PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DAN KEMANDIRIAN BELAJAR

SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN BERBASIS

MASALAH

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh: T U S I R A N NIM. 8106172052

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2015


(2)

i ABSTRAK

TUSIRAN. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dan Kemandirian Belajar Siswa SMP Dengan Menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis. Medan.2015.Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dari pada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa, 2) peningkatan kemandirian belajar siswa yang yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dari pada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa, 3) Terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika terdahadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika dan 4) Terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika terdahadap peningkatan kemandirian belajar siswa . Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 2 Percut Sei Tuan. Sampel penelitian ini terdiri dari dua kelas, dimana pemilihan sampel dilakukan secara random. Instrumen penelitian ini menggunakan tes kemampuan awal matematika, tes kemampuan pemecahan masalah matematika dan skala tes kemandirian belajar siswa. Analisis data yang digunakan Anova dua jalur. Berdasarkan hasil analisis anova dua jalur diperoleh hasil penelitian yaitu : 1) peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa. Rata-rata peningkatan kemampuan pemecahan masalah kelas ekperimen 0,683 dan kelas kontrol 0,540, 2) peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa.Rata-rata peningkatan kemandirian belajar siswa kelas ekperimen 0,4558 dan kelas kontrol 0,2310, 3) tidak ada interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap peningkatan pemecahan masalah dan 4) tidak ada interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap peningkatan kemandirian belajar siswa.

Kata Kunci : Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika, Kemandirian Belajar Siswa dan Pembelajaran Berbasis Masalah.


(3)

ii ABSTRACT

TUSIRAN. The increasing of mathematical Problem Solving Ability and Self Regulated Learning of Junior High Scholl students Through Problem based learning. Thesis. Medan.2015.Mathematics Education Program Post Graduate Program State University of Medan (UNIMED).

This research aimed to know: 1) the increasing ability of the mathematical problem solving of student’s who obtain a problem based learning, better than student’s who get conventional learning, 2) the increasing self regulated learning of student’s who obtain a problem based learning, better than student’s who get conventional learning, 3) there is interaction between learning and early ability mathematical skills to increasing ability mathematical problem solving and 4) there are interaction between learning and early ability mathematical skills to increasing of student self regulated learning. The population in this research were all student’s SMP Negeri 2 Percut Sei Tuan. The sample in this research consisted of two classes, where random sampling is done.Research instrument by using early mathematical ability test, a test of the ability of the mathematical problem solving and student’s self regulated learning. Analysis of data performed by analysis of variance (ANAVA) two lines. Based on the analysis of variance (ANAVA) two lines obtained the research is : 1) increasing of the mathematical problem solving student’s who obtains a problem based learning better than student’s who get conventional learning, the average increase of the mathematical problem solving for class experiment and class control is 0,683 and 0,540, 2) the increasing self regulated learning of student’s who obtain a problem based learning better than student’s who get conventional learning, the average increase of the self regulated learning for class experiment and class control is 0,4558 and 0,2310, 3) there is no interaction between learning and early ability mathematical skills to increasing ability mathematical problem solving, and 4) there is no interaction between learning and early ability mathematical skills to increasing of student self regulated learning.

Keywords : Mathematical Problem solving Ability, Self Regulated Learning of student and Problem Based Learning.


(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Tuhan Yang Maha Esa. Atas limpahan rahmat dan karunianya dalam bentuk kesehatan dan kesempatan yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: “ Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika dan kemandirian belajar siswa SMP dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah” dengan baik. Dalam menyelesaikan tesis ini penulis mendapat banyak bimbingan, nasehat, dorongan, arahan, saran dan kritik dari bapak/ibu dosen dan bantuan dari berbagai pihak . oleh karena itu pada kesempatan ini penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak H. Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd selaku pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Hasratuddin Siregar, M.Pd selaku pembimbing II sekaligus sebagai

sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika PPs UNIMED yang telah meluangkan waktu disela kesibukannya untuk membimbing dan memberikan sumbangan pemikiran yang amat berharga mulai dari memberikan ide dan masukan hingga selesainya tesis ini. Hanya ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya yang dapat penulis sampaikan dan doa setulus hati semoga segala aktrivitas baik beliau di hitung ibadah dan diberikan kebahagian dunia dan akhirat.

2. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd selaku ketua Program Studi Pendidikan Matematika PPs UNIMED sekaligus sebagai nara sumber I yang telah meluangkan waktunya dan telah banyak memberikan bimbingan dan bantuan serta motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini.


(5)

iv

3. Bapak Prof. Dr. Dian Armanto, M.Pd, M.Sc, M.A, Ph.D sebagai nara sumber II yang telah memberikan masukan dan sumbangan pemikiran sehingga menambah wawasan pengetahuan penulis dalam penyempurnaan penulisan tesis ini.

4. Bapak Dr. Kms. Muhammad Amin Fauzi, M.Pd sebagai nara sumber III yang telah memberikan masukan dan sumbangan pemikiran sehingga menambah wawasan pengetahuan penulis dalam penyempurnaan penulisan tesis ini.

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pasca Sarjana Program Studi Matematika yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang sangat berguna dan berharga bagi pengembangan wawasan keilmuan selama mengikuti studi dan penulisan tesis ini. Hanya ucapa terima kasih dan rasa hormat yang tak terhingga serta doa semoga bapak dan ibu tetap sehat, selalu dalam lindungan dan ridho Allah sehingga sukses dalam menghadapi aktivitas hidup dan kehidupan di dunia maupun diakhirat kelak.

6. Bapak Dapot Tua Manulang, SE, M.Si Sebagai staf prodi pendidikan matematika yang telah banyak membantu penulis dalam bentuk motivasi, nasehat dan terkhusus bantuan administrasi perkuliahan di Universitas Negeri Medan.

7. Bapak Denny Haris, S.Si, M.Pd , Bapak Kairuddin, M.Pd, Ibu Sri Lestari Manurung, M.Pd, Ibu glory I.D. Purba, S.Si, M.Pd dan Ibu Leni Agustina Daulay, M.Pd yang telah memberikan bantuan dan saran dalam proses validasi instrumen sehingga penelitian ini dapat berlangsung.

8. Ibunda tercinta Rasini yang telah memberikan motivasi dan nasehat yang tak pernah putus serta doa yang selalu menyertai setiap langkah penulis sehingga berkat doa dan ridhonya penulis dapat menyelesaikan pendidikan.


(6)

v

9. Istriku tercinta Novita rahma lubis, S.Pd yang telah membrikan dukungan moril dan materi sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di program pasca sarjana Universitas Negeri Medan.

10. Bapak Kepala SMP Negeri 2 Percut Sei Tuan yang telah membantu dan mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di sekolah yang bapak pimpin dalam penyelesaian tesis ini.

11. Bapak Agus Budianto, ST,S.Pd, M.Si selaku guru mata pelajaran matematika di SMP Negeri 2 Percut Sei Tuan yang telah banyak membantu dalam melaksanakan observasi pembelajaran dari awal sampai akhir pelaksanaan penelitian ini.

12. Teman-teman mahasiswa pasca sarjana Dikmat kelas B serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dan menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu segala saran dan kritikan yang bersifat konstruktif dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan dimasa yang akan datang.

Medan, Oktober 2015 Penulis


(7)

vi DAFTAR ISI

Hal ABSTRAK... .. ABSTRACT ... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah……… ... 1.2 Identifikasi Masalah……….. ... 1.3 Pembatasan Masalah………. ... 1.4 Rumusan Masalah………. ... 1.5 Tujuan Penelitian………... ... 1.6 Mamfaat Penelitian……….... ... 1.7Definisi Operasional ……… ... BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1Hakikat Masalah dalam Matematika…..………... 2.2Kemampuan Pemecahan Masalah ...…………... 2.3Kemandirian Belajar Siswa ...………... 2.4Pembelajaran Berbasis Masalah ... 2.4.1 Karakteristik pembelajaran berbasis masalah ... 2.4.2 Manfaat pembelajaran berbasis masalah ... 2.4.3 Sintaksis pembelajaran berbasis masalah ... 2.4.4 Keterkaitan pembelajaran berbasis masalah, kemampuan Pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa... 2.5Pembelajaran Biasa ...………... 2.6Perbedaan Pedagogik antara PBM dan Pembelajaran Biasa... 2.7Teori Belajar Pendukung Pembelajaran Berbasis Masalah ………... 2.8 Penelitian yang Relevan………... 2.9 Kerangka Konseptual………... 2.10 Hipotesis Penelitian………... BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ………...

3.3.1 Populasi penelitian ... 3.3.2 Prosedur pengambilan sampel ... 3.4 Disain Penelitian ………... 3.5 Variabel Penelitian ... 3.6 Prosedur Penelitian ...

i ii iii vi ix xii 1 21 22 22 23 25 26 29 31 38 43 47 50 52 58 60 63 66 69 71 79 80 81 81 81 82 84 86 88


(8)

vii

3.7Teknik Pengumpulan Data ... 3.7.1 Tes Kemampuan Awal Mateamatika (KAM) Siswa... 3.7.2 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah... 3.7.3 Instrumen Kemandirian Belajar Siswa ... 3.7.4 Lembar Observasi Kemampuan Guru Mengelolah Kelas

Eksperimen ... 3.7.5 Angket Respon siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran... 3.7.6 Bahan Ajar ... 3.7.7 Uji Coba Instrumen ...

3.7.7.1 Validitas Tes KAM dan Kemampuan Pemecahan Masalah .. ...

3.7.7.1.1 Validitas Tes KAM Siswa... 3.7.7.1.2 Validitas Tes Kemampuan Pemecahan

Masalah... 3.7.7.2 Reliabilitas Tes KAM dan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika ... 3.7.7.3 Taraf kesukaran Tes KAM dan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik ... 3.7.7.4 Daya Pembeda Tes KAM dan Kemampuan

Pemecahan Masalah...

