Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja di PTPN 3 Medan Setelah Berlakunya UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial

(1)

DAFTAR PUSTAKA A.Buku

Agusmidah. 2010. Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Medan: USU Press.

---. 2010. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia. Asikin, Zainal. 2008. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Ashyhadie, Zaeni. Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Jakarta: Rajawali Pers.

Kertonegoro, Sentanoe. Jaminan Sosial dan Pelaksanaannya di Indonesia, Cet.1. Jakarta: Mutiara.

Pohan, Masitah. 2008. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Terhadap Buruh. Medan: Pustaka Bangsa Press.

Putri, Asih Eka. 2004. Paham SJSN Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: CV Komunitas Pejaten Mediatama.

---. 2014. Paham BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Jakarta: CV Komunitas Pejaten Mediatama.

Rys, Vladimir. 2011. Merumus Ulang Jaminan Sosial Kembali Ke Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: PT Pustaka Alvabet.

Soekanto, Soerjono. 2007. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press. Soepomo, Imam. 1981. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan. ---. 2003. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan. Surianingsih. 2013. Mengenal Hukum Ketenagakerjaan. Medan: USU Press. Yustisia, Tim Redaksi Pustaka. 2012. Koalisi Perundangan Tentang Jaminan

Sosial. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

Yustisia, Tim Visi. 2014. Panduan Resmi Memperoleh Jaminan Sosial Dari BPJS Ketenagakerjaan. Jakarta: Visi Media.


(2)

B.Peraturan Undang-Undang

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. 116-MEN/177 tentang Peraturan Tata Cara Persyaratan Pendaftaran Pembayaran Iuran Dan Pembayaran Jaminan Asuransi Sosial Tenaga Kerja.

Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan No. 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggara Jaminan Kesehatan.

Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1997 Tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK).

Staatsregeling No. 1 Tahun 1934 (Peraturan Pemerintah Hindia Belanda No. 1 Tahun 1934) tentang Jaminan Kesehatan.

Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945.

Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

C.Online Resource

Asih Eka Putri. 2011. “Identitas-Jaminan Sosial”.

http://www.jamsosindonesia.com/identitas/jaminan_sosial_karya_besar_aba d_keduapuluh.

Janis, Novijan. 2014. BPJS Kesehatan, Supply dan Demand terhadap layanan kesehatan.

http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs

http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/arsip/detail/269 http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id

http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/page/program/Bukan-Penerima-Upah-html


(3)

http://www.panduanbpjs.com/prosedur-pendafataran-bagi-peserta-pekerja-penerima-upah/

http://www.sjdih.depkeu.go.id/fulltext/1992/3TAHUN1992UU.htm

Mustakim Muhammad, “BPJS”, http://www.mustaqimjnet.com/bpjs.html

Sijabat, Ridwan Max. 2012. Askes, Jamsostek asked to prepare transformation. The Jakarta Post.

Wimee. 2011. SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional)

https://wimee.wordpress.com/2011/06/20/sjsn-sistem-jaminan-sosial-nasional/


(4)

BAB III

PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DI PTPN 3 SETELAH ADANYA PERUBAHAN PENYELENGGARA

PT JAMSOSTEK MENJADI BPJS

A.Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang diselenggarakan PT Jamsostek Pemberian jaminan perlindungan tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, baik dalam hubungan kerja maupun diluar hubungan kerja melalui program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), selain memberikan ketenangan kerja juga mempunyai dampak positif terhadap usaha-usaha peningkatan disiplin dan produktivitas tenaga kerja.

Program Jamsostek itu sendiri merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk memberikan perlindungan dasar bag tenaga kerja untuk menjaga harkat dan martabatnya sebagai manusia dalam mengatasi resiko-resiko yang timbul dalam hubungan kerja. Program Jamsostek berupaya memberikan kepastian terhadap Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK),

Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).40

Perlindungan sebagaimana dimaksud disini wajib dilakukan oleh setiap perusahaan bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, tidak hanya diberikan kepada tenaga kerja yang memiliki hubungan kerja dengan perusahaan, melainkan

juga kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja.41

Di PTPN 3 sendiri dalam prakteknya program Jamsostek sudah terakomodir dengan baik dalam BPJS Ketenagakerjaan. Adapun perbedaan mendasar dari

40 Suria ningsih, Mengenal Hukum Ketenagakerjaan, USU Press, Medan, 2013, Hal.143 41Ibid, hal. 144


(5)

pelaksanaan jaminan sosial dengan undang Jamsostek dan Undang-undang BPJS yang dirasakan oleh PTPN 3 yaitu dimana tadinya di Jamsostek adanya Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan Kematian (JK) dengan terbitnya PP No. 45 Tahun 2015 itu ada mengatur tentang Jaminan Pensiun yang berarti harus menambah lagi iuran pensiun para karyawan untuk tunjangan pensiun itu, dimana sebelumnya hanya melakukan pembayaran iuran pensiun ke karyawan itu kepada DAPENBUN (Dana Pensiun Perkebunan) dan DLPK (Dana Lembaga Pensiun Keuangan) saja, namun dengan adanya perubahan Undang-undang dari Jamsostek ke BPJS terdapat beban karyawan atau beban perusahaan untuk memberikan iuran jaminan pensiun sebesar 2% beban Perusahaan dan 1 % beban karyawan.

B.Ruang Lingkup BPJS Ketenagakerjaan

Pembentukan Undang-undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini merupakan pelaksanaan Undang-undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, setelah Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap perkara Nomor 007/PUU-III/2005, guna memberikan kepastian hukum bagi pembentukan BPJS untuk melaksanakan program Jaminan Sosial di seluruh Indonesia. undang ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mengamanatkan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan transformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT TASPEN (Persero), dan PT ASABRI (Persero) menjadi Badan Penyelenggara


(6)

Jaminan Sosial. Transformasi tersebut diikuti adanya pengalihan peserta, program,

aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban.42

Dengan Undang-undang ini dibentuk 2 (dua) BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Dengan terbentuknya kedua BPJS tersebut jangkauan kepersertaan program jaminan sosial akan diperluas secara bertahaap. Didalam BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan 4 program jaminan yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun:

1.Jaminan Hari Tua

Program Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan program penghimpunan dana yang ditujukan sebagai simpanan yang dapat dipergunakan oleh peserta, terutama jika penghasilan yang bersangkutan terhenti karena berbagai sebab, seperti meninggal dunia, cacat total tetap atau telah mencapai usia pensiun (55 tahun).

Manfaat dalam program ini akan dibayarkan kepada peserta

berdasarkan akumulasi dan hasil pengembangannya.43

2.Jaminan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja sebagai salah satu jenis risiko kerja, sangat mungkin terjadi di mana pun dan dalam bidang, pekerjaan apa pun. Akibat dari kecelakaan kerja bermacam-macam, mulai dari luka ringan, luka parah, cacat sebagian, cacat fungsi, cacat total, bahkan meninggal dunia. Memberikan rasa aman dalam melakukan pekerjaan merupakan

42 Tim Redaksi Pustaka Yustisia, Koalisi Perundangan Tentang Jaminan Sosial, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2012, Hal. 151

43 Tim Visi Yustisia, PanduanResmiMemperoleh Jaminan Sosial dari BPJS Ketenagakerjaan, VisiMedia, Jakarta, 2014, Hal.6


(7)

tanggung jawab pengusaha melalui pengalihan risiko kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan membayar iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) bagi tenaga kerjanya yang jumlahnya berkisar 0,24%-1,74% dari upah sebulan, sesuai kelompok resiko jenis usaha.

Manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja ini untuk memberikan kompensansi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat mulai berangkat bekerja sampai tiba kembali di

rumah atau menderita penyakit yang berkaitan dengan pekerjaannya. 44

3.Jaminan Kematian

Jaminan Kematian (JK) diperuntukkan bagi ahli waris tenaga kerja beserta BPJS Ketenagakerjaan yang meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan untuk membantu meringankan beban keluarga dalam bentuk biaya pemakaman dan uang santunan.Manfaat dalam program ini memberikan manfaat kepada keluarga tenaga kerja seperti :

 Santunan Kematian Rp. 14.200.000,-

 Biaya Pemakaman Rp. 2.000.000,-

 Santunan berkala Rp. 200.000/bulan (selama 24 bulan) atau dapat

diambil sekaligus di muka.45

4.Jaminan Pensiun

Jaminan Pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli

44Ibid, Hal.8 45Ibid, Hal.12


(8)

warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau kepada ahli waris bagi peserta yang meninggal dunia.

Manfaat pensiun adalah sejumlah uang yang dibayarkan setiap bulan kepada peserta yang memasuki usia pensiun, mangalami cacat total tetap,

atau kepada ahli waris bagi peserta yang meninggal dunia.46

C.Penyelenggaraan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di PTPN 3

PT. Perkebunan Nusantara 3 (PTPN 3) sendiri merupakan perusahaan besar milik negara dimana dahulunya milik bangsa asing yang dirasionalisasikan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Untuk program pelaksanaan Jaminan Sosial nya sudah terealisasikan dengan baik dan semua karyawan pekerja sudah terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. PTPN 3 tidak berkewajiban untuk mendaftarkan pekerja waktu tertentu pada BPJS Ketenagakerjaan, hal tersebut dikarenakan pekerja waktu tertentu merupakan tanggung jawab dari perusahaan penyedia jasa (instansi pemborongnya). Sehingga jaminan ketenagakerjaan bagi PKWT akan didaftarkan oleh instansi pemborong.

