30 SIFAT FISIS DAN MEKANIS PUPUK BIOKOMPOSIT LIMBAH KOTORAN SAPI DENGAN PEREKAT MOLASSES SKRIPSI Diajuakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

SIFAT FISIS DAN MEKANIS PUPUK BIOKOMPOSIT LIMBAH KOTORAN SAPI DENGAN PEREKAT MOLASSES SKRIPSI

Diajuakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Oleh : DIPOSENO NIM. I 1405003 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

LOGBOOK TIGAS AKHIR SIFAT FISIS DAN MEKANIS PUPUK BIOKOMPOSIT LIMBAH KOTORAN SAPI DENGAN PEREKAT MOLASSES /H27.8.1.4/DT/2009

Oleh : DIPOSENO NIM. I 1405003 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 SIFAT FISIS DAN MEKANIS PUPUK BIOKOMPOSIT LIMBAH KOTORAN SAPI DENGAN PEREKAT MOLASSES

Disusun oleh:

Diposeno NIM. I1405003

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Kuncoro Diharjo, S.T., M.T. Zainal Arifin, S.T., M.T. NIP. 197101031997021001

NIP.197303082000031001

Telah dipertahankan di hadapan Tim Dosen Penguji pada hari jumat tanggal 9 Juli 2010

1. Bambang Kusharjanta, S.T., M.T. NIP. 196911161997021001.

...............................

2. Heru Sukanto, S.T., M.,T. NIP. 197207311997021001.

...............................

3. Wahyu Purwo Raharjo, S.T., M.T. NIP. 197202292000121001.

...............................

Ketua Jurusan Teknik Koordinator Tugas Mesin

Akhir

Dody Ariawan, S.T., M.T. Wahyu Purwo Raharjo, S.T., M.T. NIP. 197308041999031003

NIP. 197202292000121001.

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak.............................................................................................................. vi

Puja dan puji syukur atas kehadiran Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Sifat Fisis Dan Mekanis Pupuk Biokomposit

Limbah Kotoran Sapi Dengan Perekat Molasses”.

Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari bahwa penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, arahan, serta dorongan dan waktu yang diluangkan oleh berbagai pihak. Dengan ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Kuncoro Diharjo, S.T.,M.T. Selaku Dosen Pembimbing I tugas akhir.

2. Bapak Zainal Arifin, S.T.,M.T. Selaku Dosen Pembimbing II tugas akhir.

3. Bambang Kusharjanta, S.T.,M.T., Bapak Heru Sukanto, S.T.,M.T., Bapak Wahyo Purwo. R, S.T.,M.T., Selaku Dosen Penguji tugas akhir.

4. Maruto, S.T. Selaku Laborat Laboraturium Material Jurusan Teknik Mesin UNS.

5. Bapak, Ibu, serta kakak dan adik tercinta.

6. Teman-teman Teknik Mesin UNS khususnya angkatan 2005, 2004, 2006 dan 2007.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih banyak kekurangan dan kesalahan serta masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dapat menjadi masukan yang berguna bagi penulis. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Terima kasih.

Surakata, Juli 2010

Penulis

SIFAT FISIS DAN MEKANIS PUPUK BIOKOMPOSIT LIMBAH KOTORAN SAPI DENGAN PEREKAT MOLASSES

DIPOSENO Teknik Mesin, Universitas Sebelas Maret e-mail: [email protected] INTISARI

Pondok pesantren Abdurrahman bin Auf memiliki peternakan sapi yang cukup besar. Dengan memiliki 100 ekor sapi, dalam 1 hari peternakan ini mampu menghasilkan 23,6 kg kotoran sapi kering dan 9,1 kg kotoran sapi basah. Limbah kotoran sapi tersebut sangat berpotensi untuk direkayasa menjadi pupuk komersial. Tujuan penelitian ini adalah menyelidiki sifat fisis dan mekanis pupuk organik yang bernama pupuk biokomposit.

Proses pencampuran kotoran sapi dengan molasses, mengunakan metode spray up pada tabung tertutup. Pembuatan pupuk biokomposit dilakukan dengan metode cetak tekan hidrolis. Variabel penelitian terdiri dari variasi kandungan molasses (20%, 30%, 40%, 50%) (wk/wm) dan variasi kompaksi (50, 150, 250, 350) (kPa). Pengujian yang dilakukan Proses pencampuran kotoran sapi dengan molasses, mengunakan metode spray up pada tabung tertutup. Pembuatan pupuk biokomposit dilakukan dengan metode cetak tekan hidrolis. Variabel penelitian terdiri dari variasi kandungan molasses (20%, 30%, 40%, 50%) (wk/wm) dan variasi kompaksi (50, 150, 250, 350) (kPa). Pengujian yang dilakukan

Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin besar kandungan molasses akan semakin besar kekuatan tekan, ketahanan impak dan nilai densitas pada sampel. Namun, semakin besar kandungan molasses semakin sulit sampel tersebut untuk dapat hancur dalam air. Kandungan molasses terdapat pada kandungan 50% molasses. Pada variasi tersebut memiliki kekuatan tekan 5.380 Pa, nilai ketahanan impak 158,93, nilai densitas 1.070,68 kg/m³ dan waktu hancur dalam air 197,80 detik. Variasi kompaksi terbaik terdapat pada kompaksi 150 kPa. Pada variasi ini memiliki nilai kekuatan tekan sebesar 4.370 Pa, nilai ketahanan impak 80,12, nilai densitas 1.064,11 kg/m³ dan waktu hancur dalam air 180,4 detik. Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa sampel yang memiliki performance terbaik terjadi pada kompaksi 150 kPa dan kandungan molasses 50%.

Kata Kunci: biokomposit, kotoran sapi, molasses, kekuatan tekan, ketahanan impak.

PHYSICAL AND MECHANICAL PROPERTIES OF BIOCOMPOSITE FERTILIZER FROM COW FAECES WITH MOLASSES ADHESIVE

DIPOSENO Mechanical Engineering, Sebelas Maret University e-mail: [email protected] ABSTRACT

The Pesantren of Aburrahman bin Auf has a large cattle ranch. It has 100 cows. Everyday they are able to produce dry and wet faeces 23,6 kg and 9,1 kg respactively. The faeces is potential to be processed into commercial fertilizer. The purpose of this research is to investigate the physical and mechanical properties of organic fertilizer named biocomposites fertilizer.

