekerjaan Ibu

Variabel pekerjaan akan mencerminkan keadaan sosial ekonomi keluarga. Penelitian Yahya K, dkk menyebutkan bahwa presentase terbanyak adalah pada golongan berpenghasilan rendah. Dimana suami bekerja sebagai buruh, kemudian diikuti pedagang kecil, pegawai negeri golongan I dan II. Sedangkan istrinya (ibu hamil) pada umumnya tidak bekerja. Rendahnya kedudukan tingkat dan macam pekerjaan ini adalah akibat dari tingkat pendidikan yang juga rendah.37

Di Negara berkembang, banyak ibu bekerja keras untuk membantu menopang kehidupan keluarganya di samping tugas utama mengelola rumah tangga, menyiapkan makanan, mengasuh dan merawat anak. Salah satu studi menunjukkan bahwa 25% dari rumah tangga sangat bergantung pada pendapatan kaum perempuan. Jika ibu hamil bekerja terlalu keras dan intake kalori kurang selama hamil akan lebih mudah melahirkan bayi dengan berat lahir rendah yang merupakan faktor risiko terjadinya infeksi.38

a.2.4. Umur Kehamilan

Lama kehamilan yaitu 280 hari atau 40 minggu, dihitung dari hari pertama haid yang terakhir. Lama kehamilan dapat dibedakan atas:


(38)

i. Partus prematurus, adalah persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan 28-36 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur. Berat janin antara 1.000-2.500 gram.

ii. Partus matures atau aterm (cukup bulan), adalah partus pada kehamilan 37-40 minggu, janin matur, berat badan di atas 2.500 gram.

iii. Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus cukup bulan.32

a.2.5. Ketuban pecah dini (KPD)

Ketuban pecah dini (KPD) yaitu bocornya cairan amnion sebelum mulainya persalinan, terjadi pada kira-kira 7 sampai 12 persen kehamilan. Paling sering ketuban pecah pada atau mendekati saat persalinan; persalinan terjadi secara spontan dalam beberapa jam. Bila ketuban pecah dini dihubungkan dengan kehamilan preterm, ada risiko peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal akibat imaturitas janin.39

Sepsis neonatorum dini sering dihubungkan dengan KPD karena infeksi dengan KPD saling mempengaruhi. Infeksi genital bawah dapat mengakibatkan KPD, demikian pula KPD dapat memudahkan infeksi asendens. Infeksi asendens ini dapat berupa amnionitis dan korionitis, gabungan keduanya disebut korioamnionitis.40 Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan bila disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan meningkat menjadi 4 kalinya.18


(39)

Dalam penelitian Suwiyoga, dkk tahun 2007 dengan menggunakan rancangan penelitian studi kohort di Indonesia menemukan bahwa resiko SAD pada ketuban pecah kurang 12 jam adalah 1,5 kali, sesudah 12-18 jam adalah 7 kali dan pada 18-24 jam adalah 9 kali.35 Selain itu, KPD merupakan faktor risiko utama prematuritas yang merupakan penyumbang utama SAD dan kematian perinatal.40

a.2.6. Infeksi dan demam (>38°C) pada masa peripartum

Infeksi dapat merupakan akibat korioamnionitis, infeksi saluran kemih, kolonisasi vagina oleh Streptococcus grup B (SGB), kolonisasi perineal oleh E. coli, dan komplikasi obstetrik lainnya.18 Ibu yang menderita infeksi ketika hamil dapat menyebabkan dampak yang besar terhadap ibu maupun janin dan bayi neonatal seperti infeksi neonatal.39

a.2.7. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau.

Dalam penelitian Nugrahani, dkk tahun 2005 dengan menggunakan rancangan penelitian uji diagnostik potong lintang di RS Dr. Sardjito Yogyakarta terdapat proporsi ibu dengan keadaan air ketuban keruh melahirkan bayi yang mengalami sepsis neonatorum sebanyak 33,1%.15 Menurut hasil penelitian Simbolon di instalasi kebidanan Rumah Sakit Pusat Sardjito Yogyakarta dari bulan Januari 2001 ditemukan 72 % faktor risiko sepsis neonatorum adalah BBLR dengan keadaan air ketuban bau busuk.10

a.2.8. Riwayat Persalinan Ibu

Bayi yang lahir dengan tindakan (ekstraksi cunam/vakum dan seksio sesaria) berisiko mengalami sepsis neonatorum. Infeksi dapat diperoleh bayi dari


(40)

lingkungannya diluar rahim ibu, seperti alat-alat penolong persalinan yang terkontaminasi.41 Dalam penelitian Simbolon tahun 2008 dengan menggunakan desain penelitian kasus kontrol di kabupaten Rejang Lebong propinsi Bengkulu, kejadian sepsis neonatorum menurut riwayat persalinan menunjukkan bahwa kejadian sepsis neonatorum sedikit lebih banyak pada bayi dengan riwayat persalinan dengan tindakan (ekstraksi cunam/vakum dan seksio sesaria). Bayi yang lahir dengan tindakan berisiko 2,142 kali mengalami sepsis neonatorum dibandingkan dengan bayi yang lahir secara normal.10

a.2.9. Frekuensi Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care)

Pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care) yang teratur berfungsi sebagai kontrol untuk mendeteksi terjadinya tanda-tanda komplikasi kehamilan, sehingga dapat mengantisipasi kemungkinan bahaya kehamilan dan persalinan.42 Pemeriksaan kehamilan perlu dilakukan oleh ibu semasa hamil, mulai dari trimester pertama sampai saat berlangsungnya persalinan. Tujuan pemeriksaan kehamilan adalah untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai risiko tinggi sehingga risiko kematian ibu atau bayi dapat dikurangi.43 Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan dapat mengurangi kejadian kelahiran prematur pada bayi yang sangat rentan terkena sepsis. Selain itu dengan melakukan pemeriksaan selama hamil dapat dideteksi secara dini penyakit infeksi yang diderita oleh ibu yang nantinya akan mengakibatkan infeksi pada bayinya.

Menurut Ulina (2004) dalam penelitiannya di Kelurahan Tanjung Jati Kecamatan Binjai, hasil cakupan kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan antenatal yaitu K1 (81%) dan K4 (66,7%). Dari hasil cakupan tersebut terlihat


(41)

relatif tinggi drop out antara K1 dan K4 yaitu sebesar 14,3%. Rendahnya pencapaian cakupan K4 ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti ibu hamil merasa kurang membutuhkan pelayanan antenatal karena beranggapan dirinya sehat, pendidikan ibu rendah, kurangnya pengetahuan ibu hamil akan pentingnya perawatan pada masa kehamilan secara berkala, bagi ibu hamil yang bekerja kurang memiliki waktu untuk memeriksakan kehamilannya, tingkat pendapatan keluarga sehubungan dengan kondisi ibu hamil.44

b. Agent

Agent/organisme tersering sebagai penyebab penyakit adalah Escherichia coli

dan Streptococcus group B (yang bersama-sama bertanggungjawab atas 50-75% kasus pada kebanyakan pusat pelayanan kesehatan),21 Streptococcus termasuk kelompok bakteri yang heterogen, dan tidak ada satu sistem pun yang mampu untuk mengklasifikasikannya. Ada dua puluh jenis, termasuk streptococcus pyogenes (group A), streptococcus agalactiae (group B) dan jenis enterococcus (group D), dapat dicirikan dengan berbagai tampilannya yang bervariasi: dari karakteristik koloni pertumbuhan, pola hemolisis pada media agar darah (hemolisis α, hemolisis ß, atau tanpa hemolisis), komposisi antigen pada substansi dinding sel dan reaksi biokimia. Jenis Streptococcus pneumonia (pneumococcus) lebih lanjut dikalsifikasikan berdasarkan komposisi antigen polisakarida pada kapsul.

Klasifikasi bakteri streptococcus dari sisi kepentingan medis yaitu sebagai berikut:

b.1. Streptococcus pyogenes: Kebanyakan bakteri streptococcus yang


(42)

bersifat hemolitik-ß. S. pyogenes adalah bakteri pathogen utama pada manusia dikaitkan dengan invasi lokal atau sistemik dan gangguan immunologi pasca infeksi oleh streptococcus.

b.2. Streptococcus agalactiae: Termasuk dalam streptococcus group B.

Mereka adalah anggota dari flora normal pada saluran organ wanita serta penyebab penting dari sepsis neonatal dan meningitis. Dan mereka menunjukkan jenis hemolitik ß dan menghasilkan daerah hemolisis yang sedikit lebih luas daripada koloninya (berdiameter 1-2 meter). Bakteri streptococcus group B dapat menghemolisis natrium hippurate dan memberi respon positif terhadap tes CAMP (Christie, Atkins, Munch-Peterson).

b.3. Grup C dan G: Bakteri streptococcus ini kadang terdapat di dalam

nasofaring dan menimbulkan sinusitis, bakteremia atau endokarditis. Sering kelihatan seperti S. pyogenes grup A pada medium darah agar dan bersifat hemolitik ß. Dapat diidentifikasi menggunakan reaksi dengan antiserum spesifik untuk grup C atau G.

b.4. Enterococcus faecalis (E. faecium, E. durans): Bakteri enterokokus

dapat bereaksi dengan antiserum grup D. Enterokokus ini merupakan bagian dari flora normal enterik. Mereka biasanya bersifat nonhemolitik tapi suatu saat dapat bersifat hemolitik-α.

b.5. Sterptococcus bovis: Bakteri ini termasuk dalam streptococcus group D nonenterococcus. Mereka sebagian merupakan flora enterik dan


(43)

mengakibatkan bakteremia pada pasien dengan carcinoma colon. Bakteri bersifat nonhemolitik.

b.6. Streptococcus anginosus: Bakteri streptococcus ini merupakan bagian dari flora normal. Bisa bersifat α, ß, atau nonhemo litik. S. anginosus meliputi bakteri streptococcus hemolitik ß yang membentuk koloni kecil (berdiameter < 0,5 mm) dan bereaksi dengan antiserum grup A, C, atau G; dan terhadap semua hemolitik ß grup F.