Setiap orang berhak untuk bekerja, mendapatkan imbalan, serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Termasuk di dalamnya jaminan sosial, seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan kematian, dan jaminan pensiun.Apabila sebelumnya jaminan sosial tenaga kerja diselenggarakan oleh PT Jamsostek (Persero), kini sesuai dengan amanat Undang-undang, PT


(9)

Jamsostek berubah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) terhitung sejak 1 Januari 2014 lalu.

Pendaftaran peserta BPJS Ketenagakerjaan dapat dilakukan di berbagai tempat yaitu melalui Kantor BPJS Ketenagakerjaan, Pendaftaran melalui websiteBPJS Ketenagakerjaan dan melalui service point office BPJS

Ketenagakerjaan di instansi terpilih. Adapun ketentuan peserta nya yaitu:47

1. BPJS Ketenagakerjaan wajib diikuti oleh setiap perusahaan (BUMN, join

venture, PMA), yayasan, koperasi, perusahaan perorangan yang mempekerjakan tenaga kerja paling sedikit 10 orang atau membayar upah per bulan paling sedikit Rp. 1.000.000,- atau lebih.

2. Program BPJS Ketenagakerjaan juga memberikan perlindungan kepada

tenaga kerja luar hubungan kerja (TK-LHK) atau perorangan secara sukarela.

3. Program BPJS Ketenagakerjaan juga memberikan perlindungan kepada

tenaga kerja yang bekerja pada sektor jasa konstruksi.

Dan adapun pendaftaran peserta penerima upah untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, perusahaan melakukan pendaftaran dengan cara:

1. Menghubungi kantor BPJS Ketenagakerjaan setempat/ terdekat.

2. Mengisi formulir BPJS 1 untuk pendaftaran perusahaan.

3. Mengisi formulir BPJS TK 1a untuk pendaftaran tenaga kerja dan

keluarga.

47 Tim Visi Yustisia, Op.cit hal.25


(10)

4. Membayar iuran pertama sesuai jumlah yang telah dihitung dan ditetapkan BPJS Ketenagakerjaan.

Dan untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, peserta bukan penerima upah

dapat melakukan pendaftaran dengan cara:48

1. Menghubungi kantor BPJS Ketenagakerjaan setempat/ terdekat.

2. Menyerahkan fotokopi surat keterangan usaha (SKU) dari kelurahan,

fotokopi masing-masing KTP Peserta, fotokopi kartu keluarga (KK) bagi peserta yang sudah menikah, dan rekap upah untuk perhitungan iuran.

3. Mengisi formulir BPJS TK 1a untuk pendaftaran tenaga kerja dan

keluarga.

4. Membayar iuran pertama sesuai jumlah yang telah dihitung dan

ditetapkan BPJS Ketenagakerjaan.

Di PTPN 3 ada perbedaan jaminan ketenagakerjaan antara pekerja PTPN 3 berdasarkan status golongan kerjanya. Dari status tersebutlah dapat dihitung iuran BPJS Ketenagakerjaannya berdasarkan presentase dari upah keseluruhan sebulan yang diterima oleh tenaga kerja. Iuran tersebut menjadi tanggungan perusahaan juga tanggungan dari pekerja itu sendiri.

Upah sebulan disini maksudnya adalah upah yang sebenarnya diterima oleh

tenaga kerja selama 1 bulan yang dimana ketentuannya sebagai berikut:49

a. Jika upah dibayar harian, upah sebulan sama dengan upah sehari

dikalikan 30 (tiga puluh).

48Ibid, hal. 26


(11)

b. Jika upah dibayarkan secara borongan atau satuan, upah sebulan dihitung dari rata-rata 3 (tiga) bulan terakhir.

c. Jika pekerjaan tergantung dari keadaan cuaca yang upahnya didasarkan

pada upah borongan, upah sebulan dihitung dari rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir.

Penyelenggaraan pelaksanaan program jaminan ketenagakerjaan di PTPN 3 sendiri menjalankan 4 (empat) program sesuai yang diatur oleh Undang-undang atau Peraturan Pemerintah yaitu:

1. Program Jaminan Kecelakaan Kerja

Menurut PP No. 44 tahun 2015, manfaat perlindungan kecelakaan kerja mulai dari saat berangkat kerja, didalam lingkungan kerja, sampai tiba kembali ke rumah termasuk mengalami penyakit akibat kerja. Pelayanan kesehatan yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan medisnya dan standar ketentuan yang berlaku tanpa batasan biaya.Dalam hal penggantian biaya pengangkutan peserta yang mengalami kecelakaan kerja ke rumah dan/atau kerumah sakit (Darat/sungai/danau sebesar Rp. 1.000.000 , Laut sebesar Rp. 1.500.000 , dan udara Rp. 2.500.000 ). Untuk biaya pemakamannya Rp. 3.000.000.

Santunan tidak mampu bekerja juga diberikan dalam waktu jika 6 bulan pertama 100% dari upah, jika 6 bulan kedua 75% dari upah, dan jika 6 bulan ketiga dan seterusnya 50 % dari upah. Kasus JKK yang mengakibatkan pekerja mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia mendapat manfaat beasiswa bagi 1 (satu) orang anak usia sekolah mulai


(12)

dari SD sampai dengan Perguruan Tinggi sebesar Rp.12.000.000 dimana ketentuan umur maksimal 23 tahun. Apabila ada pekerja yang menuntut atas kurangnya biaya yang dia dapat atas kecacatannya maka pihak PTPN 3 hanya bisa melapor dan mendesak ke BPJS Ketenagakerjaan serta mengajukan berkas-berkas atas kecacatan yang diperoleh pekerja tersebut.

Dalam hal jaminan kecelakaan kerja iuran atas beban untuk karyawan PTPN 3 dan perusahaan memiliki perbedaanpersenan berdasarkan golongan. Untuk golongan IA sampai dengan IID beban perusahaan sebesar 0,54% dan beban pribadi tidak ada .Sedangkan untuk golongan IIIA sampai dengan IVD beban perusahaan sebesar 0,24% dan beban pribadi tidak ada , tetapi dalam hal ini total 0,24% dikalikan dengan gaji pokok pekerja.

Contoh: Jaka Setiawan, SP seorang staf keuangan golongan IIIC memiliki gaji sebesar Rp. 5.807.985 karena dia golongan IIIC maka iuran beban perusahaan adalah Rp. 5.807.985 x 0,24% = Rp. 13.939,- (Tiga Belas Ribu Sembilan Ratus Tiga Puluh Sembilan).

2. Program Jaminan Kematian

Menurut PP No. 44 Tahun 2015, manfaat perlindungan meninggal dunia hanya pada masa kepersertaan aktif (Tidak ada manfaat perlindungan 6 (enam) bulan setelah non aktif. Untuk santunan kematian sebesar Rp. 16.200.000, santunan berkala Rp. 4.800.000 dibayar


(13)

sekaligus serta biaya pemakaman sebesar Rp. 3.000.000. Meninggal dunia pada masa kepersertaan aktif dan memenuhi masa iur minimal selama 5 tahun (60 bulan) mendapat manfaat beasiswa bagi 1 (satu) orang anak usia sekolah mulai SD sampai dengan Perguruan Tinggi sebesar Rp. 12.000.000 dimana ketentuan umur maksimal 23 tahun.

Dalam hal jaminan kematian iuran atas beban untuk karyawan PTPN 3 dan perusahaan tidak memiliki perbedaan persenan baik golongan IA sampai golongan IVD, dimana beban perusahaan sebesar 0,30% dan beban pribadi tidak ada.

Contoh: Toni Siregar, ST seorang staf teknik golongan IIID memiliki gajisebesar Rp. 7.724.601. Maka beban iuran perusahaan adalah Rp. 7.724.601 x 0,30% = Rp. 23.174,- (Dua Puluh Tiga Ribu Seratus Tujuh Puluh Empat Rupiah).

3. Program Jaminan Hari Tua

Menurut PP No. 46 Tahun 2015, manfaat perlindungan tabungan hari tua (mencapai usia 56 tahun) yang besaran manfaatnya merupakan akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya. Peserta dengan kepersertaan aktif minimal 10 tahun dapat mengambil JHT sebagian:

 Pengambilan JHT maksimal 10% untuk persiapan hari tua; atau

 Pengambilan JHT maksimal 30 % untuk membantu biaya

perumahan.

Sedangkan peserta dengan kepersertaan non aktif:


(14)

 Mengalami cacat total tetap; Meninggal Dunia

 Meninggalkan Indonesia atau sejenisnya.

Di PTPN 3 sendiri ada keluhan terkait saldo jaminan hari tua. Banyak yang komplein atas tidak sesuainya penerimaan saldo itu dilihat dari saat mereka masuk kerja. Adapun cara PTPN 3 menindaklanjutkan dengan cara menampung aspirasi dari karyawan atau pekerja yang saldo JHT nya tidak sesuai. Perusahaan tetap memberi jalan koordinasi dan komunikasi ke BPJS untuk dicek kembali dan menyesuaikan saldo tersebut selama ini.

Dalam hal jaminan hari tua iuran atas beban untuk karyawan PTPN 3 dan perusahaan tidak memiliki perbedaanpersenan baik golongan IA sampai golongan IVD, dimana beban perusahaan sebesar 3,70% dan beban pribadi sebesar 2%.

Contoh: IR. Krisna Tarigan,MM seorang Staf khusus Direksi golongan IVC memiliki gaji sebesar Rp. 11.678.971. Maka beban iuran perusahaan Rp. 11.678.971 x 3,70% = Rp. 432.122,- (Empat Ratus Tiga Puluh Dua Ribu Seratus Dua Puluh Dua Rupiah). Dan beban iuran karyawan Rp. 11.678.971 x 2% = Rp. 233.579,- (Dua Ratus Tiga Puluh Tiga Ribu Lima Ratus Tujuh Puluh Sembilan Rupiah). Jadi total keseluruhan iuran jaminan hari tua adalah Rp. 665.701,- (Enam Ratus Enam Puluh Lima Ribu Tujuh Ratus Satu Rupiah).


