BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemberdayaan Masyarakat 2.1.1. Pemberdayaan - Penerapan Konsep-Konsep Pemberdayaan Masyarakat Dalam Meningkatkan Sosial Ekonomi Anggota CU Karya Murni Di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemberdayaan Masyarakat

2.1.1. Pemberdayaan

  pemberian kekuasaan karena power bukan sekadar daya, tetapi juga kekuasaan, sehingga kata daya tidak saja bermakna mampu tetapi juga mempunyai kuasa.

  Pemberdayaan adalah “proses menjadi” bukan sebuah “proses instan”. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan yaitu penyadaran, pengakapasitasan dan pendayaan. Hikmat menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat tidak hanya mengembangkan potensi ekonomi rakyat, tetapi juga peningkatan harkat martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya, serta terpelihranya budaya setempat (Hikmat, 2001).

  Suharto berpendapat bahwa pemberdayaan adalah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Inilah yang dilakukan CU Karya Murni dengan gerakan awal membentuk relawan yang berasal dari masyarakat itu sendiri (Suharto, 2005).

2.1.2. Masyarakat

  Masyarakat berasal dari akar kata arab yaitu syakara yang berarti “ikut berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Menurut Talcott Parsons Masyarakat adalah suatu sistem sosial yang swasembada melebihi masa hidup individu normal, dan merekrut anggota secara reproduksi biologis serta melakukan sosialisasi terhadap generasi berikutnya (Sunarto, 2000: 56).

  Empat kriteria yang perlu dipenuhi agar suatu kelompok dapat disebut masyarakat:

  1. Kemampuan bertahan melebihi masa hidup seorang individu.

  2. Rekrutmen seluruh atau sebagian anggota melalui reproduksi.

  3. Kesetiaan pada suatu “sistem tindakan utama bersama”.

  4. Adanya sistem tindakan utama yang bersifat “swasembada” (Sunarto, 2000: 56).

2.1.3. Pemberdayaan Masyarakat dan Proses Pembangunan

  Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan masyarakat, agar mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian dan kesejahteraan. Menurut Hikmat, konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarkat yang sekarang dalam kondisi tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan ketidak berdayaan (Hikmat, 2001: 3).

  Dalam program pemberdayaan masyarakat harus diperhatikan bahwa biasanya mempunyai ikatan solidaritas yang tinggi sebagai pengaruh kesatuan tempat tinggalnya, adanya saling memerlukan diantara mereka, perasaan demikian yang pada dasarnya merupakan identifikasi tempat tinggal dinamakan perasaan komuniti (community sentiment). Menurut Soekanto bahwa unsur-unsur perasaan komuniti antara lain : a.

  Seperasaan b.

  Sepenanggungan c. Saling memerlukan (Soekanto, 1990: 150)

  Dalam program pemberdayaan penting juga diperhatikan modal sosial yang dimiliki masyarakat setempat. Seperti yang dinyatakan oleh Fukuyama bahwa modal sosial adalah segala sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan dan didalamnya diikat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh dan dipatuhi. Situasi ini akan menjadi kunci bagi keberhasilan program pemberdayaan yang terdapat di wilayah tersebut (Hasbullah, 2006: 8).

  Pembangunan sosial merupakan sumber gagasan dari awal konsep pemberdayaan masyarakat, bermaksud membangun keberdayaan yaitu membangun kemampuan manusia dalam mengatasi permasalahan hidupnya. Dalam pembangunan sosial ditekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat sebagai upaya mengentaskan kemiskinan Menurut Hadiman dan Midgley menyatakan bahwa model pembangunan sosial menekankan pentingnya pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan kelompok marginal, yakni secara berkelanjutan. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui : 1.

  Menumbuhkembangkan potensi diri (produktivitas masyarakat) yang lemah secara ekonomi sebagai suatu asset tenaga kerja.

