Gambaran Perilaku Keluarga Penderita TB Paru Terhadap Pencegahan TB Paru di Wilayah Puskesmas Padangmatinggi Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

17

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
kuman mycrobacterium tuberculosis yang ditemukan oleh Robert Koch pada
tahun 1882 melalui penelitiannya. Kuman tersebut dianggap paling berbahaya
dalam dunia kesehatan yang menyerang paru-paru, kuman mycrobacterium
tuberculosis juga menyerang luar paru seperti kelenjar getah bening (kelenjar),
kulit, usus/saluran pencernaan, selaput otak, dan tulang (Somantri,2009).
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama adalah batuk selama
2 minggu atau lebih, batuk disertai dengan gejala tambahan yaitu dahak, dahak
bercampur darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari
1 bulan. (Riskesdas,2013).
Laporan WHO tahun 2013 diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada
tahun 2012 dima 1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah pasien TB dengan HIV
positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di wilayah Afrika. Pada tahun
2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita TBMDR dan 170.000

orang diantaranya meninggal ( Badan Pengendalian TB Nasional, 2014).
Indonesia berada pada rangking kelima negara dengan beban TB
tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000

18

(WHO,2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun.
Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian pertahunnya (Depkes
RI, 2011).
Hasil survei prevalensi TB (2004) mengenai pengetahuan, sikap dan
perilaku menunjukkan bahwa 96% keluarga merawat anggota keluarga yang
menderita TB dan hanya 13% yang menyembunyikan keberadaan mereka.
Meskipun 76% keluarga pernah mendengar tentang TB dan 85% mengetahui
bahwa TB dapat disembuhkan, akan tetapi hanya 26% yang dapat menyebutkan
dua tanda gejala utama TB. Cara penularan TB dipahami oleh 51% keluarga dan
hanya 19% yang mengetahui bahwa tersedia obat TB gratis (Deepkes RI, 2011).
Dari hasil survei tersebut menunjukkan bahwa masih ada keluarga yang belum
memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakit tuberkulosis.
Hasil survei pada tahun 2004 tersebut juga mengungkapkan pola pencarian
pelayanan kesehatan. Apabila terdapat anggota keluarga yang mempunyai gejala

TBC, 66% akan memilih berkunjung ke Puskesmas, 49 ke dokter praktik swasta,
42% ke rumah sakit pemerintah, 14% ke rumah sakit swasta. Namun pada
responden yang pernah menjalani pegobatan TBC, tiga Fasilitas Pelayanan
Kesehatan (FPK) utama yang digunakan adalah rumah sakit, puskesmas dan
praktik dokter swasta. Keterlambatan dalam mengakses fasilitas DOTS (Directly
Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy) untuk diagnosis dan pengobatan
TBC merupakan tantangan utama di Indonesia dengan wilayah geografis yang
sangat luas (Depkes,2011).

19

Berdasarkan jumlah penduduk tahun 2013, diperhitungkan sasaran
penemuan kasus baru TB Paru BTA (+) di Provinsi Sumatera Utara adalah
sebesar 21.322 jiwa, dan hasil cakupan penemuan kasus baru TB Paru (+) yaitu
15.414 kasus atau 72,27%. Angka ini mengalami penurunan bila dibandingkan
dengan tahun 2012 sebesar 82,75% dan tahun 2011 sebesar 76,57% (Profil
Kesehatan,2013). Penurunan kasus TB menunjukkan keberhasilan Program
Nasional Pengendalian TB dalam berbagai bidang, diantaranya dalam
peningkatan jumlah temuan kasus dan keberhasilan pengobatan di Puskesmas.
Media (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Pengetahuan, Sikap

dan Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit Tuberkulosis Paru di Kecamatan
Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat”. Hasil penelitian
ini menunjukkan pengetahuan sebagian masyarakat mengenai tanda-tanda
penyakit TBC relatif cukup baik, sikap masyarakat masih kurang peduli terhadap
akibat yang dapat ditimbulkan oleh penyakit TBC, perilaku dan kesadaran
sebagian masyarakat untuk memriksakan dahak dan menggunakan fasilitas
pelayanan kesehatan masih kurang, karena mereka malu dan takut divonis
menderita TBC.
Kurniawan (2012) melakukan penelitian dengan judul “ Gambaran
Tingkat Pengetahuan Pasien TB Paru Rencana Pulang Tentang Penyakit TB Paru
di Ruang Rawat Inap RS. Paru Dr. M. Goenawan”. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit TB Paru adalah
51,6% berpengetahuan baik dan 48,4% berpengetahuan kurang.

20

Astuti (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Tingkat
Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit
Tuberkulosis Di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara “. Hasil penelitian ini
menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan upaya

pencegahan penyakit TBC.
Pengetahuan adalah hasil pengideraan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Sikap adalah juga respon
tetutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan
faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan senang tidak senang, setuju tidak
setuju, baik tidak baik, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).
Pencegahan penyakit merupakan komponen penting dalam pelayanan
kesehatan. Perawatan pencegahan melibatkan aktivitas peningkatan kesehatan
termasuk program pendidikan kesehatan khusus, yang dibuat untuk membantu
klien menurunkan risiko sakit, mempertahankan fungsi yang maksimal, dan
meningkatkan kebiasaan yang berhubungan dengan kesehatan yang baik (Perry &
Potter, 2005). Pencegahan penyakit TB Paru dilakukan untuk menurukan angka
kematian yang disebabkan oleh penyakit TB Paru. Upaya pencegahan tersebut
terdiri dari menyediakan nutrisi yang baik, sanitasi yang adekuat, perumahan yang
tidak terlalu padat dan udara yang segar merupakan tindakan yang efektif dalam
pencegahan TBC (Francis,2011). Perilaku pencegahan penularan TB Paru pada
keluarga adalah perilaku yang dilakukan oleh keluarga penderita agar tidak