(15)

4. Program Jaminan Pensiun

Menurut PP No. 45 Tahun 2015, manfaat perlindungan keika memasuki usia tua, mengalami cacat total tetap atau kepada ahli waris bagi peserta yang meninggal dunia untuk mengganti pendapatan bulanan serta memenuhi kehidupan dasar yang layak. Dan disarankan untuk mendaftarkan nama ahli waris yang berhak ke BPJS Ketenagakerjaan secara akurat. Manfaat kepersertaan jaminan pensiun akan diberikan secara berkala setelah pekerja mencapai masa pembayaran iuran minimal 180 bulan atau setara dengan 15 tahun. Apabila masa pembayaran iuran belum mencapai 180 bulan, maka anda akan mendapatkan manfaat jaminan pensiun secara Lumsum yaitu akumulasi iuran di tambah dengan hasil pengembangan. Manfaat jaminan pensiun yang dapat pekerja terima antara lain:

a. Pensiun Hari Tua

Diterima setelah peserta memasuki usia pensiun sampai meninggal. Dengan rumus, Manfaat = 1% x (masa Iur : 12 bulan) x rata-rata upah tertimbang selama masa Iur.

b. Pensiun Cacat

Diterima peserta memasuki usia pensiun sampai meninggal. Dengan rumus, 100% x nilai manfaat pensiun hari tua.


(16)

Diterima ahli waris janda/duda dari total peserta yang meninggal, sampai meninggal atau menikah lagi. Dengan Rumus, 50% x nilai manfaat pensiun hari tua.

d. Pensiun Anak

Diterima ahli waris anak dari peserta yang meninggal, sampai berusia 23 tahun, bekerja, atau menikah. Dengan rumus, 50% x nilai manfaat pensiun hari tua.

e. Pensiun Orangtua bagi peserta lajang

Diterima ahli waris orangtua dari peserta yang meninggal sampai batas waktu tertentu. Dengan rumus, 20% x nilai manfaat pensiun hari tua.

Pekerja PTPN 3 diikutsertakan dalam program jaminan pensiun yang diselenggarakan oleh Dana Pensiun Perkebunan (DAPENBUN) dimana beban perusahaan sebesar 5,89% dan beban pribadi sebesar 6%. Dalam hal jaminan pensiun iuran BPJS Ketenagakerjaan, beban untuk karyawan PTPN 3 dan perusahaan tidak memiliki perbedaan persentase dari golongan IA sampai golongan IVD dimana beban perusahaan sebesar 2 % dan beban pribadi 1 %.

Contoh : Sri Verawaty, SH seorang staf bagian sekretariat perusahaan golongan IVA memiliki penghasilan dasar pensiun sebesar Rp. 3.749.281. Untuk iuran ke Dapenbun maka iuran atas beban pribadi Rp. 3.749.281 x 6 % = Rp. 224.957,- (Dua Ratus Dua Puluh Empat Ribu Sembilan Ratus Lima Puluh Tujuh Rupiah)


(17)

dan beban perusahaan Rp. 3.749.281 x 5,89% = Rp. 220.833,- (Dua Ratus Dua Puluh Ribu Delapan Ratus Tiga Puluh Tiga Rupiah) dan total keseluruhan adalah Rp. 445.790,- (Empat Ratus Empat Puluh Lima Ribu Tujuh Ratus Sembilan Puluh Rupiah). Sedangkan untuk iuran ke BPJS atas beban pribadi Rp. 3.749.281 x 1% = Rp. 37.493,- (Tiga Puluh Tujuh Ribu Empat Ratus Sembilan Puluh Tiga Rupiah) dan beban perusahaan Rp. 3.749.281 x 2 % = Rp. 74.986,- (Tujuh Puluh Empat Ribu Sembilan Ratus Delapan Puluh Enam Rupiah) dan total jumlah iurannya Rp. 112.479,- (Seratus Dua Belas Ribu Empat Ratus Tujuh Puluh Sembilan Rupiah).

Didalam menjalankan dan menangani keempat program jaminan sosial ketenagakerjaan ini pihak PTPN 3 mempercayakan kebagian Sumber Daya Manusia (SDM). Misalnya, jaminan pensiun diurus oleh seorang staf SDM bagian pensiun dan lainnya.

D.Sanksi apabila ada pekerja/ buruh yang tidak terdaftar mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan.

Pemberi pekerja selain penyelenggara negara memiliki kewajiban untuk mendaftarkan dirinya dan pekerjaannya sebagai peserta kepada BPJS beserta para pekerjanya secara bertahap sesuai dengan program jaminan sosial yang diikutinya. Apabila ada yang tidak memenuhi kewajiban mendaftar akan dikenakan sanksi administratif.


(18)

PTPN 3 yang merupakan perusahaan besar di Indonesia selaku pemberi kerja sudah mendaftarkan pekerjanya untuk mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan. Pihak PTPN 3 merasa rugi apabila tidak mendaftarkan para pekerjanya. Apabila ada pekerja yang tidak terdaftar pada BPJS Ketenagakerjaan, maka perusahaan akan dikenakan sanksi administratif sesuai Undang-undang yang berlaku. PTPN 3 berkomitmen untuk selalu mendaftarkan pekerjanya di BPJS Ketenagakerjaan, sehingga sampai saat ini tidak ada satupun pekerja yang tidak terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan.

Adapun sanksi administratif sebagaimana dimaksud adalah;50

1. Teguran Tertulis

Sanksi teguran tertulis diberikan paling banyak dua kali masing-masing untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja oleh BPJS.

2. Denda

a. Sanksi denda diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga

puluh) hari sejak berakhirnya pengenaan sanksi teguran tertulis kedua berakhir.

b. Sanksi denda dikenai oleh BPJS dan menjadi pendapatan lain dana

jaminan sosial.

3. Tidak mendapat pelayanan publik tertentu

a. Sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu dilakukan oleh

pemerintah, pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota atas permintaan BPJS.

50 Ibid, hal. 30


(19)

b. Sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu yang dikenai kepada pemberi kerja selain penyelenggara negara seperti perizinan terkait usaha atau izin mendirikan bangunan.

c. Sanksi tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu yang dikenai

kepada setiap orang, selain pemberi kerja, dan pekerja yang memenuhi persyaratan kepersertaan dalam program jaminan sosial seperti surat izin mengemudi dan paspor.


(20)

BAB IV

PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN BAGI TENAGA KERJA DI PTPN 3 SETELAH BERLAKUNYA PERATURAN TENTANG

BPJS

A.Perubahan Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Setiap orang berhak mendapatkan jaminan sosial berupa kesehatan untuk memenuhi kesehatan mencakup fisik,mental dan sosial secara baik dan lengkap. Dimana jaminan sosial tersebut berupa pelayanan kesehatan, perawatan medis.

Pada Undang-undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 1992, Jaminan Pelayanan Kesehatan (JPK) yang ditawarkan oleh PT Jamsostek dahulu wajib diikuti oleh pekerja dan akan mendapat kartu pemeliharaan kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan program ini memberikan pelayanan berupa rawat jalan, rawat inap, pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan, penunjang diagnostik, pelayanan khusus dan gawat darurat bagi pekerja dan keluarganya yang menderita sakit.

Dengan diberlakukannya peraturan perundang-undangan Republik

Indonesia tentang jaminan kesehatan, negara memiliki kewajiban untuk memberikan jaminan kesehatan kepada seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, dibentuklah BPJS Kesehatan sebagai pelaksana program tersebut. Peserta jaminan kesehatan berhak memperoleh manfaat jaminan kesehatan nasional yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan kesehatan tingkat pertama (nonspesialistik) dan rujukan tingkat lanjutan (rawat jalan dan rawat inap)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) merupakan badan usaha milik negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah


(21)

untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa.

BPJS Kesehatan merupakan transformasi dari PT. Askes (Persero). Secara umum, karakter dasar PT Askes (Persero) adalah sebuah entitas milik negara (Badan Usaha Milik Negara) yang mencari profit di bidang asuransi kesehatan. Selama ini PT Askes (Persero) sudah menerapkan metode managed care dalam mengendalikan biaya dan mutu layanan kesehatan sehingga dapat mengurangi biaya pelayanan yang tidak perlu yang pada akhirnya dapat meningkatkan

kelayakan dan efisiensi pelayanan kesehatan.51

Pelayanan Jaminan sosial dalam BPJS Kesehatan di PTPN 3 sekarang lebih mudah dibanding JPK (Jaminan Pelayanan Kesehatan) PT Jamsostek dahulu karena adanya hubungan kerjasama antara BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Apabila terjadi kecelakaan kerja pihak BPJS Ketenagakerjaan tetap bisa bekerjasama dengan pihak Rumah Sakit yang sudah di claim JKK. Contohnya, seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja, BPJS Kesehatan akan koordinasi ke BPJS Ketenagakerjaan. Jadi dalam mengelola pekerja untuk melayani kesehatannya sudah lebih dipermudah dibanding dahulu saat JPK (Jaminan Pelayanan Kesehatan) PT Jamsostek yang tidak seperti sekarang.

