PERAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENATAAN TEMPAT USAHA PEDAGANG KAKI LIMA DI SEKITAR WILAYAH PASAR KEPUTRAN KOTA SURABAYA.

PERAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJ A DALAM
PENATAAN TEMPAT USAHA PEDAGANG KAKI LIMA
DI SEKITAR WILAYAH PASAR KEPUTRAN KOTA
SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Per syar atan Memper oleh Gelar Sar jana
Ilmu Administr asi Negar a Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Univer sitas Pembangunan Nasional “ Veter an ” J awa Timur

Disusun oleh :
Arik Restu Cahyo Susilo
NPM. 0841110042

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
SURABAYA
2013

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

PERAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJ A DALAM
PENATAAN TEMPAT USAHA PEDAGANG KAKI LIMA DI
SEKITAR WILAYAH PASAR KEPUTRAN KOTA SURABAYA
Oleh :

ARIK RESTU CAHYO SUSILO
NPM. 0841110042
Telah Dipertahankan diharapkan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Program Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur
Pada Tanggal 28 Maret 2013
Tim Penguji :

Pembimbing
1. Ketua

Dr s. Pudjo Adi, M.Si


DR. Lukman Arif. M.si

NIP. 195151010973031001

NIP. 196411021994031001
2. Sekr etar is

Dr s. Pudjo Adi, M.Si
NIP. 195151010973031001
3. Anggota

DR. Ertien Rining N. M.Si
NIP.196801161994032001

Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur

Dra. Ec. Hj Supar wati, M.Si
NIP.195507181983022001


iii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
yang berjudul “Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam Penataan Tempat
Usaha Di Sekitar Wilayah Pasar Kota Surabaya”. Tugas ini dibuat dalam
memenuhi persyaratan kurikulum pada Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa
Timur.
Dalam tersusunnya proposal skripsi ini penulis mengucapakan terima kasih
sebesar-besarnya kepada Drs. Pudjoadi, Msi. selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis. Disamping itu
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dra. Hj. Suparwati, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik.

2. Bapak Dr. Lukman Arif, M.Si, selaku Ketua Program Studi Administrasi
Negara.
3. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Kedua Orang tuaku yang telah memberikan dukungan baik moril maupun
materiil selama proses penyusunan proposal skripsi ini.
5. Teman-teman dan semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan satu-persatu
yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan masukan dan
bantuan dalam penyusunan laporan ini.
ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari masih ada kekurangankekurangan dalam penyusunannya. Oleh karena itu penulis senantiasa bersedia dan
terbuka dalam menerima saran, kritik dari semua pihak yang dapat menambah
kesempurnaan skripsi.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih serta besar harapan penulis
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, April 2013


Penulis

iii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN J UDUL………………………………………………………………

i

HALAMAN PERSETUJ UAN……………………………………………………

ii

KATA PENGANTAR ...............................................................................................


v

DAFTAR ISI ..............................................................................................................

ix

DAFTAR TABEL .....................................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................

xiii

ABSTRAKSI ............................................................................................................

xiv

BAB I


PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ...........................................................................

1

1.2. Perumusan Masalah ..................................................................................

7

1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................................

7

1.4. Kegunaan Penelitian .................................................................................

8

BAB II

KAJ IAN PUSTAKA


2.1.

Penelitian Terdahulu ..........................................................................

9

2.2.

Landasan Teori ...................................................................................

11

2.2.1 Peran ..................................................................................................

11

2.2.1.1 Pengertian Peran ......................................................................

11


2.2.2 Kebijakan Publik ...............................................................................

12

2.2.2.1 Pengertian Kebijakan Publik ...................................................

12

ix

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.2.2.2 Tahap-tahap dalam Kebijakan Publik .....................................

15

2.2.2.3 Keberhasilan Implementasi Kebijakan……………………...


16

2.2.2.4 Kegagalan Implementasi Kebijakan.......................................

17

2.2.2.5 Pengertian Implementasi Kebijakan ........................................

18

2.2.3 Pengertian Penertiban ........................................................................

22

2.2.4 Pengertian Penataan ...........................................................................

23

2.2.5 Pengertian Pembinaan ......................................................................


23

2.2.6 Pengertian Pedagang Kaki Lima ......................................................

24

2.2.7 Keputusan Wali Kota no 2 Tahun 2006 Tentang Penjabaran Tugas
dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya .................

25

2.2.8 Peraturan Daerah Yang Mengatur Tentang Penataan Tempat Usaha
di Kota Surabaya ...............................................................................

26

2.2.9 Pengertian Pasar .................................................................................

27

2.3 Kerangka Berpikir .....................................................................................

31

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian ........................................................................................

33

3.2. Fokus Penelitian.......................................................................................

35

3.3. Instrumen Penelitian ................................................................................

37

3.4. Lokasi Penelitian .....................................................................................

38

3.5. Sumber Data.............................................................................................

38

3.6. Jenis Data .................................................................................................

39

3.7. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................

40

3.8. Analisa Data .............................................................................................

43

x

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3.9. Keabsahan Data

..................................................................................

46

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................

47

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian …………………………………………..