The process of mixing faeces with molasses used spray-up method in the tube closed. Manufacture of biocomposites fertilizer is made with a hydraulic press mold method. The variable of the research consisted of variations of molasses content (20%, 30%, 40%, 50%) (wk/wm), for The process of mixing faeces with molasses used spray-up method in the tube closed. Manufacture of biocomposites fertilizer is made with a hydraulic press mold method. The variable of the research consisted of variations of molasses content (20%, 30%, 40%, 50%) (wk/wm), for

The result shows that molasses content increases with the compressive strength, impact resistance and its density value. However, the greater the molasses content, samples that more difficult to destroy in the water The best performance of the sample occurs on 50% of molasses content. For 50% of molasses content and 250 kPa at compaction, the sample has 5.380 Pa of compresive strength, 158,93 point of impack resistance, 1.070,68 kg/m³ of density, and 197,80 second of destroy time in water. For variation of compaction, the sample has the best performance on 150 kPa. For 150 kPa of compaction and 50% molasses content, the sample has 4.370 Pa of compresive strength, 80,12 point of impack resistance, 1.064,11 kg/m³ of density, and 180,40 second of destroy time in water. According to the result, it can be conclude that the best performance sample occurs on 150 kPa of compaction and 50% of molasses content.

Keywords: biocomposite, cow manure, molasses, compresive strength, impack resistance.

Assalamualaikum Wr. Wb. saya mengucapkan terimakasih kepada para dosen-dosen yang telah hadir, dosen pembimbing pertama saya dan kedua (........, .......), maupun dosen penguji saya(........., ........) dan menyediakan waktu untuk menghadiri sidang pendadaran saya. Sebelum masuk pada materi persentasi sidang pendadaran ijinkan saya untuk memperkenalkan diri : Nama

: Diposeno

Nomor Induk Mahasiswa

: I1405003

Program Studi

: Sarjana Teknik

Jurusan

: Teknik Mesin

Angkatan

Judul dari materi tugas akhir saya adalah Sifat Fisis Dan Mekanis Pupuk

Biokomposit Limbah Kotoran Sapi Dengan Perekat Molasses”.

MATERI ......

Atas segala perhatianya saya ucapkan terimakasih.

Assalamualaikum Wr. Wb.

Asalamualikum Wr. Wb

I would like to thank for the lecturers who have attended my final projek persentasion Before entering the final project persentasion

i want to introduce about myself my name is diposeno Main Number Students is i1405003 My study program is non reguler mechanical engineering

ok we can start entering the persentasion of material now The title of my final project is PHYSICAL AND MECHANICAL

PROPERTIES OF BIOKOMPOSIT FERTILIZER FROM COW MANURE WITH AN ADHESIVE MOLASSES

Going forward, I will use Indonesian to explain this persentasion

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pengunaan pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan semakin berkembang. Dahulu limbah kotoran ternak merupakan salah satu masalah yang berdampak sistemik bagi lingkungan di sekitar area peternakan. Dewasa ini kotoran sapi mulai dikembangkan ke arah energi alternatif dan pemanfaatan pupuk organik. Karena kurangnya pengetahuaan para petani akan pedayagunaan Pengunaan pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan semakin berkembang. Dahulu limbah kotoran ternak merupakan salah satu masalah yang berdampak sistemik bagi lingkungan di sekitar area peternakan. Dewasa ini kotoran sapi mulai dikembangkan ke arah energi alternatif dan pemanfaatan pupuk organik. Karena kurangnya pengetahuaan para petani akan pedayagunaan

Berdasarkan peninjauan di lapangan, Pondok Pesantren Abdurrahman bin Auf yang berada di Klaten (Jawa Tengah) memiliki luas lahan kurang lebih mencapai lima hektar. Pondok Pesantren Abdurahman bin Auf memiliki beberapa unit usaha, diantaranya peternakan ayam, peternakan bebek, peternakan angsa, peternakan kambing dan peternakan sapi perah. Pondok Pesantren memiliki santri sebanyak 120 orang dan 30% diantaranya aktif dalam bidang swadaya peternakan tersebut. Dengan jumlah sapi mencapai 100 ekor, volume kotoran yang dapat dimanfaatkan juga sangat besar. Seekor sapi mampu menghasilkan kotoran padat dan cair sekitar 23,6 kg/hari dan 9,1 kg/hari (undang 2002). Jika Pondok Pesantren tersebut memiliki 100 ekor sapi dengan rata-rata kotoran yang dihasilkan adalah 2.360 kg/hari untuk kotoran sapi berwujud padat dan 910 kg/hari untuk kotoran sapi berwujud cair. Sebagian besar kotoran basah sapi dimanfaatkan untuk kepentingan biogas dan pupuk kandang berwujud cair. Namun, beberapa masalah juga timbul dari kotoran sapi pasca biogas yang dinilai cukup potensial jika diteliti lebih lanjut. Peneliti sebelumnya (Mahasiswa Pertanian UMY) menyatakan bahwa kotoran sapi sisa biogas jauh lebih baik dari pada kotoran sapi baru. Gas metan yang terkandung di dalam kotoran sapi tersebut sangat tidak dibutuhkan oleh tanaman pertanian.

Gambar 1.1. Peternakan sapi milik Pondok Pesantren Abdurrahman bin Auf

Beberapa penelitian tentang limbah ternak kotoran sapi semakin banyak mendatangkan manfaat. Selain untuk keperluan biogas, kotoran sapi ini dapat mendatangkan manfaat lain seperti dijadikan pupuk organik untuk keperluan pertanian. Pupuk organik bisa berasal dari kotoran hewan ternak (pupuk kandang) dan bisa pula dari pembusukan dedaunan. Untuk pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan, material penyusun utamanya adalah kotoran sapi dan kambing. Namun, selain mudah didapat dalam aplikasinya kotoran sapi lebih banyak digunakan sebagai bahan dasar pupuk kompos organik. Seiring dengan perkembangan teknologi pupuk organik, banyak berbagai macam bentuk pupuk organik diantaranya adalah:

1. Pupuk Organik Granul (berbentuk bulatan dengan demensi tertentu) Pupuk dalam bentuk granul mempunyai keunggulan baik pada proses handling di lapangan (penyebaran) dan proses packing yang cukup baik. Namun, pupuk granul ini memiliki kelemahan pada proses pembuatan yang cukup panjang. Selain itu, pupuk dalam bentuk granul tidak mudah hancur dalam air dan memiliki harga yang cukup mahal.

2. Pupuk Organik Bokhasi (berbentuk box/trapesium dengan dimensi sesuai kebutuhan) pupuk ini sangat mudah dibuat namun dengan mencampurkan kotoran sapi dengan beberapa bahan pendukung seperti, jerami, molasses, air daun dan lain sebagainya. Kelemahan pupuk organik bokhasi adalah bentuk kurang baik dan proses packing yang sulit.