3.7.7.5 Validitas dan Reliabilitas Skala Kemandirian Belajar Siswa ...

3.7.7.6 Validitas Ahli Perangkat Pembelajaran ... 3.8 Teknik Analisis Data... BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil penelitian ... 4.1.1 Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Tes... 4.2Analisis Data ... 4.2.1 Analisis Data Kemampuan Awal Matematika (KAM)... 4.2.1.1 Deskripsi Data KAM Siswa ... 4.2.1.2 Analisis Inferensial Data KAM Siswa ... 4.2.2 Analisis Data Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa ... 4.2.2.1 Deskriptif Data Pretes, Postes dan N-gain

Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa... 4.2.2.2 Analisis Deskriptif Data Peningkatan Kemam

puan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Berdasarkan Kemampuan Awal Matematika

(KAM) ... 4.2.2.3 Analisis Inferensial Data Kemampuan Pemecahan

Masalah... 4.2.2.3.1 Analisis Inferensial Data pretes

Kemampuan Pemecahan masalah ...

4.2.2.3.2 Analisis Data Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Berdasarkan Faktor

Pembelajaran dan KAM Siswa... 90 90 92 96 100 100 101 101 102 103 104 105 107 108 110 111 111 119 120 125 125 126 129 132 133 136 138 138 143


(9)

viii

4.2.3 Analisis Data Kemandirian Belajar Matematika Siswa ...

4.2.3.1 Analisis Deskriptif Data Pretes, Postes dan N-gain Kemandirian Belajar Matematika Siswa ...

4.2.3.2 Analisis Deskriptif Data Peningkatan Kemandirian Belajar Matematika Siswa Berdasarkan Kemampu an awal Matematika Siswa ... 4.2.3.3 Analisis Data Peningkatan Kemandirian Belajar

Matematika Siswa berdasarkan Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika Siswa.... ... 4.3 Deskripsi Data Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Berbasis

Masalah... 4.4 Analisis Proses Penyelesaian Masalah Siswa... 4.5 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis ... 4.6 Hasil Observasi Kegiatan Guru Dalam Pengelolaan Kelas

Pembelajaran Berbasis Masalah ... 4.7 Pembahasan Hasil Penelitian ... 4.7.1 Faktor Pembelajaran ... 4.7.2 Faktor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika... 4.7.3 Faktor Kemandirian Belajar Siswa (KBS) ... 4.7.4 Faktor Interaksi Antara Pembelajaran dengan KAM ... 4.7.5 Faktor Respon Siswa Terhadap Pembelajaran... 4.7.6 Proses penyelesaian Jawaban Masalah Matematika Siswa ... 4.8 Keterbatasan Penelitian ... BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 5.2 Implikasi ... 5.3 Saran ... DAFTAR PUSTAKA ...

149 152 153 155 162 165 189 191 193 195 205 207 209 216 218 219 221 223 225 228


(10)

ix

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 1.1 Proses penyelesaian pemecahan masalah matematika siswa

hasil tes pra penelitian ... 7

Tabel 2.1 Sintaksis Pada Pembelajaran Berbasis masalah ... 53

Tabel 2.2 Keterkaitan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian Belajar matematika dalam pembelajaran berbasis masalah ... 59

Tabel 2.3 Sintaks Model Pengajaran langsung ... 62

Tabel 2.4 Perbedaan Pedagogik antara PBM dengan Pembelajaran Biasa ... 64

Tabel 2.5 Perbedaan PBM dengan Pembelajaran biasa... 65

Tabel 2.6 Peran guru,Siswa dan Masalah dalam PBM... 64

Tabel 2.7 Sintaksis PBM dan Karakteristik Kemandirian Belajar ... 74

Tabel 3.1 Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian ... 81

Tabel 3.2 Keterkaitan antara pendekatan pembelajaran, kemampuan pemecahan masalah dan kategori KAM siswa ... 85

Tabel 3.3 Kriteria Pengelompokan kemampuan Awal Matematika Siswa ... 92

Tabel 3.4 Kisi-kisi Butir Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 93

Tabel 3.5 Pedoman penskoran Tes Kemampun Pemecahan Masalah Matematika ... 94

Tabel 3.6 Bobot Penilaian Skala Kemandirian Belajar ... 97

Tabel 3.7 Kisi-Kisi Penyusunan Instrumen skala kemandirian Belajar ... 98

Tabel 3.8 Interprestasi Nilai Koefisien Korelasi rxy ... 105

Tabel 3.9 Interprestasi Koefisien Reliabilitas ... 107

Tabel 3.10 Kriteria Skor Gain Ternormalisasi ... 112

Tabel 3.11 Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis dan Jenis Uji Statistik Yang digunakan ... 117

Tabel 4.1 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 120

Tabel 4.2 Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran ... 121

Tabel 4.3 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM).. 121

Tabel 4.4 Hasil ujicoba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 122

Tabel 4.5 Sebaran Sampel penelitian ... 124

Tabel 4.6 Deskripsi Data KAM Berdasarkan Pembelajaran ... 126

Tabel 4.7 Deskripsi Data KAM Siswa Kedua Pendekatan Pembelajaran Untuk Setiap Kategori KAM ... 127

Tabel 4.8 Hasil Output Uji Normalitas Data Skor KAM siswa Dengan Menggunakan SPSS 17... 129

Tabel 4.9 Hasil Output Uji Homogenitas Data Skor KAM Siswa dengan Menggunakan SPSS 17 ... 131


(11)

x

Tabel 4.11 Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa pada Kedua Kelompok Pembelajaran ... 133 Tabel 4.12 Deskripsi data Pemecahan Masalah matematika Siswa Kedua

Kelompok Pembelajaran untuk setiap kategori KAM ... 136 Tabel 4.13 Hasil Output Uji Normalitas Data Skor Pretes Kemampuan

Pemecahan Masalah Dengan SPSS 17 ... 139 Tabel 4.14 Hasil Output Uji Homogenitas Data Skor Pretes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan SPSS 17 ... 141 Tabel 4.15 Uji Kesetaraan Data Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa Kedua Kelas Pembelajaran ... 142 Tabel 4.16 Hasil Output Uji Normalitas Data N-gain Kemampuan

Pemecahan Masalah dengan Menggunakan SPSS 17 ... 144 Tabel 4.17 Hasil Output Uji Homogenitas Data N-gain Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika siswa Dengan SPSS 17 ... 145 Tabel 4.18 Rangkuman Anova Dua Jalur terkait Peningkatan

Kemampuan Pemecahan masalah berdasarkan faktor Pembelajaran dan KAM ...

146 Tabel 4.19 Deskripsi data Kemandirian Belajar Siswa Pada kedua

kelompok ... 150 Tabel 4.20 Deskripsi Data Kemandirian Belajar Matematika siswa kedua

Kelompok Pembelajaran Untuk setiap KAM ... 153 Tabel 4.21 Hasil Output Uji Normalitas Data N-Gain Kemandirian

Belajar Matematika Siswa Dengan Menggunakan SPSS 17.... 156 Tabel 4.22 Hasil Output Uji Homogenitas Data N-Gain Kemandirian

Belajar Matematika Siswa Dengan Menggunakan SPSS 17 ... 158 Tabel 4.23 Rangkuman Anova Dua Jalur Terkait Peningkatan

Kemandirian Belajar Matematika Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 159 Tabel 4.24 Perasaan Siswa Terhadap Komponen Pembelajaran ... 163 Tabel 4.25 Rata-rata Setiap Aspek Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa Ditinjau Dari Pembelajaran... 166 Tabel 4.26 Rata-rata Setiap Aspek Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa Ditinjau Dari Pembelajaran Untuk Soal Nomor 1... 171 Tabel 4.27 Rata-rata Setiap Aspek Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa Ditinjau Dari Pembelajaran Untuk Soal Nomor 2 ... 176 Tabel 4.28 Rata-rata Setiap Aspek Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa Ditinjau Dari Pembelajaran Untuk Soal Nomor 3. ... 180 Tabel 4.29 Rata-rata Setiap Aspek Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa Ditinjau Dari Pembelajaran Untuk Soal Nomor 4. ... 183 Tabel 4.30 Rata-rata Setiap Aspek Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa Ditinjau Dari Pembelajaran Untuk Soal Nomor 5 ... 187


(12)

xi

Tabel 4.31 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian ... 190 Tabel 4.32 Hasil Observasi Kegiatan Guru dalam Pengelolaan Kelas

Pembelajaran Berbasis Masalah. ... 191 Tabel 4.33 Rata-rata Pretes, Postes, dan N-Gain Kemampuan Pemecahan

Masalah Berdasarkan KAM ... 213 Tabel 4.34 Varian Pretes, Postes, dan N-Gain Kemampuan Pemecahan


(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar. 2.1 Siklus Kemandirian Belajar... 41

Gambar. 2.2 Ilustrasi Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 43

Gambar. 2.3 Flowchart dari Pemecahan Masalah dalam PBL ... 56

Gambar. 3.1 Prosedur Pengambilan Sampel... 80

Gambar. 3.2 Tahapan Alur Kerja Penelitian... 87

Gambar. 4.1 Rata-rata dan Standar Deviasi KAM Berdasarkan Pembelajaran ... 127

Gambar. 4.2 Rata-rata skor KAM Berdasarkan Kategori KAM ... 128

Gambar. 4.3 Normalitas Skor KAM Siswa Pada Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas Pembelajaran Biasa ... 130

Gambar. 4.4 Rata-rata Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika... 133

Gambar. 4.5 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 134

Gambar. 4.6 Peningkatan (N-Gain) Kemampuan Pemecahan Masalah matematika berdasarkan Kategori KAM... 138

Gambar. 4.7 Normalitas Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Pada Kelas Pembelajaran berbasis Masalah dan Kelas Pembelajaran Biasa ... 140

