PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN PROPERTY YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE 2012-2016 ARTIKEL ILMIAH

  

PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP KONDISI FINANCIAL

DISTRESS PADA PERUSAHAAN PROPERTY YANG TERDAFTAR

DI BEI PERIODE 2012-2016

ARTIKEL ILMIAH

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Penyelesaian Program Pendidikan Sarjana

  Program Studi Akuntansi Disusun oleh :

  

LISA JUNIYAH RACHMAN

2014310100

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERBANAS

SURABAYA

  

2018

  

IN PROPERTY COMPANIES ON LISTED IN INDONESIA

STOCK EXCHANGE DURING 2012-2016

Lisa Juniyah Rachman

  STIE Perbanas Surabaya Email:

  JL. Nginden Semolo 34-36 Surabaya

  

ABSTRACT

Financial distress is financial difficulty experienced by the company prior to the bankruptcy or

liquidation. The purpose of this research to examine financial ratios that affect financial distress

condition of a firm effect of some of the financial ratios of four ratios are liquidity , profitability,

financial leverage , and sales growth inventory turnover in predicting financial distress

conditions in property companies listed on the Stock Securities Indonesia. Population of this

study is the property companies listed in the Indonesia Stock Exchange from 2012-2016 period.

Sample was determined through purposive sampling method of the criteria specified then

selected 181 companies in the sample . This research use logistic regression as analysis tecnique.

The resuts of the analysis indicate that the profitability , financial leverage, and sales growth is

significant variable to determine of financial distress condition. Furthermen the liquidity ratio

are not significant variables to determine of financial distress condition. Keyword: Financial Distress, Liquidity, Profitability, Financial Leverage and Sales Growth.

  PENDAHULUAN

  Kondisi perekonomian pada suatu merasakan dampak dari adanya krisis Negara menunjukkan kondisi yang sedang ekonomi global tersebut. Dampak dari krisis stabil, tetapi tidak menutup kemungkinan ekonomi global juga menyebabkan adanya kondisi keuangan yang tidak stabil di banyaknya perusahaan di Indonesia yang perusahaan Negara tersebut. Masalah mengalami kesulitan keuangan terutama keuangan yang dihadapi suatu perusahaan beberapa perusahaan property yang terdaftar membuat investor atau kreditur menjadi di BEI (Bursa Efek Indonesia). khawatir akan kondisi financial distress Financial distress merupakan suatu yang terjadi di perusahaan di mana mereka kondisi dimana perusahaan tidak bisa atau menanamkan sahamnya dan memberikan mengalami kesulitan untuk memenuhi pinjamannya. Krisis ekonomi global yang kewajibannya kepada kreditur (Khaliq dkk, terjadi pada tahun 2008 juga melanda di 2014). Informasi mengenai financial distress Indonesia. Negara Indonesia sangat sangat berguna untuk investor dan kreditur bergantung pada aliran dana dari investor karena akan lebih membantu dalam yang mengakibatkan negara Indonesia mengambil suatu keputusan apakah mereka akan tetap melanjutkan untuk menanamkan sahamnya dan memberikan pinjaman di suatu perusahaan atau menghentikannya.

  Selama dua tahun terakhir keadaan kondisi perekonomian Indonesia sedang tidak stabil dan bahkan cenderung mengalami penurunan, dari hal tersebut menyebabkan terhambatnya pertumbuhan pada sektor property. Kondisi tersebut seharusnya di perhatikan oleh para pelaku bisnis property, dikarenakan apabila kondisi tersebut tidak teratasi dengan baik, diperkiraan pertumbuhan pada sektor property akan mengalami penurunan yang semakin mendalam, diprediksikan penurunan pertumbuhan pada sektor property dari tahun 2013 hingga tahun 2014 mencapai 25%. Hal tersebut juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Traghanda mengatakan supaya para pelaku bisnis pada perusahaan property terus berhati-hati karena diprediksi penurunan pertumbuhan property tersebut akan mencapai titik terendah pada tahun 2015 .

  Hal tersebut dibuktikan pada penurunan beberapa perusahaan property, salah satunya dialami oleh PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA), sepanjang enam bulan pertama 2014, penjualan lahan milik perusahaan tersebut tercatat mengalami penurunan sebesar 58% dibandingkan penjualan di periode tahun lalu. Secara nilai, angka penjualan masih tertolong berkat naiknya harga lahan sebesar 30%. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang tertera di informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2014, perusahaan membukukan penjualan sebesar Rp 243 miliar dari 16,7 hektar lahan yang terjual. Padahal, periode tahun yang lalu, penjualan lahan mencapai 61,7 hektar dan menyumbang Rp 573 miliar untuk penjualan terkonsolidasi

  Berdasarkan penjabaran di atas tersebut maka penelitian ini diberi judul “Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Kondisi Financial Distress Pada Perusahaan Property yang Terdaftar Di BEI Periode 2012-2016 ”.

