Efektifitas dan efisiensi kegiatan penyaradan di IUPHHK-HA (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

(1)

EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI

KEGIATAN PENYARADAN DI IUPHHK-HA

(

Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah

)

IVAN MEIDYANA RAMDHAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI

KEGIATAN PENYARADAN DI IUPHHK-HA

(Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan

Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Oleh :

IVAN MEIDYANA RAMDHAN E14054188

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(3)

Judul Skripsi : Efektifitas dan Efisiensi Kegiatan Penyaradan di IUPHHK-HA (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

Nama : Ivan Meidyana Ramdhan NIM : E14054188

Menyetujui : Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS NIP. 19641102 198803 1 002

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Hutan,

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001


(4)

SUMMARY

IVAN MEIDYANA RAMDHAN. E14054188. The Effectiveness and Efficiency of Skidding Activities (Case Studies in PT. Austral Byna, Central Kalimantan). Supervised by GUNAWAN SANTOSA

Forest harvesting activities is stages of forest management that impact negatively on the specific environment but on the other hand have a positive impact on socio-economic life. Among the stages of forest harvesting the most negative impact on the environment is skidding activities. In generaly IUPHHK-HA in Indonesia using a tractor as a skid that impact on the decline in soil quality and the residual stand damages after harvesting. That negative impact can be minimized by environmentally friendly logging, known as RIL (Reduced Impact Logging).

This research aims to determine effectiveness and efficiency of skidding activities conducted by PT. Austral Byna and partners as well as knowing the implementation of the rules of RIL (Reduced Impact Logging) in skidding activities at PT Austral Byna.

Field observation carried out on 8 plots consisted of 4 plot worked out by the company and 4 plot worked out by partners. The size of opened areas obtained from the openness of the area due to skid trails and the openness of the area due to landings. The effectiveness of skid trails making plan obtained by comparing length of skid trails and the number of trees to be skidded to the realization in the activities of skidding. The efficiency of activities skidding is identified by comparing the skidding of timber volume and length of skid trails in a single plot. The observation of implementation rules of RIL made by measuring several parameters of the harvesting planning maps, completeness squad skid trails, construction of skid trails and activities after skidding.

The result shows that the openness of the area due to skidding by the company more than done by partners (4,74 % > 4,08 %). The effectiveness of skid trail making plan on the plot by the company is more effective than the plot worked out by partners (83,29% > 62,73%). The efficiency of skid trails on the plot by the company is bigger than plot worked out by partners (39,88 m3/hm > 31,74 m3/hm). Observation of the implementation rules of RIL indicates that there are some parameters that do not fit with RIL skidding activities such as harvesting plan map that there are no contour lines and the direction of fallen trees, not carrying a map of harvesting by the skidding team, an average width of skid trails that are still more than 4 m, skiding distances there is still greater than 400 m, construction of crossdrain still have not fit in terms of number and shape, there is no replanted in the area of the former landings, and the opening of the temporary bridge is not lifting all the wood in rivers.

Key words: skidding, the effectiveness of skidding, the efficiency of skidding, Reduced Impact Logging


(5)

RINGKASAN

IVAN MEIDYANA RAMDHAN. E14054188. Efektifitas dan Efisiensi Kegiatan Penyaradan di IUPHHK-HA (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah). Dibimbing oleh GUNAWAN SANTOSA

Kegiatan pemanenan hutan merupakan tahapan dari pengelolaan hutan yang berdampak negatif pada lingkungan tertentu namun di sisi lain berdampak positif pada kehidupan sosial ekonomi. Diantara tahapan-tahapan pemanenan hutan yang paling banyak menimbulkan dampak negatif pada lingkungan yaitu kegiatan penyaradan. Pada umumnya IUPHHK-HA di Indonesia menggunakan traktor sebagai alat sarad yang berdampak pada turunnya kualitas tanah dan merusak tegakan tinggal setelah pemanenan. Dampak negatif tersebut dapat diminimalkan dengan pembalakan yang ramah lingkungan yang dikenal dengan RIL (Reduced Impact Logging).

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efektifitas dan efisiensi kegiatan penyaradan yang dilakukan oleh PT. Austral Byna dan mitra kerja serta mengetahui penerapan kaidah RIL (Reduced Impact Logging) dalam kegiatan penyaradan di PT. Austral Byna.

