Efek Altelmintik Ekstrak Etanol Akar Lidah Buaya (Aloe vera Linn) terhadap Cacing Ascaris suum secara In Vitro.
iv
ABSTRAK
EKSTRAK ETANOL AKAR LIDAH BUAYA (Aloe vera Linn) SEBAGAI ANTELMINTIK TERHADAP CACING Ascaris suum
SECARA IN VITRO
Theresia Bintang, 2013. Pembimbing I : Prof. Dr. Susy Tjahjani., dr. M.Kes Pembimbing II : Rosnaeni, Dra., Apt.
Askariasis merupakan masalah utama kesehatan di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Penanggulangan askariasis yang sering dilakukan adalah dengan memberi obat cacing sintetis yang dapat menimbulkan efek samping dan resistensi terhadap obat, sehingga diperlukan antelmintik alami yang memiliki efek samping minimal, salah satunya adalah akar lidah buaya.
Tujuan penelitian untuk menilai efek dan potensi antelmintik ekstrak etanol akar lidah buaya (EEALB) terhadap cacing Ascaris sum secara in vitro.
Desain penelitian eksperimental laboratorik sungguhan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), menggunakan 750 cacing Ascaris suum yang dibagi menjadi 5kelompokyaitu I, II, dan III berturut-turut diberi EEALB 2,5%, 5%, dan 10%. Kelompok IV: kontrol negatif, dan V: kontrol positif (n=30, r=5).
Data yang diukur jumlah cacing paralisis/mati setelah diinkubasi selama 3 jam pada suhu 37oC. Analisis datamenggunakan Kruskal-Wallis dengan α = 0,05, dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney (p<0,05). LC50dianalisis dengan persamaan regresi menggunakan perangkat lunak komputer.
Hasil penelitian rerata persentase jumlah cacing paralisis/mati pada kelompok I: 7,34; II: 8,78; dan III: 9,55 berbeda sangat bermakna (p<0,01) dibandingkan dengan kelompok IV: 0,71, dan V: 10,02. Nilai LC50 adalah 0,952%.
Simpulan penelitian ekstrak etanol akar lidah buaya berefek antelmintik terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro dengan potensi lebih lemah dari Pirantel pamoat.
(2)
v
ABSTRACT
THE ANTHELMINTIC EFFECT OF ALOE VERA ROOT ETHANOL EXTRACT AGAINST Ascaris suum
IN VITRO
Theresia Bintang, 2013. 1st Tutor : Prof. Dr. Susy Tjahjani., dr. M.Kes
2nd Tutor : Rosnaeni, Dra., Apt.
Ascariasis is still a major health problem of society in developing countries, including Indonesia. Nowadays, Ascariasis is treatedusing synthetic anthelminthic. Unfortunately the synthetic medication has side effects and evokes resistance to the drug. This research is carried out to study about anthelmintic drugs natural ingredients that cause minimal side effects, which is the root of aloe vera.
The purpose of this research was to assess the effect and potential of aloe vera ethanol extract as an anthelmintic agent agains Ascaris suum in vitro.
This research used real laboratory experimental with Complete Randomized Design,in vitro using 750 Ascaris suum worms divided into 5 groups; I: AVREE 2,5%, II: 5%, III: 10%,IV: negative control, and V: positive control (n=30, r=5). Measured data is defined as the number of worms, which paralyzed/dead after incubated for 3 hours at 37oC. Data isanalyzed using the Kruskal-Wallis with
α=0.05, then followed by Mann-Whitney test (p<0,05). The value of LC50 is analyzed
with regression equations.
The mean percentage of worms paralyzed/dead at group I: 7.34, II: 8.78, and III 9.55 showed highly significant differences (p<0,01) when compared with the group IV as negative control. LC50 AVREE on Ascaris suum in vitro is 0,952%.
The research concluded that aloe vera ethanol extract had anthelmintic effect on Ascaris suum in vitro.