  KERANGKA TEORITIS HIPOTESIS Signalling Theory

  Teori Sinyal (Signalling Theory) berawal dari tulisan George Akerlof pada karyanya ditahun 1970 “The Market for

  Lemons

  ”, yang memperkenalkan istilah informasi asimetris. Dari penelitiannya tersebut, Akerlov (1970) menemukan bahwa ketika pembeli tidak memiliki informasi terkait sepeksifikasi produk dan hanya memliki persepsi umum mengenai produk tersebut, maka pembeli akan menilai semua produk pada harga yang sama, baik produk yang berkualitas tinggi maupun yang berkualitas rendah, sehingga dapat merugikan bagi penjual produk berkualitas tinggi.

  Menurut Suwardjono (2013:583) mengungkapkan bahwa teori sinyal bermanfaat untuk menekankan informasi penting terhadap keputusan dalam berinvestasi bagi pihak luar. Informasi sangat penting bagi investor karena pada hakekatnya informasi selalu menyajikan keterangan, gambaran, dan catatan baik keadaan masa lalu, saat ini maupun kegiatan masa mendatang bagi kelangsungan hidup perusahaan. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut baik dari perusahaan lain.

  Tujuan utama yang ingin dicapai oleh semua pihak baik internal maupun eksternal yaitu untuk memperoleh laba dari tahun ke tahun dan perusahaan dapat terus berkembang bukan mengalami kesulitan keuangan atau kondisi financial distress. Laporan keuangan merupakan sinyal bagi investor yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan, karena laporan keuangan tersebut dapat digunakan untuk melihat kinerja perusahaan pada setiap periode tertentu dan untuk pengambilan suatu keputusan. Apabila kinerja dan kondisi keuangan suatu perusahaan baik, maka merupakan sinyal yang positif bagi para pengguna laporan keuangan dan sebaliknya apabila dalam laporan suatu perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau adanya indikasi terjadinya financial distress maka hal tersebut merupakan sinyal yang negatif bagi para pengguna laporan keuangan.

  Financial Distress

  financial leverage menggambarkan

  (2013) menyatakan bahwa rasio likuiditas berpengaruh terhadap kondis financial

  financial distress . Penelitian Atika, dkk

  Rasio likuiditas menunjukkan sejauh mana aset lancar tersebut dapat memenuhi semua hutang jangka pendek pada suatu perusahaan. Apabila perbandingan menunjukkan aset lancar lebih tinggi daripada hutang lancarnya maka semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Semakin rendah rasio lancar maka suatu perusahaan akan mengalami kondisi

  Pengaruh rasio likuiditas dengan kondisi financial distress

  Menurut Kasmir (2015:107) Rasio pertumbuhan merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan suatu perusahaan mempertahankan posisi ekonominya di tengah pertumbuhan perekonomian, dan sektor usahanya.

  4. Rasio Pertumbuhan

  hubungan antara utang perusahaan terhadap modal maupun aset. Rasio ini dapat memilihara seberapa jauh perusahaan dapat dibiayai oleh utang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan (equity).

  Menurut Harahap (2015:306) Rasio

  Menurut Mamduh (2016:260) Kesehatan suatu perusahaan bisa digambarkan dari titik sehat yang paling ekstrem sampai ke titik tidak sehat yang paling ekstrem yaitu kesulitan keuangan (likuiditas) jangka pendek sampai tidak solvabel (utang lebih besar dibanding aset).

  3. Rasio Financial Leverage

  Harahap (2015:304), rasio profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumbernya yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya.

  2. Rasio Profitabilitas

  Menurut Harahap (2015:301), rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Suatu perusahaan harus mempunyai alat-alat untuk membayarkan kewajibannya yang berupa aset lancar yang jumlahnya harus lebih besar dari pada kewajibannya.

  Menurut Kasmir (2015:104) rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu dengan yang lainnya. Rasio- rasio yang akan digunakan untuk memprediksi financial distress dalam penelitian ini yaitu:

  Rasio Keuangan

  Kesulitan keuangan jangka pendek bersifat sementara dan belum begitu parah ini apabila tidak ditangani bisa berkembang menjadi kesulitan tidak solvabel. Apabila tidak solvabel, perusahaan bisa dilikuidasi atau direorganisasi. Analisis kesulitan keuangan dilakukan untuk memperoleh peringatan awal mengenai kebangkrutan.

  distress.

  Pengaruh rasio profitabilitas dengan kondisi financial distress

  1

  4 ) Financial Distress

  Rasio Pertumbuhan (X

  3 )

  (X

  leverage

  Rasio Financial

  2 )

  (X

  ) Rasio Profitabilitas

  Rasio Likuiditas (X

  Rasio profitabilitas merupakan hasil akhir bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan, dimana rasio ini digunakan sebagai alat pengukur atas kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan. Perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi berarti memiliki laba yang besar. Ini berarti perusahaan tersebut semakin kecil kemungkinan untuk mengalami

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

  Rasio pertumbuhan penjualan merupakan presentasi penjualan tahun ini dibandingkan dengan penjualan tahun sebelumnya. Suatu perusahaan yang memiliki nilai sales growth yang tinggi maka akan semakin baik dikarenakan penjualan yang meningkat menunjukkan bahwa aktivitas operasional suatu perusahaan berjalan dengan baik dan perusahaan cenderung dapat menghindari terjadinya kondisi financial distress . Widhiari & Merkusiwati (2015) menyatakan bahwa rasio pertumbuhan berpengaruh terhadap kondisi financial distress. Kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

