BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Struktur Semantis Verba Ujaran Bahasa Simalungun

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Verba ujaran merupakan sebuah konsep universal. Setiap bahasa mengandung verba ujaran dan pembedanya adalah bentuk-bentuk ujarannya selain maknanya.

  Misalnya, bahasa Indonesia mempunyai kata berjanji, meminta, menasihati, dan

  

menghina ; bahasa Inggris memiliki promise, ask, advice, dan insult ; bahasa Mandarin

  memuat shî, gâordo, quângâo, dan xiourû ; bahasa Bali mempunyai majanji, ngidih,

nuturin , dan nganistang ; dan bahasa Jawa memiliki janji, nyuwun, nasihati, dan ngina.

  Bahasa Simalungun memiliki sejumlah verba ujaran, antara lain, mangindo ‘meminta’, mangolati ‘melarang’, marpadan ‘berjanji’, mambalosi ‘menjawab’,

  

marsobba ‘memohon’, mamuji ‘memuji’, manurai ‘memaki’, pabajan-bajanhon

  ‘menghina’, holsohan ‘mengeluh’, mangelek ‘membujuk’, dan lain-lain. Verba ujaran tersebut mengandung tipe semantis tertentu. Dalam tipe-tipe semantis itu terdapat ciri- ciri semantis yang berbeda. Perbedaan ciri-ciri semantis itu terlihat pada contoh berikut ini :

  (1)

  a. Malasuhur adek halani hasoman sakelas mamuji / ? pabajan-bajahon senang adik Konj teman sekelas Akt. puji / ? Akt. hina .

   ia

  3Tg ‘Adik senang karena teman sekelas memuji/? menghina dirinya’.

  b. Pusokuhur pamulung ai halani halak na manorih sedih pemulung Dem Konj orang Part Akt. lihat pabajan-

   bajanhon /? mamuji bajuni.

  Akt. hina/Akt.puji baju 3Tg ‘Pemulung itu sedih karena orang yang melihat (dirinya) menghina/?memuji bajunya’.

  Dari kedua contoh di atas terlihat bahwa dalam bahasa Simalungun kata mamuji ‘memuji’ dan pabajan-bajanhon ‘mengejek’ tergolong ke dalam tipe semantis yang sama, yang ditunjukkan melalui kata malasuhur ‘senang’ pada (1a) dan pusokuhur ‘sedih’ pada (1b), tetapi ciri semantis keduanya berbeda. Jelasnya, mamuji bersesuaian dengan emosi ‘senang’, sedangkan pabajan-bajanhon bersesuaian dengan emosi ‘sedih’.

  Lebih jauh, perbedaan tipe-tipe semantis pada verba ujaran bahasa Simalungun dapat dilihat dari ciri-ciri semantis yang sama. Ciri-ciri semantis yang sama pada verba ujaran terdapat pada patugahkon ‘memberitahukan’, mamodahi ‘menasihati’, dan

  

manrunggu ‘berunding’. Ketiga kata ini dalam kalimat memiliki perilaku semantis yang

berbeda, seperti terlihat pada contoh berikut.

  patugahkon (2) a. Kakak ? mamodahi hubani bapa anggo ia wisuda bulan on. kakak ?manrunggu Prep ayah Konj 3Tg wisuda bulan Dem ‘Kakak memberitahukan/?menasihati /berunding pada ayah kalau dia akan mengikuti wisuda bulan ini ’. mamodahi b. Mamak ?patugahkon boto ase bujur. ibu ?manrunggu abang Konj baik ‘Ibu menasihati/ ?memberitahukan /? berunding abang supaya (berperilaku) baik’. manrunggu

  c. Nanguda ?patugahkon pakon manguda pasal tuhor jumani tante ?mamodahi Konj paman tentang harga ladang.3Tg ‘Tante berunding/?memberitahukan/?menasihati’ tentang harga ladang dengan paman.

