Pembagian Harta Bersama Akibat Perceraian (Studi Pada Pengadilan Agama Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesuai dengan kodratnya manusia mempunyai naluri untuk tetap
mempertahankan generasi atau keturunanya.Dalam hal ini tentunya hal yang
tepat untuk mewujudkannya adalah dengan melangsungkan perkawinan.
Perkawinan merupakan satu-satunya cara guna membentuk keluarga, karena
perkawinan ini mutlak diperlukan, juga menjadi syarat terbentuknya sebuah
keluarga.
Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan
kasih sayang antara kedua belah pihak suami dan istri, akan senantiasa
diharapkan berjalan dengan baik, kekal dan abadi yang didasarkan kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai pula dengan tujuan perkawinan itu
sendri berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1974: “Perkawinan adalah
ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”. 1
Keluarga yang baik, bahagia lahir bathin adalah dambaan setiap
insan.Namun demikian tidaklah mudah untuk mewujudkan sebuah keluarga
yang bahagia, langgeng, aman dan tentram sepanjang hayat.Perkawinan yang
sedemikian itu tidaklah mungkin terwujud apabila diantara para pihak yang

mendukung pelaksanaan perkawinan tidak saling menjaga dan berusaha
bersama-bersama dalam pembinaan rumah tangga yang kekal dan abadi.
Disamping itu perkawinan juga ditujukan untuk waktu yang lama, dimana pada
prinsipnya perkawinan itu akan dilaksanakan satu kali dalam satu kehidupan
seseorang.
Setiap pasangan suami istri senantiasa mendambakan terciptanya rumah
tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Salah satu faktor penunjang
terwujudnya rumah tangga yang sesuai dengan konsep Islam ini adalah harta

1

M.Yahya Harahap, Pembahasan Hukum Perkawinan Nasional Berdasarkan Undang-Undang
No.1 Tahun 1974. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, Cet. 1, (Medan: C.V. Zahur Trading
Co, 1975), hal. 11.

Universitas Sumatera Utara

kekayaan yang merupakan zinatu al-hayat, baik harta yang bergerak maupun
yang tidak, bahkan termasuk didalamnya surat-surat berharga dan hak
intelektual.

Tatkala kondisi rumah tangga dalam keadaan rukun, umumnya harta
kekayaan bersama itu berperan sebagai pelengkap kebahagiaan.Namun, apabila
rumah tangga mengalami kondisi disharmonis, maka kemungkinan timbulnya
perselisihan dan pertengkaran cukup besar.Acap kali bila perselisihan
dimaksud tidak dapat diatasi (out of control), peluang kondisi rumah tangga
mencapai puncak perselisihan yang mengarah pada kondisi bubarnya
perkawinan (broken marriage) semakin besar pula.
Apabila perceraian terjadi sudah dapat dipastikan akan menimbulkan
akibat-akibat terhadap orang-orang yang berkaitan dalam satu rumah tangga,
dalam hal ini akibat hukumnya yang akan dititik beratkan. Akibat hukum dari
perceraian ini tentunya menyangkut pula terhadap anak dan harta kekayaan
selama dalam perkawinan.
Pada tataran terakhir, harta bersama akan menjadi ajang persengketaan.
Dan tidak dapat dipungkiri lembaga peradilan pun akan cukup berperan dalam
proses penyelesaian persengketaan dimaksud. Lembaga peradilan akan menjadi
media bagi suami istri yang bersengketa untuk menuangkan segala argumen
mereka, khususnya dalam rangka mewujudkan keinginan masing-masing pihak
untuk menguasai harta tersebut.
Deskripsi sederhana diatas tentunya melahirkna pertanyaan mengenai
aturan hukum yang akan ditetapkan oleh lembaga peradilan bila para pihak

datang dan ingin menyelesaikan persengketaan tersebut. Untuk itu, penulis
mencoba mengeksposisikan aturan hukum dimaksud sejalan dengan perjalanan
sejarah aturan perundang-undangan di Indonesia. Untuk lebih mempersempit
ruang lingkup eksposisi, penulisan membatasi aturan dimaksud, dimulai dari
aturan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan hingga aturan
yang berlaku saat ini.
Undang-Undang No.1 Tahun 1874 telah memuat beberapa pasal tentang
harta bersama, tepatnya dalam Bab VII pasal 35-37. Berikut diuangkapkan :
Pasal 35 :