  Pengaruh rasio pertumbuhan penjualan dengan kondisi financial distress

  financial leverage berpengaruh terhadap kondisi financial distress.

  kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Suatu perusahaan yang memiliki leverage keuangan yang tinggi berarti memiliki banyak utang pada pihak luar. Ini berarti perusahaan tersebut memiliki risiko keuangan yang tinggi karena mengalami financial distress . Penelitian Widati (2015) menyatakan bahwa rasio

  Pengaruh rasio financial leverage dengan kondisi financial distress Financial leverage menunjukkan

  distress .

  menyatakan bahwa rasio profitabilitas berpengaruh terhadap kondisi financial

  financial distress . Penelitian Hapsari (2012)

  (Y)

  Hipotesis Penelitian H1: Rasio likuiditas berpengaruh terhadap

  Identifikasi Variabel

  sehat atau tidak mengalami financial

  financial distress menggunakan variabel dummy dimana 0 untuk perusahaan yang

  Prediksi dalam menentukan perusahaan yang mengalami kondisi

  Suatu perusahaan yang tidak mampu menghasilkan aliran kas yang cukup untuk melakukan suatu pembayaran yang telah jatuh tempo, seperti pembayaran bunga, maka perusahaan tersebut dikatakan mengalami financial distress.

  Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Financial Distress

  2. Variabel independen (X) yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah rasio keuangan perusahaan, yaitu: X1 : Rasio Likuiditas X2 : Rasio Profitabilitas X3 : Rasio Financial Leverage X4 : Rasio Pertumbuhan Penjualan

  1. Variabel dependen (Y) dalam penelitian ini yaitu kondisi financial distress.

  Variabel penelitian yang digunakan terdiri atas variabel dependen dan independen dengan rincian sebagai berikut :

  Penelitian ini menggunakan data sekunder, dimana data sekunder tidak didapatkan langsung, karena sumber data peneliti diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data dapat diperoleh dengan menggunakan studi literatur dari banyak sumber buku, atau bisa juga didapatkan dari catatan mengenai penelitian yang diteliti, dan data juga bisa didapatkan melalui data yang dipublikasi di internet. Penelitian ini mengambil data dari perusahaan property yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia) dengan menggunakan data laporan keuangan pada periode 2012-2016. positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunkan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2015:35).

  kondisi financial distress pada perusahaan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2016?

  Metode penelitian ini merupakan metode penelitian kuantitatif. Metode Penelitian kuantitatif merupakan metode penelitian yang berdasarkan filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunkan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2015:35).

  METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian

  terhadap kondisi financial distress pada perusahaan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2016?

  H4: Rasio pertumbuhan berpengaruh

  terhadap kondisi financial distress pada perusahaan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2016?

  H3: Rasio financial leverage berpengaruh

  terhadap kondisi financial distress pada perusahaan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2016?

  H2: Rasio profitabilitas berpengaruh

  distress dan 1 untuk perusahaan yang tidak sehat atau mengalami financial distress. Financial distress sendiri diukur dengan b. Perusahaan yang memberikan informasi mengenai data laporan keuangan yang

  Bursa Efek Indonesia (BEI) yang tercatat sebagai emiten yang masih listing secara berturut-turut pada periode 2012-2016 dan telah diaudit.

  ROE = Laba Bersih Setelah Pajak Modal (Equity)

  berdasarkan kriteria tertentu sesuai dengan yang dikehendaki oleh peneliti. Adapun kriteria pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu: a. Perusahaan property yang terdaftar di

  purposive sampling , yaitu penentuan sampel

  Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah metode

  Bursa Efek Indonesia periode 2012-2016 dengan memenuhi kriteria sampel yang telah ditentukan.

  Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti. Sampel ini dianggap menggambarkan populasinya. Sampel merupakan perwakilan yang dipilih untuk dijadikan sumber data dan dianggap mampu mencerminkan populasi penelitinya. Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah perusahaan property yang terdaftar di

  Populasi adalah kumpulan semua anggota dari obyek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan property yang laporan keuangannya terdaftar di Bursa Efek Indonesia sesuai publikasi IDX.com.

  Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

  Sales Growth = Penjualan Tahun Ini

  Rasio pertumbuhan penjualanmerupakan rasio yang menggambarkan kemampuan suatu perusahaan mempertahankan posisi ekonominya di tengah pertumbuhan perekonomian, dan sektor usahanya. Menurut Harahap (2015:309), rasio pertumbuhan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

  Pertumbuhan Penjualan

  Total Modal

  DER = Total Hutang × 100%

  kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut Harahap (2015:307), financial leverage dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

  Financial Leverage Financial leverage menunjukkan

  on Equity ) dapat dihitung dengan rumus :

  menggunakan interest coverage ratio (rasio antara biaya bunga terhadap laba usaha). Perusahaan yang memiliki interest coverage

  Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan atau laba. Menurut Harahap (2015:305), profitabilitas diukur dengan menggunakan ROE (Return lengkap sesuai dengan variabel yang digunakan.

