BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Dalam Organisasi - Pengaruh Komunikasi dan Kompetensi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Perkebunan Nusantara III Kantor Direksi Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi

2.1.1 Pengertian Komunikasi Dalam Organisasi

   Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan

  atau komunikasi dari seseorang ke orang lain. Perpindahan pengertian tersebut melibatkan lebih dari sekedar kata-kata yang di gunakan dalam percakapan, tetapi juga ekspresi wajah, intonasi, titik putus voka dan sebagainya. Dan perpindahan yang efektif memerlukan tidak hanya transmisi data, tetapi bahwa seseorang mengirimkan berita dan menerimanya sangat tergantung pada keterampilan- keterampilan tertentu (membaca, menulis, mendengar, berbicara, dan lain-lain) untuk membuat sukses pertukaran informasi.

  Komunikasi merupakan suatu proses pertukaran informasi antar individu melalui suatu sistem yang (lazim), baik dengan simbol-simbol, sinyal-sinyal maupun perilaku atau tindakan. Jadi dalam komunikasi itu terdapat di dalamnya suatu proses, terdapat simbol-simbol dan simbol-simbol itu mengandung arti. Arti atau makna simbol disini tentu saja tergantung pada pemahaman dan persepsi komunikan sehingga ada umpan balik (feedback) bagi komunikan setelah mendapatkan pesan. Oleh karena itu, komunikasi akan efektif dan tujuan komunikasi akan tercapai, apabila masing-masing pelaku yang terlibat di dalamnya mempunyai persepsi yang sama terhadap simbol. (Purwanto, 2006:3)

  Komunikasi organisasi adalah suatu proses komunikasi yang menggunakan media yaitu bahasa atau simbol-simbol yang biasa digunakan untuk mentransfer pesan-pesan dari pemberi pesan ke penerima pesan melalui proses komunikasi agar diperoleh suatu hasil yang sangat berarti bagi suatu organisasi.

  (Purwanto, 2003:20).

  Dalam sebuah organisasi setiap orang yang terlibat didalamnya ketika melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya baik selaku pimpinan diberbagai tingkatan maupun para karyawan, agar pekerjaannya dapat terlaksana dengan lancar dan harmonis untuk mencapai tujuan bersama yang disepakati dan ditetapkan, maka unsur kerjasama harus senantiasa tercipta dengan baik. Dengan terjadinya proses kerjasama maka unsur komunikasi pun dengan sendirinya akan tercipta dalam sebuah organisasi karena apapun bentuk instruksi, informasi dari pimpinan ke bawahan maupun sebaliknya, masukan, laporan dari bawahan ke pimpinan, antara sesama bawahan senantiasa dilakukan melalui proses komunikasi.

  Pentingnya peran komunikasi bagi perusahaan adalah sebagai saluran untuk melakukan dan menerima pengaruh, dan juga sebagai alat untuk mendorong atau mempertinggi Kompetensi sebagai sarana yang memungkinkan suatu organisasi untuk mencapai tujuannya.

  Komunikasi memiliki peran yang sangat penting dalam memperlancar kegiatan perusahaan, dapat terlihat dari beberapa hal berikut: a.

  Fungsi-fungsi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dapat tercapai. b.

  Meningkatkan gairah dan Kompetensi kerja c. Dengan menggunakan komunikasi sebagai alat koordinasi dan pengendalian para pemimpin dapat mengetahui keadaan dari setiap bidang yang menjadi tugasnya.

  d.

  Menimbulkan rasa kesetiakawanan dan loyaitas antara bawahan dengan atasan, bawahan dengan bawahan dan antara atasan, karena pengawasan yang jelas dan mantap.

  e.

  Dengan komunikasi semua bagian organisasi dapat mengetahui kebijakan, peraturan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemimpin. Oleh sebab itu dalam sebuah organisasi setiap orang yang teribat di dalamnya ketika melaksanakan tugas dan tanggung jawab, agar dapat terlaksana dengan lancar dan harmonis, maka kerjasama harus senantiasa tercipta dengan baik. Dengan terjadinya proses kerjasama maka unsur komunikasi pun dengan sendirinya akan tercipta dalam sebuah organisasi, karena apapun bentuk instruksi, informasi dari pimpinan ke bawahan maupun sebaliknya senantiasa dilakukan melalui proses komunikasi.

2.1.2 Proses Komunikasi

  Proses komunikasi memungkinkan manajer untuk melaksanakan tugas tugas. Informasi harus dikomunikasikan kepada para manajer agar mereka mempunyai dasar perencanaan, rencana-rencana harus di komunikasikan kepada pihak lain agar diaksanakan. Pengarahan mengharuskan manajer untuk berkomunikasi dengan bawahannya agar tujuan perusahaan dapat tercapai.

  Sebelum komunikasi dapat terjadi, dibutuhkan suatu tujuan, yang terekspresikan sebagai pesan untuk di sampaikan. Pesan tersebut disampaikan dari seseorang pengirim kepada seseorang penerima. Ia disandikan (diubah menjadi suatu bentuk simbolis) dan dialihkan melalui perantara (saluran) kepada penerima, yang lalu menerjemahkan ulang (membaca sandi) pesan yang diberikan oleh pengirim. Hasilnya adalah transfer makna dari satu orang kepada orang lain.

  (Stephen dan Timothy, 2008:6) Adapun komponen yang terkandung dalam proses komunikasi yaitu:

1. Pengirim 2.

  Penyandian 3. Pesan 4. Saluran 5. Penerjemahan sandi 6. Penerima 7. Gangguan dan 8. Umpan balik

  Menurut Purwanto (2006:11) Pada prinsipnya dalam proses komunikasi memiliki 6 (enam) tahapan yaitu:

1. Pengiriman mempunyai satu ide atau gagasan.

  Sebelum proses penyampaian pesan dilakukan, maka pengirim pesan harus menyiapkan ide atau gagasan apa yang ingin di sampaikan pada pihak lain.

  Ide dapat diperoleh dari berbagai sumber, ide yang diolah dalam bentuk pengirim di saring dan disusun kedalam suatu memori daam pikiran orang yang memiliki mental yang berbeda. Hal ini disebabkan karena penyerapan berbagai informasi dan pengalaman berbeda-beda pada setiap individu.