3. Pupuk Organik Curah (serbuk/powder) Proses pembuatan pupuk curah yang cukup mudah karena mirip dengan proses pembuatan pupuk bokhasi yang dilanjutkan dengan proses penghancuran (crushing). Pupuk dalam bentuk serbuk memiliki kelemahan pada proses handling di lapangan yang cukup sulit, karena ukuran partikel serbuk yang terlalu kecil dan ringan.

4. Pupuk Organik Cair (berbentuk cair berasal dari urin sapi dan zat lainya)

Pupuk dalam bentuk ini sangat baik jika dilihat dari proses hancurnya. Namun kelemahan dari pupuk berbentuk cair adalah kadungan nutrisi yang ada dalam pupuk ini tidak sebanding dengan pupuk organik yang berasal dari kotoran sapi padat.

5. Pupuk Organik Pelet (berbentuk silinder dan berdimensi sesuai kebutuhan) Bentuk pelet merupakan bentuk baru yang sedang dikembangkan

Sebelumnya beberapa peneliti berusaha menemukan komposisi pupuk organik yang tepat dan bentuk efisien. Namun, dari berbagai bentuk dan faktor- faktor yang ada untuk pupuk organik, penulis menjadikanya sebagai landasan teori dalam melakukan penelitian ini. Peneliti berusaha untuk menggabungkan unsur-unsur keunggulan berbagai macam bentuk pupuk organik, dan meciptakan suatu pupuk organik baru agar dapat meminimalisir segala kekurangan. Dari kotoran sapi yang ada di Pondok Pesantren Abdurrahman bin Auf peneliti akan membuat suatu optimalisasi bentuk pupuk organik baru. Analogi pupuk harus mudah dalam proses pembuatan, baik pada proses handling di lapangan (penyebaran), tidak mudah hancur pada saat proses packing dan mudah hancur dalam air.

1.2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Besar kecilnya kandungan molasses pada pupuk biokomposit sangat mempengaruhi seberapa kuatnya pupuk tersebut terhadap kekuatan tekan, ketahanan impak dan nilai tingkat kepadatan. Karena molasses memiliki daya rekat dan mampu bentuk yang baik dalam proses pembuatan pupuk biokomposit.

2. Gaya kompaksi yang semakin besar akan mempengaruhi kekuatan tekan, ketahanan impak, dan nilai kepadatan. Karena gaya kompaksi berdampak terhadap semakin kuatnya ikatan antar partikel material penyusun pada pupuk biokomposit.

3. Kemampuan pupuk organik hancur di dalam air dipengaruhi oleh besar kecilnya kandungan perekat molasses dan besarnya kompaksi pada pupuk biokomposit.

1.3. Batasan Masalah

Untuk menentukan arah penelitian yang baik, ditentukan batasan masalah sebagai berikut:

a. Pengambilan bahan material kotoran sapi sudah melewati tahap pengomposan mengunakan bakteri STARBIO®.

b. Distribusi partikel limbah kotoran sapi diasumsikan homogen pada komposisi strukturnya.

c. Selama proses pembuatan sampel pupuk biokomposit dengan cara cetak tekan hidrolis dan kompaksi distribusi gaya tekan yang mengenai permukaan bidang kontak diasumsikan merata.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui pengaruh kandungan persentase molasses pada sampel pupuk biokomposit dengan variasi Wpb (Fraksi berat pupuk biokomposit); persentase 50%; 40%; 30%; 20%, (wk/wm), terhadap kekuatan tekan, ketahanan impak, densitas dan kecepatan hancur dalam air.

2. Mengetahui pengaruh gaya kompaksi pada sampel pupuk biokomposit pada variasi kompaksi; 50, 150, 250, 350 (kPa), terhadap kekuatan tekan, ketahanan impak, densitas dan kecepatan hancur dalam air.

3. Menganalisa foto makro sampel pupuk biokomposit setalah mengalami uji tekan dan ketahanan impak.

1.5. Manfaat Penelitian

· Manfaat bagi Mahasiswa: Dapat memahami proses pembuatan, mengetahui fungsi dan menemukan bentuk baru untuk pupuk organik yang berasal dari

kotoran sapi.

· Manfaat bagi Perguruan Tinggi: Meyakinkan kepada masyarakat/industri akan kemampuan dalam pengembangan teknologi, khususnya teknologi

pupuk organik dibidang pertanian. · Manfaat bagi Pemerintah: Mengurangi akan keberadaan pupuk tanaman

nasional bersubsidi yang membebani negara dengan adanya pupuk organik yang dikembangkan secara swadaya masyarakat.

· Manfaat dari aspek ekonomi: Harga pupuk organik komersil lebih murah dan dapat dikembangkan secara mandiri.

· Manfaat bagi tanah/tanaman pertanian: Meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur, dan menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman

BAB II DASAR TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Undang (2002) dalam penelitianya seekor sapi mampu menghasilkan Undang (2002) dalam penelitianya seekor sapi mampu menghasilkan

a) Bila tanah mengandung cukup udara dan air, penguraian bahan organik berlangsung cepat sehingga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman,

b) Penguraian bahan segar hanya sedikit sekali memasok humus dan unsur hara ke dalam tanah,

c) Struktur bahan organik segar sangat kasar dan dayanya terhadap air kecil, sehingga bila langsung dibenamkan akan mengakibatkan tanah menjadi sangat remah,

d) Kotoran sapi tidak selalu tersedia pada saat diperlukan, sehingga pembuatan kompos merupakan cara penyimpanan bahan organik sebelum digunakan sebagai pupuk.

Dalam penelitian ini digunakan kotoran sapi sisa hasil biogas. Pada kotoran ini tidak berbau lagi dikarenakan sudah diberikan bakteri pengurai seperti STARBIO®, buatan dari PT. Lembah Hijau Multifarm Solo. Serbuk pengurai limbah organik (tinja, lemak, rambut, sampah makanan dan lain-lain) yang apabila terkena air berubah menjadi miliaran mikroba yang memangsa kotoran organik dalam septic tank anda serta memangsa bakteri yang mengeluarkan bau tidak sedap. STARBIO® merupakan produk terbaru teknologi canggih yang akan membantu kita mengatasi masalah kotoran ternak, septic tank /saluran limbah dengan cara baru. STARBIO® merupakan mikroba /bakteri yang berfungsi menguraikan limbah menjadi bahan asal alami yang tidak berbau. Dalam septic tank, STARBIO® bekerja memangsa endapan isi septic tank yang sudah menahun dan menguraikannya menjadi bahan alami, kembali ke tanah, tanpa bau, beracun, ramah lingkungan, Taufiq (2008).