21

tertular TB Paru. Adapun tindakan yang perlu dilakukan oleh keluarga adalah
dengan membuka jendela rumah setiap hari, menjemur kasur yang dipakai
penderita secara rutin, mengingatkan pasien penderita TB Paru untuk menutup
mulut saat batuk, menyiapkan tempat khusus untuk penderita TB Paru membuang
dahak dan melakukan imunisasi pada balita di rumah.
Pada Tahun 2014 Jumlah kasus penyakit TB Paru dari seluruh puskesmas
yang terdata di Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan adalah 276 kasus.
Diperkirakan masih banyak kasus TB Paru yang tidak terdata yang disebabkan
tidak adanya penanganan atau pengobatan karena masyarakat beranggapan TB
Paru adalah penyakit guna-guna atau biasa disebut “tarpangan”.
Kota

Padangsidimpuan

memiliki

9


Puskesmas

yaitu

Puskemas

Padangmatinggi, Sadabuan, Sidakkal, Batunadua, Pijorkoling, Hutarimbaru, Pintu
Langit, Labuhan Rasoki dan Poken Jior. Puskesmas Padangmatinggi terletak di
Kecamatan Padangsidimpuan Selatan dengan wilayah kerja terdiri dari 8
kelurahan.
Data kasus penyakit TB Paru pada tahun 2013 yang tercatat di Puskesmas
Padangmatinggi sebanyak 88 orang dan angka suspek berjumlah 799 orang.
Terjadi peningkatan kasus pada tahun 2014 yaitu berjumlah 104 kasus dan angka
suspek 750 orang. Menurut Departemen Kesehatan RI (2011) suspek TB Paru
adalah seseorang dengan batuk berdahak selam 2-3 minggu atau lebih disertai
dengan atau tanpa gejala lain. Pada bulan Januari – Juli 2015 pasien penderita TB
Paru sebanyak 70 orang dengan suspek 713 orang. Dari hasil data menujukkan
kasus TB Paru masih tinggi di Puskesmas Padangmatinggi.

22


Dari survei awal yang dilakukan peneliti melalui wawancara terhadap
salah satu penderita TB Paru yang sedang mengantri pengambilan OAT mengakui
bahwa 3 dari 5 anggota keluarganya positif TB Paru termasuk dia sendiri. Hasil
dari 4 pertanyaan yang diajukan disimpulkan penderita tidak tahu cara penularan
dan pencegahan TB Paru. Peneliti juga telah melakukan kunjungan ke rumah
salah satu penderita TB Paru di wilayah puskesmas, dari hasil wawancara
penderita tidak mengetahui bagaimana pencegahan penularan terhadap keluarga
sehingga tidak ada perbedaan peralatan makan di dalam keluarga. Survei ini
menunjukkan masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang TB Paru,
khususnya pada keluarga penderita yang menjadi faktor resiko tertularnya TB
Paru karena tinggal dalam satu atap.
Dari paparan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang gambaran perilaku keluarga penderita TB Paru terhadap pencegahan TB
Paru di wilayah Puskesmas Padangmatinggi Kota Padangsidimpuan.
1.1

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas , maka yang


menjadi perumusan masalah penelitian adalah bagaimanakah gambaran perilaku
keluarga penderita TB Paru terhadap pencegahan TB Paru di wilayah Puskesmas
Padangmatinggi Kota Padangsidimpuan Tahun 2015.

23

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
perilaku keluarga penderita TB Paru terhadap pencegahan TB Paru di wilayah
Puskesmas Padangmatinggi Kota Padangsidimpuan Tahun 2015.
1.3.2

Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karekteristik keluarga penderita TB Paru (umur,
jenis kelamin, pendidikan, dan perkerjaan).
2. Untuk mengetahui sumber informasi keluarga penderita TB Paru
terhadap pencegahan TB Paru di wilayah Puskesmas Padangmatinggi
Kota Padangsidimpuan.
3. Untuk mengetahui pengetahuan keluarga penderita TB Paru terhadap

pencegahan TB Paru di wilayah Puskesmas Padangmatinggi Kota
Padangsidimpuan.
4. Untuk mengetahui sikap keluarga penderita TB Paru terhadap
pencegahan TB Paru di wilayah Puskesmas Padangmatinggi Kota
Padangsidimpuan.
5. Untuk mengetahui tindakan keluarga penderit TB Paru terhadap
pencegahan TB Paru di wilayah Puskesmas Padangmatinggi Kota
Padangsidimpuan.

24

1.4

Manfaat Penelitian
1. Bagi Lokasi Penelitian
Dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk mengoptimalisasikan
penanggulangan TB Paru di Puskesmas Padangmatinggi Kota
Padangsidimpuan.
2. Bagi penulis
Memberi pengalaman dan kesempatan untuk melaksanakan penulisan

dengan metode yang benar, penulis mampu berpikir lebih baik dalam
memahami masalah serta melakukan analisis secara ilmiah dan
sistematis.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan untuk penelitian
yang akan datang mengenai aspek lain tentang TB Paru.