47

4.1.1 Sejarah Pasar Keputran Kota Surabaya …………………………………..

47

4.1.2 Sejarah Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya ……………………..

48

4.1.3 Profil Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya ……………….

50

4.1.4 Struktur Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya………….

51

4.1.5 Visi, Misi, dan Tujuan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya………

52

4.1.6 Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya
sesuai dalam Peraturan Walikota No 4 Tahun 2009………………………

52

4.1.7 Komposisi Pegawai Pada Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya……

63

4.1.8 Keberadaan Pedagang Kaki Lima Disekitar Wilayah Pasar Keputran
Kota Surabaya……………………………………………………………...

66

4.2 Hasil Penelitian…………………………………………………………………

68

4.3 Pembahasan ……………………………………………………………………

85

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................

94

5.1 Kesimpulan ...............................................................................................

94

5.2 Saran ..........................................................................................................

96

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Komposisi pegawai Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabayaberdasarkan
jenis kelamin………………………………………………………………... 64
Tabel 2 Komposisi pegawai Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya berdasarkan
Tingkat Pendidikan…………………………………………………………..

65

Tabel 3 Komposisi pegawai Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya berdasarkan
Golongan …………………………………………………………………….. 66

xii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Berpikir ........................................................................

33

Gambar 2 Analisis Data Interraktif ...............................................................

46

Gambar 3 Area Pasar Keputran Kota Surabaya ............................................

48

Gambar 4 Profil Kantor Satuan Polisi Pamong Praja ...................................

51

Gambar 5 Struktur Organisasi ........................................................................

52

Gambar 6 Ruang Kantor Operasional ............................................................

59

Gambar 7 Menyita 1 karung Nanas ................................................................

71

Gambar 8 Suasana Malam Di Pasar Keputran ...............................................

72

Gambar 9 Pedagang Kaki Lima Yang Melanggar .........................................

80

Gambar 10 Pedagang Dan Pembeli Di sore Hari...........................................

84

xiii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRAKSI
ARIK RESTU CAHYO SUSILO, PERAN SATUAN POLISI PAMONG
PRAJ A DALAM PENATAAN TEMPAT USAHA PEDAGANG KAKI
LIMA DI SEKITAR WILAYAH PASAR KEPUTRAN KOTA SURABAYA
Penelitian ini didasarkan pada fenomena kesemrawutan PKL disekitar wilayah
Pasar Keputran dalam menjajakan barang dagangannnya untuk melayani para pembeli
yang mengakibatkan kemacetan karena padatnya lalu lintas menuju jalan Urip
Sumoharjo. Tujan penelitian ini adalah mengetahui Peran Satuan Polisi Pamong Praja
dalam Penataan Tempat Usaha PKL Di Sekitar wilayah Pasar Keputran Kota Surabaya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan
fokus penelitian: 1.Penyusunan program dan pelaksanaan ketentraman dan ketertiban
PKL, 2.Pelaksanaan kebijakan pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan
ketertiban PKL, 3.Pelaksanaan kebijakan penegakan Peraturan Daerah Kota Surabaya No
17 Tahun 2003 Pasal 2 dan Peraturan Kepala Wali Kota Surabaya yang berkaitan dengan
penataan PKL 4.Pelaksanaan koordinasi pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman
dan ketertiban PKL dengan aparat Kepolisian, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan atau
aparatur lainnya, 5. Pelaksanaan koordinasi pemeliharaan dan penyelenggaraan
ketentraman dan ketertiban PKL dengan aparat Kepolisian, Penyidik Pegawai Negeri
Sipil dan atau aparatur lainnya. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara
observasi, dokumentasi dan wawancara.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta menggunakan teknik analisis
data model interaktif terhadap obyek penelitian yaitu Peran Satuan Polisi Pamong Praja
dalam Penataan Tempat Usaha PKL Di Sekitar Pasar Keputran Kota Surabaya dapat
disimpulkan bahwa : 1.Memberikan suatu kebijakan kepada pedagang kaki lima

untuk berjualan di sebagian jalan, sebagian trotoar dan sekitar wilayah pasar
Keputran dengan waktu yang telah di tetapkan, yaitu mulai pukul 20.00 Wib –
05.00 Wib serta tetap menjaga dan memelihara fasilitas yang ada, dan memberi
sanksi kepada pedagang kaki lima yang ketahuan melanggar aturan yang
ditetapkan.2. Peran Satpol PP dalam Pelaksanaan kebijakan pemeliharaan dan
penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban Pedagang Kaki Lima disekitar Pasar
Keputran Kota Surabaya sudah berperan..3. Pelaksanaan kebijakan penegakan
Peraturan belum berperan dengan baik, dimana pihak Satuan polisi Pamong Praja
masih memberikan kelonggaran waktu berjualan kepada pedagang kaki lima yang
seharusnya pada pukul 20.00 di berikan kelonggaran mulai pukul 17.00, dan
hanya PKL yang berjualan pada pukul 15.00 yang diberikan sanksi. 4. Dalam hal
penataan Pedagang Kaki Lima di wilayah sekitar pasar Keputran, pihak Satuan
Polisi Pamong Praja hanya berkoordinasi dengan pihak Satuan Polisi Pamong
Praja Kecamatan, kecuali diadakan operasi gabungan, penertiban IMB, anjal,
PSK, baru Satuan Polisi Pamong Praja berkoordinasi dengan pihak Patuan Polisi
Pamong Praja Kecamatan, pihak Kepolisian, Dinas Perhubungan, Dinas
Koperasi.5.Pelaksanaan pengawasan terhadap masyarakat agar mematuhi dan
menaati Perda belum berperan, dimana untuk sekarang masih di fokuskan kepada
pedagang yang berjualan sebelum waktunya.
Kata Kunci :PKL, Satuan Polisi Pamong Praja, Pasar, Kebijakan, Peran