Universitas Sumatera Utara

1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama
2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah
penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan
lain.
Pasal 36 :
1. Mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas
persetujuan kedua belah pihak

2. Mengenai harta bawaan masing-masing suami dan istri mempunyai hak
sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta
bendanya.
Pasal 37 :
Bila perkawinan putus karena perceraian harta bersama diatur menurut
hukumnya masing-masing. 2
Aturan-aturan Pasal tersebut pada dasarnya telah memberikan gambaran
yang cukup jelas. Namun secara implisit apabila dianalisis lebih lanjut ternyata
ungkapan pada Pasal 37 terungkap bahwa yang di maksud dengan “hukumnya
masing-masing” ialah hukum asgama, hukum adat, dan hukum lainnya. 3
Memperhatikan Pasal 37 dan penjelasannya, ternyata Undang-Undang ini
tidak memberikan keseragaman hukum positif tentang bagaimana penyelesaian
harta bersama apabila terjadi perceraian.
Berhubung Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tidak dengan tegas
mengatur pembagian harta bersama, akibatnya timbul kesulitan bagi pihak
penyelenggara hukum untuk menyelesaikan perkara yang berhubungan dengan
harta bersama. Dari sisi psikologis, hal ini berimplikasi negative, baik bagi
pihak-pihak pencari keadilan maupun bagi masyarakat sekitarnya, khususnya
bila para pihak yang berperkara atau masyarakat dimaksud adalah muslim.
Suasana ketidakpastian hukum tentang penyelesaian persengketaan

pembagian harta bersama ini menempuh perjalanan panjang sejak berlakunya
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 secara efektif pada tanggal 1 Oktober 1975

2

M.Yahya Harahap, Op-Cit, hal. 259
M.Yahya Harahap, ibid, hal.125

3

Universitas Sumatera Utara

(vide Peraturan Pemerintah RI No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UndangUndang No.1 Tahun 1974) hingga keluarnya Undang-Undang No 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam (Impres No.1
tahun 1991).
Meskipun kehadiran Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama telah mempertegas dan memperjelas kewenangan absolut (absolute of
vals rechte competensi). 4 Badan peradilan agama sebagaimana dinyatakan
dalam Pasal 47,


5

Implisit kewenangan terhadap penyelesaian sengketa harta

bersama dalam perkawinan, namun masih menjadi ganjalan tentang hukum
terapan yang menjadi rujukan sebagai hukum positif tentang harta bersama.
“Menghadapi fenomena ketiadaan law standart yang bersifat unifiet legal
framework dan unified Legal opinion, maka kehadiran Kompilasi Hukum Islam
memberikan aturan yang definitif pelembagaan harta bersama yang dimuat
dalam buku I”. 6
Kompilasi Hukum Islam memberikan ketegasan wewenang penyelesaian
sengketa harta bersama melalui peradilan agama sebagaimana pada Pasal 88
yang berbunyi: “Apabila terjadi perselisihan antara suami istri tentang harta
bersama maka penyelesaian perselisihan itu diajukan pada peradilan
agama”. 7Penjelasan isi Pasal tersebut menyatakan bahwa berlakunya ketentuan
tersebut terhitung sejak berlakunya Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama.
Meskipun kehadiran Kompilasi Hukum Islam diberlakukan berdasarkan
instrument hukum berupa intruksi presiden (inpres) RI No. 1 Tahun 1991
4


M.Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agam, cet. 1, (Jakarta:
Pustaka Kartini, 1990), hal. 25.
5
Isi dari pasal 49 terdiri dari 3 ayat :pertama, peradilan agama bertugas dan berwenang
memberikan memutuskan dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orangorang yang beragama Islam di bidang : perkawinan, kewarisan, hibah yang dilakukan berdasarkan
hukum dan wakaf serta shadaqoh. Kedua, bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam
ayat 1 (a) ialah : hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan Undang-Undang mengenai
perkawinan yang berlaku. Ketiga, bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (b)
ialah menentukan siapa-siapa saja yang menjadi ahli waris, menentukan mengenai harta
peninggalan, penentu bagian masing-masing ahli waris, melaksanakan pembagian harga
peninggalan tersebut. UU No. 7 Tahun 1989, Hubungan Peraturan Perundang-Undangan Dalam
Lingkungan Peradilan Agama, Peradilan Tinggi Agama, Surabaya, 1989, hal. 318.
6
Muttaqin, dkk, Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam, edisi 2, (Yogyakrta: UII Press,
1992), hal. 276.
7
Kompilasi Hukum Islam terdiri dari 3 (tiga) buku, yaitu buku I hukum perkawinan, buku II
hukum kewarisan, dan buku 3 hukum perwakafan


