22
Coping strategies dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi terdapat berbagai cara yang ditempuh oleh keluarga yang diteliti
Wahyudi,2007:88 . Cara-cara tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Strategi Aktif Yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi
keluarga untuk misalnya melakukan aktivitas sendiri, memperpanjang jam kerja, memanfaatkan sumber atau tanaman liar di lingkungan sekitar
dan sebagainya. b.
Strategi Pasif Yaitu mengurangi pengeluaran keluarga misalnya pengeluaran biaya untuk sandang, pangan, pendidikan, dan sebagainya.
c. Strategi Jaringan Misalnya menjalin relasi, baik secara informal maupun
formal dengan lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan misalnya:
meminjam uang tetangga, mengutang ke warung,
memanfaatkan program anti kemiskinan, meminjam uang ke rentenir atau bank, dan sebagainya
.
2.4 Strategi Adaptasi
Suparlan dalam Ginting 2015:27 mengatakan adaptasi pada hakikatnya adalah suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk dapat
melangsungkan hidup. Syarat-syarat dasar tersebut mencakup : a.
Syarat dasar alamiah, biologi Manusia harus makan dan minum untuk menjaga kestabilan temperatur tubuhnya untuk tetap berfungsi dalam
hubungan harmonis secara menyeluruh dengan organ-organ tubuh lainnya.
Universitas Sumatera Utara
23
b. Syarat dasar kejiwaan, manusia memerlukan perasaan tenag yang jauh dari
perasaanperasaan takut,keterpencilan, gelisah dan lain-lain. c.
Syarat dasar sosial, manusia membutuhkan hubungan untuk dapat melangsungkan keturunan untuk tidak merasa dikucilkan, dapat belajar
mengenai budaya. Vembrianto dalam Ginting 2015:27 menambahkan adaptasi yang
dilakukan manusia lewat tingkah lakunya dapat menerangkan reaksi-reaksi terhadap tuntutan atau tekanan dari lingkungannya. Karena manusia hidup dalam
masyarakat, maka tingkah lakunya tentu saja merupakan adaptasi terhadap tuntutan masyarakat sosial sekitarnya. Soekanto dalam Ginting 2015:27
memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi sosial yakni : a.
Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan. b.
Menyesuaikan terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan. c.
Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah. d.
Mengubah agar kondisi sesuai dengan yang diciptakan e.
Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan sistem.
f. Penyesuaian budaya dan aspek-aspek lainnya sebagai hasil seleksi ilmiah.
Dari batasan-batasan tesebut, dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan proses penyesuaian. Penyesuaian dari individu, kelompok, maupun
unit sosial terhadap norma-norma, proses perubahan, ataupun suatu kondisi yang diciptakan.
Universitas Sumatera Utara
24
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitain oleh Ezra Edmud ZR mengenai “ Pemulung dan Kemiskinan Kota “ penelitian ini tentang kemiskinan pemulung diwilayah pekotaan kota
yogyakarta, melihat dua hal pokok yang menjadi inti penelitian yakni pertama, faktor penyebab kemiskinan dan kedua strategi yang digunakan untuk bertahan
hidup internal dan eksternal. Dimana yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Faktor apa yang menyebabkan keluarga Ibu Slamet menjadi
miskin serta Situasi sosial apa yang membuat keluarga Ibu Slamet tetap bertahan hidup. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Kemiskinan yang dialami keluarga
ibu Slamet pada dasarnya lebih disebabkan oleh faktor struktural, kultural dan natural. Secara struktural; kemiskinan yang dialami oleh objek penelitian ini
merupakan akibat terperangkap dalam kapitalisme kota serta upaya mempertahankan hidup dengan cara pengetatan pengeluaran serta pemanfaatan
modal sosial yang ada. Penelitian oleh Bedriati Ibrahim dan Murni Baheram yang berjudul
strategi bertahan hidup keluarga pemulung di desa salo kabupaten kampar menyimpulkan bahwa strategi yang dilakukan oleh keluarga pemulung dengan
cara menghemat konsumsi dan meminjam uang pada tetangga . hal ini disebabkan karena dengan menghemat konsumsi mereka menjaga harga diri sebab mereka
tidak mau disepelekan orang lain . sedangkan cara bertahan hidup pemulung dengan meminjam kepada tetangga adalah karena mereka merasa mempunyai
hubungan sosial yang dekat sehingga mereka berani dan percaya diri untuk meminjam.
