Gambaran Bakteri Yang Terdapat Di Toilet Umum Di Dua Pusat Perbelanjaan Modern Di Kota Medan dan Pola Kepekaan Terhadap Antibiotik

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakteri

2.1.1 Pengertian

Terdapat beberapa perbedaan dalam definisi dari bakteri. Menurut CDC, bakteri adalah organisme bersel satu yang ditemukan diseluruh tempat baik di dalam maupun di luar tubuh manusia. Menurut Kenneth (2012) bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal dengan komponen selular prokariot.

2.1.2Klasifikasi

Berdasarkan respon terhadap pewarnaan gram, bakteri dibedakan menjadi dua macam yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.Perbedaan dari kedua bakteri ini adalah dari struktur dinding selnya. Dinding sel bakteri gram positif terdiri dari lapisan peptidoglikan homogen dengan ketebalan sekitar 20 – 80 nm yang terletak di luar lapisan membrane plasma. Sementara dinding sel bakteri gram negatif ketebalan lapisan peptidoglikannya antara 2 – 7 nm dan dilapisi oleh membran luar dengan ketebalan 7 – 8 nm. Dengan begini bakteri gram positif karena memiliki peptidoglikan yang lebih tebal dibandingkan dengan bakteri gram negatif. Hal ini menjadikan bakteri ini akan terlihat berwarna ungu dibandingkan dengan bakteri gram negatif yang akan menghasilkan warna pink jika dilakukan pewarnaan gram (Willey et al., 2008).

Dalam pewarnaan gram digunakan beberapa larutan seperti kristal violet, iodine, alcohol dan safranin. Ketika sediaan dilarutkan dengan kristal violet lalu kemudian iodin, warna ungu dari larutan kristal violet ini akan ditahan oleh struktur peptidoglikan bakteri ditambah dengan penahanan oleh larutan iodin. Kemudian ketika sediaan disirami alkohol yang bisa menghapus zat warna ungu dari


(2)

kristalviolet tadi, oleh karena pori-pori peptidoglikan yang sempit ditambah dengan adanya iodin maka zat warna ungu tersebut sulit untuk terhapus oleh alkohol sehingga akan tetap terlihat berwarna ungu. Sementara oleh karena struktur pori peptidoglikan dari bakteri gram negatif yang lebih besar, maka akan lebih mudah bagi larutan alkohol untuk menetralisir atau menghapus zat warna ungu yang ad di peptidoglikan sehingga akan terlihat warna pink setelah pemberian safranin (Willey

et al., 2008).

Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengkhususkan indentifikasi gambaran bakteri yang ditularkan dengan cara fekal-oral.

2.1.3 Nutrisi, Pertumbuhan dan Metabolisme Bakteri

Seperti halnya makhluk hidup lain, bakteri juga memerlukan beberapa faktor untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kebutuhan akan kehidupannya ini memerlukan beberapa faktor yang bermacam-macam. Kebutuhan kehidpan bakteri dibagi menjadi dua, yaitu kebutuhan nutrisi atau kimia dan kebutuhan lingkungan. Contoh dari kebutuhan nutrisi misalnya sumber energy, karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, besi, faktor pertumbuhan organic dan vitamin. Sementara untuk faktor lingkungan adalah oksigen, karbondioksida, suhu, konsentrasi ion hidrogen, kelembaban dan kekeringan, cahaya, efek osmotik, stres mekanik dan sonik

2.1.3.1 Kebutuhan Nutrisi

• Energi

Beberapa bakteri memiliki perbedaan dalam hal sumber energi nya, misalnya Escherichia coli yang menggunakan bahan kimia untuk sumber energinya. Disebut juga dengan kemotrop. Ada juga yang menggunakan cahaya sebagai sumber energinya, contohnya Rhodospirillum


(3)

• Karbon

Karbon sangat diperlukan bukan hanya oleh bakteri tapi juga seluruh makhluk hidup yang ada di muka bumi ini. Misalnya karbon diperlukan untuk pembentukan atau sintesis peptidoglikan (Scheffers and Mariana, 2005) atau beberapa protein dan karbohidrat serta lemak pada manusia. Penggunaan karbon oleh bakteri ini ada yang diambil langsung dari CO2 – disebut dengan autotrop – ada juga yang digunakan dari

bahan organik lain seperti dari karbohidrat, lemak dan protein yang disebut heterotrop. Kira-kira sekitar 50% dari berat kering bakteri adalah karbon

• Nitrogen, sulfur dan fosfor

Nitrogen dibutukan untuk pembuatan nitrogen dan juga DNA dan RNA dimana nitrogen ini bisa didapat dari bahan anorganik seperti nitrat dan nitrit juga dari bahan organik seperti asam amino. Sementara sulfur diperlukan bakteri untuk sisntesis asam amino seperti metionin dan sistein serta vitamin seperti B1 dan biotin. Yang terakhir adalah fosfor, digunakan untuk membuat asam nukleat dan fosfolipid. Sementara pada manusia dan hewan serta tumbuhan lainnya fosfor digunakan dalam pembuatan molekul ATP (adenine triphosphate) yang akan digunakan selanjutnya untuk menghasilkan energy