Widyawati (2006) menyatakan bahwa fungsi molasses bagi pupuk kompos adalah dapat menghambat kandungan gas metan (CH4) yang terkandung di dalam kotoran hewan ternak. Kadar metan dalam kotoran hewan merupakan unsur yang Widyawati (2006) menyatakan bahwa fungsi molasses bagi pupuk kompos adalah dapat menghambat kandungan gas metan (CH4) yang terkandung di dalam kotoran hewan ternak. Kadar metan dalam kotoran hewan merupakan unsur yang

Widyawati (2006) menyatakan bahwa pupuk berbahan dasar organik dewasa ini memang sangat digemari oleh para petani dari pada pupuk kimia lainya. Selain murah, pupuk berbahan dasar organik tidak memiliki dampak yang membahayakan bagi tanaman dan dapat menjaga bahan organik dalam tanah. Karena bahan organik tanah menjadi salah satu indikator kesehatan bagi tanah dan memiliki beberapa peranan kunci bagi kesuburan tanah. Peranan-peranan kunci bahan organik tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:

1) Fungsi Biologi: menyediakan makanan dan tempat hidup (habitat) untuk organisme (termasuk mikroba) tanah menyediakan energi untuk proses- proses biologi tanah dan memberikan kontribusi pada daya pulih (resiliansi) tanah.

2) Fungsi Kimia: merupakan ukuran kapasitas retensi hara tanah penting untuk daya pulih tanah akibat perubahan PH tanah dan menyimpan cadangan hara penting, khususnya N dan K.

3) Fungsi Fisika: mengikat partikel-partikel tanah menjadi lebih remah untuk meningkatkan stabilitas struktur tanah dan meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air perubahahan moderate terhadap suhu tanah.

Iwan (2002) meneliti akan kandungan nitrogen (N), phospor (P) dan kalium (K) dalam kotoran sapi potong tertera pada Tabel 1.1. Hasil analisis laboratorium Lokal Penelitian Sapi Potong dan BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Jawa Timur terhadap kompos organik (hi-grade) produksi Lokal Penelitian Sapi Potong.

Tabel. 1.1. Kandungan unsur kimia dalam suatu kotoran sapi (Iwan, 2002)

Kotoran sapi tidak serta merta langsung bisa digunakan sebagai pupuk tanaman atau campuran media tanam karena masih mengandung gas-gas berbahaya yang bisa mematikan tanaman. Oleh karena itu, penggunaan pupuk kandang harus melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Tahap pertama kotoran sapi difermentasikan dan dicampur dengan bahan-bahan organik seperti cacahan gedebog pisang atau cacahan rumput. Setelah tercampur ditambah kapur dan difermentasikan kembali selama tiga sampai empat hari sesuai dengan kebutuhan. Jika dalam skala besar biasanya jangka yang diperlukan sekitar 14 sampai 21 hari. Selanjutnaya ditambahkan tepung dedak, tepung jagung, molasses (tetes tebu) dan pemberian starter (bakteri pembusuk). Strater dibuat sendiri di laboratorium tanaman hias. Perkembangan bakteri pembusuk saat ini telah berhasil dibuat dan mengembangkan sebanyak dua belas macam starter diantaranya: DMAZ® (Dekomper MAZ), STARDA® (strater Dahsyat), STARBIO® (Starter bio), STARKO® (Strater komplit), PSBB® (Phosphat solubilizing Bactery Bengkalis- pelarut fospat dari bengkalis) dan lai sebagainya (Windukencana, 2009).

Hidayatullah (2008) meyatakan bahwa pengelolaan limbah yang kurang baik akan menjadi masalah serius pada usaha peternakan sapi perah. Bila limbah ini dikelola dengan baik dapat memberikan nilai tambah bagi peternakan tersebut. Salah satu upaya untuk mengurangi limbah adalah mengintegrasi usaha tersebut dengan beberapa usaha tersebut dengan beberapa usaha lainya, usaha pembuatan kompos, budidaya ikan, budidaya padi sawah, sehingga menjadi suatu sistem yang saling sinergis. Upaya mendukung tanaman, ternak dan ikan di lahan pertanian memiliki manfaat ekologis dan ekonomis. Laju pertumbuhan produktifitas usaha pertanian merupakan interaksi diantara berbagai faktor yang ada dalam sistem usaha tani. Teknologi alternatif diperlukan untuk memeperbaiki Hidayatullah (2008) meyatakan bahwa pengelolaan limbah yang kurang baik akan menjadi masalah serius pada usaha peternakan sapi perah. Bila limbah ini dikelola dengan baik dapat memberikan nilai tambah bagi peternakan tersebut. Salah satu upaya untuk mengurangi limbah adalah mengintegrasi usaha tersebut dengan beberapa usaha tersebut dengan beberapa usaha lainya, usaha pembuatan kompos, budidaya ikan, budidaya padi sawah, sehingga menjadi suatu sistem yang saling sinergis. Upaya mendukung tanaman, ternak dan ikan di lahan pertanian memiliki manfaat ekologis dan ekonomis. Laju pertumbuhan produktifitas usaha pertanian merupakan interaksi diantara berbagai faktor yang ada dalam sistem usaha tani. Teknologi alternatif diperlukan untuk memeperbaiki

Iwan (2002) menyatakan bahwa kotoran sapi dapat dibuat menjadi beberapa jenis kompos yaitu curah, blok, granula dan bokhasi. Kompos sebagai pupuk organik yang berbahan kotoran sapi mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan pupuk anorganik. Selain itu, kompos juga mempunyai prospek dan peluang yang besar untuk dipasarkan secara lebih meluas untuk mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia. Penyediaan kompos organik yang berkelanjutan dan praktis dapat mempermudah petani untuk memanfaatkannya sebagai penyubur tanah dan tanaman pertaniannya.

Isroi (2009) melakukan penelitian tentang macam-macam bentuk pupuk organik. Pupuk organik yang umum dikemas dalam bentuk granul atau dikenal dengan istilah POG (Pupuk Organik Granul). Bentuk granul dipilih karena petani sudah terbiasa dengan pupuk granul. Dalam hal ini petani mengalami masalah karena terbiasa dengan pemakaian pupuk granul yang sudah dilnilai paling sempurna dalam keseharianya. Bentuk granul juga memudahkan untuk aplikasi dan pengemasan. Salah satu kelemahan POG adalah proses produksinya yang cukup sulit. Pembuatan POG minimal harus melewati 7 tahap pembuatan. Setiap tahapan ada tingkat kesulitannya tersendiri.