b.7. Streptococcus Grup N: Mereka jarang menimbulkan penyakit pada

manusia namun dapat menyebabkan penggumpalan normal pada susu. b.8. Streptococcus Grup E, F, G, H, dan K-U: Bakteri streptococcus ini

terdapat terutama pada hewan dan terkadang juga pada manusia. b.9. Streptococcus pneumoniae: Bakteri pneumokokus bersifat

hemolitik-α.

b.10. Streptococcus viridians: Secara tipikal, biasanya bersifat hemolitik-α,

tapi kemungkinan lain mereka bersifat nonhemolitik. Bakteri

streptococcus viridians merupakan bakteri yang paling umum sebagai

flora normal pada saluran pernafasan atas dan berperan penting untuk menjaga kesehatan membran mukosa yang terdapat disana.45

Selain itu penyebab lain dari sepsis neonatorum adalah Staphylococcus

aureus, Klebsiella, Enterobacter sp, Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp,Listeria monocytogenes dan bakteri anaerob. Sepsis awitan dini akan terlihat sebagai proses


(44)

sepsis awitan lambat, sering dimanifestasikan sebagai meningitis setelah minggu pertama kehidupan.

Pertama-tama biasanya dihubungkan dengan faktor-faktor ibu dan organisme yang berasal dari cairan ketuban yang terinfeksi atau ketika janin melewati jalan lahir, dan setelah itu bayi mungkin terinfeksi dari lingkungannya atau dari sejumlah sumber di rumah sakit. E. coli dan streptococcus B mungkin bertanggung jawab atas terjadinya sepsis awitan dini atau lambat, sedangkan S. aureus, Klebsiella,

Enterobacter sp, P. aeruginosa dan Serratila sp, lebih lazim menyebabkan sepsis

awitan lambat.21

c. Environment

Beberapa faktor lingkungan yang menjadi determinan sepsis neonatorum terutama berasal dari keadaan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) yaitu jumlah pasien yang terlalu banyak, kurangnya tempat dan sabun untuk mencuci tangan, kurangnya handuk atau tissue, tempat penyimpanan sarana kesehatan yang tidak nyaman, buruknya kebersihan, buruknya ventilasi aliran udara dan fasilitas ruangan isolasi, dapat meningkatkan angka kejadian sepsis neonatorum.

Semua faktor-faktor di atas sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan masih menjadi masalah sampai saat ini. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab tidak adanya perubahan pada angka kejadian sepsis neonatal dalam dekade terakhir ini. Faktor-faktor risiko ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus terutama bila disertai gambaran klinis.7


(45)

2.7. Komplikasi

Komplikasi sepsis neonatorum antara lain:7 2.7.1. Meningitis

2.7.2. Neonatus dengan meningitis dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus dan/atau leukomalasia periventrikular

2.7.3. Pada sekitar 60 % keadaan syok septik akan menimbulkan komplikasi

acut respiratory distress syndrome (ARDS).

2.7.4. Komplikasi yang berhubungan dengan penggunaan aminoglikosida, seperti ketulian dan/atau toksisitas pada ginjal.

2.7.5. Komplikasi akibat gejala sisa atau sekuele berupa defisit neurologis mulai dari gangguan perkembangan sampai dengan retardasi mental 2.7.6. Kematian

2.8. Pencegahan Sepsis Neonatorum 2.8.1. Pencegahan Primordial

Primordial prevention (pencegahan awal) ini dimaksudkan untuk

memberi kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit itu tidak mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya.46 Bentuk pencegahan ini berupaya untuk mencegah munculnya faktor predisposisi terhadap masyarakat khususnya ibu dan wanita usia produktif terhadap faktor risiko terjadinya sepsis pada bayinya. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah sepsis neonatorum sebagai pencegahan primordial adalah:


(46)

a. Mengatur pola makan sehat dan bergizi dalam jenis dan jumlah yang cukup pada ibu untuk mempertahankan daya tahan tubuh serta menjaga kebesihan diri sehingga terhindar dari penyakit infeksi.

b. Meningkatkan pengetahuan ibu tentang pentingnya pemeriksaan saat hamil (Antenatal Care) dengan cara mencari informasi melalui buku, televisi atau media massa lainnya.

c. Tidak melahirkan pada usia ibu risiko tinggi, seperti usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun agar tidak berisiko melahirkan bayi prematur dan bayi dengan berat badan lahir rendah.

2.8.2. Pencegahan Primer

Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi. Pencegahan primer juga diartikan sebagai bentuk pencegahan terhadap terjadinya suatu penyakit pada seseorang dengan faktor risiko. Upaya yang dapat dilakukan sebagai pencegahan primer terhadap kejadian sepsis neonatorum adalah:

a. Mewujudkan Pelayanan Kebidanan yang Baik dan Bermutu

Bidan memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan kesehatan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan pelayanan kebidanan yang baik dan bermutu antara lain:

a.1. Semua wanita hamil mendapat kesempatan dan menggunakan kesempatan untuk menerima pengawasan serta pertolongan dalam kehamilan, persalinan, dan nifas.