(3)
viii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN... ii
SURAT PERNYATAAN... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 3
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Manfaat Penelitian... 3
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ... 3
1.5.1 Kerangka Pemikiran ...4
1.5.2 Hipotesis Penelitian...5
1.6 Metode Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ascaris lumbricoides ... 6
2.1.1 Toksonomi Ascaris lumbricoides ... 6
2.1.2 Morfologi Ascaris lumbricoides ... 6
2.1.2.1CacingJantan...8
2.1.2.2 Cacing Betina...9
2.1.3 Telur Ascaris lumbricoides ... 9
2.1.4 Dinding Tubuh Ascaris lumbricoides ... 12
2.1.5 Sistem Syaraf Ascaris lumbricoides... 12
2.1.6 Sistem Respirasi dan Sirkulasi Ascaris lumbricoides ... 13
2.1.7 Sistem Eksresi Ascaris lumbricoides ... 14
2.1.8 Sistem Sekresi Ascaris lumbricoides ... 14
(4)
ix
2.1.10 Sistem Reproduksi Ascaris lumbricoides ... 16
2.1.11 Habitat dan Daur Hidup Ascaris lumbricoides ... 17
2.2 Penyakit Askariasis ... 18
2.2.1 Epidemiologi ... 18
2.2.2 Patologi dan Gambaran Klinis ... 19
2.2.3 Gejala Klinis dan Diagnosis Askariasis ... 20
2.2.4 Pengobatan ... 21
2.2.5 Ascaris lumbricoides dalam klinis ... 22
2.2.6 Pencegahan Askariasis ... 23
2.2.7 Komplikasi ... 23
2.2.8 Prognosis ... 24
2.3 Ascaris suum, Goeze ... 24
2.3.1 Taksonomi ... 24
2.3.2 Morfologi ... 24
2.3.3 Siklus Hidup ... 25
2.3.4 Patogenesis dan Gejala Klinis ... 27
2.4 Lidah Buaya ... 27
2.4.1 Toksonomi dan Morfologi ... 28
2.4.2 Variasi Nama Lidah Buaya di Berbagai Negara ... 30
2.4.3 Kandungan Kimia Lidah Buaya ... 31
2.4.4 Efek dan Manfaat Farmakologi ... 31
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan, Alat, dan Tempat Penelitian ... 33
3.1.1 Bahan Penelitian... 33
3.1.2 Alat-Alat Penelitian ... 33
3.1.3 Objek Penelitian ... 33
3.1.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34
3.2 Metode Penelitian ... 34
3.2.1 Desain Penelitian ... 34
3.2.2 Variabel Penelitian ... 34
3.2.2.1Definisi Konsepsional Variabel ... 34
3.2.2.2Definisi Operasional Variabel ... 35
3.2.3 Besar Sampel Penelitian ... 35
3.3 Prosedur Kerja ... 36
3.3.1 Pembuatan Simplisia ... 36
3.3.2 Ekstraksi Akar Lidah Buaya Dengan Pelarut Etanol ... 36
3.3.3 Persiapan Hewan Coba ... 37
3.3.4 Prosedur Penelitian... 37
3.3.5 Metode Analisis dan Hipotesis Statistik ... 38
BAB IV HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 39
(5)
x
4.3 Uji Hipotesis Penelitian ... 45
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 47
5.2 Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 48
LAMPIRAN ... 53
(6)
xi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1 Jumlah Cacing Ascaris suum yang Paralisis/Mati
setelah Perlakuan dalam Persen (%)... 39 Tabel 4.2 Rerata Cacing Ascaris suum yang Paralisis/Mati setelah
Perlakuan dalam Persen (%) setelah
Transformasi ke Fungsi SQRT+0.5 ... 40 Tabel 4.3 Hasil Kruskal-Wallis Cacing Ascaris suum
Paralisis/Mati setelah Perlakuan... 40 Tabel 4.4 Hasil Uji Mann-Whitney Rerata % Jumlah
(7)
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Penampang Anterior Ascaris lumbricoides ... 7
Gambar 2.2 Prominen Pada Anterior Ascaris lumbricoides ... 7
Gambar 2.3 Ascaris lumbricoides Jantan Dewasa ... 8
Gambar 2.4 Spikula Ascaris lumbricoides Jantan (Organ Genital) ... 8 Gambar 2.5 Ascaris lumbricoides Betina Dewasa ... 9
Gambar 2.6a Telur Ascaris lumbricoides yang Dibuahi (pot. Melintang) ... 10 Gambar 2.6b Bentuk utuh ... 10
Gambar 2.7 Telur Ascaris lumbricoides yang Mengalami Dekortikasi ... 11 Gambar 2.8 Telur Ascaris lumbricoides Tidak Dibuahi ... 11
Gambar 2.9 Siklus Hidup Ascaris lumbricoides... 18
Gambar 2.10 Telur Ascaris suum... 25
Gambar 2.11 Daur hidup cacing Ascaris suum... 27
Gambar 2.12 Lidah Buaya ... 28
Gambar 2.13 Struktur Anatomi Lidah Buaya ... 29
Gambar 2.14 Akar Lidah Buaya ... 30
Gambar 4.1 Diagram Hasil Uji Mann-Whitney % Rerata Jumlah Cacing Ascaris suum Paralisis/Mati Dibandingkan dengan Lar. NaCl 0,9% ... 42
Gambar 4.2 Diagram Hasil Uji Mann-Whitney % Rerata Jumlah Cacing Ascaris suum Paralisis/Mati Dibandingkan dengan Susp. Pirantel pamoat 5% ... 43
(8)
xiii Lampiran 1
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Penghitungan Dosis Ekstrak Akar Lidah Buaya ... 53
Lampiran 2 Data Lengkap Hasil Penelitian ... 55
Lampiran 3 Hasil Tes Kolmogorov-Smirnov dan Tes Homogenitas ... 56
Lampiran 4 Kruskal-Wallis Test ... 57
Lampiran 5 Mann-Whitney Test ... 58
Lampiran 6 Probit Analysis ... 60
Lampiran 7 Determinasi Tumbuhan ... 65
(9)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Infestasi nematoda usus terutama yang ditularkan melalui tanah (Soil
Transmitted Helminths) banyak terdapat pada anak-anak dan merupakan salah
satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Prevalensi infestasi nematoda usus masih cukup tinggi, yaitu 40-60% (Menkes, 2006). Tingginya prevalensi tersebut ada hubungannya dengan tingkat sosial ekonomi suatu masyarakat, yang pada umumnya memengaruhi tingkat pendidikan dan kebiasaan hidup suatu masyarakat. Cacing yang termasuk dalam golongan ini adalah Ascaris
lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus, dan Ancylostoma duodenale (Tjitra, 1991). Dari semua kasus penyakit cacingan, cacing cambuk
(Trichuris trichiura) meyerang sekitar 795 juta jiwa. Sedangkan cacing tambang meyerang sekitar 740 juta jiwa. Infeksi oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides) yang disebut dengan Askariasis menyerang sekitar 1,221 miliar jiwa (de Silva, 2003).