Isroi (2009) melakukan penelitian tentang perbandingan bentuk pupuk secara fungsional. Keunggulan POP (Pupuk Organik Pelet) bentuk alternatif pupuk organik adalah bentuk pelet. Pelet memiliki keunggulan yang sama dengan POG, yaitu: kemudahan aplikasi, pengemasan, dan transportasi. Keunggulan yang lain adalah proses pembuatan yang lebih singkat dan mudah.. Tidak adanya pupuk organik yang berbentuk pelet di pasaran merupakan salah satu pemicu utama dari dibentuknya POP ini. Tantangan POP kemungkinan adalah resistensi dari petani. Keunggulan penting POP adalah dari sisi teknik dan biaya produksi. Tahapan produksi POP sangat singkat dan sederhana. Tahapan pentingnya hanya 4 tahap saja. Jadi bisa menghemat sekitar tiga tahap. Tahapan ini juga akan berimbas pada ongkos produksi. Karena tahapannya yang sederhana dan singkat dan relatif murah. Harga POP bisa dibuat murah, kira-kira bisa 30-50% dari harga POG. Berikut adalah tahap-tahap dalam pembuatan POP (Pupuk Organik Pelet):

1. Pengomposan bahan mentah

2. Pencampuran dengan bahan-bahan lain

3. Pembuatan pelet

4. Pengeringan

5. Pengemasan Adapun peralatan yang dibutuhkan adalah. (Isroi, 2009) :

1. Mesin pelet

2. Pengering (jika perlu)

3. Alat-alat pendukung:

a) Meja conveyor

b) Pisau pemotong pelet

Gambar 2.1. Konsep mesin pres untuk pembuatan POP (Isroi, 2009)

Sugondo (2000) melakukan penelitian tentang manufaktur pelet, Di mana pelet mentah dapat dibentuk dengan pengepresan uniaksial. Pada proses ini diperlukan bahan pengikat (perekat) dan pelumas (lubricant). Pengikat dimaksudkan untuk menambah daya ikat antar partikel sehingga tidak terjadi keretakan dan laminasi. Pelumas dimaksudkan untuk mengurangi keausan dinding cetakan (die) dan meningkatkan daya geser partikel. Pelumas yang digunakan dalam peletisasi uranium dioksida ialah seng stearat dan tidak digunakan senyawa pengikat lain.

2. 2. LANDASAN TEORI

2. 2. 1. Teori Pegas

Untuk tipe Constant Picth ketika berada dalam keadaan diam, setiap pegas memiliki panjang alami, seperti ditunjukkan pada gambar 2.2. Jika pegas di tekan sejauh x dari panjang alami, diperlukan gaya sebesar FT (gaya tekan) yang nilainya berbanding lurus dengan x. k adalah konstanta pegas (ukuran kelenturan/elastisitas pegas) dan besarnya tetap. Ketika ditekan, pegas memberikan gaya reaksi, yang besarnya sama dengan gaya tekan tetapi arahnya berlawanan. Gaya reaksi pegas tersebut dikenal sebagai gaya pemulih. Besarnya gaya pemulih dapat dihitung dengan hukum Hooke :

........................................................................... (2.1) Tanda minus menunjukkan bahwa arah gaya pemulih berlawanan arah dengan gaya tekan. Persamaan ini berlaku apabila pegas tidak ditekan sampai melewati batas elastisitasnya (x tidak sangat besar) (Riantika, 2008).

FP = -kx

Gambar 2. 2. Macam-macam tipe pegas tekan dan Persamaan defleksi pegas (Riantika, 2008)

Dalam pembuatan komposit diperlukan suatu cetakan yang harus bersih dari kotoran dan memiliki permukaan yang halus. Untuk bahan cetakan dapat digunakan dari logam, kayu, gips, dan kaca. Pembuatan komposit dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu (Adenholics, 2008) :

1. Spray Up

Sebagai contoh: Resin/ matriks, katalis, dan filler dicampur di dalam penyemprot lalu kemudian disemprotkan ke dalam cetakan. Penyemprotan menggunakan alat-alat sprayer.

2. Hand Lay up Sebagai contoh: menuang resin yang telah dicampur dengan filler ke dalam cetakan. Setelah itu campuran tersebut diratakan menggunakan roller . pemakaian roller juga bertujuan agar tidak adanya udara yang terjebak di dalam cetakan sehingga hasilnya bisa lebih padat.

3. Injection molding Cara yang satu ini menggunakan mesin injeksi. Sebgai contoh: Resin yang berbentuk padat dan filler dimasukkan ke dalam mesin ini lalu dengan temperatur yang telah diatur supaya resin dapat mencair semuanya kemudian diinjeksikan ke dalam cetakan.

2. 2. 2. Komposit dan Komposit Partikel

Zulfia (2008) menyatakan bahwa pengertian komposit merupakan perpaduan dari dua material atau lebih yang memiliki fasa yang berbeda menjadi suatu material baru yang memiliki propertis lebih baik dari keduanya. Jika perpaduan ini terjadi dalam skala makroskopis maka disebut sebagai komposit.

Zulfia (2008) menyatakan bahwa kotoran sapi yang sering digunakan sebagai material komposit adalah kotoran kering yang sudah berbentuk butiran atau berbentuk partikel. Hal ini merupakan perpaduan antar dua partikel yang berbeda antara partikel unsur padat dan kering atau disebut gabungan partikel komposit. Fungsi dari komposit partikel atau komposit yang berbentuk partikel lebih bersifat sebagai penguat (Particulate composites). Interaksi antara partikel dan matrik terjadi tidak dalam skala atomik atau molekular. Partikel seharusnya berukuran kecil dan terdistribusi merata ke segala bidang. Sebagai contoh dari large particle composite : cement sebagai matriks dan sand sebagai partikel atau gravel sebagai matriks dan sand sebagai partikel.

2. 2. 3. Biokomposit

Harizamrry (2008) melakukan penelitian tentang biokomposit. Biokomposit adalah gabungan dari dua kata bio dan komposit. Bio itu sendiri Harizamrry (2008) melakukan penelitian tentang biokomposit. Biokomposit adalah gabungan dari dua kata bio dan komposit. Bio itu sendiri

2. 2. 4. Perekat (matrik)

Vest (2003) meneliti tentang pengepresan material padat. Bahwa pada pengepresan (kompaksi) tekanan rendah membutuhkan bahan perekat untuk membantu pembentukan ikatan diantara partikel pada sampel. Penambahan pengikat yang digunakan dalam pengepresan dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu bahan perekat organik dan anorganik. Bahan-bahan perekat organik antara lain: molasses , coaltar, bitumen, kanji dan resin; sedangkan bahan pengikat anorganik antara lain: tanah liat, semen, lime, dan sulphite liquior.