  Tampak bahwa verba ujaran dalam bahasa Simalungun meskipun berada dalam tipe semantis yang sama, akan ditemukan kata yang berterima atau tidak berterima dalam kalimat. Pada (2a) kata patugahkon ‘memberitahukan’ berterima pada kalimat tersebut, sedangkan kata manrunggu ‘berunding’ dan mamodahi ‘menasihati’ tidak berterima. Perilaku semantis yang berbeda ditunjukkan pada kalimat (2b) dan (2c) dan demikian juga sebaliknya dengan kalimat (2b) (2c).

  Terkait dengan contoh-contoh di atas, Mulyadi (2012: 9) menjelaskan bahwa ‛‛Setiap kategori verba emosi terdiri atas verba-verba yang berhubungan erat dan jika kategorisasinya dikerjakan dengan rapi, relasi semantis verba-verba itu akan terungkap dengan jelas”. Pernyataan ini dapat dihubungkan dengan verba ujaran dalam bahasa Simalungun, yang memiliki relasi semantis yang sangat rumit dan berputar-putar. Hal itu terlihat pada Kamus Bahasa Simalungun (Marunettan, 1981: 36). Misalnya, kata

  mangindo ‘meminta’ mengacu pada 'mangebeng', mangebeng mengacu pada ‘edek’,

edek mengacu pada ‘mangindo’, dan mangindo mengacu pada ‘mangelek’, seperti

  tampak pada gambar berikut :

  mangebeng mangindo edek mangelek

Gambar 1.1 Relasi Semantis Verba Ujaran Bahasa Simalungun Semua anggota verba ujaran diasumsikan penempatannya ke dalam satu tipe atau subtipe karena verba ujaran memiliki ciri semantis yang berhubungan. Tidak ada satu verba ujaran pun yang dapat berdiri sendiri dari verba ujaran yang lain dalam satu ranah semantis.

  Verba ujaran dalam bahasa Simalungun mengandung keunikan makna sesuai dengan budaya yang melatarinya. Dalam bahasa Simalungun, misalnya, kata marpadan yang biasanya diberi glos ‘berjanji’ adakalanya mengandung makna yang berbeda seperti pada contoh berikut : (3) Domma dokah sidea marpadan. sudah lama 3JM berpacaran ‘Sudah lama mereka berpacaran’.

  Kata marpadan pada kalimat di atas bermakna ‘berpacaran’. Hal ini menunjukkan bahwa marpadan dalam bahasa Simalungun berciri khas budaya.

  Tentunya menarik untuk mengkaji makna khas budaya yang terdapat pada verba ujaran dalam bahasa Simalungun.

  Makna verba ujaran dalam bahasa Simalungun tampaknya memiliki ciri semantis yang sama. Namun, terdapat perbedaan makna yang halus. Perbedaan makna yang halus itu dapat diketahui dengan membandingkan dua kata yang berada pada ranah semantis yang sama, atau dengan membandingkan makna verba ujaran yang bersinonim. Dengan membandingkan verba ujaran yang bersinonim terlihat perbedaan maknanya, seperti pada contoh di bawah ini : (4) a. Nanguda manuruh / ? mamarentah sidea roh minggu naro tante Akt.suruh / Akt. perintah 3JM datang minggu depan

   hu rumah .

  Prep rumah ‘Tante menyuruh mereka datang minggu depan ke rumah’. b. Tulang mamarentah / ?manuruh haroan ai mamutik lasina paman Akt.perintah / Akt.suruh pekerja Dem Akt.petik cabai

   sonari i juma .

  sekarang Prep ladang ‘Paman memerintahkan pekerja itu memetik cabai sekarang di ladang’.

  Manuruh ‘menyuruh’ pada (4a) berciri duratif yang ditandai oleh frasa minggu

naro ‘minggu depan’, sedangkan mamarentah ‘memerintah’ pada (4b) berciri pungtual

  yang ditandai oleh kata sonari ‘sekarang’.

  Perbedaan makna pada verba ujaran selain dapat diungkapkan dengan properti temporal, juga dapat diungkapkan dengan nilai baik atau buruk. Kata pabajan-bajanhon ‘menghina’ dan manurai ‘memaki’ mengandung ciri semantis yang dimaksud. Perhatikan contoh berikut. (5) a. Malasuhur Lia alani Ria pajan-bajanhon /?manurai bajuni senang Lia Konj Ria Akt. hina / Akt.maki baju 3Tg

  na hurang suman .