Gambar. 4.8 Normalitas Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Pada Kelas Pembelajaran berbasis Masalah dan Kelas Pembelajaran Biasa ... 144

Gambar. 4.9 Grafik Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran Dengan Kemampuan Awal Matematika Siswa Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 149

Gambar. 4.10 Rata-rata Skor Kemandirian Belajar Siswa ... 150

Gambar. 4.11 Rata-rata Skor Peningkatan Skala Kemandirian Belajar Matematika ... 151

Gambar. 4.12 Peningkatan (N-Gain) Kemandirian Belajar Matematika Siswa Berdasarkan KAM... 154

Gambar. 4.13 Normalitas Data N-gain Kemandirian Belajar Matematika Pada Kelas PBM dan Kelas Pembelajaran Biasa ... 157

Gambar. 4.14 Grafik Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran Dengan Kemampuan Awal Matematika Siswa Terhadap Peningkatan Kemandirian Belajar Matematika Siswa ... 161

Gambar. 4.15 Grafik Rata-rata Pretes Aspek – aspek Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Siswa Yang Diajarkan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Biasa.. 167

Gambar. 4.16 Grafik Rata-rata Postes Aspek – aspek Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Siswa Yang Diajarkan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Biasa.. 169


(14)

xiii

Gambar. 4.17 Interprestasi Proses Jawaban Siswa Untuk Butir Soal

Nomor 1 ... 173

Gambar. 4.18 Interprestasi Proses Jawaban Siswa Untuk Butir Soal Nomor 2. ... 177

Gambar. 4.19 Interprestasi Proses Jawaban Siswa Untuk Butir Soal Nomor 3 ... 181

Gambar. 4.20 Interprestasi Proses Jawaban Siswa Untuk Butir Soal Nomor 4 ... 185

Gambar. 4.21 Interprestasi Proses Jawaban Siswa Untuk Butir Soal Nomor 5 ... 188

Gambar. 4.22 Diagram Batang Observasi Kegiatan Guru Mengelola Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah... 192

Gambar. 4.23 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah ... 193

Gambar. 4.24 Peningkatan Kemandirian Belajar Siswa ... 194

Gambar.4. 25 Proses Penyelesaian Masalah 1 LAS 1 ... 198

Gambar.4. 26 Proses Penyelesaian Masalah 2 LAS 4 ... 199

Gambar.4. 27 Siswa Sedang Berdiskusi ... 204


(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah merupakan bagian yang tak terpisah dari setiap kehidupan manusia terutama dalam bidang pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Masalah muncul akibat apa yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan yang diperoleh seseorang. Tentang masalah Sumardiyono (2007) mengemukakan bahwa secara umum orang memahami masalah ( problem ) sebagai kesenjangan

antara kenyataan dan harapan . Masalah merupakan suatu hal yang harus dihadapi dan dicari penyelesaiannya. Seiring dengan hal ini Shadiq (2007) menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab. Selanjutnya ia menyatakan tidak semua pertanyaan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan

(challenge) yang tidak dapat diselesaikan melalui prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui oleh peserta didik.

Belajar matematika disekolah tidak hanya bertujuan agar siswa mampu menyelesaikan soal-soal matematika sehingga mereka mendapat nilai baik disekolah, tetapi siswa perlu juga diberikan soal-soal berupa masalah sehingga siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika. Kebiasaan siswa dalam memecahkan masalah matematika dapat membentuk peserta didik mampu berpikir sistematis, logis dan kritis seta gigih dan memiliki kemandirian dalam memecahkan masalah kehidupan yang dihadapinya.


(16)

2

Kemampuan memecahkan masalah menjadi tujuan utama diantara beberapa

tujuan belajar matematika, menurut Holmes (dalam Sri wardani dan Wiworo : 2010) bahwa latar belakang atau alasan seseorang perlu belajar

memecahkan masalah adalah karena adanya fakta bahwa orang yang mampu memecahkan masalah akan hidup dengan produktif. Selanjutnya orang yang terampil memecahkan masalah akan mampu berpacu dengan kebutuhan hidupnya, menjadi pekerja yang lebih produktif dan memahami isu-isu kompleks yang berkaitan dengan masyarakat global.

Matematika sebagai alat (tool) dalam menyelesaikan berbagai masalah

dalam kehidupan sehari-hari dan matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking) maka sangat perlu dalam pembelajaran matematika diawali dengan

masalah ( problem). Pembelajaran yang dikemas dengan masalah-masalah dapat

diyakini mampu mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi perubahan dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang tertulis dalam kurikulum KBK 2004 ( Puskur : 2005) yaitu tujuan pembelajaran matematika jenjang pendidikan dasar dan mene ngah adalah untuk mempersiapkan peseta didik agar mampu menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan didunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, efisien dan efektif. Salah satu untuk mencapai tujuan ini adalah mengemas masalah-masalah dalam pembelajaran matematika.

Matematika merupakan alat bantu yang dapat memecahkan berbagai permasalahan baik dalam pemerintahan, industri ataupun sains. Matematika


(17)

3

memiliki visi masa kini dan visi masa depan. Matematika dalam visi masa kini merupakan pembelajaran penguasaan konsep untuk menyelesaikan masalah matemtika dan masalah kehidupan. Dalam visi masa depan matematika memberikan peluang mengembangkan pola pikir , rasa percaya diri, keindahan sikap objektif dan terbuka.

Pemecahan masalah merupakan inti dalam bermatematika. Terkait dengan kemampuan pemecahan masalah dalam latar belakang Permendiknas nomor 22

tahun 2006 ( Depdiknas : 2006) tentang Standar isi menyatakan bahwa: ”Pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika”.

Reasoning (penalaran) merupakan fondasi dari matematika. Disamping itu NCTM

(2000) merumuskan pembelajaran dalam lima tujuan umum yaitu : (1) belajar untuk berkomunikasi, (2) belajar untuk bernalar, (3) belajar untuk memecahkan masalah, (4) belajar untuk mengaitkan ide dan (5) pembentukan sikap positif terhadap matematika. Bahkan Council of teacher mathematics (NCTM)

menganjurkan problem solving must be the focus of school mathematic artinya

bahwa pemecahan masalah harus menjadi fokus matematika sekolah. Berdasarkan pendapat kedua kutipan itu perlu bagi seorang guru untuk mendesain pembelajaran dengan berorientasi pada masalah sehingga diharapkan siswa memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah matematika.

Harapan pemerintah terhadap pembelajaran matematika disekolah tertuang pada lampiran Permendiknas nomor 22 tahun 2006 (depdiknas : 2006) tentang standar isi mata pelajaran matematika menyatakan bahwa kecakapan dan kemahiran yang diharapkan tercapai dalam belajar matematika adalah:


(18)

4

1. Menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memilki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memilki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika. serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Bila kita perhatikan secara cermat terlihat bahwa kelima tujuan diatas menunjukkan bahwa belajar matematika adalah belajar untuk menata penalaran, membentuk kepribadian peserta didik serta terampil menerapkan matematika dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. Hal ini di pertegas oleh pendapat Soedjadi (2004) yang mengatakan bahwa pendidikan harus memperhatikan dua tujuan yaitu : (1) yang bersifat formal yaitu lebih menekankan kepada menata penalaran dan membentuk kepribadian , (2) tujuan yang bersifat material yaitu yang lebih menekankan kepada kemampuan


(19)

5

menerapkan matematika dan keterampilan matematika. Kemampuan menerapkan matematika termasuk pada pemecahan masalah matematika.

Namun kenyataannya kemampuan pemecahan masalah matematika yang dimiliki siswa masih rendah. Suatu kenyataan yang terjadi di kelas pembelajaran ketika siswa di berikan soal pemecahan masalah, kebanyakan siswa tidak dapat menyelesaikan masalah itu dengan baik. Seiring dengan kemampuan pemecahan masalah (Saragih : 2000) menyatakan bahwa” sampai saat ini masih banyak keluhan baik dari orang tua siswa maupun pakar pendidikan matematika tentang rendahnya kemampuan siswa dalam aplikasi matematika, khususnya penerapan dalam kehidupan sehari-hari”. Selanjutnya Saragih (2000) memberikan contoh masalah yang berkaitan dengan perbandingan senilai yaitu “Seorang petani membeli 12kg pupuk urea seharga Rp 4500; berapa rupiah uang yang diperlukan jika ia membeli sebanyak 72kg. Ternyata banyak siswa kelas II SMP mengalami kesulitan untuk menjawab pertanyaan tersebut”. Hal yang sama terjadi di salah satu SMP di kota Medan . Setelah soal tersebut diuji cobakan banyak siswa yang mengalami kesulitan. Pada hal soal tersebut merupakan masalah rutin artinya bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah.

Seiring dengan rendahnya kemampuan pemecahan masalah. Penulis melakukan uji coba soal dalam upaya menggali lebih dalam dan mengungkap lebih jelas terkait kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMP. Uji coba dilakukan pada tanggal 4 april 2012 pada sebuah sekolah SMP di kabupaten deli serdang yang akreditasinya amat baik pada kelas VII. Soal itu berupa soal pemecahan masalah yang terdiri dari 5 butir soal berbentuk uraian


(20)

6

pada materi perbandingan. Berikut ini merupakan hasil analisis kinerja siswa terhadap 3 soal dari 5 soal yang diujikan.

Soal 1. Tumpukan buku dan beratnya

Sebuah tumpukan yang terdiri atas 72 buah buku beratnya 9 kg dan tiap buku sama berat. Tentukan banyaknya buku apabila tumpukan tersebut beratnya 6 kg.