Ozbayoglu (2003) melakukan penelitian tentang pengaruh macam-macam pengikat pada pengepresan Angouran Smithsonite Fines. Berikut adalah data pengujian pada pengepresan Angouran Smithsonite Fines pada kandungan perekat 5%, kandungan air 6%, tekanan pengepresan 200 kg/cm² dan temperatur pemanassan 100ºC sebagai berikut:

Tabel. 2. 1. Pengaruh macam-macam perekat (Kristanto, 2007).

Perekat (%) Crushing Load (kg/sampel)

Black cement

Polyvinyl Acetate

Peridur XC3

Hinkle dan Rosenthal (2003) menyatakan bahwa fungsi utama perekat dalam proses pengepresan adalah sebagai bahan perekat/pengikat. Dengan adanya perekat, maka sampel yang dihasilkan pemilihan jenis dan kandungan perekat yang tepat akan sangat menentukan kualitas sampel yang akan dibuat. Ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam memilih perekat yang akan digunakan sebagai pengikat, antara lain:

a) Kesesuaian antara perekat dengan bahan yang akan diikat.

b) Kemampuan perekat untuk dapat meningkatkan sifat-sifat material pengepresan.

c) Kemudahan untuk memperolehnya.

d) Harga murah.

2. 2. 5. Molasses (Tetes tebu)

Winoto (2009) manyatakan bahwa, tebu merupakan salah satu jenis tanaman yang hanya dapat ditanam di daerah yang memiliki iklim tropis. Perkebunan tebu di Indonesia menempati luas areal + 232 ribu hektar, yang tersebar di Medan, Lampung, Semarang, Solo, dan Makassar. Dari seluruh perkebunan tebu yang ada di Indonesia, 50% di antaranya adalah perkebunan Winoto (2009) manyatakan bahwa, tebu merupakan salah satu jenis tanaman yang hanya dapat ditanam di daerah yang memiliki iklim tropis. Perkebunan tebu di Indonesia menempati luas areal + 232 ribu hektar, yang tersebar di Medan, Lampung, Semarang, Solo, dan Makassar. Dari seluruh perkebunan tebu yang ada di Indonesia, 50% di antaranya adalah perkebunan

Molasses merupakan salah satu hasil sampingan pabrik gula yang memiliki sukrosa sekitar 30 % dan gula reduksi sekitar 25 %, berupa glukosa dan fruktosa. Molasses masih dapat diolah menjadi beberapa produk lain seperti gula cair, penyedap makanan (MSG), alkohol dan dry yeast untuk roti, protein tunggal, pakan ternak, asa citric dan acetic acid alcohol. (Kristanto, 2007).

Selama ini medium fermentasi yang sering digunakan untuk produksi alginat baik oleh bakteri A. Vinelandii maupun P.aerugionosa adalah media sintetis. Molasses merupakan hasil samping industri gula yang mengandung senyawa nitrogen, trace element dan kandungan gula yang cukup tinggi terutama kandungan sukrosa sekitar 34% dan kandungan total karbon sekitar 37% (Suastuti, 1998).

2. 2. 6. Proses Spray-Up

Liu (2000) menyatakan bahwa dalam suatu proses pencampuran antar dua unsur yang berbeda diharapkan faktor homogenitasnya diperhatikan. Untuk menjamin homogenitas yang baik metode yang dilakukan adalah spray up dengan cara air spray assited nozzel. Sistem air assisted nozzle digunakan untuk mempercepat cairan (liquid) membentuk lapisan film atau pancaran liquid yang kemudian pecah membentuk ligament-ligament yang akhirnya menjadi droplet- droplet dan membentuk spray. Pada sistem ini energi kinetik aliran udara dari kompresor bertekanan tinggi digunakan untuk membantu memperkuat atomisasi

Zulfia (2008) spray-up merupakan proses dari pembuatan komposit secara open mold menggunakan kompresor mekanik dan peralatan sprayer untuk mengumpulkan matrik dengan bahan glass reinforcement. Peralatan sprayer meliputi spray gun yang telah dimodifikasi di mana matrik cair disemprotkan menggunakan spray gun bertekanan dan disemprotkan pada cetakan. Spray-up merupakan metode yang paling efektif menciptakan pencampuran antara matrik Zulfia (2008) spray-up merupakan proses dari pembuatan komposit secara open mold menggunakan kompresor mekanik dan peralatan sprayer untuk mengumpulkan matrik dengan bahan glass reinforcement. Peralatan sprayer meliputi spray gun yang telah dimodifikasi di mana matrik cair disemprotkan menggunakan spray gun bertekanan dan disemprotkan pada cetakan. Spray-up merupakan metode yang paling efektif menciptakan pencampuran antara matrik

Berikut contoh pembutan komposit dengan metode Spray Up :

FIBER

CHOPPER-SPRAY GUN

MOLD

RESIN

Gambar 2. 3. Cetakan terbuka untuk metode spray-up (Gibson, 1994).

2. 2. 7. Proses Manufaktur Sampel Biokomposit Metode (Hand Pressed)

Sumaryono (1995) menyatakan bahwa pada dasarnya semua jenis limbah biomassa dapat dibriket. Faktor yang berpengaruh pada briket biomassa adalah kandungan air, kandungan abu, densitas, volume rongga dan ukuran butir. Berdasarkan tekanan kompaksi, pemberiketan dapat dibagi menjadi 3 yaitu :

· Kompaksi tekanan rendah (300-1000 kg/ ) · Kompaksi tekanan sedang (1000-2500 kg/ ) · Kompaksi tekanan tinggi ( ≥2500 kg/ )

Sumaryono (1995) meneliti pula tentang kompaksi pada proses pengepresan (pressing), dalam kompaksi dengan tekanan tinggi dan sedang, biasanya tidak diperlukan bahan pengikat. Proses kompaksi dengan tekanan tinggi dan sedang biasanya mengguanakan teknologi screw press dan piston press. Teknologi pengepresan yang lain jarang digunakan karena tingginya biaya dan kompleksnya peralatan. Sedangkan kompaksi tekanan rendah biasanya diperlukan pengikat dan mengguanakan alat yang dioperasikan dengan tangan (hand pressed).

Tabel. 2.2. Perbandingan keunggulan dan kelemahan proses pengepresan/ pembriketan (Salim dkk, 1995) :

No. Proses

Keunggulan

Kelemahan

A. Pengepresan Alat sederhana harga relatif Tidak praktis, perlu dengan proses murah pengepresan dapat

mencampur dengan biasa

dengan motor atau tangan

perekat, perlu pengarangan dahulu, densitas rendah.