Askariasis pada anak-anak dapat menimbulkan kerugian antara lain defisiensi nutrisi, anemia, menghambat perkembangan fisik dan kecerdasan yang berakibat penurunan kemampuan belajar, aktivitas bersosialisasi bahkan pada gilirannya dapat menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit yang lainnya. Akibatnya pada masa yang akan datang dapat terjadi penurunan kualitas sumber daya manusia (Menkes, 2006). Pada orang dewasa, dalam keadaan tertentu, cacing dewasa dapat bermigrasi melalui traktus hepatobilier yang menyebabkan kolik empedu, kolesistitis, kolangitis, pankreatitis, abses hepar, dan keadaan gawat darurat lainnya (Khuroo, 1990). Bahaya yang ditimbulkan oleh askariasis dapat merugikan bagi kemajuan bangsa (Menkes, 2006), oleh karena itu, pencegahan dan penatalaksanaan infeksi ini penting untuk menghindari komplikasi yang lebih lanjut.
(10)
2
Penanggulangan terhadap infeksi cacing yang sering dilakukan adalah dengan memberi obat cacing sintetis (Menkes, 2006; Syarif & Elysabeth, 2009), pemberian obat cacing sintetis harus dilakukan berulang kali, sehingga akan timbul galur cacing yang resisten terhadap obat (Albonico, 2004), dan akumulasi residu dalam jaringan tubuh. Selain itu, harga obat sintetis relatif mahal sehingga penyakit cacing tidak terobati, oleh karena itu masyarakat Indonesia di daerah pedesaan menggunakan obat tradisional dari tumbuhan seperti lidah buaya, petai cina, mindi kecil, daun kecubung, dan yang lainnya untuk mengobati penyakit cacingan (Hartawan, 2012). Keampuhan obat tradisional ini dapat dibuktikan secara empiris dari hilangnya gejala klinis, Tetapi hal ini belum pernah dibuktikan secara ilmiah. Manfaat dari penggunaan obat tradisional akan memungkinkan untuk penyediaan obat secara murah dan mudah didapat di pedesaan.
Lidah buaya (Aloe vera L.) lebih dikenal sebagai tanaman hias dan banyak digunakan sebagai bahan dasar obat-obatan dan kosmetika, baik secara langsung dalam keadaan segar atau dikombinasikan dengan bahan-bahan yang lain. Khasiat tanaman lidah buaya ini antara lain ialah mengeluarkan cacing, mengeluarkan dahak, menguatkan dan menyuburkan rambut, menyembuhkan luka bakar, dan yang lainnya (Hartawan, 2012). Bagian tanaman lidah buaya yang digunakan sebagai obat traditional adalah bagian akar atau daun. Sebagai bahan obat traditional, daun lebih buaya lebih sering digunakan dibandingkan dengan akar.
Peneliti tertarik untuk menguji efek antelmintik ekstrak etanol akar lidah buaya terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro. Bahan uji yang digunakan dalam penelitian adalah dalam bentuk ekstrak akar lidah buaya, karena dalam bentuk ekstrak zat berkhasiat lebih banyak tersari. Simplisia yang digunakan dalam penelitian adalah akar lidah buaya merupakan bagian dari tanaman yang tidak dikonsumsi dan hanya merupakan limbah. Hewan coba yang digunakan adalah
Ascaris suum yang mempunyai kesamaan morfologi, cara infeksi, dan beberapa
(11)
3
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, identifikasi penelitian ini adalah:
Apakah ekstrak etanol akar lidah buaya (Aloe vera, L) berefek antelmintik terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro.