Universitas Sumatera Utara

tanggal 10 Juni 1991, namun secara konstitusional merupakan hukum positif
yang wajib dipatuhi oleh seluruh bangsa Indonesia yang beragama Islam. Hal
tersebut sebagaimana diungkap oleh Ahmad Rafiq, dalam bukunya Hukum
Islam di Indonesia yang menyatakan : “Kompilasi Hukum Islam di Indonesia
merupakan pengembangan dari hukum perkawinan yang tertuang dalam
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Karena itu, ia tidak dapat lepas dari misi
yang diemban oleh Undang-Undang perkawinan tersebut kendatipun
cakupannya hanya terbatas bagi kepentingan umat Islam. Antara lain,
kompilasi mutlak harus mampu memberikan landasan hukum perkawinan yang
dipegangi oleh umat Islam”. 8
Uraian diatas kiranya dapat memberikan gambaran betapa perjalanan
hukum posistif di Indonesia berkenaan dengan harta bersama khususnya di
lembaga

Peradilan

Agama,


mengalami

dinamika

yang

cukup

beragam.Selanjutnya, dinamika yang cukup beragam ini agar dikonvergensikan
dengan ajaran Islam sendiri.Tujuannya, untuk menggambarkan permasalahan
harta bersama dalam perkawinan secara komprehensif.
Pembagian harta bersama ini jelas diatur dalam Undang-Undang, hanya
saja sebagai manusia biasa tidak lepas dari keinginan untuk menguasai dan
memiliki harta tersebut baik dari pihak suami atau istri.Berdasarkan uraian
diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan perihal pelaksanaan
pembagian terhadap harta bersama akibat perceraian di Pengadilan Agama
Mandailing Natal yang belum pernah diteliti.

B. Permasalahan
1. Bagaimana dampak perceraian terhadap harta bersama pada masyarakat,

Kabupaten Mandailing Natal?
2. Berapa jumlah perkara mengenai harta bersama di Pengadilan Agama
Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2012-2017?
3. Apa dasar pertimbangan Putusan Pengadilaan Agama Panyabungan
Kabupaten Mandailing Natal mengenai harta bersama?

8

Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia,. (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 269.

Universitas Sumatera Utara

C. Tujuan Penulisan
Pada dasarnya tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan pemahaman
yang benar tentang permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan,
kemudian

untuk

menemukan


jawaban-jawaban

atas

permasalahan-

permasalahan tersebut.
Dalam lingkup yang lebih khusus penulisan ini ditujukan untuk hal-hal
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dalam pembagian harta bersama
akibat perceraian di Pengadilan Agama Panyabungan
2. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang menyebabkan putusnya
perkawinan karna perceraian
3. Untuk mengetahui bagaimana upaya hukum yang dilakukan para pihak
terhadap putusan Pengadilan Agama mengenai harta bersama?

D.

Manfaat Penulisan
Terjawabnya permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan serta
tercapainya tujuan penelitian diharapkan memberikan sejumlah manfaat secara
teoritis maupun secara praktis. Antara lain sebagai berikut:
1. Secara teoritis, penulisan diharapkan dapat memberikan informasi data
tentang hukum harta bersama dan penyelesaiannya di Pengadilan Agama
agar dapat disebar luaskan dan dibaca, baik oleh kalangan akademisi
maupun praktisi serta masyarakat pada umumnya karena penting untuk
pengembangan ilmu pengetahuan.
2. Secara peraktis, hasil penulisan diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran antara lain:
a. Sebagai bahan masukan dan panduan bagi para praktisi hukum dalam
menyelesaikan kasus yang dihadapi.
b. Untuk menambah wawasan pemikiran hukum Islam khusus tentang
harta bersama karena penting untuk disosialisasikan.
c. Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan terutama dibidang
Hukum Perdata BW