(47)

a.3. Walaupun tidak semua persalinan berlangsung di rumah sakit, namun ada kemungkinan untuk mendapat perawatan segera di rumah sakit jika terjadi komplikasi.

a.4. Diwajibkan bersalin di rumah sakit untuk:

a.4.1. Wanita dengan komplikasi obstetrik (panggul sempit, preeklampsia-eklampsia, kelainan letak, dll).

a.4.2. Wanita dengan riwayat obstetrik yang jelek (perdarahan postpartum, kematian janin sebelum lahir, dll).

a.4.3. Jarak kelahiran <2 tahun atau >5 tahun.

a.4.4. Wanita hamil dengan penyakit umum, seperti penyakit jantung, diabetes, dll.

a.4.5. Wanita dengan kehamilan ke-4 atau lebih.

a.4.6. Wanita dengan umur 35 tahun ke atas dan kurang dari 20 tahun a.4.7. Primigravida (wanita yang hamil untuk pertama kali)

a.4.8. Wanita dengan keadaan di rumah yang tidak memungkinkan persalinan dengan aman.

a.4.9. Tinggi badan <150 cm.

a.4.10. Persalinan prematurus dan postmaturus.39 b. Pengawasan ibu dan bayi pada saat intranatal dan postnatal.

b.1. Pengawasan terhadap infeksi baik pada saat intranatal maupun postnatal.


(48)

b.2. Melakukan pengamatan pada ibu dan bayi untuk mengetahui ada tidaknya penyulit persalinan sehingga dapat segera ditangani secara cepat dan tepat.

b.3. Pengawasan terhadap terjadinya perlukaan kelahiran.47 c. Perawatan Antenatal (Antenatal Care)

Antenatal care mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam

upaya menurunkan angka kematian ibu dan perinatal. Dianjurkan agar pada setiap kehamilan dilakukan antenatal care secara teratur dan sesuai dengan jadwal yang lazim berlaku. Tujuan dilakukannya antenatal care adalah untuk mengetahui data kesehatan ibu hamil dan perkembangan bayi intrauterin sehingga dapat dicapai kesehatan yang optimal dalam menghadapi persalinan, puerperium dan laktasi serta mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai pemeliharaan bayinya.27 Perawatan antenatal juga perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya persalinan prematuritas atau berat badan lahir rendah yang sangat rentan terkena penyakit infeksi. Selain itu dengan pemeriksaan kehamilan dapat dideteksi penyakit infeksi yang dialami ibu yang dapat mengakibatkan sepsis neonatorum.

Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama masa kehamilan dengan distribusi kontak sebagai berikut:

c.1. Minimal 1 kali pada trimester I (K1), usia kehamilan 1-12 minggu. c.2. Minimal 1 kali pada trimester II (K2), usia kehamilan 13-24 minggu. c.3. Minimal 2 kali pada trimester III (K3 dan K4), usia kehamilan > 24 minggu.48


(49)

d. Mencuci tangan

Dalam lingkungan perawatan kesehatan, tangan merupakan salah satu syarat penularan yang paling efisien untuk infeksi nosokomial. Oleh Karena itu, mencuci tangan menjadi metode pencegahan dan pengendalian yang paling penting. Tujuan mencuci tangan adalah untuk menurunkan bioburden (jumlah mikroorganisme) pada tangan dan untuk mencegah penyebarannya ke area yang tidak terkontaminasi, seperti pasien, tenaga perawatan kesehatan (TPK) dan peralatan. Tenaga perawatan diharuskan mencuci tangan sebelum dan setelah memegang bayi untuk menghindari terjadinya infeksi pada bayi tersebut.

Mencuci tangan yang kurang tepat menempatkan baik pasien dan tenaga perawatan kesehatan pada risiko terhadap infeksi atau penyakit. Tenaga perawatan kesehatan yang mencuci tangan kurang adekuat memindahkan organisme-organisme seperti Staphylococcus, Escheriscia coli, Pseudomonas, dan Klebsiella secara langsung kepada hospes yang rentan, yang menyebabkan infeksi nosokomial dan epidemik di semua jenis lingkungan pasien.49 Kepatuhan mencuci tangan sangat penting dalam mencegah infeksi nosokomial.


(50)

Di bawah ini tujuh langkah mencuci tangan yang baik dan benar:

Gambar 2.4. Tujuh langkah mencuci tangan.50

e. Pemberian ASI secepatnya

Upaya pencegahan terhadap penyakit infeksi dapat dilakukan dengan keadaan gizi bayi yang baik. Pemeliharaan gizi bayi dan balita yang baik memerlukan pengaturan makanan yang tepat yaitu salah satunya dengan pemberian ASI secara benar dan tepat.51 Air susu ibu memegang peranan yang penting untuk menjaga kesehatan dan kelangsungan hidup bayi. Awal menyusui yang baik adalah 30 menit setelah bayi lahir karena dapat merangsang pengeluaran ASI selanjutnya, disamping itu akan terjadi interaksi atau hubungan timbal balik dengan cepat antara ibu dengan bayi.52


(51)

