Sitotoksisitas Ekstrak Etanol Aloe vera Terhadap Sel Fibroblas Sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar Secara In Vitro.

(1)

i

SEL FIBROBLAS SEBAGAI BAHAN MEDIKAMEN

SALURAN AKAR SECARA

IN VITRO

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

ENGGIANA RENAWATI NIM : 070600015

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi Tahun 2011

Enggiana Renawati

Sitotoksisitas Ekstrak Etanol Aloe vera Terhadap Sel Fibroblas Sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar Secara In Vitro

xiv + 61 halaman

Pada kasus tertentu dibutuhkan bahan medikamen dalam perawatan saluran akar. Ca(OH)2 sebagai bahan medikamen yang dianggap paling baik digunakan

ternyatamemiliki beberapa kelemahan. Untuk mendapatkan bahan medikamen yang lebih baik dan memenuhi syarat sebagai bahan medikamen, maka diperlukan pengujian sitotoksisitas sebagai langkah awal dalam penggunaan bahan alami yang biokompatibel. Dalam penelitian ini digunakan alternatif bahan alami berupa ekstrak etanol A.vera.

Ekstrak A.vera 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125%, 1,56%, dan 0,78% (8 sampel) dilarutkan dengan media RPMI 1640 dan Ca(OH)2 100% dengan air untuk

dilakukan uji sitotoksisitas menggunakan metode MTT assay pada kultur cell lines

fibroblas (BHK-21). Absorbansi dari formazan dengan menggunakan ELISA reader

menunjukkan jumlah sel yang hidup.

Hasil uji ANOVA dan LSD data persentase kehidupan sel menunjukkan ekstrak etanol A.vera dan Ca(OH)2 pada pengamatan 24 jam memberikan pengaruh yang


(3)

iii

Bahkan terjadi stimulasi pertumbuhan sel pada konsentrasi 0,78%. Ca(OH)2

menunjukkan perbedaan sitotoksisitas yang signifikan dengan ekstrak etanol A.vera

(p<0,05) yang menandakan Ca(OH)2 lebih toksik daripada ekstrak A.vera. Dari

penelitian ini, A.vera bersifat tidak toksik pada sel fibroblas (BHK-21) dan aman untuk dijadikan bahan alternatif medikamen saluran akar.


(4)

SEL FIBROBLAS SEBAGAI BAHAN MEDIKAMEN

SALURAN AKAR SECARA

IN VITRO

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

ENGGIANA RENAWATI NIM : 070600015

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(5)

iii

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DISEMINARKAN PADA TANGGAL 28 APRIL 2011

OLEH : Pembimbing

Nevi Yanti, drg., M.Kes

NIP : 19631127 199203 2 004

Mengetahui

Ketua Departemen Ilmu konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara

Cut Nurliza, drg., M.Kes NIP : 19560105 198203 2 002


(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN Skripsi berjudul

SITOTOKSISITAS EKSTRAK ETANOL Aloe vera TERHADAP SEL FIBROBLAS SEBAGAI BAHAN MEDIKAMEN SALURAN AKAR

SECARA IN VITRO

Yang dipersiapkan dan disusun oleh : ENGGIANA RENAWATI

NIM : 070600015

Telah dipertahankan didepan tim penguji pada tanggal 28 April 2011

dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima Susunan Tim Penguji Skripsi

Ketua Penguji

Nevi Yanti, drg., M.Kes

NIP : 19631127 199203 2 004

Anggota tim penguji lain

Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.Kg(K) Cut Nurliza, drg., M.Kes

NIP : 19500828 197902 2 001 NIP : 19560105 198203 2 002

Medan, 28 April 2011 Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Konservasi Gigi

Ketua,


(7)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Shalawat beriring salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan ini.

Skripsi ini didedikasikan untuk kedua orang tua, Bapak dan Ibu tercinta sebagai tanda hormat dan terima kasih yang tiada terhingga atas kasih sayang, perhatian, dukungan, semangat, dan doanya selama ini. Juga untuk kakanda Nina dan Teguh, kakanda Eva, serta adinda Evi.

Dalam penulisan skripsi ini, banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, disampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. H. Nazruddin, drg., C. Ort., Sp.Ort., Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Cut Nurliza, drg., M.Kes,selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, yang telah membantu dalam kelancaran skripsi ini.

3. Nevi Yanti, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta dengan sabar memberikan bimbingan, arahan, motivasi, nasihat, dan semangat selama penulisan skripsi ini.


(8)

4. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg, Sp. BM, selaku dosen pembimbing akademik di Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh staf pengajar di Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, yang telah mendidik, membimbing dan membantu selama menuntut ilmu di masa pendidikan.

7. Wahyu Hidayatiningsih, S.Si., M.Kes selaku peneliti di Laboratorium Pusat Penyakit Tropis Surabaya yang telah meluangkan waktunya, membimbing, dan membantu pelaksanaan penelitian ini.

8. Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt selaku Kepala Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi USU yang telah banyak membagi ilmunya, memberi semangat dan masukan, serta telah meluangkan waktunya untuk berdiskusi.

9. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K) yang telah memberikan masukan, serta telah meluangkan waktunya untuk berdiskusi.

10.Prof. Dr. Harry Agusnar, drs., M.Sc., M.Phil selaku Kepala Bagian Laboraturium Pusat Penelitian FMIPA USU, beserta staf Sukirman atas izin, bantuan fasilitas, dan bimbingannya dalam pelaksanaan penelitian ini.

11. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M. Kes, yang telah membantu dan meluangkan waktunya untuk berdiskusi tentang analisis data dalam penelitian ini.


(9)

vii

angkatan 2007 yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu atas dukungan semangat dan bantuannya selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

13.Senior-senior, yaitu: Kakak Naomi, Kakak Lia, Kakak Roza, Kakak Tiwi, Kakak Tari, Kakak Ratih, yang telah memberikan bantuan, masukan, dan semangat. Skripsi ini masih belum sempurna disebabkan oleh kelemahan dan keterbatasan ilmu yang dimiliki, tetapi diharapkan skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu, dan masyarakat.

Medan, 28 April 2011 Penulis,

(ENGGIANA RENAWATI) NIM: 070600015


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN... ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI... ....

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Medikamen Saluran Akar... 5

2.2 Ca(OH)2 Sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar……….. 6

2.3 Lidah Buaya (Aloe vera)... 8

2.4 Sitotoksisitas ... 12

2.5 Sel Fibroblas………. 14

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep ... 16


(11)

ix

4.2 Populasi dan Sampel ... 19

4.3 Variabel Penelitian ... 21

4.4 Defenisi Operasional ... 21

4.5 Bahan dan Alat Penelitian ... 22

4.6 Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

4.7 Prosedur Penelitian... 27

4.8 Analisis Data……….. ... 37

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian……….. 38

5.1.1 Ekstrak A.vera ... 38

5.1.2 Uji Screening FitokimiaEkstrak A.vera………. . 38

5.1.3 Pengujian Sitotoksisitas Ekstrak Etanol A.vera ... 40

5.2 Analisis Hasil Penelitian... ... 42

BAB 6 PEMBAHASAN ... 45

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ... 56

7.2 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 58 LAMPIRAN ...


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komponen Utama Dari A.vera……… 11

2. Kandungan Zat Aktif Lidah Buaya (A.vera)

Yang Sudah Teridentifikasi………. 11

3. Data Hasil Uji Screening Fitokimia Ekstrak A.vera Dan Ampas

Ekstrak A.vera……….. 40

4. Hasil Uji ANOVA Efek Sitotoksik Ekstrak Etanol A.vera Dan

Ca(OH)2 Terhadap Kehidupan Sel Fibroblas (BHK-21)………. 42

5. Hasil Uji LSD Efek Sitotoksik Ekstrak Etanol A.vera Dan Ca(OH)2


(13)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Obat-obat yang ditempatkan dalam saluran akar dapat bekerja (1) dalam saluran itu sendiri; (2) dalam tubulus dentin; (3) dalam foramen apikal dan (4) dalam jaringan

periodontal serta (5) periapikal………. 5

2. Seal ganda dari obat-obatan intrasaluran: A. pasta obat; B. Gulungan kapas; C. Cavit/bahan penutup sementara serupa; D. Restorasi penguat IRM, GIC, RK, atau amalgam……….. 8

3. Aloe barbadensis Miller yang ditanam di Kelurahan Sidomulyo, Kec. Medan Tuntungan, Sumatera Utara……… 9

4. Reaksi Reduksi MTTmenjadi Formazan………. 13

5. Sel fibroblas………. 14

6. Bubuk Ca(OH)2………..……….... 23

7. Freeze dryer………... 24

8. Rotavapor………. 24

9. 96-well tissue culture plate………... 25

10. Microscope inverted………. 25

11. Laminar flow hood………... 26

12. Inkubator ………... 26

13. Micropipette……….. 26

14. Multi channel pipette……… 26

15. ELISA reader……… 26

16. Daun A.vera dicuci bersih... 28


(14)

18. Daun A.vera diiris tipis (tebalnya + 2 mm)... 28 19. Irisan A.vera disusun(a) dimasukkan ke dalam cawan freeze dryer

sebanyak 7 cawan(b)... 28 20. Cawan disusun didalam freeze dryer (a), ditutup dengan tabung

penutup freeze dryer (b)untuk proses pengeringan beku selama

48 jam (c)... 29 21. A.vera kering (a) selanjutnya diblender (b) hingga menjadi serbuk (c) 29 22. Prosedur maserasi, Serbuk A.vera dimasukkan kedalam erlenmeyer

1 L (a), ditambahkan etanol 600 ml (b), didiamkan selama 2 hari

sambil digoyang-goyangkan (c)... 29 23. Setelah 2 hari disaring (a dan b) dan diperoleh ekstrak cair

Sebanyak 380 ml (c)... 30 24. Ampas serbuk A.vera dimaserasi kembali selama 2 hari (a) dan

diperoleh ekstrak cair kembali (b)... 30 25. Seluruh ekstrak cair yang diperoleh dilakukan pengeringan

dengan menggunakan rotavapor ... 30 26. a. Ekstrak A.vera, b. Ampas ekstrak A. vera………... 31 27. Kultur cell lines BHK-21 dalam media RPMI-1640………... 35 28. 28.a. Sel fibroblas didistribusikan kedalam 96- well microplate……… 35 28.b. Sel fibroblas dalam 96- well microplate………... 35 29. Kontrol sel fibroblas diperiksa dengan microscope inverted………….. 35 30. Siapkan bahan uji……….... 35 31. Bahan uji dimasukkan ke dalam sumuran 25 μl/konsentrasi………….. 35 32. Inkubasi selama 24 jam……….. 36 33. MTT dilarutkan dalam PBS 5 mg/ml dan ditambahkan langsung pada

plate yang berisi sel fibroblas sebanyak 10 μl dan diinkubasi


(15)

xiii

34. Hasil uji diperiksa dengan microscope inverted untuk

melihat terbentuknya formazan ……… 36

35. Seluruh media dan bahan uji dalam sumuran diambil dan

ditambah DMSO 50 µl………. 36

36. Plate di-shaking dengan plate shaker………... 37

37. 37a. Plate dimasukkan kedalam alat ELISA reader………... 37 37b. Formazan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang

620 nm………... 37

38. Hasil pembuatan ekstrak A.vera 6,6 gr... 38 39. a. Ampas ekstrak A.vera (saponin -), b. Ekstrak A.vera

(saponin +, terbentuk busa setinggi 1 cm)………... 39 40. a. Ekstrak A.vera (tanin +, terbentuk warna hijau kehitaman),

b. Ampas ekstrak A.vera (taninn -)………... 39 41. a. ampas ekstrak A.vera (antrakuinon -), b. ekstrak A.vera

(antrakuinon +, lapisan air berwarna merah dan lapisan

benzene tidak berwarna)……… 39

42. Kontrol sel 24 jam (pembesaran 40x)……… 40 43. a. Kristal formazan, b. Sel fibroblas yang hidup, c. Sel fibroblas

yang mati. (Pembesaran100x)……… 41 44. a. Menunjukkan bagian hidrofobik dari protein membran yang diduga

akan berikatan dengan bagian hidrofobik dari saponin sehingga protein membran dapat larut, b. Struktur fosfolipid bilayer membran, c. Protein transmembran………. 47


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Alur Penyiapan Bahan coba 2. Alur pengujian Sitotoksisitas

3. Hasil Uji Sitotoksisitas Ekstrak Etanol Aloe vera dan Ca(OH)2 Terhadap Sel

Fibroblas 4. Alur Pikir

5. Hasil Identifikasi/Determinasi Tumbuhan

6. Hasil Uji statistik (ANOVA dan LSD) Uji Sitotoksisitas ekstrak etanol A.vera


(17)

ii

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi Tahun 2011

Enggiana Renawati

Sitotoksisitas Ekstrak Etanol Aloe vera Terhadap Sel Fibroblas Sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar Secara In Vitro

xiv + 61 halaman

Pada kasus tertentu dibutuhkan bahan medikamen dalam perawatan saluran akar. Ca(OH)2 sebagai bahan medikamen yang dianggap paling baik digunakan

ternyatamemiliki beberapa kelemahan. Untuk mendapatkan bahan medikamen yang lebih baik dan memenuhi syarat sebagai bahan medikamen, maka diperlukan pengujian sitotoksisitas sebagai langkah awal dalam penggunaan bahan alami yang biokompatibel. Dalam penelitian ini digunakan alternatif bahan alami berupa ekstrak etanol A.vera.