Pengamatan di lapangan dilakukan pada 8 petak yang terdiri dari 4 petak yang dikerjakan oleh pihak perusahaan dan 4 petak yang dikerjakan mitra kerja. Keterbukaan areal akibat penyaradan didapatkan dari keterbukaan areal akibat jalan sarad dijumlahkan dengan keterbukaan areal akibat TPn. Efektifitas pembuatan rencana jalan sarad didapatkan dari perbandingan rencana panjang jalan sarad dan jumlah pohon yang akan disarad dengan realisasi dalam kegiatan penyaradan. Efisiensi kegiatan penyaradan diketahui dengan membandingkan volume kayu dan panjang jalan sarad dalam satu petak. Pengamatan untuk pemenuhan kaidah RIL dilakukan dengan mengukur beberapa parameter yaitu peta perencanaan pemanenan, kelengkapan regu sarad, konstruksi jalan sarad dan kegiatan setelah penyaradan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterbukaan areal akibat penyaradan yang dikerjakan perusahaan lebih besar dibandingkan yang dikerjakan oleh mitra kerja (4,74 % > 4,08 %). Efektifitas rencana pembuatan jalan sarad pada petak yang dikerjakan oleh perusahaan lebih efektif dibandingkan petak yang dikerjakan oleh mitra kerja (83,29% > 62,73%). Efisiensi jalan sarad pada petak yang dikerjakan oleh perusahaan lebih besar dibandingkan petak yang dikerjakan oleh mitra kerja (39,88 m3/hm > 31,74 m3/hm). Pengamatan terhadap penerapan kaidah RIL menunjukkan bahwa masih ada beberapa parameter yang belum sesuai dengan kegiatan penyaradan berkaidah RIL seperti peta rencana pemanenan yang tidak terdapat informasi garis kontur dan arah rebah pohon, tidak dibawanya peta perencanaan pemanenan oleh regu sarad, lebar rata-rata jalan sarad yang masih lebih dari 4 m, masih adanya jarak sarad yang lebih dari 400 m, pembuatan crossdrain yang belum sesuai dari segi jumlah dan bentuknya, belum ada penanaman kembali di areal bekas TPn, dan pembukaan jembatan sementara belum mengangkat semua kayu dalam sungai.

Kata kunci : penyaradan, efektifitas penyaradan, efisiensi penyaradan, Reduced Impact Logging


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektifitas dan Efisiensi Kegiatan Penyaradan di IUPHHK-HA (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

Ivan Meidyana Ramdhan NIM E14054188


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 8 Mei 1988 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Drs. Ilyas dan Supriatini. Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMAN 2 Kuningan dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan memilih Mayor Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selain kegiatan akademis penulis juga aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai staf Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) Organisasi Mahasiswa (OMDA) Mahasiswa Kuningan (HIMARIKA) tahun 2006-2007, Ketua Umum Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA) tahun 2007-2008, Koordinator Komisi Disiplin Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA) tahun 2008-2009, Panitia Pelatihan Mahasiswa Kehutanan Indonesia, Panitia Pendakian Masal Gunung Gede, Panitia Pelatihan Pertolongan Pertama, dan Panitia Seminar Nuansa Ular.

Selama pendidikan penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Linggarjati dan Indramayu, Jawa Barat, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHKA-HA PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Efektifitas dan Efisiensi Kegiatan Penyaradan di IUPHHK-HA (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)” dibawah bimbingan Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS.


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbil‘alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan ridha-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini sebagai tugas akhir yang berjudul “Efektifitas dan Efisiensi Kegiatan Penyaradan di IUPHHK-HA (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)”.Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Drs. Ilyas dan ibunda Supriatini, kakakku Dadan Adi Nugraha dan adikku Intan Permatahati, yang telah memberikan dukungan moral maupun materil serta kasih sayang kepada penulis.

2. Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS selaku dosen pembimbing atas arahan, nasehat, kesabaran dan bimbingannya dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

3. Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan, Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS selaku dosen penguji dari Departemen Silvikultur, 4. Bapak Ir. Obay Subarman, Bapak Ir. Adi Gani, serta seluruh manajemen dan

staf PT. Austral Byna atas segala bantuannya dalam penelitian ini.