Soal ini menuntut siswa untuk memahami perbandingan senilai. Bagi kelas VII semester genap soal ini merupakan soal rutin dan mudah untuk diselesaikan. Namun kenyataannya 28 orang dari 40 orang ( 70%) siswa yang mengerjakan soal ini tidak dapat menyelesaikan dengan benar. Dari 12 orang siswa terdapat 8 orang siswa mengerjakan secara prosedural yaitu dengan membuat bentuk penyelesaian

6 9 72 x

 lalu diperoleh x = 48. Selebihnya menjawab langsung bahwa

banyaknya buku adalah 48 buah. 4 siswa yang menjawab langsung adalah hasil mencontoh dari temannya. Dalam kasus ini, kinerja siswa atas pada penyelesaian soal tersebut memperlihatkan kurangnya siswa memahami masalah. Hal kurangnya kreativitas siswa dalam menyelesaikan soal, pada hal soal tersebut dapat dihitung dengan mencari banyaknya buku dalam 1kg lalu dikalikan dengan 6kg sehingga diperoleh hasil 48 buah.

Soal 2. Kambing dengan persediaan makanan

Seorang peternak mempunyai persediaan makanan makanan untuk 30 ekor kambing selama 15 hari. Jika peternak itu menjual 5 ekor kambing, berapa hari persediaan makanan itu akan habis? ( Dewi Nurhani : 2008)

Soal ini diberikan kepada 40 orang peserta tes. Dari hasil analisis proses jawaban siswa terkait dengan kemampuan pemecahan masalah diperoleh data bahwa terdapat 4 orang siswa yang menyelesaikan dengan baik dan benar,


(21)

7

30 orang merencanakan penyelesaian dengan cara yang salah, dari 30 orang yang salah sebanyak 20 siswa merespon soal ini dengan menghitung 30 : 15 = 2 lalu dikalikan dengan 5 hari sehingga hasilnya 10 hari, sebanyak 11orang siswa yang memberikan jawaban dengan menyelesaikan model yang salah yaitu

x 25 15

30 ,

lalu diperoleh x = 12,5 hari. Dan ada 4 orang menyelesaikan soal itu dengan benar yaitu

15 25 30 

h sehingga diperoleh h = 50 dan 3 orang siswa tidak

memberikan jawaban dan 2 orang siswa menuliskan jawabanya saja yaiu 50 hari. Proses pemecahan masalah menurut Polya (1985) terdiri 4 langkah penting yaitu memahami masalah, merencanakan cara penyelesaiannya, melaksanakan rencana dan menafsir atau mengecek hasilnya. Bila dikaji lebih dalam lembar jawaban siswa terkait proses pemecahan masalah maka diperoleh hasil pada tabel 1.1 sebagai berikut:

Tabel 1.1 Proses penyelesaian pemecahan masalah matematika siswa hasil tes pra penelitian

Indikator pemecahan masalah

Banyak siswa (persentase) Langkah benar Langkah kurang tepat/Salah Tidak membuat

Memahami masalah 15 orang

(37,5%) 5 orang (12,5%) 20 orang (50%)

Merencanakan cara

penyelesaian 4 orang (10% ) 31 orang (77,5%) 5 orang (12,5%)

Melaksanakan rencana

Menuliskan jawaban saja 4(10%) Orang 31 orang (77,5%) 3 orang 2 orang

Menafsir atau mengecek

hasil - -

-Berdasarkan tabel 1.1 tersebut diperoleh gambaran penyelesaian soal ini secara umum siswa tidak memahami masalah, merencanakan penyelesaian sekaligus


(22)

8

siswa tidak melakukan refleksi dengan mengecek apakah jawaban yang diperoleh benar. Kasus ini menunjukkan bahwa secara umum siswa kurang memahami langkah-langkah pemecahan masalah.

Soal 3. Masalah seorang pemborong bangunan

Seorang pemborong memperkirakan dapat menyelesaikan suatu bangunan selama 45 hari dengan banyak pekerja 20 orang. Setelah 15 hari pekerjaan terhenti selama 6 hari karena kehabisan bahan bangunan. Tentukan banyaknya pekerja yang harus ditambah agar pekerjaan selesai tepat waktu? (Dewi Nurhani : 2008 )

Untuk menjawab soal ini siswa harus memahami masalah melalui informasi yang diberikan, membuat tahapan-tahapan pendataan dari data yang diketahui sehingga siswa dapat membuat rancangan penyelesaian dari sebuah perbandingan berbalik nilai. Namun kenyataannya seluruh siswa tidak dapat menjawab soal ini dengan benar. Kesalahan siswa kebanyakan terjadi dalam membuat model atau rencana penyelesaianya. Bahkan tidak sedikit siswa yang lembar jawabannya pada soal ini kosong atau tidak dijawab sama sekali. Dalam hal ini diduga siswa tidak memahami sepenuhnya masalah yang diberikan akibatnya siswa tidak ada yang mampu menjawab soal dengan benar.

Dari hasil analisis kinerja siswa yang dilihat dari lembar jawaban siswa terhadap soal tersebut berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa rendah. Siswa kurang memahami masalah. Siswa menyelesaikan soal tergantung pada penyelesaian secara prosedural. Berdasarkan hasil pemeriksaan banyak siswa yang memiliki lembar jawaban kosong. Proses atau langkah pengerjaannya persis sama, jawaban


(23)

9

siswa tidak bervariasi. Banyak siswa yang belum mampu membuat menyusun langkah penyelesaian dari soal cerita tersebut dengan baik. Siswa belum dapat mengaitkan atau memeriksa hasil perhitungan atau dugaan jawaban kedalam konteks masalah sehingga wajar bila kebanyakan siswa belum mampu menentukan kategori soal tersebut dalam perbandingan senilai atau berbalik nilai.

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa di pengaruhi oleh banyak faktor. Hasil wawancara dengan siswa yang memiliki jawaban kurang benar dan siswa yang lembar jawabannya kosong diperoleh keterangan rendahnya kemampuan pemecahan masalah antara lain bahwa guru belum pernah memberikan contoh soal yang mirip dengan soal yang diberikan, siswa bingung dengan apa yang harus dilakukan pertama kali dalam mengerjakan soal. Siswa lupa bagaimana cara mengerjakannya. Hasil wawancara dengan beberapa siswa yang selesai mengerjakan soal diperoleh beberapa siswa dalam menyelesaikan soal itu mencontoh jawaban temanya.

Menelusuri lebih lanjut tentang kinerja siswa dalam menyelesaikan soal tersebut, guru kelas yang mengajar dikelas bersangkutan memang hampir tidak pernah mengajarkan siswa dengan memaknai cara menyelesaikan soal terutama soal-soal tentang pemecahan masalah. Selanjutnya guru lebih menekankan penyelesaian secara prosedural dengan alasan lebih praktis dan mudah di ikuti oleh siswa. Namun kenyataannya cara prosedural membuat anak kurang memaknai masalah sehingga pada giliranya siswa lupa dengan apa yang dicontohkan oleh gurunya.

Menelaah lebih dalam kinerja siswa tersebut diatas, selain menunjukkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah juga memperlihatkan rendahnya sikap


(24)

10

kemandirian belajar siswa. Rendahnya kemandirian belajar ditunjukkan oleh sikap siswa yang hanya tergantung pada contoh-contoh, sikap siswa yang mudah menyerah, belum mampu mengontrol dirinya dalam memecahkan masalah bahkan tidak memilki inisiatif terhadap apa yang dikerjakan.

Pada hal kita tahu, bahwa Kemandirian belajar merupakan suatu hal yang sangat penting bagi siswa. Siswa yang memiliki sikap kemandirian belajar akan cenderung berusaha berpikir untuk menyelesaikan masalahnya, memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya dan memiliki tanggung jawab terhadap apa yang sedang dikerjakannya.

Dalam pembelajaran matematika di sekolah selain kemampuan matematika (doing math) yaitu suatu kemampuan pemecahan masalah, sangat perlu

ditanamkan kepada peserta didik suatu sikap dalam hal ini sikap kemandirian belajar siswa. Kemandirian belajar merupakan suatu sikap yang sangat penting untuk ditumbuh kembangkan dalam diri peserta didik. Peserta didik yang memiliki kemandirian belajar ( Self regulated learning ) akan cenderung dapat

mengatur dirinya dalam proses belajar, memiliki sikap yang tidak tergantung kepada orang lain, percaya diri (self-eficcacy) dan mempuyai keyakinan ( belief )

terhadap kemampuannya dalam belajar.

Dalam era globalisasi ini dimana pengaruh teknologi sangat mendominasi dalam mempengaruhi pola pikir peserta didik . suatu pendidikan karakter perlu ditanamkan kepada setiap peserta didik salah satunya adalah sikap kemandirian terutama kemandirian belajar. Kemandirian Belajar menurut Wede meyer ( dalam Rusman : 2010) perlu ditanamkan agar peserta didik mempunyai tanggung jawab


(25)

11

dalam mengatur dan mendisiplinkan dirinya dan dalam mengembangkan kemampuan belajar atas kemauan sendiri.

Pentingnya menumbuh kembangkan kemandirian belajar (Self regulated learning) juga di kemukakan oleh Hargis (2000) bahwa siswa yang memiliki SRL

yang tinggi: (1) cenderung belajar lebih baik dalam pengawasannya sendiri dari pada dalam pengawasan program, (2) mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif; (3) menghemat waktu dalam menyelesaikan tugasnya; dan (4) mengatur belajar dan waktu secara efisien.

Terkait tentang kemandirian Fauzi (2011) menuliskan bahwa kemandirian merupakan usaha individu (siswa) untuk melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu materi atau kompetensi tertentu sehingga dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dijumpainya didunia nyata. Kemandirian

belajar tercermin dari ciri-ciri siswa yang memiliki : (1) inisiatif belajar, (2) mendiagnosis kebutuhan belajar, (3) mengatur dan mengontrol belajarnya (4)

mengatur dan mengontrol kognisi, motivasi dan perilaku dalam belajar , (5) strategi dalam belajar, (6) mengevaluasi proses dan hasil belajar, (7) memandang kesulitan sebagai tantangan, (8) mencari dan memamfaatkan sumber belajar yang relevan, (9) yakin tentang dirinya sendiri.