  2. Menyediakan dan memberikan pelayanan social, khususnya pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelatihan, perumahan serta pelayanan yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan produktivitas dan partisipasi social dalam kehidupan masyarakatnya (Suharto, 2005: 5).

2.2. Konsep – Konsep Pemberdayaan Masyarakat

  Skema program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang kebanyakan digagas oleh para pekerja sosial bisa dikategorikan sebagai model pembangunan alternatif. Gagasan pembangunan alternatif muncul dalam diskursus pembangunan sebagai reaksi terhadap kegagalan model pembangunan pro pertumbuhan ekonomi dalam mengatasi problem kemiskinan, memerhatikan kelestarian lingkungan serta memecahkan aneka problem sosial yang menghimpit masyarakat (Suparjan dan Hempri Suyatno, 2003: 4)

  Sebagaimana dialami oleh negara-negara Dunia Ketiga, termasuk Indonesia, hal mendasar yang mengiringi pembangunan adalah kapitalisme. Sementara modernisasi adalah strategi (maupun cara pandang) yang mengiringi proses penyebaran kapitalisme sebagai suatu sistem sosial (Harris, 1982: 15).

  Mengacu pengertian tersebut, pembangunan yang bertumpu pada strategi modernisasi lebih mengutamakan usaha peningkatan produksi dan modernisasi infrastruktur. mencerminkan keberpihakan pada kebutuhan masyarakat. Akibatnya, hasil dari program-program pembangunan yang dilancarkan tidak berhubungan langsung terhadap pemenuhan kebutuhan mendasar masyarakat khusunya kalangan miskin, meskipun telah menghabiskan biaya yang besar. Secara empiris, model pembangunan konvesional/pro-pertumbuhan dianggap telah menghasilkan banyak pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia serta memunculkan berbagai bentuk ketimpangan baik ketimpangan antara pemerintah pusat dengan daerah, ketimpangan dalam memperoleh sumber pendapatan maupun ketimpangan dalam memperoleh keadilan (Lambang Trijono, 2001: 228).

  Wacana dan praktis pembangunan yang konvensional telah mengabaikan keberadaan pengetahuan lokal (local knowledge) dan tradisi-tradisi lokal dalam proses pembangunan. Hal ini membawa implikasi berupa hilangnya sistem perekonomian rakyat yang berorientasi subsistensi, sistem jaringan pengamanan sosial (social safety net) tradisional seperti lumbung desa, sistem irigasi pertanian tradisional, dan sebagainya. Implikasi lebih lanjut dari kondisi ini adalah terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan dan dislokalisasi sosial dalam skala masif pada masyarakat lapis bawah.

  Secara singkat dapat dikatakan bahwa model pembangunan pro pertumbuhan hanya menjadikan orang kaya menjadi lebih kaya dan orang miskin menjadi lebih miskin. Karena itu, kritik dan kecaman terhadap developmentalisme terus mengalir dari penganut paradigma kebutuhan pokok, teori ketergantungan sampai pendekatan dan gerakan baru yang mengarah pada pemberdayaan. berpusat pada manusia (rakyat), yang konon diakui sebagai pembangunan alternatif (Sutoro Eka, 1994: 1).

2.2.1. Konsep Pembangunan Berbasis Masyarakat

  Model pembangunan alternatif menekankan pentingnya pembangunan berbasis masyarakat (community based development), berparadigma bottom up dan lokalitas. Munculnya model pembangunan alternatif didasari oleh sebuah motivasi untuk mengembangkan dan mendorong struktur masyarakat agar lebih berdaya dan menentang struktur penindasan melalui pembuatan regulasi yang berpijak pada prinsip keadilan. Pendekatan yang dipakai dalam model pembangunan alternatif adalah pembangunan tingkat lokal, menyatu dengan budaya lokal, bukan memaksakan suatu model pembangunan dari luar serta sangat menyertakan partisipasi orang-orang lokal.

  Model pembangunan alternatif ini bercirikan partisipatoris dan menekankan pemenuhan kebutuhan pokok dan hak asasi manusia dalam setiap langkah- langkahnya. Pembangunan berperspektif partisipatoris artinya menekankan partisipasi luas, aksesibilitas, keterwakilan masyarakat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang mempengaruhi nasib mereka.

  Dari ciri-ciri ini, bisa digaris bawahi esensi pembangunan alternatif adalah memberi peran kepada individu bukan sebagai subjek, melainkan sebagai aktor yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya. Konsekuensinya, model pembangunan alternatif memberikan nilai yang sangat tinggi pada inisiatif lokal, cenderung lingkungan hidup, memenuhi kebutuhan pokok, dan memberdayakan masyarakat dari tekanan struktural ketimpangan sosial-ekonomi (Zubaedi, 2013: 140).

2.2.2. Memerhatikan Dimensi Keberlanjutan

  Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dalam perspektif pembangunan alternatif sangat memerhatikan prinsip keberlanjutan (sustainability). Prinsip keberlanjutan ini telah menjadi bagian integral dalam pembangunan ekonomi masyarakat dunia, yang dikenal dengan sustainable

  development (pembangunan berkelanjutan). Sejak awal 1980-an bertepatan

  dengan dikeluarkannya dokumen Strategi Konsevasi Bumi (World Conservation

  Strategy ) oleh IUCN (International Union for the Conservation Of Nature), telah

  muncul berbagai defenisi tentang pembangunan berkelanjutan oleh para pakar maupun organisasi keilmuan. Namun, defenisi pembangunan berkelanjutan yang secara umum diterima oleh masyarakat internasional adalah defenisi yang disusun oleh Brundtland Commission, yang memahami pembangunan berkelanjutan sebagai praktik pembangunan untuk memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa menurunkan atau merusak kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (United Nations World Commission on the Environment and

  Development 1987, dikutip oleh Hart, 1995: 4). Keberlanjutan dalam konteks ini sangat menekankan keterpaduan atau integrasi antara tiga sistem pokok: lingkungan (enviromental, ekonomi, sosial) serta memusatkan perhatian pada masalah-masalah kualitas kehidupan.

  Kerangka berfikir diatas memberi pemahaman bahwa keberlanjutan ekonomi (Economic sustainability), dan keberlanjutan sosial (social

  sustainability ). Sementara itu, John Martinussen menjelaskan bahwa konsep

  pembangunan berkelanjutan adalah proses dimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya sekarang tanpa mengurangi kesempatan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam terminologi ekonomi, pembangunan berkelanjutan dapat diinterpretasikan sebagai suatu pembangunan yang tidak pernah punah (development the last, pearce and barbier). Secara lebih spesifik, pembangunan berkelanjutan dapat diartikan sebagai suatu pembangunan yang memaksimumkan kualitas kehidupan generasi yang akan datang. Kualitas hidup mencakup aspek kebutuhan ekonomi, kebutuhan akan lingkungan alam yang bersih dan sehat serta tingkat kebutuhan sosial yang diinginkan (Suparjan dan Hempri Suyatno: 2003 171).

  Pembangunan berkelanjutan pada dasarnya memerlukan tiga aspek: keseimbangan ekologis, keadilan sosial, dan aspek ekonomi. Aspek keseimbangan ekologis berkaitan dengan upaya pengurangan dan pencegahan polusi, pengelolaan limbah serta konservasi/preservasi sumber daya alam. Aspek keadilan sosial berkaitan dengan upaya pemecahan masalah kependudukan, perbaikan pelayanan masyarakat, peningkatan kualitas pendidikan dan lain-lain. Aspek ekonomi berkaitan dengan upaya memerangi kemiskinan, mengubah pola produksi dan konsumsi ke arah yang seimbang dan lain-lain.

  Kegiatan pembangunan dianggap berkelanjutan jika kegiatan tersebut secara ekonomis, ekologis, dan sosial bersifat berkelanjutan. Berkelanjutan secara ekonomi, pemeliharaan kapital, dan penggunaan sumber daya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan secara ekologis jika kegiatan pembangunan tersebut dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumber daya alam termasuk keanekaragaman hayati.

  Sementara itu, keberlanjutan secara sosial bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil-hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan (Rokhmin Dahuri, 2003: 1).

2.2.3. Menekankan Partisipatori

  Pembangunan masyarakat harus selalu mencoba memaksimalkan partisipasi, dengan tujuan agar setiap orang dalam masyarakat bisa terlibat aktif dalam proses dan kegiatan masyarakat. Lebih banyak anggota masyarakat yang berpartisipasi aktif, lebih banyak cita-cita yang dimiliki masyarakat dan proses yang melibatkan masyarakat akan dapat direalisasikan. Hal ini tidak menekankan bahwa setiap orang harus berpatisipasi dengan cara yang sama. Masyarakat berbeda-beda karena mereka memiliki keterampilan, keinginan, dan kemampuan yang berbeda-beda. Kerja kemasyarakatan yang baik akan memberikan rangkaian kegiatan partisipatori yang seluas mungkin dan akan membenarkan persamaan bagi semua anggota masyarakat yang secara aktif terlibat (Zubaedi, 2013: 51).

  Pembangunan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat melalui penekanan partisipasi secara efektif dalam melibatkan masyarakat. Hal ini terlihat dalam proses keterlibatan dalam mengidentifikasi masalah hingga perencanaan,

2.2.4. Mengembangkan Modal Sosial

  Menurut sejumlah literatur, keberadaan aksi-aksi pembangunan alternatif antara lain melalui program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sangat penting untuk menyempurnakan keterbatasan dan kekurangan dari model pembangunan pro pertumbuhan cenderung bercorak simplistis. Salah satu indikasinya adalah penekanannya pada upaya-upaya akumulasi modal fisik (physical capital) secara sentralistik dan cenderung mengabaikan aspek keterkaitannya dengan kapital-kapital yang lain seperti modal alami (natural

  capital ), modal manusia (human capital), dan modal sosial (social capital).

  Ketidaksinambungan antarkapital telah melahirkan multikritis dalam pembangunan selamai ini (Grace A.J. Rumagit, 2002: 6).

  Untuk mengatasi krisis tersebut membutuhkan upaya sinergis-kolaboratif dari berbagai pihak dalam mengembangkan berbagai sumber daya (modal) yang kita miliki. Disinilah letak urgensinya upaya-upaya CU dalam merancang dan melaksanakan program bersama warga masyarakat. Melalui upaya pengembangan kapital sosial (social capital) CU Karya Murni ternyata menjadi faktor krusial dalam menentukan keberhasilan pembangunan disamping ketiga kapital lainnya.

  Selama ini pendekatan model alternatif pembangunan yang dipilih dilaksanakan melalui strategi reaktualisasi pembangunan sosial. Strategi ini dilakukan untuk mereduksi berbagai ketimpangan yang terjadi, khusunya ketimpangan personal yang terjadi di masyarakat melalui reaktualisasi modal sosial secara sinergis dan simultan dengan modal fisik, modal manusia, dan modal

  Serangkaian aksi pengembangan masyarakat yang di lakukan patut diapreasi secara positif karena menunjukkan kesadaran dari elemen civil society dalam berbagai peran membangun kualitas hidup masyarakat kurang mampu. Berikut ini model-model reaktualisasi pembangunan sosial: 1.