51 Novijan Janis, BPJS Kesehatan, Supply, dan Demand Terhadap Layanan Kesehatan, 2014, Hal. 7


(22)

B.Prosedur dan Mekanisme Kepesertaan BPJS Kesehatan

Dalam peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan No.1 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan Jaminan Kesehatan, prosedur kepersertaan BPJS Kesehatan adalah :

1. Kepersertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan

Peserta BPJS Kesehatan terdiri atas :

a. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan, terdiri atas:

1) Orang yang tergolong fakir miskin; dan

2) Orang tidak mampu.52

b. Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan53,

terdiri atas:

1) Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya termasuk warga

negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan dan anggota keluarganya;

2) Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya termasuk

warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan dan anggota keluarganya;

3) Bukan pekerja dan anggota keluarganya.54

52 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan No. 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggara Jaminan Kesehatan Pasal 5

53 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan No. 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggara Jaminan Kesehatan, Pasal 4

54 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan No. 1 Tahun 2014 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan, Pasal 6


(23)

Peserta pekerja penerima upah dan anggota keluarganya termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan dan anggota keluarganya terdiri atas :

a. Pegawai Negeri Sipil;

b. Anggota TNI;

c. Anggota Polri;

d. Pejabat Negara;

e. Pegawai Pemerintah Non-Pegawai Negeri;

f.Pegawai Swasta;

g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang

menerima upah.55

Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan dan anggota keluarganya terdiri atas :

a. Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri; dan

b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah.56

Bukan pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas :

a. Investor;

b. Pemberi kerja;

c. Veteran;

d. Perintis kemerdekaan;

e. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis

Kemerdekaan; dan

f.Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e

yang mampu membayar iuran. Penerima pensiun terdiri atas :

a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;

b. Anggota TNI dan anggota Polri yang berhenti dengan hak

pensiun;

c. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;

55 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan No. 1 Tahun 2014 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan, Pasal 7

56 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan No. 1 Tahun 2014 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan, Pasal 8


(24)

d. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a,b, dan c yang mendapat hak pensiun;

e. Penerima pensiun selain huruf a,b, dan c;

f.Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun

sebagaimana dimaksud pada huruf e yang mendapat hak

pensiun.57

2. Prosedur Pendaftaran Peserta BPJS Kesehatan

a. Pendaftaran Bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI)

Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayari Pemerintah sebagai peserta program Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh Pemerintah dan diatur melalui Peraturan

Pemerintah.58

Pendaftaran fakir miskin dan orang tidak mampu yang menjadi peserta PBI dilakukan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang stastik (Badan Pusat Stastik) yang diverifikasi dan divalidasi oleh Kementrian Sosial.

Selain itu penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur/ Bupati/ Walikota bagi Pemda yang mengintegrasikan program Jamkesda ke program JKN.

57 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan No. 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan, Pasal 9

58 http://www.panduanbpjs.com/pendaftaran-pbi-bpjs-kesehatan-untuk-keluarga-miskin/ diakses pada tanggal 10 April 2016


(25)

b. Pendaftaran Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU)

Prosedur khusus bagi pekerja penerima upah berbeda dengan peserta lainnya. Adapun prosedur yang dimaksud adalah sebagai berikut :59

1. Perusahaan / Badan usaha mendaftarkan seluruh karyawan beserta

anggota keluarganya ke Kantor BPJS Kesehatan dengan melampirkan :

a) Formulir Registrasi Badan Usaha / Badan Hukum Lainnya.

b) Data Migrasi karyawan dan anggota keluarganya sesuai

format yang ditentukan oleh BPJS Kesehatan.

2. Perusahaan/ Badan Usaha menerima nomor Virtual Account (VA)

untuk dilakukan pembayaran ke Bank yang telah bekerja sama (BRI/Mandiri/BNI)

3. Bukti pembayaran iuran diserahkan ke Kantor BPJS Kesehatan

untuk dicetakkan kartu JKN atau mencetak e-ID secara mandiri oleh Perusahaan / Badan Usaha.

c. Pendaftaran Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah / PBPU dan

Bukan Pekerja

Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) adalah pekerja yang melakukan kegiatan atau usaha ekonomi secara mandiri untuk memperoleh penghasilan dari kegiatan atau usahanya tersebut yang meliputi : Pemberi Kerja; Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja

59 http://www.panduanbpjs.com/prosedur-pendafataran-bagi-peserta-pekerja-penerima-upah/ diakses pada tanggal 10 April 2016


(26)

mandiri dan Pekerja yang tidak termasuk pekerja di luar hubungan kerja yang bukan menerima Upah, contoh Tukang Ojek, Supir Angkot, Pedagang Keliling, Dokter, Pengacara/Advokat, Artis, dan lain-lain.60

1. Pendaftaran PBPU dan Bukan Pekerja

a) Calon peserta mendaftar secara perorangan di Kantor BPJS

Kesehatan

b) Mendaftarkan seluruh anggota keluarga yang ada di Kartu

Keluarga

c) Mengisi formulir Daftar Isian Peserta (DIP) dengan

melampirkan :

1) Fotokopi Kartu Keluarga (KK)

2) Fotokopi KTP/ Paspor, masing-masing 1 lembar

3) Fotokopi Buku Tabungan salah satu peserta yang ada

didalam Kartu Keluarga

4) Pasfoto 3 x 4, masing-masing sebanyak 1 lembar.

d) Setelah mendaftar, calon peserta memperoleh Nomor Virtual

Account (VA)

e) Melakukan pembayaran iuran ke Bank yang bekerja sama

(BRI/Mandiri/BNI)

f) Bukti pembayaran iuran diserahkan ke kantor BPJS Kesehatan

untuk dicetakkan kartu JKN.

60http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/page/program/Bukan-Penerima-Upah-html diakses pada tanggal 10 April 2016


(27)

g) Pendaftaran juga dapat dilakukan melalui website BPJS Kesehatan.

2. Pendaftaran Bukan Pekerja melalui entitas berbadan hukum

(Pensiunan BUMN/BUMD)

Proses pendaftaran pensiunan yang dana pensiunnya dikelola oleh entitas berbadan hukum dapat didaftarkan secara kolektif melalui entisitas berbadan hukum yaitu dengan mengisi formulir

registrasi dan formulir migrasi data peserta.61

Saat ini PTPN 3 telah mengikuti dan mendaftarkan pekerjanya sesuai prosedur dan mekanisme yang berlaku. Adapun hambatan atau kesulitan saat melaksanakan prosedur dan mekanisme kepersertaan BPJS Kesehatan itu berasal dari pihak BPJS Kesehatan sendiri dimana pihak mereka lambat untuk memberi kartu pelayanan kesehatan.Selain itu terdapat pula keluhan bahwa adanya berita terkait pasien akan dipulangkan sebelum benar-benar sembuh atau pulih dan adanyamemberikan batas jangka waktu ketika dirawat di Rumah Sakit yaitu hanya dalam waktu 7 (Tujuh) Hari atau seminggu.

Setelah ditelusuri ke pihak BPJSternyata proses pembuatan kartu BPJS kesehatan langsung dikerjakan pendaftaran, tidak sampai berhari-hari. Namun yang membuat lama adalah pengaktifan dan keluar virtual account sehingga dibayar iuran yang membutuhkan waktu dua minggu. Hal tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku karena terkoneksi dengan program lainnya. Pihak BPJSKesehatan juga menyatakan tidak ada batasan waktu untuk rawat


(28)

inapkepada pasien BPJS karena seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan medis nya. Kalau adapun yang seperti itu dengan alasan administrasi harus dilaporkan ke pihak BPJS Kesehatan mengenai nama rumah sakit, nama pasien, waktu pasien opname secara detil, agar bisa dicek kebenaran klaimnya.

Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis. Pada pelayanan kesehatan tingkat pertama, peserta BPJS Kesehatan dapat berobat ke fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas, klinik, atau dokter keluarga yang tercantum pada kartu peserta BPJS Kesehatan. Sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 21 Ayat 1, salah satu manfaat pelayanan promotif preventif meliputi penyuluhan kesehatan perorangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, diharapkan fungsi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) tidak hanya sebagai tempat berobat, namun juga sebagai tempat masyarakat memperoleh edukasi kesehatan sebelum sakit.

Pelayanan rujukan bisa dilakukan secara horizontal maupun vertikal. Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan jika perujuk (fasilitas kesehatan) tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan, dan atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.Sedangkan rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari


(29)

tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi,

atau sebaliknya.62

Peserta BPJS Kesehatan bisa dirujuk dari fasilitas kesehatan yang lebih rendah jika:

1. Permasalahan kesehatan peserta dapat ditangani oleh tingkatan

fasilitaskesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya,

2. Kompetensi dan kewenangan fasilitas tingkat pertama atau tingkat

kedua lebih baik dalam menangani peserta

3. Peserta membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh

fasilitas kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi, dan pelayanan jangka panjang,

4. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan

kebutuhan peserta karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan, dan atau ketenagaan.

Bagi Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKTRL), sistem

pembayaran yang digunakan adalah sistem tarif paket INA CBG’s. Sistem

INA CBG’s adalah tarif paket pelayanan kesehatan yang mencakup seluruh

komponen biaya RS, mulai dari pelayanan non medis hingga tindakan

medis.Tarif paket dalam INA CBG’s dihitung berdasarkan data di berbagai

RS di Indonesia (pemerintah atau swasta). Data meliputi tindakan medis yang dilakukan, obat-obatan,jasa dokter, dan barang medis habis pakai kepada


(30)

pasien, termasuk profit yang diperoleh RS. Data tersebut kemudian dihitung dalam rumus yang berlaku secara internasional dan diambil besaran rata-rata. Dengan paket biaya itu, RS dan dokter dituntut efektif dan efisien dalam

memberikan pelayanan kepada pasien.63

C.Pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan

Dalam UU nomor 40 tahun 2004, dinyatakan bahwa program jaminan sosial bersifat wajib untuk mengakomodasi seluruh penduduk. Pencapaiannya dilakukan secara bertahap. Lalu seluruh rakyat wajib menjadi peserta tanpa kecuali. Jaminan sosial yang diprioritaskan adalah program jaminan kesehatan.

