BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengetahuan Orang Tua tentang Bullying pada Anak di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas
6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA2.1 Pengetahuan
2.1.1 Definisi Pengetahuan Notoatmodjo (2007) mengatakan pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior).
2.1.2 Manfaat Pengetahuan Pengetahuan diperlukan manusia untuk memecahkan setiap persoalan yang muncul sepanjang kehidupan manusia dalam mencapai tujuan hidup yaitu kebahagiaan, keadaan makmur, tenteram, damai dan sejahterabaik pada taraf individual maupun sosial. Pengetahuan juga dapat membuat manusia memiliki kemampuan untuk mempertahankan dan mengembangkan hidupnya sesuai dengan hal yang baik (Suhartono, 2005). Pengetahuan akan membuat seseorang mampu menemukan kepastian tentang suatu hal dan apa yang dipikirkan di dalam pernyataan- pernyataan adalah benar adanya (Watloly, 2005).
2.1.3 Tingkatan Pengetahuan Notoatmodjo (2007) mengatakan ada enam tingkatan pengetahuan didalam domain kognitif yang meliputi: a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya terhadap suatu spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi adalah kemampuan untuk mengungkapkan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang nyata.
d. Analisis (Analysis) Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut.
e. Sintesis (Sintesis) Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation) Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau objek penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.1.4 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Notoatmodjo (2003) mengatakan pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: 1) Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok serta masyarakat. Pendidikan berpengaruh terhadap perkembangan pribadi, bahwa pada umumnya pendidikan itu mempertinggi taraf intelegensi individu.
2) Persepsi mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang diambil.
3) Motivasi merupakan dorongan, keinginan dan tenaga penggerak yang berasal dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dengan mengeyampingkankan hal-hal yang dianggap kurang bermanfaat. Dalam mencapai tujuan dan munculnya motivasi memerlukan rangsangan dari dalam individu (biasanya timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga menjadi puas) maupun dari luar (merupakan pengaruh dari orang lain/lingkungan). Motivasi murni adalah motivasi yang betul-betul disadari akan pentingnya suatu perilaku dan dirasakan satu kebutuhan.
4) Pengalaman adalah sesuatu yang dirasakan (diketahui, dikerjakan), juga merupakan kesadaran akan sesuatu hal yang tertangkap oleh indra manusia.
Pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman yang berdasarkan kenyataan yang pasti dan pengalaman yang berulang-ulang dapat menyebabkan terbentuknya pengetahuan. Pengalaman masa lalu dan aspirasinya untuk masa yang akan datang menentukan perilaku masa kini.
Faktor eksternal yang mempengaruhi pengetahuan antara lain lingkungan, sosial ekonomi,kebudayaan dan informasi. Lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh bagi pengembangan sikap dan perilaku individu. Sosial ekonomi, penghasilan, sering dilihat untuk menilai hubungan antara tingkat penghasilan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Kebudayaan adalah perilaku normal, kebiasaan, nilai, penggunaan sumber-sumber nilai di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup. Informasi keterangan, pemberitahuan yang dapat menimbulkan kesadaran dan mempengaruhi perilaku.
2.2 Bullying
2.2.1 Konsep Bullying Olweus (dalam Krahe, 2005) mendefenisikan bullying adalah perilaku tidak menyenangkan seseorang atau lebih kepada korban bullying yang dilakukan secara berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu bullying juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterima korban (Krahe, 2005). Nansel dkk.
(dalam Santrock, 2007) mengatakan bullying didefenisikan sebagai perilaku verbal dan fisik yang dimaksudkan untuk mengganggu seseorang yang lebih lemah. Perilaku yang dapat dianggap sebagai bullying, haruslah tindakan yang agresif dan termasuk pada: a) Kekuatan yang tidak seimbang
Anak yang mem-bully menggunakan kekuasaan/ kehebatan mereka, seperti fisik yang kuat, akses untuk memperoleh informasi yang memalukan atau popularitas untuk mengontrol atau merugikan orang lain. Ketimpangan kekuasaan dapat berubah sepanjang waktu dan dalam situasi yang berbeda, bahkan sekalipun mereka termasuk dalam orang yang sama.
b) Pengulangan Kebiasaan bullying biasanya terjadi lebih dari satu kali atau berpotensi terjadi berulang kali.