xiv
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Negara berkembang saat ini sedang giat-giatnya melaksanakan
pembangunan dalam rangka mencapai kesejahteraan masyarakat, demikian
juga dengan Negara Indonesia.
Perkembangan kota–kota besar di Negara yang berkembang
ditandai dengan kecederungan berkembang secara luar biasa, misalnya
perkembangan pusat perdagangan, pusat industri, dan aktifitas sosial budaya
seperti tempat hiburan dan lainnya.
Surabaya adalah ibu kota Propinsi Jawa Timur, merupakan kota
terbesar kedua dan kota pelabuhan terbesar di Indonesia. Julukan yang
paling terkenal adalah kota Pahlawan karena keberanian arek-arek suroboyo
dalam berperang untuk mempertahankan kemerdekaan pada akhir Perang
Dunia ke II.
Kini, Surabaya adalah kota budaya, pendidikan, pariwisata,
maritim, industri dan perdagangan yang mengalami perkembangan pesat.
Akibat perkembangan yang sangat pesat pemukiman penduduk semakin
padat, sehinggah lahan semakin sempit.
Ledakan jumlah penduduk menjadi suatu kenyataan yang lumrah
di berbagai kota. Keadaan ini berakibat semakin tidak berimbangnya jumlah
penghuni dengan daya dukung dan daya tampung yang dimiliki Kota.

1
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

Penyediaan rumah, lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan dengan
lingkungan hidup, lapangan kerja produktif menjadi kebutuhan mendesak
yang tidak begitu mudah dipenuhi manajemen perkotaan. Pertambahan
penduduk kota yang drastis, mau tidak mau harus diwaspadai dengan
perkembangan dan pertumbuhan kota yang dinamis, yang menuntut
perubahan peruntukan lahan atau ruang, sarana dan prasarana perkotaan.
Kota Metropolitan, Surabaya secara fisik dan ekonomi memang
telah berkembang secara luar biasa, tetapi ironisnya pertumbuhan kota yang
besar besaran itu tidak di imbangi dengan ekonomi yang memberikan
kesempatan kerja bagi penduduk yang bertambah cepat di kota itu (over
urbanization).
Kota yang tumbuh menjadi metropolis dan makin besar, ternyata
disaat yang sama harus berhadapan dengan masalah keterbatasan biaya
pembangunan dan kemampuan kota untuk menyediakan lapangan pekerjaan
bagi kaum migran yang berbondong-bondong memasuki berbagai kota
besar. Di berbagai kota besar, kesempatan kerja yang tersedia biasanya lebih
banyak di sektor formal dan jasa yang menuntut prasyarat pendidikan tinggi,
padahal ciri-ciri para migran yang melakukan urbanisasi ke kota besar
umumnya adalah berpendidikan rendah, dan sudah berkeluarga. Satu sisi
mungkin benar, bahwa kota yang berkembang menjadi metropolis secara
fisik tampak makin semarak, dipenuhi gedung-gedung bertingkat, dan
tampak menengah. Dapat dikatakan bahwa indikator untuk menilai sebuah

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

kota itu telah berkembang atau tidak, tidak hanya semata didasarkan pada
penampakan atau tampilan-tampilan pengembangan fisiknya saja.
Terciptanya perluasan kesempatan kerja bagi masyarakat luas
merupakan pencerminan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 33, dimana kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan
kemakmuran orang per orang. Mendayagunakan sumber alam untuk sebesar
besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan
keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang

berkelanjutan,

kepentingan ekonomi dan kebudayaan masyarakat sekitar serta penataan
ruang lingkungan yang saling mendukung. Perluasan kesempatan kerja
merupakan kebutuhan yang makin mendesak dan dalam rangka meratakan
pembangunan ke seluruh wilayah Indonesia. Tingkat pertumbuhan angkatan
kerja yang terus meningkat baik itu di desa maupun di kota besar seperti
Surabaya, itu sering tidak diimbangi dengan tingkat pertumbuhan lapangan
pekerjaan. Dari sinilah awal adanya kecenderungan bahwa, mereka yang
tidak tertampung di sektor formal terpaksa berpartisipasi pada sektor
informal yang bisanya bergerak dalam bidang atau sektor jasa dan
perdagangan. Sektor jasa dan perdagangan di perkotaan merupakan
perpindahan masyarakat menengah ke bawah yang umumnya menumpuk
pada sektor jasa dan perdagangan di perkotaan umumnya merupakan
wahana bagi perpindahan masyarakat menengah kebawah terhadap
pembangunan antar daerah yang tidak merata, urbanisasi, meluasnya tingkat
pengangguran dan merebaknya tekanan kemiskinan. Surabaya, sekalipun

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

telah diakui terjadi berbagai kemajuan dalam hal pembangunan fisik, tetapi
kita tidak bisa menutup mata bahwa disaat yang sama juga masih
menyisakan berbagai masalah sosial yang tak kalah pelik.
Di berbagai sudut jalan di kota Surabaya, setiap hari dengan mudah
ditemui rombong-rombong pedagang asongan yang berjualan, sehinggah
menggagu aktivitas di jalan raya. Jika tidak menggunakan rombong tidak
sedikit Pedagang Kaki Kima menggelar dagangannya baik di trotoar
maupun di jalanan. Salah satunya aktivitas Pedagang di sekitar Wilayah
Pasar Keputran