Hasil analisis proses penyelesaian pada lembar jawaban siswa dan hasil observasi menunjukkan bahwa siswa kurang inisiatif dalam menyelesaikan masalah, belum mampu mengontrol kognisi, motivasi dan perilakunya dalam menyelesaikan masalah, siswa kurang strategi, memandang kesulitan sebagai


(26)

12

penghambat dan kurang percaya diri. Alasan ini dapat ditunjukkan dengan ketergantungan siswa pada contoh-contoh soal, kebiasaan siswa yang sering mencontoh jawaban temannya, menyerah pada soal-soal yang dianggap sulit dengan menunjukkan lembar jawaban kosong, tidak percaya dengan jawaban sendiri. Perilaku ini mencerminkan bahwa kemandirian belajar siswa memang rendah.

Seiring dengan rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika serta sikap kemandirian belajar para peneliti menduga bahwa hal tersebut tidak terlepas dari sistem pembelajaran yang berlangsung di sekolah. salah satunya dipengaruhi oleh penggunaan model, pendekatan, strategi atau metode pembelajaran yang tidak tepat. Penggunaan cara mengajar yang tidak tepat dapat mempengaruhi rendahnya hasil belajar matematika terutama pada kemampuan matematika (doing math) yakni kemampuan pemecahan masalah, kemampuan

penalaran, kemampuan komunikasi, kemampuan representasi dan kemampuan koneksi matematika. Seiring dengan model pembelajaran kebanyakan guru- guru di sekolah belum banyak tahu tentang model pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa sehingga kebanyakan guru mengajar dengan menggunakan pembelajaran Konvensional. Terkait dengan penggunaan model pembelajaran Hasratuddin (2010) menuliskan bahwa faktor yang mengakibatkan kurangnya kemampuan siswa dalam matematika disebabkan cara mengajar guru masih menggunakan pembelajaran konvensional,lebih menekankan latihan mengerjakan soal-soal rutin atau drill dan kurang melibatkan aktivitas siswa. Selanjutnya Hasratuddin (2010) menuliskan Konsekwensi dari pola pembelajaran


(27)

13

konvensional dan latihan mengerjakan soal secara drill mengakibatkan siswa kurang aktif dan kurang memahami konsep maupun nilai matematika. Kondisi pembelajaran tersebut menghasilkan siswa yang kurang memiliki kesadaran, kurang kreatif dan kurang mandiri. Pada sisi lain Armanto (2001) menyatakan pembelajaran selama ini menghasilkan siswa yang kurang mandiri, tidak berani menyampaikan pendapat sendiri, selalu mohon petunjuk dan kurang gigih dalam melakukan uji coba.

Paradigma pembelajaran yang berpusat pada siswa yang seharusnya telah dilakukan guru adalah identik dengan pembelajaran sebagai aktivitas siswa. Namun kenyataannya di lapangan karakteristik pembelajaran matematika yang dilakukan kebanyakan guru pada saat ini mengacu pada kebutuhan jangka pendek yaitu dapat menyelesaikan soal yang diberikan guru saat setelah pembelajaran selesai, lulus ujian harian atau semester, ujian sekolah dan ujian nasional. Hal ini seiring dengan pendapat shadiq dalam Fauzi (2011) menyatakan hal yang sama bahwa pembelajaran matematika saat ini lebih mengacu pada tujuan jangka pendek ( lulus ujian sekolah, Kabupaten/kota, atau nasional ), materi kurang membumi, lebih fukus pada kemampuan prosedural, komunikasi satu arah, pengaturan ruang kelas monoton, low-order thinking skills, bergantung pada buku

paket, lebih dominan soal-soal rutin, dan pertanyaan tingkat rendah”.

Selain pandangan pembelajaran diatas terkait tentang pembelajaran yang biasa dilakukan oleh kebanyakan guru pada saat ini dikelas adalah bahwa dalam pembelajaran guru senantiasa mengawali pembelajaran dengan menjelaskan materi lalu memberikan contoh – contoh soal dan terakhir memberikan latihan


(28)

14

soal dengan membuka lembar kerja siswa yang disediakan oleh penerbit atau buku paket yang digunakan oleh sekolah sebagai buku panduan. Pembelajaran yang dilakukan guru kurang memfasilitasi siswa untuk berdiskusi, bertanya atau memberikan solusi pertanyaan dari hasil kerjanya atau teman sekelasnya. Soal-soal yang dikerjakan siswa cenderung mirip dengan contoh-contoh yang disajikan oleh guru dipapan tulis. Soal-soal yang diberikan oleh guru berupa soal-soal rutin dan sedikit sekali soal-soal non routin.

Kedua gambaran pembelajaran diatas merupakan gambaran pembelajaran matematika konvensional sehingga dilihat dari aktivitas pembelajaran wajar jika hasil belajar matematika terutama kemampuan pemecahan masalah matematika siswa rendah. Guru dalam pembelajarannya cenderung menyampaikan informasi ( ceramah ) dengan lebih mendominasi pada aktivitas guru bukan aktivitas siswa, siswa passif mendengar dan menyalin, sesekali guru bertanya dan sesekali guru menjawab lalu memberikan contoh soal dan dilanjutkan dengan soal latihan yang bersifat rutin sehingga kurang melatih daya nalar dan diakhiri dengan penilaian. Seiring dengan hal ini Saragih (2007) mengatakan “ rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan permasalahan matematika adalah wajar jika dilihat dari proses pembelajaran yang dilakukan, kebanyakan guru mengajarkan matematika dengan menerangkan konsep dan operasi matematika , memberikan contoh cara pengerjaan soal, sedikit tanya jawab (jika ada), dilanjutkan dengan meminta siswa mengerjakan soal yang sejenis dengan soal yang diberikan guru”. Cara pembelajaran seperti ini jelas kurang melatih daya nalar siswa dan hanya


(29)

15

menekankan pada penghapalan konsep dan posedur matematika untuk menyelesaikan soal.

Masih banyak sekolah-sekolah yang metode pembelajarannya didominasi oleh metode ceramah yaitu menjelaskan apa-apa yang telah dipersiapkannya dan siswa menjadi penerima informasi yang baik sehingga kurang atau hampir tidak memberikan perhatian pada pembelajaran bermakna. Menurut Armanto (2009) proses pembelajaran yang demikian mengakibatkan siswa hanya mencontoh apa yang dikerjakan guru, sehingga dalam menyelesaikan masalah siswa beranggapan cukup sesuai dengan apa yang dicontohkan, hal ini menyebabkan siswa kurang memiliki kemampuan menyelesaiakan masalah dengan alternatif lain.

Pembelajaran matematika di beberapa sekolah di indonesia masih di dominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus di hapal. Pembelajaran masih berpusat pada guru bukan berorientasi pada siswa. Masih banyak guru dalam mengajarkan matematika cenderung pada metode textbook oriented ( berpusat pada buku). Hal ini seiring dengan pendapat

Umaidi (dalam Cecep E Rustana : 2002 ) yang mengatakan bahwa:

”berdasarkan hasil studi intensif yang dilakukan oleh Direktorat Dikmenum bahwa pembelajaran di SMP cenderung Text Book Oriented dan

tidak terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan yaitu menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah, akibatnya motivasi belajar siswa sulit untuk ditumbuhkan dan pola belajar mereka cenderung menghapal dan mekanistik”

Pembelajaran matematika yang efektif perlu pemahaman terhadap apa yang siswa ketahui dan apa yang perlu dipelajari. Sesuatu yang diketahui oleh siswa menjadi dasar untuk melakukan sebuah pemecahan masalah. Pemecahan masalah


(30)

16

merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam semua bagian pembelajaran matematika. namun kenyataannya masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang melibatkan pemecahan masalah. Seiring dengan kesulitan siswa tentang pemecahan masalah Agus Budianto (hasil wawancara pada tanggal 2 februari 2012 salah seorang guru matematika SMP di Deli serdang) mengatakan bahwa: “ kebanyakan siswa SMP tidak dapat menyesaikan soal-soal yang berhubungan dengan masalah sehari-hari atau soal cerita”

Praktek pembelajaran matematika di indonesia belum relevan dengan tujuan

pembelajaran matematika. pernyataan ini sesuai dengan pendapat Marpaung (2006) yang menyatakan bahwa:

“ Pembelajaran matematika hingga sampai sekarang pada umumnya masih berlangsung di sekolah ( kecuali sekolah mitra PMRI) di dominasi paradigma lama yaitu paradigma mengajar dengan ciri-ciri sebagai (a) guru aktif mentransfer pengetahuan ke pikiran siswa; (b) siswa menerima pengetahuan yang diterimah secara pasif ( murid berusaha menghapal pengetahuan yang diterima); (c) pembelajaran bersifat mekanistik; (d) pembelajaran di mulai dari guru dengan menjelaskan konsep atau prosedur menyelesaikan soal, memberi soal-soal latihan pada siswa;(e) guru memeriksa dan memberi skor pada pekerjaan siswa dan (f) Jika siswa melakukan kesalahan guru memberikan hukuman dalam berbagai bentuk (pengaruh behavorisme)”. Berdasarkan pendapat ini dapat dikatakan bahwa pengajaran matematika di sebagian sekolah masih didominasi oleh aktivitas guru bukan aktivitas siswa.

