25
perkawinan tanpa sengaja. Kekurangan syarat, sehingga perkawinan dapat dibatalkan dan bisa pula tidak dapat dibatalkan.
Dalam mengemukan jenis perkawinan yang dibatalkan, Kompilasi Hukum Islam mengaturnya dalam beberapa pasal: pasal 70,71 dan 72 ayat 1
dan ayat 2 mengatur mengenai sebab-sebab batalnya perkawinan pasal 74 ayat 1 tempat pengajuan gugatan pembatalan perkawinan, ayat 2 saat di
mulai berlakunya pembatalan perkawinan, pasal 75 dan 76 akibat hukum pembatalan perkawinan, pasal 73 ayat 3 gugur hak pembatalan
perkawinan.
17
Dengan demikian, jelaslah bahwa Kompilasin Hukum Islam secara eksplisit mengandung dua pengertian pembatalan perkawinan yaitu, pertama
perkawinan batal demi hukum seperti yang termuat pada pasal 70 dan kedua perkawinan yang dapat dibatalkan relatif seperti yang terdapat pada pasal 71.
2. Sebab Jatuhnya Fasakh
Sehubungan dengan sahnya perkawinan, selain harus memenuhi syarat-syarat dan rukun perkawinan, perlu diperhatikan juga ketentuan-
ketentuan yang ada dalam hukum perkawinan Islam. Apabila dikemudian hari diketemukan penyimpangan terhadap syarat sahnya perkawinan maka
perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Batalnya perkawinan menjadikan ikatan perkawinan yang telah ada menjadi putus. Ini berarti bahwa perkawinan
tersebut dianggap tidak ada bahkan tidak pernah ada, dan suami isteri yang perkawinannya dibatalkan dianggap tidak pernah kawin sebagai suami isteri.
17
H. Abdurrahman. Kompilasi hukum Islam, Akademia presindo, 1991
26
Fasakh disebabkan oleh dua hal
18
: a.
Disebabkan oleh perkawinan yang tidak memenuhi rukun dan syarat atau terdapat adanya halangan perkawinan.
b. Disebabkan terjadinya sesuatu dalam kehidupan rumah tangga yang tidak
memungkinkan rumah tangga itu dilanjutkan. Beberapa faktor penyebab terjadinya pembatalan perkawinan atau
fasakh tersebut, ialah:
19
a. Syiqaq
Yaitu adanya pertengkaran antara suami isteri yang terus menerus. Ketentuan tentang syiqaq ini terdapat dalam QS: an-Nisa ayat 35 yang
berbunyi:
ءاسنلا :
4 35
Artinya: dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam
20
dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang
hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
21
18
Amir Syarifuddin, Hukum perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-undang Perkawinan, Jakarta: Kencana, 2006, hal. 253
19
Amir Syarifuddin, Hukum perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-undang Perkawinan, hal. 245-252
20
Hakam ialah juru pendamai.
21
Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahannya, Bandung: Gema Risalah Press, 1993, hal. 66
27
b. Adanya cacat
Yaitu cacat yang terdapat pada diri suami atau istri, baik cacat jasmani atau cacat rohani atau jiwa. Cacat tersebut mungkin terjadi sebelum
perkawinan, namun tidak diketahui oleh pihak lain atau cacat yang berlaku setelah terjadi akad perkawinan, baik ketahuan atau terjadinya itu setelah
suami isteri bergaul atau belum. c.
Ketidakmampuan suami memberi nafkah Pengertian nafkah disini berupa nafkah lahir atau nafkah batin, karena
keduanya menyebabkan penderitaan dipihak isteri. d.
Suami gaib al-mafqud Maksud gaib disini adalah suami meninggalkan tempat tetapnya dan tidak
diketahui kemana perginya dan dimana keberadaannya dalam waktu yang lama.
e. Dilanggarnya perjanjian dalam perkawinan
Sebelum akad nikah suami dan isteri dapat membuat perjanjian perkawinan. Pelanggaran terhadap perjanjian perkawinan tersebut dapat
menyebabkan terjadinya pembatalan perkawinan. Sebab-sebab perkawinan dapat batal demi hukum dan dapat dibatalkan
oleh Pengadilan. Secara sederhana ada dua sebab terjadinya pembatalan perkawinan. Pertama, pelanggaran prosedur perkawinan. Kedua, pelanggaran
tehadap meteri perkawinan.
