BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan - Pengetahuan Dan Perilaku Penggunaan Dosis Anestesi Lokal Oleh Mahasiswa Kepaniteraan Di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU Tahun 2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

  Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior ).

9 Pengetahuan bisa diperoleh secara alami maupun secara terencana yaitu

  b.

  Memahami (comprehension) Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui.

  c.

  Aplikasi (application) Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

  melalui proses pendidikan. Pengetahuan merupakan hal kognitif yang mempunyai tingkatan, yaitu:

  Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut.

  e.

  Sintesis (synthesis) Sintesis adalah kemampuan untuk menggabungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk tertentu yang baru.

  f.

  Evaluasi (evaluation) Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap objek tertentu.

  Tahu (know) Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, misalnya mengingat atau mengingat kembali suatu objek atau rangsangan tertentu.

  10 a.

  d.

  Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.

  9

2.2 Perilaku

  Skinner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

  10 Benyamin

  Bloom, seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku ke dalam tiga domain, ranah atau kawasan yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni pengetahuan, sikap, dan tindakan.

  Penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi suatu perilaku, terjadi proses yang berurutan dalam orang itu, yakni:

  10

  a. Awareness (kesadaran) Seseorang menyadari dalam arti mengetahui stimulus terlebih dahulu.

  b. Interest (tertarik) Seseorang mulai tertarik kepada stimulus dan sikap sudah mulai terbentuk.

  c. Evaluation (mempertimbangkan) Seseorang mempertimbangkan baik buruk dari stimulus kepada dirinya. Hal ini berarti sikap orang itu sudah lebih baik.

  d. Trial (mencoba) Seseorang telah mulai mencoba perilaku baru.

  e. Adoption (adopsi) Seseorang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

  Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu. Pengukuran dapat juga dilakukan secara langsung, yakni dengan mengamati tindakan atau kegiatan responden.

  10

  2.3 Defenisi Anestesi Lokal

  Istilah anestesi berasal dari bahasa Yunani yaitu an = tidak, tanpa; aesthetos = persepsi, kemampuan untuk merasa. Secara umum anestesi adalah hilangnya semua bentuk sensasi termasuk sakit, sentuhan, persepsi temperatur, tekanan dan dapat disertai dengan terganggunya fungsi motorik ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya.

  Anestesi lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja pada tiap bagian susunan saraf. Pemberian anestesi lokal pada batang saraf menyebabkan paralisis sensorik dan motorik di daerah yang dipersarafinya. Paralisis saraf oleh anestetik

  11

  lokal bersifat reversibel, tanpa merusak serabut atau sel saraf. Menurut Surjadi K, anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestesi lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara

  2 spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.

  Anestesi lokal adalah hilangnya sensasi sementara termasuk nyeri pada salah satu bagian tubuh yang dihasilkan oleh agen topikal-diterapkan atau disuntikkan tanpa

  13

  menekan tingkat kesadaran. Larutan anestesi lokal yang ideal sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen, memiliki batas keamanan yang luas, mula kerja harus sesingkat mungkin, durasi kerja harus cukup

  6,11,12 lama, larut dalam air, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.

  2.4 Jenis obat anestesi lokal

  Berikut ini merupakan pembagian anestesi lokal secara garis besar, yaitu:

  I. Golongan obat anestesi lokal berdasarkan senyawa kimia dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan ester dan golongan amida.

  a. Golongan Ester Golongan ester merupakan golongan yang mudah terhidrolisis sehingga waktu

  2

  kerjanya cepat hilang. Golongan ester (-CO-) yaitu:

  1. Kokain

  2. Benzokain (ametikain)

  3. Prokain (novokain)

  4. Tetrakain (pontokain)

  5. Kloroprokain (nesakain)

  b. Golongan Amida Golongan Amida merupakan golongan yang tidak mudah terhidrolisis sehingga waktu kerjanya lama. Berikut ini merupakan pembagian jenis anestesi lokal

  2

  berdasarkan golongan amida (-NCH-):

  1. Lidokain (xylokain, lignokain)

  2. Mepivakain (karbokain)

  3. Prilokain (sitanes)

  4. Bupivakain (markain)

  5. Etidokain (duranes)

  6. Artikain

  7. Dibukain (nuperkain)

  8. Ropivakain (naropin) 9. Levobupivakain (chirocaine).

  Perbedaan senyawa kimia ini direfleksikan dalam perbedaan tempat metabolisme, dimana golongan ester terutama dimetabolisme oleh enzim pseudo- kolinesterase di plasma sedangkan golongan amide terutama melalui degradasi

  6 enzimatis di hati.