B. Pengepresan Kualitas lebih baik dari Perlu pengarangan piston tanpa

dahulu, harga mahal, pemanasan

pengepresan dengan press

biasa karena densitasnya

sampel kurang kuat

lebih tinggi

dibandingkan dengan sistem screw, sulit pemeliharaan mesin

C. Pengepresan Tidak perlu pengarangan Screw mudah aus dengan screw dahulu tidak memerlukan

harga mahal. extruder

bahan pembantu, tidak

disertai panas menimbulkan asap dan bau,

harga jual baik (berpeluang ekspor), mudah pengoperasianya.

Mishra (1996) melakukan penelitian tentang pengepresan biomasa, karena tekanan tinggi menjelaskan tentang mechanical interlocking dan peningkatan gaya tarik adhesi antara partikel, membentuk ikatan intermonokuler pada luasan bidang kontak. Mekanisme pengikat dibawah tekanan tinggi dapat dibagi menjadi gaya adhesi dan kohesi, gaya tarik antara partikel padat, dan ikatan penguncian (interlocking). Fiber dan partikel-partikel dapat saling mengunci sebagai hasil dari pembentukan interlocking atau ikatan tertutup. Kekuatan sampel sebagi hasil pengumpulan tergantung pada interaksi dari karakteristik material.

2. 3. Fraksi Berat dan Pengujian Sampel Pupuk Biokomposit

2. 3. 1. Fraksi Berat Pupuk Biokomposit

Fraksi berat adalah perbandingan antara berat material penyusun dengan berat pupuk biokomposit. Fraksi berat material penyusun dapat dihitung dengan persamaan:

wks Wpb = (2.2)

wm

2. 3. 2. Pengujian Kekuatan Tekan

Dalam proses pengujian tekan sampel ditekan menggunakan alat uji Universal Testing Machine (UTM). Penekanan sampel diikuti penambahan beban sampai sampel tersebut mengalami retak awal. Retak awal dianggap sebagai kegagalan. Karena suatu sampel dianggap sudah tidak dapat menahan beban desak lebih dari beban yang menimbulkan retakan awal (ASTM D 1475, 2000).

Adapun rumus yang digunakan dalam uji tekan adalah : Hitungan kuat tekan :

L/pr²

(2.4) Cs = L/pr² psi

Gambar 2. 4. Mesin UTM (Universal Testing Machine)

(ASTM D 1475, 2000).

2. 3. 3. Pengujian Ketahanan Impak

Pengujian ini mangacu pada standard pengujian Fuel Briquettes (ASTM D2677-67T), untuk ketahanan jatuh dari suatu briket dijatuhkan dari ketinggian ±

2 meter dan diamati kerusakanya. Sampel dijatuhkan berulang kali sampai hancur. Pengujian berkisar 3 sampai 6 kali jatuhan. Adapun rumus yang digunakan dalam hal ini adalah:

100 X Average Number of Drops IRI = Average Number of Pieces (2.5)

Dari rumus ini kita dapat mengambil hasil IRI (Impack Resistance Index) untuk nilai ambang batas yang dipenuhi adalah sebesar 50 poin, jika dihitung menggunakan rumus IRI hasil dari kesepuluh sampel dapat dikatakan baik jika lebih dari nilai 50 (Physical Testing of Fuel Briquettes ,1989).

Gambar 2. 5. Alat uji ketahanan impak (Physical Testing of Fuel Briquettes ,1989).

2. 3. 4. Pengujian Densitas

Densitas suatu material merupakan perbandingan antara berat dan volume dari material tersebut. Penentuan densitas komposit dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain. Penentuan densitas material komposit dengan membandingkan berat material komposit di udara dengan berat material komposit di fluida cair (ASTM D 792).

ρw . Wa (2.6) ρ=

Wa - Ww

Membandingkan densitas aktual sampel dengan densitas teoritis campuran dengan cara perhitungan sebagai berikut:

Mm + Mks ρT =

Vm + Vks (2.7)

2. 3. 5. Uji Hancur Dalam Air

Ini merupakan salah satu metode untuk water resistace dari suatu sampel briket. Pengujian water resistance dalam arti lain ialah pengujian ketahanan sampel terhadap air. Pengujian ini menggunakan metode wadah yang terisi oleh air, sampel dicelupkan kedalam wadah dan ditutup mengunakan penutup kedap udara. Dalam standard ini juga dapat digunakan untuk mengetahui seberapa cepatkah suatu sempel dapat hancur dalam air. Pertimbangan itu yang menjadi alasan mengapa standard ini digunakan dalam penelitian uji sampel pupuk biokomposit untuk dapat hancur dalam air.

Uji hancur dalam air memiliki mekanisme pengujian yang hampir sama dengan pengujian water resistance. Oleh karena itu, dengan mengadopsi standard tersebut, pengujian hancur dalam air dapat dilakukan dengan cara sampel dicelupkan sampel ke dalam wadah yang telah terisi oleh air. Masukan sampel kedalam wadah yang sudah berisi air hingga tercelup sepenuhnya, dan menunggu sampel tersebut sampai sampel terkikis dan hancur di dalam air. Waktu yang diambil merupakan waktu yang dibutuhkan oleh sempel untuk hancur di dalam air. Pengujian ini sering kali dibuat sebagai pertimbangan standard pengujian untuk mampu hancur suatu sampel terhadap air, (Fuel Processing Technology, 1990).

BAB II DASAR TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Undang (2002) dalam penelitianya seekor sapi mampu menghasilkan kotoran padat dan cair 23,6 kg/hari dan 9,1 kg/hari. Seekor sapi muda yang sudah dikebiri akan memproduksi 15-30 kg kotoran/hari. Namun, kotoran sapi yang masih baru tidak dapat langsung dipakai sebagai pupuk tanaman, tetapi harus mengalami proses pengomposan terlebih dahulu. Beberapa alasan mengapa bahan organik seperti kotoran sapi perlu dikomposkan sebelum dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman antara lain adalah:

e) Bila tanah mengandung cukup udara dan air, penguraian bahan organik berlangsung cepat sehingga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman,

f) Penguraian bahan segar hanya sedikit sekali memasok humus dan unsur hara ke dalam tanah,

g) Struktur bahan organik segar sangat kasar dan dayanya terhadap air kecil, sehingga bila langsung dibenamkan akan mengakibatkan tanah menjadi sangat remah,

h) Kotoran sapi tidak selalu tersedia pada saat diperlukan, sehingga pembuatan kompos merupakan cara penyimpanan bahan organik sebelum digunakan sebagai pupuk.