Penggunaan Air Susu Ibu (ASI) sudah dibuktikan dapat mencegah terjadinya infeksi pada bayi. Bayi yang mendapat ASI mempunyai risiko lebih kecil untuk memperoleh infeksi daripada bayi yang mendapat susu formula. Efektifitas ASI tergantung dari jumlah yang diberikan, semakin banyak ASI yang diberikan semakin sedikit risiko untuk terkena infeksi. Insidensi infeksi nosokomial pada bayi prematur yang mendapat ASI (29,3%) lebih kecil dibandingkan dengan bayi prematur yang mendapat susu formula (47,2%).12

f. Pembersihan Ruang Perawatan Bayi

Bentuk, konstruksi dan suasana ruang perawatan yang baik dan memadai dapat mengurangi insidens infeksi nosokomial. Setiap ruang perawatan terutama NICU (Neonatal Intensive Care Unit) memerlukan paling sedikit 1 ruangan isolasi untuk 2 pasien yang terinfeksi, dan ruangan untuk cuci tangan, ruangan tempat memakai baju steril untuk tindakan invasif, dan tempat penyimpanan alat-alat atau material yang sudah dibersihkan.7

g. Perawatan persalinan aseptik

Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, dan pemberian ampicillin 1 gram intravena yang diberikan pada awal persalinan dan tiap 6 jam selama persalinan. Pemberian ampicillin dapat menurunkan risiko terjadinya infeksi awitan dini (early-onset) sampai 56% pada bayi lahir prematur karena ketuban pecah dini, serta menurunkan resiko infeksi Streptococcus Grup B sampai 36%. Pada wanita dengan korioamnionitis dapat diberikan ampicillin dan gentamicin, yang dapat menurunkan angka kejadian sepsis neonatorum sebesar 82% dan infeksi Streptococcus Grup B sebesar 86%. Sedangkan wanita dengan faktor risiko seperti


(52)

korioamnionitis atau ketuban pecah dini serta bayinya, sebaiknya diberikan ampisilin dan gentamisin intravena selama persalinan. Antibiotik tersebut diberikan sebagai obat profilaksis.7

2.8.3. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder ini diberikan kepada mereka yang menderita atau dianggap menderita. Adapun tujuan pada pencegahan sekunder yaitu diagnosis dini dan pengobatan yang tepat.

a. Diagnosis

Saat ini, upaya penegakan diagnosis sepsis mengalami beberapa perkembangan. Pada tahun 2004, The International Sepsis Forum mengajukan usulan kriteria diagnosis sepsis pada neonatus berdasarkan perubahan klinis sesuai dengan perjalanan infeksi. Gambaran klinis sepsis neonatorum dikelompokkan menjadi 4 variabel, yaitu variabel klinik, variabel hemodinamik, variabel perfusi jaringan, dan variabel inflamasi (tabel 2.2).


(53)

Tabel 2.2. Kriteria diagnosis sepsis pada neonatus 7 Variabel Klinis

· Suhu tubuh tidak stabil

· Denyut nadi > 180 kali/menit atau < 100 kali/menit

· Laju nafas > 60 kali/menit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen · Letargi

· Intoleransi glukosa ( plasma glukosa > 10 mmol/L ) · Intoleransi minum

Variabel Hemodinamik

· TD < 2 SD menurut usia bayi

· TD sistolik < 50 mmHg ( bayi usia 1 hari ) · TD sistolik < 65 mmHg ( bayi usia < 1 bulan )

Variabel Perfusi Jaringan

· Pengisian kembali kapiler > 3 detik · Asam laktat plasma > 3 mmol/L

Variabel Inflamasi

· Leukositosis ( > 34000x109/L ) · Leukopenia ( < 5000 x 109/L ) · Neutrofil muda > 10%

· Neutrofil muda/total neutrofil ( I/T ratio ) > 0,2 · Trombositopenia <100000 x 109/L

· C Reactive Protein > 10 mg/dL atau > 2 SD dari nilai normal

Dalam menentukan diagnosis klinik sepsis, setiap lembaga hendaknya membuat sendiri kriteria yang cocok untuk dipakai ditempatnya. Pengkajian secara statistik mengenai hal ini sangat sulit, karena faktor predisposisi infeksi maupun gejala klinis sangat sulit digolongkan karena saling tumpang tindih.21

b. Penatalaksanaan11

Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana sepsis neonatorum, sedangkan di pihak lain penentuan kuman penyebab membutuhkan waktu dan mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah dalam melaksanakan pengobatan optimal karena keterlambatan pengobatan akan berakibat peningkatan komplikasi yang tidak diinginkan.


