Pengetahuan, Sikap, Efikasi Diri, dan Perilaku Seksual Remaja Pada SMA Negeri dan SMA Swasta Di Kota Denpasar.

(1)

UNIVERSITAS UDAYANA

PENGETAHUAN, SIKAP, EFIKASI DIRI, DAN PERILAKU

SEKSUAL REMAJA PADA SMA NEGERI DAN SMA SWASTA

DI KOTA DENPASAR

MARIA LUSIA KADEK PUSPITA SARI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2016


(2)

UNIVERSITAS UDAYANA

PENGETAHUAN, SIKAP, EFIKASI DIRI, DAN PERILAKU

SEKSUAL REMAJA PADA SMA NEGERI DAN SMA SWASTA

DI KOTA DENPASAR

MARIA LUSIA KADEK PUSPITA SARI

NIM. 1220025041

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2016


(3)

UNIVERSITAS UDAYANA

PENGETAHUAN, SIKAP, EFIKASI DIRI, DAN PERILAKU

SEKSUAL REMAJA PADA SMA NEGERI DAN SMA SWASTA

DI KOTA DENPASAR

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

MARIA LUSIA KADEK PUSPITA SARI

NIM. 1220025041

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2016


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah dipresentasikan dan diujikan dihadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, 27 Juni 2016

Tim Penguji Skripsi

Ketua (Penguji I)

dr. Komang Ayu Kartika Sari, M.PH NIP. 19800911 200604 2 026

Anggota (Penguji II)

Ni Komang Ekawati, S.Psi.,Psi., M.PH NIP. 19791202 200604 2 023


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan diperiksa dihadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, 27 Juni 2016

Pembimbing

dr. Desak Putu Yuli Kurniati, M.K.M. NIP. 19830723 200801 2 007


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) karena atas berkat dan rahmat-Nya dapat diselesaikannya skripsi yang

berjudul “Pengetahuan, Sikap, Efikasi Diri, dan Perilaku Seksual Remaja pada

SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar“ ini tepat pada waktunya.

Ucapan terima kasih penulis ucapkan atas kerjasamanya dalam penyusunan skripsi ini kepada :

1. dr. I Made Ady Wirawan, MPH, Ph.D, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat FK Unud.

2. dr. Desak Putu Yuli Kurniati, M.K.M., selaku Kepala bagian perminatan promosi kesehatan dan juga sekaligus pembimbing yang telah memberikan izin kepada penulis dalam penyusunan skripsi dan berkenan meluangkan waktunya guna membimbing dan mengarahkan secara teknis.

3. SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar selaku institusi tempat dilakukannya penelitian, yang telah memberikan ijin peneliti untuk melakukan pengambilan data.

4. Siswa dari SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar selaku informan penelitian, yang telah bersedia meluangkan waktu guna berpartisipasi dan memberikan informasi yang sangat dibutuhkan peneliti.

5. I Wayan Yasa (Alm.) dan Fransiska Yuliati selaku orang tua peneliti, serta Andreas Erifumi Abe selaku keponakan peneliti, yang telah memberikan dukungan dan doa untuk kelancaran skripsi ini.

6. Teman-teman seperjuangan Eka Purni, Kumala Ratih, Oka, Dera, Edi, Swandewi, Dewi Amri, Ani, Nurhidayah, Guseka, Dharmadi, Arni, Sharryl, Astri, Sagung,


(7)

Ayun, Della, Asriratih, Nening, Lina, Gung Dian, Intan Paramita, dan teman-teman PS KM 12 lain yang telah memberikan motivasi, membantu menjadi tim peneliti dan memberikan dukungan moril.

7. Rekan-rekan peneliti Hari Nugrahini dan Dewi Sunariati serta Ka Weda yang telah memberikan dukungan moril.

8. Adik kelas Rada dan Padma yang telah membantu dalam uji coba kuesioner serta semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini.

Demikian skripsi ini disusun semoga dapat memberikan manfaat bagi diri kami sendiri dan pihak lain yang menggunakan.

Denpasar, 27 Juni 2016


(8)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN Skripsi, Juni 2016

Maria Lusia Kadek Puspita Sari

Pengetahuan, Sikap, Efikasi Diri, dan Perilaku Seksual Remaja Pada SMA Negeri dan SMA Swasta Di Kota Denpasar

ABSTRAK

Perilaku seksual pranikah merupakan penyebab terjadinya aborsi, KTD, IMS bahkan HIV/AIDS pada usia remaja. Upaya mengontrol perilaku seksual pranikah dari faktor eksternal kelompok teman sebaya/peer group melalui program KSPAN dan program PIK R. Akan tetapi, hasil wawancara dengan salah seorang siswa dari SMA Negeri dan SMA Swasta yang terdapat program KSPAN dan PIK R disekolahnya menyatakan bahwa masih terdapat siswa yang menikah usia dini akibat KTD. Perilaku seksual pranikah juga dipengaruhi faktor internal seperti pengetahuan, sikap, dan efikasi diri. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, efikasi diri, dan perilaku seksual remaja pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross sectional deskriptif. Penelitian dilakukan di 2 sekolah yakni SMA negeri dan SMA swasta di Kota Denpasar pada bulan Januari-Mei 2016. Populasi penelitian berjumlah 1662 orang dengan besar sampel yakni 368 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan cluster random sampling. Data dianalisa secara univariat dan bivariat.

Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik remaja pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar didominasi oleh informan berjenis kelamin perempuan, berumur 16 tahun, berasal dari SMA swasta, dan dari kelas X. Informan sebanyak 91,1% pernah mendapatkan informasi mengenai kesehatan reproduksi yang berasal dari guru dan internet. Perilaku seksual berisiko 61,4%. Kategori tingkat pengetahuan baik mengenai kesehatan reproduksi 46,5%. Sikap positif terhadap seksualitas 61,1%. Efikasi diri tinggi terhadap seksualitas 51,9%. Informan dengan perilaku seksual berisiko memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 46,5%. Informan dengan perilaku seksual berisiko memiliki sikap positif yakni 50,9%. Informan dengan perilaku seksual yang berisiko memiliki efikasi diri rendah yakni 57,9%.

Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini ditujukan bagi pemerintah, pihak sekolah, dan peneliti berikutnya.


(9)

PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF MEDICINE

UDAYANA UNIVERSITY

MAJOR CONCENTRATION IN HEALTH PROMOTION S1 Thesis, June 2016

Maria Lusia Kadek Puspita Sari

Knowledge, Attitude, Self Efficacy, and Sexual Behavior of Adolescent at The Public High School And The Private High School In Denpasar City

ABSTRACT

Sexual behavior is the cause of abortion, unwanted pregnancies, sexually transmitted infections and HIV/AIDS for adolescence. The efforts to control sexual behavior from the external group through peer group such as KSPAN (Student Forum that focus on AIDS and Drugs abuse) and PIK R (Youth Counseling and Information Centre) program. But, the results of interviews with one of student from the public high school and the private high school that have KSPAN and PIK R program shows there are still students who married an early age due to unwanted pregnancy. Sexual behavior also influenced by the internal factor such as knowledge, attitude, and self-efficacy. The purpose of this research to know overview about knowledge, attitude, self-efficacy, and sexual behavior of adolescent from the public high school and the private high school in The Denpasar City.

The research is observational research by cross sectional descriptive design. The research was done in 2 schools, the public high school and the private high school in Denpasar City from January until May 2016. The population in this research were 1662 people with 368 people large sample. The sample technique used was clusters random sampling. Data was analyzed by univariate and bivariate.

Results in the research indicated that adolescent characteristics from the public high school and the private high school in The Denpasar City dominated by the female informant, 16 years old, from the private high school, and has been studying in class X (first year student). Informants as many as 91,1% have got information about reproductive health where teachers and internet as source of information. The risky sexual behavior is 61,4%. The category of having good knowledge about reproductive health is 46,5%. The positive attitude about sexuality is 61,1%. The high self-efficacy about sexuality is 51,9%. The informants who had risky sexual behavior have good knowledge is 46,5%. Informants who had risky sexual behavior have positive attitude is 50,9%. Informants who had risky sexual behavior have low self-efficacy is 57,9%.

Advice that can be given in this study aims for the government, the school, and for the next researchers.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN JUDUL DENGAN SPESIFIKASI ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 6

Pertanyaan Penelitian ... 7

Tujuan Penelitian ... 7

1.4.1 Tujuan Umum ... 7

1.4.2 Tujuan Khusus ... 8

Manfaat Penelitian ... 8

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 8

1.5.2 Manfaat Praktis ... 9

Ruang Lingkup Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Remaja ... 10

2.2 Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi Remaja ... 11

2.3 Pengetahuan Remaja Mengenai Kesehatan Reproduksi ... 18

2.4 Sikap Remaja ... 14

2.5 Efikasi Diri ... 22

2.6 Perilaku Seksual Remaja ... 14

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 25


(11)

3.2 Variabel dan Definisi Operasional ... 27

BAB IV METODE PENELITIAN ... 30

4.1 Desain Penelitian ... 30

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

4.3 Populasi dan Sampel ... 30

4.3.1 Populasi ... 30

4.3.2 Sampel Penelitian ... 31

4.3.3 Besar Sampel ... 31

4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel ... 32

4.4 Prosedur Pengumpulan Data ... 33

4.5 Instrumen Penelitian ... 35

4.6 Pengolahan Data ... 37

4.7 Teknik Analisis Data ... 37

BAB V HASIL ... 39

5.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 39

5.2 Gambaran Karakteristik Informan ... 40

5.3 Gambaran Sumber Informasi Kesehatan Reproduksi ... 40

5.4 Gambaran Perilaku Seksual Informan ... 41

5.5 Gambaran Pengetahuan Kesehatan Reproduksi ... 45

5.6 Gambaran Sikap terhadap Seksualitas ... 46

5.7 Gambaran Efikasi Diri terhadap Seksualitas ... 48

5.8 Distribusi Perilaku Seksual Remaja berdasarkan Pengetahuan, Sikap, dan Efikasi Diri ... 50

5.8.1. Distribusi Perilaku Seksual Remaja berdasarkan Pengetahuan .. 50

5.8.2. Distribusi Perilaku Seksual Remaja berdasarkan Sikap ... 51

5.8.3. Distribusi Perilaku Seksual Remaja berdasarkan Efikasi Diri .... 51

BAB VI PEMBAHASAN ... 52

6.1 Karakteristik Remaja pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar ... 52

6.2 Perilaku Seksual Remaja pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar ... 54

6.3 Pengetahuan Remaja mengenai Kesehatan Reproduksi pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar ... 58


(12)

6.4 Sikap Remaja terhadap Seksualitas pada SMA Negeri dan SMA Swasta

di Kota Denpasar ... 60

6.5 Efikasi Diri Remaja terhadap Seksualitas pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar ... 61

6.6 Distribusi Perilaku Seksual Remaja berdasarkan Pengetahuan, Sikap, dan Efikasi Diri ... 64

6.6.1. Distribusi Perilaku Seksual Remaja berdasarkan Pengetahuan .. 64

6.6.2. Distribusi Perilaku Seksual Remaja berdasarkan Sikap ... 65

6.6.3. Distribusi Perilaku Seksual Remaja berdasarkan Efikasi Diri .... 65

6.6.4. Distribusi Perilaku Seksual Remaja berdasarkan Pengetahuan, Sikap, dan Efikasi Diri ... 65

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 69

Simpulan ... 69

Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71 LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ... 28

Tabel 5.1 Gambaran Karakteristik Informan ... 40

Tabel 5.2 Gambaran Sumber Informasi Kesehatan Reproduksi Informan ... 41

Tabel 5.3 Gambaran Jawaban Informan terhadap Masing-Masing Indikator Perilaku Seksual ... 42

Tabel 5.4 Gambaran Jumlah Pacar Informan ... 43

Tabel 5.5 Gambaran Tempat Berpacaran Informan ... 43

Tabel 5.6 Gambaran Tempat Menonton Video Porno Informan ... 43

Tabel 5.7 Gambaran Tempat Berhubungan Seksual Informan ... 44

Tabel 5.8 Gambaran Perilaku Seksual Informan ... 44

Tabel 5.9 Gambaran Jawaban Informan terhadap Masing-Masing Indikator Pengetahuan Kesehatan Reproduksi ... 45

Tabel 5.10 Gambaran Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Informan... 45

Tabel 5.11 Gambaran Jawaban Informan terhadap Masing-Masing Indikator Sikap terhadap Seksualitas ... 47

Tabel 5.12 Gambaran Sikap Informan terhadap Seksualitas ... 48

Tabel 5.13 Gambaran Jawaban Informan terhadap Masing-Masing Indikator Efikasi Diri terhadap Seksualitas ... 49

Tabel 5.14 Gambaran Efikasi Diri Informan terhadap seksualitas ... 50

Tabel 5.15 Distribusi Perilaku Seksual Remaja berdasarkan Pengetahuan ... 50

Tabel 5.16 Distribusi Perilaku Seksual Remaja berdasarkan Sikap ... 51


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1 Kerangka Teori Menurut Teori S-O-R dari B. F. Skiner ... 25


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

1. Jadwal Penelitian 2. Lembar Informasi

3. Lembar Persetujuan Menjadi Informan 4. Kuesioner Penelitian

5. Surat Keterangan Kelaikan Etik dari Komisi Etik

6. Surat Rekomendasi Penelitian dari Badan Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Bali

7. Surat Rekomendasi Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Denpasar

8. Dokumentasi Kegiatan Pengambilan Data pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar


(16)

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

Daftar Singkatan

AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome

BKBPP : Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

HIV : Human Immunodeficiency Virus IMS : Infeksi Menular Seksual

KPA : Komisi Penanggulangan AIDS KRR : Kesehatan Reproduksi Remaja

KSPAN : Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba KTD : Kehamilan Tidak Diinginkan

Narkoba : Narkotika dan Bahan Adiktif lainnya PIK R : Pusat Informasi dan Konseling Remaja

PIK R/M : Pusat Informasi dan Konseling Remaja dan Mahasiswa PKBI : Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia

PMS : Penyakit Menular Seksual PSK : Pekerja Seks Komersil Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

SDKI : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SLUA : Sekolah Lanjutan Umum Atas

SMA : Sekolah Menengah Atas SMP : Sekolah Menengah Pertama


(17)

Daftar Istilah

Intercourse : aktivitas seksual dengan memasukkan alat kelamin laki-laki kedalam alat kelamin wanita

Kissing : cium pipi dan cium bibir

Masturbasi/onani : perilaku merangsang alat kelamin baik tanpa menggunakan alat maupun menggunakan alat untuk mendapatkan kepuasan seksual

Necking : mencium wajah dan leher

Oral sex : memasukkan alat kelamin ke dalam mulut pasangannya

Petting :keseluruhan aktivitas seksual non intercourse (hingga

menempelkan alat kelamin) meliputi merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan, termasuk lengan, dada, buah dada, kaki, dan kadang daerah kemaluan di luar atau di dalam pakaian


(18)

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada era pembangunan saat ini, hampir setiap negara di dunia berusaha untuk menjadi yang terunggul dalam berbagai aspek kehidupan. Pembangunan sumber daya manusia menjadi salah satu komponen penting dalam era ini. Peningkatan produktifitas sumber daya manusia harus dibangun sejak usia remaja. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang terjadi antara usia 12 sampai dengan 21 tahun (Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D. Gunarsa, 2008 : 203). Masa remaja ditandai dengan perubahan bentuk dan ukuran tubuh, fungsi tubuh, psikologi, dan aspek fungsional (Robert M. Kliegman, et al., 2007 : 35). Ditinjau dari segi umur, remaja dapat dibagi menjadi remaja awal (early adolescent) pada umur 12 sampai 15 tahun, remaja menengah (middle adolescent) pada umur 15 sampai 18 tahun, dan remaja akhir (late adolescent) pada umur 18 sampai 21 tahun (Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D. Gunarsa, 2008).

Perkembangan pesat pada Iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) juga berdampak pada semakin meningkatnya permasalahan remaja. Salah satu permasalahan yang timbul yakni perilaku seksual remaja saat berpacaran. Berpacaran menurut Freud dalam Imran (1999) muncul pada masa awal pubertas yang terjadi sebagai akibat perubahan hormon dan mulai berfungsinya organ seksual. Pacaran merupakan masa pencarian pasangan, penjajakan, dan proses memahami berbagai sifat yang berbeda antara laki-laki dan perempuan (Setiawan & Nurhidayah, 2008). Di kalangan remaja sekarang ini, pacaran dianggap sebagai identitas. Umumnya, seorang


(19)

2

remaja akan bangga dan percaya diri jika sudah memiliki pacar, sebaliknya remaja yang belum memiliki pacar dianggap kurang pergaulan.

Hasil survei perilaku seksual siswa di PKBI Jawa Tengah tahun 2013 diketahui bahwa aktivitas berpacaran yang dilakukan oleh remaja meliputi mengobrol (100%), berpegangan tangan (80%), mencium pipi atau kening (69%), mencium bibir (51%), mencium leher (28%), petting (22%), dan intercouse (6,2%) (dalam Alfiani, 2013). Dari data tersebut diketahui bahwa berpacaran di kalangan remaja tidak saja menjadi pemenuhan kebutuhan sosiologis tetapi juga menjadi pemenuhan kebutuhan biologis. Pernyataan tersebut didukung dengan data BKKBN (2015) yang menyatakan bahwa sebanyak 46% remaja berusia 15-19 tahun sudah melakukan hubungan seksual. Kemudian data tersebut diperkuat dengan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 yang menyatakan bahwa pria yang pernah melakukan hubungan seksual lebih tinggi sebanyak 8% daripada wanita (Badan Pusat Statistik, 2012).

Fenomena berpacaran remaja saat ini yang cenderung ke arah perilaku seksual pranikah berpengaruh terhadap status kesehatan reproduksi remaja dan kualitas remaja di masa mendatang. Beberapa dampak dari perilaku seksual pranikah yakni aborsi, Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), Infeksi Menular Seksual (IMS) bahkan HIV/AIDS. Data Sensus Nasional pada tahun 2014 menunjukkan bahwa sebesar 48-51% perempuan yang hamil merupakan usia remaja (BKKBN, 2015). Data BKKBN juga menyebutkan bahwa terjadi 2.500.000 kasus aborsi setiap tahunnya dengan berbagai alasan. Sebanyak 800.000 kasus dilakukan pada usia remaja 15-19 tahun sehingga diperkirakan setiap hari ada 2.000 remaja yang melakukan aborsi (dalam berita Metro, 2016).


(20)

3

Berdasarkan data dari PKBI Provinsi Bali pada tahun 2015 dari 29 kasus KTD sebesar 89,7% terjadi pada kelompok umur 15-19 tahun. Data lain menyebutkan bahwa dari 1162 kasus IMS di Provinsi Bali sebanyak 7,7 % berasal dari kelompok umur 15-19 tahun (PKBI Provinsi Bali, 2015). Berdasarkan data dari KPA kota Denpasar hingga akhir Desember 2015 temuan kasus HIV/AIDS mencapai 13.319, kasus terbanyak ditemukan di kota Denpasar yakni sebesar 39,4%, sedangkan dari total kasus yang ditemukan sebanyak 2% berasal dari kelompok umur 15-19 tahun (KPA Kota Denpasar, 2016).

Perilaku seksual pranikah pada remaja dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah meliputi pengetahuan dan sikap (Sarwono dalam Darmasih, 2011). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih lama bertahan daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo, 2014). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Rosdarni dkk. (2015) yang menyatakan bahwa remaja yang memiliki pengetahuan yang rendah berpeluang lebih dari 1,5 kali untuk melakukan perilaku seksual pranikah berisiko dibandingkan remaja yang memiliki pengetahuan yang tinggi.

Sikap menjadi faktor internal yang mendorong perilaku seksual karena seseorang yang sudah tahu akan berpikir dan berusaha sehingga muncul niat untuk berperilaku tertentu. Tanpa adanya sikap seseorang tidak memiliki kesiapan atau kesediaan untuk bertindak (Notoadmodjo, 2014). Remaja yang memiliki sikap negatif berpeluang 1,5 kali untuk melakukan perilaku seksual pranikah yang berisiko dibandingkan remaja yang memiliki sikap positif (Rosdarni et al., 2015). Faktor internal lain yang juga mempengaruhi perilaku seksual remaja yakni efikasi diri. Hasil penelitian Kusumastuti (2015) menunjukkan bahwa dari 3 faktor internal yang diteliti


(21)

4

faktor efikasi diri berpengaruh paling besar terhadap perilaku seksual remaja sebesar 0.237.

Faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah remaja yakni kelompok teman sebaya (peer group), sumber-sumber informasi, keluarga, sosial-budaya, religiutas, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu (Alfiani, 2013; Darmasih, 2011). Hasil penelitian Kusumastuti (2015) menyatakan bahwa teman sebaya merupakan faktor penguat terhadap pembentukan perilaku remaja termasuk perilaku seksual. Disebutkan pula dalam penelitian Kusumastuti (2015) bahwa teman sebaya berpengaruh positif sebesar 0.222 terhadap perilaku seksual. Maka dari itu, upaya untuk mengontrol perilaku seksual pranikah remaja dapat dilakukan melalui pembentukan program yang menyasar kelompok teman sebaya (peer group).

Di Provinsi Bali terutama di Kota Denpasar, pada beberapa sekolah sudah terdapat beberapa program terkait dengan kesehatan reproduksi remaja yang menyasar kelompok teman sebaya (peer group), diantaranya program KSPAN dan program PIK R/M. Program Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN) dibentuk oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA). KSPAN merupakan program yang berada di sekolah tingkat SMP dan SMA. Tujuan program KSPAN yakni memberikan informasi mengenai Kesehatan Reproduksi Remaja dan konseling serta penanggulangan HIV/AIDS dan Narkotika (SMA 6 Denpasar, 2013). KSPAN yang berstatus aktif menurut data dari KPA Kota Denpasar (2016), berada di sekolah SMA Negeri 2 Denpasar, SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar, dan SMP Dwijendra Denpasar.

Program Pusat Informasi dan Konseling Remaja dan Mahasiswa (PIK R/M) merupakan program kesehatan reproduksi remaja yang juga menyasar kelompok teman sebaya (peer group) di tingkat SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. PIK R/M


(22)

5

dibentuk oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK R) yang terbentuk di kota Denpasar berdasarkan Surat Keputusan Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) tahun 2015, berada di SMA Negeri 2 Denpasar, SMA Negeri 8 Denpasar, SMA Dharma Praja Denpasar, SMP Dwijendra Denpasar, SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar, SMK 3 Denpasar, SMPK 1 Harapan Denpasar, SMP Widya Sakti Harapan Denpasar, SMP Nasional Denpasar, dan SMP Pemecutan Denpasar.

Berdasarkan data dari BKBPP dan KPA Kota Denpasar (2015) terdapat 3 sekolah yang memiliki KSPAN berstatus aktif dan PIK R yakni SMA Negeri 2 Denpasar, SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar, dan SMP Dwijendra Denpasar. Dengan adanya program KSPAN dan program PIK R yang menyasar kelompok teman sebaya (peer group) di sekolah-sekolah tersebut diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan efikasi diri terkait seksualitas remaja. Akan tetapi, hasil penelitian Nurlaili (2012) menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku mengenai IMS di SMA Negeri lebih rendah dibandingkan di SMA Swasta. Kemudian berdasarkan data tersebut, peneliti memilih SMA Negeri dan SMA Swasta sebagai lokasi penelitian.

Peneliti memilih remaja di tingkat SMA sebagai sampel penelitian karena remaja di tingkat SMA sedang mengalami pembentukan identitas diri (Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D. Gunarsa, 2008 : 204). Pembentukan identitas diri ini akan mempengaruhi perilaku yang dimunculkan remaja termasuk perilaku seksual. Perilaku seksual pranikah yang muncul dipengaruhi oleh lingkungan teman sebaya yang kurang baik. Pernyataan tersebut semakin diperkuat dengan hasil wawancara dengan salah seorang siswa alumni angkatan 2012 dari SMA Negeri dan SMA Swasta yang menyatakan bahwa terdapat siswa yang menikah usia dini akibat KTD padahal


(23)

6

terdapat program KSPAN dan PIK R di kedua sekolah tersebut [Swandewi & Yuni, wawancara, 11 Maret 2016]. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti ingin mengetahui “Pengetahuan, Sikap, Efikasi Diri, dan Perilaku Seksual Remaja pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar”. Hal ini tentu sangat penting diperhatikan untuk mengetahui perilaku seksual pranikah pada remaja sehingga nantinya dapat diciptakan bentuk promosi kesehatan yang cocok dan tepat untuk mengontrol perilaku seksual pranikah pada remaja.

Rumusan Masalah

Dari latar belakang diketahui bahwa gaya berpacaran remaja mengarah ke perilaku seksual pranikah. Perilaku seksual pranikah menyebabkan terjadinya aborsi, KTD, IMS bahkan HIV/AIDS. Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah yakni kelompok teman sebaya/peer group (Alfiani, 2013; Darmasih, 2011). Di Provinsi Bali terutama di Kota Denpasar, pada beberapa sekolah sudah terdapat beberapa program terkait dengan kesehatan reproduksi remaja yang menyasar kelompok teman sebaya (peer group), diantaranya program KSPAN dan program PIK R/M. Berdasarkan data dari BKBPP dan KPA Kota Denpasar (2015) terdapat 3 sekolah yang memiliki KSPAN berstatus aktif dan PIK R. Dengan adanya program KSPAN dan program PIK R diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan efikasi diri terkait seksualitas remaja. Akan tetapi, perilaku seksual pranikah pada remaja yang mengalami pembentukan identitas diri muncul dipengaruhi oleh lingkungan teman sebaya yang kurang baik. Pernyataan tersebut semakin diperkuat dengan hasil wawancara dengan alumni 2012 dari SMA Negeri dan SMA Swasta yang menyatakan bahwa terdapat siswa yang menikah usia dini akibat KTD padahal terdapat program KSPAN dan PIK R di kedua sekolah tersebut [Swandewi & Yuni,


(24)

7

wawancara, 11 Maret 2016]. Sehubungan dengan masalah tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, efikasi diri, dan perilaku seksual remaja pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar.

Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, adapun pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana karakteristik remaja pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota

Denpasar ?

2. Bagaimana perilaku seksual remaja pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar ?

3. Bagaimana pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar ?

4. Bagaimana sikap remaja terhadap seksualitas pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar ?

5. Bagaimana efikasi diri remaja terhadap seksualitas pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar?

6. Bagaimana distribusi perilaku seksual remaja berdasarkan pengetahuan, sikap, dan efikasi diri?

Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, efikasi diri, dan perilaku seksual remaja pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar.


(25)

8

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik remaja pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar.

2. Untuk mengetahui perilaku seksual remaja pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar.

3. Untuk mengetahui pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar.

4. Untuk mengetahui sikap remaja terhadap seksualitas pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar.

5. Untuk mengetahui efikasi diri remaja terhadap seksualitas pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar.

6. Untuk mengetahui distribusi perilaku seksual remaja berdasarkan pengetahuan, sikap, dan efikasi diri.

Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan pengetahuan serta menyumbangkan pemikiran bagi pengembangan teori keilmuan khususnya dibidang promosi kesehatan. Peneliti berikutnya dapat menjadikan penelitian ini sebagai referensi terutama dalam penelitian yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan perilaku seksual remaja tentunya dengan menggunakan sampel lain.


(26)

9

1.5.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pada :

1. Pemerintah yang secara khusus ditujukan kepada KPA dan BKBPP Kota Denpasar mendapatkan informasi yang berkaitan perilaku seksual remaja saat ini sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan bahan evaluasi dalam menetapkan strategi promosi kesehatan yang tepat dan efisien melalui program KSPAN dan PIK R.

2. Sekolah yang secara khusus ditujukan kepada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar mendapatkan informasi yang berkaitan perilaku seksual remaja saat ini sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pihak sekolah agar lebih tanggap dalam mengawasi dan mengontrol siswanya terutama terkait perilaku seksual.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian bidang promosi kesehatan yang menekankan pada aspek pengetahuan, sikap, efikasi diri, dan perilaku seksual remaja pada SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Denpasar. Remaja yang dimaksud adalah remaja menengah (middle adolescent) pada umur 15 sampai 18 tahun dan bersedia menjadi informan penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif sehingga tidak melihat pengaruh antar variabel.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja

Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang terjadi antara usia 12 sampai dengan 21 tahun (Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D. Gunarsa, 2008 : 203). Menurut Robert M. Kliegman dkk. (2007 : 35), masa remaja terjadi berusia 10 sampai 20 tahun dan ditandai dengan perubahan bentuk dan ukuran tubuh, fungsi tubuh, psikologi, dan aspek fungsional. Masa remaja merupakan masa peralihan yang mencakup perubahan secara fisik dan psikologis dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Perubahan fisik yang terjadi berupa kematangan dan mulai berfungsinya organ seksual dengan baik. Perubahan psikologis yang terjadi yakni intelektual, kehidupan emosi, dan kehidupan sosial yang terjadi pada remaja (Sarwono dalam Harefa, 2013). Sumber lain menyatakan bahwa masa remaja sebagai periode perubahan atau masa peralihan juga terjadi perubahan hubungan sosial, bertambahnya kemampuan dan keterampilan, serta pembentukan identitas (Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D. Gunarsa, 2008 : 204).

Ditinjau dari segi umur, menurut Robert M. Kliegman dkk. (2007) remaja dapat dibagi menjadi remaja awal (early adolescent) pada umur 10 sampai 13 tahun, remaja menengah (middle adolescent) pada umur 14 sampai 16 tahun, dan remaja akhir (late adolescent) pada umur 17 sampai 20 tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa masa remaja awal (early adolescent) pada umur 12 sampai 15 tahun, remaja menengah (middle adolescent) pada umur 15 sampai 18 tahun, dan remaja akhir (late adolescent) pada umur 18 sampai 21 tahun (Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D. Gunarsa, 2008). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, proporsi penduduk remaja berumur 12-18


(28)

11

tahun masuk dalam kategori anak usia sekolah yang mencapai 295.472 orang (47,43%). Proporsi remaja berusia 19-21 tahun masuk ke dalam kategori umur dewasa sebanyak 649.625 orang (11,8%) (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).

Masa remaja identik dilalui seseorang dengan berpacaran. Berpacaran menurut Freud dalam Imran (1999) muncul pada masa awal pubertas yang terjadi sebagai akibat perubahan hormon dan mulai berfungsinya organ seksual. Pacaran merupakan masa pencarian pasangan, penjajakan, dan proses memahami berbagai sifat yang berbeda antara laki-laki dan perempuan (Setiawan & Nurhidayah, 2008). Di kalangan remaja sekarang ini, pacaran dianggap sebagai identitas. Umumnya, seorang remaja akan bangga dan percaya diri jika sudah memiliki pacar, sebaliknya remaja yang belum memiliki pacar dianggap kurang pergaulan (Alfiani, 2013).

Dalam penelitian Nocentini dkk. (2010) yang berjudul “Physical Dating Aggression Growth During Adolescence” menemukan hasil bahwa perkembangan perilaku fisik saat berpacaran dari usia 16 sampai 18 tahun berhubungan dengan time-invariant predictors dan time-varying effects. Time-time-invariant predictors meliputi jenis kelamin, pendidikan orang tua, komposisi keluarga, jumlah mitra. Time-varying effects tergantung dari perilaku dan persepsi remaja tentang adanya kekerasan yang dilakukan oleh pasangan (Nocentini et al., 2010).

2.2 Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi Remaja

Seksualitas merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin. Ruang lingkup seksualitas yakni seksual biologis, identitas seksual, identitas gender, dan perilaku seksual. Sejak masa remaja, terlihat adanya perubahan-perubahan yang berawal dari masa pubertas. Pada masa pubertas terjadi perubahan-perubahan fisik dan fungsi fisiologis. Perubahan tubuh ini disertai dengan perkembangan karakteristik


(29)

12

seksual primer dan karakteristik seksual sekunder. Karakteristik seksual primer mencakup perkembangan organ-organ reproduksi sedangkan karakteristik seksual sekunder mencakup perubahan dalam bentuk tubuh sesuai dengan jenis kelamin. Karakteristik seksual sekunder tidak berhubungan langsung dengan fungsi reproduksi tetapi berhubungan dengan sex appeal (Imran, 1999 : 8-9).

Dorongan seksual muncul dalam bentuk ketertarikan terhadap lawan jenis, keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual dan sebagainya. Bentuk perilaku/cara penyaluran dorongan seksual berbeda-beda tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor tersebut yakni pengalaman seksual, faktor-faktor kepribadian, pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan, peran keluarga, dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi (Imran, 1999 : 8-9).

Remaja yang memiliki pemahaman secara benar tentang kesehatan reproduksi akibat perubahan karakteristik seksual primer, cenderung memahami risiko perilaku serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksual secara sehat dan bertanggung jawab (Imran, 1999 : 35). Kesehatan reproduksi merupakan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi serta prosesnya. Kesehatan reproduksi sangat penting karena persoalan kesehatan reproduksi berkaitan erat dengan kualitas hidup manusia di masa mendatang. Jika kesehatan reproduksi perempuan terganggu maka dalam jangka panjangnya akan mengganggu kualitas hidup manusia secara keseluruhan (BKKBN, 2011).

Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak hanya berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural (Asna, 2011).


(30)

13

Kekurangpahaman remaja terhadap masalah seputar seksualitas akan memunculkan perilaku seksual remaja yang tidak sehat dan tidak bertanggung jawab seperti melakukan hubungan seks dengan pasangan sebelum menikah. Dampak perilaku seksual intercourse pranikah yaitu hamil di luar nikah dan menikah di usia dini (Prihatin, 2014). Data Sensus Nasional pada tahun 2014 menunjukkan sebesar 48-51% perempuan yang hamil merupakan usia remaja (BKKBN, 2015). Data BKKBN juga menyebutkan bahwa terdapat 2.500.000 kasus aborsi setiap tahunnya. Sebanyak 800.000 kasus terjadi pada usia remaja 15-19 tahun yang berarti setiap hari ada 2.000 remaja yang melakukan aborsi (dalam berita Metro, 2016). Berdasarkan data dari PKBI Provinsi Bali pada tahun 2015 dari 29 kasus KTD sebanyak 89,7% terjadi pada kelompok umur 15-19 tahun. Data lain menyebutkan dari 1162 kasus IMS di Provinsi Bali sebanyak 7,7 % berasal dari kelompok umur 15-19 tahun (PKBI Provinsi Bali, 2015).

Data Dinas Kesehatan Kota Denpasar (2016) menyebutkan bahwa temuan penyakit menular seksual di tahun 2015 yakni sebanyak 3.180 kasus sedangkan temuan di tahun 2014 sebanyak 2.931 kasus. Terjadi peningkatan kasus penyakit menular baik itu sifilis, gonorhoea, dan penyakit kelamin lainnya. Berdasarkan data lain dari KPA kota Denpasar hingga akhir Desember 2015 temuan kasus HIV/AIDS mencapai 13.319, kasus terbanyak ditemukan di kota Denpasar yakni sebesar 39,4%, sedangkan dari total kasus yang ditemukan sebanyak 2 % berasal dari kelompok umur 15-19 tahun (KPA Kota Denpasar, 2016). Jadi, dampak aktivitas dan perilaku seksual remaja tidak hanya hamil di luar nikah dan menikah usia dini tetapi juga penyakit seksual seperti IMS dan bahkan HIV/AIDS.


(31)

14

2.3 Perilaku Seksual Remaja

Perilaku manusia dari segi biologis merupakan tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri seperti berjalan, berbicara, menangis, bekerja dan sebagainya. Skiner (dalam Notoadmodjo, 2014) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Perilaku manusia terjadi melalui proses StimulusOrganismeRespon, sehingga teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” (stimulus-organisme-respon). Selanjutnya teori Skiner menjelaskan adanya dua jenis respon yakni :

1. Respondent response atau reflexive response merupakan respon yang ditimbulkan

oleh rangsangan-rangsangan tertentu yang disebut eliciting stimulus, karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. Responden respon (Respondent behaviour) mencakup juga emosi respon dan emotional behaviour.

2. Operant respons atau instrumental respon yakni respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh stimulus atau rangsangan lain. Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforce, karena berfungsi untuk memperkuat respon (Notoadmodjo, 2014).

Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat

dikelompokkan menjadi dua yaitu :

1. Perilaku tertutup (Covert Behavior) merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (Overt Behavior) merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah


(32)

15

jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain (Notoadmodjo, 2014).

Perilaku seksual merupakan perilaku yang didasari oleh dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Perilaku seksual sangat luas sifatnya bahkan termasuk aktivitas seksual dan hubungan seksual. Aktivitas seksual yakni kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi dorongan seksual dalam bentuk perilaku berfantasi, masturbasi, menonton atau membaca pornografi, cium pipi, cium bibir, petting dan intercourse (Imran, 1999 : 32-33).

Beberapa tahapan perilaku seksual dari tingkatan rendah ke tingkatan yang lebih tinggi, yakni masturbasi/onani, berpegangan tangan, berpelukan, kissing, necking, petting, dan intercourse (Asna, 2011). PKBI Jawa Tengah pada bulan Juni sampai Juli 2013 melakukan survei perilaku seksual siswa diketahui bahwa aktivitas berpacaran yang dilakukan meliputi mengobrol (100%), berpegangan tangan (80%), mencium pipi atau kening (69%), mencium bibir (51%), mencium leher (28%), petting (22%), dan intercouse (6,2%) (dalam Alfiani, 2013).

Perilaku seksual pranikah pada remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor dari dalam diri orang yang bersangkutan sedangkan faktor eksternal yakni faktor dari luar diri seseorang. Apabila dikaitkan dengan Teori S-O-R menurut Skiner, faktor internal merupakan respon sedangkan faktor eksternal merupakan stimulus (Notoadmodjo, 2014).

Menurut Sarwono dalam Darmasih (2011) faktor internal yang mempengaruhi perilaku seksual meliputi pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih lama bertahan daripada perilaku yang tidak didasari oleh


(33)

16

pengetahuan (Notoadmodjo, 2014). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Rosdarni, dkk (2015) yang menyatakan bahwa remaja yang memiliki pengetahuan yang rendah berpeluang lebih dari 1,5 kali untuk melakukan perilaku seksual pranikah berisiko dibandingkan remaja yang memiliki pengetahuan yang tinggi.

Sikap menjadi faktor internal yang mendorong perilaku seksual karena seseorang yang sudah tahu akan berpikir dan berusaha sehingga muncul niat untuk berperilaku tertentu. Tanpa adanya sikap seseorang tidak memiliki kesiapan atau kesediaan untuk bertindak (Notoadmodjo, 2014). Remaja yang memiliki sikap negatif berpeluang 1,5 kali untuk melakukan perilaku seksual pranikah yang berisiko dibandingkan remaja yang memiliki sikap positif (Rosdarni et al., 2015). Dalam penelitian Kusumastuti (2015) disebutkan faktor internal lain yang juga mempengaruhi perilaku seksual remaja yakni efikasi diri. Hasil penelitian Kusumastuti (2015), diketahui bahwa dari 3 faktor internal yang diteliti faktor efikasi diri berpengaruh paling besar terhadap perilaku seksual remaja sebesar 0.237.

Faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah remaja yakni kelompok teman sebaya (peer group), sumber-sumber informasi, keluarga, sosial-budaya, religiutas, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu (Alfiani, 2013; Darmasih, 2011). Hasil penelitian Kusumastuti (2015) menyatakan bahwa teman sebaya berpengaruh positif sebesar 0.222 terhadap perilaku seksual. Disebutkan pula dalam penelitian Kusumastuti (2015) bahwa teman sebaya merupakan faktor penguat terhadap pembentukan perilaku remaja termasuk perilaku seksual. Teman sebaya memberikan pengaruh yang langsung terhadap remaja dalam berperilaku seksual pranikah yang berisiko. Remaja yang memiliki pengaruh dari teman sebaya yang tinggi berpeluang sebesar 1,7 kali untuk melakukan perilaku seksual pranikah yang


(34)

17

berisiko dibandingkan remaja yang memiliki pengaruh dari teman sebaya yang rendah (Rosdarni et al., 2015).

Berdasarkan jenis kelamin SDKI tahun 2012 menyebutkan bahwa pria yang pernah melakukan hubungan seksual 8% lebih tinggi daripada wanita. Responden pria yang lebih tua (15%) cenderung lebih memiliki pengalaman seksual dibanding pria lainnya (5%). Pria dengan tingkat pendidikan SMA atau lebih tinggi cenderung pernah melakukan hubungan seksual dibandingkan dengan pria yang tingkat pendidikannya lebih rendah (Badan Pusat Statistik, 2012).

Pernyataan dalam penelitian Rosdarni dkk. (2015) menyebutkan bahwa ketika remaja akan melakukan hubungan seksual bersama pasangannya, maka laki-laki adalah pihak pertama yang mengajak untuk melakukan hal tersebut. Jenis kelamin laki-laki lebih bersikap permisif/mendukung perilaku seksual pranikah dibandingkan perempuan. Data acuan penelitian ini menyebutkan bahwa laki-laki memiliki risiko 5 kali lebih besar untuk melakukan hubungan seksual dibandingkan perempuan (Rosdarni et al., 2015).

Dalam sebuah Prosiding Seminar Nasional Keperawatan (Prihatin,2014) dikemukakan mengenai alasan melakukan hubungan seksual pranikah dan dampak perilaku seksual intercourse pranikah. Alasan melakukan hubungan seksual pranikah karena sebagian besar ingin menunjukkan rasa sayang dan takut untuk ditinggalkan dan karena sudah mendapat persetujuan orang tua. Dampak perilaku seksual intercourse pranikah yaitu hamil di luar nikah dan menikah di usia dini. Akibat perilaku seksual intercourse pranikah muncul dampak psikologis yaitu perasaan malu dengan teman - teman dan sebagian yang lain mengalami dampak psikologis karena mendapatkan teguran dari instansi tempat menempuh pendidikan (Prihatin, 2014).


(35)

18

2.4 Pengetahuan Remaja Mengenai Kesehatan Reproduksi

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan seseorang dikumpulkan dan diterapkan mulai dari tahap-tahap, yakni : awarenes (kesadaran), interest (merasa tertarik), evaluation (menimbang-nimbang), Trial (mulai mencoba melakukan sesuatu dengan apa yang dikehendaki stimulus), adoption (subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus) (Notoadmodjo, 2014). Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2014 : 27-28) proses perubahan pengetahuan melalui 6 tingkatan yakni sebagai berikut :

1. Tahu (know) berarti mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. 2. Memahami (comprehension) berarti suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

4. Analisis (analysis) merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (syntesis) menunjukkan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi sangat penting bagi remaja. Hal ini karena kesehatan reproduksi berkaitan erat dengan siklus hidup. Kesehatan reproduksi tercermin dalam kondisi kesehatan selama siklus kehidupan dimulai dari saat konsepsi,


(36)

19

masa anak-anak, masa remaja, dewasa hingga masa pasca usia reproduksi (BKKBN, 2011). Masa remaja adalah masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa itu remaja sering diliputi oleh banyak ketidaktahuan tentang perkembangan dirinya yang dapat menimbulkan problematika tersendiri.

Problematika yang banyak dihadapi oleh remaja tidak lain bersumber pada kurangnya informasi tentang perubahan dalam dirinya terutama yang terkait dengan kesehatan reproduksi (Respati, 2012). Hasil penelitian Wijaya dkk. (2014) menyebutkan bahwa remaja SMA yang memiliki pengetahuan yang baik akan diikuti dengan aktivitas yang positif. Hal ini dibuktikan dengan data hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan dengan aktivitas remaja SMA ditunjukkan dengan angka (P=0,000; r=0,284).

Remaja mudah sekali terpengaruh informasi global melalui media audio-visual karena sedang berada pada masa sulit, tidak pasti dan cenderung labil. Namun, kemudahan dalam mengakses informasi masih belum didukung dengan kualitas informasi kesehatan reproduksi. Dengan informasi akan kesehatan reproduksi yang terbatas dan perkembangan emosi yang masih labil, secara tidak langsung akan mengarahkan remaja pada berbagai hal negatif salah satunya seks bebas. Dengan kata lain, hal ini akan mempercepat usia awal seksual aktif serta mengarahkan remaja pada kebiasaan berperilaku seksual yang beresiko tinggi (Respati, 2012). Pernyataan tersebut didukung hasil penelitian Rosdarni, dkk. (2015) yang menyatakan bahwa remaja yang memiliki pengetahuan yang rendah berpeluang lebih dari 1,5 kali untuk melakukan perilaku seksual pranikah berisiko dibandingkan remaja yang memiliki pengetahuan yang tinggi.

Imran (1999) dalam modulnya berjudul “Perkembangan Seksual Remaja” menyebutkan bahwa dengan pengetahuan yang baik remaja memahami risiko perilaku


(37)

20

serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksual secara sehat dan bertanggung jawab. Hal yang sama juga disampaikan dalam penelitian Kusumastuti (2015) bahwa pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi, IMS dan HIV/AIDS berpengaruh positif sebesar 0,163 terhadap perilaku seksual. Dalam hasil penelitian Asna (2011) juga disebutkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi (p = 0,028) dengan perilaku seksual pranikah pada pelajar SMA Negeri kelas XI.

Penelitian Wijaya dkk. (2014) menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan juga antara variabel pengetahuan dengan sikap remaja SMA (p=0.000; r=0,383) sehingga dapat disimpulkan bahwa remaja SMA yang memiliki pengetahuan yang baik akan diikuti dengan sikap yang baik. Hasil yang sama juga disampaikan dalam penelitian Dewi dan Lubis (2012) yang menemukan bahwa mayoritas responden dengan tingkat pengetahuan baik (98.6%) diikuti dengan sikap yang baik terhadap kehamilan dini (77,8%). Akan tetapi, dalam penelitian ini terdapat kesenjangan antara pengetahuan dan sikap. Dari jumlah responden remaja yang memiliki tingkat pengetahuan baik sebesar 98.6% justru jumlah responden yang memiliki sikap positif berkurang menjadi 77,8%. Maka dari itu, perlu dilakukan pemberian informasi dalam bentuk yang tepat. Pemberian informasi yang dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang seks pranikah menurut hasil penelitian Jayanthi dkk. (2014) yakni dalam bentuk penyuluhan.

2.5 Sikap Remaja

Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif baru (Notoadmodjo, 2014). Sikap dapat berupa respon


(38)

21

negatif dan respon positif yang akan dicerminkan dalam bentuk perilaku. Sikap terdiri atas 3 komponen pokok yakni :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek; 2. Kehidupan emosional atau terhadap suatu objek;

3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave) (Notoadmodjo, 2014). Menurut Notoadmodjo (2014) sikap terdiri dari berbagai tingkatan :

1. Menerima (receiving) berarti orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

2. Merespon (responding) berarti memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Menghargai dengan cara mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

4. Bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala risiko.

Berdasarkan analisis kualitatif dalam penelitian Rosdarni dkk. (2015) menyatakan bahwa sikap merupakan faktor yang memberikan risiko terbesar di dalam berperilaku seksual pranikah yang berisiko pada remaja. Hasil yang sama juga disampaikan dalam penelitian Wijaya dkk. (2014) bahwa remaja SMA yang memiliki sikap yang baik akan diikuti juga dengan aktivitas yang positif. Pernyataan ini dibuktikan dengan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara variabel sikap dengan aktivitas remaja SMA (p=0,000; r=0,269).

Hasil penelitian Asna (2011) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara sikap terhadap kesehatan reproduksi (p = 0,032) dengan perilaku seksual pranikah pada remaja SMA kelas XI. Berdasarkan penelitian Kusumastuti (2015) terdapat pengaruh positif antara sikap terhadap seksualitas terhadap perilaku seksual sebesar 0,13.


(39)

22

Remaja yang memiliki sikap negatif berpeluang sebesar 1,5 kali untuk melakukan perilaku seksual pranikah yang berisiko dibandingkan remaja yang memiliki sikap positif (Rosdarni et al., 2015).

2.6 Efikasi Diri

Efikasi diri merupakan keyakinan seseorang terhadap kemampuan yang dapat dihasilkannya dalam menampilkan tindakan tertentu dan berpengaruh bagi kehidupan orang tersebut. Faktor yang mempengaruhi keyakinaan efikasi diri seseorang tergantung dari perasaan seseorang, pola pikir, cara memotivasi diri sendiri dan cara berperilaku. Keyakinan tersebut akan menghasilkan efek setelah melalui empat proses besar yang mencakup proses kognitif, proses motivasi, proses afektif, dan proses seleksi (Bandura, 1994).

Efikasi diri dapat ditumbuhkan melalui sumber-sumber berikut :

1. Pengalaman Individu (enactive mastery experience) merupakan interpretasi individu terhadap keberhasilan yang dicapai pada masa lalu. Interpretasi tersebut akan mempengaruhi keyakinan diri terhadap kemampuan untuk melakukan suatu tugas-tugas selanjutnya.

2. Pengalaman keberhasilan orang lain (vicarious experience) berarti proses modeling atau belajar dari pengalaman orang lain. Hal ini akan mempengaruhi efikasi diri. Pengalaman yang dimiliki oleh orang lain menentukan persepsi akan keberhasilan atau kegagalan individu.

3. Persuasi verbal (verbal persuation) berasal dari orang-orang yang menjadi panutan atau yang memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan. Persuasi verbal yang diberikan kepada individu yakni mengenai kemampuan yang dimiliki individu


(40)

23

untuk melakukan tugas. Hal ini menyebabkan individu berusaha keras untuk menyelesaikan tugas tersebut.

4. Keadaan fisiologis dan emosional (physiological and affective states) yang sedang dihadapi individu akan mempengaruhi keyakinan individu dalam menjalankan tugas (Bandura, 1994).

Efikasi diri tidak dapat muncul dengan sendirinya. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi efikasi diri. Proses pengembangan efikasi diri dimulai sejak bayi. Pengaruh efikasi diri pertama seseorang terjadi dalam keluarga (family influences). Dalam tahapan perkembangan seseorang, kelompok teman sebaya memiliki pengaruh yang makin penting dan peran keluarga dalam peningkatan efikasi diri kini mulai diwakili. Ketika seorang anak melihat teman sebayanya mampu maka ia akan merasa lebih percaya diri dan termotivasi untuk melakukan efikasi diri (social and cultural influences). Efikasi diri dapat ditingkatkan dengan cara memberikan memberikan kesempatan seseorang untuk melakukan praktik evaluasi diri dan intervensi instruksi melalui penyampaian informasi yang jelas tentang kemampuan seseorang atau kemajuan tahap pembelajarannya (educational influences) (Kathryn R. W. & Allan W., 2009).

Hasil penelitian Musthofa dan Winarti (2010) menyatakan bahwa sikap lebih permisif/mendukung terhadap perilaku seksual pranikah dapat diproteksi dengan meningkatkan efikasi diri (self efficacy). Self efficacy merupakan kemampuan seseorang untuk menentukan perilaku seks pranikah berisiko tersebut sebagai tindakan yang tepat dan sesuai dengan harapan orang lain. Responden yang mempunyai efikasi diri tinggi cenderung akan melakukan proteksi untuk tidak melakukan perilaku seksual pranikah sebesar 0,192 dibandingkan responden yang mempunyai efikasi diri rendah (Musthofa & Winarti, 2010).


(41)

24

Penelitian Iskandar dkk. (2013) yang berjudul “The Influence of Value Systems and Sexual Self-Regulation Towards Adolescent's Sexuality” menyatakan bahwa efikasi diri merupakan salah satu strategi sexual self-regulation. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa efikasi diri (self-efficacy) dalam penetapan tujuan sebesar 46,10% dengan nilai p <0,00 (Iskandar et al., 2013).

Hasil penelitian Wilujeng (2015) menyatakan bahwa efikasi diri merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah remaja SMA selain umur dan tingkat religiusitas. Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa 50,7% responden laki-laki dan 51,2% responden perempuan memiliki efikasi diri rendah. Penelitian Kusumastuti (2015) juga menyatakan terdapat pengaruh positif antara efikasi diri dengan perilaku seksual. Disebutkan pula bahwa efikasi diri memiliki pengaruh paling besar yang ditunjukkan dengan koefisien regresi 0,237 (Kusumastuti, 2015).

Penelitian Musthofa dan Winarti (2010) menunjukkan bahwa responden dengan efikasi diri yang rendah (23,3%) memiliki persentase lebih besar dalam melakukan perilaku seks pranikah intercourse bila dibandingkan responden yang mempunyai efikasi diri tinggi (1,6%). Remaja yang memiliki efikasi diri yang rendah berpeluang untuk melakukan perilaku seksual pranikah yang berisiko sebesar 1,7 kali dibandingkan remaja yang memiliki efikasi diri yang tinggi (Rosdarni et al., 2015).


(1)

masa anak-anak, masa remaja, dewasa hingga masa pasca usia reproduksi (BKKBN, 2011). Masa remaja adalah masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa itu remaja sering diliputi oleh banyak ketidaktahuan tentang perkembangan dirinya yang dapat menimbulkan problematika tersendiri.

Problematika yang banyak dihadapi oleh remaja tidak lain bersumber pada kurangnya informasi tentang perubahan dalam dirinya terutama yang terkait dengan kesehatan reproduksi (Respati, 2012). Hasil penelitian Wijaya dkk. (2014) menyebutkan bahwa remaja SMA yang memiliki pengetahuan yang baik akan diikuti dengan aktivitas yang positif. Hal ini dibuktikan dengan data hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan dengan aktivitas remaja SMA ditunjukkan dengan angka (P=0,000; r=0,284).

Remaja mudah sekali terpengaruh informasi global melalui media audio-visual karena sedang berada pada masa sulit, tidak pasti dan cenderung labil. Namun, kemudahan dalam mengakses informasi masih belum didukung dengan kualitas informasi kesehatan reproduksi. Dengan informasi akan kesehatan reproduksi yang terbatas dan perkembangan emosi yang masih labil, secara tidak langsung akan mengarahkan remaja pada berbagai hal negatif salah satunya seks bebas. Dengan kata lain, hal ini akan mempercepat usia awal seksual aktif serta mengarahkan remaja pada kebiasaan berperilaku seksual yang beresiko tinggi (Respati, 2012). Pernyataan tersebut didukung hasil penelitian Rosdarni, dkk. (2015) yang menyatakan bahwa remaja yang memiliki pengetahuan yang rendah berpeluang lebih dari 1,5 kali untuk melakukan perilaku seksual pranikah berisiko dibandingkan remaja yang memiliki pengetahuan yang tinggi.

Imran (1999) dalam modulnya berjudul “Perkembangan Seksual Remaja” menyebutkan bahwa dengan pengetahuan yang baik remaja memahami risiko perilaku


(2)

serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksual secara sehat dan bertanggung jawab. Hal yang sama juga disampaikan dalam penelitian Kusumastuti (2015) bahwa pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi, IMS dan HIV/AIDS berpengaruh positif sebesar 0,163 terhadap perilaku seksual. Dalam hasil penelitian Asna (2011) juga disebutkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi (p = 0,028) dengan perilaku seksual pranikah pada pelajar SMA Negeri kelas XI.

Penelitian Wijaya dkk. (2014) menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan juga antara variabel pengetahuan dengan sikap remaja SMA (p=0.000; r=0,383) sehingga dapat disimpulkan bahwa remaja SMA yang memiliki pengetahuan yang baik akan diikuti dengan sikap yang baik. Hasil yang sama juga disampaikan dalam penelitian Dewi dan Lubis (2012) yang menemukan bahwa mayoritas responden dengan tingkat pengetahuan baik (98.6%) diikuti dengan sikap yang baik terhadap kehamilan dini (77,8%). Akan tetapi, dalam penelitian ini terdapat kesenjangan antara pengetahuan dan sikap. Dari jumlah responden remaja yang memiliki tingkat pengetahuan baik sebesar 98.6% justru jumlah responden yang memiliki sikap positif berkurang menjadi 77,8%. Maka dari itu, perlu dilakukan pemberian informasi dalam bentuk yang tepat. Pemberian informasi yang dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang seks pranikah menurut hasil penelitian Jayanthi dkk. (2014) yakni dalam bentuk penyuluhan.

2.5 Sikap Remaja

Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif baru (Notoadmodjo, 2014). Sikap dapat berupa respon


(3)

negatif dan respon positif yang akan dicerminkan dalam bentuk perilaku. Sikap terdiri atas 3 komponen pokok yakni :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek; 2. Kehidupan emosional atau terhadap suatu objek;

3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave) (Notoadmodjo, 2014). Menurut Notoadmodjo (2014) sikap terdiri dari berbagai tingkatan :

1. Menerima (receiving) berarti orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

2. Merespon (responding) berarti memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Menghargai dengan cara mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

4. Bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala risiko.

Berdasarkan analisis kualitatif dalam penelitian Rosdarni dkk. (2015) menyatakan bahwa sikap merupakan faktor yang memberikan risiko terbesar di dalam berperilaku seksual pranikah yang berisiko pada remaja. Hasil yang sama juga disampaikan dalam penelitian Wijaya dkk. (2014) bahwa remaja SMA yang memiliki sikap yang baik akan diikuti juga dengan aktivitas yang positif. Pernyataan ini dibuktikan dengan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara variabel sikap dengan aktivitas remaja SMA (p=0,000; r=0,269).

Hasil penelitian Asna (2011) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara sikap terhadap kesehatan reproduksi (p = 0,032) dengan perilaku seksual pranikah pada remaja SMA kelas XI. Berdasarkan penelitian Kusumastuti (2015) terdapat pengaruh positif antara sikap terhadap seksualitas terhadap perilaku seksual sebesar 0,13.


(4)

Remaja yang memiliki sikap negatif berpeluang sebesar 1,5 kali untuk melakukan perilaku seksual pranikah yang berisiko dibandingkan remaja yang memiliki sikap positif (Rosdarni et al., 2015).

2.6 Efikasi Diri

Efikasi diri merupakan keyakinan seseorang terhadap kemampuan yang dapat dihasilkannya dalam menampilkan tindakan tertentu dan berpengaruh bagi kehidupan orang tersebut. Faktor yang mempengaruhi keyakinaan efikasi diri seseorang tergantung dari perasaan seseorang, pola pikir, cara memotivasi diri sendiri dan cara berperilaku. Keyakinan tersebut akan menghasilkan efek setelah melalui empat proses besar yang mencakup proses kognitif, proses motivasi, proses afektif, dan proses seleksi (Bandura, 1994).

Efikasi diri dapat ditumbuhkan melalui sumber-sumber berikut :

1. Pengalaman Individu (enactive mastery experience) merupakan interpretasi individu terhadap keberhasilan yang dicapai pada masa lalu. Interpretasi tersebut akan mempengaruhi keyakinan diri terhadap kemampuan untuk melakukan suatu tugas-tugas selanjutnya.

2. Pengalaman keberhasilan orang lain (vicarious experience) berarti proses modeling atau belajar dari pengalaman orang lain. Hal ini akan mempengaruhi efikasi diri. Pengalaman yang dimiliki oleh orang lain menentukan persepsi akan keberhasilan atau kegagalan individu.

3. Persuasi verbal (verbal persuation) berasal dari orang-orang yang menjadi panutan atau yang memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan. Persuasi verbal yang diberikan kepada individu yakni mengenai kemampuan yang dimiliki individu


(5)

untuk melakukan tugas. Hal ini menyebabkan individu berusaha keras untuk menyelesaikan tugas tersebut.

4. Keadaan fisiologis dan emosional (physiological and affective states) yang sedang dihadapi individu akan mempengaruhi keyakinan individu dalam menjalankan tugas (Bandura, 1994).

Efikasi diri tidak dapat muncul dengan sendirinya. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi efikasi diri. Proses pengembangan efikasi diri dimulai sejak bayi. Pengaruh efikasi diri pertama seseorang terjadi dalam keluarga (family influences). Dalam tahapan perkembangan seseorang, kelompok teman sebaya memiliki pengaruh yang makin penting dan peran keluarga dalam peningkatan efikasi diri kini mulai diwakili. Ketika seorang anak melihat teman sebayanya mampu maka ia akan merasa lebih percaya diri dan termotivasi untuk melakukan efikasi diri (social and cultural influences). Efikasi diri dapat ditingkatkan dengan cara memberikan memberikan kesempatan seseorang untuk melakukan praktik evaluasi diri dan intervensi instruksi melalui penyampaian informasi yang jelas tentang kemampuan seseorang atau kemajuan tahap pembelajarannya (educational influences) (Kathryn R. W. & Allan W., 2009).

Hasil penelitian Musthofa dan Winarti (2010) menyatakan bahwa sikap lebih permisif/mendukung terhadap perilaku seksual pranikah dapat diproteksi dengan meningkatkan efikasi diri (self efficacy). Self efficacy merupakan kemampuan seseorang untuk menentukan perilaku seks pranikah berisiko tersebut sebagai tindakan yang tepat dan sesuai dengan harapan orang lain. Responden yang mempunyai efikasi diri tinggi cenderung akan melakukan proteksi untuk tidak melakukan perilaku seksual pranikah sebesar 0,192 dibandingkan responden yang mempunyai efikasi diri rendah (Musthofa & Winarti, 2010).


(6)

Penelitian Iskandar dkk. (2013) yang berjudul “The Influence of Value Systems and Sexual Self-Regulation Towards Adolescent's Sexuality” menyatakan bahwa efikasi diri merupakan salah satu strategi sexual self-regulation. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa efikasi diri (self-efficacy) dalam penetapan tujuan sebesar 46,10% dengan nilai p <0,00 (Iskandar et al., 2013).

Hasil penelitian Wilujeng (2015) menyatakan bahwa efikasi diri merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah remaja SMA selain umur dan tingkat religiusitas. Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa 50,7% responden laki-laki dan 51,2% responden perempuan memiliki efikasi diri rendah. Penelitian Kusumastuti (2015) juga menyatakan terdapat pengaruh positif antara efikasi diri dengan perilaku seksual. Disebutkan pula bahwa efikasi diri memiliki pengaruh paling besar yang ditunjukkan dengan koefisien regresi 0,237 (Kusumastuti, 2015).

Penelitian Musthofa dan Winarti (2010) menunjukkan bahwa responden dengan efikasi diri yang rendah (23,3%) memiliki persentase lebih besar dalam melakukan perilaku seks pranikah intercourse bila dibandingkan responden yang mempunyai efikasi diri tinggi (1,6%). Remaja yang memiliki efikasi diri yang rendah berpeluang untuk melakukan perilaku seksual pranikah yang berisiko sebesar 1,7 kali dibandingkan remaja yang memiliki efikasi diri yang tinggi (Rosdarni et al., 2015).