5. Bapak Dr. Ir. Didik Suharjito, MS selaku Ketua Departemen Manajemen Hutan, staf TU dan AJMP, mamang bibi serta seluruh keluarga besar Departemen Manajemen Hutan.

6. Teman satu bimbingan dan perjuangan Herry Trisna Afriandi S. Hut atas semangat dan dorongannya.

7. Tim “Bajing Ireng” (Herry Trisna A, Pak Syarif, Pak Maman, Pak Tatan, Pak Yutut, Pak Adrian dan Si Putih 42) atas bantuan dan kebersamaannya dalam pengambilan data di lapangan.

8. Penghuni Mess POKJA di PT. Asustral Byna (Kang Agus, Mas Adit, Mas Aan dan Mas Budi).

9. Teman-teman Mahasiswa Manajemen Hutan angkatan 42 atas semangat dan dukungannya.


(9)

10.Seluruh civitas Fakultas Kehutanan IPB yang telah memberikan ilmu serta kenangan.

11.Keluarga besar RIMPALA Fahutan IPB, mulai dari anggota senior, anggota biasa dan anggota muda atas kesempatan untuk mengembangkan diri, memberikan kisah-kisah terbaik dan kekeluargaannya.

12.Para mamang dan bibi Bivak : Dody Permana, Bramas Arista, Aswin Rahadian, Rahmat Darmawan, Septian Irwan R, Muhammad Tigana, Imam Fauzi S, T. Daniel, Reza Ahda, Mustofa, Tian Partiani, Hikmah Nurisnaini, Riska Dwi N, Dinda Talitha dll yang telah mewarnai hari-hari dan malam-malam penulis dengan sejuta cerita yang akan sangat kita rindukan.

13.Teman di Kosan Baut : Aswin Rahadian S.Hut, Gilang Ramadhan S.Hut , Glasnosta Ramadhan S.Pi, Edi Fajar S.Pi, Fuad Wahdan S.Pi, Ikhsan Abdul Aziz S.Pi, Dimas Jawe S.KH, Agus Effendi S.KH, Alsade S.Pi, Aryo SP dan para tamu-tamunya.

14.Tira Mutiara atas semangat, dorongan dan doanya yang selalu menemani penulis dalam penulisan skripsi ini dan kisah tentang kita.

15.Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang sehingga karya ini menjadi lebih baik.

Bogor, Januari 2011 Penulis


(10)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Efektifitas dan Efisiensi Kegiatan Penyaradan di IUPHHK-HA (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah).

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS selaku dosen pembimbing. Selain itu penghargaan penulis disampaikan pula kepada Bapak Ir. Obay Subarman selaku Manajer Operasional Muara Teweh di Camp Sikui PT. Austral Byna, Muara Teweh Kalimantan Tengah yang telah memberikan izin dan membantu baik dari segi materi dan tenaga dalam terlaksananya penelitian ini serta seluruh manajemen dan staf PT. Austral Byna baik yang berada di Jakarta maupun yang berada di Muara Teweh, Kalimantan Tengah. Serta kepada seluruh teman-teman di kampus Institut Pertanian Bogor khususnya teman-teman di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Kakak dan Adik tercinta serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Januari 2011 Penulis


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pemanenan Hutan ... 3

B. Penyaradan ... 3

C. Penyaradan dengan Traktor ... 4

D. Keterbukaan Areal Hutan ... 5

E. Pembalakan Berdampak Rendah (Reduced Impact Logging / RIL) ... 6

F. Evaluasi Kegiatan Pemanenan... 7

BAB III METODOLOGI A. Waktu dan Tempat ... 8

B. Alat dan Bahan ... 8

C. Prosedur Penelitian ... 8

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Pemanfaatan Hutan ... 12

B. Letak dan Luas Areal ... 13

C. Topografi ... 14

D. Iklim ... 14

E. Keadaan Hutan ... 15

F. Sosial Ekonomi ... 16


(12)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Kegiatan Penyaradan di PT. Austral Byna ... 18