Universitas Sumatera Utara

E. Metode Penelitian
Soejono Soekarno menjelaskan istilah “metodologi” berasal dari

kata

“metode” yang berarti “jalan ke”, namun demikian menurut kebiasaan metode
dirumuskan dengan kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:
a. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian.
b. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan
c. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur
Metode Penelitian adalah metode yang digunakan untuk dapat mengolah
data sesuai dengan tujuan penelitian. 9Lexy J.Moleong menjelaskan bahwa
penelitian pada hakikatnya merupakan wahana untuk menemukan kebenaran
atau untuk lebih membenarkan kebenaran.Sedangkan menurut Noeng
Muhadjir, metodologi penelitian merupakan ilmu yang mempelajari tentang
metode-metode penelitian, ilmu tentang alat-alat dalam penelitian. 10
Adapun metode penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian yang
bersifat ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Penelitian merupakan suatu cara pendekatan yang tepat untuk memperoleh
data-data yang akurat sehingga diperlukan adanya metode penelitian yang
ada relevansinya antara komponen yang satu dengan yang lain. Penelitian
ini

merupakan

jenis

penelitian

kualitatif 11dengan

menggunakan

pendekatan kasus (case Apprach). 12Penedekatan kasus dilakukan dengan
cara melakukan telah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu
yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan yang tetap.

9

Sugiono, Cara mudah menyusun: Skripsi, Tesis dan Disertasi
(Bandung:ALFABETA,2013),hlm.18.
10
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, ( Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), hlm. 20.
11
Penelitian kualitatif yakni penelitian yang datanya yang datanya disajikan dalam bentuk verbal
bukan dalam bentuk angka. Baca Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta:
Rake Sarasin, 1996, hal. 29.lebih jauh lagi, Hadawi dan Mimi Martin menjelaskan bahwa
penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik, bahwa datanya
dinyatakan dalamkeadaan sewajarnya, atau sebagaimana aslinya (natural setting), dengan tidak
dirubah dalam bentuk symbol-simbol atau bilangan. Penelitian ini tidak bekerja menggunakan data
dalam bentuk atau diolah dengan rumusan dan tidak ditafsirkan atau diinterpreatasikan sesuai
ketentuan statistic/matematik. Hadawin dan Mimi Martin, Penelitian Terapan,
(Yogyakarta:Gaajahmada University Press, 1996),hlm.174
12
Peter Mahmud Marzyki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm, 119.

Universitas Sumatera Utara

Kajian

pokok

didalam

13

decidenci. Pendekatan ini dapat

pendekatan

kasus

adalah

ratio

diketemukan dengan memperhatikan

fakta materiil, fakta tersebut berupa orang, tempat, waktu dan segala yang
menyertainya asalkan tidak terbukti sebaliknya. Perlunya fakta materiil
tersebut diperhatikan karena baik hakim maupun para pihak akan mencari
aturan hukum yang tepat untuk dapat diterapkan kepada fakta tersebut.
Inilah yang menunjukkan bahwa pendekatan kasus bukanlah merujuk
kepada

putusan

pengadilan,

melainkan

merujuk

kepada

ratio

decidendi.Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
implementasi pembagian harta bersama setelah terjadinya perceraian
terhadap adanya perbedaan kontribusi.
Penelitian ini juga termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan
(library research), 14yakni penulis melakukan analisis terhadap teks-teks
yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.Metode pendekatan
kualitatif ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan langsung
antara peneliti dengan informan sehingga lebih peka serta lebih dapat
menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh bersama dan terhadap polapola yang dihadapi.
Analisis yang dipergunakan metode ini adalah analisis data secara
induktif 15 yang dapat membuat hubungan peneliti responden menjadi
eksplisit, dapat dikenal dan akuntable,selain ituanalisis ini dapat
memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur
analitik.Peneliti dengan pendekatan kualitatif memberi batasan dalam
penelitiannya atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah dalam
penelitian.Penetapan fokus sebagai masalah penelitian penting artinya
dalam usaha menemukan batas penelitian, sehingga peneliti dapat
menemukan lokasi penelitian.
13

Ratio decidenci adalah alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai kepada
putusannya, atau pertimbangan pengadilan untuk samapi kepada suatu putusan. Ibid, hlm.94.
14
Penelitian kepustakaan (library Research) adalah penelitian yang dilakukan diperpustakaan
dimana obyek penelitian biasanya digali lewat beragam informasi keputakaan (buku, ensiklopedia,
jurnal, koran, majalah dan dokumen-dokumen)
15
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkandata kedalam pola, kategori,
dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja, lihat
Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Rosdakarya, 2013),hlm.280.