  II. Klasifikasi anestesi lokal berdasarkan potensi dan lama kerja dibagi menjadi 3

  14

  group, yaitu:

  a. Group I memiliki potensi lemah dengan lama kerja singkat (Short – Acting) Contoh : Prokain dan kloroprokain.

  b. Group II memiliki potensi dan lama kerja sedang (Medium – Acting) Contoh : Lidokain, mepivakain dan prilokain.

  c. Group III memiliki potensi kuat dengan lama kerja panjang (Long – Acting) Contoh : Tetrakain, bupivakain dan etidokain.

  III. Klasifikasi anestesi lokal berdasarkan mula kerjanya, dapat dibagi menjadi:

  a. Mula kerja relatif cepat Contoh : Kloroprokain, lidokain, mepivakain, prilokain dan etidokain.

  b. Mula kerja sedang Contoh : Bupivakain

  c. Mula kerja lambat Contoh : Prokain dan tetrakain

  Obat-obat anestesi lokal terdiri dari:

  1. Kokain Merupakan zat anestesi lokal yang didapat dari alam. Saat ini penggunaan kokain sudah mulai jarang karena dapat menyebabkan terjadinya reaksi alergi, iritasi jaringan, kestabilan larutan dalam air rendah dan dapat menyebabkan kecanduan berat. Pemakaiannya terbatas pada anestesi topikal pada bidang THT dan bidang

  1,11,15 kedokteran mata.

  2. Prokain Merupakan zat anestetik sintesis. Selama lebih dari 50 tahun prokain merupakan obat terpilih untuk anestesi lokal. Namun sekarang penggunaan prokain kurang diminati lagi, disebabkan masa kerjanya yang singkat dan daya penetrasinya yang kurang baik. Prokain dijadikan sebagai standar bagi anestesi lokal lainnya. Prokain banyak digunakan pada anestesi infiltrasi, blok saraf, anestesi intravaskular dan

  1,11,15 anestesi epidural.

  3. Tetrakain Merupakan turunan prokain. Kekuatannya 10 kali lebih kuat dari prokain, masa anestesinya lebih panjang dan tetrakain dapat digunakan dengan aman. Dengan zat anestetik ini para ahli anestesi dapat memperoleh anestesi spinal yang aman dan bisa diramalkan sebelumnya. Tetrakain digunakan untuk anestesi infiltrasi, blok saraf,

  1,11,15 anestesi topikal, epidural dan spinal.

  4. Lignokain (Lidokain) Lidokain adalah derivat yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi. Lidokain dapat menimbulkan anestesi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan

  1,11,15 lebih ekstensif daripada prokain.

  Penambahan vasokonstriktor pada larutan lignokain 2% akan dapat menambah durasi anastesi pulpa dari 5-10 menit menjadi 1-1,5 jam menjadi 3-4 jam. Jadi, obat ini sering dikombinasikan dengan adrenalin (1:80.000 atau 1:100.000). Lidokain selain digunakan untuk anestesi infiltrasi atau regional juga dapat digunakan sebagai agen anestesi topikal. Untuk tujuan inilah, lidokain dipasarkan baik dalam bentuk

  1 agar viskous 2% atau salep 5% atau semprotan cair 10%.

  5. Mepivakain (Carbocaine) Mepivakain termasuk derivat amida yang sifat farmakologinya mirip lidokain. Dipasarkan sebagai garam hidroklorida dan dapat digunakan untuk anastesi infiltrasi atau regional namun kurang efektif bila digunakan untuk anastesi topikal. Mepivakain dapat menimbulkan vasokonstriksi yang lebih ringan daripada lignokain tetapi biasanya mepivakain digunakan dalam bentuk larutan dengan penambahan

  1

  adrenalin 1:80.000. Mepivakain digunakan untuk anestesi infiltrasi, blokade saraf

  11 regional dan anestesi spinal.

  Mepivakain kadang-kadang dipasarkan dalam bentuk larutan 3% tanpa penambahan vasokonstriktor, untuk mendapatkan kedalaman dan durasi anastesi pada pasien tertentu dimana pemakaian vasokontriktor merupakan kontraindikasi. Larutan seperti ini dapat menimbulkan anastesi pulpa yang berlangsung antara 20-40 menit

  1 dan anastesi jaringan lunak berdurasi 2-4 jam.

  6. Artikain Artikain memiliki cincin thiophene sebagai pengganti ikatan benzene, yang berperan dalam meningkatkan liposolubilitas atau kelarutan yang tinggi terhadap lemak. Hal ini sangat penting, sebab semakin tinggi solubilitas suatu zat terhadap lemak, maka semakin tinggi pula potensi dan kemampuan difusi zat tersebut pada daerah terinjeksi dan zat tersebut memiliki kemampuan yang lebih tinggi untuk

  6 menembus membran lipid dari epineuria.

  7. Prilokain Prilokain merupakan derivat amida yang mempunyai formula kimia dan farmakologinya mirip dengan lidokain dan mepivakain, tetapi awal kerja dan masa

  11

  kerjanya lebih lama daripada lidokain. Prilokain umumnya dipasarkan dalam bentuk garam hidroklorida dengan nama dagang citanest dan dapat digunakan untuk anastesi infiltrasi dan regional. Namun prilokain biasanya tidak dapat digunakan untuk

  1,15 anestesi topikal.