BPJS sebagai pelaksana JKN Jaminan Kesehatan Nasional harus memberikan informasi yang paling mudah dipahami bagi pekerja mengenai program jaminan kesehatan tersebut. Adapun hak dan kewajiban peserta BPJS Kesehatan sampai saat ini juga banyak yang belum diketahui oleh pendaftar. Dan

hak yang akan didapatkan oleh peserta BPJS adalah sebagai berikut:64

1. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti untuk memperoleh pelayanan

kesehatan yang dibutuhkan.

2. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta

prosedur pelayanan kesehatan BPJS sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas yang bekerja sama dengan

BPJS kesehatan dalam waktu 24 jam.

4. Menyampaikan keluhan / pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau

tertulis ke kantor BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara resmi JKN.

63 Ibid,diakses pada tanggal 26 April 2014


(31)

Setelah mengetahui hak-hak dari Peserta BPJS Kesehatan, pekerja

berkewajiban melakukan beberapa hal sebagai berikut:65

1. Mendaftarkan diri sebagai peserta, dan membayar iuran yang besarnya

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Apabila ada perubahan data peserta, baik karena pernikahan,

penceraian, kematian, kelahiran pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat 1, maka segera lakukan pelaporan.

3. Menjaga kartu peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh

orang yang tidak berhak mendapatkan fasilitas JKN.

4. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan mulai

dari pendaftaran, alur pelayanan dan pembayaran iuran.

Empat jenis pelayanan kesehatan yang diperoleh dan yang dijamin untuk

pekerja yaitu:66

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama

Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan

kesehatannon spesialistik yang mencakup:

a. Administrasi pelayanan;

b. Pelayanan promotif dan preventif;

c. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;

d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun nonoperatif;

e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;

f. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis;

65Ibid, Hal. 5


(32)

g. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkatpratama; dan

h. Rawat Inap Tingkat Pertama sesuai dengan indikasi medis.

2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi

pelayanankesehatan rawat jalan dan rawat inap, yang mencakup:

a. Administrasi pelayanan;

b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik olehdokter

spesialis dan subspesialis

c. Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedahsesuai

dengan indikasi medis;

d. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;

e. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai denganindikasi

medis;

f. Rehabilitasi medis;

g. Pelayanan darah;

h. Pelayanan kedokteran forensik klinik;

i. Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal setelah dirawatinap

di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan, berupa pemulasaran jenazah tidak termasuk petimati dan mobil jenazah;

j. Perawatan inap non intensif; dan

k. Perawatan inap di ruang intensif.


(33)

Persalinan yang ditanggung BPJS Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama maupun Tingkat Lanjutan adalahpersalinan sampai dengan anak ketiga, tanpa melihat anak hidup/meninggal.

4. Ambulan

Ambulan hanya diberikan untuk pasien rujukan dariFasilitas Kesehatan satu ke fasilitas kesehatanlainnya, dengan tujuan menyelamatkan nyawa pasien.

Sedangkan jenis pelayanan kesehatan yang tidak dijamin yaitu:67

1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui

prosedursebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku;

2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yangtidak

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaandarurat;

3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program

jaminankecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaankerja atau hubungan kerja sampai nilai yang ditanggung olehprogram jaminan kecelakaan kerja;

4. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program

jaminankecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yangditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas;

5. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;

6. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;

7. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas;

67Ibid, Hal. 34-35


(34)

8. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);

9. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau

alkohol;

10. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atauakibat

melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri;

11. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional,

termasukakupuntur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan

efektifberdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health

technologyassessment);

12. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagaipercobaan

(eksperimen);

13. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;

14. Perbekalan kesehatan rumah tangga;

15. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggapdarurat,

kejadian luar biasa/wabah; dan

16. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan denganmanfaat

jaminan kesehatan yang diberikan.

17. Klaim perorangan.

Adapun Fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan terdiri dari:

1. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama :68

68Ibid, Hal. 26


(35)

a. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Non Perawatan danPuskesmas Perawatan (Puskesmas dengan Tempat Tidur).

b. Fasilitas Kesehatan milik Tentara Nasional Indonesia (TNI)

1)TNI Angkatan Darat : Poliklinik kesehatan dan Pos

Kesehatan.

2)TNI Angkatan Laut : Balai kesehatan A dan D,

BalaiPengobatan A, B, dan C, Lembaga Kesehatan Kelautandan Lembaga Kedokteran Gigi.

3)TNI Angkatan Udara : Seksi kesehatan TNI AU,

LembagaKesehatan Penerbangan dan Antariksa

(Laksepra) danLembaga Kesehatan Gigi & Mulut (Lakesgilut).

c. Fasilitas Kesehatan milik Polisi Republik Indonesia (POLRI),

terdiridari Poliklinik Induk POLRI, Poliklinik Umum POLRI, Poliklinik lain milik POLRI dan Tempat Perawatan Sementara (TPS) POLRI.

d. Praktek Dokter Umum / Klinik Umum, terdiri dari Praktek

DokterUmum Perseorangan, Praktek Dokter Umum Bersama, KlinikDokter Umum / Klinik 24 Jam, Praktek Dokter Gigi, Klinik Pratama,RS Pratama.

2. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan :69

69Ibid, Hal. 27-28


(36)

a. Rumah Sakit, terdiri dari RS Umum (RSU), RS Umum PemerintahPusat (RSUP), RS Umum Pemerintah Daerah (RSUD), RS UmumTNI, RS Umum Bhayangkara (POLRI), RS Umum Swasta, RSKhusus, RS Khusus Jantung (Kardiovaskular), RS Khusus Kanker(Onkologi), RS Khusus Paru, RS Khusus Mata, RS Khusus Bersalin,RS Khusus Kusta, RS Khusus Jiwa, RS Khusus Lain yang telahterakreditasi, RS Bergerak dan RS Lapangan.

b. Balai Kesehatan, terdiri dari : Balai Kesehatan Paru

Masyarakat,Balai Kesehatan Mata Masyarakat, Balai Kesehatan Ibu dan Anakdan Balai Kesehatan Jiwa.

3. Fasilitas kesehatan penunjang yang tidak bekerjasama secaralangsung

dengan BPJS Kesehatan namun merupakan jejaring darifasilitas kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan tingkatlanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, meliputi :

a. Laboratorium Kesehatan

b. Apotek

c. Unit Transfusi Darah

d. Optik

Aturan baru dalam pelaksanaan jaminan kesehatan saat ini ternyata lebih memudahkan PTPN 3 dan pekerjanya dalam mendapatkan layanan kesehatan. Adapun Rumah sakit yang bekerja sama dengan pihak PTPN 3 dalam memperoleh pelayanan kesehatan yaitu Rumah Sakit Royal Prima Medan, Rumah


(37)

Sakit Murni Teguh Medan, Rumah Sakit Bunda Thamrin Medan, Rumah Sakit Permata Bunda, Rumah Sakit Malahayati. Kelima Rumah Sakit ini telah bekerjasama dengan pihak BPJS Kesehatan.

D.Jaminan Pemeriksaan Kesehatan Pada Pekerja

Istilah kesehatan merujuk pada kondisi fisik,mental dan stabilitas emosi. Menurut Undang-undang kesehatan, yang dimaksud kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomi. Dimana kesehatan tersebut diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan. Didalam UU No. 36 Tahun 2014 pasal 1 ayat 3 fasilitas pelayanan kesehatan merupakan suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.

Sesuai Peraturan Pemerintah Presiden Nomor 111 Tahun 2013 dalam pasal 25, salah satu pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja, maka BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan melakukan kerjasama koordinasi pelayanan untuk kepastian penjaminan bagi pekerja yang mengalami kecelakaan kerja atau penyakit akibat kecelakaan kerja.

Apabila ada pekerja di PTPN 3 yang mengalami kecelakaan kerja maka pihak BPJS Kesehatan akan melapor ke BPJS Ketenagakerjaan. Selanjutnya pihak BPJS Ketenagakerjaan menindaklanjuti informasi yang disampaikan oleh BPJS


(38)

Kesehatan/ Rumah Sakit/ Pemberi Kerja dan memastikan kasus kecelakaan tersebut selambat-lambatnya 2 x 24 jam hari kerja sejak informasi diterima oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Pihak BPJS Ketenagakerjaan menanggung biaya pelayanan kesehatan akibat kecelakaan kerja dan atau penyakit akibat kerja maksimal sebesar Rp. 20.000.000,00 (Dua Puluh Juta Rupiah) per kasus. Pihak BPJS Kesehatan tidak menanggung selisih biaya pelayanan kesehatan dari yang telah ditanggung oleh BPJS Ketenagakerjaan. Apabila biaya pemeriksaan dan pengobatan melebihi biaya maksimal yang ditentukan maka sesuai ketentuan Undang-Undang nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Peraturan Pelaksanaannya, resiko pekerjaan merupakan tanggung jawab perusahaan, sehingga perusahaan tetap berkewajiban untuk membayar kekurangannya dan tidak boleh dibebankan kepada pekerja sesuai keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor 609 tahun 2012.


(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan

Berdasarkan pada analisis dan pembahasan mengenai pelaksanaan sistem jaminan sosial bagi pekerja/ buruh tersebut diatas, maka dapat disimpulkan menjadi beberapa hal sebagai berikut :

1. Pengaturan sistem jaminan sosial bagi pekerja/ buruh di Indonesia termuat

dalam Peraturan perundang-undangan mengenai kecelakaan tahun 1947 (UU No.33 Tahun 1947) dan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1997 mengenai Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) , Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dan Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Dalam setiap perubahan peraturan terjadi perubahan bentuk pelayanan dan adanya penambahan jaminan.

