4 mengeluarkan resolusi agar bantuan kemanusian bagi korban Cyclone Nargis dapat
segera ditangani serta memberikan sanksi bagi pemerintah Junta Militer Myanmar. Adanya hambatan bagi relawan dan bantuan asing ini membuat PBB segera
mengambil tindakan. Di awali dengan melakukan kontak dengan Jenderal Than Shwe agar bantuan kemanusiaan diizinkan masuk. Namun, usaha ini gagal. PBB akhirnya
melakukan protes dengan mengeluarkan pernyataan pers dan keprihatinannya terhadap korban bencana Cyclone Nargis serta menyatakan akan mengambil tindakan
tegas demi kemanusiaan CBC News, 12 Mei 2008. Pada 23 Mei 2008 Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon, melakukan
kunjungan ke Myanmar guna melakukan negosiasi kembali dengan pemerintah Junta Militer Jenderal Than Shwe agar pemerintah Myanmar mau membuka diri dan
menerima segala bantuan asing yang datang sehingga korban Cyclone Nargis dapat segera mendapat bantuan. Akhirnya Jenderal Than Shwe mengizinkan PBB dengan
untuk masuk ke Myanmar dan memberikan bantuan kemanusiaan dengan syarat bantuan tersebut harus disalurkan melalui ASEAN The Jakarta Post, 30 Mei 2008.
Keputusan pemerintah Myanmar untuk mengizinkan masuknya bantuan asing inilah yang membuat penulis tertarik untuk melihatnya secara lebih jauh. Hal ini karena
penulis melihat bahwa sikap pemerintah yang akhirnya membuka diri terhadap dunia internasional sedikit banyak menjadi awal bagi perubahan politik domestik negara
tersebut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melihat apakah keterbukaan pemerintah Myanmar terhadap humanitarian intervention negara asing dan organisasi
internasional berpengaruh terhadap perkembangan politik domestik di negara tersebut.
5
B. Pertanyaan Penelitian
Adapun pertanyaan yang muncul pada penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana penerapan humanitarian intervention PBB pada bencana Cyclone Nargis
di Myanmar? 2.
Bagaimana pengaruh humanitarian intervention PBB paska bencana Cyclone Nargis
terhadap politik domestik Myanmar?
C. Kerangka Pemikiran
Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu Pengaruh Humanitarian Intervention PBB di Myanmar terhadap Politik Dalam Negeri Myanmar Paska Bencana Cyclone
Nargis Tahun 2008 maka untuk menganalisisnya penulis menggunakan beberapa
konsep dalam hubungan internasional, yaitu diantaranya, konsep organisasi internasional, konsep humanitarian intervention, sovereignty serta konsep
Responsibility to Protect . Sebelum menjelaskan secara terperinci konsep-konsep
tersebut, penulis akan memaparkan teori dasar yang penulis gunakan dalam penelitian ini, yaitu teori sistem. Penulis melihat bahwa teori sistem Dougherty dan Pfaltzgraff
1989, h.136-137 yang terdapat dalam hubungan internasional dapat digunakan untuk menjelaskan perubahan politik suatu negara, termasuk yang terjadi di Myanmar. Hal
ini karena politik domestik suatu negara, dalam hal ini Myanmar, dipengaruhi oleh situasi politik internasional. Dan sebaliknya, terbentuknya sistem politik internasional
dan perubahan yang terjadi dalam politik internasional juga dipengaruhi oleh politik domestik negara dalam sistem internasional tersebut. Tindakan humanitarian
intervention yang dipilih oleh PBB dalam penanganan bencana Cyclone Nargis
merupakan pengaruh dari keadaan politik domestik Myanmar dimana pemerintah
6 Junta Militer melakukan penutupan akses dan penolakan bantuan bagi korban
bencana Cyclone Nargis. Selanjutnya, penulis akan menjelaskan konsep-konsep yang digunakan dalam
penelitian ini. Organisasi internasional, cukup banyak dirumuskan oleh beberapa tokoh sosial, seperti Duverger dikutip oleh Archer 2001, h.2 yaitu:
One form of the organization of international relations can be seen in institutions – the collective forms of basic structures of social organizations as
established by law or by human traditions – whether these be trade, commerce, diplomacy, conference or international organizations Duverger,
1972: 68. Satu bentuk dari organisasi dalam hubungan internasional dapat dilihat dalam institusi-institusi- bentuk kolektif dari struktur utama dalam
organisasi sosial yang dibentuk berdasarkan pada hukum atau tradisi, kemanusiaan, dapat berupa perdagangan, kerjasama, diplomasi, perjanjian
atau organisasi internasional. Terjemahan Penulis
Tokoh lain yaitu Philip Selznick dikutip oleh Archer 2001, h.2 mendefinisikan organisasi internasional sebagai berikut:
International organizations in this context represents a form of institution that refer to a formal system of rules and objectives, a rationalized administrative