• Faktor pertumbuhan organik dan vitamin

Ada beberapa bahan organik yang dibutuhkan bakteri dalam kelangsungan hidupnya namun tidak dapat dibuatnya sendiri yang disebut juga dengan faktor pertumbuhan organik. Tapi bahan organik ini bisa didapat di media pertumbuhan. Misalnya adalah asam amino, purin, pirimidin dan vitamin


(4)

2.1.3.2 Kebutuhan Lingkungan

• Oksigen

Kebutuhan utama bakteri akan oksigen menjadikan bakteri dibagi menjadi dua yaitu bakteri anaerob dan aerob. Bakteri anaerob dibagi lagi menjadi anaerob obligat, anaerob fakultatif dan beberapa bakteri mikroaerofilik. Bakteri anaerob obligat artinya adalah bakteri tersebut harus dalam kondisi bebas dari oksigen untuk dapat hidup, dan akan mati ketika ada oksigen (mis: Clostridium). Bakteri anaerob fakultatif adalah bakteri yang dapat hidup dengan kondisi lingkungan terdapat roksigen maupun tidak. Untuk istilah mikroaerofilik artinya bahwa bakteri jenis ini bisa tumbuh di lingkungan dengan konstentrasi oksigen yang rendah namun akan mati jika konsentrasi oksigennya tinggi (Alfvin Fox, 2011). Sementara bakteri aerob hanya tergolong kedalam aerob obligat, yaitu bakteri yang harus membutuhkan oksigen untuk kelangsungan hidupnya (mis: Mycobacterium tuberculosis)

• Karbondioksida

Hampir semua bakteri membutuhka karbondioksida dalam pertumbuhannya. Ada beberapa bakteri yang justru harus membutuhkan konsentrasi karbondioksida untuk hidup seperti bakteri anaeorb obligat (Vasanthakumari, 2007).

• Suhu

Suhu merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan bakteri. Terdapat beberapa kategori yang dikelompokkan berdasarkan kemampuan hidup di suhu tertentu, yaitu mesofil, psikrofil, termofil. Mesofil adalah kelompok bakteri yang dapat hidup pada suhu antara 25oC sampai 40oC. Sedangkan psikrofil dibawah suhu 25oC. Sementara termofil yaitu bakteri yang dapat hidup diantara suhu 50oC sampai


(5)

80oC. Namun kebanyakan bakteri dapat hidup dalam suhu optimal 37oC. (Vasanthakumari, 2007).

2.1.4 Bakteri Yang Ditularkan Melalui Fekal-Oral

Ada beberapa macam cara penularan bakteri seperti yang telah dijelaskan di atas, salah satunya adalah dengan cara fekal oral. Maksudnya adalah transmisi ini terjadi setelah tangan seseorang kontak dengan mikroorganisme dan bisa menimbulkan penyakit pada orang tersebut jika mikroorganisme tersebut tertelan. Terdapat beberapa bakteri yang ditularkan melalui kontak langsung dengan tangan diantaranya adalah S. aureus, K. pneumonia, P. aeruginosa, dll (Sabra, 2013).

Staphylococcus aureus

Bakteri ini adalah yang paling patogen diantara spesies yang lainnya. S. aureus merupakan bakteri dengan ukuran sekitar 0,8 – 0,9 µm, tidak bergerak, tidak berspora, jarang berkapsul dan berkelompok seperti buah anggur. Suhu optimum yang dibutuhkan untuk tumbuh dengan baik adalah 37oC (Gupte, 2012).

Bakteri ini menghasilkan enzim yang disebut koagulase (Gupte, 2012 ; Brooks, et

al., 2010). Enzim ini memiliki delapan tipe antigenic (A,B,C,D,E,F,G, dan H) yang

bekerja dengan cara membuat bekuan(klot) melalui proses perubahan fibrinogen plasma menjadi fibrin. Kemudian fibrin ini menyelimuti bakteri sehingga terbebas dari fagositosis dan opsonisasi (Parija, 2009). Selain itu bakteri ini juga menghasilkan beberapa enzim yang lain seperti katalase, hialuronidase, leukosidin, penisilinase, fibrinolisin, protease,lipase, nuclease (Parija, 2009), dan protein A serta hemolisin (Willey et al., 2008).

Bakteri ini merupakan flora normal tubuh artinya bakteri ini terdapat di beberapa lokasi di tubuh manusia. Adapun lokasi-lokasi di tubuh manusia tempat S. aureus ini berada adalah di konjungtiva, hidung, dan kulit. Namun hubungan antara mikroba normal dengan manusia bisa berubah jika lokasi dari bakteri tersebut tidak cocok


(6)

dengan lingkungan yang biasa ditempatinya sehingga dapat bersifat pathogen yang disebut dengan istilah mikroorganisme oportunistik (Willey et al., 2008). Adapun penyakit-penyakit yang bisa disebabkan oleh bakteri ini adalah dibagi menjadi dua, yaitu 1). Inflamatorik dan 2). Penyakit yang dimediasi toksin staphylococcal (Parija, 2009).

Staphylococcus saprophyticus

S. saprophyticus merupakan bakteri yang tidak menghasilkan enzim koagulase

layaknya S. aureus (Brookset al., 2010) Bakteri ini sering menjadi agen infeksi saluran kemih pada wanita (Erikssonet al., 2012). Tidak hanya wanita, pasangan homoseksual, orang tua dan anak kecil juga bisa terinfeksi mikroba ini dan menyebabkan infeksi saluran kemih. Selain ISK, S. saprophyticus juga bisa menyebabkan prostatitis, epididimitis, dan batu ginjal (Raz, Colodner, & Kunin, 2005).