  2. Pengirim mengubah ide menjadi suatu pesan.

  Pada proses komunikasi, tidak semua ide dapat diterima atau dimengerti dengan sempurna. Agar ide dapat diterima dan dimengerti dengan sempurna pengirim pesan harus memperhatikan subjek apa yang ingin disampaikan, maksud (tujuan), penerima pesan, gaya personal dan latar belakang budaya.

  3. Pengirim menyampaikan pesan Pada saat menyampaikan pesan dapat digunakan berbagai saluran. Biasanya rangkai komunikasi yang dilakukan relatif pendek, namun ada juga yang cukup panjang. Hal ini akan berpengaruh terhadap efektifitas penyampaian pesan. Ketika penyampaian pesan dapat digunakan berbagai media komunikasi baik media tulis maupun lisan.

  4. Penerima menerima Pesan Komunikasi antara seseorang dengan orang lain akan terjadi bila pengirim mengirimkan suatu pesan dan penerima menerima pesan tersebut.

  5.Penerima menafsirkan pesan Setelah penerima menerima pesan, tahap berikutnya adalah bagaimana menafsirkan pesan. Suatu pesan yang disampaikan pengirim harus mudah di mengerti dan tersimpan dalam benak penerima pesan. Selanjutnya pesan baru bisa di tafsirkan secara benar bila penerima pesan telah memahami isi pesan sebagaimana yang dimaksud oleh pengirim.

  6. Penerima memberi tanggapan dan memberi umpan balik ke pengirim.

  Setelah menerima pesan, penerima akan memberikan tanggapan dengan cara tertentu dan akan memberi sinyal terhadap pengirim pesan. Sinyal yang diberikan oleh penerima pesan beraneka ragam, hal ini tergantung pesan yang diterimanya. Umpan balik memegang peranan penting dalam proses komunikasi karena ia memberi kemungkinan bagi pengirim untuk menilai efektifitas suatu pesan. Disamping itu, adanya umpan balik dapat menunjukan adanya faktor-faktor penghambat komunikasi, misalnya perbedaan latar belakang, perbedaan penafsiran kata-kata dan perbedaan reaksi secara emosional.

2.1.3 Saluran Komunikasi Dalam Organisasi

  Pemahaman yang lebih baik tentang komunikasi dapat diperoleh dengan mempelajari arah-arah dasar gerakkannya yang tampak dengan terbentuknya salura-saluran komunikasi. Adapun saluran-saluran komunikasi formal yang biasa terdapat dalam organisasi adalah:

1. Komunikasi Vertikal

  Komunikasi vertikal terdiri dari komunikasi ke atas dan ke bawah sesuai rantai perintah. Komunikasi ke bawah (Downward Communication) di mulai dari manajemen puncak kemudian mengalir ke bawah melalui tingkatan-tingkatan manajemen sampai karyawan ini dan personalia paling bawah. Maksud utama komunikasi ke bawah adalah untuk memberikan pengarahan, informasi, instruksi, nasehat, sasaran dan penilaian kepada bawahan serta memberikan informasi kepada para anggota organisasi tentang tujuan dan kebijaksanaan organisasi.

  Berita-berita kebawah dapat berbentuk tulisan maupun lisan, dan biasanya disampaikan melalui memo, laporan atau dokumen lain, pertemuan atau rapat dan percakapan serta melalui interaksi. Dan manajemen seharusnya tidak memusatkan perhatiannya pada usaha komunikasi ke bawah, tetapi juga komunikasi ke atas.

  Komunikasi ke atas (Upward Communication) alur pesan yang disampaikan berasal dari bawah (karyawan) menuju ke atas (manajer). Pesan yang ingin disampaikan mula-mula berasal dari karyawan yang selanjutnya disampaikan ke jalur yang ebih tinggi, yaitu bagian pabrik, ke manajer produksi, dan akhirnya ke manajer umum. Tipe komunikasi ini mencakup laporan-laporan periodik, penjelasan, gagasan dan permintaan untuk diberikan keputusan. Hal ini dapat dipandang sebagai data atau informasi umpan balik bagi manajemen atas.

2. Komunikasi Horizontal

  Komunikasi horizontal meliputi hal-hal berikut ini: a.

  Komunikasi di antara bagian-bagian yang memiliki posisi sejajar dalam suatu organisasi b.

  Komunikasi yang terjadi antara dan di antara departemen-departemen pada tingkatan organisasi yang sama.

  Bentuk komunikasi ini pada dasarnya bersifat koordinatif dan merupakan hasil dari konsep spesialisasi organisasi. Sehingga komunikasi ini dirancang untuk mempermudah koordinasi dan penanganan masalah. Komunikasi horizontal selain membantu koordinasi kegiatan-kegiatan horizontal, komunikasi tipe ini juga menghindarkan prosedur pemecahan yang lambat.

3. Komunikasi Diagonal

  Komunikasi diagonal merupakan komunikasi yang memotong secara menyilang diagonal rantai perintah organisasi. Hal ini sering terjadi sebagai hasil hubungan-hubungan departemen lini dan staf. Hubungan-hubungan yang ada antara personalia dan staf dapat berbeda-beda yang akan membentuk beberapa komunikasi diagonal yang berbeda-beda pula.

2.1.4 Fungsi Komunikasi

  Dalam melaksanakan tugasnya pimpinan perusahaan dihadapkan kepada dua bidang tugas dan tanggungjawab yang harus dikoordinirnya secara terpadu, yaitu bidang teknis yang dilakukan oleh para petugas dan bidang administrasi yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab para staf administrasi. Tidak bisa dipungkiri kedua bidang yang ada diperusahaan ini dalam kenyataan saling mendukung dan melengkapi.

  Dalam mengkoordinir kegiatan di Perusahaan, pimpinan perusahaan harus benar-benar dapat memanfaatkan proses komunikasi yang dilakukannya dengan para staf yang sesuai menurut fungsi komunikasi yaitu menghubungkan semua unsur yang melakukan interaksi pada semua lapisan, sehingga menimbulkan rasa kesetia-kawanan dan loyalitas antar sesama, seperti: 1.