  Profitabilitas

  Kewajiban Lancar

  CR = Aset Lancar

  Rasio likuiditas merupakan indikator mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan aktiva lancar yang tersedia. Menurut Harahap (2015:301), likuiditas diukur dengan menggunakan rasio lancar (Current Ratio) dapat dihitung dengan rumus:

  Likuiditas

  Beban Bunga

  ICR = Laba Usaha × 100%

  menurut Mayangsari (2015) yaitu :

  distress . Pengukuran interest coverage ratio

  memiliki interest coverage ratio lebih dari satu dianggap sebagai perusahaan yang sehat atau tidak mengalami financial

  distress , sedangkan perusahaan yang

  perusahaan yang mengalami financial

  ratio kurang dari satu dianggap sebagai

  • – Penjualan Tahun Lalu Penjualan Tahun Lalu

  c. Perusahaan property yang menyajikan laporan keuangan dalam bentuk mata uang rupiah.

  Value block number = 0 lebih besar

  Likelihood Value)

  Membandingkan antara nilai -2 Log

  Likelihood Value pada awal (block number = 0), di mana model hanya

  memasukkan konstanta dengan nilai -2

  Log Likelihood Value pada saat block number = 1, di mana model

  memasukkan konstanta dan variabel bebas. Apabila nilai -2 Log Likelohood

  dari nilai -2 Log Likehood Value block

  a) Uji Kelayakan Model Regresi

  number = 1, maka menunjukkan model

  regresi yang baik. Sehingga penurunan

  Log Likelihood menunjukkan model regresi semakin baik.

  2. Cox and Snell R Square dan

  Nagelkerke R Square

  Di sini ada dua ukuran R Square yaitu

  Cox & Snell R Square dan Nagekerek R Square. Cox & Snell R Square

  1. Uji Log Likelohood Value (nilai -2 Log

  = Koefisien Pertumbuhan Perusahaan (Sales Growth) Ada beberapa langkah-langkah dalam melakukan analisis regresi logistik yaitu:

  Data dan Metode Pengumpulan Data

  Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui tentang gambaran variabel- variabel yang ada didalam penelitian. Dengan menggunakan analisis deskriptif maka dapat diperoleh informasi yaitu mean atau rata-rata, standar deviasi, maximum atau nilai tertinggi pada data, dan minimum atau nilai terendah pada data, varian, sum,

  Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang diperoleh dari website

   Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tahun 2012-2016 dan berbagai sumber media lainnya.

  Sedangkan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui metode dokumentasi. Data tersebut dikumpulkan dari berbagai sumber data yang relevan dengan penelitian, yaitu melalui buku, jurnal, skripsi, dan data-data dari internet.

  Teknik Analisis Data

  Dalam penelitian ini data yang telah siap diolah akan diuji dengan menggunakan beberapa alat uji statistik :

  Analisis Deskriptif

  range, kurtosis, dan skewness (kemencengan distribusi) (Ghazali, 2016:19.

  Equity Ratio )

  Metode Analisis Regresi Logistik

  Dalam pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis regresi logistik dimana memiliki tujuan yaitu memprediksi besar variabel terikat terhadap masing-masing variabel bebas yang sudah diketahui nilainya. Menurut Ghazali (2016:333) regresi logistik sebetulnya mirip dengan analisis diskriminan yaitu untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya. Kemudian model persamaan analisis regresi logistik untuk mengukur bagaimana current ratio, return

  on equity, debt to equity ratio, dan sales growth terhadap kondisi financial distress

  adalah sebagai berikut : ( ) terangan :

  = Konstanta = Koefisien Likuiditas (Current Ratio) = Koefisien Profitabilitas (Return On

  Equity )

  = Koefisien Financial Leverage ( Debt to

  menggunakan nilai maksimum kurang dari 1 sehingga sulit untuk diinterprestasikan. Nagelkerke R

  Square merupakan modifikasi dari Cox & Snell R Square dengan nilai yang

  maka semua kasus akan berada pada diagonal dengan tingkat ketepatan peramalan 100%. Jika model logistik memiliki homoskedastisitas, maka prosentase yang benar (correct) akan sama untuk kedua baris.

  3. Uji Hosmer and

  Lemeshow’s goodness of Test Goodness

  Pengujian ini dilakukan untuk menilai model yang dihipotesiskan agar dapat empiris cocok atau sesuai dengan model. Jika nilai statistik Hosmer and

Lemeshow’s goodness of fit test sama

  dengan atau kurang dari 0,05, maka hipotesis nol ditolak, sedangkan jika nilainya lebih besar dari 0,05 maka hipotesis nol tidak dapat ditolak, artinya model mampu memprediksi nilai observasinya atau cocok dengan data. Ho : Model yang dihipotesiskan Fit dengan data. Ha : Model yang dihipotesiskan tidak Fit dengan data.

  bervariasi dari 0 sampai dengan 1.

  financial distress (1) dan tidak dapat

  mempengaruhi dalam kondisi financial

  distress (0). Pada model yang sempurna,

Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis

  H0 dapat diterima jika signifikasi ≥ 0,05, artinya variabel independen tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress. H1 dapat diterima jika signifikasi < 0,05, artinya variabel independen mempunyai pengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress.

  ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif

  Tabel klasifikasi ini digunakan untuk menghitung nilai estimasi yang benar (correct) dan salah (incorrect). Serta digunakan untuk memeriksa menegenai ketepatan klasifikasi dari analisis regresi logistik. Pada kolom terdapat dua nilai prediksi dari variabel dependen yaitu mempengaruhi dalam memprediksi kondisi

  N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

  Financial Distress 20 -18,233984 0,518855 -2,0779 4,82660 Non

  Financial Distress 161 1,080698 664,926327 29,5041 80,47811

  Total 181

  Sumber: Lampiran 5 data hasil spss, diolah Berdasarkan tabel 4.4 diatas menunjukkan hasil statistik deskriptif

  financial distress dari sampel penelitian

  selama tahun 2012 hingga 2016. Penelitian ini mengkategorikan perusahaan yang mengalami financial distress jika memiliki

  interest coverage ratio (ICR) kurang dari

  satu, sedangkan jika memiliki interest

  coverage ratio (ICR) lebih dari satu maka

  dikategorikan non financial distress. Nilai

  b) Tabel Kalsifikasi

Tabel 4.4 Hasil Analisis Deskriptif Financial Distress

  ICR terendah dimiliki oleh PT. Greenwood Sejahtera Tbk. (GWSA) pada tahun 2013, hal ini menunjukkan bahwa GWSA jauh dari kata sehat pada tahun tersebut karena nilai interest coverage ratio perusahaan jauh dibawah angka satu yaitu sebesar - 18,233984. Kerugian yang dialami GWSA pada tahun 2013 sangat besar sehingga perusahaan tidak mampu membayar beban bunganya. Berbeda halnya dengan PT.

  Gading Development Tbk. (GAMA) pada tahun 2014, nilai interest coverage ratio yang dimiliki perusahaan adalah sebesar 664,926327 jauh di atas angka satu, hal ini menunjukkan bahwa laba usaha perusahaan mampu menutupi seluruh beban bunga yang ada pada perusahaan tersebut. Pada penelitian ini, financial distress memiliki simpangan baku dari total sampel yang digunakan sebesar 4,82660 untuk perusahaan yang mengalami financial

  distress dan 80,47811 untuk perusahaan

  yang tidak mengalami financial ditress sedangkan nilai rata-rata (mean) yaitu sebesar -2,0779 untuk perusahaan yang mengalami financial distress dan 29,5041 untuk perusahaan yang tidak mengalami

  financial distresss . Jika dibandingkan

  dengan nilai rata-rata (mean), dapat dilihat bahwa simpangan baku lebih besar daripada nilai rata-rata (mean). Hal ini menunjukkan bahwa simpangan baku yang dimiliki

  financial distress termasuk dalam kategori

  besar atau tinggi, artinya adalah sebagian besar data tidak terkumpul pada nilai tengahnya sehingga data financial distress dalam penelitian ini bersifat heterogen.

Tabel 4.5 Hasil Analisis Deskriptif Perusahaan Non Financial Distress

  

Tahun 2012-2016

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

  LIKUIDITAS 161 0,131 10,396 2,17335 1,600140 PROFITABILITAS 161 -0,120 0,574 0,12236 0,105734 LEVERAGE 161 0,073 4,424 0,80174 0,547997 SALES GROWTH 161 -0,999 8,432 0,319917 0,862875

  Sumber: Lampiran 5 data hasil spss, diolah

Tabel 4.6 Hasil Analisis Deskriptif Perusahaan Financial Distress

  

Tahun 2012-2016

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

  LIKUIDITAS 20 0,207 19,067 3,22116 4,430022 PROFITABILITAS 20 -178,721 0,201 -13,93427 44,770305 LEVERAGE 20 0,081 2,015 0,47876 0,454019 SALES GROWTH 20 -0,871 1,058 -0,06008 0,423743 Sumber: Lampiran 5 data hasil spss, diolah Berdasarkan tabel 4.5 dan 4.6 juga dapat diketahui bahwa nilai mean likuiditas

  (Current Ratio) dari perusahaan yang tidak mengalami kondisi financial distress sebesar 2,17335 dan nilai mean likuiditas (Current

  financial distress adalah sebesar 0,207 yang

tabel 4.5 nilai standar deviasi profitabilitas

  financial distress sebesar -13,93427. Pada

  profitabilitas (Return On Equity ) dari perusahaan yang mengalami kondisi

  distress sebesar 0,12236 dan nilai mean

  Berdasarkan tabel 4.5 dan 4.6 juga dapat diketahui bahwa nilai mean profitabilitas (Return On Equity) perusahaan yang tidak mengalami kondisi financial

  adalah perusahaan Metro Realty Tbk. (MTSM) pada tahun 2016 sebesar 19,067. Hal ini dapat dibuktikan dengan aset lancar yang dimiliki perusahaan sebesar Rp 61.971.183.173 sedangkan kewajiban lancarnya sebesar Rp 3.250.110881.

