Gambaran Perilaku Keluarga Penderita TB Paru Terhadap Pencegahan TB Paru di Wilayah Puskesmas Padangmatinggi Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Perilaku

2.1.1. Pengertian Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
(mahluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis
semua mahluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan
manusia itu berperilaku karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing.
Manusia sebagai salah satu makhluk hidup mempunyai bentangan kegiatan yang
sangat luas, sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara lain: berjalan,
berbicara, bekerja, menulis, membaca, berpikir dan seterusnya. Secara singkat,
aktivitas manusia tersebut dikelompokkan menjadi 2 yakni: a) Aktivitas-aktivitas
yang dapat diamati oleh orang lain misalnya: berjalan, bernyanyi, dan sebagainya.
b) Aktivitas yang tidak dapat diamati orang lain (dari luar) misalnya : berpikir,
bersikap, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).
Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010), merumuskan
bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus,

organisme, dan respon sehingga teori Skinner ini disebut “S-O-R” (StimulusOrganisme-Respons). Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

25

26

a.

Perilaku Tertutup (Covert Behaviour)
Perilaku tertutup terjadi bila respons stimulus tersebut masih belum dapat

diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam
bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus
bersangkutan.
b.

Perilaku Terbuka (Overt Behaviour)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah


berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau
“observeable behaviour”.
2.1.2. Bentuk Perilaku
Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan, membedakan
adanya tiga ranah perilaku, yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan
psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangan selanjutnya berdasarkan
pembagian domain oleh Bloom ini, dan untuk kepentingan pendidikan praktis,
dikembangkan menjadi tingkat ranah perilaku sebagai berikut :
a. Pengetahuan (knowledge)
b. Sikap (attitude)
c. Tindakan (practice)
a. Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil pengideraan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan

27

sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010)

2. Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat
yang berbeda-beda secara garis besarnya dibagi dalam enam tingkat pengetahuan,
yaitu :
1. Tahu (know )
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mngamati sesuatu.
2. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekedar

dapat

menyebutkan,

tetapi

orang

tersebut


harus

dapat

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen
yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi
bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis
adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan,

28

mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas

objek tersebut.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan pada kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasiformulasi yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini
dengan sendirinya didasarkan pada suatu kreteria yang ditentukan sendiri
atau norma-norma yang berlaku di masyarakat (Notoatmodjo, 2010).
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Budiman (2013) menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
terbentuknya pengetahuan adalah sebagai berikut :
1. Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah menerima
informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki.
2. Informasi/media massa
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal
dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan

perubahan atau peningkatan pengetahuan. Adanya informasi baru

29

mengenai seseuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi
terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.
3. Sosial, budaya, dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang tanpa melalui penularan
sehingga akan bertambah pengetahuanya walaupun tidak melakukan.
Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu
fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial
ekonomi ini akan memengaruhi pengetahuan seseorang,
4. Lingkungan
Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke
dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi
karena adanya interaksi timbal balik maupun tidak, yang akan direspon
sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
5. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu acara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi
masa lalu.
6. Usia
Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirnya sehingga pengetahuan yag diperolehnya semakin membaik.

30

b. Sikap
1. Pengertian Sikap
Sikap adalah juga respon tetutup seseorang terhadap stimulus atau objek
tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan
senang tidak senang, setuju tidak setuju, baik tidak baik, dan sebagainya.
Menurut Newcomb, yang dikutip Notoatmodjo (2010) salah seorang ahli
psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesedian
untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dengan kata
lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan
tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup.
2. Tingakatan Sikap

Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu :
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
2. Menanggapi (responding)
Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapi.
3. Mengahargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif
terhadap objek atau stimulus. Dalam arti membahasnya dengan orang lain
bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain merespon.

31

4. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tindakannya adalah bertanggung jawab terhadap
apa yang telah diyakininya.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap
Azwar (2013) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
adalah:

1. Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan
menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap, untuk dapat mempunyai
pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis.
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial
yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting,
akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu.
3. Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap kita. Tanpa kita sadari, kebudayaan telah
menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah.
4. Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi,
radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar
dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Pesan-pesan sugestif

32


yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar
efektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tetentu.
5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai
pengaruh dalam permbentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan
dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu, pemahaman akan
baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak
boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta
ajaran-ajarannya.
6. Pengaruh faktor emosional
Tidak semua bentuk sikap yang ditentukan oleh situasi lingkungan dan
pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap
merupakan pernyataan yang disadari oleh emosi yang berfungsi sebagai
semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme
pertahanan ego.
c. Tindakan
1. Pengertian Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan

(overt


behavior). Untuk mewujudkan tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain fasilitas
atau sarana dan prasarana.
2. Tingkatan Tindakan
Praktik atau tindakan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut
kualitasnya, yakni :

33

1. Praktik terpimpin (guided response)
Apabila suatu subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tapi masih
tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.
2. Praktik secara mekanisme (mechanism)
Apabila subjek

atau seseorang telah melakukan atau mempraktikan

sesuatu hal secara otomatis, maka disebut praktik atau tindakan mekanis.
3. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang.
Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja,
tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang
berkualitas.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,
atau bulan yang lalu (recall). Pengkuran juga dapat dilakukan secara langsung,
yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo,
2010).
2.1.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku
Menurut Green bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor
utama, yaitu :
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), adalah faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara
lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan
sebagainya.

34

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor yang
memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan.
3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.
Teori Shenandu B Kar dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa
terdapat 5 determinan perilaku yaitu:
1. Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan
objek atau stimulus di luar dirinya.
2. Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support). Di dalam
kehidupan seseorang di masyarakat, perilaku tersebut cenderung
memerlukan legitimasi dari masyarakat di sekitarnya. Apabila perilaku
tersebut bertentangan atau tidak memperoleh dukungan dari masyarakat,
maka ia akan merasa kurang atau tidak “nyaman”. Demikian pula, untuk
berperilaku

kesehatan

orang

memerlukan

dukungan

masyarakat

sekitarnya.
3. Terjangkaunya informasi (accessbility of information) Terjangkaunya
informasi adalah tersedianya informasi-informasi terkait dengan tindakan
yang akan diambil oleh seseorang.
4. Adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personnal otonomy) Adanya
otonomi atau kebebasan pribadi (personnal otonomy) dalam mengambil
suatu keputusan untuk bertindak.
5. Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation). Untuk
bertindak apapun memang diperlukan suatu kondisi dan situasi yang tepat.

35

Kondisi dan situasi mempunyai pengertian yang luas, baik fasilitas yang
tersedia serta kemampuan yang ada. Untuk membangun rumah yang sehat
misalnya, jelas sangat tergantung pada kondisi ekonomi dari orang yang
bersangkutan.
Teori WHO dalam Notoadmodjo (2010) menjelaskan 4 alasan pokok
mengapa seseorang berperilaku, yaitu:
1. Pemikiran dan perasaan ( Thoughts and feeling), hasil pemikiran dan
perasaan seseorang atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan
pribadi terhadap objek atau stimulus.
2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai
(Personal references). Di dalam masyarakat, dimana sikap paternalistic
masih kuat, maka perubahan perilaku acuan (referensi) yang pada
umumnya adalah para tokoh masyarakat setempat.
3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk
terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.
4. Sosial budaya (Culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap
terbentuknya perilaku seseorang (Notoadmodjo, 2010).
Menurut teori WHO, faktor-faktor perilaku dapat dibedakan menjadi dua
(Notoatmodjo, 2007) yaitu :
a) Faktor-faktor Internal
Yaitu faktor-faktor yang ada di dalam diri individu itu sendiri, misalnya :
karekteristik (umur, jenis kelamin, pendidikan, sikap, dan sebagainya)
yang dimiliki seseorang. Selain itu juga dapat berupa pengalaman akan

36

keberhasilan mencapai sesuatu, pengakuan yang diperoleh, rasa tanggung
jawab, pertumbuhan profesional dan intelektual yang dialami seseorang.
Sebaliknya, apabila seseorang merasa tidak puas dengan hasil dari
pekerjaan yang telah dilakukannya, dapat dikaitkan dengan faktor-faktor
yang sifatnya dari luar diri individu.
b) Faktor-faktor Eksternal
Yaitu faktor-faktor yang ada di luar individu yang bersangkutan. Faktor ini
mempengaruhi, sehingga di dalam diri individu timbul unsur-unsur dan
dorongan/motif untuk berbuat sesuatu, misalnya pengalaman, fasilitas,
sumber informasi, penyuluhan dan pembinaan.
2.2

TUBERKULOSIS

2.2.1

Pengertian dan Sejarah
Kuman penyebab TBC (mycobacterium tuberkulosis) ditemukan pertama

kali pada tahun 1882 oleh Robert Koch, sedangkan vaksin BCG ditemukan pada
tahun 1921. Kemudian pada tahun 1994 ditemukan streptomisin sebagai obat
pertama anti TBC, kemudian disusul INH pada tahun 1949. Penyakit TBC muncul
kembali ke permukaan dengan meningkatnya kasus TBC di negara-negara maju
atau industri pada tahun 1990. Selain itu, peningkatan kasus TBC sebagai
reemerging disease dipengaruhi pula dengan terjadinya penyebaran infeksi
HIV/AIDS. Saat ini di seluruh dunia terdapat 8 juta kasus terinfeksi dan 3 juta
kasus meninggal. TBC umumnya menyerang golongan usia produktif dan
golongan sosial ekonomi rendah sehingga berdampak pada pemberdayaan sumber
daya manusia yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi negara.