2.2.2 Jenis-Jenis Bullying Totten dan Quigley (2005) mengatakan bullying terjadi ketika seseorang mendapat serangan yang berulang, setiap waktu oleh satu orang atau lebih yang menyalahgunakan kekuatannya. Ada banyak cara untuk mem-bully orang lain. Ada empat jenis utama dari bullying, yaitu:
1. Fisik bullying Fisik bullying termasuk dalam tindakan yang dapat dilihat karena terjadi sentuhan fisik seperti memukul, mendorong, mencubit, menendang, meludah, merusak atau mencuri benda milik orang lain.
2. Verbal bullying Verbal bullying adalah tindakan dengan mengatakan hal-hal jelek seperti memanggil orang lain dengan julukan yang jelek, mengejek, membentak, memaki, menghina atau mengancam seseorang.
3. Sosial bullying Sosial bullying menunjukkan pada merusak hubungan sosial orang lain seperti mengeluarkan orang lain dari grup/ kelompok, menyebarkan gosip tentang orang lain, membuat orang lain terlihat bodoh, menghasut orang lain untuk tidak berteman dengan orang tertentu atau merusak hubungan orang lain.
4. Elektronik bullying/ cyberbullying Elektronik bullying sekarang lebih dikenal dengan sebutan cyberbullying yaitu dengan menggunakan perkembangan teknologi yang ada dewasa ini seperti menggunakan computer, e-mail, telefon, handphone atau SMS untuk: mengancam atau melukai perasaan seseorang, mempermalukan atau membuat seseorang terlihat buruk, menyebarkan gosip atau membuka rahasia tentang seseorang.
2.2.3 Faktor Penyebab Bullying
a. Keluarga Keluarga merupakan lingkungan terdekat anak, sehingga masalah seperti ketidak harmonisan di rumah tangga berpengaruh terhadap prilaku bullying yang di lakukan oleh anak sehingga anak yang sering melihat ibu dan ayahnya bertengkar atau tidak harmonis dapat berbuat semaunya termasuk berlaku kasar pada temannya atau orang lain (Nazly, 2014).
b. Teman Sebaya Salah satu agen sosialisasi terpenting dalam kehidupan anak usia sekolah adalah kelompok teman sebaya. Identifikasi dan asosiasi kelompok teman sebaya merupakan hal yang penting untuk sosialisasi anak. Hubungan dengan teman sebaya yang buruk dan kurangnya identifikasi kelompok dapat memperbesar kemungkinan anak bersifat mengganggu. Sifat pengganggu terjadi jika satu atau lebih anak mengakibatkan penganiayaan fisik, verbal atau emosional pada anak lain (Wong, 2008) c. Karakter Anak Karakter anak yang agresif dapat menjadi faktor penyebab terjadinya bullying.
Perilaku agresif pada anak, baik secara fisikal maupun verbal dan juga pendendam inilah yang sering memicu anak melakukan bullying. Anak yang ingin populer, anak yang tiba-tiba sering berbuat onar atau selalu mencari kesalahan orang lain dengan memusuhi temannya atau orang lain umumnya termasuk dalam kategori ini. (Astuti ,2008).