(54)

b.1. Pemberian Antibiotik

Pada kasus tersangka sepsis, terapi antibiotik empirik harus segera dimulai tanpa menunggu hasil kultur darah. Setelah diberikan terapi empirik, pilihan antibiotik harus dievaluasi ulang dan disesuaikan dengan hasil kultur dan uji resistensi. Bila hasil kultur tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri dalam 2-3 hari dan bayi secara klinis baik, pemberian antibiotik harus dihentikan.

b.1.1. Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan dini

Pada bayi dengan sepsis awitan dini, terapi empirik harus meliputi

Streptococcus Group B, E. coli, dan Lysteria monocytogenes. Kombinasi

penisilin dan ampisilin ditambah aminoglikosida mempunyai aktivitas antimokroba lebih luas dan umumnya efektif terhadap semua organisme penyebab sepsis awitan dini. Kombinasi ini sangat dianjurkan karena akan meningkatkan aktivitas antibakteri.

b.1.2. Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan lambat

Kombinasi pensilin dan ampisilin ditambah aminoglikosida juga dapat digunakan untuk terapi awal sepsis awitan lambat. Pada kasus infeksi

Staphylococcus (pemasangan kateter vaskular), obat anti staphylococcus yaitu

vankomisin ditambah aminoglikosida dapat digunakan sebagai terapi awal. Pemberian antibiotik harusnya disesuaikan dengan pola kuman yang ada pada masing-masing unit perawatan neonatus.

b.2. Terapi Suportif (adjuvant)

Pada sepsis neonatorum berat mungkin terlihat disfungsi dua sistem organ atau lebih yang disebut Disfungsi Multi Organ, seperti gangguan fungsi respirasi,


(55)

gangguan kardiovaskular diseminata (KID), dan/atau supresi sistem imun. Pada keadaan tersebut dibutuhkan terapi suportif seperti pemberian oksigen, pemberian inotropik, dan pemberian komponen darah. Terapi suportif ini dalam kepustakaan disebut terapi adjuvant dan beberapa terapi yang dilaporkan dikepustakaan antara lain pemberian intravenous immunoglobulin (IVIG), pemberian tranfusi dan komponen darah, granulocyte-macrophage colony stimulating factor (G-CSF dan GM-CSF), inhibitor reseptor IL-1, transfusi tukar (TT) dan lain-lain.

2.7.4. Pencegahan Tertier

Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah cacat, kematian, serta usaha rehabilitasi. Penderita sepsis neonatorum mempunyai risiko untuk mengalami kematian jika tidak dilakukan diagnosis dini dan terapi yang tepat. Untuk itu bayi-bayi yang menderita sepsis perlu mendapat penanganan khusus dari petugas kesehatan dalam rangka mencegah kematian dan membatasi gangguan lain yang dapat timbul di kemudian hari.


(56)

BAB 3

KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Konsep

3.2. Defenisi Operasional

3.2.1. Penderita sepsis neonatorum adalah bayi yang dinyatakan mengalami sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti dengan bakteremia pada bulan pertama kehidupan berdasarkan hasil diagnosis dokter dan tercatat dalam kartu status pasien.

Karakteristik Penderita Sepsis Neonatorum 1. Karakteristik Bayi

Umur

Jenis kelamin Status kembar Berat badan lahir

2. Karakteristik Ibu

Umur Pendidikan Pekerjaan Status kawin Umur kehamilan Riwayat persalinan Status ketuban Keadaan air ketuban

3. Asal Rujukan 4. Sumber Biaya

5. Lama rawatan rata-rata 6. Keadaan bayi sewaktu pulang


(57)

3.2.2. Umur bayi adalah umur bayi yang tercatat dalam kartu status pasien, yang dibedakan atas:

1. Umur 0-7 hari: Neonatal dini 2. Umur 8-28 hari: Neonatal lanjut

3.2.3. Jenis kelamin bayi adalah ciri anatomi yang dimiliki oleh bayi seperti yang tercatat dalam kartu status, yang dibedakan atas:

1. Laki-laki 2. Perempuan

3.2.4. Status kembar adalah bayi yang mengalami kelahiran ganda/multipel yang tercatat pada kartu status pasien, yang dibedakan atas:

1. Kembar 2. Tidak kembar

3.2.5. Berat badan lahir adalah ukuran timbangan badan bayi saat dilahirkan yang tercatat dalam kartu status pasien, yang dibedakan atas:

1. > 2.500 gram: Normal 2. 1.501-2.500 gram: Rendah 3. <1.501 gram: Sangat Rendah

3.2.6. Umur Ibu adalah umur ibu yang tercatat dalam kartu status pasien, yang dibedakan atas:

1. < 20 tahun 2. 20-35 tahun 3. >35 tahun

3.2.7. Pendidikan adalah pendidikan formal yang telah dijalani ibu seperti yang tercatat dalam kartu status pasien, yang dibedakan atas:

1. Tidak sekolah 4. SLTA

2. SD 5. Akademi/Perguruan Tinggi (PT)


(58)

3.2.8. Pekerjaan adalah jenis aktivitas rutin yang digeluti ibu yang tercatat dalam kartu status pasien, yang dibedakan atas:

1. Ibu Rumah Tangga (IRT) 4. Pegawai Negeri Sipil (PNS) 2. Karyawan swasta 5. Buruh

3. Wiraswasta

3.2.9. Status kawin adalah status perkawinan ibu yang tercatat pada kartu status pasien, yang dibedakan atas:

1. Kawin 3. Janda

2. Tidak Kawin

3.2.10. Umur kehamilan adalah lama kehamilan dihitung dari hari pertama menstruasi normal sampai dengan terjadinya proses kelahiran janin sesuai dengan yang tercatat dalam kartu status pasien, yang dibedakan atas:

1. 28-36 minggu (kurang bulan) 2. 37-40 minggu (cukup bulan) 3. > 40 minggu (lebih bulan)32

3.2.11. Riwayat persalinan adalah tindakan yang dilakukan terhadap ibu pada masa persalinan yang tercatat pada kartu status pasien, yang dibedakan atas:

1. Tindakan (ektraksi cunam/vakum dan seksio sesaria) 2. Normal

3.2.12. Status ketuban adalah waktu ketuban pecah sebelum kelahiran yang tercatat dalam kartu status pasien, yang dibedakan atas:

1. Ketuban Pecah Dini (KPD) 2. Tidak KPD

3.2.13. Keadaan air ketuban adalah keadaan fisik (warna dan bau) air ketuban ibu yang tercatat dalam kartu status pasien, yang dibedakan atas:

1. Keruh dan berbau


(59)

3.2.14. Asal rujukan adalah asal kedatangan bayi yang mengalami sepsis neonatorum seperti yang tercatat dalam kartu status pasien, yang dibedakan atas:

1. Rujukan RS lain

2. Rujukan Bidan/Klinik/Rumah Bersalin 3. Bukan Rujukan

3.2.15. Sumber Biaya adalah jenis sumber biaya yang digunakan oleh orangtua penderita sepsis neonatorum seperti yang tercatat di kartu status pasien, yang dibedakan atas:

1. Biaya sendiri

2. Asuransi Kesehatan (Askes)

3. Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)

Untuk analisis statistik, sumber pembiayaan dibedakan atas: 1. Biaya sendiri

2. Bukan biaya sendiri (Askes dan Jamkesmas)

3.2.16. Lama rawatan rata-rata adalah rata-rata jumlah lamanya bayi dirawat terhitung dari masuk sampai keluar rumah sakit.

3.2.17. Keadaan bayi sewaktu pulang adalah kondisi bayi setelah dirawat di rumah sakit seperti yang tercatat dalam kartu status pasien, yang dibedakan atas: 1. Sembuh

2. Pulang atas permintaan orangtua 3. Meninggal


(60)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan desain case series.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSU Dr. Pirngadi jalan Prof. H. M. Yamin SH No. 47 Medan dengan pertimbangan bahwa RSU Dr. Pirngadi memiliki data mengenai karakteristik penderita sepsis neonatorum, selain itu penelitian tentang karakteristik penderita sepsis neonatorum tahun 2005-2009 belum pernah dilakukan.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Januari - Juli tahun 2010.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua data sepsis neonatorum yang tercatat dalam laporan rekam medik RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2005-2009 sebanyak 119 kasus.


(61)

4.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh data sepsis neonatorum yang tercatat dalam laporan rekam medik RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2005-2009 dengan besar sampel adalah seluruh populasi (total sampling).

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari kartu status atau rekam medik di RSU Dr. Pirngadi Medan dan dilakukan pencatatan dari variabel yang diteliti.

4.5. Teknik Analisa Data

Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan komputer dan dianalisa secara deskriptif statistik dengan menggunakan program SPSS. Data univariat dianalisa secara deskriptif dan data bivariat dianalisa dengan uji chi-square , t-test dan uji anova. Hasil disajikan dalam bentuk narasi, tabel, diagram pie dan diagram bar.


(62)

BAB 5

HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Lokasi Peneneltian

Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan didirikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda dengan nama GEMENTE ZIEKEN HUIS. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Maria Constanstia Macky pada tanggal 11 Agustus 1928 dan diresmikan pada tahun 1930. Sebagai pimpinan yang pertama adalah Dr. W. Bays, pada tahun 1939 pimpinan Rumah Sakit ini diserahkan kepada Dr. A. A. Messing.

Setelah masuknya Jepang ke Indonesia pada tahun 1942, rumah sakit ini diambil alih oleh bangsa Jepang dan berganti nama menjadi SYURITSU BYSONO INCE dan pimpinannya dipercayakan kepada seorang putera Indonesia yaitu Dr. Raden Pirngadi Gonggo Putro.

Pada masa negara Sumatera Timur pada tahun 1947 nama rumah sakit ini diganti menjadi Rumah Sakit Kota Medan dan pimpinannya dijabat oleh Dr. Ahmad Sofyan. Semasa kepemimpinan beliau rumah sakit ini berubah menjadi Rumah Sakit Umum Medan yaitu pada tahun 1952. Tahun 1955 pimpinan Rumah Sakit Umum Medan diserahterimakan kepada Dokter H. A. Darwis Dt. Batu Besar. Tahun 1958 nama rumah sakit ini berganti menjadi Rumah Sakit Umum Pusat Besar, pimpinannya dijabat oleh Paruhum Daulay. Tahun 1969 pimpinan Rumah Sakit Umum Medan dipimpin oleh Dr. Zainal Rasyid Siregar, SKM dan semasa kepemimpinan beliau nama Rumah Sakit Umum Pusat Medan berubah nama lagi menjadi Rumah Sakit Pusat Propinsi Medan (Provincial Top Referal Hospital).