  Prilokain biasanya menimbulkan aksi yang lebih cepat daripada lidokain namun anastesi yang ditimbulkan tidaklah terlalu dalam. Prilokain juga kurang mempunyai efek vasodilator bila dibanding dengan lidokain dan biasanya termetabolisme dengan

  1 lebih cepat.

  8. Bupivakain Merupakan turunan dari mepivakain dengan kekuatan 3 kali lebih kuat. Masa kerjanya panjang sehingga digunakan untuk operasi yang membutuhkan waktu yang

  1 lama. Digunakan untuk anestesi infiltrasi, epidural dan spinal.

  9. Etidokain Merupakan zat anestetik lokal yang terbaru. Kekuatan 4 kali lidokain. Zat

  1 anestetik ini masa kerjanya panjang dan digunakan untuk anestesi epidural.

2.5 Dosis Maksimum Pemberian Anastesi Lokal

  Dosis maksimum untuk anestesi lokal adalah antara 70 mg sampai 500 mg untuk berat badan pasien rata-rata 70 kg. Pemberian dosis maksimum tergantung pada usia, berat badan dan kesehatan pasien, jenis larutan yang digunakan, dan apakah vasokonstriktor digunakan atau tidak. Agen-agen anestesi didistribusikan dalam konsentrasi yang sesuai dengan toksisitas sehingga anestesi memproduksi kualitas. Obat analgetik lokal, melewati dosis tertentu merupakan zat toksik, sehingga untuk

  16 tiap jenis obat analgetik lokal dicantumkan dosis maksimumnya.

  Pemberian dosis anestesi lokal yang tepat berdasarkan jenis anestesinya:

  1. Lignokain (Lidokain) Dosis total lignokaian jangan lebih dari 200 mg. Penambahan vasokonstriktor akan meningkatkan dosis total menjadi 350 mg serta memperlambat absorpsi. Pada prakteknya, dosis ini sama dengan dosis dewasa 8-10, jauh melebihi dosis yang biasa digunakan pada satu kunjungan, karena dosis satu ampul katrid biasanya sudah cukup

  1 untuk anestesi infiltrasi atau regional.

  Dosis maksimum yang dianjurkan untuk lidokain di negara-negara Eropa adalah 200 mg tanpa epinefrin (European Pharmacopoeia) dan di Amerika Serikat adalah 300 mg. Dosis lidokain ini mungkin tidak cukup untuk prosedur anestesi regional pada orang dewasa. Dalam kedua Eropa dan Amerika Serikat, 500 mg lidokain

  17 diperbolehkan jika ditambahkan epinefrin (5g/mL).

  Malamed menganjurkan dosis lidokain 2,0 mg/Ib (4,4 mg/kg) dengan atau tanpa zat vasokonstriktor yang ditambahkan, dosis jangan melebihi 300 mg untuk lidokain

  16,19 tanpa vasokonstriktor.

  2. Mepivakain Dosis yang digunakan jangan melebihi dosis maksimal 5 mg/kg berat badan. Satu ampul katrid biasanya sudah cukup untuk anestesi infiltrasi atau regional. Biasanya mepivakain digunakan dalam bentuk larutan dengan penambahan adrenalin

  1

  1:80.000. Menurut Malamed, dosis untuk mepivakain adalah 2,0 mg/Ib (4,4 mg/kg)

  16 dosis jangan melebihi dari 300 mg.

  3. Artikain Untuk orang dewasa sehat, dosis umum yang direkomendasikan adalah 20-100 mg artikain HCl dalam 0,5-2,5 ml untuk infiltrasi, 20-136 mg artikain HCl dalam 0,5-

  3,4 ml untuk blok saraf, dan 40-204 mg artikain HCl dalam 1,0-5,1 ml untuk prosedur bedah mulut. Dosis maksimum artikain HCl yang diberikan secara infiltrasi

  6,16,18 submukosa atau blok saraf tidak boleh melebihi 7 mg/kg (0,175 ml/kg).

  4. Bupivakain Dosis yang diijinkan untuk penggunaan bupivakain adalah 150-175 mg. Rekomendasi irasional untuk bupivakain adalah diterbitkan maksimum dosis 150 mg untuk levobupivakain, meskipun levobupivakain jelas kurang beracun dibanding bupivakain. Menurut malamed, dosis untuk bupivakain adalah 0,6 mg/Ib atau 1,3 mg/kg berat badan untuk pasien dewasa dengan dosis maksimum tidak lebih dari 90

  16 mg.