Apakah potensi antelmintik ekstrak akar lidah buaya setara dengan suspensi Pirantel pamoat.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud penelitian untuk mengetahui bahan-bahan alam yang berefek antelmintik.
Tujuan penelitian untuk menilai efek antelmintik ekstrak etanol akar lidah buaya terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro dan menilai potensinya dibandingkan dengan Pirantel pamoat.
1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah
- Manfaat akademis untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang farmakologi tentang tanaman obat tradisional khususnya tanaman lidah buaya dan bidang parasitologi tentang nematoda khususnya Ascaris lumbricoides yang dapat menambah inventaris data tanaman obat yang berefek sebagai antelmintik.
- Manfaat praktis untuk memberi informasi kepada masyarakat khususnya daerah pedesaan tentang manfaat akar lidah buaya sebagai obat cacing.
1.5Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
1.5.1 Kerangka Pemikiran
Pirantel pamoat merupakan obat antelmintik lini pertama yang efektif terhadap
Ascaris lumbricoides, yaitu dengan cara depolarisasi pada otot cacing dan
(12)
4
Selain itu pirantel juga menghambat enzim asetilkolinesterase sehingga akan meningkatkan kontraksi otot cacing yang diikuti dengan pembuangan dari saluran intestinal manusia karena pirantel pamoat juga bersifat laksans lemah (Tjay dan Rhardja, 2002; Sukarban, 2003; Katzung, 2004).
Kandungan kimia akar Aloe vera yang berefek sebagai antelmintik terdiri dari saponin, kompleks antrakuinon, dan tannin (Hartawan, 2012). Saponin mempunyai aktivitas sebagai surfaktan yang dapat meningkatkan penetrasi makromolekul seperti protein melalui membran sel. Saponin yang berasal dari akar lidah buaya bekerja dengan cara menghambat enzim kolinesterase (Kuntari, 2008). Enzim kolinesterase merupakan enzim yang berfungsi menghidrolisis asetilkolin, suatu neurotransmitter di berbagai sinaps serta akhiran saraf simpatis, parasimpatis, dan saraf motor somatik. Penghambatan enzim kolinesterase menyebabkan penumpukan asetikolin pada reseptor nikotinik neuromuskular. Akibatnya, akan terjadi stimulasi terus-menerus reseptor nikotinik yang menyebabkan peningkatan kontraksi otot. Kontraksi ini lama-kelamaan akan menimbulkan paralisis otot hingga berujung pada kematian cacing. Selain itu senyawa saponin dapat mengiritasi saluran pencernaan sehingga penyerapan zat-zat makanan terganggu yang mempengaruhi kelangsungan hidup cacing (Mills & Bone, 2000). Kompleks antrakuinon (terutama aloin dan emodin) dapat membentuk kompleks yang bersifat ireversibel dengan asam amino nukleofilik dalam protein, sehingga terjadi inaktivasi protein dan kehilangan fungsinya. Kompleks anthrakuinon dapat berfungsi juga sebagai laksatif. Dua mekanisme efek laksatif dari akar lidah buaya: memengaruhi motilitas usus besar yang mengakibatkan percepatan waktu transit pada kolon; dan memengaruhi proses sekresi mukosa dan klorida yang mengakibatkan peningkatkan volume cairan. Defekasi terjadi sekitar 6-12 jam karena diperlukan waktu transpor antrakuinon ke kolon dan dimetabolisme menjadi senyawa aktif sehingga membantu mengeluarkan cacing dari dalam tubuh (Mun'im & Hanani, 2011). Tannin yang termasuk kelompok senyawa fenolik juga bersifat toksik dan juga berfungsi sebagai anti-inflamasi (Hartawan, 2012). Tannin memiliki beberapa sifat, yaitu:
(13)
5
mengendapkan protein. Efek antelmintik tannin berupa perusakan protein tubuh cacing sehingga protein kehilangan struktur dan fungsinya (Najib, 2006).
Mekanisme kerja akar lidah buaya ini mirip dengan mekanisme kerja pirantel pamoat. Dengan demikian akar lidah buaya berefek antelmintik.
1.5.2 Hipotesis Penelitian
Ekstrak etanol akar lidah buaya (Aloe vera, L) berefek antelmintik terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro.
Potensi antelmintik ekstrak akar lidah buaya (Aloe vera, L) setara dengan suspensi Pirantel pamoat.
1.6Metode Penelitian
Desain penelitian eksperimental laboratorik sungguhan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Efek antelmintik terhadap Ascaris suum diuji secara in
vitro. Data yang diukur adalah jumlah cacing paralisis/mati setelah diinkubasi
selama 3 jam pada suhu 370C. Jika distribusi data normal dan memiliki varians data yang sama dilakukan uji ANAVA. Jika tidak memenuhi kriteria tersebut dilakukan uji Kruskal-Wallis dengan α = 0,05. Apabila terdapat perbedaan yang bermakna dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Kemaknaan ditentukan berdasarkan nilai p<0,05. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak komputer.