instrument and which has a formal technical and material organizations: constitutions, local chapters, physical equipment, machines, emblems,
letterhead stationery, a staff and administratives hierarchy and so forth Selznick, 1957: 8. Organisasi internasional dalam konteks ini mewakili
sebuah bentuk institusi yang merujuk pada sistem aturan formal dan objektif, instrumen administrasi yang rasional, serta yang memiliki aturan organisasi
yang bersifat teknis dan material berupa: konstitusi, aturan-aturan lokal, peralatan, lambang atau simbol, kop surat, pegawai administrasi yang tersusun
secara struktural serta memiliki kantor pusat. Terjemahan Penulis Dalam studi hubungan internasional konsep organisasi internasional muncul
dalam aliran liberalisme institusional yang pertama kali diungkapkan oleh Woodrow Wilson Jackson Sorensen 2005. Organisasi internasional ini muncul pada masa
Perang Dunia I yaitu sekitar tahun 1919 pada saat konferensi Perjanjian Versailles. Pertemuan antar kepala negara dan pemerintah negara-negara kuat yang terlibat
7 Perang Dunia I seperti Amerika Serikat AS, Inggris, Jerman, Perancis, Jepang, Italia
dan Belgia menilai perlunya membentuk sebuah institusi internasional untuk menciptakan dan menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Selain itu untuk
membantu permasalahan sosial dan ekonomi negara-negara di dunia. Ide tentang perlu adanya sebuah organisasi internasional ini muncul pertama kali dari Wilson
yang ketika itu menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat. Menurut Wilson, perdamaian dan keamanan akan tercipta dengan membentuk sebuah organisasi
internasional yang akan mengatur keamanan internasional yang tidak bisa teratasi hanya dengan kerjasama bilateral. Menurut Wilson perdamaian tidak hanya dapat
dijalankan dalam lingkup domestik dalam sebuah negara tapi dunia internasional juga harus mempunyai sistem atau regulasi dan aturan untuk mencegah terjadinya
persengketaan dan konflik internasional Baylis dan Smith 2005, h.191. Atas dasar inilah, pada 10 Januari 1920 dibentuk sebuah organisasi
internasional yang diberi nama The League of Nations atau Liga Bangsa-Bangsa LBB. Tujuannya adalah untuk mempertahankan perdamaian internasional dan
meningkatkan kerjasama internasional. Namun, keberadaan LBB ini tidak berlangsung lama, LBB dianggap gagal menciptakan dan menjaga perdamaian pasca
Perang Dunia I. Hal ini dikarenakan munculnya blok-blok pertahanan berdasar ideologi seperti NATO serta munculnya paham seperti imperialisme dan
kolonialisme yang berujung pada meletusnya Perang Dunia II. Gagalnya LBB ini justru memicu terbentuknya organisasi internasional baru yang memiliki fungsi dan
tugas yang sama dengan LBB namun memiliki cakupan yang lebih luas yaitu tidak
8 hanya masalah keamanan dan perdamaian, tetapi mencakup masalah politik,
ekonomi, sosial, kemanusian dan sebagainya. Pada 24 Oktober 1945 dibentuklah The United Nations atau Perserikatan
Bangsa-Bangsa PBB. Pembentukan organisasi internasional seperti PBB juga didukung oleh aliran liberalisme klasik seperti Immanuel Kant. Menurut Kant, adalah
penting untuk mengedepankan hukum internasional yang dijalankan oleh institusi internasional [seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa] Maliki 2008, h.78 guna
menciptakan tatanan dunia yang lebih baik, damai, aman dan harmonis. Selain itu, dalam The Third Definitive Article for A Perpetual Peace, Kant dikutip dari Baylis
and Smith 2005, h.189 menjelaskan tentang konsep kosmopolitan etik di mana tiap manusia punya kewajiban atas manusia lainnya dan nilai-nilai dalam kehidupan
masyarakat harus ditanggapi dengan serius. Dari konsep tersebut, penulis menyimpulkan bahwa secara tersirat Kant menyetujui konsep pentingnya kerjasama
yang terwujud dalam sebuah organisasi atau institusi internasional seperti PBB. Tujuan utama pembentukan PBB adalah untuk memelihara perdamaian dan
keamanan dunia, menjalin kerjasama di berbagai bidang seperti ekonomi, sosial, perlindungan hukum, HAM dan lingkungan serta menjunjung tinggi harkat dan
martabat setiap manusia dan negara-negara di dunia. Seperti tertuang dalam Preamble of the UN Charter
Piagam PBB dikutip dari United Nations Information Centres yang menegaskan bahwa:
We the peoples of the United Nations [are] determined to reaffirm faith in fundamental human rights, in the dignity and worth of the human person, in
the equal rights of men and women and of nations large and small. Kami Perserikatan Bangsa-Bangsa berketetapan untuk kembali menguatkan