37

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar
disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut biasanya
masuk ke dalam paru, kemudian kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke
bagian tubuh lain melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfa, melalui
saluran pernafasan (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh
lainnya (Notoatmodjo,2011).
2.2.2

Etiologi
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap

asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil tahan Asam
(BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh
kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa hari.
2.2.3

Cara Penularan
Sumber penularan adalah TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,

pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet
nuclel). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya
penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang
lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam
dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang

38

memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi dalam
udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes,2011).
2.2.4

Resiko Penularan
Resiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak

pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan
lebih besar daripada TB paru dengan BTA negatif. Resiko penularan setiap tahun
di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberkulosis Infection (ARTI) yaitu proporsi
penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%,
berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
Menurut WHO ARTI Indonesia bervariasi antar 1-3%. Infeksi TB dibuktikam
dengan perubahan reaksi tuberculin negative menjadi positif (Depkes,2011).
2.2.5

Tanda dan Gejala
Somantri (2009) menjelaskan keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis

dapat bermacam-macam dan keluhan yang sering muncul adalah :
a. Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza tetapi kadang mencapai
40o- 41oC yang hilang timbul sehingga pasien merasa tidak pernah
terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi
oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi mycobacterium
tuberculosis yang masuk.
b. Batuk
Gejala ini banyak ditemukan. Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus,
sebagai reaksi tubuh untuk membuang atau mengeluarkan produksi

39

radang. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama,
mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan
paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan
bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian
setelah timbul peradangan menjadi batuk purulen (menghasilkan sputum)
timbul dalam jangka waktu lama (lebih dari 3 minggu). Keadaan yang
lanjut adalah berupa batuk darah pada tuberkulosis karena terdapat
pecahnya pembuluh darah. Kebanyakan batuk darah ini terjadi pada
kavitas dan terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak nafas
Pada penyakit ringan belum ditemukan atau dirasakan. Sesak akan terjadi
pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua
pleura sewaktu klien menarik atau melepaskan nafasnya.
e. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala ini sering
ditemukan seperti anoreksia tidak nafsu makan, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala
malaise makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak
teratur.

40

f. Pada atelektasis terdapat gejala berupa : sianosis, sesak nafas, dan kolaps.
Bagian dada klien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong
ke sisi yang sakit. Pada rontgen dada tmpak bayangan hitam pada sisi yang
sakit dan diafragma menonjol ke atas.
2.2.6

Klasifikasi Tuberkulosis
Tuberkulosis dibedakan menjadi dua berdasarkan organ tubuh (anatomical

site) yang terkena, yaitu:
1. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus. Tuberkulosis dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
a) Tuberkolosis paru BTA positif (sangat menular)
-

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak, memberikan
hasil yang positif.

-

Satu pemeriksaan dahak memberikan hasil yang positif dan
foto rontgen dada menunjukkan tuberkulosis aktif.

b) Tuberkulosis paru BTA negatif
Pemeriksaan dahak negatif, foto rontgen dada menunjukkan
tuberkulosis aktif. Positif negatif yang dimaksudkan disini adalah
“hasilnya meragukan”, jumlah kuman yang ditemukan pada waktu
pemeriksaam belum memenuhi syarat positif (Yoannes,2008).
2. Tuberkulosis extra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya lymfa, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain (Depkes,2011).

41

2.2.7

Klasifikasi Penderita Berdasarkan Riwayat Pengobatan menurut
Departemen Kesehatan RI (2011)

a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
minum OAT kurang dari satu bulan ( 4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa
positif atau negatif.
b. Kasus yang sebelumnya diobati
-

Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan

tuberkulosis

dan

dinyatakan

sembuh

atau

pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan/kultur).
-

Kasus setelah putus berobat (Default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan
atau lebih dengan BTA positif.

-

Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih
selama pengobatan.

c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan
pengobatannya.