Universitas Sumatera Utara

Selain itu penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan social yang secara fundamental bergantung pada pengamatan
pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orangorang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya.
2. Sumber Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder 16 yang mencakup bahan hukum primer 17 (bahan-bahanhukum
yang mengikat), bahan hukum sekunder (bahanyang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer),dan bahan hukum tersier
(bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan
hukum primer dansekunder)
Usaha untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam
penelitian ini disesuaikan dengan metode pendekatan dan jenisdata yang
digunakan. Maka sumber data yang digunakan adalah:
a. Sumber data primer
Data primer merupakan bahan hukum yang bersifatautoritatif, artinya
mempunyai otoritas.Bahan hukum primer terdiri dari perundangundangan, catatan-catatan resmi ataurisalah-risalah dalam pembuatan
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. 18
b. Sumber data sekunder
Data sekunder atau bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum
yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. 19Penulis menggunakan
wawancara sebagai data sekunder karena wawancara dapat menunjang
danmendukung data primer.

16

Sumber sekunder adalah sumber-sumber yang diambil dari sumber yang lain yang tidak
diperoleh dari sumber primer, yakni data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh
oleh peneliti dari subyek penelitiannya. Saifuddin Anwar, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta:
Pelajar Offse, 1998), hlm. 91.
17
Sumber data primer adalah sumber-sumber yang memberikan data secara langsung dari tangan
pertama atau merupakan sumber asli. Baca Nasution, Metode Research Penelitian Ilmiah, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2001), cet.1, hlm. 150.
18

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenada Media,
2005), hlm. 141.
19
Ibid., hlm. 165.

Universitas Sumatera Utara

Data sekunder ini seringkali dianggap sebagai metode yang paling efektif
dalampengumpulan

data

primer. 20Dianggap

efektif

karena

dapatmenemukan fakta-fakta atau pendapat bahkan saran-saranyang
berkaitan langsung dengan harta bersama maupunmengenai pembagian
harta bersama berdasarkan keadilandistributif.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berfokus
pada dokumentasi 21 yang akan digunakan sebagai sumber didalam penelitian ini.
Pengumpulan

data-data

tersebut

diharapkan

dapat

memperjelas

pokok

permasalahan danbahasan dalam penelitian ini, yaitu :
a) Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah cara memperoleh data mengenaihal-hal yang
berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen,
paper dan sebagainya. Metode dokumentasi digunakan dalam penelitian
karena ada beberapaalasan antara lain:
1. Dokumen merupakan sumber yang stabil, kaya danmendorong.
2. Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian.
3. Berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karenasifatnya yang
alamiah.
4. Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuklebih memperluas
ilmu pengetahuan terhadap apa yangakan diteliti.
Pada penelitian ini dokumentasi tersebut adalah catatancatatanpenting atau
dokumen-dokumen putusan PengadilanAgama Panyabungan Kab.Mandailing
Natal.Selain itu jugadilakukan studi pustaka dengan pengumpulan bahan
hukumseperti perundang-undangan, jurnal ilmiah, artikel-artikel dariinternet
maupun literatur-literatur dari internet, maupun bacaanlain yang erat kaitannya
dengan permasalahan yang dibahasberdasarkan bahan hukum sekunder.
b) Wawancara

20

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2008), hlm. 57.
21
Metode dokumentasi adalah suatu metode yang digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal
yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,notulen rapat dan sebagainya.
Selengkapnya lihat Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2010), hlm. 274.