Faktor kegagalan dalam pembelajaran matematika juga diuraikan oleh Karnasih (2001) dalam makalahnya menyatakan bahwa, ditinjau dari segi pengajaran, kegagalan itu disebabkan oleh beberapa hal antara lain :


(31)

17

a. Pengajaran yang sifatnya rutin dan terfokus pada keterampilan menggunakan prosedur dan bukan pengajaran untuk menanamkan pengertian (teaching for understanding) ataupun pemecahan masalah (problem solving).

b. Pengajaran yang kurang melatih peserta didik untuk memiliki rasa percaya diri (self confidence) akan kemampuan dalam memecahkan masalah dalam

matematika.

Selain faktor-faktor pembelajaran diatas , ada juga faktor lain yang kemungkinan besar mempengaruhi kemampuan matematika siswa serta sikap siswa terhadap matematika khususnya kemampuan pemecahan masalah dan sikap kemandirian belajar siswa. Kemampuan yang dimaksud itu adalah kemampuan awal siswa yang dapat dikelompokkan kepada kelompok tinggi, sedang dan rendah. Selain kemampuan awal ada kemungkinan faktor lain yang mempengaruhi rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan sikap kemandirian siswa misalnya perasaan , sikap atau respon siswa ketika mengikuti pembelajaran matematika di kelas. Siswa yang memilki perasaan senang terhadap matematika cenderung hasil belajarnya baik sebaliknya siswa yang kurang memiliki perasaan senang terhadap matematika hasil belajarnya cenderung menurun. Perasaan senang ini merupakan salah satu respon siswa terhadap pembelajaran matematika di kelas. Rendahnya respon siswa terhadap pembelajaran berpengaruh pada hasil belajar teruma kemampuan pemecahan masalah.

Setiap siswa memiliki karakter yang berbeda dan memiliki kemampuan yang berbeda pula. Kemampuan awal matematika siswa yang bervariasi sangat berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar berikutnya. Dimana siswa yang berkemampuan awal tinggi akan cenderung lebih mudah memahami materi yang


(32)

18

disajikan guru dibanding dengan siswa yang berkemampuan awal sedang dan rendah. Kemampuan yang berbeda akan menyebabkan hasil belajar yang berbeda dan sikap terhadap matematika yang berbeda. Kemampuan siswa pada kelompok tinggi akan cenderung memiliki kemampuan belajar kemandirian belajar yang baik. Kemampuan siswa pada kelompok rendah akan cenderung memiliki kemampuan belajar dan kemandirian belajar yang rendah. Namun perlu kita garis bawahi bahwa perbedaan kemampuan bukanlah semata-mata bawaan dari lahir tetapi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan (Ruseffendi dalam Saragih : 2007). Lingkungan disini dapat dikatakan sebagai lingkungan belajar dan suasana belajar secara spesifik dapat dikatakan bahwa kemampuan siswa dapat berubah tergantung pada pendekatan pembelajaran yang digunakan.

Menyadari begitu pentingnya kemampuan matematika terutama kemampuan pemecahan masalah dan sikap kemandirian belajar dirasa perlu mengupayakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan – pendekatan yang dapat memberikan peluang dan mendorong peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa. Salah satu pendekatan pembelajaran yang diduga mampu mengkover peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan sikap kemandirian belajar siswa adalah pembelajaran berbasis masalah (PBM) .

Tantangan bagi seorang guru untuk melalukan perubahan dalam pembelajaran matematika. Saatnya guru merubah paradigma pembelajaran yang kurang relavan dengan tujuan pendidikan menjadi sebuah paradigma pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas siswa, bermakna dan menyenangkan sehingga siswa bebas berpikir, bernalar dan mengkominikasikan ide-idenya dan mampu memecahkan masalah. Berdasarkan paradigma ini


(33)

19

diharapkan siswa dapat berperan aktif dalam belajar, aktif dalam diskusi, berani berkomunikasi dan memiliki percaya diri serta kemandirian dalam belajar.

Pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika merupakan tujuan yang harus dicapai. Sebagai tujuan , diharapkan siswa diharapkan dapat mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan serta kecukupan unsur yang diperlukan, merumuskan msalah dari situasi sehari-hari dalam matematika, menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah ( sejenis atau masalah baru) dalam dan luar matematika, menjelaskan atau menginterprestasikan hasil sesuai permasalahan asal, menyusun model matematika dan menyelesaikannya untuk masalah nyata dan menggunakan matematika secara bermakana. Sebagai implikasinya maka kemampuan pemecahan masalah hendaknya dimiliki oleh semua anak yang belajar matematika.

Salah satu model pembelajaran yang kreatif, inovatif dan efektif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan sikap kemandirian belajar adalah pendekatan pembelajaran berbasis masalah. Sebagaimana yang dikatakan Silver (dalam Wardani : 2010) bahwa pendekatan berbasis masalah dan pemecahan masalah penting dalam disiplin matematika dan hakekat cara berpikir matematika.

Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata (kontekstual) yang disajikan diawal pembelajaran, kemudian masalah tersebut diselidiki untuk diketahui cara penyelesaiannya. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Dasar (Permendiknas) RI No.22 Tahun 2006, menyebutkan bahwa :”dalam setiap kesempatan pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Lebih lanjut dikemukakan dalam salah


(34)

20

satu tujuan mata pelajaran matematika adalah: “Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh”

Berkenaan dengan pembelajaran, beberapa pakar seperti Barrows dan Kelson , Sears dan Hersh (dalam Yanto Permana dan Utari Sumarmo : 2007) membahas suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa lebih aktif belajar dalam memperoleh pengetahuan dan mengembangkan penalarannya melalui penyajian masalah dengan konteks yang relevan. Para pakar diatas menamakan pendekatan tersebut dengan istilah problem based learning (PBL) atau

pembelajaran berbasis masalah (PBM).

Sekilas tentang Pembelajaran Berbasis Masalah , Satyasa (2008) menuliskan bahwa Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar dengan masalah-masalah praktis, ill-structured, atau open ended melalui stimulus dalam belajar. Selanjutnya Satyasa (2008) menuliskan bahwa :

“ Pembelajaran berbasis masalah mempunyai karakteristik yaitu : (1) belajar dimulai dengan suatu masalah,(2) memastikan bahwa permasalahan yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata pebelajar,(3) mengorganisasikan pelajaran diseputar permasalahan, bukan diseputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada pebelajar dalam mengalami secara langsung proses belajar mereka sendiri,(5) menggunakan kelompok kecil dan (6) menuntut pebelajar untuk mendemonstrasikan apa yang telah meraka pelajari dalam bentuk produk dan kinerja ( performance)”.

Berdasarkan karakteritik dari pembelajaran berbasis masalah ini di yakini bahwa model atau pendekatan pembelajaran ini mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan meningkatkan kemandirian belajar siswa.


(35)

21

Merujuk pada uraian – uraian diatas maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian, mengkaji dan menganalisis peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika serta kemandirian belajar siswa melalui penelitian ekperimen dengan judul “Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika dan kemandirian belajar siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas maka dapat diidentifikasi beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan penalaran, komunikasi dan pemecahan masalah serta aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika yaitu:

1. Hasil belajar matematika siswa masih rendah

2. Kemampuan siswa dalam pemecahan masalah masih rendah 3. Sikap kemandirian belajar siswa rendah

4. Kurangnya kepercayaan diri siswa dalam menyelesaikan masalah matematika sehingga siswa cenderung mencontoh jawaban dari temannya

5. Respon siswa terhadap pembelajaran matematika masih rendah

6. Kecederungan siswa pada kebiasaan belajar matematika bersifat hapalan

7. Pembelajaran dilakukan masih di dominasi Teksbook Oriented tidak

dikembangkan secara konteks.

8. Metode pembelajaran yang kreatif , inovatif dan efektif jarang digunakan oleh guru


(36)

22

10. Pembelajaran yang dilakukan oleh kebanyakan guru cendurung menggunakan metode ceramah

11. Pengajaran yang sifatnya rutin dan terfokus pada keterampilan menggunakan prosedur dan bukan pengajaran untuk menanamkan pengertian (teaching for understanding) ataupun pemecahan masalah (problem solving).

12. Pengajaran yang kurang melatih peserta didik untuk memiliki rasa percaya diri (self confidence) akan kemampuan dalam memecahkan masalah dalam

matematika.

13. Siswa jarang mengajukan pertanyaan

14. Pembelajaran matematika di dominasi oleh aktivitas guru bukan aktivitas siswa

15. Kemampuan awal siswa yang berbeda ( tinggi, sedang dan rendah ) .

1.3 Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan yang tercakup dalam identifikasi masalah diatas, agar penelitian ini lebih fokus dan mencapai tujuan yang diharapkan maka penulis membatasi masalah sebagai berikut:

1. Penerapan pembelajaran berbasis masalah untuk melihat peningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa SMP serta melihat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar.


(37)

23

2. Melihat bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran matematika melalui pembelajaran berbasis masalah.

3. Melihat bagaimana proses penyelesaiaan Jawaban masalah matematika pada siswa SMP kelas VII terkait kemampuan pemecahan masalah pada materi perbandingan.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang dan batasan masalah diatas, maka masalah penelitian yang akan diselidiki dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah rata-rata peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan melalui pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dibandingkan pembelajaran biasa?.

2. Apakah rata-rata peningkatan kemandirian belajar siswa yang diajarkan melalui pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dibandingkan pembelajaran biasa?.

3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa?.

4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemandirian belajar siswa siswa?. 5. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran matematika melalui


(38)

24

6. Bagaimana proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah pada masing-masing pembelajaran?

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang aplikasi pendekatan pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan sikap kemandirian belajar siswa. Sedangkan secara khusus penlitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui rata-rata peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan melalui pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan melalui pembelajaran biasa. 2. Untuk mengetahui rata-rata peningkatan kemandirian belajar siswa yang

diajarkan melalui pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan melalui pembelajaran biasa.

3. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika

4. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemandirian belajar siswa.