Streptococcus agalactiae

S. agalactiae merupakan residen normal vagina pada 5 – 25% wanita(Brookset al., 2010). Bakteri ini juga sering menyebabkan sepsis neonatus,

meningitis(Levinson, 2008), dan sindrom gawat nafas pada bulan pertama kehidupan neonatus (Brookset al., 2010).

Salmonella sp.

Salmonella adalah bakteri gram negatif berbentuk batang. Bakteri ini

menyebabkan enterokolitis, demam tifoid, septikemia, dll. Ewing membagi bakteri ini kedalam tiga kelompok yaitu S. typhi, S. enteritidis, dan S. choleraeusis. Untuk kelompok S. typhi dan S. enteritidis mempunya satu serotipe, sedangkan untuk S. choleraeusis mempunyai sekitar 1500 serotipe. Secara klinis Salmonella dibagi menjadi dua kelompok, yaitu spesies tifoidal dan non-tifoidal. Untuk spesies typhoidal biasanya kelompok bakteri yang menyebabkan demam tifoid seperti S.


(7)

typhi dan S. paratyphi sedangkan spesies non-tifoid adalah spesies yang

menyebabkan diare. Salmonellamempunyai faktor virulensi yang membuat bakteri ini tahan terhadap fagositosis, yaitu faktor Vi hanya dimiliki oleh S. thyphi (Levinson, 2008).

Shigella sp.

Shigella adalah bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi saluran cerna

pada anak-anak. Bakteri ini tidak berkapsul dan tidak memfermentasi glukosa (Brookset al., 2010). Shigella biasanya ditularkan melalui orang ke orang melalui mulut. Namun vektor seperti lalat dan makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri ini juga bisa menyebabkan infeksi Shigella (Harvey, Cornelissen, dan Fisher, 2013). Shigella memiliki beberapa spesies, yaitu S. dysentriae, S. flexneri, S. boydii,

S. sonnei. Diantara ke empat spesies ini semuanya memfermentasi manitol kecuali S. dysentriae.

Bakteri ini selalu terdapat di saluran cerna, dan hampir tidak pernah menyebabkan bakteremia. Dosis yang dibutuhkan untuk menyebabkan infeksi adalah 103. Untuk keperluan diagnosis bakteri ini bisa dikultur di laboratorium dengan menggunakan agar McConkey atau EMB atau media khusus agar salmomella-shigella. Bakteri shigella menghasilkan eksotoksin yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia yaitu bisa berperan menyebabkan penyakit di saluran cerna (enterotoksin) dan juga system saraf pusat (neurotoksin). Manusia yang terkena enterotoksin akan mengalami diare sama seperti infeksi yang disebabkan oleh bakteri E. coli. Sementara untuk neurotoksin, bakteri ini bisa mengakibatkan gangguan pada system saraf manusia sehingga seseorang yang terkana toksin ini bisa mengalami meningismus dan koma (Brooks et al., 2010).


(8)

Vibrio cholera

V. cholera merupakan bakteri gram negatif berbentuk koma yang sering

menyebabkan diare yang kita kenal sebagai diare air (watery diarrhea). Berdasarkan antigen yang terdapat di dinding selnya bakteri ini dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan antigen O pada dinding selnya, yaitu O1 yang menyebabkan epidemik dan non-O1 yang non-patogen. Organisme yang tergolong dalam O1 mempunyai 2 biotipe yaitu El tor dan cholera, dan 3 serotipe, disebut Ogawa, Inaga, Hikojima. Biotipe disini maksudnya adalah dibedakan berdasarkan reaksi kimia sedangkan serotipe dibedakan berdasarkan struktur antigen. Dalam pemeriksaan mikrobiologi, bakteri ini bisa dikultur di agar McConkey dan hasilnya tidak berwarna dan bisa juga dilakukan pemeriksaan pada media Triple Sugar Iron (TSI) (Levinson, 2008).

Dalam patogenesisnya, V. cholera menginvasi mukosa usus manusia dengan menggunakan toksin yang memiliki 2 subunit, yaitu subunit A dan subunit B. ketika V. cholera masuk ke usus, di situlah bakteri ini langsung bereplikasi dan menghasilkan enterotoksin. Subunit B bertugas menempel pada permukaan sel usus yang kemudian memediasi masuknya Subunit B enterotoksin ke dalam sel. Hasilnya adalah terproduksinya cAMP yang mengaktivasi cAMP bergantung protein kinase sehingga terjadilan pengeluaran ion dan air dari dalam sel ke lumen usus (Levinson, 2008)

Kolera sebenarnya telah menjadi epidemic dari tahun 1960-an sampe 1970-an. Dan hal terjadi karena beberapa faktor seperti sanitasi yang buruk, malnut risi, kepadatan penduduk, dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai (Levinson, 2008).