Jalan Keputran Kota Surabaya yang menjajakan

dagangannya tanpa mengindahkan aturan yang ada. Pengamatan yang
dilakukan oleh penulis bahwa : Pedagang di sekitar Wilayah Pasar Keputran
Kota Surabaya, meskipun sudah tertata dengan rapi tetapi masih
mengganggu lalu lintas jalan raya tersebut. Selain itu para pedagang di
sekitar pasar Keputran Kota Surabaya menggunakan pinggiran jalan untuk
menggelar dagangannya, padahal pinggiran jalan itu dibuat untuk pejalan
kaki. Dengan dipakainya pinggiran jalan untuk berjualan, maka pejalan kaki
menggunakan sebagian jalan raya untuk berjalan, hal inilah yang membuat
kemacetan. Di Kota Surabaya ada beberapa tempat di mana PKL
menjajakan barang dagangannya diantaranya jalan Tunjungan, Kapasan,
Gembongan, perempatan jalan Diponegoro, Girilaya dan dari jurusan pasar
kembang, depan stasiun Wonokromo, jalan Pahlawan, pasar tradisional
pucang, pasar surya, pasar kembang, pasar tambak bayan, dan di tempattempat lainnya semakin hari semakin meluas.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

Seiring dengan berjalannya kehidupan kota, aktifitas Pedagang
Kaki Lima yang semakin tak terkendali, tanpa disadari telah banyak
mengganggu warga kota lainnya yang juga berhak menikmati kenyamanan.
Jalan menjadi macet, kawasan menjadi kumuh dan warga sekitar, tempat
digelarnya dagangan merasa dirugikan.
Di era reformasi ini kebebasan oleh sebagian masyarakat di salah
artikan sebagai suatu hal yang dapat melakukan apa saja tampa ada suatu hal
yang menghalangi. Dalam hal ini pedagang disekitar pasar keputran yang
semakin berani melakukan kegiatan ekonomi dimana saja asalkan secara
ekonomis mendatangkan keuntungan seperti menempati trotoar, stren kali,
atau jalur hijau yang dianggap oleh berbagai pihak melanggar aturan
maupun pihak- pihak publik. Fenomena yang di saksikan peneliti adalah
kesemrawutan pedagang

disekitar

Wilayah

Pasar

Keputran dalam

menjajakan barang dagangannnya untuk melayani para pembeli yang
mengakibatkan kemacetan karena padatnya lalu lintas menuju jalan Urip
Sumoharjo.
Pemerintah Kota Surabaya terus melakukan penertiban bagi
Pedagang disekitar Pasar Keputran hal ini dikarenakan keberadaannya
pedagang tidak pada tempatnya. Oleh sebab itu Pemerintah Kota Surabaya
sendiri yang mengacu pada Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 17 Tahun
2003, mengeluarkan Perda tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL.
Peraturan Daerah ini dibuat untuk mengatur bahwa peningkatan jumlah
Pedagang Kaki Lima di Daerah telah berdampak pada terganggunya

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

kelancaran lalu lintas dan estetika Kota serta fungsi prasarana lingkungan
kota,
Pemerintah dalam hal ini adalah Satuan Polisi Pamong Praja.
Sesuai dengan Peraturan Wali Kota No 4 Tahun 2009 tentang Penjabaran
Tugas dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya, yaitu
menyusunan program dan pelaksanaan ketentraman dan ketertiban umum,
penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, melaksanakan
kebijakan pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban
umum di Daerah, melaksanakan kebijakan penegakan Peraturan Daerah dan
Peraturan Kepala Daerah, melaksanakan koordinasi pemeliharaan dan
penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum serta penegakan
Peraturan Daerah. Oleh karena itu, berdasarkan Tugas dan Fungsi Satuan
Polisi Pamong Praja berkewajiban untuk melakukan penertiban dan menjaga
ketentraman serta ketertiban umum.
Satuan polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemerintah Kota Surabaya
yang di pimpin oleh Irvan Widyanto Kepala Satpol PP Pemkot Surabaya,
bergerak melakukan penertiban dan pembongkaran terhadap bedak-bedak
stan milik PKL yang ada di sekitar pasar Keputran. Kehadiran petugas
Satuan Polisi Pamong Praja tak pelak membuat para PKL kelabakan.
Petugas satpol PP meminta para PKL membongkar stand mereka.( Koran
Jawa Pos 12/10/2012)
Berdasarkan

Fenomena-fenomena dan uraian di atas tentunya

sudah menjadi tugas dari seluruh komponen masyarakat untuk berpikir lebih

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

dalam mengenai masalah Pedagang disekitar Pasar Keputran dan hal ini
tidak terlepas dari peranan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya.
Dari uraian latar belakang dan fenomena – fenomena yang ada di
atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul
“Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam Penataan Tempat Usaha
Pedagang Kaki Lima Di Sekitar Wilayah

Pasar Keputran Kota

Surabaya“
1.2. Perumusan Masalah
Banyaknya Pedagang yang berjualan di sekitar pasar keputran dan
menggunakan fasilitas umum di jalan Keputran Kota Surabaya perlu ditata
dengan memberikan masukan atau wawasan kepada mereka agar tidak
mengganggu ketertiban umum. Hal inilah yang menjadi permasalahan yang
menarik untuk diteliti, maka permasalahan yang akan diteliti adalah :
“Bagaimana Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam Penataan Tempat
Usaha Pedagang Kaki Lima Di Sekitar Pasar Keputran Kota Surabaya?“.
1.3. Tujuan Penelitian
Berawal dari fenomena yang telah di temukan mengenai Penataan
pedagang pasar Tradisional Keputran di jalan keputran kota Surabaya, maka
tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui
Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam Penataan Tempat Usaha Pedagang
Kaki Lima Di Sekitar Pasar Keputran Kota Surabaya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