5. Untuk mengetahui Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah.


(39)

25

6. Untuk mengetahui proses penyelesaiaan jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah pada masing-masing pembelajaran.

1.6 Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini bermamfaat bagi penulis dan pembaca dalam memberikan sumbangan dalam memperkaya pengetahuan tentang pembelajaran berbasis masalah (PBM) dalam peningkatan kemampuaan pemecahan masalah, kemandirian belajar siswa, proses penyelesaian pemecahan masalah dan respon siswa terhadap pembelajaran matematika. Secara khusus manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai informasi tentang alternatif pembelajaran matematika bagi usaha-usaha perbaikan proses pembelajaran

2. Bagi guru, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengembangan profesi guru serta mengubah pola dan sikap guru dalam mengajar yang semula sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator dan mediator yang dinamis dengan menerapkan pembelajaran berbasis masalah sehingga kegiatan belajar mengajar yang dirancang dan dilaksanakan menjadi lebih efektif, efisien, kreatif dan inovatif.

3. Bagi siswa, dapat terlibat aktif dalam pembelajaran , terlatih menjalankan proses dalam menemukan pengetahuan sehingga akan Peningkatan kemampuan penalaran ,pemecahan masalah dan kemandirian belajar melalui pembelajaran berbasis masalah.


(40)

26

4. Bagi peneliti, memberikan gambaran atau infomasi tentang peningkatan kemampuan penalaran, pemecahan masalah dan kemandirian belajar selama pembelajaran berlangsung dan variasi jawaban siswa dalam menyelesaiakan masalah pada masing-masing pembelajaran.

1.7 Defenisi Operasional

Untuk menghindari kesalah pahaman terhadap beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini sehingga tidak terjadi perbedaan penafsiran maka akan dijelaskan pengertian dari variabel –variabel itu sebagai berikut:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dengan memperhatikan proses menemukan jawaban berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah, yaitu memahami masalah, membuat rencana penyelesaian, melakukan perhitungan dan memeriksa kembali kebenaran jawaban.

2. Kemandirian belajar siswa atau self regulated learning (SRL) adalah sikap

dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugasnya dalam belajar matematika. Sikap ini ditunjukkan dengan adanya usaha individu yaitu siswa untuk melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun bantuan orang lain berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai materi atau kompetensi tertentu sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam dunia nyata. Secara umum kemandirian belajar siswa memilki ciri ciri : inisiatif belajar, mendiagnosa kebutuhan belajar, menetapkan target


(41)

27

atau tujuan belajar, memonitor, mengatur dan mengontrol belajar, memandang kesulitan sebagai tantangan, memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan, memilih dan menerapkan strategi belajar , mengevaluasi proses dan hasil belajar serta self efficacy (konsep diri).

3. Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang memiliki karakteristik yaitu orientasi siswa pada masalah yaitu pembelajaran diawali dengan masalah. Masalah yang diajukan adalah masalah kontekstual (masalah yang berkaitan dengan dunia nyata anak) sebagai pemicu belajar , mengorganisasi (mengelompokan) siswa untuk belajar, bersandar pada scaffalding, membimbing siswa dalam penyelidikan baik secara individu maupun kelompok, mengembangkan dan penyajikan hasil karya, dan menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. 4. Pembelajaran biasa (PB) adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh

kebanyakan guru yaitu pembelajaran konvensional atau sering disebut dengan pembelajaran langsung. Proses pembelajarannya dimulai dengan guru menjelaskan konsep-konsep materi yang dipelajari dan beberapa contoh soal, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, kemudian siswa diminta untuk mengerjakan soal latihan, dan pada akhir pembelajaran siswa diberi pekerjaan rumah. Pembelajaran langsung dalam pelaksanaan pembelajarannya memilki langkah-lagkah: guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa, mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan (menjelaskan materi pembelajaran), membimbing pelatihan dengan memberikan contoh-contoh


(42)

28

soal , mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik ( memberikan beberapa soal untuk dikerjakan), dan memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan dan penerapan ( memberikan latihan soal-soal sebagai pekerjaan untuk dikerjakan di rumah).

5. Respon siswa terhadap pembelajaran merupakan gambaran sikap atau perasaan siswa terhadap komponen-komponen pembelajaran yang di sajikan dalam kedua pembelajaran yaitu pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa. Respon siswa terhadap pembelajaran dikelompokan kedalam kategori senang, tidak senang, baru dan tidak baru. Dan mengetahui minat siswa untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya yang dikategorikan pada berminat dan tidak berminat. Respon siswa ini dijaring melalui angket.

6. Proses penyelesaian masalah adalah proses hasil jawaban siswa terkait kemampuan pemecahan masalah. Hasil jawaban siswa akan di analisis berdasarkan tahapan indikator kemampuan pemecahan masalah yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah dan mengecek kembali penyelesaian masalah. Berdasarkan tahapan indikator tersebut akan lihat keragaman jawaban siswa dan penyebab kesulitan siswa.


(43)

221

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis, temuan dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa simpulam yang berkaitan dengan faktor pembelajaran, kemampuan awal matematika, kemampuan pemecahan masalah matematika dan kemandirian belajar matematika siswa. Simpulan tersebut sebagai berikut :

1. Rata – rata peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diberikan pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dari pada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diberikan pembelajaran biasa. Siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah memperoleh rata – rata kemampuan pemecahan masalah matematika sebesar 57,42 sebelumnya 17,97 ( N-gain kemampuan pemecahan masalah matematika sebesar 0,638 ), sementara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa memperoleh rata – rata kemampuan pemecahan masalah matematika sebesar 48,39 sebelumnya 18,21 (N-gain kemampuan pemecahan masalah matematika sebesar 0,540).

2. Rata – rata peningkatan kemampuan kemandirian belajar matematika siswa yang diberikan pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada kemandirian belajar matematika siswa yang diberikan pembelajaran biasa. Siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah memperoleh rata –


(44)

222

rata kemandirian belajar matematika sebesar 126,13 sebelumnya 98,13 ( N-Gain kemandirian belajar matematika sebesar0,4558 ), sementara siswa

yang diajarkan dengan pembelajaran biasa memperoleh rata – rata kemandirian belajar matematika sebesar 113,24 sebelumnya 99,18 ( N-Gain kemandirian belajar matematika sebesar0,2310).

3. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika. Hal ini juga diartikan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, sedang kemampuan awal tidak mempunyai pengaruh yang signifikan dalam peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

4. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemandirian belajar matematika siswa. Hal ini juga diartikan bahwa interaksi antara pembelajaran (pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa) dan kemampuan awal matematika (tinggi, sedang dan rendah) tidak memberikan pengaruh secara bersama – sama yang signifikan terhadap peningkatan kemandirian belajar matematika siswa. Peningkatan kemandirian belajar matematika siswa disebabkan oleh perbedaan pembelajaran yang digunakan bukan karena kemampuan awal matematika siswa.

5. Respon siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah sangat positif yaitu sekitar 95,64% dan sekitar 4,36% siswa kurang respon terhadap pembelajaran


(45)

223

berbasis masalah. Siswa yang merasa senang terhadap komponen pembelajaran yaitu sekitar 92% dan siswa yang tidak merasa senang terhadap komponen pembelajaran sekitar 8%. Seluruh siswa berpendapat bahwa suasana belajar yang dialami dikelas pembelajaran berbasis masalah masih baru dan sekitar 95% siswa berpendapat bahwa cara mengajar guru dianggap baru. Banyak siswa yang menyatakan dirinya berminat mengikuti pembelajaran berbasis masalah yaitu sekitar 97% siswa. Sekitar 98,5% siswa memahami dan tertarik terhadap tampilan LAS (lembar Aktivitas Siswa) yang digunakan sebagai bahan diskusi kelompok oleh siswa.

6. Proses jawaban siswa terkait kemampuan pemecahan masalah matematika pada pembelajaran berbasis masalah lebih bervariatif dan lebih baik dibanding dengan pembelajaran biasa. Hal ini dapat ditemukan dari hasil kerja siswa baik yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah maupun pembelajaran biasa.

5.2 Implikasi

Penelitian ini berfokus pada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika dan kemandirian belajar matematika siswa melalui pembelajaran berbasis masalah. Hasil penelitian ini sangat sesuai digunakan sebagai salah satu alternatif dalam peningkatan kualitas pendidikan matematika. Oleh karena itu kepada guru matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) diharapkan memiliki pengetahuan teoritis maupun keterampilan menggunakan pembelajaran berbasis masalah dalam proses pembelajaran. Pembelajaran berbasis masalah ini


(46)

224

belum banyak dipahami oleh sebagian besar guru matematika terutama para guru senior, oleh karena itu kepada para pengambil kebijakan dapat mengadakan pelatihan maupun pendidikan kepada para guru matematika yang belum memahami strategi – strategi pembelajaran matematika yang baik salah satunya pembelajaran berbasis masalah.

Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari pelaksanaan proses pembelajaran menggunakan pembelajaran berbasis masalah antara lain:

1. Guru harus mampu membangun pembelajaran yang interaktif, dalam membangun semangat dan kemandirian belajar siswa serta dapat menumbuhkembangkan kemampuan yang meliputi memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah dan memeriksa kembali dalam pemecahan masalah matematika.

2. Diskusi dalam pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu sarana bagi siswa untuk peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar matematika siswa yang diharapkan mampu menumbuhkembangkan suasana kelas menjadi lebih nyaman, dan menimbulkan rasa keinginan dalam belajar matematika.

3. Peran guru sebagai teman belajar, mediator, dan fasilitator membawa konsekuensi hubungan guru dan siswa menjadi lebih akrab. Hal ini berakibat guru lebih memahami kelemahan dan kelebihan dari bahan ajar serta karakteristik kemampuan individual siswa.