Klebsiella pneumoniae

Terdapat dua macam infeksi yang bisa disebabkan oleh bakteri ini, yaitu infeksi saluran pernafasan dan infeksi saluran kemih. Bakteri ini cepat memfermentasi laktosa dan menghasilkan pertumbuhan yang mukoid (seperti lendir) dan sangat


(9)

lengket (Brookset al., 2010) Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah K.

pneumoniae yang menyebabkan infeksi saluran kemih.

Enterobacter spp.

Infeksi enterobakter biasanya terjadi pada lingkungan rumah sakit, namun ada juga beberapa spesies enterobakter yang kurang berbahaya yang bisa didapatkan dari lingkungan seperti air. Sumber infeksi mikroorganisme ini bisa berasal dari endogen seperti saluran cerna, saluran kemih, dan kolonisasi di kulit. Banyak laporan mengenai penularan bakteri ini yang dapat terjadi melalui tangan perorangan, sampel darah, endoskopi, dan bahkan stetoskop (Susan, 2014). Sama seperti Enterobactericeae lainnya bakteri ini juga dapat dikultur di media agar McConkey atau EMB dan hasil dari kultur bakteri ini akan menghasilkan koloni yang memfermentasi laktosa (Brookset al., 2010).

Citrobacter spp.

Citrobacter adalah kelompok bakteri famili dari enterobactericeaeberbentuk

batang dan menghasilkan warna merah muda pada pewarnaan gram. Bakteri ini dapat ditemukan di tanah, air, dan makanan, serta saluran pencernaan manusia dan juga hewan. Penelitian menunjukkan bahwa dalamsampel urin individu yang memiliki infeksi saluran kemih 5 – 12% disebabkan oleh spesies citrobacter (Metriet al., 2013). Selain menyebabkan infeksi saluran kemih, beberapa spesies citrobacter ada yang bisa menyebabkan infeksi otak berupa abses, sepsis dan meningitis (Clara et al., 2012) dan ada juga yang menyebabkan diare seperti Citrobacter freundii (Bai et al., 2011).

Proteus spp.

Proteus adalah bakteri garam negatif berbentuk batang famili Enterobactericeae.

Infeksi mikroba ini dapat ditemukan dalam kasus infeksi saluran kemih, pneumonia, infeksi fokal, dan bisa terjadi bakteremia. Bakteri ini menimbulkan infeksi pada


(10)

manusia hanya jika Proteus keluar dari saluran cerna (Brookset al., 2010). Proteus adalah flora normal pada saluran pencernaan bersamaan dengan Klebsiella dan E.coli (Struble, 2013). Urease yang dihasilkanya menyebabkan dihidrolisisnya urea pada urin manusia menjadi ammonia sehingga pada pasien dengan infeksi saluran kemih urinnya akan basa (Brookset al., 2010). Proteus ini sebenarnya sering menyebabkan infeksi pada rumah sakit seperti pada pasien ataupun pekerja medis. Namun ada juga spesies yang sangat banyak menimbulkan infeksi di kalangan masyarakat (community-acquired) seperti Proteus mirabilis. Untuk kepentingan diagnostik, proteus bisa dibiakkan di agar MacConkey yang akan menghasilkan koloni yang bergerombol dan motil (Struble, 2013)

Escherichia coli

E. coli merupakan bakteri berbentuk batang gram negatif. Bakteri biasanya

dikultur pada media bernama Eosin Methylene Blue (EMB) dan akan menghasilkan koloni berwarna logam mengkilap (metallic sheen). Sama seperti beberapa famili

enterobacteriaceae lainnya, E.coli juga memfermentasi laktosa dan pada hasil kultur

akan mengasilkan gas dan asam (Levinson, 2008).

Mikroorganisme yang satu ini cukup sering menyebabkan infeksi baik infeksi saluran pencernaan maupun infeksi saluran kemih pada manusia. Bakteri berbentuk batang gram negatif ini memiliki beberapa subspesies, seperti enterotoxigenic E.

coli(ETEC), enteropathogenic E. coli(EPEC), enteroinvasive E. coli (EIEC), enteroaggregative E. coli(EAEC), dan diffusely adherent E. coli (Herbert, 2009). Di

Amerika Serikat yang paling sering menyebabkan diare adalah tipe enterotoxigenic

E.coli. selain dapat menyebabkan diare dan infeksi saluran kemih, ada tipe lain dari E. coli ini yang bisa menyebabkan sindrom penyakit, yaitu sindrom hemolitik-uremik

yang disebabkan oleh Shiga-toxin – producing E.coli(Rasko, et al., 2011). Sementara untuk infeksi saluran kemih, kasus ini sering ditemukan pada wanita dibandingkan pria. Hal ini dikarenakan jarak antara anus dan vagina lebih dekat sehingga


(11)

E.colidapat dengan mudah berpindah dari saluran pencernaan ke uretra wanita

dibandingkan dengan pria (Tanagho, et al., 2008).

Saat setelah lahir, E. coli langsung berkoloni di saluran pencernaan neonatus dan akan tetap tumbuh dsana untuk melakukan hubungan mutualisme dengan manusia. Bakteri ini sebenarnya adalah bakteri komensal, namun terdapat bukti bahwa jenis pathogen bakteri ini merupakan perubahan atau transformasi dari jenis komensal. Namun bukan hanya E. coli patogen saja yang dapat menyerang manusia, jenis non-patogen juga bisa menjadi non-patogen dan dapat merusak mukosa saluran pencernaan manusia (Migla et al., 2013).