2. Penyelenggaraan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi para pekerja/buruh di

PTPN 3 setelah adanya perubahan penyelenggara dari PT Jamsostek menjadi BPJS dapat dilihat dalam UU No. 24 Tahun 2011, BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan 4 (Empat) program yaitu Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Pensiun (JP). PT Perkebunan Nusantara 3 (PTPN 3) merupakan perusahaan besar milik negara yang turut mendaftarkan seluruh pekerjanya untuk mengikuti program-program Jaminan tersebut. Dan adapun sanksi


(40)

yang akan dikenakan apabila ada pekerja yang belum terdaftar maka perusahaan akan mendapat sanksi administrasi yang berlaku saat ini.

3. Pelaksanaan jaminan sosial kesehatan bagi tenaga kerja di PTPN 3 setelah

berlakunya peraturan tentang BPJS dapat dilihat dalam Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan No. 1 Tahun 2014 yang telah mengatur prosedur kepersertaan BPJS Kesehatan yang telah membantu pekerja dan keluarganya dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Walaupun menurut pekerja PTPN 3 pelayanan kesehatan sekarang lebih mudah tetapi nyatanya tetap ada kesulitan yang dihadapi baik oleh pekerja ataupun keluarganya.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan berkaitan dengan pembahasan dan kesimpulan diatas adalah :

1. Perlunya sosialisasi antara PT Perkebunan Nusantara 3 (PTPN 3) dengan

pekerja guna menampung keluhan dan aspirasi para pekerja atas pelayanan Jaminan Hari Tua dalam BPJS Ketenagakerjaan.

2. Perlu dilakukan peninjauan ulang sistem rujukan koordinasi antara BPJS

Kesehatan dengan perusahaan dan pekerja guna peningkatan kualitas pelayanan BPJS Kesehatan.


(41)

BAB II

PENGATURAN SISTEM JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA/BURUH DI INDONESIA

A. Sejarah Pengaturan Sistem Jaminan

Sosial Bagi Pekerja/Buruh

Pembangunan sistem dan program jaminan sosial merupakan salah satu karya kebijakan sosial yang terbesar di abad keduapuluh. Untuk pertama kali, program jaminan sosial wajib (mandatory insurance)diperkenalkan di Eropa pada ahir abad kesembilan belas. Selanjutnya program jaminan sosial meluas ke berbagai belahan dunia setelah berahirnya perang dunia kedua, paling tidak sebagai dampak dari berahirnya era kolonialisasi dan kemerdekaan negara-negara

jajahan.9 Penyebaran dan pengembangan jaminan sosial ke seluruh dunia juga

didukung oleh konvensi dan kerjasama internasional.

Pada tahun 1948 Perserikatan Bangsa-Bangsa mendeklarasikan jaminan sosial sebagai hak asasi manusia dalam Deklarasi tentang Hak Asasi Manusia. Di dalamnya dinyatakan bahwa: “ .... setiap orang, sebagai anggota masyarakat, mempunyai hak atas jaminan sosial ... dalam hal menganggur, sakit, cacat, tidak

mampu bekerja, menjanda, hari tua ...”.

Selanjutnya Internatinal Labour Organization (ILO) dalam konvensi nomor 102 tahun 1952 menganjurkan semua negara di dunia memberi perlindungan

9http://www.jamsosindonesia.com/identitas/jaminan_sosial_karya_besar_abad_ked uapuluh diakses tanggal 01 Maret 2016


(42)

dasar kepada setiap warga negaranya dalam rangka memenuhi Deklarasi PBB tentang hak jaminan sosial. Konvensi ini merupakan satu-satunya instrumen internasional untuk penyelenggaraan jaminan sosial, mengatur kesepakatan di antara negara-negara anggota tentang standar minimal untuk penyelenggaraaan sembilan program jaminan sosial.

ILO Convension No. 102 mendefinisikan jaminan sosial sebagai ”Perlindungan yang diberikan oleh masyarakat untuk masyarakat melalui seperangkat kebijaksanaan publik terhadap tekanan ekonomi dan sosial yang diakibatkan oleh hilangnya sebagian atau seluruh pendapatan akibat berbagai resiko yang diakibatkan oleh sakit, kehamilan, persalinan, kecelakaan kerja, kecacatan, pengangguran, pensiun, usia tua, kematian dini penghasil utama pendapatan, perawatan medis termasuk pemberian santunan kepada anggota

keluarga termasuk anak-anak”.

1. Pasca Indonesia Merdeka

Perjalanan sejarah pembangunan program jaminan sosial di Indonesia memperlihatkan bahwa jaminan sosial tumbuh dan digerakkan oleh pemerintah bukan muncul dari kebutuhan pekerja akan perlindungan pendapatan sebagaimana yang terjadi di Eropa. Didalam perjalanannya, landasan filosofi jaminan sosial di Indonesia berkembang sesuai filosofi pemerintahan.

Pada masa pra kemerdekaan, program jaminan sosial pertama kali diperkenalkan ketika masa pemerintahan kolonial Belanda masih berkuasa pada awal abad keduapuluh. Pemerintah Hindia Belanda mengikutsertakan pegawai pribumi yang bekerja pada lembaga pemerintah Hindia Belanda dalam dua buah


(43)

program, yaitu jaminan pensiun sejak tahun 1926 dan jaminan kesehatan mulai tahun 1934.

Di masa pasca proklamasi kemerdekaan, Pemerintah Pusat (Orde Lama) membangun tiga program jaminan sosial mulai pada tahun 1947, yaitu jaminan kecelakaan kerja, jaminan kesehatan, dan jaminan hari tua.

Program jaminan kecelakaan kerja lahir ketika Pemerintah mengundangkan UU No. 33 Tahun 1947 Tentang Kecelakaan (UU Kecelakaan 1947) pada 18 Oktober 1947. UU ini diberlakukan di seluruh Indonesia sejak tahun 1951 dengan UU No. 2 Tahun 1951 Tentang Berlakunya UU No 33 Tahun 1947 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia. UU Kecelakaan 1947 adalah UU sosial pertama yang diundangkan pasca proklamasi kemerdekaan, dan hebatnya lagi diundangkan di masa pemerintahan darurat pasca perang agresi Belanda kedua.

Sejak tahun 1948 Pemerintah melanjutkan penyelenggaraan program jaminan kesehatan pemerintah Hindia Belanda di masa pra kemerdekaan. Program ini diselenggarakan berdasarkan pada ketentuan Restitusi Regeling

1948.10 Peserta dibatasi pada pegawai negeri yang berpenghasilan di bawah Rp

850,00 per bulan. Penyelenggaraan belum sepenuhnya mengikuti kaidah jaminan sosial, namun masih diselenggarakan sebatas pemotongan gaji (restitusi). Setiap pegawai yang mendapatkan pelayanan rawat inap dikenakan pemotongan gaji sebesar 3% dari gaji pokok untuk membayar iur bayar (co-payment). Pelayanan kesehatan dasar ditanggung penuh oleh pemerintah. Pelayanan kesehatan dasar di

10Staatsregeling No. 1 Tahun 1934 (Peraturan Pemerintah Hindia Belanda No. 1 Tahun 1934) tentang Jaminan Kesehatan


(44)

fasilitas pemerintah tidak dipungut bayaran, sedangkan di fasilitas swasta, peserta membayar terlebih dahulu biaya pelayanan kesehatan kemudian pemerintah mengganti (reimbursement). Pemerintah melakukan proyek percontohan program jaminan kesehatan dengan mekanisme asuransi sosial yang dikenal dengan “Jakarta Pilot Project” pada tahun 1960.

Program ketiga yang diselenggarakan adalah program pensiun publik yang terbatas untuk pegawai negeri pada tahun 1956 kemudian diikuti dengan program tabungan hari tua pegawai negeri pada tahun 1963. Program pensiun pegawai negeri didirikan dan diselenggarakan berdasarkan UU No. 11 Tahun 1956 Tentang Pembelanjaan Pensiun. Program tabungan hari tua pegawai negeri diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1963 Tentang Pembelanjaan Pegawai Negeri dan PP No. 10 Tahun 1963 Tentang Tabungan Asuransi dan Pegawai Negeri.

Pemerintah Orde Baru meningkatkan penyelenggaraan program-program jaminan sosial yang telah dibangun pada masa pemerintahan Orde Lama. Peningkatan dilakukan dengan menyelenggarakan program-program jaminan sosial dengan mekanisme pendanaan oleh peserta (funded social security) dan membangun kelembagaan jaminan sosial. Pendanaan jaminan sosial oleh peserta dan badan penyelenggara jaminan sosial berkembang sesuai dengan kelompok pekerjaan, yaitu pegawai negeri dan pekerja swasta. Sayangnya, Pemerintah Orde Baru pada tahun 1992 menetapkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai Perseroan, Badan Usaha Milik Negara yang berorientasi laba - PT ASKES, PT


(45)

ASABRI, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN. Sejak itu, penyelenggaraan program

jaminan sosial Indonesia menjauh dari prinsip-prinsip asuransi sosial.11

Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1997 Tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) sendiri menjelaskan bahwa sistem perlindungan yang dimaksudkan untuk menanggulangi resiko sosial secara langsung mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya penghasilan tenaga kerja.