(1)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided) Pearson

Chi-Square 8.346(a) 2 .015

Likelihood Ratio 7.731 2 .021

Linear-by-Linear

Association 5.697 1 .017

N of Valid Cases 116

a 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.55.

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Umur Kehamilan (minggu) * Berat Badan Lahir Bayi Tercatat (gram)


(2)

Umur Kehamilan (minggu) * Berat Badan Lahir Bayi Tercatat (gram) Crosstabulation

Berat Badan Lahir Bayi Tercatat

(gram) Total

Berat Badan

Lahir Normal

Berat Badan

Lahir Rendah

Berat Badan Lahir Sangat

Rendah

Umur Kehamilan (minggu)

Kurang bulan

Count

0 22 14 36

% within Umur

Kehamilan (minggu)

.0% 61.1% 38.9% 100.0%

% within Berat

Badan Lahir Bayi Tercatat (gram)

.0% 88.0% 82.4% 57.1%

% of Total .0% 34.9% 22.2% 57.1%

Cukup

bulan

Count

19 3 3 25

% within Umur

Kehamilan (minggu)

76.0% 12.0% 12.0% 100.0%

% within Berat

Badan Lahir Bayi Tercatat (gram)

90.5% 12.0% 17.6% 39.7%

% of Total 30.2% 4.8% 4.8% 39.7%

Lebih

bulan

Count

2 0 0 2

% within Umur

Kehamilan (minggu)

100.0% .0% .0% 100.0%

% within Berat

Badan Lahir Bayi Tercatat (gram)

9.5% .0% .0% 3.2%

% of Total 3.2% .0% .0% 3.2%

Total Count 21 25 17 63

% within Umur

Kehamilan (minggu)


(3)

% within Berat Badan Lahir Bayi Tercatat (gram)

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 33.3% 39.7% 27.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided) Pearson

Chi-Square

42.618(a

) 4 .000

Likelihood Ratio 52.906 4 .000

Linear-by-Linear

Association 27.562 1 .000

N of Valid Cases

63

a 3 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .54.

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Keadaan Bayi Sewaktu Pulang * Asal Rujukan


(4)

Keadaan Bayi Sewaktu Pulang * Asal Rujukan Crosstabulation

Asal Rujukan Total

Rujukan RS lain

Rujukan Bidan/Klin

ik/Rumah Bersalin

Bukan

Rujukan

Keadaan Bayi Sewaktu Pulang

Sembuh Count

6 15 5 26

% within

Keadaan Bayi Sewaktu Pulang

23.1% 57.7% 19.2% 100.0%

% within Asal

Rujukan 26.1% 28.8% 11.4% 21.8%

% of Total 5.0% 12.6% 4.2% 21.8%

Pulang

atas

permintaan orangtua

Count

7 13 17 37

% within

Keadaan Bayi Sewaktu Pulang

18.9% 35.1% 46.0% 100.0%

% within Asal

Rujukan 30.4% 25.0% 38.6% 31.1%

% of Total 5.9% 10.9% 14.3% 31.1%

Meninggal Count 10 24 22 56

% within

Keadaan Bayi Sewaktu Pulang

17.9% 42.8% 39.3% 100.0%

% within Asal

Rujukan 43.5% 46.2% 50.0% 47.1%

% of Total 8.4% 20.2% 18.5% 47.1%

Total Count 23 52 44 119

% within

Keadaan Bayi Sewaktu Pulang

19.3% 43.7% 37.0% 100.0%

% within Asal

Rujukan 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%


(5)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided) Pearson

Chi-Square 5.150(a) 4 .272

Likelihood Ratio 5.494 4 .240

Linear-by-Linear

Association 1.487 1 .223

N of Valid Cases 119

a 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.03.

T-Test

Group Statistics

Sumber Biaya N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean Lama Rawatan

(hari) Biaya Sendiri 49 7.94 6.650 .950

Bukan Biaya Sendiri 70 9.04 5.309 .635

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality

of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t Df

Sig. (2-tailed)

Mean Differ

ence

Std. Error Differ ence

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower

Uppe r Lama

Rawatan (hari)

Equal variances assumed

4.479 .036 -1.005 117 .317 -1.10 1.098 -3.279 1.071

Equal

variances not assumed


(6)

Oneway

Descriptives Lama Rawatan (hari)

N Mean

Std. Deviatio

n

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minim um

Maxi mum Lower

Bound

Upper Bound

Sembuh 26 12.19 6.413 1.258 9.60 14.78 2 27

Pulang atas permintaan orangtua

37 9.46 5.786 .951 7.53 11.39 2 26

Meninggal 56 6.34 4.711 .630 5.08 7.60 2 21

Total 119 8.59 5.897 .541 7.52 9.66 2 27

Test of Homogeneity of Variances Lama Rawatan (hari)

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

1.874 2 116 .158

ANOVA Lama Rawatan (hari)

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 649.042 2 324.521 10.899 .000

Within Groups 3453.781 116 29.774