22
Perkawinan yang dapat dibatalkan adalah suatu
22
Abdull Manan dan Fauzan, Pokok-pokok Perdata: Wewenang Peradilan Agama, Jakarta;
Rajawali Pers, 2000, hal. 19
28
perkawinan yang berlangsung antara calon suami istri, namun salah satu pihak dapat meminta kepada Pengadilan supaya perkawinan tersebut
dibatalkan.
23
Adapun alasan pembatalan perkawinan karena terdapat sesuatu pada suami atau istri yang menyebabkan tidak mungkin melanjutkan hubungan
perkawinan baik karena diketahui bahwa salah satu di antara rukun dan syarat tidak terpenuhi atau terjadi sesuatu dikemudian hari, maka perkawinan
dihentikan baik oleh hakim atau dengan sendirinya seperti kebohongan mengenai kondisi istri yang sudah tidak perawan lagi. Adapun alasan
pembatalan perkawinan karena adanya kesalahan yang terjadi pada waktu akad atau sesuatu yang terjadi kemudian setelah akad itu yang mencegah
kelangsungan hubungan perkawinan itu.
24
Apabila pembatalan perkawinan telah terjadi, baik dalam bentuk pelanggaran terhadap hukum perkawinan, atau terdapatnya halangan yang
tidak memungkinkan dilanjutkannya perkawinan, maka terjadilah akibat hukum berupa tidak diperbolehkannya suami rujuk kepada mantan isterinya
selama isteri itu menjalani masa iddah. Akan tetapi apabila keduanya berkeinginan untuk melanjutkan perkawinannya, mereka harus melakukan
akad nikah baru. Akibat lainnya ialah pembatalan perkawinan tersebut tidak mengurangi bilangan thalaq.
25
23
Salim HS., Pengantar Hukum Perdata Tertulis BW, Jakarta: Sinar Grafika, 2003 cet ke-2, hal.71
24
Amir Syarifuddin, Gari-Garis Besar Fiqih, Jakarta: Kencana, 2003 cet ke-2, hal. 133
25
Amir Syarifuddin, Hukum perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, Jakarta: Kencana, 2006 hal. 253
29
BAB III KETIDAKGADISAN ISTRI SEBAGAI
ALASAN PEMBATALAN PERKAWINAN
A. Kegadisan dan Ketidakgadisan Menurut Islam
Dalam Islam sendiri, memang masalah keperawanan tidak pernah disinggung secara tegas, hanya ada beberapa masalah hukum yang dikaitkan
dengan keperawanan ini, diantaranya tentang perwalian bagi wanita yang akan menikah, selebihnya Islam bisa dibilang tidak terlalu mempermasalahkan
keperawanan. Bahkan Rasulullah SAW, beberapa kali menikah dengan wanita- wanita yang bukan perawan lagi. Jadi ada orang yang mempermasalahkan
keperawanan dan mencari dasar dalam Islam, dia tidak akan menemukannya. Islam hanya mempermasalahkan bagaimana cara hilangnya keperawanan
itu, apakah melalui prosedur tetap yang benar, yakni melalui pernikahan yang sah, atau diobral sebagai sedekah dengan alasan cinta buta, ekonomi atau alasan-
alasan lain yang lebih bersifat duniawi. Dalam hal ini Islam sangat ketat dan sangat tegas mengatur prosedur menghilangkan keperawanan ini, yang hanya bisa
dilakukan melalui satu prosedur tetap, yaitu pernikahan yang sah. Sedangkan alasan-alasan lain yang lebih bersifat duniawi, Islam dengan tegas menetapkan
proses penghilangan keperawanan itu sebagai tindakan melawan hukum dengan hukuman yang sangat berat.
1
Misalnya seorang gadis yang melakukan hubugan
1
http id. Wikipedia.orgwiki. hilangnya keperawanan, hoeda, on September 14th, 2009