5. Prilokain

  Menurut Malamed, dosis untuk prilokain adalah 2,7 mg/Ib atau 6,0 mg/kg berat badan untuk pasien dewasa, dengan dosis maksimum 400 mg. Prilokain biasanya digunakan untuk mendapatkan anestesi infiltrasi dan blok. Obat ini kurang toksik

  16,18,19 dibandingkan dengan lignokain.

  6. Etidokain Dosis untuk etidokain adalah 3,6 mg/Ib atau 8,0 mg/kg berat badan untuk pasien

  16 dewasa, dengan dosis maksimum jangan melebihi 400 mg.

  Tabel 1. Rekomendasi dosis maksimum penggunaan anestesi lokal dengan

  13,16,17

  vasokonstriktor

  Obat Dosis Maksimum

  Artikain 7 mg/kgBB (hingga 500 mg) 5 mg/kgBB pada anak-anak Bupivakain 1,3 mg/kgBB (hingga 90 mg) Lidokain 4,4 mg/kgBB (hingga 300 mg) Mepivakain 4,4 mg/kgBB (hingga 300 mg) Prilokain 6 mg/kgBB (hingga 400 mg) Etidokain 8 mg/kgBB (hingga 400mg)

2.6 Efek samping anestesi terhadap pasien

  Tujuan dosis maksimum penggunaan anestesi lokal dibuat untuk mencegah terjadinya pemberian obat anestesi dalam jumlah yang berlebihan. Yang bisa mengakibatkan keracunan sistemik. Biasanya, rekomendasi dalam bentuk jumlah total obat, misalnya 200 mg atau 300 mg untuk lidokain pada orang dewasa. Baru- baru ini, jumlah obat permassa tubuh pasien telah diberikan refrensi obat kepada dokter sebagai contoh, dalam kasus bupivakain, 2 mg / kg (FASS Swedia 2004,

17 Pharmaca Phennica, Finlandia 2004).

  Dalam hal ini, pemilihan anastesi lokal juga perlu dipertimbangkan. Lidokain dan golongan amida aman dan efektif. Efek keracunan dan alergi sangat jarang terjadi dan hampir tidak ada. Walaupun demikian, lidokain relatif tidak efektif tanpa penambahan vasokonstriktor, sementara yang lain seperti prilokain dapat menahan rasa sakit dalam jangka waktu yang pendek tanpa bantuan apa-apa. Vasokonstriktor seperti adrenalin dan nonadrenalin, memberikan pengaruh pada system jantung, yang lebih beracun dari anastesi lokal itu sendiri. Nonadrenalin dapat menyebabkan hipertensi yang berbahaya, tidak memiliki keuntungan dan tidak seharusnya digunakan. Oleh karena itu kita harus menghindari anastesi lokal yang mengandung vasokonstriktor pada pasien penderita jantung dan hipertensi. Karena adanya bahaya utama dari adrenalin yang jika masuk ke sirkulasi bagian-bagian penting, dapat

  22 menyebabkan meningkatnya rangsangan jantung dan detakan jantung.

  Semua anestesi lokal merangsang SSP (Sistem Saraf Pusat). Secara umum, semakin kuat suatu anestesi lokal maka semakin mudah menimbulkan kejang. Perangsang yang berlebihan dapat menimbulkan depresi dan kematian akibat kelumpuhan nafas. Gejala awal toksisitas SSP dapat berupa kelelahan, ansietas, pusing, pengliahatan buram, tremor, depresi dan mengantuk. Anestesi lokal juga dapat mempengaruhi sambungan saraf-otot, yaitu menyebabkan berkurangnya respon

  6 otot atas rangsangan saraf.

  Selain itu, pengaruh utama anestesi lokal pada miokard (sistem karidovaskular) adalah menyebabkan penurunan eksitabilitas, kecepatan konduksi, dan kekuatan kontraksi. Efek anestesi lokal pada sistem kardiovaskular baru terlihat sesudah obat

  6 mencapai kadar sistemik yang tinggi, dan sudah menimbulkan efek pada SSP.

2.7 Komplikasi Setelah pemberian Anestesi

  Dokter gigi harus tetap mengingat bahwa setiap suntikan dari berjuta-juta suntikan yang dilakukannya, dapat menimbulkan reaksi yang tidak menguntungkan dan bahkan membahayakan, dan harus diambil langkah-langkah tertentu untuk memastikan bahwa mereka benar-benar menguasai pengetahuan dan cara

  1 mendiagnosa serta menangani masalah secara efektif pada situasi tersebut.

  Pada pemberian anestesi lokal, terdapat komplikasi yang mungkin saja terjadi. Komplikasi yang disebabkan oleh pemberian anestesi lokal dibagi menjadi dua, komplikasi lokal dan komplikasi sistemik. Komplikasi lokal merupakan komplikasi yang terjadi pada sekitar area injeksi, sedangkan komplikasi sistemik merupakan komplikasi yang melibatkan respon sistemik tubuh terhadap pemberian anestesi

  16 lokal.