  distress

  dimiliki oleh perusahaan Bukit Darmo Property Tbk. (BKDP) pada tahun 2016. Nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap kewajiban lancar dapat dibayarkan sebesar 0,207 dari aset lancar yang dimiliki oleh perusahaan. Nilai tersebut hanya sedikit yang dapat dibayarkan oleh perusahaan yang mengalami financial distress. Hal ini dapat dibuktikan dengan data yang menunjukkan bahwa perusahaan tersebut pada tahun 2016 memiliki aset lancar sebesar Rp 49.322.341.025 sedangkan kewajiaban lancaranya sebesar Rp 237.437.805.967. Nilai tertinggi likuiditas (Current Ratio) dari perusahaan yang mengalami financial

  ) dari perusahaan yang mengalami

  Ratio ) dari perusahaan yang mengalami kondisi financial distress sebesar 3,22116.

  Ratio

  Nilai terendah likuiditas (Current

  (Current Ratio) dari perusahaan yang tidak mengalami financial distress adalah perusahaan Bhuwanatala Indah Permai Tbk. (BIPP) pada tahun 2016 sebesar 0,131 yang berarti perusahaan tersebut di tahun 2016 mampu membayar hutang yang harus dilunasi dengan total sebesar 0,131. Hal ini dapat dibuktikan bahwa pada tahun 2016 aset lancar sebesar Rp 9.898.185.198 dengan total kewajiban lancar sebesar Rp 75.330.661.077. Nilai tertinggi likuiditas (Current Ratio) dari perusahaan yang tidak mengalami financial distress adalah perusahaan Metro Realty Tbk. (MTSM) pada tahun 2013 sebesar 10,396 yang berarti perusahaan tersebut mampu membayar hutang yang harus dilunasi dengan total sebesar 10,396. Hal ini dapat dibuktikan bahwa nilai kewajiban lancar dapat dibayarkan dengan cukup baik, kondisi ini dapat terlihat dari nilai aset lancar tahun 2013 sebesar Rp 82.345.736.198 dengan total kewajiban lancar sebesar Rp 7.920.693.475.

tabel 4.5 dan 4.6 nilai terendah likuiditas

  Hasil analisis deskriptif berdasarkan

  distress lebih heterogen atau lebih bervariasi.

  standar deviasi tersebut lebih besar dari nilai rata-rata yang artinya bahwa variasi data untuk variabel likuiditas (Current Ratio) perusahaan yang mengalami financial

  Ratio ) untuk perusahaan yang mengalami financial distress sebesar 4,430022 dimana

  Pada tabel 4.5 nilai standar deviasi likuiditas (Current Ratio) untuk perusahaan yang tidak mengalami financial distress sebesar 1,600140 dimana standar deviasi tersebut lebih kecil dari nilai rata-rata yang artinya bahwa variasi data untuk variabel likuiditas (Current Ratio) perusahaan yang tidak mengalami financial distress lebih homogen atau tidak bervariasi, sedangkan pada tabel 4.6 nilai standar deviasi likuiditas (Current

  (Return On Equity) untuk perusahaan yang tidak mengalami financial distress sebesar 0,105734 dimana standar deviasi tersebut lebih kecil dari nilai rata-rata yang artinya bahwa variasi data untuk variabel profitabilitas (Return On Equity) perusahaan yang tidak mengalami financial distress lebih homogen atau tidak bervariasi, sedangkan pada tabel 4.6 nilai standar deviasi profitabilitas (Return On Equity) untuk perusahaan yang mengalami financial

  distress sebesar 44,770305 dimana standar

  Equity Ratio ) untuk perusahaan yang tidak

  distress adalah perusahaan Greenwood

  perusahaan yang tidak mengalami financial

  leverage (Debt to Equity Ratio) dari

tabel 4.5 dan 4.6 nilai terendah financial

  Hasil analisis deskriptif berdasarkan

  mengalami financial distress lebih homogen atau tidak bervariasi.

  Ratio ) perusahaan yang tidak mengalami financial distress dan perusahaan yang

  mengalami financial distress dan perusahaan yang mengalami financial distress sebesar 0,547997 dan 0,454019 kedua nilai standar deviasi tersebut lebih kecil dari nilai rata- rata yang artinya bahwa variasi data untuk variabel financial leverage (Debt to Equity

  mengalami financial distress sebesar 0,47876 atau sebesar 48 persen. Pada tabel 4.5 dan 4.6 secara berturut-turut nilai standar deviasi mean financial leverage (Debt to

  deviasi tersebut lebih besar dari nilai rata- rata yang artinya bahwa variasi data untuk variabel profitabilitas (Return On Equity) perusahaan yang mengalami financial

  Equity Ratio ) dari perusahaan yang

  yang tidak mengalami financial distress sebesar 0,80174 atau sebesar 80 persen dan nilai mean financial leverage (Debt to

  leverage (Debt to Equity Ratio) perusahaan

  Berdasarkan tabel 4.5 dan 4.6 juga dapat diketahui bahwa nilai mean financial

  Bhuwanatala Indah Permai Tbk. (BIPP) pada tahun 2012 sebesar -178,721. Hal ini dapat dibuktikan dengan data yang menunjukkan bahwa laba bersih setelah pajak sebesar (Rp 15.132.023.671) dan modal sebesar Rp 84.668.057.600, sedangkan nilai tertinggi profitabilitas (Return On Equity) dari perusahaan yang mengalami financial distress adalah Greenwood Sejahtera Tbk. (GWSA) pada tahun 2015 sebesar 0,201. Hal ini dapat dibuktikan dengan data yang menunjukkan laba bersih setelah pajak sebesar Rp 1. 263.864.476.009 dan modal sebesar Rp 6.268.945.784.180.