Universitas Sumatera Utara

Penulis melakukan wawancara dengan beberapapihak yang berkompeten
dalam penelitian ini. Wawancaramerupakan cara yang digunakan untuk
memperoleh keterangansecara lisan guna mencapai tujuan tertentu. 22
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalahwawancara tidak
terstruktur 23 atau wawancara bebas, yaituwawancara yang pertanyaannya
tidak dipersiapkan terlebihdahulu. Sifat yang tidak baku memberi peluang
kepada penulisuntuk menyesuaikan diri dengan konteks yang ada.
Penulis berinteraksi langsung dengan informan sehinggapenulis dapat
menangkap dengan cermat apa yang diucapkanoleh informan. Dimana
para informan yang dimintai keteranganadalah pihak Pengadilan Agama
Panyabugan
peradilan

Kab.Mandailing
Agama

Kab.Mandailing

dan

Natal

Natal

hakim
sebagai

terkaitpembagian

harta

dilakukandengan

tujuan

sebagai

pelaksanaadministrasi

Pengadilan
pihak

yang

bersama.Dalam
memperoleh

AgamaPanyabungan

hal

memutus
ini

perkara

wawancara

katerangan-keterangan

yang

jelastentang hal-hal yang berkaitan dengan implementasi pembagianharta
bersama berdasarkan

perceraian

oleh

Hakim

Pengadilan

Agama

Panyabungan Kab.Mandailing Natal dalam memutus perkara pelaksanaan
harta bersama akibat perceraian.

F. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penulusuran kepustakaan Universitas cabang Fakultas
Hukum USU belum pernah dilakukan penulisan mengenai “Pelaksanaan
Pembagian Terhadap Harta Bersama Akibat Perceraian” (Studi Kasus Pada
Masyarakat

Panyabungan

Kota,

Kabupaten

Mandailing

Natal)

sebelumnya.Oleh sebab itu keaslian penulisan ini dapat dipertanggung
jawabkan secara akademis berdasarkan nilai-nilai objektivitas dan kejujuran.

22

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.lihat Lexy J.Moleong, Metodologi
Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Rosdakarya, 2013), hlm.186.
23
Wawancara tidak terstruktur mirip dengan percakapan informal.Bersifatluwes, susunan
pertanyaannya dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapatdiubah pada saat wawancara,
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara.lihat Deddy Mulyana, Metode
Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 181.

Universitas Sumatera Utara

G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman mengenai substansi dan esensi dari
skripsi ini serta agar menyajikan secara sistematis,berikut secara rinci sistematika
penulisan skripsi dalam lima bab, yaitu :
Bab pertama:Pendahuluan yang terdiri dari, Latar Belakang,Permasalahan,
Tujuan

Penulisan,Manfaat

Penulisan,

Metode

Penelitian,

Keaslian

Penulisan,Sistematika Penulisan.
Bab kedua: Landasan teori, menjelaskan secara teoritispendapat para ahli
yang berkaitan dengan perceraian menurut hukum Islam, perceraian menurut
sistem

hukum adat, perceraian menurut system hukum nasional,

Teori-

teoritersebut meliputi Pengertian dan fakto-faktor penyebab perceraian, akibat
perceraian, dan alasan-alasan terjadinya perceraian.
Bab ketiga: Membahas mengenaitinjauan umum harta bersama yang mana
bab ini terdiri dari tiga point. Point pertama: meliputi tentang pengertian harta
bersama yang bersumber dari hukum Islam, hukum adat, dan undang-undang No
1 tahun 1974 mengenai perkawinan, point kedua: mengenai pembagian harta
bersama, dan point yang ketiga: sumber-sumber harta bersama.
Bab keempat :membahas pembagian harta bersama akibat perceraian
(studi pada masyarakat kecamatan panyabungan kota, kabupaten mandailing
natal) yang mana pada bab ini juga terdiri dari tiga point: yang pertama yaitu :
Dampak perceraian terhadap harta bersama pada masyarakat, Kabupaten
Mandailing Natal. Point yang kedua: Pelaksanaan pembagian harta bersama
akibat perceraian di Pengadilan Agama Panyabungan, dan poin yang ke tiga:
Jumlah

perkara

dan

dasar

pertimbangan

Putusan

Pengadilaan

Agama

Panyabungan mengenai harta bersama.
Bab kelima : Bab ini merupakan bab penutup yang meliputikesimpulan
yang ditarik dari hasil penelitian dan saran-sarankepada pihak-pihak terkait
sebagai masukan yang membangun tatanan hukum yang ada di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara