Efek Propolis terhadap Kecepatan Penyembuhan Luka pada Mencit Jantan Galur Swiss Webster Dibandingkan dengan Povidon Iodin.

(1)

iii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

EFEK PROPOLIS TERHADAP KECEPATAN PENYEMBUHAN LUKA PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS WEBSTER DIBANDINGKAN

DENGAN POVIDON IODIN

Brian Sagara, 2015. Pembimbing I : Rizna Tyrani, dr., M.Kes

Pembimbing II : Dr. Meilinah Hidayat, dr., M.Kes

Berbagai kegiatan yang dilakukan manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari risiko terjadinya luka. Propolis dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif yang mengandung berbagai senyawa aktif dan kandungan kimia untuk mempercepat proses penyembuhan luka.

Tujuan penelitian ini adalah menilai potensi propolis bila dibandingkan dengan povidon iodin dalam mempercepat proses penyembuhan luka insisi. Penelitian bersifat eksperimental laboratorik sungguhan, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan bersifat komparatif. Penelitian ini menggunakan 20 ekor mencit jantan galur Swiss Webster yang dibagi kedalam dua kelompok yaitu kelompok pemberian propolis sebagai kelompok perlakuan dan kelompok pemberian povidon iodin sebagai kelompok pembanding.

Hasil rerata lama penyembuhan luka yang didapatkan pada kelompok perlakuan atau kelompok pemberian propolis menunjukkan nilai yang lebih rendah yaitu berkisar 11,1 hari dibandingkan dengan kelompok pembanding atau kelompok pemberian povidon iodin 10% yang berkisar 15,6 hari. Data dianalisis dengan uji “t” tes tidak berpasangan, dan didapatkan hasil rerata “t” tes pada kelompok pemberian propolis dan kelompok pemberian povidon iodin menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan dalam mempercepat penyembuhan luka dengan nilai p=0,000 (p<0,05).

Simpulan dari penelitian ini adalah pemberian propolis lebih cepat menyembuhkan luka dibandingkan povidon iodin 10% dalam mempercepat proses penyembuhan luka insisi.


(2)

iv Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT

THE EFFECT OF PROPOLIS ON WOUND HEALING SPEED IN MALE SWISS WEBSTER MICE COMPARED TO POVIDONE IODINE Brian Sagara, 2015. Tutor 1 : Rizna Tyrani, dr., M.Kes

Tutor 2 : Dr. Meilinah Hidayat, dr., M.Kes

Various daily activities performed by humans can’t be separated from the risk of wound. Propolis can be used as an alternative treatment with several active compounds and chemical ingredients useful to enhance wound healing process.

The objective of this research was to assess the potency of propolis compared to povidone iodine in enhancing the healing process of incision wound. This study was true laboratory experiment, with completely randomized design and comparative. This research used twenty Swiss Webster that separated into two groups, propolis group or treatment group and povidone iodine group or comparator group.

The result of average healing time (in days) in treatment group or propolis group showed a smaller value, which was 11.1 days compared to comparator group or 10% povidone iodine group which was around 15.6 days. Data was analyzed with unpaired T test and there were a highly significant difference between the two groups in enhancing wound healing with p=0.000 (p<0.05)

The conclusion of this study was the administration of propolis had more faster compared to povidone iodine in enhancing incision wound healing time.


(3)

vii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

SURAT PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR DIAGRAM... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 2

1.3 Maksud dan Tujuan ... 3

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah ... 3

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian ... 3

1.5.1 Kerangka Pemikiran ... 3

1.5.2 Hipotesis Penelitian... 5

BAB II ... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Anatomi dan Histologi Kulit ... 6

2.1.1 Epidermis... 7

2.1.2 Dermis ... 9


(4)

viii Universitas Kristen Maranatha

2.2 Luka dan Fase Penyembuhan Luka ... 10

2.2.1 Fase Inflamasi... 11

2.2.2 Fase Proliferasi ... 12

2.2.3 Fase Penyudahan ... 13

2.3 Propolis dan Kegunaannya ... 14

2.3.1 Lebah Penghasil Propolis ... 14

2.3.2 Komposisi Propolis ... 16

2.3.3 Penelitian tentang Propolis ... 18

BAB III ... 23

BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Alat dan Bahan ... 23

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

3.3 Subjek Penelitian ... 23

3.4 Prosedur Penelitian ... 24

3.5 Persiapan Penelitian ... 25

3.5.1 Desain Penelitian... 25

3.5.2 Variabel Penelitian ... 26

3.5.2.1 Definisi Konsepsional ... 26

3.5.2.2 Definisi Operasional ... 26

3.6 Pemilihan Sampel ... 26

3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 27

3.7.1 Hipotesis Statistik ... 27

3.7.2 Kriteria Uji ... 27

3.8 Aspek Etik ... 27

BAB IV ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1 Hasil Penelitian ... 28

4.2 Pembahasan Penelitian ... 32

4.3 Uji Hipotesis Penelitian ... 33

4.3.1 Hipotesis Penelitian... 33


(5)

ix Universitas Kristen Maranatha

4.3.3 Hal-hal yang Tidak Mendukung ... 34

4.3.4 Simpulan ... 34

BAB V... 35

SIMPULAN DAN SARAN ... 35

5.1 Simpulan ... 35

5.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

LAMPIRAN ... 39


(6)

x Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Propolis ... 17 Tabel 2.2 Senyawa yang bertanggung jawab pada aktivitas biologi dari berbagai

jenis propolis ... 20 Tabel 4.1 Menunjukkan Lama Penyembuhan Luka Pada Kelompok Dengan

Pemberian Propolis Dalam Hari ... 28 Tabel 4.2 Menunjukkan Lama Penyembuhan Luka Pada Kelompok Dengan

Pemberian Povidon Iodin Dalam Hari ... 29 Tabel 4.3 Menunjukkan Rerata Lama Penyembuhan Luka Dalam Hari ... 31 Tabel 4.4 Menunjukkan Hasil Uji “t” Tes Kelompok Pemberian Propolis Dan


(7)

xi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lapisan Epidermis Kulit ... 8 Gambar 2.2 Lapisan-Lapisan Pada Kulit ... 9 Gambar 2.3 Propolis Lebah Trigona spp. ... 15


(8)

xii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1 Menunjukkan Lama Penyembuhan Luka Pada Kelompok Dengan Pemberian Propolis Dalam Hari ... 29 Diagram 4.2 Menunjukkan Lama Penyembuhan Luka Pada Kelompok Dengan


(9)

xiii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keputusan Komisi Etik Penelitian... 39 Lampiran 2 Data Hasil Penelitian... 40 Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian... 42


(10)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Zaman dahulu hingga sekarang ini, banyak sekali individu yang sering mengalami luka baik luka ringan maupun luka yang cukup serius akibat dari kegiatan yang dilakukannya baik sengaja ataupun tidak disengaja. Berbagai terapi juga telah diterapkan oleh sebagian besar masyarakat yaitu pengobatan swamedika atau pengobatan yang dilakukan sendiri dan pengobatan melalui terapi medikamentosa dan nonmedikamentosa yang dianjurkan ataupun dilakukan oleh pekerja kesehatan termasuk dokter dan perawat. Ini menggambarkan kepada kita bahwa luka merupakan masalah yang sering terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat dan sering membuat tidak nyaman semua individu yang mengalaminya.

Luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier, 1995). Keadaan ini dapat disebabkan oleh perubahan suhu, zat kimia, trauma benda tajam atau tumpul, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Proses penyembuhan luka terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan pengembalian komponen jaringan yang rusak tersebut dengan membentuk struktur baru dan fungsional sama dengan kejadian sebelumnya (Gitaraja, 2004). Proses penyembuhan luka juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka adalah usia, status immunologi, status nutrisi, penyakit metabolik, pemakaian obat-obat steroid, kebersihan, dan cukupnya istirahat. Menurut Kozier (1995) dikutip dari Potter dan Perry (2001) terdapat beberapa fase penyembuhan luka. Tiga fase dalam proses penyembuhan luka, yaitu fase inflamasi, fase proliferasi, dan fase maturasi.


(11)

2 Universitas Kristen Maranatha Banyak terapi yang telah ada dan digunakan untuk mengobati luka. Salah

satu terapi yang sering orang gunakan adalah terapi medikamentosa atau dengan menggunakan obat. Salah satu obat yang sering digunakan adalah povidon iodin atau dikenal orang sebagai Betadine. Povidon iodin adalah suatu iodovor yang berisi polivinil pirolidon berwarna coklat gelap dan ketika obat tersebut terpakai, maka akan timbul bau yang tidak sedap (Gunawan, 2007). Povidon iodin merupakan agen antimikroba yang efektif dalam desinfeksi dan pembersihan dari kulit baik pra- maupun pascaoperasi, dalam penatalaksanaan luka traumatik yang kotor pada pasien rawat jalan (Morison, 2003 dikutip dari Zellner dan Bugyi, 1985).

Salah satu obat herbal penyembuh luka yang sekarang ini sedang marak dikembangkan dengan efek yang sama dengan obat medikamentosa yang telah ada adalah propolis atau lazim dikenal orang sebagai lem lebah. Propolis adalah suatu resin yang berasal dari kulit kayu yang dikumpulkan dan diproses oleh lebah dengan menggunakan sekret ludah lebah. Propolis digunakan lebah sebagai pelindung sarang lebah dari berbagai mikroorganisme sehingga sarang lebah selalu dalam keadaan steril. Propolis telah diuji memiliki aktivitas biologis seperti sebagai antibakteri, antivirus, antijamur, antiprotozoal, antioksidan, antiinflamasi, imunomodulator, agen antitumor, agen anestesi, dan media penyembuh luka. Namun demikian komposisi dari propolis sangat bervariasi tergantung sumber resin dari berbagai jenis lebah. Dari hasil penelitian yang sudah teruji mengenai komposisi dari propolis tersebut, dilakukan penelitian lain terhadap propolis dibandingkan dengan obat povidon iodin dalam hal terapi paling baik dan paling cepat untuk proses penyembuhan luka insisi pada hewan coba mencit jantan galur Swiss Webster.

1.2 Identifikasi Masalah

Apakah propolis secara pemberian topikal lebih cepat dalam menyembuhkan luka dibandingkan dengan povidon iodin 10% pada penyembuhan luka insisi pada mencit Swiss Webster jantan.


(12)

3 Universitas Kristen Maranatha

1.3 Maksud dan Tujuan

1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk mengetahui efektifitas propolis terhadap kecepatan proses penyembuhan luka dibandingkan dengan povidon iodin 10% pada penyembuhan luka insisi.

1.3.2 Tujuan Peneltian

Untuk membandingkan potensi propolis dalam mempercepat waktu penyembuhan luka insisi pada mencit Swiss Webster jantan dibandingkan dengan povidon iodin 10%

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah

 Manfaat akademis dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan yang baru tentang efek propolis terhadap penyembuhan luka insisi.

 Manfaat praktis dari penelitian ini memberi arahan kepada masyarakat luas tentang penggunaan propolis dalam mempercepat waktu penyembuhan luka insisi.