   Model Social action

  Model social action memekankan pada gerakan pengembangan masyarakat yang dilakukan secara partisipatif (collective action). Aktivitas pengembangan masyarakat dilakukan seharusnya dikenal sebagai gerakan moral yang lebih mengutamakan pengembangan kualitas modal sosial seperti: kepatuhan pada sistem norma (norms), tata nilai (values), sikap (attitudes), keyakinan (beliefs), budaya bernegara (civic culture), saling percaya (social-trust), solidaritas dalam bekerja sama (solidarity cooperation), perilaku dalam bekerja sama (cooperative

  behavior ), peran dan aturan main (roles and rules), jaringan kerja (networks),

  hubungan interpersonal (interpersonal relationship), tata cara dan keteladanan (procedures and precedents), organisasi sosial (social oraganization), keterkaitan horizontal dan vertikal (horizontal and vertical linkages).

  Pengembangan masyarakat yang diarahkan untuk mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat merupakan upaya strategis dalam mempercepat peningkatan modal sosial masyarakat. Dalam pendekatan partisipatif ini setiap warga dari kelompok sasaran program selalu diikutsertakan dalam merencanakan, melaksanakan, menikmati, dan melestarikan program (Zubaedi, 2013: 160).

  Aktivitas pengembangan masyarakat dilakukan dengan memperhatikan aspek-aspek kesinambungan (sustainable). Kesinambungan disini dimaksudkan sebagai upaya-upaya pengembangan kehidupan masyarakat yang menekankan pada intervensi modal sosial, modal manusia, modal fisik, dan modal alamiah (environment) secara sinergis dan berimbang.

  Modal sosial (social capital) perlu dipupuk mengingat ia menjadi salah satu faktor penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi masyarakat (Dr. Ir. Arif Daryanto, M.Ec., 2004). Investasi dalam modal sosial dalam bentuk pendidikan, pelatihan, dan kesehatan menghasilkan sumber pertumbuhan yang tidak kalah pentingnya dengan investasi pada modal fisik.

  Menurut sejumlah studi, peranan modal sosial tidak kalah pentingnya dengan infrastruktur ekonomi lainnya, sehingga upaya untuk membangun modal sosial perlu diprioritaskan. Pembentukan modal sosial dapat menyumbang pada pembangunan ekonomi karena adanya jaringan (networks), norma (norms), dan kepercayaan (trust) didalamnya yang menjadi kolaborasi (koordinasi dan kooperasi) sosial untuk kepentingan bersama (Zubaedi, 2013: 161).

2.3. Pengertian Sosial Ekonomi

  Kata sosial berasal dari dari kata “socius” yang artinya kawan (teman). Dalam hal ini arti kawan bukan terbatas sebagai teman sepermainan, teman kerja dan teman sebagainya. Yang dimaksud adalah mereka yang ada disekitar kita, yakni yang tinggal dalam suatu lingkungan tertentu dan mempunyai sifat yang saling mempengaruhi (Wahyuni, 1989: 60). Sedangkan istilah ekonomi berasal artinya mengatur, jadi secara harafiah ekonomi berarti cara mengatur ekonomi rumah tangga.

  Status sosial ekonomi rumah tangga sangat berpengaruh bagi pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai potensi serta kepribadian yang memungkinkan dia diterima dalam pergaulan dengan individu lain. Karena setiap individu mempunyai kemampuan tersebut disalurkan untuk kepentingan tertentu, kemudian individu yang lain dapat mengakuinya. Kondisi sosial ekonomi merupakan suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalm posisi tertentu dalam struktur masyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi penyandang status tersebut, misalnya pendapat dan pekerjaan. Status sosial ekonomi sangat berdampak bagi pemenuhan kebutuhan keluarga dalam mencapai standar hidup yang sejahtera dan memperoleh tingkat kesehatan yang baik. Status adalah keadaan atau kedudukan seseorang, sedangkan pengertian sosial sangat berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat dan sekitarnya.

  Pengertian ekonomi sangat berhubungan dengan usaha-usaha yang nyata dalam bentuk pekerjaan. Pekerjaan memberikan pendapatan atau penghasilan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Menurut Poewardarminta (1996) pengertian ekonomi adalah ilmu yang mempelajari manusia dalam mencapai cita-cita kemakmuran. Dalam hal ini peran masyarakat sangat mereka masing-masing.