Berdasarkan peraturan ini maka perusahaan diwajibkan untuk

menyelenggarakan program Astek, yaitu dengan cara mempertanggungkan buruhnya dalam asuransi kecelakaan kerja dan asuransi kematian, demikian pula dalam program tabungan hari tua pada badan penyelenggaraan yaitu Perusahaan umum Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Perum Astek) yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1977. Perusahaan yang wajib menyelenggarakan Astek masih dibatasi pada jumlah buruh yang dipekerjakan atau jumlah upah yang dibayarkan kepada buruhnya setiap bulannya. Menurut keputusan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. 116-MEN/177 tentang peraturan tata carapersyaratan pendaftaran pembayaran iuran dan pembayaran jaminan asuransi sosial tenaga kerja, menetapkan bahwa perusahaan yang memperkerjakan sebanyak 100 orang atau lebih atau membayar upah paling sedikit Rp. 5.000.000,00 (Lima Juta Rupiah) sebulan adalah perusahaan yang diwajibkan ikut serta dalam program Astek, sedangkan menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-278/MEN/83 peraturan mengatur perusahaan

11Asih Eka Putri, “Identitas-Jaminan Sosial”,


(46)

yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 25 orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000,00(Satu Juta Rupiah) sebulan. Hal ini terlihat bahwa pemerintah secara bertahap sudah mulai mengembangkan program

jaminan sosial para pekerja/buruh.12

Mengingat aturan perekonomian yang berlaku, penting sekali untuk mempertahankan asuransi sosial sebagai teknik jaminan sosial dasar, yang disusun menurut bentuk aslinya sebagai sebuah kontrak antara individu dan masyarakat, juga agar dapat benar-benar menjamin kondisi kehidupan minimum bagi setiap orang. Negara harus terus menyediakan kerangka kerja dasar bagi asuransi sosial wajib yang membutuhkan partisipasi keuangan dari seluruh warganya dalam sebah skema, yang dapat melindungi mereka dari konsekuensi terjadinya resiko sosial yang besar. Berdasarkan pengalaman yang baru saja terjadi, sangat tidak bertanggungjawab untuk menyerahkan tugas itu kepada pengaturan pribadi, hanya tunjangan-tunjangan tambahan yang menjamin kelangsungan taraf hidup yang diinginkan saja yang harus diserahkan sepenuhnya pada usaha setiap individu. 2. Undang-Undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992, Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.

12 Vladimir Rys, Merumus ulang Jaminan Sosial Kembali ke Prinsip-Prinsip Dasar, PT Pustaka Alvabet, Jakarta, 2011, hal. 34


(47)

Menurut Kennet Thomson, seorang tenaga ahli pada Sekretariat Jenderal International Social Security Association (ISSA) di Jenewa, dalam Regional Training Seminar ISSA di Jakarta bulan Juni 1980, mengataka bahwa : “Jaminan sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk risiko-risiko atau peristiwa- peristiwa tertentu dengan tujuan sejauh mungkin untuk menghindari terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak”13

Sejalan dengan dua pengertian di atas, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, pada Pasal 2 ayat (4)nya menggariskan bahwa : “Jaminan Sosial sebagai perwujudan dari sekuritas sosial adalah seluruh sistem perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial bagi warga Negara yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat

guna memelihara taraf kesejahteraan sosial”14

Jika diperhatikan dari ketiga pengertian di atas, maka nampaknya ketiga pengertian tersebut memberikan pengertian jaminan sosial dengan begitu luasnya, seakan-akan jumlah sscial itu sendiri telah mencakup bidang pencegahan dan penyembuhan serta bidang pembinaan, ketiga bidang ini kalau dikaitkan lebih jauh lagi akan apa yang dinamakan Perlindungan Buruh, sehingga akan amat

13 Sentanoe Kertonegoro , Jaminan Sosial dan Pelaksanaannya di Indonesia, Cet.1, Mutiara, Jakarta, Hal. 29

14 H. Zainal Asikin, S.H., S.U. (dkk), Dasar-dasar Hukum Perburuhan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008, Hal 99


(48)

luaslah ruang lingkupnya. Kalau kita akan membicarakan jaminan sosial bagi pekerja dengan bertumpunya pada defenisi di atas, maka yang dimasukkan ke dalam jaminan sosial ini hal-hal yang bersangkutan dengan :

1. Jaminan sosial itu sendiri

2. Kesehatan keja, dan

3. Keselamatan dan keamanan kerja

Di dalam rangka menciptakan landasan untuk meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja, Undang-undang ini mengatur penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja sebagai perwujudan pertanggungan sosial sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.

Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek ini dikeluarkan berdasarkan dasar-dasar hukum:

a. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2) Undang - undang

Dasar 1945

b. undang No.3 Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya

Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 No. 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaga Negara tahun 1951 No.41)

c. Undang-undang No. 14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok

mengenai tenaga kerja (Lembaga Negara tahun 1969 nomor 55 : tambahan lembaran negara nomor 2912)

d. Undang- undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja (Lembaran


(49)

e. Undang- undang No. 7 tahun 1981 tentang wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1981 nomor 39, Tambahan Lembaran Negara nomor 3201).

Pada hakekatnya program jaminan sosial tenaga kerja ini memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang. Jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa aspek, antara lain :

a. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup

minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya;

b. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan

tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja.

c. Dengan adanya upaya perlindungan dasar akan memberikan kepastian

berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang.

d. Menciptakan ketenangan bekerja karena adanya upaya perlindungan

terhadap resiko- resiko kerja dan upaya pemeliharaan terhadap tenaga kerja.

e. Dengan adanya jaminan sosial tenaga kerja akan menciptakan ketenangan

bekerja pada akhirnya mendukung kemandirian dan harga diri manusia dalam menghadapi resiko sosial ekonomi.

Penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja dimaksudkan dalam Undang-undang ini sebagai pelaksanaan Pasal 10 dan Pasal 15 Undang-Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja yang


(50)

meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, akan tetapi mengingat objek yang mendapat jaminan sosial tenaga kerja yang diatur dalam Undang-undang ini diprioritaskan bagi tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan, perorangan dengan menerima upah maka kepada tenaga kerja di luar hubungan kerja atau dengan kata lain tidak bekerja pada perusahaan, pengaturan tentang jaminan sosial tenaga kerjanya akan diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan Undang-undang No. 3 Tahun 1992 pasal 6 ayat (1) yang menjadi ruang lingkup Jaminan Sosial Tenaga Kerja meliputi:

1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

Kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja merupakan risiko yang dihadapi oleh tenaga kerja yang melakukan pekerjaan. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian atau cacad karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka perlu adanya Jaminan Kecelakaan Kerja.

Mengingat gangguan mental akibat kecelakaan kerja sifatnya sangat relative sehingga sulit ditetapkan derajat cacadnya maka jaminan atau santunan hanya diberikan dalam hal terjadi cacad mental tetap yang mengakibatkan tenaga kerja yang bersangkutan tidak bida bekerja lagi.

2. Jaminan Kematian (JK)

Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan mengakibatkan terputusnya penghasilan, dan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena itu, diperlukan


(51)

Jaminan Kematian dalam upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang.

3. Jaminan Hari Tua (JHT)

Hari tua dapat mengakibatkan terputusnya upah karena tidak lagi mampu bekerja. Akibat terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi tenaga kerja dan mempengaruhi ketenangan kerja sewaktu mereka masih bekerja, terutama bagi mereka yang penghasilannya rendah. Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yangdibayarkan sekaligus dan atau berkala pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun atau memenuhi persyaratan tertentu.

4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)

Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehinggha dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan di bidang penyembuhan (kuratif). Oleh karena, upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak yang tidak sedikit dan memberatkan jika dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan sosial tenaga kerja disamping itu pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif). Dengan demikian diharapkan tercapainya derajat kesehatan tenaga kerja yang optimal sebagai potensi yang produktif bagi pembangunan. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan selain untuk tenaga kerja yang bersangkutan juga untuk keluarganya.


(52)

Mengingat jaminan sosial tenaga kerja merupakan program lintas sektoral yang saling mempengaruhi dengan usaha peningkatan kesejahteraan sosial lainnya, maka program jaminan sosial tenaga kerja dilaksanakan secara bertahap dan saling menunjang dengan usaha-usaha pelayanan masyarakat dalam bidang kesehatan, kesempatan kerja, keselamatan dan kesehatan kerja.

Pengawasan terhadap Undang-undang ini, dan peraturan pelaksanaannya dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dan Undang-Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 15

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja mencantumkan sanksi terhadap setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban yang ditentukan.Sanksi pidana ditentukan dalam Pasal 29 sedangkan sanksi administrasi,ganti rugi,atau denda menurut Pasal 30 Undang-undang tersebut,akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.Sanksi pidana yang ditentukan dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 berupa kurungan atau denda.

Pasal 29 ayat (1) Undang-undang tersebut selengkapnya menentukan, ”Barang siapa tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1); Pasal 10 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3); Pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); Pasal 19 ayat (2); Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 26,

15http://www.sjdih.depkeu.go.id/fulltext/1992/3TAHUN1992UU.htm diakses 04 Maret 2016


(53)

diancam dengan hukuman kurungan selama lamanya 6 (enam) bulan atau denda

setinggi tingginya Rp. 50.000 000,- (lima puluh juta rupiah).”

Dalam ayat (2) ditentukan”Dalam hal pengulangan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (12) untuk kedua kalinya atau lebih setelah putusan akhir telah memperoleh kekuatan hukum tetap,maka pelanggaran tersebut dipidana kurungan selama lamanya 8 (delapan) bulan.”

Tindak pidana sebagaimana tersebut dalam ayat (1) adalah pelanggaran. Artinya tindak pidana tersebut tidak digolongkan kepada kejahatan,yang ancaman hukumannya lebih berat, jadi tindak pidana sebagimana dimaksud dalam Pasal 29 tersebut diatas termasuk tindak pidana ringan.