(47)

225

5.3 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan pada kegiatan pembelajaran memberikan hal – hal penting untuk perbaikan. Untuk itu peneliti menyarankan beberapa hal berikut:

1. Bagi guru matematika

a. Pembelajaran berbasis masalah pada pembelajaran matematika yang menekankan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar matematika siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran matematika yang innovatif khususnya dalam mengajarkan materi perbandingan.

b. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran matematika dengan pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan perbandingan.

c. Aktivitas siswa dalam pembelajaran berbasis masalah adalah efektif. Diharapkan guru matematika dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, memberi kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan gagasannya dalam bahasa dan cara merka sendiri, berani berargumentasi sehingga siswa akan lebih percaya diri, mandiri dan kreatif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Dengan demikian matematika bukan lagi yang menjadi pelajaran menyulitkan bagi siswa. d. Agar pembelajaran berbasis masalah lebih efektif diterapkan pada

pembelajaran matematika, sebaiknya guru harus membuat perencanaan mengajar yang baik dengan daya dukung sistem pembelajaran yang baik meliputi (LAS, RPP, media pembelajaran yang digunakan).


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson Scarvia B. et al .(1976). Encyclopedia of Educational Evaluation. San Fransisco : Yessey Bass inc Publishers.

Arends Richard I. (2008). Learning to Teach : Belajar Untuk Mengajar. Edisi ketujuh Jilid 2. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Arikunto Suharsini.( 1999). Dasar- dasar Evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

---.(2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

Armanto, Dian. (2001). Aspek perubahan pendidikan dasar matematika melalui pendidikan matematika realistik. Makalah, disajikan dalam seminar nasional “RME”. Medan: Depag Propinsi Sumatera Utara.

---.(2009). Pengembangan Model Pembelajaran SD/MI Berbasis Kompetensi dan Berkonteks Cerita Rakyat Sumatera Utara. Laporan penelitian Hibah Bersaing. Dirjen Dikti Depdiknas.

Awang, H., Ramly, I., (2008), Creative Thinking Skill Approach Through Problem-Based Learning: Pedagogy and Practice in the Engineering Classroom. International Journal of Sosial Science 3(1): 18-23.

Badan Litbang Puskur. (2005). Kajian Kebijakan Kurikulum Mata PelajaraMatematika. Indonesia: Ministry of National Education. Retrieved 6 September 2009 from www.puskur.net/download/prod2007/50_kajian kebijakan kurikulum matematika.pdf

Bransford,J.D.& Stein,B.S. (1984). The IDEAL Problem Solver : I Guide For Improving Thinking, Leraning, and Creativity. New York : Freeman. Crocker,L & Algina.J.(1986). Introduction to Classical and Modern Test Theory.

New york : Holth,Rinehart and Winston, Inc.


(2)

Donnely, (2005). Activity Systems within Blended Problem-Based Learning in Academic Professional Development. International Journal of Applied Educational Studies. 3(1):39-60 .

Dahar.R.W. (1991). Teori- Teori Belajar. Jakarta : Depdikbud.

Depdiknas.(2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Sekolah Menengah Pertama. Jakarta : Depdiknas.

Dwijianto.(2007). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Komputer Terhadap Pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematika Mahasiswa. Disertasi PPs UPI Badung : Tidak diterbitkan.

Fauzi Amin.(2011). Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa Dengan Pendekatan Pembelajaran Metakognitif di Sekolah Menengah Pertama. Disertasi pada PPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Hargis,J. (200).The Self-Regulated Learner Advantege: Learning Science On The

Internet. Electronic Journal of Science Education. Vol.4 No.4 ( http:/www.Jhargies.co/)

Hasanah,A (2004).”Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menegah Pertama Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Yang Menekankan Pada Reperesentasi Matematik Tesis UPI Bandung :Tidak diterbitkan.

Hasratuddin,(2010). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kecerdasan Emosional Siswa SMP Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi pada PPs UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Herman.T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Disertasi Pada PPs UPI Bandung : Tidak diterbitkan. Hudoyo, H (1989). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya


(3)

Ibrahim,M. dan Nur,M.(2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : University Pers.

Jihad, A. (2006). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Dengan Metode IMPROVE disertai Embeded Test ( Studi Eksperimen di Madrasah Aliyah Negeri 2 Bandung). Tesis UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Karnasih, I (2001), Prospek Pendidikan Matematika di Sumatera Utara, Dalam Seminar Sehari 5 Nopember 2001 .

Krulik S and Jesse A. R,(1996). The New Sourcebook For Teaching Reasoning and Proklem Solving in Junior and Senior High School. Allyn and Bacon . Needham Heights,Massachusetts.

Marpaung, Y. (2006). Karakteristik PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia). Journal Pendidikan Matematika MATHEDU, Volume 1 Nomor 1, Edisi Januari 2006. Surabaya : PPS UNESA.

Marcou A. & George.P. (2005). Motivational Beliefs, Self Regulated Learning andMathematical Problem Solving. Proceedingsof the 29th Conference of the International Group for the Psychology of Mathemaics Education, Vol.3, pp.297-304. Melbourne : PME.

Marzuki, A,(2006), Implementasi Pembelajaran Kooperatif Dalam Upaya Meningkatka Kemampuan Koneksi Dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa. Tesis pada PPs UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Montalvo,F.T. & Maria, C.G.T.(2004). Self-Regulated Learning: Current and Future Directions.Electronic Journal Of Research in Educational Psychology, 2(1), 1-34.ISSN:1696-2095.

Napitupulu.E.Elvis.(2011).Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Atas Kemampauan Penalaran dan Pemecahan Masalah Matematika Serta Sikap Terhadap Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi Pada PPs UPI Bandung : Tidak diterbitkan.


(4)

...(2000). Defining Problem Solving. (Online). (http://www.learner.Org/ channel/ courses/teachingmath/gradesk_2/Session_03 /Sectio_03 a.html, diakses 4 April 2012)

Nurhani Dewi dan Tri Wahyuni.(2008). Matematika Konsep dan Aplikasi untuk Kelas VII SMP dan MTs . Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Orlich, D.C. (1990). Teaching Strategies, A Guide to Better Instruction. Lexington: D.C. Health & Co.

Permana Yanto dan Utari Sumarmo.(2007).Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah.Jurnal Educationist. Vol.1 No.2 ISSN.1907-0838. Polya, G. (1985). How to Solve It. Anew Aspect of Mathematical Methods. New

Jersey : Pearson Education,Inc.

Riduwan. (2004). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru,Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung : Alfabeta.

Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta : Raja Wali Pers.

Rusmini.(2008). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa SMP Melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Program Cabri Geometri 2. Tesis Pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Russefendi ET.(1990). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

---,(1998). Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung : IKIP Bandung Press.

---,(2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan Dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Bandung : Tarsito.


(5)

Rustana, E.Cecep.(2002). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah Buku 5 Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual. Jakarta : Depdiknas.

Safari. (2004). Teknik Analisis Butir Soal Instrumen Tes dan Non Tes dengan Manual, kalkulator, dan Komputer. Jakarta : APSI Pusat .

Saragih, S. (2000). “Analisis Strategi Kognitif Siswa SLTP Negeri 35 Medan dalam Menyelesaikan Soal-soal Matematika”. Jurnal Penelitian Kependidikan Universitas Negeri Malang. 10, (2)

---.(2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematika siswa Sekolah Menengah pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik , Disertasi UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Savery, J.R.,(2006). Overview of Problem-based Learning:Definitions and Distinctions. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning 1(1):9-20

Satyasa I Wayan.(2008). Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Kooperatif. Nusa Penida : FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha.

Schunk Dale,H.(2012). Learning Theories and education perspective ( Teori – Teori Pembelajaran Perspektif Pendidikan ). Sixth edition. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Shadiq Fajar.(2004). Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta : PPPG Matematika.

---.(2004).Contoh-contoh masalah untuk meningkatkan kemampuan menggunakan Strategi dalam Proses Peecahan Masalah . Yogyakarta : PPPG Matematika.

---. (2007). Strategi Pemecahan Masalah pada Olimpiade Matematika Sekolah Dasar. Yogyakarta : PPPG Matematika.

Sinaga, B (1999). Efektivitas Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruktion) Pada Kelas I SMU Dengan Bahan Kajian Fungsi Kuadrat . Tesis IKIP Surabaya : Tidak diterbitkan.


(6)

... (2001). Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung : Tarsito.

Soedjadi, R. (2004). PMRI dan KBK dalam Era Otonomi Pendidikan. Buletin PMRI. Edisi III, Jan 2004. Bandung: KPPMT ITB.

Sudijono.A. (2005). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Suherman,E. Dkk.(2003) Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : UPI.

Sugiyono.(2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfa Beta.

Sukmadinata Nana Syaodih.(2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Sumardiyono. (2007). Tips dalam Penerapan Pembelajaran Problem solving. Yogyakarta : PPPPTK Matematika.

Sumarmo,U.(2004). Kemandirian Belajar: Apa,Mengapa, Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Makalah disajikan pada Seminar Pendidikan Matematika di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Yogyakarta tanggal 8 Juli 2004: tidak diterbitkan.

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif konsep, landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta : Kencana.

Wardhani Sri. (2006). Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Berbasis Masalah (Problem based instruction). Yogyakarta : PPPPTK Matematika.

Wardhani Sri dan Wiworo, dkk .(2010). Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah di SMP. Yogyakarta : PPPPTK Matematika.

Wiworo.(2005). Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah bagi Siswa SD Kelas 1,2 dan 3. Yogyakarta : PPPPTK Matematika.

Woolfolk, A. (2007). Educational Psychology ( 10th Edition). Boston : Pearson.

Zimmermen, B.J. (1998). Attaining Self-Regilation A Social Cognitive Perspective. Handbook of self Regulation . San Diego San Francisco New York London Sydney Tokyo : Academic Press.