2.4. Koperasi

2.4.1. Sejarah Koperasi dan Prinsip-Prinsip Koperasi

  Asal mula gerakan koperasi dari Eropa, gerakan yang berkembang pada waktu Revolusi Industri yaitu perubahan teknologi dan sosial pada masyarakat pada saat bank rakyat “Bank of scootland” memperkenalkan pinjaman tanpa agunan kepada pemilik toko, pengrajin, petani atas dasar karakter si peminjam.

  Pendekatan ini merupakan dasar koperasi simpan pinjam. Di Inggris koperasi yang pertama adalah Rochdale (1844) yang dipelopori oleh 28 pelopor dari berbagai latar belakang disiplin ilmu yang berbeda, yang berhasil menyatukan ide dan pemikiran dalam prinsip-prinsip dasar atau sendi-sendi dasar koperasi (Suwandi, 1995). Dasar dan prinsip koperasi yang terpenting adalah : 1.

  Pengendalian secara demokratis 2. Keanggotaan yang terbuka

  3. Bunga terbatas atas modal 4.

  Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota secara proporsional 5. Pembayaran secara tunai atas transaksi perdagangan 6. Tidak menjual barang palsu 7. Mengadakan pendidikan kepada anggota atas azas koperasi dan perdagangan 8.

  Netral terhadap agama dan politik.

  Prinsip koperasi menurut ICA (International Cooperative Alliance) adalah : 1. Perkumpulan orang 2.

  Pelayanan untuk kebutuhan anggota 3. Kebersamaan dan rasa tanggung jawab antara anggota dan koperasi 4. Partisipasi anggota dan manajemen demokratis 5. Percaya pada diri sendiri dan otonomi 6. Keanggotaan secara sukarela dan terbuka 7. Kesatuan dan identitas 8. Pembagian keuntungan yang adil 9. Pendidikan.

  10. Kerjasama pada tingkat nasional dan international (Sven Oke Book, 1994).

  Prinsip dasar tersebut dapat dilaksanakan dalam praktek bila individu/anggota memiliki semangat dan budaya koperasi (nilai-nilai koperasi) yaitu kejujuran, kepedulian, kemajemukan (demokratis) dan percaya pada koperasi.

2.4.2. Undang-Undang Koperasi di Indonesia

  Di indonesia awal rintisan perkoperasian dimulai tahun 1895 diprakarsai oleh R. Aria Wiria Atmaja seorang Patih dari Purwekerto, yang mendirikan bank bantuan dan simpanan purwekerto yang dikenal dengan “Bank Priyayi Purwekerto” yang tujuannya untuk membantu pegawai negeri bumi putera, petani, dan tukang yang terjerat lintah darat. Bank ini bukan koperasi tetapi prinsipnya cita-cita koperasi di masyarakat Indonesia dimulai dari gerakan nasional Boedi Oetomo tahun 1908 (Muslimin Nasutin, 1999).

  Prinsip dasar koperasi di Indonesia diatur dalam UU RI NO. 17 Tahun 2012, yang mengatakan “bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan berlandaskan kegiatan yang berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azas kekeluargaan”. Prinsip koperasi tersebut diatur dalam pasal 5 yang berbunyi : 1.

  Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka 2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis 3. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota

4. Pemberian balas jasa terbatas terhadap modal 5.

  Kemandirian.