Universitas Sumatera Utara
25
Penelitian terdahulu mengenai Eksistensi keluarga pemulung di Kelurahan Legok, Kota Jambi oleh Nisaul Fadillah Wenny Dastina
menyimpulkan bahwa pemulung menjadi fenomena tersendiri sebagai potret kehidupan masyarakat migran yang tidak memiliki keterampilan dan pendidikan
yang cukup sehingga kalah bersaing untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Umumnya alasan utama memilih profesi sebagai pemulung
dilatarbelakangi rendahnya tingkat pendidikan dan minimnya keterampilan. Di samping itu, profesi pemulung bisa dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja,
tanpa terikat aturan dan modal uang. Keluarga pemulung di Kelurahan Legok umumnya adalah pendatang dari luar Provinsi Jambi. Mereka tinggal dalam
pemukiman yang eksklusif dengan berkelompok di beberapa wilayah di Kelurahan Legok dalam lingkungan dengan kelas sosial yang homogenya.
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian penulis terletak pada objek yang akan diteliti yaitu khususnya pemulung lansia. Peneliti tertarik
meneliti tentang faktor yang mempengaruhi lansia tetap bekerja, bagaimana kondisi sosial ekonomi mereka serta strategi bertahan hidup pemulung lansia
karena di TPA Kecamatan Medan Marelan masih terdapat beberapa lansia yang bekerja sebagai pemulung untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka maupu
keluarga mereka. Kondisi sosial ekonomi mereka yang sangat rendah menyebabkan mereka tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan khususnya
kebutuhan hidup mereka sendiri. Masalah sosialyang terdapat dalam penelitian ini adalah para lansia yang berada dilingkungan 1 kelurahan paya pasir belum
mendapatkan kebebasan diri mereka karena mereka belum termasuk kelompok lansia yang sejahtera
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kecamatan medan marelan merupakan salah satu dari 21 kecamatan yang terletak di kota Medan. Kecamatan Medan Marelan merupakan satu-satunya
Kecamatan yang memiliki Tempat Pengelolaan Akhir TPA Sampah terbesar setelah Tempat Pengelolaan Akhir TPA Sampah Pancur Batu. Lebih tepatnya
Tempat Pengelolaan Akhir TPA Kec.Medan Marelan terletak di Kelurahan Terjun. Dimana setiap harinya TPA daerah Terjun ini didatangkan sampah kota
baik itu dari sampah rumah tangga, sampah perkantoran, industri kecil, industri besar maupun limbah pabrik perusahaan.
Kelurahan Terjun terletak berdampingan dengan Kelurahan Paya Pasir. Keberadaan Tempat Pengelolaan Akhir TPA di Kelurahan Terjun memiliki
dampak untuk masyarakat sekitar baik yang sudah menetap lama di daerah sekitar TPA maupun masyarakat pendatang. Dampak sebagai respon tiap masyarakat
berbeda, ada yang respon negatif dan ada juga respon positif yang ditimbulkan oleh keberadaan Tempat Pengelolaan Akhir TPA Kelurahan Terjun. Tetapi bagi
para pemulung keberadaan TPA sampah merupakan tempat pengais rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Semenjak keberadaan Tempat Pengelolaan
Akhir TPA di Kecamatan Medan Marelan ini, banyak masyarakat yang berdatangan untuk mencari bahan bekas yang dapat mereka jual kembali baik itu
plastik, botol bekas maupun barang-barang rosokan lainnya. Masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar TPA terutama lingkungan I
Kelurahan Paya Pasir berjumah sebanyak 390 kepala keluarga dengan total laki-
Universitas Sumatera Utara