  Pimpinan dapat mengetahui langsung keadaan bidang-bidang yang dibawah, sehingga berlangsung operasional yang efisien.

  2. Meningkatkan rasa tanggung jawab semua anggota, dan melibatkan mereka pada kepentingan organisasi. Muncullah kemudian rasa keterlibatan atau sense of envolvement, dan rasa ikut memiliki, dan sense if belonging atau rasa satu kelompok.

  3. Memunculkan rasa saling pengertian dan saling menghargai tugas masing- masing sehingga meningkatkan rasa kesatuan dan pemantapan spirit de

  corps (semangat korps).

2.1.5 Hambatan-Hambatan Komunikasi Organisasi

  Komunikasi adalah vital, tetapi komunikasi sering tidak efektif dengan adanya kekuatan-kekuatan dari luar yang menghambatnya. Penghambat komunikasi dapat dikelompokkan menjadi:

1. Hambatan Organisasional

  Ada 3 (tiga) hambatan organisasional yaitu:

  a. Tingkatan Hierarki

  Bila suatu organisasi tumbuh, strukturnya berkembang dan akan menimbulkan berbagai masalah komunikasi. Karena berita harus melalui tingkatan (jenjang) tambahan, yang memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tempat tujuan dan cendrung menjadi berkurang ketepatannya. Berita mengalir keatas atau kebawah tingkatan-tingkatan organisasi akan melalui beberapa “filter” dengan persepsi, motif, kebutuhan, hubungan sendiri. Setiap tingkatan dalam rantai komunikasi dapat menambah, mengurangi, merubah, atau sama sekali berbeda dengan berita aslinya.

  b. Wewenang Manajerial

  Tanpa wewenang untuk membuat keputusan tidak mungkin manajer dapat mencapai tujuan dengan efektif. Tetapi dilain pihak, kenyataannya bahwa seseorang yang mengendalikan orang lain juga menimbulkan hambatan-hambatan terhadap komunikasi. Banyak atasan merasa bahwa mereka tampak lemah.

  Sebaliknya, banyak bawahan menghindari situasi dimana mereka harus mengungkapkan informasi yang dapat membuat mereka dalam kedudukan yang tidak menguntungkan. Sebagai hasilnya ada kesenjangan “leveling” antara atasan dan bawahan.

c. Spesialisasi

  Meskipun spesialisasi adalah prinsip dasar organisasi, tetapi juga menciptakan masalah-masalah komunikasi, dimana hal ini cenderung memisahkan orang-orang, bahkan bila mereka bekerja saling berdekatan. Perbedaan fungsi, kepentingan dan istilah-istilah pekerjaan dapat membuat orang- oarang merasa bahwa mereka hidup dalam dunia yang berbeda. Akibatnya dapat menghalangi perasaan memasyarakat, membuat sulit memahami, dan mendorong terjadinya kesalahan-kesalahan.

2. Hambatan-Hambatan Antar Pribadi

  Seseorang manajer perlu memperhatikan hambatan-hambatan antar pribadi seperti:

a. Perspektif Selektif

  Persepsi adalah suatu proses yang menyeluruh dengan apa seseorang mensleksi, mengorganisasikan, mengartikan dan mengartikan segala sesuatu dilingkungannya. Dalam hal ini pengalaman mengajarkan seseorang dengan reaksi tertentu, dengan kata lain, pengharapan yang mengarahkan seseorang untuk melihat atau mendengar kejadian, orang, objek atau situasi adalah sesuatu yang ingin dilihat atau didengar. Hal ini disebut Persepsi selektif. Pelajaran bagi manajer untuk memahami sebanyak mungkin tentang kebutuhan, motif tujuan, tingkat bahasan dan stereotip (proses penyusunan berita menjadi seperti sesuatu yang diharapkan) dari penerima, agar dapat mengkomunikasikan pengertian secara efektif.

  b. Status atau Kedudukan Komunikator

  Hambatan-hambatan lainnya adalah kecendrungan untuk menilai, mempertimbangkan dan membentuk pendapat atas dasar kerakteristik- karakteristik pengirim terutama kredibilitasnya, berdasarkan keahlian seseorang dalam bidang yang sedang dikomunikasikan dan tingkat kepercayaan seseorang bahwa orang tersebut akan mengkomunikasikan kebenaran. Manajer harus dipandang bawahan mereka sebagai orang terpercaya dan dapat dipercaya. Kalau tidak, usaha meKompetensi, mempengaruhi dan mengarahkan kegiatan-kegiatan bawahan akan sangat terhambat.

  c. Keadaan Membela Diri

  Perasaan membela diri pada pengirim, penerima berita atau keduanya juga menimbulkan hambatan-hambatan komunikasi. Keadaan membela diri seseorang mengakibatkan ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan pembicaraan tertentu, dan sebaliknya meningkatkan tingkat pembelaan dipihak lain. Keadaan ini membuat Pendengar lebih berkonsentrasi pada apa yang akan dikatakan dan bukan pada apa yang sedang didengar.

  d. Pendengaran Lemah

  Manajer perlu belajar untuk mendengar secara efektif agar mampu mengatasi hambatan ini. Berbagai kebiasaan sehubungan dengan pendengaran lemah meliputi: mendengar hanya dipermukaan saja, hanya memberikan sedikit perhatian pada apa yang sedang dikatakan, memberikan pengaruh, melalui baik perkataan maupun tanda-tanda, menunjukkan kejengkelan atau kebosanan terhadap bahan pembicaraan dan mendengar dengan tidak efektif.

  e. Ketidaktepatan Penggunaan Bahasa

  Salah satu kesalahan besar yang terdapat dalam komunikasi adalah anggapan bahwa pengertian terletak dalam kata-kata yang digunakan, sebagai contoh: Perintah Manajer untuk mengerjakan “secepat mungkin” bisa berarti satu jam, satu hari atau satu minggu. Disamping itu, bahasa non-verbal yang tidak konsisten seperti nada suara, ekspresi wajah dan sebagainya dapat mengehambat komunikasi. Dengan demikian jelaslah bahwa arus komuniukasi dari atasan kebawahan komunikasi dari atasan ke bawahan belum tentu berjalan dengan mulus, sesuai dengan yang diharapkan karena dipengaruhi berbagai faktor.