(14)
47
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Ekstrak akar lidah buaya berefek antelmintik terhadap cacing Ascaris
suum secara in vitro.
Potensi antelmintik ekstrak akar lidah buaya lebih rendah dibandingkan dengan suspensi Pirantel pamoat
5.2 Saran
Penelitian tentang efek antelmintik terhadap cacing Ascaris suum secara in
vitro perlu dilanjutkan dengan :
Melakukan uji toksisitas akut akar lidah buaya Melakukan penelitian lanjutan secara in vivo
Melakukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak akar lidah buaya yang lebih efektif untuk mematikan cacing Ascaris suum secara in vitro
Membandingkan ekstrak akar lidah buaya dengan ekstrak daun lidah buaya menggunakan cacing Ascaris suum secara in vitro
(15)
48
DAFTAR PUSTAKA
Afrah, N. 2005.Efek Antelmintik Akar Lidah Buaya (Aloe vera(L.) Burm. f.)
Terhadap Ascaris suum In Vitro.
Alba, J. C. 2009. Ascariasis lumbricoides and Ascaris suum: A Comparison of Electrophoretic Banding Patterns of Protein Extracts from the Reproductive Organs and Body Wall. Vaterinarski Arhiv 79(3). p. 281-291.
Albonico, M., Engels, D., Savioli, L. 2004. Monitoring drug efficacy and early
detection of drug resistance in human soil-transmitted nematodes: A pressing public agenda for helminth control. Int J Parasitol, 34: 1205-10.
Aquilar, N.O. & Brink, M. 1999. Aloe L. (de Padua L.S., Bunyapraphatsara, N. & Lemmens, R. H. M. J : Editors) : Plant Resources of South - East Asia No 12 (1). Medicinal and Poisonous Plants 1. Backhuys Publishers, Leiden the Netherlands. p. 100-105.
Backer., C.A. & Bakhuizen van den Brink, Jr.R.C. 1968. Flora of Java Volume
III. Wolters-Noordhoff N.V. Groningen, the Netherlands. p. 89.
Bhamrah, H. S. 2001. An Introduction to Helminthes. New Delhi: Kumar for Anmol Publication.
Bhattacharya Tanusree, S. A. 2001. Possible Approach for Serodiagnosis of Ascariasis by Evaluation of Imunnoglobulin G4 Response Using Ascaris
lumbricoides Somatic Antigen. Journal of Clinical Microbiology.
Washington DC, USA: America Society of Microbiology.p. 2991-2994. Corwin, R., & Tubbs, R. 1993. Common Internal Parasites of Swine. Departement
of Veterinary Microbiology, Collage of Veterinary Medicine. University of
Missouri. Columbia.
Cronquist, A. 1981. An Integrated System of Classification of Flowering Plants. Columbia Press, New York. p. xiii-xviii.
de Silva, N.R., Brooker, S., Hotez, P., Montresor, A., Engles, D., Savioli, L. 2003.
Soil-transmitted helminth infections: updating the global picture. Trends
(16)
49
Dropkin, V. H. 2006. Physiology of Nematodes of The Soil. Annals of the New York. Academy of Sciences, 139:39-52. DOI: 10.1111/j-1749-6632.1966.tb41183.x.
Dunn, A. (1978). Veterinary Helminthology. 2nd Edition. London: Williams Heinemann Medical Books LTD.
Gandahusada, S. I. 1996. Parasitologi Keokteran . Jakarta: Gaya Baru.
Garcia, L. 2001. Diagnostic Medical Parasitology. 4th Edition. Washington: ASM Press.
Hartawan, I. 2012. Sejuta Khasiat Lidah Buaya. Pustaka Diantara.
Ismid, I. S. 1996. Infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah pada Balita yang kurang kalori protein di Kelurahan Kramat Jakarta Pusat. Majalah Parasitol
Indonesia 9 (1), 1-5.
Katzung, B. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika. Khuroo, M.S., Zargar, S.A., Mahajan, R. 1990. Hepatobiliary and Pancreatic
Ascariasis in India. Lancet. p. 335:1503-06.
Kotpal, R. L. 2010. Modern Text Book of Zoology Invertebrales. New Delhi, India: Rastologi Publication.
Kuntari, T. 2008. Daya Antihelmintik Air Rebusan Daun Ketepeng (Cassia alata L.) Terhadap Cacing Tambang Anjing In Vitro. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
Laskey, A. 2007. Ascaris lumbricoides. di unduh dari http://emedicine.medscape.com/article/788398-overview
Levine, N. 1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. (Prof. Dr. Ashadi : Editor). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Loreille, O., & Bouchet, F. 2003. Evolution of Ascaris in Humans and Pigs: A Multi-Disciplinary Approach.