1.4. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah
pengetahuan tentang Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam Penataan
Tempat Usaha Pedagang Kaki Lima Di Sekitar Pasar Keputran Kota
Surabaya.
2. Bagi instansi
Memberikan masukan-masukan yang bermanfaat bagi, Satuan
Polisi Pamong Praja dan Pemerintah serta instansi - instansi yang terkait,
dalam Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam Penataan Tempat Usaha
Pedagang Kaki Lima Di Sekitar Pasar Keputran Kota Surabaya
3. Bagi Universitas
Untuk menambah pemberdaharaan pada perpustakaan Universitas
Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur, khususnya pada Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II
KAJ IAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang pernah ada yang dilakukan oleh pihak lain
yang dapat dipakai sebagai bahan pengkajian dan masukan yang berkaitan
dengan penelitian ini adalah :
1. Puspita

Sari

(2004)

Jurusan

Administrasi

Publik,

Fakultas

Ilmu

Administrasi, Universitas Pembangunan Nasinonal “ Veteran “ Jawa Timur,
dalam skripsinya yang berjudul “ Peranan Camat Dalam Penertiban
Pedagang Kaki Lima di Wilayah Kecamatan Wonokromo Kota Surabaya
(Studi Di Lokasi Kebun Binatang Surabaya ) “.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran camat dalam
Penertiban Pedagang Kaki lima di Wilayah Kecamatan Wonokromo Kota
Surabaya.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang
meneliti satu variable yaitu peran camat dalam penertiban pedagang kaki
lima di wilayah kecamatan Wonokromo kota Surabaya. Fokus yang diteliti
dalam penelitian ini adalah peranan camat dalam penertiban pedagang kaki
lima

dalam

bidang

pemantauan

(operasi

penertiban),

pengawasan

(pengawasan rutin), serta pendataan (pendataan jumlah pedagang kaki lima).
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa dengan adanya pemantauan
atau operasi penertiban terhadap pedagang kaki lima yang ada diwilayah

9
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

kecamatan Wonokromo bertujuan untuk menertibkan pedagang kaki lima
dan memperbaiki pola penertiban agar pedagang kaki lima yang ada yang
ada disekitar kebun binatang Surabaya tertata dengan rapi dan tidak
menggangu ketertiban yang berlaku. Pengawasan rutin terhadap pedagang
kaki lima yang ada wilayah kecamatan Wonokromo dilakukan setiap hari
sebelum pedagang kaki lima datang untuk mendirikan dagangannya
sehingga tujuan yang diadakannya pengawasan kaki lima dapat mematuhi
peraturan yang berlaku.
2. Winarno (2000) dalam skripsinya yang berjudul “Hubungan Penelitian
Pedagang Kaki Lima Dengan tingkat Pengembangan Usaha” (Study di
Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo), terdapat permasalahan sebagai
berikut : “Apakah ada hubungan penertiban pedagang kaki lima dengan
tingkat usaha di kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo”
Hipotesa yang diajukan sebagai berikut :
“Di duga ada hubungan positif antara pedagang kaki lima antara dengan
tingkat usaha di Kecamatan Waru Sidoarjo”.
Dari hasil analisa disimpulkan bahwa adanya hubungan yang kuat
dan positif antara penertiban pedakang kaki lima dengan tingkat
pengembangan usaha di Kecamatan Waru Sidoarjo.
Dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,8547 dari 81 responden
dengan teknik sampling yang artinya apabila penertiban pedagang kaki lima
ditingkatkan maka tingkat pengembangan usaha akan meningkat pula.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

Persamaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian peneliti ini
sama – sama menfokuskan pada penertiban pedagang, namun penelitian
terdahulu memfokuskan pada penertiban Pedagang kaki Lima, sedangkan
peneliti pada Pegadang Pasar Tradisional Keputran, sedangkan perbedaan
dari penelitian terdahulu dengan peneliti adalah terletak pada lokasi atau
letak penelitian yaitu Pasar Tradisional Keputran Kota Surabaya.
2.2

Landasan teori
Di dalam cara berpikir secara ilmiah, teori sangat dibutuhkan sekali
sebagai tolak ukur berpikir maupun bertindak karena teori merupakan suatu
kebenaran yang sudah dibuktikan kebenarannya, walaupun mempunyai
keterbatasan waktu dan tempat. Adapun tujuan landasan teori ini adalah
untuk memberikan suatu landasan berpikir kepada penulis dalam usahanya
untuk mencari kebenaran yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas,
dimana hasilnya.