2.2 Kompetensi

2.2.1 Pengertian Kompetensi

  Istilah kompetensi menurut Webster Dictionary mulai muncul pada Tahun 1596. Istilah ini diambil dari kata latin “Competere” yang artinya “to be suitabel”.

  Kemudian ini secara sunstansial mengalami perubahan dengan masuknya berbagai isu dan pembahasan mengenai konsep kompetensi dari berbagai literatur.

  Pengertian kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya atau kerekteristik dasar yang memiliki hubungan kausal atau sebagai sebab akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan, efektif atau berkinerja prima atau superior di tempat kerja atau pada situasi tertentu.

  Menurut Spencer dalam (Moeheriono, 2009:4) kompetensi terletak pada bagian dalam setiap manusia dan selamanya ada pada kepribadian seseorang yang dapat memprediksikan tingkah laku dan performansi secara luas pada semua situasi dan tugas pekerjaan atau jobs task.

  Adapun makna yang terkandung dalam defenisi kompetensi ini adalah: a.

  Karakteristik dasar (underlying characteristic) kompetensi adalah bagian dari kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang serta mempunyai prilaku yang dapat dipresiksi pada berbagai keadaan tugas pekerjaan.

  b.

  Hubungan kausal (causally related) berarti kompetensi dapat menyebabkan atau digunakan untuk memprediksi kinerja sesorang, artinya jika mempunyai kompetensi yang tinggi, maka akan mempunyai kinerja yang tinggi pula (sebab akibat).

  c.

  Kriteria (criterian referenced) yang dijadikan sebagai acuan bahwa kompetensi secara nyata akan memprediksi seseorang dapat bekerja dengan baik, harus terukur dan spesifik atau terstandar. Memiliki SDM adalah keharusan bagi perusahaan. Mengelola SDM berdasarkan kompetensi diyakini bisa lebih menjamin keberhasilan mencapai tujuan. Sebagian besar perusahaan memakai kompetensi sebagai dasar dalam memilih pekerja, mengelola kinerja, pelatihan dan pengembangan serta pemberian kompensasi.

  Analisis kompetensi disusun sebagian besar untuk pengembangan karier, tetapi penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan untuk mengetahui efektivitas tingkat kerja yang diharapkan. Keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan sikap (attitude) merupakan faktor yang menentukan penilaian terhadap kompetensi sumber daya manusia dalam menghasilkan tingkat kinerja pada suatu perusahaan.

  Hutapea dan Thoha (2008:28) mengungkapkan bahwa ada tiga komponen utama pembentukan kompetensi yaitu pengetahuan yang dimiliki seseorang, kemampuan, dan prilaku individu. Pengetahuan (knowledge) adalah informasi yang dimiliki seseorang karyawan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai bidang yang digelutinya (tertentu), misalnya bahasa komputer. Pengetahuan karyawan turut menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya, karyawan yang mempunyai pengetahuan yang cukup meningkatkan kinerja di perusahaa misalnya harus mengetahui teori pekerjaan, mampu berfikir kreatif dan memahami aturan dalam pekerjaan.

  Keterampilan (skill) merupakan suatu upaya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan perusahaan kepada seseorang karyawan yang baik dan maksimal, misalnya seorang programmer computer. seorang karyawan dituntut harus mampu memecahkan masalah, mampu berkomunikasi dengan baik dan mampu bekerja sama. Disamping pengetahuan dan kemampuan karyawan, hal yang paling perlu diperhatikan adalah sikap prilaku karyawan. Sikap (attitude) merupakan pola tingkah laku karyawan di dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai degan peraturan perusahaan. Apabila karyawan mempunyai sifat mendukung pencapaian organisasi misanya, mengenal pekerjaannya, disiplin, dan patuh maka secara otomatis segala tugas yang dibebankan kepadanya akan dilaksanakan sebaik-baiknya . Dimensi dari kompetensi yaitu:

  Kompetensi knowledge, skill, dan attitude cenderung lebih nyata dan relatif berada di permukaan (ujung) sebagai kerteristik yang dimiliki manusia.

  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah kemampuan dan kemauan untuk melakukan tugas dengan kinerja yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan.

2.3 Kinerja Karyawan

2.3.1 Pengertian Kinerja

  Kinerja adalah hasil yang dicapai melalui serangkaian kegiatan dan tata cara tertentu dengan menggunakan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran perusahaan yang ditetapkan (Mangkunegara, 2005:43). Kinerja merupakan istilah yang berasal dari kata job performance yang diartikan sebagai hasil kerja kualitas dan kuantitas yang dicapai karyawan dalam melaksanakan tugasnya per satuan periode waktu sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

  Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegitan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi (Moeheriono, 2009:60). Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan kepuasan kerja karyawan dan tingkat besaran imbalan yang diberikan, serta dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, dan sifat-sifat individu. Oleh karenanya, menurut mitra- lawyer kinerja individu pada dasarnya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor:

1. Harapan mengenai imbalan 2.

  Dorongan 3. Kemampuan 4. Kebutuhan dan sifat 5. Persepsi tentang tugas 6. Imbalan internal dan eksternal 7. Persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja.

  Dharma (2010:25), Manajemen kinerja adalah sebuah proses untuk menetapkan apa yang harus dicapai, dan pendekatannya untuk mengelola dan pengembangan manusia melalui suatu cara yang dapat meningkatkan kemungkinan bahwa sasaran akan dapat dicapai dalam suatu jangka waktu tertentu baik pendek maupun panjang.

  Defenisi diatas mengandung unsur-unsur penting sebagai berikut: a.

  Suatu kerangka kerja dari sasaran yang telah direncanakan, standar dan persyaratan kompetensi yang telah disepakati. Manajemen kinerja adalah suatu kesepakatan diantara seseorang karyawan dengan manajernya tentang beberapa harapan. Manajemen kinerja kebanyakkan adalah tentang pengelolaan harapan dari seorang karyawan.

  b.