2.2 Perwarnaan Gram dan Kultur Bakteri

Salah satu tindakan penting yang perlu dilakukan dalam bidang kesehatan terutama menyangkut mikroorganisme adalah melakukan identifikasi terhadap mikrooganisme yang kita temukan seperti jenis bakteri, jamur, ataupun virus. Dalam penelitian ini, peneliti mengkhususkan kepada identifikasi terhadap bakteri. Oleh karena itu hal yang akan dibahas adalah cara singkat dalam mengidentifikasi bakteri, yaitu dengan cara pewarnaan gram dan kultur bakteri.

Untuk mengetahui bakteri apa yang kita dapat dari hasil swab yang kita lakukan di suatu lokasi tertentu, tentu kita pertama melakukan teknik pewarnaan yang disebut pewarnaan gram, yang merupakan identifikasi awal terhadap bakteri sehinggal akan diketahui bakteri tersebut termasuk ke dalam golongan gram negatif atau positif. Terdapat beberapa langkah dalam melakukan pewarnaan gram, yaitu:

1. Spesimen diusapkan di kaca objek lalu dikeringkan di atas api selama beberapa detik

2. Lalu siram kaca objek dengan larutan kristal violet 3. Bilas dengan air mengalir


(12)

5. Bilas dengan air mengalir

6. Tuangkan larutan aseton (30ml) dan alkohol (70ml) selama 10 – 30 detik 7. Bilas dengan air mengalir

8. Genangi sediaan dengan basic fuchsin (safranin) selama 10 – 30 detik. 9. Bilas lagi dengan air dan keringkan

(Brookset al., 2010)

Hasil yang didapat dari pemeriksaan ini akan direpresentasikan sebagai bakteri gram negatif atau gram positif. Namun untuk beberapa jenis bakteri, hasil yang demikian belum cukup untuk mengetahui jenis bakteri yang ada di sediaan yang kita periksa tersebut. Oleh karena itu, tahap selanjutnya yang bisa dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai spesies bakteri tersebut adalah dengan cara mengulturnya di media kultur yang cocok.

Media kultur merupakan tempat menanam bakteri yang akan diidentifikasi. Media ini berupa cairan atau jel yang telah ditambahi nutrient tertentu yang diperlukan oleh bakteri yang dibuat di dalam sebuah wadah bernama piring petri. Ada bermacam-macam jenis media kultur, tapi yang paling sering digunakan adalah media agar darah, disebut juga media primer. Media ini mengandung darah domba 5%. Kebanyakan bakteri aerob dan anaerob fakultatif dapat tumbuh di agar darah ini. Kemudian yang tak kalah penting adalah agar coklat yang terbuat dari darah yang dihangatkan dengan atau tanpa tambahan suplemen. Beberapa bakteri seperti

neisseria dan haemophilus yang tidak dapat tumbuh di agar darah dapat tumbuh di

agar coklat. Selanjutnya untuk kultur bakteri usus yang berbentuk batang dan gram negatif dapat digunakan media khusus seperti agar Eosin Methylene Blue (EMB). Media ini merupakan media sekunder yang sering digunakan oleh mikrobiologis (Brookset al., 2010). Ada beberapa jenis agar lainnya yang bisa digunakan untuk identifikasi mikroba namun beberapa media diatas adalah yang biasa digunakan dalam laboratorium mikrobiologi.


(13)

Adapun cara untuk mengultur bakteri adalah pertama menyediakan peralatan terlebih dahulu berupa sengkelit (ose), api Bunsen, media kultur, serta spesimen yang akan diperiksa. Cara selanjutnya adalah dengan mensterilkan sengkelit di api Bunsen. Kemudian ambil spesimen menggunakan sengkelit dengan cara mengusap. Lalu buat beberapa goresan di media kultur dan kemudian disimpan untuk dilihat kemudian pertumbuhan koloni yang terjadi (Stuart, 2013). Beberapa bakteri menunjukkan koloni yang unik seperti E. coli akan menghasilkan warna logam mengkilat (metallic sheen) jika dikultur di media EMB. Contoh lainnya

Streptococcus β-hemolyticus akan menghemolisis sempurna darah pada media agar

darah, dan lain sebagainya (Brookset al., 2010).

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 2.2.1 : (a) agar MacConkey, (b) agar EMB, (c) Mannitol Salt agar, (d) S.

pyogenes pada agar darah, (d) Koloni E. coli pada EMB (Sumber: Virtual Interactive Bacteriology Laboratory, Michigan State University)


(14)

2.3Uji Sensitivitas Antibiotik

Uji sensitivitas bakteri terhadap antibiotik sangat diperlukan dalam bidang kedokteran. Bakteri yang resisten biasanya mempunyai genetik yang berbeda sehingga bakteri tersebut tahan terhadap kerja dari zat kimia yang terdapat pada antibiotik tertentu. Resistensi bakteri terhadap antibiotik bisa terjadi karena ketidakpatuhan pasien mengonsumsi obat yang diberikan dokter, sehingga hanya sebagian bakteri yang mati dan sebagian lain tetap hidup dan berusaha untuk mengubah strukturnya baik itu dinding selnya maupun gennya sehingga bakteri tersebut menjadi tahan atau resisten terhadap antibiotik yang tadi dipakai untuk terapi (WebMD, 2012). Terdapat beberapa macam cara yang dapat digunakan untuk menguji sensitivitas bakteri terhadap antibiotik, yaitu broth dilution test,

antimicrobial gradient method, dan disc diffusion test.(James dan Marry, 2009) Broth dilution test