Dalam penelitian ini digunakan kotoran sapi sisa hasil biogas. Pada kotoran ini tidak berbau lagi dikarenakan sudah diberikan bakteri pengurai seperti STARBIO®, buatan dari PT. Lembah Hijau Multifarm Solo. Serbuk pengurai limbah organik (tinja, lemak, rambut, sampah makanan dan lain-lain) yang apabila terkena air berubah menjadi miliaran mikroba yang memangsa kotoran Dalam penelitian ini digunakan kotoran sapi sisa hasil biogas. Pada kotoran ini tidak berbau lagi dikarenakan sudah diberikan bakteri pengurai seperti STARBIO®, buatan dari PT. Lembah Hijau Multifarm Solo. Serbuk pengurai limbah organik (tinja, lemak, rambut, sampah makanan dan lain-lain) yang apabila terkena air berubah menjadi miliaran mikroba yang memangsa kotoran

Widyawati (2006) menyatakan bahwa fungsi molasses bagi pupuk kompos adalah dapat menghambat kandungan gas metan (CH4) yang terkandung di dalam kotoran hewan ternak. Kadar metan dalam kotoran hewan merupakan unsur yang paling tidak dibutuhkan oleh tanaman. Selain itu molasses juga berfungsi mengoptimalkan sintesis protein mikroba pada tanah dan juga mampu menyediakan energi tersedia, sumber nitrogen untuk aktivitas dan pertumbuhan mikrobia dalam rumen khususnya bakteri golongan selulolitik dan hemiselulolitik tercermin dari degradasi serat kasarnya.

Widyawati (2006) menyatakan bahwa pupuk berbahan dasar organik dewasa ini memang sangat digemari oleh para petani dari pada pupuk kimia lainya. Selain murah, pupuk berbahan dasar organik tidak memiliki dampak yang membahayakan bagi tanaman dan dapat menjaga bahan organik dalam tanah. Karena bahan organik tanah menjadi salah satu indikator kesehatan bagi tanah dan memiliki beberapa peranan kunci bagi kesuburan tanah. Peranan-peranan kunci bahan organik tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:

4) Fungsi Biologi: menyediakan makanan dan tempat hidup (habitat) untuk organisme (termasuk mikroba) tanah menyediakan energi untuk proses- proses biologi tanah dan memberikan kontribusi pada daya pulih (resiliansi) tanah.

5) Fungsi Kimia: merupakan ukuran kapasitas retensi hara tanah penting untuk daya pulih tanah akibat perubahan PH tanah dan menyimpan cadangan hara penting, khususnya N dan K.

6) Fungsi Fisika: mengikat partikel-partikel tanah menjadi lebih remah untuk meningkatkan stabilitas struktur tanah dan meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air perubahahan moderate terhadap suhu tanah.

Iwan (2002) meneliti akan kandungan nitrogen (N), phospor (P) dan kalium (K) dalam kotoran sapi potong tertera pada Tabel 1.1. Hasil analisis laboratorium Lokal Penelitian Sapi Potong dan BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Jawa Timur terhadap kompos organik (hi-grade) produksi Lokal Penelitian Sapi Potong.

Tabel. 1.1. Kandungan unsur kimia dalam suatu kotoran sapi (Iwan, 2002)

Kotoran sapi tidak serta merta langsung bisa digunakan sebagai pupuk tanaman atau campuran media tanam karena masih mengandung gas-gas berbahaya yang bisa mematikan tanaman. Oleh karena itu, penggunaan pupuk kandang harus melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Tahap pertama kotoran sapi difermentasikan dan dicampur dengan bahan-bahan organik seperti cacahan gedebog pisang atau cacahan rumput. Setelah tercampur ditambah kapur dan difermentasikan kembali selama tiga sampai empat hari sesuai dengan kebutuhan. Jika dalam skala besar biasanya jangka yang diperlukan sekitar 14 sampai 21 hari. Selanjutnaya ditambahkan tepung dedak, tepung jagung, molasses (tetes tebu) dan pemberian starter (bakteri pembusuk). Strater dibuat sendiri di laboratorium tanaman hias. Perkembangan bakteri pembusuk saat ini telah berhasil dibuat dan mengembangkan sebanyak dua belas macam starter diantaranya: DMAZ® (Dekomper MAZ), STARDA® (strater Dahsyat), STARBIO® (Starter bio), STARKO® (Strater komplit), PSBB® (Phosphat solubilizing Bactery Bengkalis- pelarut fospat dari bengkalis) dan lai sebagainya (Windukencana, 2009).

Hidayatullah (2008) meyatakan bahwa pengelolaan limbah yang kurang baik akan menjadi masalah serius pada usaha peternakan sapi perah. Bila limbah ini dikelola dengan baik dapat memberikan nilai tambah bagi peternakan tersebut. Salah satu upaya untuk mengurangi limbah adalah mengintegrasi usaha tersebut dengan beberapa usaha tersebut dengan beberapa usaha lainya, usaha pembuatan kompos, budidaya ikan, budidaya padi sawah, sehingga menjadi suatu sistem yang saling sinergis. Upaya mendukung tanaman, ternak dan ikan di lahan pertanian memiliki manfaat ekologis dan ekonomis. Laju pertumbuhan produktifitas usaha pertanian merupakan interaksi diantara berbagai faktor yang ada dalam sistem usaha tani. Teknologi alternatif diperlukan untuk memeperbaiki prokditivitas lahan dan melalui teknologi sistem usaha peternakan yang menerapkan konsep produksi bersih.

Iwan (2002) menyatakan bahwa kotoran sapi dapat dibuat menjadi beberapa jenis kompos yaitu curah, blok, granula dan bokhasi. Kompos sebagai pupuk organik yang berbahan kotoran sapi mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan pupuk anorganik. Selain itu, kompos juga mempunyai prospek dan peluang yang besar untuk dipasarkan secara lebih meluas untuk mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia. Penyediaan kompos organik yang berkelanjutan dan praktis dapat mempermudah petani untuk memanfaatkannya sebagai penyubur tanah dan tanaman pertaniannya.

Isroi (2009) melakukan penelitian tentang macam-macam bentuk pupuk organik. Pupuk organik yang umum dikemas dalam bentuk granul atau dikenal dengan istilah POG (Pupuk Organik Granul). Bentuk granul dipilih karena petani sudah terbiasa dengan pupuk granul. Dalam hal ini petani mengalami masalah karena terbiasa dengan pemakaian pupuk granul yang sudah dilnilai paling sempurna dalam keseharianya. Bentuk granul juga memudahkan untuk aplikasi dan pengemasan. Salah satu kelemahan POG adalah proses produksinya yang cukup sulit. Pembuatan POG minimal harus melewati 7 tahap pembuatan. Setiap tahapan ada tingkat kesulitannya tersendiri.