2.2.4 Dampak Bullying Dalam kasus-kasus bullying, sejalan dengan perlakuan negatif yang berlangsung terus menerus, paparan terhadap kekerasan secara berkelanjutan memiliki efek yang sangat negatif, seperti munculnya problem kecemasan, stres, dan mengalami penurunan kemampuan belajar dikarenakan ia mengalami kesulitan konsentrasi dan penurunan dalam memorinya sehingga prestasi anak secara akademis akan menurun secara signifikan (Cauce, dkk, 2003 dalam Luthar,2006)
Sebagai dampak jangka panjang, terkadang korban bullying mengalami depresi yang ekstrim sehingga mempertimbangkan atau bahkan melakukan bunuh diri. Anak-anak yang mengalami bullying mungkin saja nampak mampu mengatasinya, tapi boleh jadi jadi sesungguhnya masih bergulat dengan inner
distress dalam diri mereka. Sementara orang lain melihatnya tangguh, ia
sesungguhnya rentan di dalam dirinya (Luthar, 2006).2.3 Bullying Pada Anak
Bullying banyak terjadi pada anak khususnya di sekolah. Hal ini merupakan
suatu proses dinamika kelompok, di mana ada pembagian-pembagian peran
(Djuwita, 2006). Peran-peran tersebut adalah: Bully, Asisten Bully, Reinforcer dan Outsider.
a) Bully , yaitu siswa yang dikategorikan sebagai pemimpin, yang berinisiatif dan aktif terlibat dalam perilaku bullying.
b) Asisten juga terlibat aktif dalam perilaku bullying, namun ia cenderung tergantung atau mengikuti perintah bully.
c) Reinforcer adalah mereka yang ada ketika kejadian bullying terjadi, ikut menyaksikan, mentertawakan korban, memprovokasi bully, mengajak siswa lain untuk menonton dan sebagainya.
d) Outsider adalah orang-orang tahu bahwa hal itu terjadi, namun tidak melakukan apapun, seolah-olah tidak peduli (Djuwita, 2006).
Selain itu hal ini terjadi juga karena bully juga tidak mendapatkan konsekuensi negatif dari pihak guru/sekolah, maka dari sudut teori belajar, bully mendapatkan reward atau penguatan dari perilakunya. Si bully akan mempersepsikan bahwa perilakunya justru mendapatkan pembenaran bahkan memberinya identitas social yang membanggakan. Pelaku outsider, seperti misalnya guru, murid, orang-orang yang bekerja di sekolah, orang tua, walaupun mereka mengetahui kejadian bullying akan tetapi tidak melaporkan, tidak mencegah dan hanya membiarkan saja tradisi ini berjalan karena merasa bahwa hal ini wajar, sebenarnya juga ikut berperan mempertahankan suburnya bullying di sekolah-sekolah. Dengan berjalannya waktu, pada saat korban merasa naik status sosialnya (karena naik kelas) dan telah "dibebaskan melalui kegiatan inisiasi informal" oleh kelompok bully, terjadilah perputaran peran. Korban berubah menjadi bully, asisten atau reinforcer untuk melampiaskan dendamnya (Djuwita, 2006).
2.3.1 Pengetahuan orang tua tentang bullying pada anak Berbeda dengan keadaan anak yang mengetahui secara persis kasus-kasus
bullying di sekolah, banyak orang tua tidak mengetahui ada masalah itu di sekolah
maupun di lingkungan sekitar anak (Astuti, 2008). Thompson et.al (2003 dalam Astuti, 2008) mengatakan kalaupun ada orang tua yang mengetahui, mereka sulit atau tidak mau untuk terlibat, antara lain disebabkan oleh : (1) Orang tua kurang pengetahuan (informasi) atas kejadian di sekolah. (2) Orang tua banyak memberikan kepercayaan pada pihak sekolah dalam mengawasi anak. (3) Orang tua tidak diajak berkomunikasi oleh anak, karena anak cenderung takut atau enggan bicara dengan orang tua atas masalah mereka di sekolah. Menurut mereka masalah mereka bukan urusan orang tua. (4) Orang tua cenderung mempersepsikan bullying atau senioritas sebagai bagian dari bentuk ajaran lain di lingkungan anak.
Persepsi orang tua yang keliru pada perilaku anak dengan menganggap anak dapat menyesuaikan diri sendiri bergaul di lingkungannya, maka terkadang orang tua tidak terlalu peduli apa yang terjadi pada lingkungan anak. Pandangan ini tidak seluruhnya benar, karena orang tua harus tetap peduli tentang lingkungan anak dan tahu apa yang terjadi dengan perilaku anak, khususnya perilaku bullying yang sering terjadi pada anak (Astuti, 2008).