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian

1.5.1 Kerangka Pemikiran

Komponen utama dari propolis adalah flavonoid dan asam fenolenat yang merupakan bagian dari resin dan termasuk caffeic acid phenylesthylester (CAPE)/asam kafeat (Krell, 1996). Adanya flavonoid dan asam kafeat sebagai


(13)

4 Universitas Kristen Maranatha senyawa aromatik ini yang menyebabkan propolis memiliki sifat antibakterial

( Kosalec, et, al., 2005). Flavonoid telah dikenal mempunyai khasiat sebagai antibakteri, antivirus, antijamur, antioksidan, dan antiinflamasi. Mekanisme kerja dari propolis sebagai agen antimikroba cukup kompleks karena berhubungan dengan sinergisme antara fenolik dengan senyawa lain. Mekanisme kerja flavonoid yang terdapat pada propolis menghambat pertumbuhan dari bakteri dengan cara mencegah pembelahan sel bakteri. Di samping itu flavonoid juga menyebabkan dinding sel dan membran sitoplasmik dari bakteri tidak beraturan dikarenakan adanya penghambatan dari sintesis protein (Kosalec, et, al., 2005).

Adanya kandungan flavonoid yang akan membantu mendorong proses regenerasi sel sehingga luka yang timbul lebih cepat kering dan menutup (Kosalec, et, al., 2005). Propolis diduga mempercepat proses penyembuhan luka pada fase proliferasi yang seharusnya fase ini berjalan selama 3-21 hari (Kosalec, et, al., 2005). Pada fase proliferasi terjadi proses epithelialisasi melalui penutupan luka dengan jaringan granulasi atau jaringan penyambung (Syamsuhidajat, 2004). Hal ini dapat terjadi karena kandungan flavonoid/alkaloid yang terdapat pada propolis dapat membantu mendorong regenerasi sel epitel tersebut sehingga proses epithelialisasi dapat berlangsung cepat (Kosalec, et, al., 2005).

Bila dilihat dari mekanisme kerja propolis maka dapat disimpulkan bahwa propolis memiliki mekanisme kerja yang kompleks dan berbeda dengan povidon-iodin. Perbedaan itu terlihat dari mekanisme kerjanya dimana propolis mencegah pembelahan sel bakteri, sedangkan povidon iodin membunuh spora dari bakteri (Gunawan, 2007). Kemudian jika dilihat dari kelebihan propolis, penggunaan povidon iodin lebih beresiko terkena efek samping dibanding propolis, karena efek povidon dengan konsentrasi tinggi akan menimbulkan iritasi jaringan sedangkan propolis merupakan bahan alam dan para peneliti jarang menemukan kasus efek samping yang didapat para pengguna propolis.


(14)

5 Universitas Kristen Maranatha Dari kerangka pemikiran tersebut dilakukan penelitian untuk menilai efek

propolis dalam penyembuhan luka dan membandingkan efek penyembuhan luka yang ditimbulkan oleh propolis dengan efek yang ditimbulkan oleh povidon iodin.

1.5.2 Hipotesis Penelitian

Propolis secara pemberian topikal lebih cepat dalam menyembuhkan luka dibandingkan dengan povidon iodin 10% pada penyembuhan luka insisi pada mencit Swiss Webster jantan.


(15)

35 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Propolis lebih cepat dalam menyembuhkan luka dibandingkan dengan povidon iodin 10% pada penyembuhan luka insisi pada mencit Swiss Webster jantan.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan lain dari propolis yang berefek dalam mempercepat proses penyembuhan luka. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan propolis bentuk sediaan lain

dan subjek percobaan yang lain.

3. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efek samping yang dapat ditimbulkan dari pemberian propolis pada penyembuhan luka.


(16)

36 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Alencar, S.M., Oldoni, T.L.C., Castro, M.L., Cabral, I.S.R., Costa-Neto, C.M., Cury, J.A., Rosalen, P.L., Ikegaki, M., (2007). Vol.1. Chemical composition

and biological activity of a new type of Brazilian propolis: Red propolis.

Science Direct, Elsevier. www.sciencedirect.com. p. 16-25.

Bankova V, Christov R, Kujumgiev A, Marcucci MC, Popov S. Vol.1. Chemical

composition and antibacterial activity of Brazilian propolis. p. 29-32.

Bankova, V. (2005). Recent trends and important developments in propolis

research. eCAM ; 2: 29-32.

Borrelli F, Maffia P, Pinto L, Ianaro A, Russo A, Capasso F, Ialenti A. (2002). Vol.1. Phytochemical compounds involved in the anti-inflammatory effect of

propolis extract. p. 20-34.

Brunetton, J. (1999). Flavonoid. Pharmacognosy : Phytochemistry medical plants. Edisi 2. France : Lavoisier Publishing. p. 43-77.

Burdock GA. (1998). Review of the biological properties and toxicity of bee

propolis (propolis). p. 112-134.

Ganong, William F. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. Gitaraja. (2004). Manajemen perawatan luka akut dan kronik, Perawatan luka

kanker. Jakarta : RS Kanker Darmais. p. 67-88.

Gunawan, S.G. (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi Kelima. Jakarta : Departemen Farmakologi Kedokteran UI. p. 56-72.

Koru O, Toksoy F, Acikel CH, Tunca YM, Baysallar M, Uskudar Guclu A, Akca E, Ozkok Tuylu A, Sorkun K, Tanyuksel M, Salih B. (2007). Vol.1. In vitro antimicrobial activity of propolis samples from different geographical origins


(17)

37 Universitas Kristen Maranatha Kosalec, I., Pepeljnjak, S., Bakmaz, M., Knezevic, S. V. (2005). Vol.1.

Flavonoids analysis and antimicrobial activity of commercially available

propolis products. Acta Pharm 55. p. 85-89.

Kozier. (1995). Fundamentals of nursing: concepts process and practice. p. 35-42.

Krell, R. (1996). Value-Added Products From Beekeeping; FAO Agricultural

Services Bulltein No. 124. Food and Agriculture Organization of the United

Nations Rome 1996. www.fao.org/docrep.htm. p. 45-71.

Krol W, Czuba Z, Scheller S, Gabrys J, Grabiec S, Shani J. (1990). Vol.1. Antioxidant property of ethanolic extract of Propolis (EEP) as evaluated by

inhibiting the chemilminescence oxidation of luminol. p. 78-94.

Kozier. (1995). Fundamentals of nursing: concepts process and practice. p. 131-143.

Mescher, A. (2010). Junqueira's Basic Histology. McGraw-Hill. p. 24-69. Moore, K. L., & Dalley, A. F. (2010). Clinically Oriented Anatomy sixth edition.

p. 12-49.

Potter, P.A, Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,

Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk.

Jakarta : EGC. p. 58-66.

Price, S & Wilson, L, (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC. p. 17-28.

R. Sjamsuhidayat, Wim De Jong. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Jakarta : EGC. p. 99-122.

Ramos AFN, Miranda JL. (2007). Vol.1. Propolis : A Review Of Its

Anti-Inflammatory And Healing Properties. Journal of Venomous Animals and


(18)

38 Universitas Kristen Maranatha Seidel V, Peyfoon E, Watson DG, Fearnley J. (2008). Vol.1. Comparative study

of the antibacterial activity of propolis from different geographical and

climatic zones. p. 46-59.

Toprakci, M. B. S. (2005). Kompilasi Keterangan-Keterangan Mengenai

Propolis. www.zaaba313.coms.ph/ catalog.html. p. 89-101.

Trusheva, B., Trunkova, D., Bankova, V., (2007). Different extraction methods of

biologically active components from propolis: a preliminary study. Chemistry

Central Journal, 7: 1-13.

Velazquez C, Navarro M, Acosta A, Angulo A, Dominguez Z, Robles R, Robles-Zepeda R, Lugo E, Goycoolea FM, Velazquez EF, Astiazaran H, Hernandez J. (2007). Antibacterial and free-radical scavenging activities of Sonoran

propolis. p. 256-277.

William DJ, Timothy GB, Dirk ME. (2006). Dermatoses Resulting From Physical Factors. In: Sue Hodgson/Karen Bowler, editors. Andrews’ Disease of the


(1)

senyawa aromatik ini yang menyebabkan propolis memiliki sifat antibakterial ( Kosalec, et, al., 2005). Flavonoid telah dikenal mempunyai khasiat sebagai antibakteri, antivirus, antijamur, antioksidan, dan antiinflamasi. Mekanisme kerja dari propolis sebagai agen antimikroba cukup kompleks karena berhubungan dengan sinergisme antara fenolik dengan senyawa lain. Mekanisme kerja flavonoid yang terdapat pada propolis menghambat pertumbuhan dari bakteri dengan cara mencegah pembelahan sel bakteri. Di samping itu flavonoid juga menyebabkan dinding sel dan membran sitoplasmik dari bakteri tidak beraturan dikarenakan adanya penghambatan dari sintesis protein (Kosalec, et, al., 2005).

Adanya kandungan flavonoid yang akan membantu mendorong proses regenerasi sel sehingga luka yang timbul lebih cepat kering dan menutup (Kosalec, et, al., 2005). Propolis diduga mempercepat proses penyembuhan luka pada fase proliferasi yang seharusnya fase ini berjalan selama 3-21 hari (Kosalec, et, al., 2005). Pada fase proliferasi terjadi proses epithelialisasi melalui penutupan luka dengan jaringan granulasi atau jaringan penyambung (Syamsuhidajat, 2004). Hal ini dapat terjadi karena kandungan flavonoid/alkaloid yang terdapat pada propolis dapat membantu mendorong regenerasi sel epitel tersebut sehingga proses epithelialisasi dapat berlangsung cepat (Kosalec, et, al., 2005).

Bila dilihat dari mekanisme kerja propolis maka dapat disimpulkan bahwa propolis memiliki mekanisme kerja yang kompleks dan berbeda dengan povidon-iodin. Perbedaan itu terlihat dari mekanisme kerjanya dimana propolis mencegah pembelahan sel bakteri, sedangkan povidon iodin membunuh spora dari bakteri (Gunawan, 2007). Kemudian jika dilihat dari kelebihan propolis, penggunaan povidon iodin lebih beresiko terkena efek samping dibanding propolis, karena efek povidon dengan konsentrasi tinggi akan menimbulkan iritasi jaringan sedangkan propolis merupakan bahan alam dan para peneliti jarang menemukan kasus efek samping yang didapat para pengguna propolis.


(2)

Dari kerangka pemikiran tersebut dilakukan penelitian untuk menilai efek propolis dalam penyembuhan luka dan membandingkan efek penyembuhan luka yang ditimbulkan oleh propolis dengan efek yang ditimbulkan oleh povidon iodin.

1.5.2 Hipotesis Penelitian

Propolis secara pemberian topikal lebih cepat dalam menyembuhkan luka dibandingkan dengan povidon iodin 10% pada penyembuhan luka insisi pada mencit Swiss Webster jantan.


(3)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Propolis lebih cepat dalam menyembuhkan luka dibandingkan dengan povidon iodin 10% pada penyembuhan luka insisi pada mencit Swiss Webster jantan.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan lain dari propolis yang berefek dalam mempercepat proses penyembuhan luka. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan propolis bentuk sediaan lain

dan subjek percobaan yang lain.

3. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efek samping yang dapat ditimbulkan dari pemberian propolis pada penyembuhan luka.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alencar, S.M., Oldoni, T.L.C., Castro, M.L., Cabral, I.S.R., Costa-Neto, C.M., Cury, J.A., Rosalen, P.L., Ikegaki, M., (2007). Vol.1. Chemical composition and biological activity of a new type of Brazilian propolis: Red propolis. Science Direct, Elsevier. www.sciencedirect.com. p. 16-25.

Bankova V, Christov R, Kujumgiev A, Marcucci MC, Popov S. Vol.1. Chemical composition and antibacterial activity of Brazilian propolis. p. 29-32.

Bankova, V. (2005). Recent trends and important developments in propolis research. eCAM ; 2: 29-32.

Borrelli F, Maffia P, Pinto L, Ianaro A, Russo A, Capasso F, Ialenti A. (2002). Vol.1. Phytochemical compounds involved in the anti-inflammatory effect of propolis extract. p. 20-34.

Brunetton, J. (1999). Flavonoid. Pharmacognosy : Phytochemistry medical plants. Edisi 2. France : Lavoisier Publishing. p. 43-77.

Burdock GA. (1998). Review of the biological properties and toxicity of bee propolis (propolis). p. 112-134.

Ganong, William F. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. Gitaraja. (2004). Manajemen perawatan luka akut dan kronik, Perawatan luka

kanker. Jakarta : RS Kanker Darmais. p. 67-88.

Gunawan, S.G. (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi Kelima. Jakarta : Departemen Farmakologi Kedokteran UI. p. 56-72.

Koru O, Toksoy F, Acikel CH, Tunca YM, Baysallar M, Uskudar Guclu A, Akca E, Ozkok Tuylu A, Sorkun K, Tanyuksel M, Salih B. (2007). Vol.1. In vitro antimicrobial activity of propolis samples from different geographical origins against certain oral pathogens. p. 145-161.


(5)

Kosalec, I., Pepeljnjak, S., Bakmaz, M., Knezevic, S. V. (2005). Vol.1. Flavonoids analysis and antimicrobial activity of commercially available propolis products. Acta Pharm 55. p. 85-89.

Kozier. (1995). Fundamentals of nursing: concepts process and practice. p. 35-42.

Krell, R. (1996). Value-Added Products From Beekeeping; FAO Agricultural Services Bulltein No. 124. Food and Agriculture Organization of the United Nations Rome 1996. www.fao.org/docrep.htm. p. 45-71.

Krol W, Czuba Z, Scheller S, Gabrys J, Grabiec S, Shani J. (1990). Vol.1. Antioxidant property of ethanolic extract of Propolis (EEP) as evaluated by inhibiting the chemilminescence oxidation of luminol. p. 78-94.

Kozier. (1995). Fundamentals of nursing: concepts process and practice. p. 131-143.

Mescher, A. (2010). Junqueira's Basic Histology. McGraw-Hill. p. 24-69. Moore, K. L., & Dalley, A. F. (2010). Clinically Oriented Anatomy sixth edition.

p. 12-49.

Potter, P.A, Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk. Jakarta : EGC. p. 58-66.

Price, S & Wilson, L, (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC. p. 17-28.

R. Sjamsuhidayat, Wim De Jong. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Jakarta : EGC. p. 99-122.

Ramos AFN, Miranda JL. (2007). Vol.1. Propolis : A Review Of Its Anti-Inflammatory And Healing Properties. Journal of Venomous Animals and Toxins including Tropical Diseases. p. 17-26.


(6)

Seidel V, Peyfoon E, Watson DG, Fearnley J. (2008). Vol.1. Comparative study of the antibacterial activity of propolis from different geographical and climatic zones. p. 46-59.

Toprakci, M. B. S. (2005). Kompilasi Keterangan-Keterangan Mengenai Propolis. www.zaaba313.coms.ph/ catalog.html. p. 89-101.

Trusheva, B., Trunkova, D., Bankova, V., (2007). Different extraction methods of biologically active components from propolis: a preliminary study. Chemistry Central Journal, 7: 1-13.

Velazquez C, Navarro M, Acosta A, Angulo A, Dominguez Z, Robles R, Robles-Zepeda R, Lugo E, Goycoolea FM, Velazquez EF, Astiazaran H, Hernandez J. (2007). Antibacterial and free-radical scavenging activities of Sonoran

propolis. p. 256-277.

William DJ, Timothy GB, Dirk ME. (2006). Dermatoses Resulting From Physical Factors. In: Sue Hodgson/Karen Bowler, editors. Andrews’ Disease of the skin: Clinical Dermatology. 10th ed. Canada : Saunders Elsevier. p. 124-139.