Broth dilutin test atau tes dilusi cair menggunakan media tabung yang berisi larutan antibiotik yang telah diencerkan sebanyak dua kali dan kemudian ditambahkan bakteri yang akan diuji. Jumlah koloni bakteri yang ditambahkan adalah sebanyak 1 – 5 x 105CFU (colony forming unit)/mL. Setelah dilakukan pencampuran, tabung disimpan dalam suhu 35oC selama satu malam. Tahap selanjutnya adalah melihat apakah ada pertumbuhan bakteri di tabung tersebut. Jika tidak ditemukan pertumbuhan bakteri dengan konsentrasi antibiotik terendah yang diberikan, maka disebut dengan konsentrasi hambat minimum (KHM) atau minimum inhibitory concentration (MIC) (James dan Marry, 2009).

Antimicrobial gradient method

Metode ini menggunakan strip tes plastik yang tipis dengan bagian bawahnya diberikan antibiotik yang akan diuji. Di bagian atas strip tes terdapat skala konsentrasi. Strip tes yang digunakan bisa sebanyak lima atau enam strip tes.


(15)

Kemudian strip tes ini diletakkan secara radial dan merata tersebar di seluruh media agar yang telah ditambahkan mikroba yang akan di uji sensitivitasnya sama seperti cara difusi disk (disc diffusion method)

(James dan Marry, 2009).

Gambar 2.3.1. Contoh antimicrobial

gradient diffusion test. (Sumber: James

dan Marry, 2009)

Disc diffusion test (Kirby-Bauer Disc Diffusion Test)

Tes ini disebut juga dengan Kirby-Bauer disc diffusion test karena mereka menetepkan standarisasi dalam penentuan sensitivitas antibiotik terhadap mikroba tertentu. Sebenarnya cara ini telah dilakukan pada awal tahun 1950-an di beberapa laboratoium mikrobiologi di America Serikat. Tiap-tiap laboratorium di sana menetapkan kebutuhannya masing-masing seperti menggunakan media yang berbeda-beda, konsentrasi dan lama inkubasi yang berbeda sehingga banyak peneliti menemukan hasil yang berbeda-beda dan hal ini menimbulkan kebingungan dan keraguan akan hasil yang didapat. Oleh karena itu lah Kirby dan teman koleganya A.W. Bauer melihat kembali data-data sensitivitas yang telah dilakukan dan menetapkan standar prosdeur yang tetap untuk uji sensitivitas ini di setujui oleh WHO sehingga akhirnya uji sensitivitas ini disebut juga dengan Kirby-Bauer Disc

Diffusion Test (Jan, 2013).

Dalam uji sensitivitas ini, sama hampir sama seperti antimicrobial gradient test. Media yang digunakan adalah piring petri yang berisi agar Mueller-Hinton (MHA). Pada agar ini disebarkan larutan yang mengandung bakteri dengan konstentrasi tertentu lalu diletakkan antibiotik yang akan diuji ke dalam agar MHA. MHA kemudian disimpan dengan suhu antara 35 – 37oC dan pembacaan hasil dapat


(16)

dilakukan setelah 18 – 24 jam penyimpanan. Khusus untuk MRSA tidak diperbolehkan penyimpanan dilakukan pada

suhu diatas 35oC (Jan, 2013)

Gambar 2.3.2. Contoh disc diffusion test menggunakan agar Mueller-Hinton. (Sumber: James dan Marry, 2009)

2.4Kebiasaan Mencuci Tangan

Mencuci tangan adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan untuk agar kita terhindar dari debu kotoran dan kuman yang menempel dan mungkin dapat menyebabkan infeksi pada seseorang. Mencuci tangan merupakan cara yang sederhana dan paling mudah untuk mencegah penyebaran infeksi dan penyakit di beberapa tempat mulai dari rumah, tempat kerja, pelayanan kesehatan anak-anak, dan rumah sakit. Namun tidak setiap saat kita harus mencuci tangan. Ada saat-saat tertentu dimana kita dianjurkan untuk mencuci tangan, yaitu :

1. Sebelum, selama, dan sesudah menyiapkan makanan. 2. Sebelum makan

3. Sebelum dan setelah mengunjungi atau merawat orang sakit 4. Sebelum dan sesudah mengobati luka

5. Setelah menggunakan toilet

6. Setelah mengganti popok bayi, atau membersihkan bayi yang baru saja menggunakan toilet

7. Setelah batuk dan bersin

8. Setelah menyentuh hewan, hewan peliharaan, atau kotoran hewan 9. Setelah menyentuh/memegang sampah


(17)

Mencuci tangan bisa menggunakan air saja atau bisa juga dengan menggunakan sabun. Namun mencuci tangan dengan menggunakan sabun sangat dianjurkan karena dengan mencuci tangan pakai sabun, dapat mencegah penyakit seperti diare dan penyakit saluran pernafasan akut pada jutaan anak-anak di negara berkembang (Global Handwasing Day, 2013). Lebih spesifik lagi sebanyak 2,2 juta anak-anak dibawah 5 tahun meninggal karena penyakit diare dan pneumonia setiap tahunnnya. Dan dengan mencuci tangan pakai sabun akan melindungi 1 dari 3 anak untukmengidap diare dan 1 dari 6 anak untuk penyakit pneumonia (CDC, 2013).