Ancaman hukumannyapun bersifat alternative.Bisa dipilih hukuman kurungan atau denda, tergantung kepada tuntutan jaksa dan putusan hakim.

Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2), menurut Pasal 30 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992, terhadap pengusaha, tenaga kerja, dan Badan Penyelenggara yang tidak memenuhi ketentuan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya dikenakan sanksi administrasi, ganti rugi, atau denda yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Sanksi sebagaimana tersebut diatas diatur dalam Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek sebagaimana beberapa kali diubah terakir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010.Pada intinya Pasal 47 Peraturan Pemerintah tersebut menentukan:


(54)

1. Pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 12 ayat (3), Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan Pasal 19 serta Pasal 20 ayat (1), dan telah diberikan peringatan tetapi tetap tidak melaksanakan kewajibannya dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan ijin usaha.

2. Pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 10 ayat (3) dikenakan denda sebesar 2% untuk setiap bulan keterlambatan yang dihitung dari iuran yang seharusnya dibayar.

3. Badan Penyelenggara yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

diamaksud dalam Pasal 26 Undang-undang Nomor 3 tahun 1992 dikenakan ganti rugi sebesar 1% dari jumlah jaminan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini,untuk setiap hari keterlambatan dan

dibayarkan kepada tenaga kerja yang bersangkutan.16

3. Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Undang- undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2004 pada pasal 1 ayat (1) jaminan sosial menyatakan bahwa salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Dan dalam pasal 1 ayat (2) dijelaskan bahwa sistem jaminan sosial nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial.


(55)

SJSN adalah program Negara yang bertujuan untuk memberi perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan,

memasuki usia lanjut, atau pensiun.17

UU SJSN diundangkan pada tanggal 19 Oktober 2004, sebagai pelaksanaan amanat konstitusi tentang hak konstitusional setiap orang atas jaminan sosial dengan penyelenggaraan program-program jaminan sosial yang menyeluruh bagi seluruh warga negara Indonesia. UU SJSN adalah dasar hukum untuk menyinkronkan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang telah dilaksanakan oleh beberapa badan penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta.

Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun.

Asas dan tujuan sistem jaminan sosial nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat


(56)

Indonesia. Sistem jaminan sosial nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau

anggota keluarganya.(Pasal 2 dan 3 UU SJSN)18

Selama beberapa dekade terakhir ini, Indonesia telah menjalankan beberapa program jaminan sosial. Undang-undang yang secara khusus mengatur jaminan sosial bagi tenaga kerja swasta adalah Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), yang mencakup program jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan kematian.

Landasan yuridis penyelenggaraan SJSN adalah UUD Negara Republik Indonesia Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2). Pasal 28H ayat (3) diatur dalam Perubahan Kedua UUD NRI 1945 dan Pasal 34 ayat (2) diatur dalam Perubahan Keempat UUD NRI 1945. Amanat konstitusi tersebut kemudian dilaksanakan dengan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional (UU SJSN).19

Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No. 007/PUU-III/2005, Pemerintah bersama DPR mengundangkan sebuah peraturan pelaksanaan UU SJSN setingkat Undang-Undang, yaitu UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional (UU BPJS).20

Peraturan Pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS terbentang mulai Peraturan Pemerintah hingga Peraturan Lembaga. Penyelesaian seluruh dasar hukum bagi

18 Dapat dibaca juga dalam Tim redaksi pustaka yustisia, Koalisi Perundangan tentang Jaminan Sosial, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2012, hal.7

19 Asih Eka Putri, Paham SJSN Sistem Jaminan Sosial Nasional, CV Komunitas Pejaten Mediatama, Jakarta, 2004, hal.12


(57)

implementasi SJSN yang mencakup UUD NRI, UU SJSN dan peraturan

pelaksanaannya membutuhkan waktu lima belas tahun (2000 – 2014).21

Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat tersebut direspon oleh hukum. Salah satu di antaranya adalah hukum jaminan sosial. Pemerintah membentuk dan mengundangkan UU SJSN untuk menyikapi dinamika masyarakat dan menangkap semangat jamannya, menyerap aspirasi, dan cita-cita hukum masyarakat. Penyelenggaraan program jaminan sosial diubah secara mendasar untuk memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Prinsip dana amanat diberlakukan. Dana dikumpulkan dari iuran peserta sebagai dana titipan kepada BPJS untuk dikelola sebaik-baiknya

dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.22

Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip:23

1. Kegotongroyongan,

Kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah, atau penghasilan.

2. Nirlaba,

Pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh peserta.

3. Keterbukaan,

21Ibid, hal.12 paragraf 4 22 Ibid, hal. 15

23Republik Indonesia (1) ,Undang-Undangtentang Sistem Jaminan Sosial Nasional no.40 tahun 2004 LN No. 150 , pasal 4


(1)

7. Kepada keponakan dan sepupu saya yang senantiasamenemani dan menghibur saya, My Little Princess Violin Bangun, Simon Bangun, Samuel Hutasoit, Getha Hutasoit, Salmon Hutasoit, Yapto Hutasoit, Yohana Hutasoit dan Leo Hutasoit.

8. Teman-teman seperjuangan semasa SMA Rusti Margareth Sibuea SH, Amalia Iwanina Lubis SH, Maria Selviana SH, Ruth Yohana Siburian, dan Rissa M Ginting yang setia membantu dan menemani disaat suka dan duka sampai akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman selingkungan saya a.k.a Tanjung Rejo Group ,Feby Ratu Angela Purba dan Novita Megawaty Aritonang yang senantiasa menemani dan membantu selama masa perkuliahan hingga menyelesaikan skripsi ini. Semangat dan semoga cepat menyusul.

10. Teman-teman The Rempong’s yang saya sayangi, Amel, Cilla, Dewi, Yessi dan Esta yang sebagian sudah sarjana dan juga yang masih bergelut dalam skripsinya. Semoga cepat menyusul.

11. Kepada teman teman seperjuangan dalam menyelesaikan skripsi Novi, Feby,Adeline Turangan (Oyen) , Rifki M Tanjung SH (Ucup), M Alfahri Yudha dan Bg Dicky, penulis mengucapkan terimakasih telah menemani proses dan memberi masukan dalam pembuatan skrirpsi ini.

12. Kepada teman temanseperjuangan di Hukum Perburuhan Oyen, Feby, Yudha, Riady, Flo, Chelsya, dan Ste. Semoga cepat menyusul.

13. Kepada pemuda/i gereja HKBP Parsaoran Nauli yang selalu mendoakan saya dan memberi dukungan dalam penulisan skripsi ini.


(2)

14. Kepada teman - teman Group B Venia, Marrissa, Cindy, Daniel, Ibam, Andre, Bahari, Andi, Raja, Wina, Habibi, Aisyah, Rizal, Dosti, dan yang tidak dapat penulis sebutkan satu -persatu terimakasih telah menemaniselama 3 tahun lebih yang singkat dan buat yang masih bergelut dalam skripsinya dengan tulus penulis ucapkan semogacepat menyusul.

15. Seluruh teman-teman penulis khususnya Angkatan 2012, yang telah banyak memberisemangat dan dukungan kepada penulis hingga akhirnya penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi salah satu karya ilmiah yang dapat digunakan bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang akan datang.

Medan, april 2016 Penulis,

SARAH NIM: 120200398


(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Saya yang bertandatangan di bawah ini:

NAMA : SARAH

NIM : 120200398

DEPARTEMEN : HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Dengan ini menyatakan bahwa judul skripsi “Penyelenggaraan Program Jaminan

Sosial Tenaga Kerja Di PTPN 3 Medan Setelah Berlakunya UU No.24

Tahun2011 Tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial”. benar merupakan

hasil karya sendiri dan bebas dari plagiat, dan apabila pernyataan ini terbukti tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Demikianlah Surat Pernyataan ini dibuat sebagai bentuk pertanggungjawaban penulis tanpa ada paksaan ataupun tekanan dari pihak manapun.

Medan, 9 Mei 2016 Penulis,


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...vii

ABSTRAK ...x

BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang...1

B.Perumusan Masalah...5

C.Tujuan Penulisan...5

D.Manfaat Penulisan...6

E. Keaslian Penulisan...7

F. Tinjauan Kepustakaan...7

G.Metode Penelitian...9

H.Sistematika Penulisan...11

BABII PENGATURAN SISTEM JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA/BURUH DI INDONESIA A.Sejarah pengaturan sistem jaminan sosial bagi pekerja/buruh..14

1. Pasca Indonesia merdeka...15

2. Undang-undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja...19

3. Undang-undang Republik Indonesia No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)...27

B.Undang-undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial bagi pekerja/buruh...34


(5)

1. Badan Penyelenggara Sistem Jaminan Sosial...34

2. Program Jaminan Sosial Pekerja...39

BAB III PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DI PTPN 3 SETELAH ADANYA PERUBAHAN JAMSOSTEK MENJADI BPJS A.Jaminan sosial ketenagakerjaan yang diselenggarakan PT Jamsostek...43

B.Ruang Lingkup BPJS Ketenagakerjaan...44

C.Penyelanggaraan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di PTPN 3 ...47

D.Sanksi apabila ada pekerja/buruh yang tidak terdaftar mengikuti program BPJS...56

BAB IV PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN BAGI TENAGA KERJA DI PTPN 3 SETELAH BERLAKUNYA PERATURAN TENTANG BPJS A.Perubahan pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan...59

B.Prosedur dan mekanisme kepersertaan BPJS Kesehatan...61

C.Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial...69

D.Jaminan Pemeriksaan Kesehatan pada pekerja...76

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan...78


(6)

DAFTAR PUSTAKA...80

LAMPIRAN : 1. Surat Riset