2.2.1 Peran
2.2.1.1 Pengertian Peran
Pengertian peran menurut Sorjono Soekanto (2002:243) merupakan
aspek dinamisi kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu
peran.
Konsep tentang peran (role) menurut Komarudin (1974;768) dalam
buku “Ensiklopedia Manajamen” mengungkapkan sebagai berikut:
1. Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan oleh manajemen.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

2. Pola perilaku yang diharapakan dapat menyertai suatu status.
3. Bagian suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata.
4. Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik
yang ada padanya.
5. Fungsi setiap variabel dalam hunbungan sebab akibat.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil pengertian bahwa
peranan merupakan penilaian sejauh mana fungsi seseorang atau bagian
dalam menunjang usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan atau ukuran
mengenai hunbungan 2 variabel yang mempunyai hubungan sebab akibat.
2.2.2 Kebijakan Publik
2.2.2.1 Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan merupakan serangkaian tindakan yang dibuat oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam rangka menciptakan suatu kondisi
yang statis oleh karena suatu

situasi yang ditandai dengan berbagai

problem. Kebijakan secara etimologis berasal dari bahasa Inggris ”policy”.
Namun banyak orang berpandangan bahwa istilah kebijakan disejajarkan
dengan kebijaksanaan.
Pengertian kebijakan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam
Nurcholis (2005 : 158) menjelaskan kebijakan adalah rangkaian konsep dan
asas yang menjadi garis dan dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan,
kepemimpinan, serta cara bertindak (tentang perintah, organisasi, dan
sebagainya).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

Sedangkan menurut Anderson dalam Nurcholis (2005 : 158)
kebijakan adalah suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang dilakukan
oleh pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan masalah.
Menurut Thomas R. Dye dalam Wibowo (2004 :29) Kebijakan
publik adalah apa yang tidak dilakukan maupun yang dilakukan oleh
pemerintah. Pengertian yang diberikan Thomas R. Dye ini memiliki ruang
lingkup yang sangat luas. Selain itu, kajiannya yang hanya terfokus pada
negara sebagai pokok kajian.
Menurut Anderson dalam Nurcholis (1975 : 159) Kebijakan publik
adalah kebijakan kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabatpejabat pemerintah, di mana implikasi dari kebijakan tersebut adalah: 1)
kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai
tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan; 2) kebijakan publik berisi
tindakan-tindakan pemerintah; 3) kebijakan publik merupakan apa yang
benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang
masih dimaksudkan untuk dilakukan; 4) kebijakan publik yang diambil bisa
bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala
sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan
keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5) kebijakan
pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada
peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.
Menurut Eyestone dalam Winarno (2002:15), menyatakan bahwa
kebijakan publik adalah hubungan suatu pemerintah dengan lingkungannya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

Dalam pengertian ini hanya pemerintah yang dapat melakukan sesuatu
tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari
sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari
pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.
Pengertian kebijakan publik menurut Chandler & Piano (1998)
dalam Tangkilisan (2003 : 1) adalah pemecahan masalah-masalah publik
atau pemerintah. Pendapat lain dikemukakan oleh Dye dalam Islamy (1997
:18) yaitu kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah
untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Hal ini sejalan dengan pendapat
Nugroho (2003 : 54) mendefinisikan kebijakan publik adalah hal-hal yang
diputuskan pemerintah untuk dikerjakan dan hal-hal yang diputuskan
pemerintah untuk tidak dikerjakan atau dibiarkan. Kesimpulan dari ketiga
teori diatas yaitu suatu tujuan yang dilakukan atau tidak dilakukan di dalam
lingkup aparatur pemerintah terhadap suatu kebijakan yang telah ditetapkan.
Sedangkan menurut Chief J.O. Udoji (1981) Mendefinisikan
kebijaksanaan publik sebagai “ An sanctioned course of action addressed to
a particular problem or group of related problems that affect society at
large.” Maksudnya ialah suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada
suatu tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu masalah atau sekelompok
masalah tertentu yang saling berkaitan yang mempengaruhi sebagian besar
warga masyarakat.
Dari pengertian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa
kebijakan publik adalah serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

diambil oleh seorang aktor politik / pemerintah berkenaan dengan tujuan
yang dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya, adanya hubungan suatu
pemerintah dengan lingkungannya dan apapun yang dipilih oleh pemerintah
untuk dilakukan atau tidak dilakukan dalam batas-batas kewenangan dari
aktor politik/pemerintah tersebut.
2.2.2.2 Tahap – Tahap Dalam Kebijakan Publik
Menurut

Winarno

(2002:28),

proses

pembuatan

kebijakan

merupakan proses yang komplek karena melibatkan banyak proses maupun
variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu,kebijakan publik membagi
proses-proses penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap.Tahaptahap kebijakan publik sebagai berikut:
1)

Tahap penyusunan ganda
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada

agenda publik.Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetensi terlebih
dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan.
2)

Tahap formulasi kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas

oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk
kemudian dicari pemecahan masalah terbaik.
3)

Tahap adopsi kebijakan
Dari sekian banyak alternatif kebijakan-kebijakan yang ditawarkan

oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif,
konsensus antara direktur lembaga atau keputusan pengadilan.
4)

Tahap implementasi
Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit,

jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program
kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus
diimplementasikan.
5)

Tahap penilaian kebijakan
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau

dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu
memecahkan masalah.
2.2.2.3 Keberhasilan Implementasi Kebijakan
Menurut Rippley dan Franklin dalam Tangkilisan (2003 : 21)
menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan program dan ditinjau dari
tiga faktor, yaitu :
1. Perspektif kepatuhan yang mengukur implementasi kebutuhan aparatur
pelaksana.
2. Keberhasilan inplementasi diukur dari kelancaran rutinitas dan
tiadanya persoalan.
3. Implementasi yang berhasil mengarah pada kinerja yang memuaskan
semua pihak terutama kelompok penerima manfaat yang diharapkan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