  Sebuah proses: Manajemen kinerja bukan hanya serangkaian system formulir dan prosedur, melainkan serangkaian tindakan yang diambil untuk mencapai suatu hasil dari hari ke hari dan mengelola peningkatan kinerja diri mereka sendiri dan orang lain.

  c.

  Pemahaman bersama: untuk memperbaiki kinerja, para individu perlu memiliki pemahaman bersama tentang bagaimana seharusnya bentuk tingkat kinerja dan kompetensi yang tinggi itu dan apa pula yang hendak dicapai.

  d.

  Suatu pendekatan dalam mengelola dan mengembangkan sumber daya manusia. Manajemen kinerja berfokus dalam tiga hal. Pertama, bagaimana para manajer dan pemimpin kelompok bekerja secara efektif dengan orang-orang yang ada disekitar mereka. Kedua, bagaimana peran individu bekerja sama dengan para manajer dan kelompok. Ketiga, bagaimana individu dapat dikembangkan untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, dan kepiawaian mereka dan tingkat kompetensi dan kinerja mereka.

  Adapun Dimensi dari kinerja karyawan yaitu: 1.

  Kuantitas kerja adalah volume kerja yang dihasilkan dibawah kondisi normal. Kuantitas juga menunjukkan banyaknya jenis pekerjaan yang dilakukan dalam satu waktu sehingga efektivitas kinerja dapat terlaksana sesuai dengan tujuan perusahaan. Indikatornya adalah : a.

  Target Kerja b.

  Volume Pekerjaan 2. Kualitas kerja adalah ketelitian, kerapian, dan keterikatan hasil kerja yang dilakukan dengan baik agar dapat menghindari kesalahan didalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Indikatornya adalah : a.

  Pelaksanaan pekerjaan tepat b.

  Minimalisasi tingkat kesalahan dalam bekerja 3. Pemanfaatan waktu adalah penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan kebijakan perusahaan agar pekerjaan selesai tepat waktu pada waktu yang ditetapkan. Indikatornya adalah : a.

  Ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan b.

  Batas waktu dalam menyelesaikan pekerjaan.

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

  Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja seorang karyawan. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja yang baik menurut Mathis dan Jackson (2007:83) adalah “kemampuan, Kompetensi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan dan hubungan mereka dengan organisasi”.

  Menurut Mangkunegara (2000:67) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah :

1. Faktor kemampuan

  Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge+skill). Artinya karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata ( IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka maka ia akan lebih muda mencapai prestasi yang diharapkan. Oleh sebab itu karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai keahliannya.

  2. Faktor Kompetensi Kompetensi terbentuk dari sikap (attitude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Kompetensi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).

  Menurut Anogara (2004:178), ada faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah sebagai berikut :

  1. Kompetensi Pimpinan organisasi perlu mengetahui Kompetensi kerja dari anggota organisasi. Dengan mengetahui Kompetensi itu maka pimpinan dapat mendorong bekerja lebih baik.

  2. Pendidikan Pada umumnya seseorang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan mempunyai kinerja yang lebih baik, hal demikian merupakan syarat yang penting dalam meningkatkan kinerja karyawan. Tanpa bekal pendidikan, mustahil orang akan mudah dalam mempelajari hal-hal yang bersifat baru dalam cara atau suatu sistem.

  3. Disiplin kerja Disiplin kerja adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi segala peraturan yang telah ditentukan. Disiplin kerja mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Kompetensi, kedisiplinan dengan suatu latihan antara lain dengan bekerja menghargai waktu dan biaya akan memberikan pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan.

  4. Komunikasi Komunikasi memiliki bnayak pengaruh terhadap kinerja karyawan.

  Komunikasi yang terjadi antara atasan dan bawahan serta dengan sesama anggota karyawan lain dalam perusahaan dapat meKompetensi karyawan untuk melakukan pekerjaan karena komunikasi yang sesuai telah terjalin dan karyawan mengerti satu sama lain sehingga dapat mencapai tujuan yang dimaksud. Komunikasi yang dilakukan dapat berupa komunikasi verbal maupun komunikasi non verbal.

  5. Sikap etika kerja Sikap seseorang atau kelompok orang dalam membina hubungan yang serasi, selaras dan seimbang didalam kelompok itu sendiri maupun dengan kelompok lain. Etika dalam hubungan kerja sangat penting karena dengan tercapainya hubungan yang seimbang antara prilaku dalam proses produksi akan meningkatkan kinerja.

  6. Gizi dan kesehatan daya tahan tubuh seseorang biasanya dipengaruhi oleh gizi dan makanan yang didapat, hal ini mempengaruhi kesehatan karyawan, dengan semua itu akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

  7. Tingkat penghasilan Penghasilan yang cukup akan memberikan semangat kerja tiap karyawan untuk memacu prestasi sehingga kinerja karyawan akan meningkat.

  8. Lingkungan kerja dan iklim kerja Lingkungan kerja dari karyawan termasuk hubungan atara karyawan, hubungan dengan pimpinan, suhu serta lingkungan penerangan dan sebagainya. Hal ini sangat penting untuk mendapatkan perhatian dari perusahaan karena sering karyawan enggan bekerja, karena tidak ada kekompakkan dalam kelompok kerja atau ruang kerja yang tidak menyenangkan. Hal itu tentu menggangu kerja karyawan.

  9. Teknologi Dengan adannya kemajuan teknologi yang meliputi peralatan yang semakin otomatis dan canggih akan membuat dukungan tingakat produksi dan mempermudah manusia dalam melaksanakan pekerjaan.

  10. Sarana produksi Faktor-faktor produksi harus memadai dan saling mendukung dalam proses produksi

  11. Jaminan sosial Perhatian dan pelayanan perusahaan kepada setiap karyawan, menunjang kesehatan dan keselamatan. Dengan harapan agar karyawan semakin bergairah dan mempunyai semangat untuk bekerja.

  12. Manajemen Dengan adanya manajemen yang baik maka karyawan akan berorganisasi dengan baik, dengan demikian kinerja akan tercapai.