  On Equity ) dari perusahaan yang mengalami financial distress adalah perusahaan

  Nilai terendah profitabilitas (Return

  Hasil analisis deskriptif berdasarkan 4.5 dan 4.6 nilai terendah profitabilitas (Return On Equity) dari perusahaan yang tidak mengalami financial distress adalah perusahaan Bakrieland Development Tbk. (ELTY) pada tahun 2012 sebesar -0,120. Hal ini dapat dibuktikan dengan data yang menunjukkan bahwa laba bersih setelah pajak sebesar (Rp 1.102.086.243.270) dan modal sebesar Rp 9.164.214.273.030, sedangkan nilai tertinggi profitabilitas (Return On Equity) dari perusahaan yang tidak mengalami financial distress adalah perusahaan Ciputra Development Tbk. (CTRA) pada tahun 2012 sebesar 0,574. Hal ini dapat dibuktikan dengan data yang menunjukkan bahwa laba bersih setelah pajak sebesar Rp 849.382.875.816 dan modal sebesar Rp 1.478.858.784.945.

  distress lebih heterogen atau lebih bervariasi.

  Sejahtera Tbk. (GWSA) pada tahun 2016 sebesar 0,073. Hal ini dapat dibuktikan dengan data yang menunjukkan bahwa total kewajiban sebesar Rp 478.485.384.788 dan total modal sebesar Rp 6.484.787.677.416, sedangkan nilai tertinggi financial leverage (Debt to Equity Ratio) dari perusahaan yang tidak mengalami financial distress adalah perusahaan Ciputra Development Tbk. (CTRA) pada tahun 2012 sebesar 4,424. Hal ini dapat dibuktikan dengan data yang menunjukkan bahwa total kewajiban sebesar Rp 6.542.646.764.992 dan total modal sebesar Rp 1.478.858.784.945. Nilai terendah financial leverage (Debt to Equity Ratio) dari perusahaan yang mengalami financial distress adalah perusahaan Indonesia Prima Property Tbk. (OMRE) pada tahun 2015 sebesar 0,081. Hal ini dapat dibuktikan dengan data yang menunjukkan bahwa total kewajiban sebesar Rp 281.686.111.207 dan total modal sebesar Rp 3.436.990.191.615, sedangkan nilai tertinggi financial leverage (Debt to Equity

  Ratio

  distress dan perusahaan yang mengalami financial distress lebih heterogen atau lebih

  financial distress adalah perusahaan Nirvana

  Nilai terendah pertumbuhan penjualan (Sales Growth) dari perusahaan yang mengalami financial distress adalah perusahaan Greenwood Sejahtera Tbk. (GWSA) pada tahun 2013 sebesar -0,871. Hal ini dapat dibuktikan dengan data yang menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mengalami penurunan total penjualan dari tahun 2012 ke tahun 2013 yaitu sebesar Rp 713.853.560.743 menjadi Rp 91.916.072.166, sedangkan nilai tertinggi pertumbuhan penjualan (Sales Growth) dari perusahaan yang mengalami

  Property Tbk. (BKDP) pada tahun 2014 sebesar 8,432. Hal ini dapat dibuktikan dengan data yang menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mangalami peningkatan jumlah penjualan dari tahun 2013 ke tahun 2014 sebesar Rp 11.385.096.413 menjadi Rp 107.391.372.309.

  distress adalah perusahaan Bukit Darmo

  yang tidak mengalami financial distress adalah perusahaan Ciputra Development Tbk. (CTRA) pada tahun 2015 sebesar - 0,998. Hal ini dapat dibuktikan dengan data yang menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mengalami penurunan total penjualan dari tahun 2014 ke tahun 2015 yaitu sebesar Rp 6.344.235.902.316 menjadi Rp 7.514.286.000, sedangkan nilai tertinggi pertumbuhan penjualan (Sales Growth) dari perusahaan yang tidak mengalami financial

tabel 4.5 dan 4.6 nilai terendah pertumbuhan penjualan (Sales Growth) dari perusahaan

  Hasil analisis deskriptif berdasarkan

  bervariasi.