42

d. Kasus lain:
Adalah kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas,seperti yang

2.2.8

-

Tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumya

-

Pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya

-

Kembali diobati dengan BTA negatif

Diagnosis TB Paru
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu

sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan
dan ditemukan kuman TB. Pada program TB nasional penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain
seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang
diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis
TB hanya berdasarkan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada TB Paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis
(Depkes,2011).
2.2.9

Pengobatan
Pengobatan TB terutama berupa pemberian obat anti mikroba yang

diberikan dalam jangka waktu lama. Obat-obatan ini juga dapat digunakan untuk
mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi.
Departemen Kesehatan RI (2011) menjelaskan prinsib-prinsib pengobatan
tuberkulosis adalah sebgai berikut :
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan

43

gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjami kebersihan pasien menolan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menolan Obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intesif dan lanjutan.
a. Tahap awal (Intensif)
-

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk terjadinya resisten obat.

-

Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu.

-

Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.

b. Tahap Lanjutan
-

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

-

Tahap lanjutan penting untuk membuuh kuman pesister
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2011), persyaratan PMO adalah
seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun penderita, selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita, bersedia
membantu penderita dengan sukarela. Selain itu, bersedia dilatih dan atau

44

mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita. Sebaiknya PMO adalah
petugas kesehatan, misalnya bidan di desa , perawat, pekarya, sani tarian, juru
imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan,
PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh
masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
Adapun tugas seorang PMO adalah mengawasi panderita TB Paru agar
menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada
penderita agar mau berobat teratur, mengingatkan penderita untuk periksa ulang
dahak pada waktu yang telah ditentukan, memberi penyuluhan pada anggota
keluarga penderita TB Paru yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB
untuk segera memeriksakan diri ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
2.2.10 Panduan OAT Yang Digunakan Di Indonesia
Panduan

pengobatan

yang

digunakan

oleh

Program

Nasional

Penanggulangan TB oleh Pemerintah Indonesia, Departemen Kesehatan (2011):
-

Kategori 1 : 2HRZE/4(HR)3.

-

Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)

-

Kategori Anak : 2HRZ/4HR

-

Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di
Indonesia terdiri dari OAT line ke-2 yaitu Kanamycin, Capreomisin,
Levofloksasin, Ethionamide, sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu
pirazinamid and etambutol.

45

-

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini
terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu
paket untuk satu pasien.

-

Paket Kombipak
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan
OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien
yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket,

dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien
dalam satu (1) masa pengobatan.
2.2.11 Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan baik perorangan maupun kelompok. Tujuan
mendeteksi dini seseorang dengan infeksi TB adalah untuk mengidentifikasi siapa
saja yang akan memperoleh keuntungan dari terapi pencegahan untuk
menghentikan perkembangan TB yang aktif secara klinis.
Menurut Depertemen Kesehatan RI

hal-hal yang dapat dilakukan untuk

mencegah penularannya adalah :
a. Kebersihan ruangan dalam rumah terjaga terutama kamar tidur dan setiap
ruangan dalam rumah dilegkapi jendela yang cukup untuk pencahayaan

46

alami dan ventilasi untuk pertukaran udara serta usahakan agar sinar
matahari dapat masuk ke setiap ruangan dalam rumah melalui jendela atau
genting kaca, karena kuman TBC mati dengan sinar matahari yang
mengandung sinar ultraviolet.
b. Menjemur kasur dan bantal secara teratur
c. Pengidap TBC diminta menutupi hidung dan mulutnya apabila mereka
batuk atau bersin.
d. Minum obat secara teratur sampai selesai, gunakan Pengawas Minum Obat
(PMO) untuk menjaga keteraturan minum obat.
e. Jangan meludah di sembarang tempat karena ludah yang mengandung
mycobacterium tuberkulosis akan terbawa udara dan dapat terhirup orang
lain.
f. Apabila sedang dalam perjalanan maka penderita dianjurkan memakai
penutup mulut atau masker, dan bila akan membuang dahak maka harus di
closet kemudian disiram atau di pembuangan air yang mengalir.
g. Gunakan tepat penampungan dahak seperti kaleng atau sejenisnya yang
ditambahkan air sabun atau karbol/Lysol.
h. Cuci dan bersihkan barang-barang yang digunakan oleh penderita. Seperti
alat makan dan minum atau perlengkapan tidur.
Naga (2012) berpendapat bahwa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah
TBC, yaitu :
a. Bagi penderita, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menutup
mulut saat batuk, dan membuang dahak tidak di sembarangan tempat.