2.2.2.4 Kegagalan Implementasi Kebijakan
Menurut Peters dalam tangkilisan (2003 : 22) mengatakan
implementasi kebijakan yang gagal disebabkan beberapa faktor yaitu:
1. Informasi
Kekurangan informasi dengan mudah mengakibatkan gambaran yang
kurang tepat baik kepada obyek kebijakan maupun kepada pra
pelaksana dari kebijakan yang akan dilaksanakan dan hasil-hasil dari
kebijakan.
2. Isi Kebijakan
Implementasi kebijakan dapat gagal karena masih samarnya isi atau
kebijakan atau ketidaktepatan dan ketidaktegaasan intern maupun
ekstern atau kebijakan itu sendiri, menunjukkan kekurangan yang
menyangkut sumber daya pembantu.
3. Dukungan
Akan implementasi kebijakan publik akan sangat sulit apabila
pelaksananya tidak cukup dukungan untuk kebijakan tersebut.
4. Pembagian Potensi
Hal ini terkait dengan pembagian potensi diantaranya para aktor
implementasi dan juga mengenal organisasi pelaksana dalam kaitannya
dengan diferensiasi tugas dan wewenang.
2.2.2.5 Pengertian Implementasi Kebijakan
Kamus Webster dalam Wahab (2004 : 64) merumuskan secara
pendek bahwa to implement ( mengimplementasikan ) berarti to provide the

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

means for carrying out ( menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu )
to give partical effect to ( menimbulkan dampak / akibat terhadap sesuatu ).
Implementasi

kebijakan

menurut

William

Dunn

adalah

pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan dalam kurun waktu tertentu
(Dunn,2003:132). Pengendalian ini merupakan suatu langkah untuk
menghadapi setiap bentuk masalah yang akan mengganggu ketertiban atau
kesejahteraan masyarakat umum. Karena itu implementasi kebijakan perlu
meperhitungkan segala tindakan dalam mengimplementasikannya sehingga
konsekuensi sebagai hasil dari kebijakan tersebut dapat memberikan
manfaat bagi kepentingan umum. Van Meter dan Van Horn mengemukakan
bahwa implementasi kebijakan adalah tindakan yang dilakukan baik oleh
individu-individu atau pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau
swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan
dalam keputusan kebijakan (dalam Wahab, 1997:65)
Implementasi merupakan pelaksanaan atas suatu kegiatan dimana
dalam pelaksanaan tersebut di dasarkan pada suatu aturan tertntu.
Implementasi atas suatu program atau aturan tersebut sering dinamakan
dengan implementasi kebijakan.
Menurut Grindle dalam buku yang berjudul Analisa Kebijaksanaan
mengatakan bahawa implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah
sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusankeputusan politik ke dalam prosedur - prosedur rutin lewat saluran-saluran
birokrasi melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari kebijakan. Oleh karena itu
tidak terlalu salah jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek
yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Sebaik apapun kebijakan
tidak akan ada manfaatnya bila tidak dapat diterapkan sesuai dengan
rencana. Penerapan adalah suatu proses yang tidak sederhana. (dalam
Wahab,1997:45)
Implementasi kebijakan merupakan sesuatu yang sangat perlu
dalam proses pencapaian tujuannya. Untuk itu pelaksanaan kebijakan perlu
menyesuaikan

keadaan

dan

membangun

situasi

yang

mampu

memberdayakan sasaran penerapan kebijakan. Udoji mengemukakan
bahwa: “The execution of policies is a important if not more important
policy making. Policy will remain dreams or blue prints file jacket
unless,they are implemented”.( Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang
sangat penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada pembuatan
kebijakan. Kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang
tersimpan rapih dalam arsip jika tidak diimplementasikan). Oleh karena itu
implementasi kebijakan perlu dilakukan secara arif, bersifat situasional
mengacu pada semangat kompetensi dan berwawasan pemberdayaan ( Udoji
dalam Wahab, 1997:45 )
Untuk mengimplementasikan kebijakan perlu keterlibatan berbagai
pihak baik tenaga kerja maupun kemampuan organisasi. Penerapan
kebijakan bersifat interaktif dalam proses pembuatan kebijakan. Penerapan
sebagai sebuah proses interaksi antara suatu tujuan dan tindakan yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

mampu untuk meraihnya. Penerapan merupakan kemampuan untuk
membentuk hubungan-hubungan lebih lanjut dalam rangkaian sebab akibat
yang menghubungkan tindakan dengan tujuan. Untuk itu perlu untuk
mengetahui aspek-aspek yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan.
Hoogerwerf dan Gun dalam Wahab (1983:169) mengemukakan beberapa
aspek yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan-kebijakan sebagai
berikut:
1.

Aspek isi kebijakan

2.

Aspek informasi kebijakan

3.

Aspek dukungan kebijakan

4.

Aspek pembagian potensi kebijakan

a. Aspek isi kebijakan
Isi kebijakan yang dilaksanakan dapat mempersulit pelaksanaannya
dengan berbagai cara. Ketidakjelasan isi kebijakan seperti tujuan kebijakan
tidak terperinci, sarana-sarana dan penerapan prioritas, program kebijakan
terlalu umum atau sama sekali tidak ada kebijakan yang akan dilaksanakan
dapat menunjukan kekurangan-kekurangan yang sangat mempengaruhi
kebijakan.
b. Aspek informasi kebijakan
Pelaksanaan kebijakan memperkirakan

bahwa aktor-aktor yang

terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu untuk dapat memainkan
perannya dengan baik. Kekurangan informasi akan dengan mudah