2.7.1. Komplikasi Lokal

  Komplikasi lokal terdiri dari kegagalan untuk mendapatkan efek anestesi, sakit selama dan setelah penyuntikan, pembentukan haematoma pada daerah penyuntikan, kepucatan, trismus, paralisa wajah, patahnya jarum, infeksi, trauma pada bibir, gangguan visual, parastesi.

1. Kegagalan untuk mendapat efek anastesi.

  Insidens ini cenderung makin berkurang dengan makin terampil dan makin berpengalamannya dokter gigi, namun kegagalan ini merupakan masalah selama

  1 pemakaian anestesi lokal.

  Kegagalan untuk mendapat efek anestesi dapat dihindari karena hal ini sering kali disebabkan oleh teknik yang salah, sehingga menyebabkan jumlah larutan anestesi lokal yang didepositkan di dekat saraf terlalu sedikit atau menyebabkan larutan anestesi terdeposit di pembuluh darah. Pada kasus seperti ini, anestesi biasanya dapat diperoleh dengan mengulang suntikan setelah memeriksa landmark

  1 anatomi dan setelah meninjau ulang teknik suntikan yang digunakan.

  Kegagalan untuk mendapat efek anastesi juga disebabkan karena penggunaan larutan yang sudah kadaluarsa. Oleh karena itu, dokter gigi harus terlebih dahulu memastikan bahwa stok kartrid anastesi belum kedaluwarsa dan menggunakannya

  1

  dengan benar. Kegagalan anestesia pada injeksi mandibular dapat disebabkan karena: (1) injeksi terlalu rendah sehingga terletak di bawah lingula mandibula, (2) terlalu dalam yaitu masuk ke glandula parotis, (3) terlalu superficial (masuk ke spatium pterygomandibularis), (4) terlalu tinggi (mencapai collum mandibulae), (5)

  22 terlalu jauh ke lingual (ke dalam m. Pterygoideus medialis).

  2. Sakit selama dan setelah penyuntikan.

  Tajamnya jarum merupakan faktor penting dan karena itulah, perlu dipastikan bahwa dokter gigi hanya menggunakan jarum disposable berkualitas tinggi yang dipasarkan oleh industri farmasi yang sudah ternama. Bila jaringan tegang dan ujung yang tajam dari jarum diinsersikan tegak lurus terhadap mukosa, penetrasi dapat terjadi segera. Tindakan lain yang dapat memperkecil rasa tidak enak meliputi

  1 menghangatkan larutan dan menyuntikkannya perlahan-lahan.

  Sakit dapat ditimbulkan dari penyuntikan larutan nonisotonik atau larutan yang sudah terkontaminasi. Pengunaan kartrid yang tepat akan dapat meniadakan kemungkinan ini. Pemberian suntikan blok gigi inferior kadang-kadang menyebabkan pasien mengalami sakit neuralgia yang hebat pada jaringan yang disuplai oleh saraf tersebut. Simtom ini merupakan indikator bahwa jarum sudah menembus selubung saraf dan harus segera ditarik keluar. Bila dokter gigi tetap bersikeras untuk mendepositkan larutan anastesi pada situasi seperti ini, akan terjadi gangguan sensasi labial yang berlangsung cukup lama. Digunakannya tekanan yang cukup besar untuk mendepositkan larutan pada jaringan resisten juga akan menimbulkan rasa sakit, dan

  

1,20,23

karena itu harus dihindari sebisa mungkin.

  3. Pembentukan haematoma pada daerah penyuntikan.

  Karena jaringan lunak rongga mulut mempunyai cukup banyak pembuluh vaskular maka tidak jarang ujung jarum suntik secara tak disengaja menembus pembuluh darah. Berbagai penelitian yang menggunakan teknik aspirasi menyatakan bahwa insidens kekeliruan ini bervariasi antara 2-11%. Kesalahan ini paling sering terjadi bila digunakan blok gigi superior posterior. Hal ini umumnya disebabkan oleh struktur dan posisi pleksus venosusu pterigoid yang bervariasi, atau kadang-kadang pembuluh dapat terjebak di antara tulang dan tertusuk jarum selama penyuntikan blok

  1,20,21 gigi inferior atau infraorbital. Kesalahan ini umumnya akan menimbulkan perdarahan jaringan dengan disertai pembentukan haematoma dan merupakan predisposing dari resiko suntikan intravaskular. Perdarahan dari pleksus venosus pterigoid akan menimbulkan pembengkakan yang dramatik dan berlangsung cepat pada pipi diikuti dengan perubahan warna kulit di atas daerah tersebut karena pecahnya pigmen-pigmen darah

  1 yang berlangsung dalam waktu 24-48 jam.