  13. Kesempatan berprestasi Setiap orang dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, dengan memberikan kesempatan berprestasi, maka karyawan akan meningkatkan kinerja.

2.3.3 Penilaian Kinerja

  Menurut Sofyandi (2008:122), Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan kerja karyawan.

  Dalam penilaian dinilai kontribusi karyawan kepada organisasi selama priode tertentu. Umpan balik kinerja memungkinkan karyawan mengetahui seberapa baik bekerja jika dibandingkan dengan standar organisasi. Apabila penilaian kinerja dilakukan secara benar, para karyawan, penyelia, departemen SDM, dan akhirnya organisasi akan diuntungkan dengan melalui upaya-upaya karyawan memberikan kontribusi yang memuaskan pada organisasi.

  Penilaian kinerja berkenaan dengan seberapa baik seseorang melakukan pekerjaan yang ditugaskannya. Penilaian kinerja memberikan dasar bagi keputusan-keputusan yang mempengaruhi gaji, promosi, pemberhentian, pelatihan, transfer, dan kondisi-kondisi kekaryawanan lainnya.

  Penilaian kinerja adalah penilaian tentang prestasi kerja karyawan dan penilaian kerja sangat penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan dan standar kerja. Dalam persaingan global, perusahaan menuntut kinerja yang tinggi. Seiring dengan itu, karyawan membutuhkan umpan balik atas kinerja mereka sebagai pedoman perilakunya dimasa mendatang.

  Penilaian prestasi adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi perilaku prestasi kerja keryawan serta menetapkan kebijakan selanjutnya (Hasibuan, 2007:87). Adapun tujuan dan kegunaan penilaian kerja adalah sebagai berikut: 1.

  Sebagai dasar pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi, pemberhentian dan penetapan berapa besarnya balas jasa.

  2. Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses dalam pekerjaannya.

  3. Sebagai dasar mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan.

  4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program pelatihan dan keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan peralatan kerja.

  5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada dalam organisasi.

  6. Sebagai alat untuk meningkatkan Kompetensi kerja karyawan sehingga dicapai tujuan untuk mendapatkan performance kerja yang baik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa suatu perusahaan tidak bisa hanya sekedar mempunyai sistem penilaian saja, sistem harus efektif, diterima dan pantas digunakan. Dengan terpenuhinya kondisi-kondisi itu akan menghasilkan peningkatan yang diperlukan dalam sumber daya manusia.

2.3.4 Evaluasi Kinerja

  Evaluasi kinerja merupakan salah satu bagian siklus berkelanjutan yang bisa digunakan oleh manajer untuk mengelola kinerja individu dan tim. Menurut Paul (2001:5), evaluasi kinerja adalah proses yang mencangkup perencanaan sejak awal dan memeliharanya secara teratur.

  Evaluasi kinerja memberi cara untuk menjelaskan bagaimana anggota tim dapat melaksanakan pekerjaannya, dan bagaimana caranya untuk memperbaiki kinerja dimasa yang akan datang sehingga karyawan, dan perusahaan dapat memperoleh manfaat. Evaluasi kerja juga member peluang untuk bersama-sama menentukan sasaran kerja dan merumuskan cara mencapainya.

  Moeheriono (2009:63), mengemukakan bahwa evaluasi kinerja itu dapat diartikan dalam :

  1. Sebagai alat yang baik untuk menentukan apakah karyawan telah memberikan hasil kerja yang memadai dan sudah melaksanakan aktivitas kinerja sesuai dengan standar kerja yang telah ditetapka oleh organisasi.

  2. Sebagai cara untuk menilai kinerja karyawan dengan melakukan penilaian tentang kekuatan dan kelemahan keryawan.

  3. Sebagai alat yang baik untuk menganalisis kinerja karyawan dan membuat rekomendasi perbaikan dan pengembangan selanjutnya.

  Keberhasilan suatu organisasi dalam berbagai ragam kinerja tergantung kepada kinerja seluruh anggota organisasi. Unsur individu manusialah yang memegang peranan penting dan sangat menentukan keberhasilan organisasi ataupun perusahaan.

  Menurut Dharma (2010:120), evaluasi kinerja adalah dasar dari penilaian atas tiga elemen kunci suatu kinerja yaitu: kontribusi, kompetensi dan pengembangan yang berkelanjutan. Penilaian harus berakar pada realitas karyawan. Penilaian bersifat nyata, bukan abstrak dan memungkinkan manajer dan individu untuk mengambil pandangan yang positif tentang bagaimana kinerja bisa menjadi lebih baik dimasa depan dan bagaimana masalah-masalah yang timbul dalam memenuhi standar dan sasaran kinerja dapat dipecahkan.

  Evaluasi kerja diperusahaan atau di instansi pemerintah sebaiknya dibedakan evaluasinya terhadap pimpinan dan bawahan, serta penilai harus mengumpulkan data terlebih dahulu melalui pengamatannya terhadap kinerja karyawan sebagai bukti awal dalam memecahkan permasalahan karyawan yang bersangkutan dan dapat melindunginya. Selain itu, juga pabila diperlukan pelaksanaan pelatihan terlebih dahulu dalam memberikan penilaian pada evaluasi kinerja agar lebih berhasil, evaluasi kinerja sebaiknya menggunakan metode yang cocok dan tepat dengan organisasi yang bersangkutan karena sebuah metode yang tepat di suatu tempat belum tentu cocok dengen tempat lainnya.

  Menurut Paul (2001:10), jenis-jenis evaluasi kerja adalah: 1.

  Evaluasi Kinerja Pengenalan Evaluasi kinerja pengenalan sering dilakukan antara satu sampai dengan enam bulan sejak tanggal pengangkatan karyawan untuk menentukan apakah karyawan tersebut cocok dengan pekerjaannya.