Untuk memudahkan cara mencuci tangan. WHO (World Health Organization) telah membuat langkah-langkah praktis dalam mencuci tangan. Dalam langkah ini ada 6 cara utama yang bisa kita lakukan dalam hal menggosok tangan dengan benar. Berikut adalah caranya.


(1)

5. Bilas dengan air mengalir

6. Tuangkan larutan aseton (30ml) dan alkohol (70ml) selama 10 – 30 detik 7. Bilas dengan air mengalir

8. Genangi sediaan dengan basic fuchsin (safranin) selama 10 – 30 detik. 9. Bilas lagi dengan air dan keringkan

(Brookset al., 2010)

Hasil yang didapat dari pemeriksaan ini akan direpresentasikan sebagai bakteri gram negatif atau gram positif. Namun untuk beberapa jenis bakteri, hasil yang demikian belum cukup untuk mengetahui jenis bakteri yang ada di sediaan yang kita periksa tersebut. Oleh karena itu, tahap selanjutnya yang bisa dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai spesies bakteri tersebut adalah dengan cara mengulturnya di media kultur yang cocok.

Media kultur merupakan tempat menanam bakteri yang akan diidentifikasi. Media ini berupa cairan atau jel yang telah ditambahi nutrient tertentu yang diperlukan oleh bakteri yang dibuat di dalam sebuah wadah bernama piring petri. Ada bermacam-macam jenis media kultur, tapi yang paling sering digunakan adalah media agar darah, disebut juga media primer. Media ini mengandung darah domba 5%. Kebanyakan bakteri aerob dan anaerob fakultatif dapat tumbuh di agar darah ini. Kemudian yang tak kalah penting adalah agar coklat yang terbuat dari darah yang dihangatkan dengan atau tanpa tambahan suplemen. Beberapa bakteri seperti

neisseria dan haemophilus yang tidak dapat tumbuh di agar darah dapat tumbuh di

agar coklat. Selanjutnya untuk kultur bakteri usus yang berbentuk batang dan gram negatif dapat digunakan media khusus seperti agar Eosin Methylene Blue (EMB). Media ini merupakan media sekunder yang sering digunakan oleh mikrobiologis (Brookset al., 2010). Ada beberapa jenis agar lainnya yang bisa digunakan untuk identifikasi mikroba namun beberapa media diatas adalah yang biasa digunakan dalam laboratorium mikrobiologi.


(2)

Adapun cara untuk mengultur bakteri adalah pertama menyediakan peralatan terlebih dahulu berupa sengkelit (ose), api Bunsen, media kultur, serta spesimen yang akan diperiksa. Cara selanjutnya adalah dengan mensterilkan sengkelit di api Bunsen. Kemudian ambil spesimen menggunakan sengkelit dengan cara mengusap. Lalu buat beberapa goresan di media kultur dan kemudian disimpan untuk dilihat kemudian pertumbuhan koloni yang terjadi (Stuart, 2013). Beberapa bakteri menunjukkan koloni yang unik seperti E. coli akan menghasilkan warna logam mengkilat (metallic sheen) jika dikultur di media EMB. Contoh lainnya Streptococcus β-hemolyticus akan menghemolisis sempurna darah pada media agar

darah, dan lain sebagainya (Brookset al., 2010).

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 2.2.1 : (a) agar MacConkey, (b) agar EMB, (c) Mannitol Salt agar, (d) S.

pyogenes pada agar darah, (d) Koloni E. coli pada EMB (Sumber: Virtual Interactive Bacteriology Laboratory, Michigan State University)


(3)

2.3Uji Sensitivitas Antibiotik

Uji sensitivitas bakteri terhadap antibiotik sangat diperlukan dalam bidang kedokteran. Bakteri yang resisten biasanya mempunyai genetik yang berbeda sehingga bakteri tersebut tahan terhadap kerja dari zat kimia yang terdapat pada antibiotik tertentu. Resistensi bakteri terhadap antibiotik bisa terjadi karena ketidakpatuhan pasien mengonsumsi obat yang diberikan dokter, sehingga hanya sebagian bakteri yang mati dan sebagian lain tetap hidup dan berusaha untuk mengubah strukturnya baik itu dinding selnya maupun gennya sehingga bakteri tersebut menjadi tahan atau resisten terhadap antibiotik yang tadi dipakai untuk terapi (WebMD, 2012). Terdapat beberapa macam cara yang dapat digunakan untuk menguji sensitivitas bakteri terhadap antibiotik, yaitu broth dilution test,

antimicrobial gradient method, dan disc diffusion test.(James dan Marry, 2009) Broth dilution test

Broth dilutin test atau tes dilusi cair menggunakan media tabung yang berisi larutan antibiotik yang telah diencerkan sebanyak dua kali dan kemudian ditambahkan bakteri yang akan diuji. Jumlah koloni bakteri yang ditambahkan adalah sebanyak 1 – 5 x 105CFU (colony forming unit)/mL. Setelah dilakukan pencampuran, tabung disimpan dalam suhu 35oC selama satu malam. Tahap selanjutnya adalah melihat apakah ada pertumbuhan bakteri di tabung tersebut. Jika tidak ditemukan pertumbuhan bakteri dengan konsentrasi antibiotik terendah yang diberikan, maka disebut dengan konsentrasi hambat minimum (KHM) atau minimum inhibitory concentration (MIC) (James dan Marry, 2009).