Mills, S., & Bone, K.2000. Principles and Practice of Phytotheraphy: Modern
Herbal Medicine. New York: Elsevier.
Miyazaki, I. 1991. An Illustrated Book of Helminthic Zoonoses. Tokyo: International Medical Foundation of Japan.
(17)
50
Najib, A. 2006. Ringkasan Materi Kuliah Fitokimia II . Makassar: Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia.
Neva, F., & Brown, H. 1994. Basic Clinical Parasitology. 6th Edition. Norwalk: Connecticut: Appleton and Lange.
Noble, E. N.1989. The Biology of Animal Parasites. Philadelphia: PA: Lea and Febinger.
Ogata, Y. et al. (Commitee Members) Medical Herb Index in Indonesia (Second Edition). PT. Eisai Indonesia, Jakarta. p. 277.
Rasmaliah. 2007. Askariasis sebagai Penyakit Cacing yang Perlu Diingat Kembali. Info Kesehatan Masyarakat. ISSN: 1410-6434. Medan: Universitas Sumatera Utara. h. 82-85.
Roberts, L., & Janovy, J.2005. Gerald D. Schmidt and Larry S. Roberts'
Foundations of Parasitology. 7th Editions. New York: McGraw-Hill
Companies.p. 431-435.
Sardjono, T. W. 2007. Buku Ajar Parasitologi: Nematoda. Malang: FKUB.
Sasongko, A. 2000. Dua belas tahun pelaksanaan program pemberantasan cacing di sekolah-sekolah dasar DKI Jakarta (1987 - 1999). Jurnal Epidemiologi
Indonesia Vol. 1 (1). hal. 41-54.
Seltzer, E. B. 2006. Ascariasis. (B. J. Guerrant RL: Editor), Tropical Infectious
Disease. Principles, Pathogens & Practice. 2nd Edition. Philadelphia:
Elsevier. p. 1256-1264.
Sukarban, S. 2003. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru.
Supranto, J. 2000. Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperimen. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Syarif, A., & Elysabeth. 2007. Antelmintik. Farmakologi dan Terapi FK UI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. h. 541-550.
Tjay, T., & Rhardja. 2002. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT. Elek Media Komputindo.
Tjitra, E. 1991. Penelitian Soil Transmitted Helminth di Indonesia. Cermin Dunia
(18)
51
Urquhart, G. A. 1987. Veterinary Parasitology.3rd Edition. Longman Scientist and Technical, Brunt mill, Harlow, UL.
William H Shoff, M. D. 2012. Pediatric Ascariasis.(R. W. Steele: Editor).
Zaman, V. A. 1988. Buku Penuntun Parasitologi Kedokteran. Bandung: Binacipta.
Penampang Anterior Ascaris lumbricoides.
http://www.cvm.okstate.edu/~users/jcfox/htdocs/clinpara/clinpara.htm, 8 Oktober 2013.
Tiga Buah Prominen Pada Anterior Ascaris lumbricoides.
http://www.frequencyrising.com/parasitecleanse_Ascaris.htm, 8 Oktober 2013.
Ascaris lumbricoides Jantan Dewasa. http://www.atlas.or.kr/atlas/include/viewImg.html?uid=338, 8 Oktober 2013.
Spikula Ascaris lumbricoides Jantan (Organ Genital). http://www.atlas.or.kr/atlas/include/viewImg.html?uid=337, 8 Oktober 2013.
Ascaris lumbricoides Betina Dewasa.
http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/, 8 Oktober 2013.
Telur Ascaris lumbricoides yang Dibuahi. http://www.frequencyrising.com/parasitecleanse_Ascaris.htm, 8 Oktober 2013.
Telur Ascaris lumbricoides yang Dibuahi. http://www.cdfound.to.it/, 8 Oktober 2013.
Telur Ascaris lumbricoides yang Mengalami Dekortikasi. http://www.cdfound.to.it/, 8 Oktober 2013.
Telur Ascaris lumbricoides yang Tidak Dibuahi. http://www.cdfound.to.it/, 8 Oktober 2013.
Siklus Hidup Ascaris lumbricoides.
http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/html/Ascariasis.htm, 8 Oktober 2013. http://www.mayoclinic.com/health/ascariasis/DS00688/DSECTION=tests-and
(19)
52
Telur Ascaris suum.
http://www.cvm.okstate.edu/~users/jcfox/htdocs/clinpara/clinpara.htm, 8 Oktober 2013.
Lidah Buaya. http://helpfulaloevera.com/aloe-vera-plant-care/, 8 Oktober 2013. Anatomi Lidah Buaya.
http://www.aloebarn.com/articles/aloe-vera-basic-anatomy, 8 Oktober 2013. Akar Lidah Buaya.
http://www.microscopy-uk.org.uk/mag/artnov08macro/GDoherty/imagegallery.html, 8 Oktober 2013. Pedoman Pengendalian Cacingan. www. hukor.depkes.go.id, 30 November 2013. www.ipteknet.com, 2002.