  Perdarahan dari pleksus venosus infraorbital juga akan menimbulkan konsekuen serupa dan mata sembab. Pasien harus diberi tahu bahwa perdarahan akan terhenti secara spontan, pembengkakan biasanya akan mengecil dalam waktu 24-48 jam, dan perubahan warna juga akan hilang. Banyak pasien yang merasa tidak enak akibat efek iritasi yang mengenai daerah di ruang jaringan dan karena itu, efek ini harus diberitahukan terlebih dahulu. Perdarahan ke ruang pterigo-mandibula karena suntikan gigi inferior biasanya tidak segera terjadi dan pasien sering kali datang

  1 kembali ke dokter gigi setelah 1-2 hari dengan keluhan trismus.

  Bila dokter gigi menganggap bahwa haematoma kemungkinan akan terinfeksi, ia harus segera memberikan terapi antibiotik tanpa melihat letak daerah beku darah, apakah vaskular atau tidak, tanpa mempertimbangkan bekuan nidus ideal untuk proliferasi bakteri. Pasien juga diminta datang kembali dalam waktu 24 jam bila

  1,23 perlu.

4. Kepucatan.

  Kepucatan daerah penyuntikan atau daerah lain dapat disebabkan oleh kombinasi meningkatnya tegangan jaringan akibat deposisi cairan dan efek lokal dari vasokonstriktor. Kepucatan pada daerah yang jauh dari daerah suntikan mungkin disebabkan karena suntikan intravaskular atau terganggunya suplai pembuluh darah dari saraf autonom. Untuk situasi ini hanya diperlukan tindakan menenangkan pasien saja. Teknik penyuntikan yang cermat termasuk melakukan aspirasi sebelum deposisi

  1,16 larutan akan dapat mengurangi insidens komplikasi ini.

  5. Trismus Trismus dapat didefinisikan sebagai kesulitan membuka rahang karena kejang otot. Trismus dapat disebabkan oleh penyuntikan pada otot pterigoid medial, di mana kerusakan pembuluh darah akan menimbulkan haematoma atau infeksi. Trismus terjadi beberapa saat setelah penyuntikan dan setelah prosedur perawatan gigi selesai dilakukan. Trismus yang disebabkan oleh infeksi, pasien umumnya akan menderita demam dan mengeluh tentang rasa sakit serta rasa tidak sehat. Pada situasi seperti ini, nanah yang terbentuk harus didrainasi dan harus diberikan terapi antibiotik. Bila infeksi sudah terkontrol, simtom trismus dapat dihilangkan dengan

  1,16,23 menggunakan larutan kumur salin hangat dan diatermi gelombang pendek.

  6. Paralisa wajah Paralisa otot-otot wajah pada salah satu sisi adalah komplikasi yang jarang terjadi dari suntikan blok gigi inferior dan dapat bersifat sebagian atau menyeluruh tergantung pada cabang saraf yang terkena. Komplikasi ini timbul bila ujung jarum diinsersikan terlalu jauh ke belakang dan terlalu di belakang ramus asendens. Larutan dideponirkan pada substansi glandula parotid serta menganestesi cabang-cabang saraf wajah sehingga menimbulkan paralisa otot yang disuplainya. Pasien dengan keadaan yang mengejutkan dan menakutkan ini harus ditenangkan dan diberi tahu bahwa fungsi normal dan penampilan wajah akan kembali segera setelah efek agen anestesi

  1,21,23 lokal hilang.

  Gambar (1) Usaha tersenyum hanya menimbulkan efek unilateral karena paralisa otot-otot wajah. (2) tiga jam kemudian, terlihat bahwa penampilan 1 wajah pasiensudah pulih kembali.

  7. Gangguan sensasi yang berlangsung lama Gangguan sensasi yang berlangsung lama setelah penyuntikan anastesi lokal umumnya disebabkan oleh kerusakan saraf. Kerusakan ini dapat terjadi akibat trauma langsung dari bevel jarum atau penyuntikan larutan yang sudah terkontaminasi oleh substansi neurotoksik seperti alkohol. Perdarahan dan infeksi di dekat saraf juga dapat menimbulkan gangguan sensasi yang berlangsung lama. Operasi atau infeksi yang terjadi pada molar bawah dan akar premolar kadang-kadang menimbulkan gangguan

  1,23 sensasi bibir bawah.

  8. Patahnya jarum Sejak diperkenalkan jarum suntik stainless steel berkualitas tinggi, disposabel dan steril. Komplikasi patahnya jarum makin berkurang, namun hal ini tidak dapat dihindari. Beberapa dokter gigi terbiasa merendam jarum hipodermik yang kecil dalam larutan desinfektan kimia. Tindakan ini tidak hanya gagal memberikan efek sterilisasi, tetapi bahkan dapat mengkorosi logam dan menyebabkan jarum mudah

  1,20 patah bila digunakan.