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

mengakibatkan adanya gambaran yang kurang lengkap atau kurang tepat
baik pada objek kebijakan maupun pada pelaksana kebijakan.
c. Aspek dukungan kebijakan
Pelaksanaan suatu kebijakan akan sangat dipersulit jika para
pelaksana tidak cukup dukungan untuk pelaksanaan kebijakan, karena di sini
berkaitan dengan kepentingan pribadi dan tujuan pelaksanaan dan juga
pengharapan tentang efektivitas sarana yang dipilih, keunggulan situasi
masalah, latar belakang historis, stradisi mengenai cara bagaimana
pelaksanaan di organisasi.
d. Aspek pembagian potensi kebijakan.
Pembagian potensi kebijakan mencakup tingkat diferensiasi tugastugas dan wewenang masalah koordinasi terutama jika kepentingan terwakili
sangat

berlainan,

timbulnya

masalah-masalah

pengawasan

ataupun

timbulnya pergeseran tujuan, struktur organisasi pelaksana kebijakan.
Pembagian wewenang dan tanggung jawab yang kurang disesuaikan dengan
pembagian tugas atau ditandai dengan pembatasan-pembatasan yang kurang
jelas akan mempengaruhi juga pelaksanaan kebijakan.
Dari

pengertian

di

atas,

maka

penulis

simpulkan

bahwa

Implementasi kebijakan merupakan suatu aktivitas yang bertujuan untuk
memberi arah agar sasaran atau tujuan dari kebijakan dapat diwujudkan
sebagai hasil dari kegiatan para pembuat kebijakan. Keseluruhan proses
penetapan kebijakan ini bisa berjalan dengan lancar apabila telah
direncankan atau diprogramkan secara teratur. Proses implementasi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

22

kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut prilaku badan
administratif yang bertanggungjawab untuk melaksanakan program dan
menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula
menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi sosial yang dapat
mempengaruhi prilaku semua pihak yang terlibat. Untuk itu demi mencapai
keberhasilan dari implementasi kebijakan tersebut diperlukan juga kesamaan
pandangan atas tujuan yang hendak dicapai dan komitmen semua pihak
untuk memberikan dukungan bagi pelaksanaannya.
2.2.3 Pengertian Penertiban
Pengertian penertiban menurut kamus besar bahasa Indonesia (2002 :
1185) adalah proses cara menertibkan dalam tindakan.
Menurut W.J.S. Poewerdaminta (1982 : 1064) adalah perbuatan (hal
dan sebagainya) menertibkan.
Dari pengertian diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa
penertiban adalah perbuatan cara menertibkan dalam tindakan.
2.2.4 Pengertian Penataan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia penataan adalah proses,
cara, perbuatan menata, pengaturan, penyusunan.
Sedangkan menurut Kamus Tata Ruang, Dirjen Cipta karya
Departemen Pekerjaan Umum, Edisi I, 1997, Penataan adalah proses
perencanaan, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan yang
berasaskan pemanfaatan untuk semua kepentingan secara terpadu, berdaya

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan serta
keterbukaan, persamaan keadilan dan perlindungan hukum.
Dari pengertian diatas maka penulis menyimpulkan bahwa Penataan
adalah proses perencanaan, pemanfaatan suatu ruang atau tempat, yang
berdaya guna dan berhasil guna yang serasi, selaras, seimbang dan
berkelanjutan.
2.2.5 Pengertian Pembinaan
Thoha (2002:7) dikatakan bahwa, “pembinaan adalah suatu tindakan,
proses, hasil, atau pernyataan menjadi lebih baik.”
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:134),
“pembinaan adalah usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara
berdaya guna dan berhasil guna untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik,
usaha atau proses kearah yang lebih baik.”
Dari beberapa pendapat tersebut

dapat disimpulkan bahwa

pembinaan adalah proses kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan
pengembangan atau meningkatkan sesuatu yang dilakukan secara sadar,
terencana, terarah dan teratur dalam rangka lebih meningkatkan kualitas,
ketrampilan dan memperbaiki, baik sikap maupun obyek yang akan dibahas
secara berdaya guna dna berhasil guna melalui berbagai unsur kegiatan
seperti membangkitkan, mengembangkan, mengatur, mendorong maju,
mengarahkan, mengendalikan dan menumbuhkan guna mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

24

2.2.6 Pengertian Perdagang Kaki Lima
Pedagang kaki lima atau yang di singkat PKL adalah istilah untuk
menyebut penjaga dagangan yang menggunakan gerobak.
Sebenarnya Istilah Pedagang Kaki Lima berasal pada masa
penjajahan colonial belanda. Peraturan pemerintah waktu itu menetapkan
bahwa setiap jalan raya di bangun hendaknya menyedikan sarana untuk
pejalan kaki. Lebar ruas untuk pejalan kaki lima atau sekitar satu setengah
meter.
Sekian puluh tahun itu, saat Indonesia sudah merdeka, ruas jalan
untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh pedagang untuk berjualan.
Kalau dahulu sebutanya adalah pedagang emperan jalan, lama-lama berubah
menjadi pedagang kaki lima.
Pengertian pedagang kaki lima dalam kamus bahasa Indonesia (2002
: 230) adalah pedagang yang berjualan diserambi muka atau emperan toko
atau dilantai tepi jalan.
Sementara menurut peraturan daerah Kota Surabaya No.17 Tahun
2003 pedagang kaki lima adalah pedagang yang mejalankan kegiatan
usahanya dalam jangka waktu tertentu dengan mempergunakan sarana atau
pelengkapan

yang

mudah

dipindahkan,

dibongkar

pasang

dan

mempergunakan lahan fasilitas umum sebagai tempat