  2. Evaluasi Kinerja Tahunan Evaluasi kinerja tahunan adalah evaluasi yang hampir diperoleh oleh semua orang yang bekerja diorganisasi. Dokumentasi formal tahunan mengenai hal-hal yang menonjol ini sangat mempengaruhi keputusan kepesonaliaan dan akan berakhir menjadi berkas kinerja karyawan (sekali dan selamanya) 3. Evaluasi Kinerja Khusus

  Evaluasi kinerja khusus sama dengan evaluasi kinerja tahunan, pebedaannya adalah evaluasi ini dilakukan “sesuai kebutuhan” atas permintaan ketua atau anggota tim. Biasanya, evaluasi ini digunakan untuk mendukung perubahan status karyawan, seperti untuk meninjau peran karyawan, perubahan supervisior ataiu pengarahan, penyesuaian gaji, promosi, dan sebagainya.

  4. Tindakan Koreksi Tindakan koreksi sering disebut sebagai “peringatan”, evaluasi ini merupakan bentuk disiplin progresif.

  5. Sesi Umpan Balik Sesi umpan balik merupakan evaluasi merupakan evaluasi kinerja ditempat kerja yang bersifat informal, dilakukan selama proses pembinaan sehari-hari antara ketua dengan anggota tim. Catatan yang diperoleh selama sesi ini sering dimasukkan dalam berkas keryawan yang terus dipelihara oleh ketua tim.

  6. Laporan Status Laporan status adalah laporan periodik (misalnya, mingguan, bulanan, kuartalan) yang biasanya disampaikan kepada manajemen untuk mendokumentasikan kinerja penting yang menonjol dari individu dan tim. Untuk dapat memiliki kesempatan berhasil, sasaran dan metodologi evaluasi kinerja harus berjalan dengan harmonis dengan budaya organisasi atau diperkenalkan secara sengaja sebagai suatu tujuan bagi perusahaan, bergerak dari manajemen berdasarkan perintah kearah manajemen sasaran. Manajemen kinerja dan proses evaluasi kinerja dapat membantu dalam mencapai perubahan kultural tapi hanya bila perubahan tersebut dikelolah dengan baik dari atas.

  Dharma (2010:102), mengemukakan bahwa sasaran evaluasi kinerja adalah: a.

  MeKompetensi: untuk merancang orang dalam meningkatkan kinerja dan mengembangkan keahlian.

  b.

  Pengembangan: untuk memberitakan dasar untuk mengembangakan dan memperluas atribut dan kompetensi yang relevan atas peran mereka sekarang maupun peran dimasa depan terutama karyawan yang memiliki potensi untuk melakukannya. Pengembangan dapat difokuskan kepada peran yang dipegang saat ini, mnemungkinkan orang untuk memperbesar dan memperkaya jangkauan tanggung jawab mereka dan keahlian yang mereka perluakan dan mendapat imbalan sebagaimana mestinya.

  c.

  Komunikasi: untuk berfungsi sebagai saluran komunikasi dua arah tentang peran, sasaran, hubungan, masalah kerja dan aspirasi.

  Dari uraian diatas, dapat dsimpulkan bahawa evaluasi kinerja sangat penting untuk memfokuskan dan mengarahkan karyawan terhadap tujuan strategi pada penempatan, penggantian perencanaan, dan tujuan pengembangan sumber daya manusia.

2.4 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Jurnal dan Penelitian Terdahulu

  No. Nama Peneliti Variabel Judul Penelitian Teknik Hasil Penelitian Penelitian Analisis Data

  

1. Grace T. Togatorop Kompetensi ”Pengaruh Analisis Adanya pengaruh positif dan signifikan

(X1) Kompetensi deskriptif dari kompetensi karyawan terhadap (2011) Sumber Daya efektifitas kerja karyawan pada Carrefour

  Efektivitas Manusia Terhadap Citra Garden Padang Bulan Medan. Dan kerja Efektifitas Kerja variabel yang paling dominan adalah (Y) Karyawan variabel Skill (keterampilan).

  Carrefour Citra Berdasarkan nilai Adjusted R Square Garden Padang sebesar 0,571 berarti 57,1 % faktor Bulan Medan” efektifitas kerja dapat dijelaskan oleh (pengetahuan), skill knowledge (keterampilan), dan attitude (sikap).

  Sedangkan sisanya 42,9% dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti oleh penelitian ini seperti akal dan perasaan.

  

2. Triana Komunikasi “Pengaruh Analisis komunikasi dan Kompetensi berpengaruh

(X1) Komunikasi Dan deskriptif positif dan signifikan terhadap kinerja (2012) Kompetensi bisnis pada PT. Bank Rakyat Indonesia

  Kompetensi Terhadap Kinerja (Persero) Tbk. Cabang Iskandar Mudah (X2) Bisnis Pada PT Medan, Hal ini didukung oleh teori Kinerja

  Bisnis Bank Rakyat Purwanto (2003:13) yang menyatakan Indonesia (Persero) bahwa apabila cara menyampaikan pesan (Y) Tbk. Cabang dan mengembangkan pesan tidak terdapat

  Iskandar Mudah masalah-masalah dan si penerima juga Medan” bisa menerima pesan dan menafsirkan pesan dengan komunikasi yang efektif ini maka kinerja bisnis akan mampu meningkat karena antara karyawan dan atasan juga antar karyawan lebih mudah mengerti dan memahami pesan yang disampaikan, selain itu pesan yang ingin disampaikan mengenai target perusahaan juga dapat disampaikan dengan tepat sasaran.

3. Fauzillah Salleh dan Komunikasi “Pengaruh Analisis Hubungan Karyawan dengan pimpinan Zahara Dzulkifli (X1) Komunikasi deskriptif baik sebesar 26 responden 48,15%.

  terhadap Kinerja Laporan ini menunjukkan bahwa Jurnal Universitas Kinerja (Produktivitas) pimpinan memiliki hubungan yang sangat Sultan Zainal Abidin,

  (Y) Dalam Organisasi baik dengan karyawan semua masalah Malaysia.