  Part kurang sopan ‘Lia senang karena Ria menghina/?memaki bajunya yang kurang sopan’.

  b. Gobir dakdanak ai alani oppung maurai /?pabajan-bajanhon sidea. takut anak-anak Dem Konj nenek Akt.maki / Akt.hina 3JM ‘Anak-anak itu takut karena nenek memaki/?menghina mereka ’.

  Dari contoh kalimat di atas dapat dilihat bahwa verba ujaran dalam ranah semantis yang sama dan berciri semantis yang sama mempunyai perbedaan makna.

  Perbedaan makna ujaran pada contoh di atas adalah bahwa kata pabajan-bajanhon ‘menghina’ mengandung makna sesuatu yang baik, sedangkan manurai ‘memaki’mengandung makna sesuatu yang buruk.

  Struktur semantis verba ujaran dapat diketahui dari maknanya. Dengan mengetahui makna verba ujaran mudah diketahui struktur semantisnya. Misalnya, verba ujaran yang berada pada tipe semantis yang sama, apabila diparafrasa, mengandung komponen-komponen yang sama dan komponen-komponen yang berbeda.

  Perlu diketahui bahwa penelitian verba ujaran sudah pernah dilakukan oleh beberapa ahli bahasa. Misalnya, Beratha (2000) meneliti struktur dan peran semantis verba ujaran dalam bahasa Bali dan Thohri (2011) mengkaji struktur semantis verba ujaran komisif dalam bahasa Sasak. Penelitian verba berdasarkan teori MSA juga pernah dikerjakan oleh Mulyadi secara intensif, yaitu struktur semantis verba bahasa Indonesia (2000b), struktur semantis verba penglihatan dalam bahasa Indonesia (2000a), kategori dan peran semantis verba dalam bahasa Indonesia (2009), verba emosi statif dalam bahasa Melayu Asahan (2010), serta verba emosi bahasa Indonesia dan bahasa Melayu Asahan (2012). Selain itu, Agus Subiyanto (2008) meneliti verba gerakan bukan agentif dalam bahasa Jawa.

  Berdasarkan uraian di atas penulis sangat tertarik mengkaji tipe semantis, makna, dan sruktur semantis verba ujaran dalam bahasa Simalungun. Dengan mengkaji ketiga aspek semantis itu dapat diungkapkan semantik verba ujaran dalam bahasa Simalungun.

1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang diteliti dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah tipe-tipe semantis verba ujaran dalam bahasa Simalungun? 2.

  Bagaimanakah makna verba ujaran dalam bahasa Simalungun? 3. Bagaimana struktur semantis verba ujaran dalam bahasa Simalungun ?

1.3 Tujuan Penelitian

  1.3.1 Tujuan Umum

  Adapun tujuan umum penelitian ini ialah mendeskripsikan pola-pola berbahasa penutur bahasa Simalungun, terutama pada verba ujaran.

  1.3.2 Tujuan Khusus

  Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.

  Mendeskripsikan tipe-tipe semantis verba ujaran dalam bahasa Simalungun 2. Mendeskripsikan makna verba ujaran dalam bahasa Simalungun.

3. Mendeskripsikan struktur semantis verba ujaran dalam bahasa Simalungun.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Manfaat Teoretis

  Secara teoretis, manfaat hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.

  Menambah khazanah pengetahuan tentang makna asali dari verba ujaran dalam bahasa Simalungun

  2. Memperkaya penelitian semantik tentang verba ujaran dengan menggunakan teori MSA

1.4.2 Manfaat Praktis

  Manfaat praktis dari penelitian ini adalah : 1.

  Sebagai salah satu model penyusunan kamus bahasa Simalungun 2. Sebagai sumber informasi bagi pemerintah daerah mengenai hasil penelitian dalam bidang semantik dalam bahasa Simalungun, yaitu verba ujaran dalam bahasa Simalungun