Antimicrobial gradient method

Metode ini menggunakan strip tes plastik yang tipis dengan bagian bawahnya diberikan antibiotik yang akan diuji. Di bagian atas strip tes terdapat skala konsentrasi. Strip tes yang digunakan bisa sebanyak lima atau enam strip tes.


(4)

Kemudian strip tes ini diletakkan secara radial dan merata tersebar di seluruh media agar yang telah ditambahkan mikroba yang akan di uji sensitivitasnya sama seperti cara difusi disk (disc diffusion method)

(James dan Marry, 2009).

Gambar 2.3.1. Contoh antimicrobial

gradient diffusion test. (Sumber: James

dan Marry, 2009)

Disc diffusion test (Kirby-Bauer Disc Diffusion Test)

Tes ini disebut juga dengan Kirby-Bauer disc diffusion test karena mereka menetepkan standarisasi dalam penentuan sensitivitas antibiotik terhadap mikroba tertentu. Sebenarnya cara ini telah dilakukan pada awal tahun 1950-an di beberapa laboratoium mikrobiologi di America Serikat. Tiap-tiap laboratorium di sana menetapkan kebutuhannya masing-masing seperti menggunakan media yang berbeda-beda, konsentrasi dan lama inkubasi yang berbeda sehingga banyak peneliti menemukan hasil yang berbeda-beda dan hal ini menimbulkan kebingungan dan keraguan akan hasil yang didapat. Oleh karena itu lah Kirby dan teman koleganya A.W. Bauer melihat kembali data-data sensitivitas yang telah dilakukan dan menetapkan standar prosdeur yang tetap untuk uji sensitivitas ini di setujui oleh WHO sehingga akhirnya uji sensitivitas ini disebut juga dengan Kirby-Bauer Disc

Diffusion Test (Jan, 2013).

Dalam uji sensitivitas ini, sama hampir sama seperti antimicrobial gradient test. Media yang digunakan adalah piring petri yang berisi agar Mueller-Hinton (MHA). Pada agar ini disebarkan larutan yang mengandung bakteri dengan konstentrasi tertentu lalu diletakkan antibiotik yang akan diuji ke dalam agar MHA. MHA kemudian disimpan dengan suhu antara 35 – 37oC dan pembacaan hasil dapat


(5)

dilakukan setelah 18 – 24 jam penyimpanan. Khusus untuk MRSA tidak diperbolehkan penyimpanan dilakukan pada

suhu diatas 35oC (Jan, 2013)

Gambar 2.3.2. Contoh disc diffusion test menggunakan agar Mueller-Hinton. (Sumber: James dan Marry, 2009)

2.4Kebiasaan Mencuci Tangan

Mencuci tangan adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan untuk agar kita terhindar dari debu kotoran dan kuman yang menempel dan mungkin dapat menyebabkan infeksi pada seseorang. Mencuci tangan merupakan cara yang sederhana dan paling mudah untuk mencegah penyebaran infeksi dan penyakit di beberapa tempat mulai dari rumah, tempat kerja, pelayanan kesehatan anak-anak, dan rumah sakit. Namun tidak setiap saat kita harus mencuci tangan. Ada saat-saat tertentu dimana kita dianjurkan untuk mencuci tangan, yaitu :

1. Sebelum, selama, dan sesudah menyiapkan makanan. 2. Sebelum makan

3. Sebelum dan setelah mengunjungi atau merawat orang sakit 4. Sebelum dan sesudah mengobati luka

5. Setelah menggunakan toilet

6. Setelah mengganti popok bayi, atau membersihkan bayi yang baru saja menggunakan toilet

7. Setelah batuk dan bersin

8. Setelah menyentuh hewan, hewan peliharaan, atau kotoran hewan 9. Setelah menyentuh/memegang sampah


(6)

Mencuci tangan bisa menggunakan air saja atau bisa juga dengan menggunakan sabun. Namun mencuci tangan dengan menggunakan sabun sangat dianjurkan karena dengan mencuci tangan pakai sabun, dapat mencegah penyakit seperti diare dan penyakit saluran pernafasan akut pada jutaan anak-anak di negara berkembang (Global Handwasing Day, 2013). Lebih spesifik lagi sebanyak 2,2 juta anak-anak dibawah 5 tahun meninggal karena penyakit diare dan pneumonia setiap tahunnnya. Dan dengan mencuci tangan pakai sabun akan melindungi 1 dari 3 anak untukmengidap diare dan 1 dari 6 anak untuk penyakit pneumonia (CDC, 2013).

Untuk memudahkan cara mencuci tangan. WHO (World Health Organization) telah membuat langkah-langkah praktis dalam mencuci tangan. Dalam langkah ini ada 6 cara utama yang bisa kita lakukan dalam hal menggosok tangan dengan benar. Berikut adalah caranya.