  Jarum harus dijaga agar tetap lurus ketika diinsersikan melalui jaringan. Bila ada resistensi jaringan yang kuat, jarum jangan dipaksa masuk ke jaringan dan arah insersi jarum jangan sekali-kali dirubah sebelum jarum terlebih dahulu dikeluarkan dari jaringan. Dengan cara ini jarum tidak akan menjadi bengkok. Walaupun demikian, jika ternyata jarum menjadi bengkok, maka jarum yang bengkok harus dibuang karena usaha meluruskan jarum dapat menyebabkan jarum rapuh dan dapat

  1,16 meningkatkan resiko patahnya jarum selama insersi berikutnya.

  Jarum biasanya patah pada daerah hub. Maka jangan diinsersikan seluruhnya ke jaringan, harus disisakan 5 mm dari seluruh panjang jarum agar tetap menonjol keluar dari permukaan mukosa. Bila fraktur terjadi, jaringan harus tetap ditekan ketika ujung jarum yang terletak di luar jaringan ditarik dengan bantuan tang atau forsep arteri dan

  1,20,21 ketika fragmen fraktur dikeluarkan.

  9. Infeksi Infeksi adalah komplikasi sewaktu penyuntikan yang sering terjadi dan biasanya disebabkan oleh masuknya organisme (bakteri) dalam jaringan pada saat pemberian anestesi lokal. Pemakaian peralatan yang sudah disterilkan dan teknik aseptik

  1,16,20,21 umumnya dapat menghilangkan kemungkinan tersebut.

  10. Trauma pada bibir Pasien yang mendapat suntikan blok gigi inferior perlu diingatkan agar tidak menggigit-gigit bagian bibir yang di anestesi, karena dapat menimbulkan ulser yang sangat nyeri. Walaupun sudah diperingatkan, komplikasi tetap dapat terjadi namun untungnya lesi seperti ini dapat pulih dengan cepat dengan sedikit meninggalkan

  1,23 jaringan parut.

  12. Gangguan visual Gangguan ini dapat berupa penglihatan ganda atau penglihatan yang buram dan bahkan kebutaan sementara. Fenomena ini sulit dijelaskan namun diperkirakan keadaan ini disebabkan oleh kejang vaskular atau suntikan intra-arterial yang tak disengaja sehingga terjadi distribusi vaskular normal. Pada kasus seperti ini pasien

  1

  perlu diberitahu bahwa penglihatan akan normal kembali setelah 30 menit. Beberapa suntikan maksilaris dapat menyebabkan larutan terdeposit ke orbita sehingga menganestesi otot otoris mata. Gangguan penglihatan yang terjadi akan kembali

  1,23 normal bila larutan sudah terdispersi biasanya membutuhkan waktu 3 jam.

  13. Parastesis Parastesis merupakan keadaan dimana bertahannya efek anestesi pada jangka waktu yang lama setelah penyuntikan anestesi lokal. Hal ini terjadi karena adanya trauma pada saraf yang terkena bevel jarum pada saat penyuntikan. Pasien pada keadaan ini akan melaporkan mati rasa setelah penyuntikan anestesi lokal untuk

  16,21 beberapa jam lamanya.

  Gejala parastesis berangsur-angsur reda dan penyembuhan biasanya sempurna, apabila menetap maka tentukan derajat dan luas parastesis. Hal ini dilakukan dengan tusukkan jarum dan sentuhan gulungan kapas pada kulit, namun mata pasien harus dalam keadaan tertutup untuk menghindari sensasi palsu. Daerah yang terkena dicatat dan pasien diminta datang kembali secara berkala sehingga kecepatan dan derajat pemulihan sensasi dapat ditentukan. Berikan obat-obatan dan lakukan termoterapi pada pasien, biasanya pemulihan akan terlihat setelah tiga bulan. Bila pemulihan

  16 tidak terjadi, maka rujuk pasien ke dokter spesialis bedah mulut atau saraf.

2.7.2. Komplikasi Sistemik

  Selain komplikasi lokal, komplikasi sistemik dapat terjadi selama penyuntikan, terdiri dari reaksi alergi/sensitifitas, overdosis sampai toksisitas.

  1. Reaksi Sensitifitas Reaksi sensitifitas terhadap anestesi lokal bervariasi, mulai dari pembengkakan lokal, urticaria di daerah injeksi hingga reaksi anapilaktik yang bisa menjadi fatal bila tidak diatasi dengan segera. Fenomena ini terjadi karena adanya respon patologis dari jaringan yang disensitisasi terhadap substansi tertentu yang disebut allergen. Setiap

  1,16 larutan anestesi lokal bisa menghasilkan respon seperti itu.