  0,423743 kedua nilai standar deviasi tersebut lebih besar dari nilai rata-rata yang artinya bahwa variasi data untuk variabel pertumbuhan perusahaan (Sales Growth) perusahaan yang tidak mengalami financial

  ) dari perusahaan yang mengalami

  distress dan perusahaan yang mengalami financial distress sebesar 0,862875 dan

  pertumbuhan perusahaan (Sales Growth ) untuk perusahaan yang tidak mengalami financial

  mean

tabel 4.5 dan 4.6 secara berturut-turut nilai standar deviasi

  financial distress sebesar 0,319917 dan nilai mean pertumbuhan penjualan (Sales Growth ) dari perusahaan yang mengalami financial distress sebesar -0,06008. Pada

  Berdasarkan tabel 4.5 dan 4.6 juga dapat diketahui bahwa nilai mean pertumbuhan penjualan (Sales Growth ) untuk perusahaan yang tidak mengalami

  Development Tbk. (COWL) pada tahun 2015 sebesar 2,015. Hal ini dapat dibuktikan dengan data yang menunjukkan bahwa total kewajiban sebesar Rp 2.366.446.562.423 dan total modal sebesar Rp 1.174.139.186.794.

  financial distress adalah perusahaan Cowell

  Development Tbk. (NIRO) pada tahun 2015 sebesar 1,058. Hal ini dapat dibuktikan dengan data yang menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mangalami peningkatan jumlah penjualan dari tahun 2014 ke tahun 2015 sebesar Rp 245.385.905.043 menjadi Rp 505.050.683.830.

  • -2 Log Likelihood Nilai

  2

  agelkerke’s R

  2

  yang digunakan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel indpenden mampu menjelaskan variabel dependennya. Hasil yang diperoleh adalah nilai Cox and Snell R

  2

  lebih kecil daripada N

  agelkerke’s R

  yaitu 22,6 persen dan 45,1 persen. Hal ini berarti variabel independen dalam penelitian ini mampu menjelaskan variabel dependennya sebesar 45,1 persen dan sisanya yaitu 54,9 persen faktor lain yang menjelaskan variabel dependen dalam penelitian ini.

  2

  

Tabel 4.9

Nilai Hosmer and Lemeshow Test

  Sumber : Lampiran 5 data hasil spss, diolah

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa besarnya nilai Hosmer and Lemeshow

  Goodness of fit sebesar 5,731 dengan

  signifikansi 0,677 yang nilainya jauh diatas 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima, serta dapat disimpulkan bahwa H0 diterima karena tingkat signifikansi > 0,05 yang artinya rasio keungan dapat digunakan dalam memprediksi kondisi financial distress.

  Chi-Square Signifikansi

  dan N

  Cox and Snell R

  Pengujian Hipotesis

  79,416. Dengan demikian, dari hipotesis dapat disimpulkan bahwa H0 diterima yaitu model yang dihipotesiskan fit dengan data dimana rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial

  1. Uji Keseluruhan Model (Overall Model Fit)

Tabel 4.7 Nilai -2 Log Likelihood

  

Block 0 125,814

Block 1

  79,416 Sumber : Lampiran 5 data hasil spsss, diolah

  Nilai -2 Log Likelihood pada tabel 4.7 Block adalah sebesar 125,814 sedangkan Nilai -2

  Log Likelihood pada Block 1 adalah sebesar

  distress , karena nilai -2 Log Likelihood pada Block 0 mengalami penurunan pada Block 1.

Tabel 4.8 merupakan hasil nilai

  2. Uji Kelayakan Model Regresi

Tabel 4.8 Nilai Cox And Snell

   dan Nagelkerke’s R square Cox And Snell R

  agelkerke’s R

  2

  0,226 0,451 Sumber : Lampiran 5 data hasil spss, diolah

  5,731 0,677

  3. Uji Analisis Regresi Logistik Tabel 4.10 Hasil Analisis Regresi Logistik

Variabel Koefisien (B) Wald Sig. Exp (B)

CR 0,060 0,359 0,549 1,062

  Financial Distress

  (0,145) + (0,060) Likuiditas + (-19,661) Profitabilitas + (-1,812)

  non financial distress . Jadi ketepatan ( )

  sedangkan dari hasil observasi dapat diketahui hanya 158 data yang merupakan

  financial distress terdiri dari 161 data,

  12 Presentase Keseluruhan 92,3 Sumber : Lampiran 5 data hasil spss, diolah Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui bahwa perusahaan yang non

  11 9 45,0 Total Data Perusahaan 181 169

  20

  161 158 3 98,1

  ROE -19,661 18,887 0,000 0,000 DER -1,812 4,468 0,035 0,163 Sales Growth -1,440 4,244 0,039 0,237 Constant -0,145 0,048 0,827 0,865

  Non Financial Distress

  Distress Financial Distress

Dokumen yang terkait

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 6 17

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 6 17

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

2 7 66

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 8 1

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUKMEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAANMANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 2 2

KINERJA KEUANGAN SEBAGAI PREDIKTOR FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE 2009-2014 - Perbanas Institutional Repository

0 0 18

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA - Perbanas Institutional Repository

0 0 15

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA - Perbanas Institutional Repository

0 0 16

ANALISIS KINERJA KEUANGAN SEBAGAI PREDIKTOR KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR ARTIKEL ILMIAH

0 0 16

PENGARUH RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2013 - 2014 SKRIPSI

0 0 16