  Berdasarkan prinsip koperasi tersebut maka koperasi dianggap sebagai salah satu badan usaha yang paling sesuai dengan bunyi pasal 33 UUD 1945 pasal

  1. Atas dasar itu sangat wajar bila lembaga pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat selalu berusaha agar koperasi berkembang dan menjadikan koperasi sebagai sokoguru ekonomi masyarakat menegah ke bawah. Saat ini, banyak lembaga swadaya masyarakat atau biasa kita dengan LSM yang memiliki ciri-ciri koperasi yang pada akhir-akhir ini sangat berkembang pesat yaitu koperasi kredit atau Credit Union (CU) merupakan usaha besama simpan pinjam dari sekumpulan sama sepakat menabung uang mereka, sehingga menciptakan modal bersama yang kemudian dipinjamkan diantara mereka dengan bunga yang ringan dan prosedur yang mudah untuk kesejahteraan bersama.Ikatan pemersatu adalah daerah kerja tertentu seperti desa, kelurahan atau kecamatan dimana anggota saling mengenal.

  Koperasi kredit adalah koperasi yang didirikan bergerak dalam lapangan usaha pembentukan modal melalui tabungan para anggota dengan cara yang mudah, untuk tujuan produktif dan kesejahteraan. Tujuan koperasi kredit adalah untuk membantu para anggota yang membutuhkan pinjaman (kredit) dengan syarat-syarat yang ringan, mendidik para anggota belajar hidup hemat dan menyisihkan sebahagian pendapatan untuk ditabung dan mengatur penggunaan keuangan secara tepat.

  

Credit Union merupakan salah satu lembaga keuangan yang berdasarkan

  prinsip koperasi murni, muncul atas prakarsa masyarakat dikelola oleh masyarakat dan melayani masyarakat. Prinsip ini kemudian berkembang menjadi prinsip

  credit union , yaitu: 1.

  Keanggotaan terbuka dan sukarela

  2. Pengendalian secara demokratis, anggota memiliki suara dan partisipasi yang sama dalam menentukan keputusan

3. Pelayanan pada anggota, pelayanan ekonomi maupun sosial 4.

  Disitribusi pada anggota, mendorong anggota menabung dan layanan pinjaman, dengan diberikan tingkat bunga sesuai kemampuan credit union. dan mengembangkan ekonomi kerakyatan melalui koperasi kredit, yaitu sebagai lembaga koperasi yang di gagas masyarakat dan dikelola mereka sendiri.

2.5. Kerangka Pemikiran CU kini merupakan koperasi yang sangat berkembang pesat di Indonesia.

  Koperasi berbentuk koperasi kredit atau yang biasa disebut CU sangat membantu masyarakat ekonomi kelas menengah ke bawah. Hal ini dapat menggantikan keenganan masyarakat untuk meminjam modal ke bank-bank. Akan tetapi seiring perjalanan CU di Indonesia ada saja yang berjalan tidak mulus, seperti halnya masalah legalitas dan penipuan terhadap nasabah yang dilakukan pimpinan- pimpinan CU tersebut.

  Masalah- masalah yang dihadapi oleh CU-CU dengan nasabahnya kemungkinan dapat dieliminir dengan memperhatikan penerapan konsep-konsep pemberdayaan masyarakatnya. Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan masyarakat merupakan salah satu faktor keberhasilan suatu lembaga maupun koperasi apabila berjalan sesuai dengan konsep-konsep atau model-modelnya.

  CU Karya Murni merupakan sebuah kredit simpan pinjam yang berdirik sejak 28 april 1992 dan bergerak dalam proses pemberdayaan masyarakat melaui berbagai kegiatannya. Selama 22 tahun CU karya Murni telah bergerak aktif dalam proses pemberdayaan masyarakat. Hal ini dapat terlihat dari penerapan konsep-konsep pemberdayaan masyarakat antara lain : pembangunan berbasis modal sosial.

  Bagan Alur Pemikiran CU Karya Murni Penerapan konsep-konsep pemberdayaan 1.

  Berbasis pada masyarakat: Partisipasi masyarakat, Pemahaman, Keterwakilan masyarakat dalam perencanaan dan proses pengambilan keputusan.