B. Efektifitas dan Efisiensi Penyaradan ... 19

C. Penerapan Kaidah RIL ... 25

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 32

B. Saran... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Distribusi kelas lereng di areal kerja IUPHHK-HA PT. Austral Byna ... 14

2. Keadaan iklim di areal IUPHHK-HA PT Austral Byna ... 15

3. Luasan bentuk vegetasi di areal IUPHHK-HA PT. Austral Byna ... 16

4. Panjang dan lebar rata-rata jalan sarad dari rencana dan realisasi pada petak yang dikerjakan perusahaan ... 19

5. Luas keterbukaan areal akibat penyaradan yang dikerjakan perusahaan 20 6. Panjang dan lebar rata-rata jalan sarad dari rencana dan realisasi pada petak yang dikerjakan mitra kerja ... 20

7. Luas keterbukaan areal akibat penyaradan yang dikerjakan mitra kerja 21 8. Rekapitulasi perhitungan luas keterbukaan pada petak yang dikerjakan perusahaan dan mitra kerja ... 21

9. Efektifitas jalan sarad dari tiap petak ... 22

10. Jumlah dan kesesuaian letak TPn dari rencana dengan realisasi pada petak yang dikerjakan oleh perusahaan ... 23

11. Jumlah dan kesesuaian letak TPn dari rencana dengan realisasi pada petak yang dikerjakan oleh mitra kerja ... 23

12. Efisiensi jalan sarad dari tiap petak ... 24

13. Informasi yang terdapat pada peta perencanaan pemanenan di PT. Austral Byna... 25

14. Kelengkapan regu sarad pada petak yang dikerjakan oleh perusahaan dan mitra kerja ... 26

15. Konstruksi jalan sarad pada petak yang dikerjakan oleh perusahaan ... 27

16. Konstruksi jalan sarad pada petak yang dikerjakan oleh mitra kerja ... 27

17. Jumlah crossdrain pada petak yang dikerjakan perusahaan ... 29

18. Jumlah crossdrain pada petak yang dikerjakan mitra kerja ... 29


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor. Halaman

1. Sketsa petak tebang pada RKT 2009 di PT. Austral Byna ... 8

2. Crossdrain menurut RIL ... 30

3. Crossdrain di PT. Austral Byna ... 30


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Peta Areal Kerja IUPHHK-HA PT. Austral Byna ... 35

2. Peta Realisasi Penyaradan Petak CU 46, CU 47, CU 48 dan CV 46 ... 36

3. Peta Realisasi Penyaradan Petak DA 46, DA 47, DB 48 dan DB 46 ... 37

4. Peta Realisasi Penyaradan Petak CU 46 ... 38

5. Peta Realisasi Penyaradan Petak CU 47 ... 39

6. Peta Realisasi Penyaradan Petak CU 48 ... 40

7. Peta Realisasi Penyaradan Petak CV 46 ... 41

8. Peta Realisasi Penyaradan Petak DA 46 ... 42

9. Peta Realisasi Penyaradan Petak DA 47 ... 43

10. Peta Realisasi Penyaradan Petak DB 46 ... 44

11. Peta Realisasi Penyaradan Petak DB 47 ... 45

12. Rekapitulasi panjang dan lebar rata-rata jalan sarad, luas jalan sarad dan luas TPn ... 46


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Hutan merupakan komunitas yang tetap menjadi perhatian khusus saat ini karena fungsinya sebagai paru-paru bumi yang mampu mengubah CO2 menjadi O2 atau pencegah erosi. Bahkan menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 bahwa hutan merupakan karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara, memberi manfaat serba guna bagi umat manusia, oleh karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang.

Kegiatan pemanenan hutan merupakan tahapan dari pengelolaan hutan yang berdampak negatif pada lingkungan tertentu namun di sisi lain berdampak positif pada kehidupan sosial ekonomi. Dampak negatif inilah yang menyebabkan hutan di Indonesia mengalami degradasi, baik itu dalam luasan maupun kualitas hutan tersebut.