(1)
47
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Ekstrak akar lidah buaya berefek antelmintik terhadap cacing Ascaris
suum secara in vitro.
Potensi antelmintik ekstrak akar lidah buaya lebih rendah dibandingkan dengan suspensi Pirantel pamoat
5.2 Saran
Penelitian tentang efek antelmintik terhadap cacing Ascaris suum secara in
vitro perlu dilanjutkan dengan :
Melakukan uji toksisitas akut akar lidah buaya
Melakukan penelitian lanjutan secara in vivo
Melakukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak akar lidah buaya yang lebih efektif untuk mematikan cacing Ascaris suum secara in vitro
Membandingkan ekstrak akar lidah buaya dengan ekstrak daun lidah buaya menggunakan cacing Ascaris suum secara in vitro
(2)
48
Afrah, N. 2005.Efek Antelmintik Akar Lidah Buaya (Aloe vera(L.) Burm. f.)
Terhadap Ascaris suum In Vitro.
Alba, J. C. 2009. Ascariasis lumbricoides and Ascaris suum: A Comparison of Electrophoretic Banding Patterns of Protein Extracts from the Reproductive Organs and Body Wall. Vaterinarski Arhiv 79(3). p. 281-291.
Albonico, M., Engels, D., Savioli, L. 2004. Monitoring drug efficacy and early
detection of drug resistance in human soil-transmitted nematodes: A pressing public agenda for helminth control. Int J Parasitol, 34: 1205-10.
Aquilar, N.O. & Brink, M. 1999. Aloe L. (de Padua L.S., Bunyapraphatsara, N. & Lemmens, R. H. M. J : Editors) : Plant Resources of South - East Asia No 12 (1). Medicinal and Poisonous Plants 1. Backhuys Publishers, Leiden the Netherlands. p. 100-105.
Backer., C.A. & Bakhuizen van den Brink, Jr.R.C. 1968. Flora of Java Volume
III. Wolters-Noordhoff N.V. Groningen, the Netherlands. p. 89.
Bhamrah, H. S. 2001. An Introduction to Helminthes. New Delhi: Kumar for Anmol Publication.
Bhattacharya Tanusree, S. A. 2001. Possible Approach for Serodiagnosis of Ascariasis by Evaluation of Imunnoglobulin G4 Response Using Ascaris
lumbricoides Somatic Antigen. Journal of Clinical Microbiology.
Washington DC, USA: America Society of Microbiology.p. 2991-2994. Corwin, R., & Tubbs, R. 1993. Common Internal Parasites of Swine. Departement
of Veterinary Microbiology, Collage of Veterinary Medicine. University of
Missouri. Columbia.
Cronquist, A. 1981. An Integrated System of Classification of Flowering Plants. Columbia Press, New York. p. xiii-xviii.
de Silva, N.R., Brooker, S., Hotez, P., Montresor, A., Engles, D., Savioli, L. 2003.
Soil-transmitted helminth infections: updating the global picture. Trends
(3)
49
Dropkin, V. H. 2006. Physiology of Nematodes of The Soil. Annals of the New York. Academy of Sciences, 139:39-52. DOI: 10.1111/j-1749-6632.1966.tb41183.x.
Dunn, A. (1978). Veterinary Helminthology. 2nd Edition. London: Williams Heinemann Medical Books LTD.
Gandahusada, S. I. 1996. Parasitologi Keokteran . Jakarta: Gaya Baru.
Garcia, L. 2001. Diagnostic Medical Parasitology. 4th Edition. Washington: ASM Press.
Hartawan, I. 2012. Sejuta Khasiat Lidah Buaya. Pustaka Diantara.
Ismid, I. S. 1996. Infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah pada Balita yang kurang kalori protein di Kelurahan Kramat Jakarta Pusat. Majalah Parasitol
Indonesia 9 (1), 1-5.
Katzung, B. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika. Khuroo, M.S., Zargar, S.A., Mahajan, R. 1990. Hepatobiliary and Pancreatic
Ascariasis in India. Lancet. p. 335:1503-06.
Kotpal, R. L. 2010. Modern Text Book of Zoology Invertebrales. New Delhi, India: Rastologi Publication.
Kuntari, T. 2008. Daya Antihelmintik Air Rebusan Daun Ketepeng (Cassia alata L.) Terhadap Cacing Tambang Anjing In Vitro. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
Laskey, A. 2007. Ascaris lumbricoides. di unduh dari http://emedicine.medscape.com/article/788398-overview
Levine, N. 1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. (Prof. Dr. Ashadi : Editor). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Loreille, O., & Bouchet, F. 2003. Evolution of Ascaris in Humans and Pigs: A Multi-Disciplinary Approach.
Mills, S., & Bone, K.2000. Principles and Practice of Phytotheraphy: Modern
Herbal Medicine. New York: Elsevier.