  2. Dimensi keberlanjutan: mencakup aspek ekonomi, aspek ekologis, dan aspek sosial.

3. Partisipatori : keterlibatan aktif 4.

  Modal sosial

  • Model social action, meliputi : kepatuhan pada sistem norma dan nilai, sikap, saling percaya, solidaritas dalam bekerja dll.
  • Model sustainable, meliputi : modal sosial, modal manusia, modal fisik dan modal alamiah.

  Anggota CU Karya Murni Peningkatan Sosial Ekonomi

2.6. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional

2.6.1. Defenisi Konsep

  Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan dikaji, untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan objek konsep-konsep yang diteliti. Proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian disebut defenisi konsep.

  Dengan kata lain, peneliti berupaya menggiring para pembaca hasil penelitian itu memaknai konsep itu sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh si peneliti, jadi defenisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011: 136-138).

  Untuk itu peneliti membatasi konsep konsep yang digunakan yaitu sebagai berikut : 1.

  Penerapan adalah peraturan/kebijakan berupa petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis berjalan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

  2. Konsep-konsep pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses yang membangun manusia atau masyarakat melalui pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, dan pengorganisasian masyarakat.

  3. CU. Karya Murni merupakan koperasi kredit yang bukan hanya mementingkan keuntungan semata tetapi telibat aktif dalm meningkatkan kesejahteraan masing-masing anggotanya.

  4. Sosial ekononomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur masyarakat.

2.6.2. Defenisi Operasional

  Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang menggunakan variable yang sama (Singarimbun, 1989: 46). Untuk mengukur hubungan antar variabel, maka peneliti merinci indikator-indikator dari setiap variabel sebagai berikut:

  1. Berbasis pada masyarakat : a.

  Partisipasi b.

  Pemahaman c. Keterwakilan dalam proses perencanaan d.

  Keterwakilan dalam pengambilan keputusan

  2. Dimensi Keberlanjutan : a.

  Aspek ekonomi b.

  Aspek ekologis c. Aspek sosial

  3. Partisipatori : Keterlibatan aktif

  4. Model Sosial : − Model social action : a.

  Kepatuhan pada sistem norma dan nilai b.

  Sikap: penilaian, penolakan, mengharap atau menghindar c. Saling percaya d.

  Solidaritas dalam bekerja − Model sustainable : a.

  Modal sosial b.

  Modal manusia c. Modal fisik d.

  Modal alamiah

Dokumen yang terkait

Analisis Persepsi dan Respon Masyarakat Terhadap Eksistensi Lembaga-Lembaga Zakat Di Kota Medan (Studi Kasus: Masyarakat Kelurahan Pulo Brayan Darat II Medan)

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nasabah Memilih Menabung di Bank Sumut Cabang Syariah Medan

0 1 38

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nasabah Memilih Menabung di Bank Sumut Cabang Syariah Medan

0 1 8

Penurunan Kadar Logam Kromium, Tembaga, dan Nikel Pada Limbah Cair Laboratorium Elektroplating Politeknik Negeri Medan Dengan Metode Elektrokoagulasi

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Lingkungan dan Pencemaran - Penurunan Kadar Logam Kromium, Tembaga, dan Nikel Pada Limbah Cair Laboratorium Elektroplating Politeknik Negeri Medan Dengan Metode Elektrokoagulasi

0 0 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Nelayan - Fenomena Anak Putus Sekolah Pada Masyarakat Nelayan Di Kelurahan Pasar II Natal, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Fenomena Anak Putus Sekolah Pada Masyarakat Nelayan Di Kelurahan Pasar II Natal, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal

0 0 12

Fenomena Anak Putus Sekolah Pada Masyarakat Nelayan Di Kelurahan Pasar II Natal, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Penambahan Kitosan Terhadap Karakteristik Bioplastik Dari Pati Umbi Talas Dengan Menggunakan Plasticizer Gliserol

0 2 21

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Penambahan Kitosan Terhadap Karakteristik Bioplastik Dari Pati Umbi Talas Dengan Menggunakan Plasticizer Gliserol

0 0 6