  Pada dasarnya reaksi sensitifitas ini merupakan respon patologik dan terjadi tidak tergantung pada jumlah dosis yang diberikan, melainkan tingginya reaksi pasien ketika menerima dosis yang kecil. Reaksi alergi dapat berupa dermatitis, urtikaria, angioderma, dan syok anapilaksis. Reaksi pada kulit adalah dermatitis yaitu peradangan pada kulit, urtikaria yaitu suatu reaksi vaskular yang timbul mendadak dengan gambaran lesi yang eritema, edema, dan disertai rasa gatal dan angiodema yaitu suatu reaksi vaskular berupa pembengkakan setempat tanpa disertai rasa gatal. Syok anapilaksis umumnya ditandai dengan turunnya tekanan darah yang medadak, hilangnya kesadaran, gangguan respirasi, edema wajah, laringeal dan urtikaria. Reaksi sensitifitas yang terjadi pada kulit biasanya dapat pulih kembali tanpa perawatan,

  1,16,23 namun jika tidak pulih diberikan antihistamin.

  2. Overdosis (Toksisitas) Overdosis didefenisikan sebagai suatu tanda dan gejala klinis yang dihasilkan dari tingkatan obat berlebihan dalam darah pada organ yang dituju maupun di jaringan.

  Gejala awal dari overdosis sampai terjadi toksisitas adalah berupa pusing, cemas, bingung dan dapat diikuti dengan pandangan ganda, tinitus (telinga berdengung), kebas atau nyeri pada sirkum oral. Selanjutnya dapat diikuti dengan kejang-kejang yang berlebihan, tidak sadar, kesulitan bernafas bahkan dapat menyebabkan gangguan fungsi pada jantung dan susunan saraf pusat. efek samping akibat dari pemberian suntikan anestesi lokal terjadi setelah 5-10 menit. Dosis anestesi yang berlebihan dapat menyebabkan tekanan darah yang tinggi karena penyutikan tunggal,

  1,16,23 tambahan atau ulang.

  Penatalaksanaan overdosis tergantung dari gejala dan tanda yang terjadi, namun dapat dicegah dengan berhati-hati dalam melakukan teknik penyuntikan dan melakukan pengamatan penuh pada pasien. Hal yang paling penting adalah mengetahui dosis maksimum obat anestesi lokal yang dianjurkan berdasarkan berat badan. Jika ada reaksi yang memerlukan suplai oksigen maka dibutuhkan alat respirasi buatan seperti ambu, hal ini untuk mencegah gagalnya respirasi. Bila sudah dapat ditangani maka rujuk pasien segera ke rumah sakit untuk penanganan lebih

  16,23 lanjut.

KERANGKA KONSEP

  • Golongan ester
  • Golongan amida 3.
  • Komplikasi lokal
  • Komplikasi sistemik

  Penggunaan Dosis Anestesi Lokal pada Pencabutan Gigi oleh Mahasiswa Kepaniteraan Klinik

  PENGETAHUAN MAHASISWA 1.

  Definisi anestesi lokal 2. Jenis obat anestesi lokal

  Dosis maksimum penggunaan anestesi lokal

  4. Efek samping penggunaan anestesi lokal

  5. Komplikasi anestesi lokal

  PERILAKU PENGGUNAAN DOSIS ANESTESI LOKAL

  1. Dosis maksimum

  2. Jenis obat anestesi lokal

  • Golongan ester
  • Golongan amida
  • Komplikasi lokal
  • Komplikasi sistemik

  3. Efek samping penggunaan anestesi lokal

  4. Komplikasi anestesi lokal

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Statistik dan Statistika - Perbandingan Preferensi Peserta BPJS Terhadap Kualitas Pelayanan di Rumah Sakit Dr. Pirngadi dan Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2015

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Perbandingan Preferensi Peserta BPJS Terhadap Kualitas Pelayanan di Rumah Sakit Dr. Pirngadi dan Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2015

1 1 8

Perbandingan Preferensi Peserta BPJS Terhadap Kualitas Pelayanan di Rumah Sakit Dr. Pirngadi dan Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2015

0 0 18

BAB 2 LANDASAN TEORI - Analisis Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Padang Lawas

0 1 19

BAB 1 PENDAHULUAN - Analisis Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Padang Lawas

0 0 8

Hubungan Antara Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Ibu Melaksanakan Imunisasi Dasar Pada Anak Di Desa Tigabolon Kecamatan Sidamanik Tahun 2014

0 0 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Keluarga 2.1.1 Pengertian Keluarga - Hubungan Antara Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Ibu Melaksanakan Imunisasi Dasar Pada Anak Di Desa Tigabolon Kecamatan Sidamanik Tahun 2014

0 1 30

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Antara Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Ibu Melaksanakan Imunisasi Dasar Pada Anak Di Desa Tigabolon Kecamatan Sidamanik Tahun 2014

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Beda Hingga - Aplikasi Metode Beda Hingga Pada Persamaan Schrödinger Menggunakan Matlab

1 1 15

BAB II SATE NAULI KHAS TEBING TINGGI A. Profil Perusahaan - Perencanaan Bisnis Sate Nauli Khas Tebing Tinggi

0 0 11