Miyazaki, I. 1991. An Illustrated Book of Helminthic Zoonoses. Tokyo: International Medical Foundation of Japan.
(4)
Najib, A. 2006. Ringkasan Materi Kuliah Fitokimia II . Makassar: Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia.
Neva, F., & Brown, H. 1994. Basic Clinical Parasitology. 6th Edition. Norwalk: Connecticut: Appleton and Lange.
Noble, E. N.1989. The Biology of Animal Parasites. Philadelphia: PA: Lea and Febinger.
Ogata, Y. et al. (Commitee Members) Medical Herb Index in Indonesia (Second Edition). PT. Eisai Indonesia, Jakarta. p. 277.
Rasmaliah. 2007. Askariasis sebagai Penyakit Cacing yang Perlu Diingat Kembali. Info Kesehatan Masyarakat. ISSN: 1410-6434. Medan: Universitas Sumatera Utara. h. 82-85.
Roberts, L., & Janovy, J.2005. Gerald D. Schmidt and Larry S. Roberts'
Foundations of Parasitology. 7th Editions. New York: McGraw-Hill
Companies.p. 431-435.
Sardjono, T. W. 2007. Buku Ajar Parasitologi: Nematoda. Malang: FKUB.
Sasongko, A. 2000. Dua belas tahun pelaksanaan program pemberantasan cacing di sekolah-sekolah dasar DKI Jakarta (1987 - 1999). Jurnal Epidemiologi
Indonesia Vol. 1 (1). hal. 41-54.
Seltzer, E. B. 2006. Ascariasis. (B. J. Guerrant RL: Editor), Tropical Infectious
Disease. Principles, Pathogens & Practice. 2nd Edition. Philadelphia:
Elsevier. p. 1256-1264.
Sukarban, S. 2003. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru.
Supranto, J. 2000. Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperimen. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Syarif, A., & Elysabeth. 2007. Antelmintik. Farmakologi dan Terapi FK UI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. h. 541-550.
Tjay, T., & Rhardja. 2002. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT. Elek Media Komputindo.
Tjitra, E. 1991. Penelitian Soil Transmitted Helminth di Indonesia. Cermin Dunia
(5)
51
Urquhart, G. A. 1987. Veterinary Parasitology.3rd Edition. Longman Scientist and Technical, Brunt mill, Harlow, UL.
William H Shoff, M. D. 2012. Pediatric Ascariasis.(R. W. Steele: Editor).
Zaman, V. A. 1988. Buku Penuntun Parasitologi Kedokteran. Bandung: Binacipta.
Penampang Anterior Ascaris lumbricoides.
http://www.cvm.okstate.edu/~users/jcfox/htdocs/clinpara/clinpara.htm, 8 Oktober 2013.
Tiga Buah Prominen Pada Anterior Ascaris lumbricoides.
http://www.frequencyrising.com/parasitecleanse_Ascaris.htm, 8 Oktober 2013.
Ascaris lumbricoides Jantan Dewasa.
http://www.atlas.or.kr/atlas/include/viewImg.html?uid=338, 8 Oktober 2013.
Spikula Ascaris lumbricoides Jantan (Organ Genital). http://www.atlas.or.kr/atlas/include/viewImg.html?uid=337, 8 Oktober 2013.
Ascaris lumbricoides Betina Dewasa.
http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/, 8 Oktober 2013.
Telur Ascaris lumbricoides yang Dibuahi. http://www.frequencyrising.com/parasitecleanse_Ascaris.htm, 8 Oktober 2013.
Telur Ascaris lumbricoides yang Dibuahi. http://www.cdfound.to.it/, 8 Oktober 2013.
Telur Ascaris lumbricoides yang Mengalami Dekortikasi. http://www.cdfound.to.it/, 8 Oktober 2013.
Telur Ascaris lumbricoides yang Tidak Dibuahi.
http://www.cdfound.to.it/, 8 Oktober 2013.
Siklus Hidup Ascaris lumbricoides.
http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/html/Ascariasis.htm, 8 Oktober 2013. http://www.mayoclinic.com/health/ascariasis/DS00688/DSECTION=tests-and
(6)
Telur Ascaris suum.
http://www.cvm.okstate.edu/~users/jcfox/htdocs/clinpara/clinpara.htm, 8 Oktober 2013.
Lidah Buaya. http://helpfulaloevera.com/aloe-vera-plant-care/, 8 Oktober 2013. Anatomi Lidah Buaya.
http://www.aloebarn.com/articles/aloe-vera-basic-anatomy, 8 Oktober 2013. Akar Lidah Buaya.
http://www.microscopy-uk.org.uk/mag/artnov08macro/GDoherty/imagegallery.html, 8 Oktober 2013. Pedoman Pengendalian Cacingan. www. hukor.depkes.go.id, 30 November 2013. www.ipteknet.com, 2002.