47

b. Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan
meningkatkan ketahanan terhadap bayi, yaitu dengan memberikan
vaksinasi BCG.
c. Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan
penyuluhan tentang penyakit TBC, yang meliputi gejala, bahaya, dan
akibat yang ditimbulkannya terhadap kehidupan masyarakat pada
umumnya.
d. Petugas kesehatan juga harus segera melakukan pengisolasian dan
pemeriksaan

terhadap

orang-orang

yang

terinfeksi,

atau

dengan

memberikan pengobatan khusus kepada penderita TBC. Pengobatan
dengan cara dirawat dirumah sakit hanya dilakukan bagi penderita dengan
kategori berat dan memerlukan pengembangan program pengobatannya,
sehingga tidak dikehendaki pengobatan jalan.
e. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan
desinfeksi, seperti cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatian
khusus terhadap muntahan atau ludah anggota keluarga yang terjangkit
penyakit TBC (piring, tempat tidur, pakaian), dan menyediakan ventilasi
dan sinar matahari yang cukup.
f. Melakukan imunisasi bagi orang-orang yang melakukan kontak langsung
dengan penderita, seperti keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan,
dan orang lain yang terindikasi, dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi
yang positif tertular.

48

g. Melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang kontak dengan
penderita TBC. Perlu dilakukan Tes Tuberkulin bagi seluruh anggota
keluarga. Apabila cara ini menunjukkan hasil negatif, perlu diulang
pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, dan perlu pemeriksaan intensif.
h.

Dilakukan pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu
pengobatan yang tepat, yaitu obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan
oleh dokter dan diminum dengan tekun dan teratur, selama 6 bulan sampai
12 bulan. Perlu diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan
pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter.
Francis (2011) menyatakan pencegahan penyakit tuberkulosis dapat

dilakukan dengan cara penyediaan nutrisi yang baik, sanitasi yang adekuat,
perumahan yang tidak terlalu padat dan udara yang segar merupakan tindakan
yang efektif dalam pencegahan TBC.
Perkumpulan

Pembrantasan

Tuberkulosis

Indonesia

(PPTI),

2010

menjelaskan tentang pencegahan penularan penyakit TBC, yaitu :
a. Bagi masyarakat :
1. Makan makanan yang bergizi seimbang sehingga daya tahan tubuh
meningkat untuk membunuh kuman TBC
2. Tidur dan istirahat yang cukup
3. Tidak merokok, minum alkohol dan menggunakan narkoba
4. Lingkungan yang bersih baik tempat tinggal dan sekitarnya
5. Membuka jendela agar masuk sinar matahari di semua ruangan rumah
karena kuman TBC akan mati bila terkena sinar matahari

49

6. Imunisasi BCG bagi balita, yang tujuannya untuk mencegah agar
kondisi balita tidak lebih parah bila terinfeksi TBC
7. Menyarankan apabila ada yang dicurigai TBC agar segera memeriksa
diri dan berobat sesuai aturan sampai sembuh
b. Bagi penderita
1. Tidak meludah di sembarangan tempat
2. Menutup mulut saat batuk atau bersin
3. Berperilaku hidup bersih dan sehat
4. Berobat sesuai aturan sampai sembuh
5. Memeriksa balita yang tinggal serumah agar segera diberikan
pengobatan pencegahan
2.3

Landasan Teori
Landasan teori dalam penelitian ini adalah teori WHO dan teori Benyamin

Bloom (1908). Teori WHO membedakan faktor-faktor perilaku menjadi dua yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang ada
di dalam diri individu itu sendiri, misalnya : karekteristik (umur, jenis kelamin,
pendidikan, dan pekerjaan), sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang
ada di luar individu yang bersangkutan, misalnya sumber informasi.
Teori Benyamin Bloom (1908) membedakan tiga ranah perilaku yaitu
pengetahuan

(knowledge),

(Notoadmodjo,2010).

sikap

(attitude),

tindakan

(practice)

50

2.4

Kerangka Konsep
Berdasarkan teori dan keterbatasan peneliti maka peneliti membatasi hal-

hal yang akan diteliti. Hal tersebut dapat dilihat pada kerangka konsep berikut ini :

Karekteristik :
-Umur
-Jenis Kelamin
-Pendidikan
Pengetahuan
Terhadap TB
Paru

-Pekerjaan
Sumber Informasi:

Sikap
Terhadap
TB Paru

Pencegahan TB
Paru

-Petugas Kesehatan
-Media cetak
- Media Elektronik

Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Dari kerangka konsep ini dibuat berdasarkan teori Benyamin Bloom yang
menjelaskan bahwa pengetahuan sikap dan tindakan keluarga penderita TB Paru
terhadap

pencegahan

Padangsidimpuan.

TB

Paru

di

Puskesmas

Padangmatinggi

Kota