Ekstrak A.vera 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125%, 1,56%, dan 0,78% (8 sampel) dilarutkan dengan media RPMI 1640 dan Ca(OH)2 100% dengan air untuk

dilakukan uji sitotoksisitas menggunakan metode MTT assay pada kultur cell lines

fibroblas (BHK-21). Absorbansi dari formazan dengan menggunakan ELISA reader

menunjukkan jumlah sel yang hidup.

Hasil uji ANOVA dan LSD data persentase kehidupan sel menunjukkan ekstrak etanol A.vera dan Ca(OH)2 pada pengamatan 24 jam memberikan pengaruh yang


(18)

Bahkan terjadi stimulasi pertumbuhan sel pada konsentrasi 0,78%. Ca(OH)2

menunjukkan perbedaan sitotoksisitas yang signifikan dengan ekstrak etanol A.vera

(p<0,05) yang menandakan Ca(OH)2 lebih toksik daripada ekstrak A.vera. Dari

penelitian ini, A.vera bersifat tidak toksik pada sel fibroblas (BHK-21) dan aman untuk dijadikan bahan alternatif medikamen saluran akar.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Untuk mempertahankan gigi yang mengalami infeksi akibat penyakit pulpa dan periapeks diperlukan perawatan saluran akar agar gigi tersebut dapat berfungsi kembali selama-lamanya di dalam rahang. Tujuan utama perawatan ini adalah menghilangkan sebanyak mungkin bakteri dari sistem saluran akar serta menciptakan lingkungan yang membuat bakteri tidak mampu bertahan hidup. Hal ini dapat dicapai melalui penggunaan kombinasi teknik perawatan asepsis dan preparasi kemomekanis.1

Pada kasus tertentu dibutuhkan bahan medikamen saluran akar untuk mencapai tujuan tersebut. Saat ini bahan medikamen yang paling banyak digunakan adalah kalsium hidroksida(Ca(OH)2),mempunyai sifat antimikroba yang sangat baik,

karena ion hidroksidanya menyebar sampai ke tubulus dentin, menghasilkan pH yang tinggi bagi lingkungan, dan menyerap CO2 yang dibutuhkan oleh bakteri untuk

tumbuh.3 Tetapi Ca(OH)2 memiliki kelemahan, yaitu: sulit dihilangkan dari dinding

saluran akar, memiliki permukaan yang tidak rata,3 tidak mempunyai efek mencegah atau mengontrol nyeri,4 serta sejumlah peneliti juga telah menunjukkan bahwa Ca(OH)2 amat toksik terhadap sel dalam biakan jaringan.5

Mengingat kelemahan bahan sintetik ini, maka diperlukan bahan alami yang dapat dikembangkan sebagai bahan alternatif medikamen saluran akar yang memiliki khasiat lebih baik, lebih biokompatibel, harga murah, dan mudah didapat. Hal ini


(20)

sesuai dengan fokus area kegiatan penelitian, pengembangan dan rekayasa untuk pembangunan nasional (JAKSTRA 2000-2004) antara lain menyangkut penggunaan tanaman tradisional.6 Bahan alami yang memiliki potensi tersebut adalah Aloe vera

(A.vera/Lidah buaya). Tumbuhan ini berkhasiat sebagai anti-inflamasi, antijamur, antibakteri, dan antivirus dengan memiliki 75 kandungan yang diketahui,antara lain vitamin, enzim, antrakuinon, saponin, tanin dan 20 jenis asam amino.7,8

Dari penelitian sebelumnya terbukti bahwa powder dan ekstrak etanol A.vera

memiliki efek antifungal terhadap Candida albicans dengan nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration) powder 2,5%, ekstrak 21%. Terhadap Fusobacterium nucleatumpowder 20%, ekstrak 50%.9A.vera terbukti pula efektif membunuh bakteri

Staphylococcus aureus dan 5 strain mutan Streptococcus,10 serta air perasan daun

A.vera mempunyai daya antibakteri terhadap S. Mutans pada konsentrasi 25%, 50%, dan 100%.11

Pada dasarnya semua substansi adalah racun, tidak ada yang tidak racun. Dosis yang tepatlah yang akan membedakan racun atau obat (Trimbel 1994, cit. Nevi Y, 1998).12 Diduga, A.vera juga memiliki kandungan yang bersifat toksik, yaitu antrakuinon, saponin dan tanin.13,14 Sementara itu, syarat medikamen saluran akar selain harus memiliki aktivitas antibakteri, mampu menetralisir sisa-sisa preparasi di saluran akar, serta mampu mengontrol nyeri, hendaknya juga bersifat biokompatibel.4 Untuk itu dalam menggunakan bahan medikamen saluran akar perlu diketahui terlebih dahulu biokompatibilitasnya. Salah satu cara untuk mengetahui biokompatibilitas suatu bahan adalah dengan melakukan uji sitotoksisitas dari bahan


(21)

tersebut. Uji sitotoksisitas adalah bagian dari evaluasi bahan kedokteran gigi dan diperlukan untuk prosedur screening standard (Tahap 1).15

Penempatan bahan medikamen dalam saluran akar dapat menyebabkan terjadinya difusi komponen ke jaringan periapikal dan ligamen periodontal. Disekitar jaringan ini terdapat sel-sel fibroblas yang merupakan substansi dasar penyusun kedua jaringan tersebut.2,4 Oleh sebab itu, jika suatu bahan medikamen mengenai sel tersebut maka perlu diketahui terlebih dahulu efek sitotoksiknya. Sehingga, walaupun sudah ada penelitian untuk mengetahui efek antibakteri dan antifungal dari A.vera, namun sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian untuk mengetahui sitotoksisitas ekstrak A.vera terhadap sel fibroblas dalam usaha pengembangannya sebagai bahan alternatif medikamen saluran akar.

Salah satu metode untuk menilai sitotoksisitas suatu bahan adalah dengan uji enzimatik menggunakan pereaksi MTT (MTT assays). Dasar uji ini adalah mengukur kemampuan sel hidup berdasarkan aktivitas mitokondria dari kultur sel. 16,17 Dalam penelitian ini digunakan sampel penelitian berupa sel fibroblas (kultur cell lines BHK-21). Bahan uji berupa ekstrak etanol A.vera yang berasal dari daun secara keseluruhan (daun, eksudat, dan gel)dan dicoba dari konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125%, 1,56%, hingga 0,78% (8 sampel) dan digunakan pembanding yaitu larutan pasta Ca(OH)2 100% sesuai dengan pemakaian di klinik dengan waktu pengamatan

selama 24 jam. Sehingga dapat diperoleh batas konsentrasi sitotoksiknya berupa nilai

IC50 (Inhibitory Concentration), nilai ini menunjukkan konsentrasi yang menghasilkan

hambatan proliferasi sel 50% dan menunjukkan potensi toksisitas suatu senyawa terhadap sel (Meiyanto, 2002 cit. Padmi, 2008).16


(22)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

Apakah ada efek sitotoksik ekstrak etanol A.vera terhadap sel fibroblas sebagai bahan medikamen saluran akar secara in vitro?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui sitotoksisitas ekstrak etanol A.vera terhadap sel fibroblas sebagai bahan medikamen saluran akar secara in vitro.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut pemanfaatan A.vera sebagai bahan medikamen saluran akar.

2. Meningkatkan pemanfaatan bahan alami yang bersifat biokompatibel sebagai material kedokteran gigi serta meningkatkan pelayanan kesehatan gigi masyarakat dengan bahan alami yang mudah didapat dengan harga terjangkau.

3. Sebagai informasi bagi dokter gigi tentang sitotoksisitas A.vera sebagai medikamen saluran akar.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada perawatan endodonti dengan kasus tertentu dibutuhkan bahan medikamen saluran akar yang berfungsi membantu mengeluarkan mikroorganisme, mengurangi rasa sakit, menghilangkan eksudat apikal, mempercepat penyembuhan dan pembentukan jaringan keras, serta mengontrol resorpsi peradangan akar.1,2

2.1 Bahan Medikamen Saluran Akar

Penempatan obat dalam saluran akar mempunyai dua fungsi. Pertama, secara fisik mengisi saluran dan menghasilkan aksi terapetik (antibakteri, antiperadangan dst). Kedua, menempatkan komponen aktif dari obat agar berkontak langsung dengan dinding saluran. Ini memungkinkan difusi komponen keseluruh tubulus dentin, apeks akar, jaringan periodontal dan periapikal (Gambar 1). Jadi, dapat berfungsi untuk menghambat atau membunuh setiap mikroorganisme yang ada di daerah yang tidak mungkin dijangkau oleh metode pembersihan mekanis.2

Gambar 1. Obat-obat yang ditempatkan dalam saluran akar dapat bekerja (1) dalam saluran itu sendiri; (2) dalam tubulus dentin; (3) dalam foramen apikal dan (4) dalam jaringan periodontal serta (5) periapikal.2


(24)

Lima kelompok bahan antimikroba yang telah digunakan sebagai medikamen saluran akar, yaitu Ca(OH)2, antibiotik, non-phenolic biocides, phenolic biocides, dan

iodin.1 Medikamen intrakanal dipilih berdasarkan potensi difusi, toksisitas, dan efek antiinflamasinya.18 Dengan demikian, medikamen saluran akar yang populer dirancang dan ditujukan untuk memberikan aktivitas antimikroba di pulpa dan periapeks, menetralisasi sisa-sisa preparasi di saluran akar dan menjadikannya inert, dan mengontrol nyeri setelah perawatan.4

2.2 Ca(OH)2 Sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar

Ca(OH)2 merupakan bahan medikasi yang paling banyak digunakan pada

terapi pulpa sejak diperkenalkan oleh Hermann 1920.1,2,18 Efisiensi Ca(OH)2 pada

terapi endodonti terutama karena efek bakterisidalnya dan kemampuannya untuk merangsang pembentukan jaringan kalsifikasi.2 Keefektifan Ca(OH)2 sebagai

medikamen saluran akar dianggap berasal dari unsur hidroksinya yang dapat menciptakan lingkungan alkali.1

Walaupun kelarutannya rendah, ion hidroksi/OH- Ca(OH)2 dapat

meningkatkan pH sehingga cukup tinggi untuk membunuh bakteri.18 Selain itu, Ca(OH)2 juga mampu mengabsorbsi CO2 didalam saluran akar. Hal ini menyebabkan

mikroba yang tergantung dengan CO2 tidak dapat bertahan hidup.3,20 Disamping itu

pH basa Ca(OH)2 mampu menetralisir asam laktat dari osteoklas dan mencegah

demineralisasi komponen gigi. pH ini juga mengaktifkan alkali fosfatase yang memainkan peranan penting dalam pembentukan jaringan keras.21


(25)

Efek yang mematikan dari Ca(OH)2 terhadap mikroba berhubungan dengan

beberapa mekanisme yaitu,1

1. Melalui aksi kemis, diantaranya; merusak membran sitoplasmik mikroba melalui aksi langsung dari ion hidroksil, menekan aktifitas enzim dan mengganggu metabolisme selular, dan menghambat replikasi DNA dengan memisahkan rangkaian DNA.

2. Aksi fisik, diantaranya; berperan sebagai barier fisik yang mengisi celah didalam saluran akar dan mencegah perkembangan bakteri dalam sistem saluran akar, membunuh sisa mikroorganisme dengan menahan substrat untuk pertumbuhan dan membatasi ruang gerak untuk multiplikasi.

Ca(OH)2 tersedia dalam bentuk bubuk maupun pasta. Bubuk Ca(OH)2

dicampur dengan air atau gliserin sehingga menjadi pasta kental. Pasta ini ditaruh didalam kamar pulpa dengan instrumen plastis, instrumen pembawa amalgam, atau semprit dan dimasukkan kedalam saluran akar dengan jarum lentulo, dengan pemampat, atau dengan kirgi yang diputar berlawanan dengan arah jarum jam. Pasta kemudian ditutup dengan pellet kapas steril dan aksesnya ditutup dengan tambalan sementara paling sedikit setebal 3 mm agar tidak bocor dan tidak dimasuki oleh mikroba atau produk sampingnya dan ditambah dengan restorasi penguat seperti IRM, GIC, RK atau amalgam(Gambar 2). 2,4


(26)

.

2.3 Lidah Buaya (A.vera)

Lidah buaya (A.vera) merupakan salah satu dari 10 tanaman terlaris didunia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai tanaman obat dan bahan baku industri5 dan dijuluki the miracle plant.10 Menurut taksonominya, A.vera

diklasifikasikan dalam Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta, Kelas

Monocotyledoneae, Bangsa Liliflorae, Suku Liliaceae, Marga Aloe, Spesies Aloe barbadensis Miller. A.vera merupakan tanaman asli Afrika (Ethiopia), memiliki nama yang bervariasi, yaitu: Aloe (Latin, Prancis, Portugis, Jerman), Crocodiles tongues

(Inggris), Jadam (Malaysia), Luhui (Cina), Sa’villa (Spanyol), Musabbar (India),

Sabbar (Arab),Lidah buaya (Indonesia), dan Natau (Filipina).10

Menurut Dowling, ada tiga jenis lidah buaya yang dibudidayakakan secara

Gambar 2. Seal ganda dari obat-obatan intrasaluran: A. pasta obat; B. Gulungan kapas; C. Cavit/bahan penutup sementara serupa; D. Restorasi penguat IRM, GIC, RK, atau amalgam.2


(27)

Baker. Dari ketiga jenis tersebut yang banyak dimanfaatkan adalah spesies Aloe barbadensis Miller yang ditemukan tahun 1768 oleh Phillip Miller, seorang pakar botani asal Inggris. Aloe barbadensis Miller memiliki bentuk daun bagian atas cembung, warna daun hijau tua dan berlapis lilin yang sangat tebal. Duri hanya terdapat di tepi daun. Panjang daun bisa mencapai 60 – 80 cm, lebar 10 – 14 cm, dan tebal 2 – 3 cm. Berat pelepah antara 1,2 – 1,5 kg per pelepah (Gambar 3).22

Lidah buaya adalah tanaman yang semua bagian tumbuhannya bermanfaat, pelepah lidah buaya dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yang dapat digunakan untuk pengobatan, antara lain: daun, keseluruhan daunnya dapat digunakan baik secara langsung ataupun dalam bentuk ekstrak. Kemudian eksudat, adalah getah yang keluar dari dalam saat dilakukan pemotongan, eksudat ini berbentuk kental berwarna

Gambar 3.Aloe barbadensis Miller yang ditanam di Kelurahan Sidomulyo, Kec. Medan Tuntungan, Sumatera Utara


(28)

kuning dan rasanya pahit, berfungsi sebagai obat pencahar.13 Kemudian gel, adalah bagian yang berlendir yang diperoleh dengan cara menyayat bagian dalam daun,25 bermanfaat untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menstabilkan kadar kolesterol darah, memperlambat penuaan dini, dan lain lain.

Gel A.vera tidak mengandung antrakuinon, yang memiliki efek laksatif yang kuat, sementara ekstrak A.vera secara keseluruhan mengandung antrakuinon.4 Meskipun produk komersial A.vera berasal dari gel, namun The British Pharmacopoeia tidak menyarankan menggunakan gel A.vera saja untuk penelitian tetapi menggunakan A.vera secara keseluruhan. Aksi farmakologi A.vera baik secara

in vitro ataupun pada hewan hampir semuanya menggunakan ekstrak keseluruhan

A.vera yang khasiatnya berguna sebagai antiinflamasi, antiartritis, antibakteri, dan efek hipoglikemik.7

A.vera memiliki 75 kandungan yang diketahui.7,8 Tanaman ini tersusun oleh 99,5% air dan dengan total padatan terlarut hanya 0,49% selebihnya mengandung lemak, karbohidrat, protein, dan vitamin.10 (Tabel 1) menunjukkan komponen utama

A.vera, sementara itu kegunaannya dapat dilihat pada (Tabel 2).

Kandungan A.vera yang bersifat toksik adalah antrakuinon, saponin dan tanin.13,14 Antrakuinon diketahui membentuk kompleks yang bersifat irreversible

dengan asam amino nukleofilik dalam protein, sehingga terjadi inaktivasi protein dan kehilangan fungsi. Antrakuinon (terutama aloin dan emodin) ini juga bersifat antiviral dan analgesik.Saponin berperan sebagai antimikroba dalam melawan bakteri, virus, jamur dan sel ragi, juga bersifat membersihkan dan antiseptik.10 Tanin yang termasuk


(29)

Tabel 1. KOMPONEN UTAMA DARI A.vera7

Tabel 2. KANDUNGAN ZAT AKTIF LIDAH BUAYA (A.vera) YANG SUDAH TERIDENTIFIKASI25

Zat Aktif Kegunaan

Lignin Mempunyai kemampuan penyerapan yang tinggi sehingga memudahkan

peresapan gel ke dalam kulit atau mukosa

Saponin Mempunyai kemampuan membersihkan dan bersifat antiseptik, serta bahan pencuci yang baik

Kompleks antraquinon Sebagai bahan laksatif, penghilang rasa sakit, mengurangi racun, sebagai anti bakteri. Antibiotik

Acemannan Sebagai anti virus, anti bakteri, anti jamur, dan dapat menghancurkan sel tumor, serta meningkatkan daya tahan tubuh

Enzim bradykinase,

karbiksipeptidase Mengurangi inflamasi, anti alergi dan dapat mengurangi rasa sakit Glukomannan,

mukopolysakarida Memberikan efek imunomodulasi Tennin, aloctin A Sebagai anti inflamasi

Salisilat Menghilangkan rasa sakit, dan anti inflamasi

Asam amino Bahan untuk pertumbuhan dan perbaikan serta sebagai sumber energi. A.vera menyediakan 20 asam amino dari 22 asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh Mineral Memberikan ketahanan tubuh terhadap penyakit, dan berinteraksi dengan

vitamin untuk menjalankan fungsi fungsi tubuh Vitamin A, Bl, B2, B6.

B12, C, E, asam folat Bahan penting untuk menjalankan fungsi tubuh secara normal dan sehat

Anthraquinones Inorganic compounds Nonessential amino acids Vitamins

Aloin Calcium Histidine B1

Barbaloin Sodium Arginine B2

Isobarbaloin Chlorine Hydroxyproline B6

Anthranol Manganese Aspartic acid Choline

Aloetic acid Zinc Glutamic acid Threonine

Ester of cinnamic acid Chromium Proline C

Aloe-emodin Potassium sorbate Glycine α tocopherol

Emodin Copper Alanine β carotene

Chrysophanic acid Magnesium Tyrosine

Resistannol Iron

Saccarides Enzymes Miscellaneous Essential amino acids

Cellulose Cyclooxygenase Cholesterol Lysine

Glucose Oxidase Triglycerides Valine

Mannose Amylase Steroids Folic acid

L-rhamnose Catalase βsitosterol Leucine

Aldopentose Lipase Lignins Isoleucine

Alkaline phosphatase Uric acid Methionine

Carboxypeptidase Gibberellin

Lectin-like substance Salicylic acid Arachidonic acid


(30)

2.4 Sitotoksisitas

Toksisitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu zat untuk menimbulkan keracunan. Evaluasi kedokteran gigi secara menyeluruh meliputi tiga tahap tes. Tahap 1 adalah satu seri tes preklinik dan penelitian pada binatang atau in vitro. Tahap ini dianggap sebagai screening toksisitas. Tahap 2 adalah tes yang sesuai rencana penggunaannya dan dilakukan pada binatang. Tahap 3 adalah uji klinik pada manusia setelah diperoleh data yang cukup tentang data toksisitas yang berasal dari tes 1 dan 2.15

Sitotoksisitas adalah sejauh mana agen memiliki tindakan destruktif spesifik pada sel-sel tertentu. Uji sitotoksisitas adalah bagian dari evaluasi bahan kedokteran gigi dan diperlukan untuk prosedur screening standar (Tahap 1).15 Dua metode umum yang digunakan untuk uji sitotoksisitas adalah metode perhitungan langsung (direct counting) dengan menggunakan biru tripan (trypan blue) dan metode MTT assay.

Dalam penelitian ini digunakan uji MTT assay yang memiliki kelebihan yaitu relatif cepat, sensitif, akurat, digunakan untuk mengukur sampel dalam jumlah besar dan hasilnya bisa untuk memprediksi sifat sitotoksik suatu bahan (Doyle dan Griffiths, 2000 cit. Padmi, 2008).16 Dasar uji enzimatik MTT adalah dengan mengukur kemampuan sel hidup berdasarkan aktivitas mitokondria dari kultur sel.27

Metode ini berdasarkan pada perubahan garam tetrazolium [3-(4,5-dimet iltiazol-2-yl)-2,5-difeniltetrazolium bromide] (MTT) menjadi formazan dalam mitokondria yang aktif pada sel hidup. MTT diabsorbsi ke dalam sel hidup dan dipecah melalui reaksi reduksi oleh enzim reduktase dalam rantai respirasi


(31)

berwarna biru (Doyle dan Griffiths, 2000 cit. Padmi 2008).16 Konsentrasi formazan yang berwarna biru dapat ditentukan secara spektrofotometri visibel dan berbanding lurus dengan jumlah sel hidup karena reduksi hanya terjadi ketika enzim reduktase yang terdapat dalam jalur respirasi sel pada mitokondria aktif (Mosmann, 2000, cit.

Padmi 2008).16 Semakin besar absorbansi menunjukkan semakin banyak jumlah sel yang hidup. Reaksi reduksi MTT dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Reaksi Reduksi MTT menjadi Formazan16

Uji sitotoksik ini digunakan untuk menentukan nilai IC50 (Inhibitory

Concentration). Nilai IC50 menunjukkan nilai konsentrasi yang menghasilkan

hambatan proliferasi sel 50% dan menunjukkan potensi ketoksikan suatu senyawa terhadap sel. Nilai ini merupakan patokan untuk melakukan uji pengamatan kinetika sel. Nilai IC50 menunjukkan potensi suatu senyawa sebagai sitostatik. Semakin besar

harga IC50 maka senyawa tersebut semakin tidak toksik (Meiyanto 2002, cit. Padmi,

2008).16


(32)

2.5 Sel Fibroblas

Salah satu jenis sel yang dipakai dalam uji sitotoksisitas adalah sel fibroblas. Sel fibroblas adalah sel jenis eukariotik yang merupakan tipe sel yang paling umum terlihat dalam jumlah paling besar di pulpa mahkota dan ligamen periodontal. Sel ini berfungsi menghasilkan dan mempertahankan kolagen serta zat dasar pulpa dan mengubah struktur pulpa jika ada penyakit. Serta mampu membuat dentikel dan dapat berkembang untuk menggantikan odontoblas mati dengan kemampuannya untuk membentuk dentin reparatif.4,12,19

Bila bertambah tua menjadi lebih bulat, dengan nuklei bulat dan prosesus sitoplasmik yang pendek. Perubahan bentuk disebabkan oleh pengurangan aktivitas sel karena bertambah tua.Sel ini mengalami kematian apoptosis dan diganti jika perlu oleh maturasi dari sel-sel yang kurang terdiferensiasi. Sel ini berasal dari sel mesenkimal pulpa yang tidak berkembang atau dari bagian fibroblas yang ada. Fibroblas berbentuk stelat dengan nuklei ovoid dan prosesus sitoplasmik (Gambar 5).4,19


(33)

Pada radang periapikal terutama pulpitis kronik yang merupakan kelanjutan radang pulpa, kadang-kadang memberikan gambaran radiolusensi di daerah periapikal. Kemudian didaerah tersebut akan diisi oleh jaringan granulasi yang dikenal sebagai daerah iritasi (zone of irritation). Jaringan granulasi adalah jaringan yang mengalami pemulihan dan penyembuhan, terdiri atas kapiler darah dan sel fibroblas baru.26

Jaringan tersebut merupakan jaringan pertahanan karena dapat menahan infeksi dengan memperbanyak limfosit dan sel plasma, serta mengubah sel-sel yang berdiferensiasi dan histiosit kedalam bentuk sel makrofag yang penting dalam pembentukan jaringan granulasi. Sekitar jaringan granulasi terjadi stimulasi sel fibroblas dan osteoblas. Fibroblas akan mengeluarkan serabut kolagen membentuk kapsul yang meliputi daerah radang.Jadi, sel fibroblas ini berfungsi dalam membantu proses penyembuhan (healing).26


(34)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Ca(OH)2 Merusak DNA Ca2+ OH- Pelepasan ion Ca2+ Merusak membran sitoplasma Penyerapan CO2 Gangguan fungsi sel (Mitokondria) Antrakuinon Senyawa gol.fenolik dan

mempunyai gugus quinon

Inaktivasi protein dan protein kehilangan fungsi Membentuk kompleks denganasam amino nukleolifik dalam protein Tanin Senyawa golongon fenolik Membentuk kompleks dengan protein Saponin Molekul ampifatik Mengandungregio hidrofilikdan hidrofobik Ujung hidrofobik berikatan dengan regio hidrofobik protein Ujung hidrofilik yang bebas membawa protein ke dalam larutan sebagai kompleks deterjen-protein Protein membran larut A.vera Ekstrak etanol Inaktivasi enzim dan protein transport cell envelope pH inaktivasi enzim metabolisme terganggu denaturasi protein

Uji sitotoksisitas (MTT Assay)

Gangguan pada

sitoplasma Gangguan pada sitoplasma

Membran sel pecah

Sel fibroblas lisis ?

Bahan medikamen saluran akar


(35)

Diagram kerangka konsep tersebut menunjukkan mekanisme Ca(OH)2 dalam

membunuh sel bakteri, melalui aksi OH- dan Ca2+. Ion hidroksil dapat merusak membran sitoplasma sel bakteri, DNA, dan denaturasi protein (Siqueira, 1999 cit.

Farhad, 2005).20 Peningkatan pH oleh Ca(OH)2 dapat menyebabkan aktivitas enzim

terganggu sehingga metabolisme sel terganggu dan menyebabkan denaturasi protein. Selain itu, Ca(OH)2 juga mampu mengabsorbsi CO2 didalam saluran akar. Hal ini

menyebabkan mikroba yang tergantung dengan CO2 tidak dapat bertahan hidup.4,20

Setiap bahan kimia yang mematikan bakteri juga mematikan sel pejamu. Penelitian in vitro dan in vivo memperlihatkan bahwa golongan fenol dan aldehid merupakan pemati sel yang poten.5 Komponen A.vera yang bersifat toksik adalah: antrakuinon, saponin dan tanin.13,14 Masing-masing komponen mempunyai mekanisme yang berbeda dalam membunuh sel.

Tanin merupakan senyawa golongon fenolik, memiliki molekul yang diduga dapat membentuk kompleks dengan protein sehingga mampu menginaktivasi enzim, dan protein transport cell envelope, yang mengakibatkan gangguan pada sitoplasma. Antrakuinonyang juga merupakan golongan senyawa fenolik memiliki gugus quinon

yang diduga dapat membentuk kompleks yang bersifat irreversible dengan asam amino nukleolifik dalam protein yang menyebabkan protein menjadi tidak aktif dan kehilangan fungsi.14 Sama dengan tanin, akibat gangguan protein sel (enzim) akan mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan fungsi pada sitoplasma. Saponin memiliki molekul ampifatik (mengandung regio hidrofilik dan hidrofobik) yang dapat melarutkan protein membran. Ujung hidrofobik saponin berikatan pada regio hidrofobik protein membran sel dengan menggeser sebagian besar unsur lipid yang


(36)

terikat. Ujung hidrofilik saponin merupakan ujung yang bebas akan membawa protein ke dalam larutan sebagai kompleks deterjen-protein.Akibatnya membran sel akan pecah dan mengalami lisis.28

Kemampuan kedua larutan (Ca(OH)2 dan A.vera) ini tergantung pada suhu,

waktu, dan konsentrasi. Konsentrasi merupakan dasar dalam mempelajari sitotoksisitas suatu bahan. Perubahan suhu akan mengganggu pertumbuhan sel (Freshney, 1987 cit Nevi Y, 1998).12 Sementara itu waktu pengamatan berpengaruh terhadap aktifitas pertumbuhan sel dan juga kemampuan hidup sel. Oleh sebab itu, untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat bahan medikamen perlu dilakukan uji sitotoksisitas ekstrak A.vera pada sel fibroblas untuk melihat efek sitotoksiknya dengan menggunakan metode MTT assay. Dengan mekanisme di atas dapat diketahui apakah ekstrak etanol A.vera memiliki efek sitotoksik terhadap sel fibroblas sebagai bahan medikamen saluran akar secara in vitro.

3.2 Hipotesis Penelitian

Ada efek sitotoksik ekstrak etanol A.vera terhadap sel fibroblas sebagai bahan medikamen saluran akar secara in vitro.


(37)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian : Posttest Only Control Group Design Jenis Penelitian : Eksperimental Laboratorium

4.2 Populasi, Sampel, dan Besar Sampel

4.2.1 Populasi adalah sel jaringan fibroblas (kultur cell lines BHK-21)

4.2.2 Sampel adalah kultur cell lines fibroblas (BHK-21)

4.2.3 Besar Sampel

Penentuan besar sampel untuk setiap kelompok perlakuan dipilih secara random dan perhitungan besar sampel memakai rumus (Steel dan Torrie, 1995):

n = (Z + Z)2 22 = (1,96 + 1,64)2 2(3,55)2 = 8,83 d2 (6.08)2

Maka besar sampel dari setiap kelompok penelitian ini adalah 9. Keterangan : n = besar sampel

Z = harga standar normal dari  = 0,05 Z = harga standar normal dari  = 0,10 d = penyimpangan yang ditolerir


(38)

4.2.3.1 Kelompok Perlakuan terdiri dari:

a. Kelompok 1 : larutan ekstrak etanol A.vera 100%  9 sampel b. Kelompok 2 : larutan ekstrak etanol A.vera 50%  9 sampel c. Kelompok 3 : larutan ekstrak etanol A.vera 25%  9 sampel d. Kelompok 4 : larutan ekstrak etanol A.vera 12,5%  9 sampel e. Kelompok 5 : larutan ekstrak etanol A.vera 6,25%  9 sampel f. Kelompok 6 : larutan ekstrak etanol A.vera 3,125%  9 sampel g. Kelompok 7 : larutan ekstrak etanol A.vera 1,56%  9 sampel h. Kelompok 8 : larutan ekstrak etanol A.vera 0,78%  9 sampel i. Kelompok 9 : larutan Ca(OH)2 100% (1:1), yaitu Ca(OH)2 1 gr/1 ml

dengan pelarut air  6 sampel

4.2.3.2 Kontrol sel, sebagai kontrol positif dianggap persentase sel hidupnya 100%  6 sampel

4.2.3.3 Kontrol media, sebagai kontrol negatif dianggap persentase sel hidupnya 0%  27 sampel:

a. Kontrol media  media RPMI + ekstrak 100%  3 sampel b. Kontrol media  media RPMI + ekstrak 50%  3 sampel c. Kontrol media  media RPMI + ekstrak 25%  3 sampel d. Kontrol media  media RPMI + ekstrak 12,5%  3 sampel e. Kontrol media  media RPMI + ekstrak 6,25%  3 sampel f. Kontrol media  media RPMI + ekstrak 3,125%  3 sampel


(39)

h. Kontrol media  media RPMI + ekstrak 0,78%  3 sampel

i. Kontrol media (Blanko)RPMI 3 sampel sebagai kontrol Ca(OH)2.

Jadi, jumlah keseluruhan sampel adalah 111 sampel.

4.3 Variabel Penelitian

4.4 Definisi Operasional

4.4.1 Ekstrak A.vera adalah ekstrak yang diperoleh dengan melakukan ekstraksi A.vera kering dengan pelarut etanol 96% sehingga diperoleh ekstrak kental.

Variabel bebas a. Ekstrak A.vera b. Pasta Ca(OH)2

Variabel tergantung Sitotoksisitas terhadap sel fibroblas (kultur cell lines BHK-21)

Variabel tidak terkendali a. Perlakuan terhadap A.vera

selama tumbuh

b. Lingkungan (kondisi tanah dan iklim) tempat tumbuh

A.vera

c. Suhu pengiriman bahan coba Variabel terkendali

a. Jenis dan asal tumbuhan A.vera (Aloe barbadensis Miller, Marelan)

b. Periode pemanenan A. vera (12 bulan) c. Cara pengambilan pelepah A. vera (dari

pangkal pelepah berwarna putih) d. Sterilisasi alat, bahan coba, dan media e. Freeze dryer dengan tekanan (2 atm),

suhu (-300 C), dan waktu pengeringan (48 jam)

f. Pelarut etanol destilasi (96%) g. Suhu (400 C) penguapan dengan

rotavapor

h. Media pertumbuhan sel fibroblas ( RPMI-1640)

i. Stem sel fibroblas (kultur cell lines BHK-21)

j. Suhu inkubasi uji sitotoksisitas (370 C) dan suasana CO2 5%


(40)

4.4.2 Pasta Ca(OH)2 adalah bubuk Ca(OH)2 (Merck, Germany) murni

sebanyak 1 gr yang dilarutkan dengan pelarut air 1 ml hingga berbentuk pasta kental. 4.4.3 Sel fibroblas adalah stem sel Fibroblas BHK-21 yang berasal dari Laboraturium Pusat Veterinaria Farma UNAIR (Surabaya) dan dibiakkan secara murni pada media Rosewell Park Memorial Institute 1640 (RPMI-1640).

4.4.4 Sitotoksisitas adalah viabilitas sel fibroblas BHK-21 terhadap ekstrak etanol A.vera dilihat dari nilai IC50, dihitung memakai metode MTT assay dengan

menggunakan ELISA reader (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) pada panjang gelombang 620 nm.

4.4.5 IC50 ekstrak etanol A.vera adalah konsentrasi dari ekstrak etanol

A.vera yang menghambat pertumbuhan sel fibroblas sebesar 50% dari kontrol sel yang diperoleh dari nilai rata-rata persentase kehidupan sel pada waktu pengamatan 24 jam.

4.5 Bahan dan Alat Penelitian 4.5.1 Bahan Penelitian

Ekstraksi A.vera

1. Tanaman A.vera jenis Aloe Barbadensis Miller 1015,5 gram (Kelurahan Sidomulyo, Kec. Medan Tuntungan, Sumatera Utara, Indonesia)

2. Etanol 96% destilasi (Kimia Farma, Indonesia) 1,3 liter Uji Screening Fitokimia Ekstrak A.vera


(41)

2. Ampas ekstrak A.vera

3. HCl 2N (Kimia Farma, Indonesia) 10 ml 4. FeCl3 (Kimia Farma, Indonesia) 10 ml

5. H2SO4 2N (Kimia Farma, Indonesia) 10 ml

6. Benzene (Kimia Farma, Indonesia) 10 ml 7. NaOH 2N (Kimia Farma, Indonesia) 10 ml Uji Sitotoksisitas

1. Larutan ekstrak etanol A.vera 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125%, 1,56%, 0,78% (8 sampel)

2. Ca(OH)2 bubuk (Merck, Germany)

3. Kultur cell lines fibroblas (BHK-21) (Pusvetma, Surabaya) 4. MTT solution (Sigma, St. Louis, OM)

5. Dimethyilsulfoxide/DMSO (Merck, Germany)

6. Trypsine versene solution 0,25% (Merck, Germany)

7. RPMI-1640 (Pusvetma, Surabaya)

8. Phosphate Buffer Saline/PBS (pH 7) (Pusvetma, Surabaya)


(42)

4.5.2 Alat Penelitian Ekstraksi A.vera

1. Freeze dryer modulyo (Edwards, USA) 2. Electronic balance (Ohyo JP2-6000, JAPAN) 3. Rotavapor (Buchi R-200, Switzerland)

4. Blender (Phillips, Indonesia) 5. Corong buchner (mainz, Schoott) 6. Erlenmeyer (Pyrex, USA)

7. Cutter (Hakkoh, Japan)

8. Kertas saring biasa 9. Sendok pengaduk

Gambar 7. Freeze dryer Gambar 8. Rotavapor

Uji Screening Fitokimia Ekstrak A.vera

1. Tabung reaksi (Pyrex, Indonesia) 2. Kayu penjepit


(43)

2. Timbangan (Mettler, Germany)

3. Hemositometer (Neubeur, Swiss)

4. Scanning multiwell spectrophotometer (Thermo Scientific,USA)

5. Automatic plate shaker (Vari shaker,USA)

6. Inkubator (Memmert, Germany)

7. Micropipette (Finnpipette Colour 40 – 200 µ l, China) 8. Botol kultur (Roux, Schott Duran, Germany)

9. Microscope inverted (Nikon,Jepang)

10. Multi channel pipette (ICN, Germany)

11. Laminar flow hood (Clemco, Australia)

12. Sterile pipette tips (Eppendorf, North America)

10. Tabung steril (Pyrex, USA) 13. Stopwatch (Citizen, Japan)

14. Spuit (Sterra, Indonesia) 15. Filter holder (Millipore, USA)

16. Nitrocellulose paper (Millipore, USA)


(44)

Gambar 13. Micropipette Gambar 14. Multi channel pipette

Gambar 15. ELISA reader

4.6 Tempat dan Waktu Penelitian 4.6.1 Tempat Penelitian :

1. Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi USU 2. Laboraturium Penelitian FMIPA USU

3. Laboratorium Pusat Veterinaria Farma (UNAIR), Surabaya


(45)

4.7 Prosedur Penelitian 4.7.1 Ekstraksi A.vera

A.vera dicuci bersih (Gambar 16), lalu ditimbang sebanyak 1015,5 gram (Ohyo JP2 6000, Japan) (Gambar 17), kemudian diiris tipis + 2 mm (Gambar 18), disusun dalam cawan freeze dryer (Gambar 19a dan b), dan dimasukkan ke dalam

freeze dryer (Edwards, USA) (Gambar 20c) untuk pengeringan beku selama 48 jam dengan suhu -300 C dan tekanan 2 atm. Diperoleh 28,2 gram A.vera kering (Gambar 21a), kemudian diblender hingga menjadi serbuk (Gambar 21c).

Berikutnya dilakukan prosedur maserasi. Pertama, Serbuk A.vera kering (28,2 gram) yang telah diblender dimasukkan kedalam erlenmeyer ukuran 1 L (Gambar 22a), dan ditambahkan etanol 96% sebanyak 600 ml (Gambar 22b), didiamkan selama 2 hari sambil digoncang-goncangkan satu kali sehari (Gambar 22c). Setelah 2 hari disaring dengan menggunakan kertas saring biasa (Gambar 23a dan b) melalui corong buchner (mainz, Schoott) dan diperoleh ekstrak cair sebanyak 380 ml (Gambar 23c).

Selanjutnya, ampas serbuk A.vera dimaserasi kembali (remaserasi) selama 2 hari dengan menambahkan etanol sebanyak 350 ml (Gambar 24a), ini dilakukan sebanyak dua kali dengan menambahkan etanol dengan jumlah yang sama, yaitu 350 ml (total lamanya maserasi = 6 hari) dan diperoleh ekstrak cair kembali (Gambar 24b). Sehingga total ekstrak cair adalah 880 ml. Seluruh ekstrak cair yang diperoleh kemudian diuapkan dengan menggunakan rotavapor (Buchi R-200, Switzerland) selama 3 jam (Gambar 25), sehingga diperoleh 6,6 gram ekstrak kental A.vera.


(46)

Selanjutnya ekstrak disimpan dalam wadah kaca tertutup berwarna terang (Gambar 38). Alur ekstraksi A.vera dapat dilihat pada Lampiran 1.

a b

Gambar 16. Daun A.vera dicuci bersih Gambar 17. Penimbangan daun A. vera sebanyak 1015,5 gram

Gambar 18. Daun A.vera diiris tipis (tebalnya + 2 mm)


(47)

c b

a

a c

b

b c

a

Gambar 22. Prosedur maserasi, Serbuk A.vera dimasukkan kedalam erlenmeyer 1 L (a), ditambahkan etanol 600 ml (b), didiamkan selama 2 hari sambil digoyang-goyangkan (c)

Gambar 20. Cawan disusun didalam freeze dryer (a), ditutup dengan tabung penutup freeze dryer (b) untuk proses pengeringan beku selama 48 jam (c)


(48)

Gambar 23. Setelah 2 hari disaring (a dan b) dan diperoleh ekstrak cair sebanyak 380 ml (c)

b c

a

b a

Gambar 24. Ampas serbuk A.vera dimaserasi kembali selama 2 hari (a) dan diperoleh ekstrak cair kembali (b)


(49)

4.7.2 Uji Screening FitokimiaEkstrak A.vera

Tujuan: untuk mengetahui ada/tidaknya kandungan antrakuinon, saponin, dan tanin dalam bahan uji ekstrak A.vera dan ampas ekstrak A.vera dengan pelarut etanol 96%.

4.7.2.1 Uji Senyawa Saponin

5 tetes ekstrak kental A.vera dimasukkan kedalam tabung reaksi, lalu tambahkan 5 ml air panas, dinginkan. Kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Terbentuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit atau tidak hilang dengan penambahan 1 tetes HCl 2N berarti ada saponin.

4.7.2.2 Uji Senyawa Tanin

Ekstrak kental A.vera 5 tetes ditambahkan 2 tetes FeCl3 1%. Jika terjadi warna

biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin. Ekstrak kental

A.vera 5 tetes sebelumnya dicairkan dengan penambahan aquades + 5 tetes.

a b

Gambar 26. a. Ekstrak A.vera, b. Ampas ekstrak A.vera


(50)

4.7.2.3 Uji Senyawa Antrakuinon

Ekstrak kental A.vera 2 tetes ditambah 2,5 ml H2SO4 2N dipanaskan sebentar,

setelah dingin ditambah 5 ml benzene, dikocok dan didiamkan. Lapisan benzene dipisahkan dan disaring, kocok lapisan benzene dengan 1 ml NaOH 2N, diamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzene tidak berwarna menunjukkan adanya antrakuinon.

Ketiga uji senyawa ini dilakukan juga pada ampas ekstrak A.vera dengan prosedur yang sama untuk membuktikan bahwa tidak ada lagi kandungan saponin, tanin, dan antrakuinon yang tertinggal.

4.7.3 Pembuatan Suspesni Bahan Uji

Pembuatan bahan uji ekstrak etanol A.vera dimulai dari konsentrasi 100% karena belum diketahui konsentrasi ekstrak etanol A.vera yang menimbulkan efek sitotoksik pada sel fibroblas (BHK-21). Ekstrak etanol A. vera disuspensikan dengan media Rosewell Park Memorial Institute 1640 (RPMI-1640) dengan perbandingan 1 gram/1 ml. Selanjutnya dilakukan pengenceran bahan secara dilusi (pengenceran ganda) dengan mengambil setengah dari ekstrak 100% dan ditambahkan 0,5 ml media RPMI untuk mendapatkan konsentrasi 50%. Kemudian diambil lagi setengah dari konsentrasi 50% dan ditambah 0,5 ml RPMI untuk mendapatkan konsentrasi 25%, begitu seterusnya hingga diperoleh konsentrasi 12,5%, 6,25%, 3,125%, 1,56%, dan 0,78%.


(51)

4.7.4 Uji Sitotoksisitas

Semua pekerjaan dilakukan dalam Laminar flow. Kultur sel BHK-21 dalam bentuk cell-line ditanam dalam botol roux selama 4 hari. Setelah itu kultur sel dipanen menggunakan trypsine versene solution. Hasilnya kemudian ditanam pada media Rosewell Park Memorial Institute 1640 (RPMI-1640) yang terdiri dari 10% serum albumin fetal bovine yang diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370 C (Gambar 27). Selanjutnya sel fibroblas didistribusikan pada setiap 96 sumuran (well)

microplate (Gambar 28a dan b).

Setiap sumuran terdiri dari sel dan media RPMI dengan kepadatan 75 x 104 sel/ml dalam 150 µl dan masing-masing diberikan larutan ekstrak A.vera pada konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125%, 1,56%, 0,78% (8 sampel) sebanyak 25 µl (bahan uji tersebut sebelumnya telah disterilisasi dengan cara filltrasi dengan kertas saring (Millipore, USA) ukuran pori-pori 0,45 µm) dengan waktu kontak bahan uji selama 24 jam(Gambar 31). Begitu juga dengan Ca(OH)2 disiapkan

dengan konsentrasi 100% (1gr/1ml) dan diambil supernatantnya saja sebanyak 25 µl.

Microplate diinkubasi kembali pada suhu 370 C selama waktu kontak (Gambar 32), kemudian pindahkan dari inkubator.

Kontrol sel disiapkan, dan dianggap persentase sel hidupnya adalah 100%. Kontrol media dianggap persentase sel hidupnya 0%. Selanjutnya, garam tetrazolium

(MTT) dilarutkan dalam Phosphate-Buffered Saline (PBS) 5 mg/mL. MTT ditambahkan secara langsung pada plate yang berisi medium kultur sebanyak 10 μl (Gambar 33), kemudian diinkubasi kembali selama kurang lebih 4 jam pada suhu 370C suasana CO2 5%. Seluruh media dalam sumuran dan bahan uji diambil.


(52)

Kemudian, setiap sumuran ditambahkan DMSO (Dimethylsufoxide) sebanyak 50 μl (Gambar 35). Plate diaduk secara mekanis dengan Plate Shaker sampai kristal formazan terlarut + 10 menit (Gambar 36). Sel fibroblas yang hidup akan terwarnai dengan formazan menjadi biru (Gambar 45), sedang yang mati tidak terbentuk warna biru.

Selanjutnya, formazan dibaca absorbansinya secara spektrofotometri dengan

ELISA reader pada panjang gelombang 620 nm (Gambar 37b). Hitung rata-rata persentase kehidupan sel dari nilai Optical density (absorbansi) masing-masing sampel pada setiap konsentrasi terhadap nilai kontrol. Buat grafik persentase kehidupan sel terhadap kelompok perlakuan dan kontrol. Nilai IC50 selanjutnya dapat

ditentukan dari nilai rata-rata persentase kehidupan sel. Alur uji sitotoksisitas dapat dilihat pada Lampiran 2.

Persentase kehidupan sel dihitung menggunakan rumus yang digunakan oleh Christian Khoswanto (UNAIR, 2008) sebagai berikut:27

Rumus Umum:

Keterangan:

% kehidupan sel : persentase jumlah kehidupan sel setelah uji

Grup tes : nilai OD (Optical density) formazan setiap sampel setelah tes Media : nilai OD (Optical density) formazan pada kontrol media Sel : nilai OD (Optical density) formazan pada kontrol sel

% Kehidupan sel = Grup tes + media x 100% Sel + media


(53)

Gambar 27. Kultur cell lines BHK-21 dengan media RPMI-1640

Gambar 28a. Sel fibroblas didistribusikan kedalam 96-well microplate

Gambar 31. Bahan uji dimasukkan ke dalam sumuran 25 μl/konsentrasi Gambar 30. Siapkan bahan uji

Gambar 29. Kontrol sel diperiksa dengan microscope inverted Gambar 28b. Sel fibroblas dalam 96-well


(54)

Gambar 33. MTT dilarutkan dalam PBS 5 mg/ml dan ditambahkan langsung pada plate yang berisi sel fibroblas sebanyak 10 μl dan diinkubasi selama 4 jam

Gambar 32. Inkubasi dengan suhu 370C suasana CO2 5%


(55)

4.8 Analisis Data

Data dari setiap pemeriksaan dianalisis secara statistik dengan tingkat kemaknaan ( = 0,05), memakai uji statistik sebagai berikut :

1. Uji Analisa varians satu arah (ANOVA), untuk melihat perbedaan sitotoksisitas antara semua kelompok perlakuan.

2. Uji Low Significant Different (LSD), untuk melihat perbedaan sitotoksisitas pada masing-masing kelompok perlakuan.

Gambar 37a. Plate dimasukkan kedalam alat ELISA reader

Gambar 36. Plate di-shaking dengan plate shaker

a

b

Gambar 37b. Formazan dibaca absorbansinya (pada monitor) menggunakan panjang gelombang 620 nm


(56)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Ekstrak A.vera

Ekstraksi A.vera dengan menggunakan pelarut etanol 96% telah dilakukan sebelumnya. Dari 28,2 gram serbuk A.vera kering yang telah dihaluskan, diperoleh ekstrak kental sebanyak 6,6 gram. Ekstrak ini berwarna hitam kehijauan dan sedikit kental. Sebelum digunakan untuk uji sitotoksisitas, ekstrak ini dimasukkan dalam wadah kaca berwarna terang dan disimpan didalam lemari pendingin.

5.1.2 Uji Screening FitokimiaEkstrak A.vera

Untuk memastikan apakah senyawa antrakuinon, saponin, dan tanin telah

Gambar 38. Hasil pembuatan ekstrak A.vera 6,6 gr


(57)

5.1.2.1 Uji Senyawa Saponin

5.1.2.2 Uji Senyawa Tanin

5.1.2.3 Uji Senyawa Antrakuinon

b

Gambar 39. a. Ampas ekstrak A.vera (saponin -), b. Ekstrak A.vera (saponin +, terbentuk busa setinggi 1 cm)

a b

Gambar 40. a. Ekstrak A.vera (tanin +, terbentuk warna hijau kehitaman), b. Ampas ekstrak A.vera (tanin -)

b a

Gambar 41. a. ampas ekstrak A.vera (antrakuinon -), b. ekstrak A.vera (antrakuinon +, lapisan air berwarna merah dan lapisan benzene tidak berwarna)


(58)

Tabel 3. DATA HASIL UJI SCREENING FITOKIMIA EKSTRAK A.vera DAN AMPAS EKSTRAK A.vera

5.1.3 Pengujian Sitotoksisitas Ekstrak Etanol A.vera

Pengujian sitotoksisitas dilakukan dengan waktu pengamatan 24 jam. Untuk mengetahui sitotoksisitas larutan maka dilakukan penghitungan absorbansi (Optical density) dari jumlah sel hidup yang terwarnai dengan formazan menjadi biru pada masing-masing sampel dengan menggunakan ELISA reader. Absorbansi ini yang digunakan untuk menghitung persentase sel hidup sebagai respon.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan microscope inverted, diperoleh gambaran mikroskopis koloni sel fibroblas sebagai kontrol sel (Gambar 42). Sementara gambaran mikroskopis sel fibroblas setelah diberi perlakuan dapat dilihat pada (Gambar 43).

NO UJI SENYAWA EKSTRAK A.VERA AMPAS EKSTRAK A.VERA

1 Saponin + -

2 Tanin + -


(59)

Berikut adalah grafik rata-rata persentase kehidupan sel fibroblas (BHK-21) terhadap ekstrak etanol A.vera dan Ca(OH)2 pada pengamatan 24 jam.

0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%

Re

rat

a %

K

eh

id

u

p

an

S

el

Kelompok Perlakuan A.vera

Gambar 43. a. Kristal formazan, b. Sel fibroblas yang hidup, c. Sel fibroblas yang mati (Pembesaran 100x)

b

a c

Gambar 44. Grafik rerata persentase kehidupan sel fibroblas (BHK-21) setelah kontak selama 24 jam


(60)

Hasil uji sitotoksisitas setelah 24 jam perlakuan pada Gambar 44 memperlihatkan rata-rata persentase kehidupan sel fibroblas (BHK-21) untuk masing-masing kelompok larutan ekstrak A.vera dengan konsentrasi 100% (98,34%), 50% (80,95%), 25% (77,07%), 12,5% (76,96%), 6,25% (67,05%), 3,125% (65,77%), 1,56% (92,74%), 0,78% (104,90%), dan Ca(OH)2 (57,32%). Nilai perhitungan

persentase kehidupan sel dapat dilihat pada Lampiran 3. 5.2 Analisis Hasil Penelitian

Data dari persentase kehidupan sel fibroblas (BHK-21) terhadap ekstrak etanol

A.vera dianalisa secara statistik dengan derajat kemaknaan (α = 0,05). Uji Analisa varians satu arah (ANOVA), untuk melihat perbedaan sitotoksisitas antara semua kelompok perlakuan, dan uji Low Significant Different (LSD), untuk melihat perbedaan sitotoksisitas masing-masing kelompok perlakuan. Hasil uji statistik dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 4. HASIL UJI ANOVA EFEK SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL A.vera

DAN Ca(OH)2 TERHADAP KEHIDUPAN SEL FIBROBLAS (BHK-21)

Perlakuan N X + SD Pb)

A.vera 100% 9 98.3378 + 6.61968 0.000*

A.vera 50% 9 80.9533 + 4.76346

A.vera 25% 9 77.0700 + 2.25329

A.vera 12,5% 9 76.9633 + 4.91118

A.vera 6,25% 9 67.0500 + 4.42812

A.vera 3,125% 9 65.7656 + 10.18775

A.vera 1,56% 9 92.7411 + 18.14703

A.vera 0,78% 9 104.9022 + 6.76099

Ca(OH)2 6 57.3233 + 6.45420


(61)

Hasil uji ANOVA setelah 24 jam perlakuan menunjukkan pemberian ekstrak etanol A.vera dengan konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12.5%, 6.25%, 3.125%, 1.56%, 0.78%, serta Ca(OH)2 (Tabel 4) memberikan pengaruh yang bermakna terhadap

kehidupan sel fibroblas (BHK-21), dimana Ca(OH)2 menunjukkan persentase

kehidupan sel yang lebih rendah daripada ekstrak etanol A.vera (p<0,05).

Tabel 5. HASIL UJI LSD EFEK SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL A.vera DAN Ca(OH)2 TERHADAP SEL FIBROBLAS (BHK-21)

* Signifikan

Hasil uji LSD (Tabel 5) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara ekstrak etanol 100% dengan ekstrak 50%, 25%, 12.5%, 6.25%, 3.125%, dan Ca(OH)2. Kemudian ekstrak 50%, 25% dan 12.5% dengan ekstrak 6.25%, 3.125%,

1.56%, 0.78% dan Ca(OH)2. Ekstrak 6.25% dengan ekstrak 1.56%, 0.78% dan

Ca(OH)2. Ekstrak 3.125% dengan ekstrak 1.56%, dan 0.78%. Ekstrak 1.56% dengan

Kelompok Perlakuan A.vera 100% A.vera 50% A.vera 25% A.vera 12,5% A.vera 6,25% A.vera 3,125% A.vera 1,56% A.vera

0,78% Ca(OH)2

A.vera 100% * * * * * *

A.vera 50% * * * * * *

A.vera 25% * * * * * *

A.vera 12,5% * * * * * *

A.vera 6,25% * * * * * * *

A.vera 3,125% * * * * * *

A.vera 1,56% * * * * * * *

A.vera 0,78% * * * * * * *

Ca(OH)2


(62)

ekstrak 0.78% dan Ca(OH)2. Serta ekstrak 0.78% dengan Ca(OH)2 (p<0,05). Namun

tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara ekstrak 100% dengan ekstrak 1.56% dan 0.78%, ekstrak 50% dengan ekstrak 25% dan 12.5%, ekstrak 25% dengan 12.5%, ekstrak 6.25% dengan ekstrak 3.125%, serta ekstrak 3.125% dengan Ca(OH)2


(63)

BAB 6 PEMBAHASAN

Penempatan bahan medikamen dalam saluran akar memungkinkan terjadinya difusi komponen melalui tubulus dentin, foramen apikal, jaringan periodontal serta periapikal.2 Sementara itu, sel fibroblas adalah sel yang paling umum terlihat dalam jumlah paling besar di pulpa dan ligamen periodontal yang sekaligus merupakan substansi dasar pembentuk kedua jaringan tersebut.4,12,19 Jika suatu bahan medikamen saluran akar dalam hal ini ekstrak etanol A.vera berdifusi melalui salah satu tempat tersebut dan mengenai sel fibroblas, maka perlu diketahui apakah ekstrak tersebut akan menyebabkan kematian pada sel fibroblas yang ada disekitar periapikal dan jaringan periodontal. Itulah sebabnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek sitotoksik ekstrak etanol A.vera terhadap sel fibroblas yang diambil dari kultur cell lines BHK-21.

Hasil determinasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense-LIPI Bogor (Lampiran 5) menunjukkan bahwa jenis tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah A.vera jenis Aloe barbadensis Miller, suku Liliaceae. A.vera

yang digunakan berasal dari satu pohon yang sama dan berusia 12 bulan, usia ini dianggap paling produktif dan merupakan periode yang tepat untuk dipanen. Hal ini akan mempengaruhi jumlah kandungan senyawa aktif yang terkandung didalam ekstrak dan tentu saja akan meningkatkan mutu ekstrak yang diperoleh.

Penelitian ini diawali dengan mengekstraksi A.vera menggunakan teknik maserasi dengan cara merendam sampel A.vera yang telah kering dan halus dengan


(64)

suatu pelarut. Pelarut yang digunakan adalah etanol 96%, bersifat tidak toksik dan telah memenuhi syarat kefarmasian, pelarut ini merupakan pelarut yang polar dan mampu melarutkan senyawa-senyawa polar yang ada dalam tumbuhan.29 Proses maserasi diulangi sebanyak dua kali (remaserasi) sampai ampas A.vera yang tertinggal berwarna pucat, hal ini bertujuan untuk mengambil seluruh senyawa aktif yang dibutuhkan tanpa ada yang tertinggal. Hal ini terbukti dari uji screening

fitokimia pada ekstrak kental dan ampas terakhir proses maserasi. Pada ekstrak kental terbukti positif mengandung ketiga senyawa (antrakuinon, saponin dan tanin), sementara pada ampas ekstrak A.vera sudah tidak mengandung ketiga senyawa tersebut (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa ketiga senyawa tersebut telah tertarik secara sempurna tanpa ada yang tertinggal.

Pada eksplorasi sebelumnya, digunakan pelarut etanol 70% namun hasil yang didapatkan kurang maksimum dikarenakan etanol 70% ini lebih polar dari etanol 96%. Sebenarnya, senyawa yang diduga bersifat toksik yaitu antrakuinon, saponin, dan tanin adalah senyawa-senyawa polar yang akan terlarut dengan baik pada pelarut yang lebih polar. Namun karena A.vera mengandung glukosa, yang mudah larut dalam etanol 70%, maka akan mengganggu dalam penarikan ketiga senyawa tersebut. Disamping itu pelarut ini membutuhkan waktu yang lebih lama dalam proses ekstraksi. Sehingga dipilih etanol 96% sebagai pelarut karena mampu menarik ketiga senyawa tersebut tanpa menarik senyawa lain yang tidak dibutuhkan. Suhu rotavapor yang digunakan adalah 400C, karena ketiga senyawa tersebut diduga akan rusak apabila dilakukan pemanasan pada suhu diatas 500C.


(65)

Setiap bahan kimia yang mematikan bakteri juga mematikan sel pejamu. Penelitian in vitro dan in vivo memperlihatkan bahwa golongan fenol dan aldehid merupakan pemati sel yang poten.5 Komponen A.vera yang diduga bersifat toksik adalah: antrakuinon, saponin dan tanin.13,14 Masing-masing komponen mempunyai mekanisme yang berbeda dalam membunuh sel.

Saponin memiliki molekul ampifatik (mengandung regio hidrofilik dan hidrofobik) yang dapat melarutkan protein membran. Ujung hidrofobik saponin berikatan pada regio hidrofobik protein membran sel dengan menggeser sebagian besar unsur lipid yang terikat. Ujung hidrofilik saponin merupakan ujung yang bebas akan membawa protein ke dalam larutan sebagai kompleks deterjen-protein. Akibatnya membran sel akan pecah dan mengalami lisis.28 Membran sel memiliki peran yang sangat penting, berfungsi melindungi dan mempertahankan isi sel, serta mengatur lalu lintas molekul-molekul yang berguna dalam mempertahankan kehidupan sel.33 Struktur membran sel dapat dilihat pada Gambar 45.

a b

Gambar 45. a. Menunjukkan bagian hidrofobik dari protein membran yang diduga akan berikatan dengan bagian hidrofobik dari saponin sehingga protein membran dapat larut, b. Struktur fosfolipid bilayer membran, c. Protein transmembran. 30


(66)

Tanin merupakan senyawa golongon fenolik, memiliki molekul yang diduga dapat membentuk kompleks dengan protein sehingga mampu menginaktivasi enzim, dan protein transport cell envelope, yang selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan pada sitoplasma. Antrakuinon yang juga merupakan golongan senyawa fenolik memiliki gugus quinon yang diduga dapat membentuk kompleks yang bersifat

irreversible dengan asam amino nukleolifik dalam protein yang menyebabkan protein menjadi tidak aktif dan kehilangan fungsi.14 Sama dengan tanin, akibat gangguan protein sel (enzim) akan mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan fungsi pada sitoplasma.

Sementara itu, sitoplasma merupakan bagian terbesar dari sel yang didalamnya mengandung bagian-bagian sel, diantaranya adalah organel yang dianggap sebagai substansi hidup yang berfungsi penting dalam kehidupan sel. Organel yang terpenting dan dijuluki sebagai the power of house adalah mitokondria. Didalam mitokondria terjadi proses respirasi yang dapat menghasilkan energi dalam bentuk ATP.33 Kemungkinan, tanin dan antrakuinon menyebabkan kerusakan pada sitoplasma sehingga menyebabkan aktivitas mitokondria terganggu, ditambah sebelumnya dengan adanya kandungan saponin yang sudah terlebih dahulu merusak membran sel, sehingga sel fibroblas akan mudah lisis.

Ca(OH)2 dalam membunuh sel, melalui aksi OH- dan Ca2+. Ion hidroksil dapat

merusak membran sitoplasma sel, DNA, dan denaturasi protein (Siqueira, 1999 cit.

Farhad, 2005).20 Peningkatan pH oleh Ca(OH)2 dapat menyebabkan aktivitas enzim


(67)

Selain itu, Ca(OH)2 juga mampu mengabsorbsi CO2 didalam saluran akar. Hal ini

menyebabkan organisme yang tergantung dengan CO2 tidak dapat bertahan hidup.4,20

Kemampuan kedua larutan ini (Ca(OH)2 dan A.vera) tergantung pada suhu,

waktu, dan konsentrasi. Konsentrasi merupakan dasar dalam mempelajari sitotoksisitas suatu bahan. Perubahan suhu akan mengganggu pertumbuhan sel (Freshney, 1987 cit Nevi Y, 1998),12 sehingga dalam penelitian ini digunakan suhu inkubasi 370 C yang sesuai dengan suhu tubuh manusia sebagai host. Dan waktu pengamatan akan berpengaruh terhadap aktifitas pertumbuhan sel. Artinya sel akan berproliferasi seiring bertambahnya waktu pengamatan. Pembelahan sel secara mitosis membutuhkan waktu antara 12-17 jam.33 Oleh sebab itu, waktu pengamatan dipilih 24 jam berdasarkan pada aktifitas dan kemampuan sel untuk bertahan hidup yang paling maksimal.

Uji sitotoksisitas dilakukan dengan menggunakan metode MTT assay yang memiliki kelebihan yaitu relatif cepat, sensitif, dan akurat (karena menggunakan alat spektrofotometer yang dapat mendeteksi perubahan metabolisme sel secara jelas, manipulasi mudah, menghemat waktu, tenaga, tidak menggunakan isotop radioaktif), serta dapat digunakan untuk mengukur sampel dalam jumlah besar dan hasilnya bisa untuk memprediksi sifat sitotoksik suatu bahan (Doyle dan Griffiths, 2000 cit. Padmi, 2008).16

Metode ini berdasarkan pada perubahan garam tetrazolium (MTT) menjadi formazan dalam mitokondria sel fibroblas (Gambar 4). MTT yang berwarna kuning diabsorbsi ke dalam sel fibroblas dan dipecah melalui reaksi reduksi oleh enzim mitokondrial suksinat dehidrogenase. Enzim ini terdapat pada bagian matriks


(68)

mitokondria dan partikel kecil pada krista. Enzim inilah yang mengkonversi MTT menjadi kristal formazan berwarna biru yang menandai bahwa sel tersebut hidup.23 Struktur mitokondria sel dapat dilihat pada Gambar 46.

Formazan adalah kompleks substrat enzim yang dibentuk oleh MTT dan enzim suksinat dehidrogenase pada mitokondria sel. Warna biru formazan setara dengan panjang gelombang ( ג ) 500-600 nm. Protokol MTT Assay mempunyai panjang gelombang terpilih pada kisaran 550-620 nm.23 Terbentuknya warna biru diakibatkan oleh adanya perubahan ikatan rangkap menjadi ikatan selang seling dari senyawa MTT menjadi formazan, ikatan selang seling ini disebut dengan gugus kromofor dimana pada pembacaan spektrofotometri dengan ג 620 nm terbentuk warna biru. Panjang gelombang ini dipilih berdasarkan panjang gelombang maksimal untuk jenis reagen MTT yang digunakan (sigma, ST. Louis) dan mengingat bahwa daerah pengukuran spektrofotometri visible pada ג 380-780 nm.32 Pengukuran absorbansi pada panjang gelombang maksimal akan memberikan absorbansi yang


(69)

Semakin kuat intensitas warna biru yang terbentuk, absorbansi akan semakin tinggi, hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak MTT yang diabsorbsi ke dalam sel hidup dan dipecah melalui reaksi reduksi oleh enzim reduktase dalam rantai respirasi mitokondria, sehingga formazan yang terbentuk juga semakin banyak. Absorbansi ini yang digunakan untuk menghitung persentase sel hidup sebagai respon. Intensitas warna biru yang terbentuk berbanding langsungdengan jumlah sel yang aktif melakukan metabolisme.16

Evaluasi mikroskop pada uji MTT assay (Gambar 43) terlihat bahwa sel fibroblas setelah diberi ekstrak etanol A.vera (secara umum dari berbagai konsentrasi) mengalami perubahan morfologi. Gambar 43a menunjukkan sel yang telah diberi bahan uji dengan konsentrasi tertentu kemudian ditambahkan MTT akan membentuk kristal formazan berwarna biru yang menyelubungi sel. Namun dengan penambahan DMSO (Dimethyilsulfoxide) kristal ini akan terlarut. DMSO juga bertindak sebagai

stop solution yang berfungsi menghentikan reaksi enzimatik sehingga tidak akan terjadi false negative dan formazan dapat dibaca absorbansinya secara spektrofotometri dengan ELISAreader.

Pada gambar 43b menunjukkan karakteristik sel fibroblas yang hidup, dimana terlihat sel berwarna biru dengan bentuk yang masih utuh dan berbentuk stelat, lengkap dengan nuklei yang masih utuh. Sementara itu pada gambar 43c. terlihat morfologi sel fibroblas yang mati, dimana sel menjadi pyknosis (degenerasi sel dimana ukuran inti sel mengecil bahkan menjadi lisis dan kromatin mengalami kondensasi menjadi masa yang padat dan tidak berbentuk), membulat, membengkak, dan batas membran sel tidak teratur. Hal ini tentu saja disebabkan oleh adanya tiga


(70)

senyawa toksik dari ekstrak A.vera yang diduga dapat membunuh sel fibroblas ini, yaitu antrakuinon, saponin, dan tanin yang mekanismenya telah dijelaskan sebelumnya.

Hasil uji ANOVA memperlihatkan bahwa pemberian ekstrak etanol A.vera

dengan konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12.5%, 6.25%, 3.125%, 1.56%, 0.78%, serta Ca(OH)2 (Tabel 4) memberikan pengaruh yang bermakna terhadap kehidupan sel

fibroblas (BHK-21) (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis alternatif (Ha) diterima, yang berarti ada efek sitotoksik ekstrak etanol A.vera terhadap sel fibroblas. Ca(OH)2 menunjukkan persentase kehidupan sel yang lebih rendah (57,32%)

daripada ekstrak etanol A.vera. Persentase kehidupan sel tertinggi terjadi pada ekstrak

A.vera 0,78% (104,90%) dan persentase terendah pada 3,125% (65,77%).

Hasil uji LSD (Tabel 5) menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara ekstrak etanol 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25% 1,56%, dan 0,78% dengan Ca(OH)2.

Hal ini menandakan bahwa Ca(OH)2 lebih toksik daripada ekstrak A.vera 100%,

50%, 25%, 12,5%, 6,25% 1,56%, dan 0,78% (p<0,05).

Pengamatan 24 jam (Gambar 44) memperlihatkan semakin besar konsentrasi larutan ekstrak A.vera, persentase kehidupan sel juga semakin besar dan jumlah sel yang hidup masih dibawah jumlah kontrol sel, bahkan terjadi stimulasi pertumbuhan sel fibroblas kembali pada konsentrasi 1,56% dan meningkat pada konsentrasi 0,78%. Hasil ini diduga karena adanya kandungan glikoprotein dalam A.vera yang menyebabkan ketiga senyawa toksik tersebut tidak menimbulkan efek sitotoksik pada sel fibroblas, bahkan glikoprotein ini mampu mendukung stimulasi pertumbuhan sel.


(71)

Itulah sebabnya semakin besar konsentrasi maka jumlah glikoprotein dalam ekstrak juga semakin banyak, akibatnya semakin banyak jumlah sel yang hidup pada konsentrasi 100% sampai dengan 3,125%. Sementara pada konsentrasi 1,56% dan 0,78% walaupun jumlah glikoprotein dan zat toksik sudah berkurang, namun pada konsentrasi ini A.vera mampu menstimulasi pertumbuhan sel. Artinya sel akan lebih memiliki kesempatan untuk berproliferasi dengan baik pada keadaan tersebut. Selain itu, pada waktu 24 jam sel sudah membelah, sehingga sel fibroblas menjadi semakin banyak jumlahnya dari jumlah kontrol sel.

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Yagi et al yang melakukanpenelitian pada kulit manusia dan sel BHK dengan metode MTT assay, ia menemukan bahwa fraksi glikoprotein dari gel A.vera terbukti mampu mendukung proliferasi sel. Fraksi glikoprotein ini terdiri dari 82% protein dan 11% karbohidrat. (Yagi et al cit Wongwerawinit L, 2004). Thompson (1991) juga melaporkan bahwa topikal aplikasi menggunakan gel A.vera mampu menstimulasi aktifitas sel fibroblas dan proliferasi kolagen (Thompson, 1991 cit Wongwerawinit L, 2004).31

Disamping itu perlu diingat bahwa sel fibroblas adalah sel eukariotik (memiliki dinding/membran inti) yang tentu saja akan lebih kuat mekanisme pertahanananya. Membran plasma sel memiliki sifat yang khas yaitu tidak semua makromolekul dapat melewati membran (bersifat selektif permeabel) sehingga sitoplasma yang sebagian besar berupa protein tetap terkurung oleh membran plasma, membran plasma sebagai pelindung sel mampu menjaga keseimbangan elektrolit sehingga kelangsungan hidup sel akan tetap terjaga.33


(1)

19. Grossman, Louis I. Ilmu endodontik dalam praktek. Alih bahasa. Rafiah Abiyono. Ed ke-11. Jakarta: EGC, 1995 : 47 – 8.

20. Farhad A, Mohammadi Z. Calcium hidroxide: a review. Int dent J 2005; 55: 293 – 301.

21. Dhesai S,Chandler N. Calcium hydroxide-based root canal sealer: A review. JOE 2009; 1.

22. Wahjono E, Koesnandar. Mengebunkan lidah buaya secara intensif. Jakarta : Agro media pustaka, 2002 : 1 – 13

23. Supino Rosa. MTT assays. In: S. O’Hare and C K Atterwill, eds. Methods in molecular biology: in vitro toxicity testing protocols. Totowa, NJ: Humana press, : 137-149

24. Worldwidescience.org.sample records for quail fibroblastic cell

<http://www.healcentral.org/content/collections/McGill/FibroblastImage33no-02.gif> (21 April 2011)

25. Setiani T, Sari FE, Usri .K. Penerapan penggunaan daun lidah buaya (Aloe vera) untuk pengobatan stomatitis aftosa (sariawan) di desa Ciburial kecamatan Cimenyan kabupaten Bandung. Skripsi. Bandung : Universitas Padjajaran, 2005: 10–5.


(2)

61

28. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. Biokimia harper. Alih bahasa: Andry H, Editor: Anna PB, Tiara MNS. Ed ke-25. Jakarta: EGC, 2003: 480-5.

29. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat. Jakarta: Departemen Kesehatan, 2000: 1-12.

30. Liquid bio. Ted macioce Organelles Project.

<http://liquidbio.pbworks.com/w/page/11135323/Ted-Macioce-Organelles-Project> (22 April 2011).

31. Wongwerawinit L. In vitro effects of Aloe vera on cell proliferation and collagen synthesis of rat dental pulp cells. Thesis. Thailand: Mahidol University, 2004: 4-59.

32. Thermo Spectronic. Basic UV-Vis Theory, Concepts and Applications

<http://www.thermo.com/eThermo/CMA/PDFs/Articles/articlesFile_12067.pdf> (13 Maret 2011).

33. Juwono, Achmad ZJ. Biologi Sel. Jakarta: EGC, 2002: 24-39, 76-7.

34. Bidayatul Hidayah. Uji SitotoksisitasAloe vera berbagai konsentrasi terhadap sel fibroblas. Tesis. Surabaya: UNAIR, 2007. 1


(3)

62

Lampiran 1. Alur Penyiapan Bahan Coba

1.1 Alur Ekstraksi Tanaman A.vera

Daun A.vera (1015,5 gr) diiris tipis

Disusun di dalam cawan

Dimasukkan ke dalam freeze dryer

Didapatkan A.vera kering sebanyak 28,2 gram

Dihaluskan dengan blender menjadi serbuk

Dimaserasi dengan etanol 96% 600 ml

Simpan didalam wadah tertutup selama 2 hari, digoncang-goncangkan 1 kali sehari dan terlindung dari cahaya

Disaring dengan menggunakan kertas saring biasa dan ampasnya dimaserasi kembali (remaserasi) dengan etanol 350 ml selama 2 hari sebanyak 2 kali (total = 6 hari)

Diperoleh ekstrak cair sebanyak 880 ml Diuapkan dalam rotavapor hingga kental


(4)

63

1.2. Pengenceran Bahan Coba

Keterangan:

Konsentrasi 100% dibuat dengan melarutkan 1 gram ekstrak etanol A.vera dengan 1 ml media RPMI. Selanjutnya diperoleh konsentrasi dibawahnya dengan metode dilusi (pengenceran ganda).

Ekstrak etanol A. vera dilarutkan dengan media RPMI-1640

Ekstrak A.vera 100%

Ekstrak A.vera 50%

Ekstrak A.vera 25%

Ekstrak A.vera 12,5%

Ekstrak A.vera 6,25%

Ekstrak A.vera 3,125%

Ekstrak A.vera 0,78% Ekstrak A.vera 1,56%


(5)

64

Lampiran 2. Alur Pengujian Sitotoksisitas

Siapkan sel fibroblas dalam media RPMI dan didistribusikan ke dalam sumuran (well) microplate dengan jumlah 75 x 104 sel/ml dalam 150 µl

Tambahkan bahan uji (ekstrak A.vera) dan supernatant Ca(OH)2 ke dalam sumuran masing - masing konsentrasi uji sebanyak 25 µl

Inkubasi dengan suhu 370C suasana CO2 5% selama 24 jam

Siapkan Reagen MTT, Garam tetrazolium (MTT) dilarutkan dalam Phosphate-Buffered Saline (PBS) 5 mg/ml

MTT ditambahkan langsung pada plate yang berisi sel fibroblas dalam medium kultur10 μl

Diinkubasi + 4 jam pada suhu 370C suasana CO2 5%

Sel fibroblas yang hidup akan terwarnai dengan formazan menjadi biru, sedang yang mati tidak terbentuk warna biru

Seluruh media dalam sumuran dan bahan uji diambil

Ditambah DMSO 50 µl

Plate diaduk secara mekanis dengan Plate Shaker sampai kristal formazan terlarut Formazan dibaca absorbansinya secara spektrofotometri dengan ELISA reader pada

panjang gelombang 620 nm

Hitung rata-rata % kehidupan sel dari nilai Optical density masing-masing sampel/konsentrasi terhadap nilai kontrol


(6)

65

Lampiran 4. Alur pikir

Sel fibroblas

-Tipe sel yang paling umum terlihat dalam jumlah paling besar di pulpa mahkota -Berfungsi menghasilkan dan

mempertahankan kolagen serta zat dasar pulpa dan mengubah struktur pulpa jika ada penyakit.

Ca(OH)2

Bahan antimikroba medikamen saluran akar

OH

-- Menghancurkan membran sitoplasma - pH aktivasi enzim alkalin posphatase

mineralisasi, hambat enzim bakteri metabolisme sel terganggu.

- replikasi DNA bakteri

 Ca(OH)2 mengabsorbsi CO2 didalam saluran akar mikroba yang tergantung dengan CO2 tidak dapat bertahan hidup

Aloe vera

Pengertian & sejarah dijμluki the miracle plan; Carl Linnaeus 1753

Komponen & kandungan Anthraquinones, karbohidrat, chromones, enzim, komponen anorganik, bermacam-macam komponen organik dan lemak, asam amino (essential & nonessential), protein, sakarida, dan vitamin.

Aplikasi & kegunaan Medis, industri makanan & minuman, industri kosmetik

Daya toksisitas Aloe vera:

- Antrakuinon gugus quinon membentuk kompleks dengan asam amino nukleolifik dalam protein inaktivasi protein dan protein kehilangan fungsi

- Saponin memiliki molekul ampifatik (mengandung regio hidrofilik dan

hidrofobik) ujung hidrofobik berikatan dengan regio hidrofobik protein ujung hidrofilik yang bebas membawa protein ke dalam larutan sebagai kompleks deterjen-protein protein membran larut

- Tanin senyawa golongon fenolik membentuk kompleks dengan protein menginaktivasi enzim, dan protein transport cell envelope

Dari uraian diatas maka diperlukan bahan alami yang dapat dikembangkan sebagai alternatif medikamen saluran akar yang memiliki khasiat lebih baik,tidak toksik, harga murah dan mudah didapat.

Tujuan penelitian :

1. Untuk mengetahui sitotoksisitas ekstrak etanol A.vera terhadap sel fibroblas sebagai bahan medikamen saluran akar secara in vitro.

2. Untuk mengetahui perbedaan sitotoksisitas ekstrak etanol A.vera dengan Ca(OH)2 terhadap sel fibroblassebagai bahan medikamen saluran akar secara in vitro

.


Dokumen yang terkait

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (In Vitro)

39 299 83

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Enterococcus faecalis sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar (Secara In Vitro)

2 96 63

Sitotoksisitas Ekstrak Lerak (Sapindus rarak DC) Terhadap Sel Fibroblas Sebagai Bahan Irigasi Saluran Akar Secara In Vitro

6 63 80

Daya atibakteri ekstrak etanol buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) terhadap Fusobacterium nucleatum sebagai bahan medikamen saluran akar secara in vitro.

3 69 76

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Aloe vera Terhadap Enterococcus faecalis Secara in Vitro.

3 112 71

Efek Anti Bakteri Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera) Terhadap Staphylococcus aureus Yang Diisolasi Dari Denture Stomatitis (Penelitian In Vitro)

12 107 68

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai bahan Alternatif medikamen saluran akar terhadap Streptococcus mutan (in vitro)

13 55 93

Efek Altelmintik Ekstrak Etanol Akar Lidah Buaya (Aloe vera Linn) terhadap Cacing Ascaris suum secara In Vitro.

0 1 19

2.1 Bahan Medikamen dalam Perawatan Saluran Akar - Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (In Vitro)

0 0 17

2.1 Bahan Medikamen Saluran Akar - Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Enterococcus faecalis sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar (Secara In Vitro)

0 0 11