  Swasta” yang terkait dengan karyawan secara (2011) langsung meningkatkan ke manajemen puncak atau bos memecahkan keadaan dan menjaga kemajuan yang baik dan hubungan dengan karyawan, 26 responden 48,15 % adalah keyakinan bahwa pimpinan sangat baik . Hal ini menunjukkan bahwa karyawan benar- benar percaya & tentang keputusan manajemen puncak. Komunikasi dengan atasan/manajemen juga terdaftar dengan baik dengan 24 responden 44,44 % dibandingkan hanya 5 responden 9,26 % yang terdaftar buruk dalam komunikasi. Hal ini adalah komunikasi yang baik antara pimpinan & karyawan. Pengakuan dari manajemen telah didaftarkan baik dengan 23 responden 42,59 % yang merupakan pertanda baik. Karyawan menjadi bangga bahwa upaya mereka sedang diterima. Mereka akan mendapatkan lebih banyak kepentingan dalam pekerjaan mereka & terus berusaha untuk melakukan lebih banyak upaya .

  4. Ayu Brahmasari dan A Kompetensi “Pengaruh Analisis variabel bebas kompetensi kerja, dan

Jahi, Jurnal Ilmiah (X1) Kompetensi dan deskriptif Kompetensi secara bersama-sama

Ekomomi Bisnis, Kompetensi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap Kompetensi Volume 13 Nomor 4 terhadap Kinerja kinerja karyawan. Artinya semakin tinggi (X2)

Halaman 53 Karyawan PT kompetensi kerja yang dimiliki oleh

Kinerja

  Perkebunan karyawan maka kinerja karyawan akan (2012) karyawan Nusantara V Kebun semakin tinggi. Kompetensi merupakan (Y) Tandun Kabupaten suatu karakteristik dasar dari seseorang

  Kampar” yang memungkinkannya memberikan kinerja yang unggul dalam pekerjaan.

  Apabila karyawan memiliki kompetensi yang terdiri pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang baik maka akan memiliki kinerja yang baik.

2.5 Kerangka Konseptual

  Kerangka konseptual merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan (Sugiono, 2008:89).

  Kerangka konseptual bertujuan untuk mengemukakan secara umum mengenai objek penelitian yang dilakukan dalam kerangka dari variabel yang akan diteliti.

  Kerangka konseptual yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah komunikasi dan kompetensi kerja sebagai variabel X dan Kinerja karyawan sebagai variabel Y.

  Menurut (Purwanto, 2003:20) Komunikasi organisasi adalah suatu proses komunikasi yang menggunakan media yaitu bahasa atau simbol-simbol yang bisa digunakan untuk mentrasfer pesan –pesan dari pemberi pesan ke penerima pesan melalui proses komunikasi. Apabila cara menyampaikan pesan dan mengembangkan pesan tidak terdapat masalah-masalah dan si penerima pesan juga bisa menerima pesan dan menafsirkan pesan dengan komunikasi yang efektif ini maka kinerja karyawan akan meningkat karena antara karyawan telah mengerti pesan yang telah disampaikan.

  Menurut Spencer (1994) dalam Hutapea dan Thoha (2008:28) mengungkapkan ada tiga komponen pembentuk kompetensi yang terdiri dari: pengetahuan (knowledge) merupakan pengetahuan yang dimiliki seseorang dalam bidang tertentu. Keterampilan (skill) merupakan kemampuan karyawan untuk melakukan suatu aktivitas atau pekerjaan, sedangkan Sikap (attitude) merupakan prilaku pekerja yang muncul pada orang-orang yang bekerja dengan produktif.

  Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan dilakukan pengkajian terhadap tiga kelompok variabel yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Adapun variabel individu terdiri dari kemauan dan keterampilan, latar belakang pribadi dan demografis. Hal ini berkaitan erat dengan kompetensi individu yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki oleh individu tersebut. Sedangkan variabel organisasi terdiri dari variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Dan terakhir variabel psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar, Kompetensi dan semangat. Hal ini berkaitan erat dengan kemampuan individu untuk berkomunikasi dan berinteraksi dalam perusahaan.

  Dari penjelasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa komunikasi dan kompetensi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan.

  Kemampuan dalam berkomunikasi dan kompetensi kerja karyawan merupakan faktor yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja karyawan. Dengan sumber daya manusia yang mampu berkomunikasi dengan baik dan kompeten akan menghasilkan hasil yang positif yang sangat besar terhadap peningkatan kinerja karyawan, tanpa adanya kecakapan karyawan dalam berkomunikasi dan adanya kompetensi kerja yang baik maka target dalam perusahaan akan sulit tercapai.

  Komunikasi (X1) Kinerja karyawan (Y) Kompetensi kerja (X2)

Sumber : Purwanto (2003), Hutapea dan Thoha (2008), Hasibuan (2003), Ilyas

(2002) Data diolah

Gambar 2.1 Kerangka konseptual

2.6 Hipotesis

  Menurut Kerlinger (2003:30), hipotesis adalah pernyataan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih dengan kata lain hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian berdasarkan teori yang ada.

  Berdasarkan perumusan masalah maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: “Komunikasi dan kompetensi kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan”.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Komunikasi dan Kompetensi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Perkebunan Nusantara III Kantor Direksi Medan

0 70 142

Pengaruh Komunikasi Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Pt. Perkebunan Nusantara Iii Kantor Direksi Medan

14 135 146

Pengaruh Komunikasi dan Kompetensi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan

8 91 142

Pengaruh Kompetensi Komunikasi Dan Budayaorganisasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada Kantor Direksi PTPN III (PERSERO) Medan

6 95 109

Pengaruh Rekrutmen, Penempatan Kerja Dan Konflik Peran Terhadap Kinerja Karyawan Pada Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) Medan

7 150 155

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Dalam Organisasi - Pengaruh Komunikasi, Pengetahuan dan Sikap Terhadap Kinerja Karyawan di Politeknik Unggul LP3M Medan

0 0 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Komunikasi - Pengaruh Komunikasi Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Ptpln (Persero) Area Binjai

0 0 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi dalam Organisasi - Pengaruh Komunikasi dan Motivasi terhadapat Kinerja Organisasi Pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk., Cabang Simpang Pos Medan

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas Kerja 2.1.1 Pengertian Produktivitas Kerja - Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara III (PERSERO) Medan

1 1 15

Pengaruh Komunikasi dan Kompetensi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Perkebunan Nusantara III Kantor Direksi Medan

1 2 26