Di antara tahapan-tahapan pemanenan hutan yang paling banyak menimbulkan dampak negatif pada lingkungan yaitu kegiatan penyaradan. Pada umumnya IUPHHK-HA di Indonesia menggunakan traktor sebagai alat saradnya yang berdampak pada turunnya kualitas tanah dan merusak tegakan tinggal setelah pemanenan. Dampak negatif tersebut dapat diminimalkan dengan pembalakan yang ramah lingkungan yang dikenal dengan RIL (Reduced Impact Logging).

PT. Austral Byna sebagai salah satu pemegang IUPHHK-HA diharapkan dalam kegiatan penyaradannya berpedoman pada prinsip RIL sehingga dibutuhkan penilaian sejauh mana penerapan kaidah RIL dalam kegiatan penyaradan. Kegiatan penyaradan di PT. Austral Byna pada RKT 2009 terdapat 2 pelaksana yaitu pihak PT. Austral Byna dan mitra kerja, oleh karena itu dibutuhkan sebuah sistem penilaian untuk mengetahui sejauh mana efisiensi dan efektifitas kegiatan penyaradan yang dilakukan oleh PT. Austral Byna dan mitra kerja.


(17)

B.Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menentukan efektifitas dan efisiensi kegiatan penyaradan yang dilakukan oleh PT. Austral Byna dan mitra kerja.

2. Mengetahui penerapan kaidah RIL (Reduced Impact Logging) dalam kegiatan penyaradan.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Pemanenan Hutan

Conway (1976) menyatakan bahwa eksploitasi hutan merupakan rangkaian kegiatan untuk mempersiapkan dan memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan atau pengolahan. Kegiatan ini terdapat empat komponen utama yaitu penebangan (timber cutting), penyaradan (skidding or yarding), pemuatan (loading) dan pengangkutan (transportation).

Budiaman (1996) menyatakan bahwa sistem pemanenan yang baik adalah sistem pemanenan yang dapat memperhitungkan tiga syarat utama, yaitu:

1. Dapat diterima oleh masyarakat (socially accepetable)

Syarat ini mencakup tiga aspek utama: silvikultur, lingkungan dan politik. 2. Layak secara ekonomi (economically feasible)

3. Memungkinkan secara fisik lapangan (physically possible)

B.Penyaradan

Conway (1976) mendefinisikan penyaradan adalah pemindahan log atau pohon, setelah ditebang dari tunggak menuju tempat penimbunan kayu (TPn). Menurut Elias (1997), kegiatan penyaradan dimulai saat kayu diikatkan pada rantai penyarad ditempat tebangan, kemudian disarad ke tempat tujuannya (TPn/landing), berakhir setelah kayu dilepaskan dari rantai. Nugroho (1995) menyatakan penyaradan adalah kegiatan pemindahan log dari tunggak ke tempat pengumpulan kayu (TPn/landing) dan berdasarkan sortimen kayu yang disarad terdapat beberapa metode penyaradan yaitu :

1. Full Tree, batang disarad berikut ranting dan tajuk untuk disarad menuju TPn 2. Tree Length, batang dengan sortimen sepanjang-panjangnya sampai dengan

bebas cabang di sarad menuju TPn.

3. Short Wood, batang yang telah dibagi-bagi menjadi sortimen-sortimen tertentu disarad menuju TPn.

Beberapa cara penyaradan menurut Elias (1997) terdiri dari : 1. Pemikulan dan penarikan kayu oleh manusia


(19)

3. Penyaradan dengan gaya berat gravitasi 4. Penyaradan dengan traktor

5. Penyaradan dengan kabel 6. Penyaradan dengan balon 7. Penyaradan dengan helikopter

C.Penyaradan dengan Traktor

Nugroho (1995), menyatakan bahwa berdasarkan alat yang dipergunakan, penyaradan dapat dibedakan menjadi :

1. Sistem manual, yang terdiri dari kuda-kuda, dipikul, dan disarad dengan hewan.

2. Sistem mekanis, yang terdiri dari traktor dan kabel.

Conway (1976) menyatakan bahwa berbagai cara penyaradan yang dipilih sangat tergantung pada beberapa faktor, antara lain kerapatan tegakan dan ketebalan tumbuhan bawah. Penyaradan kayu dengan traktor saat ini banyak dipakai dimana-mana, hal ini karena traktor memiliki kelebihan dibandingkan dengan sistem penyaradan yang lain. Kelebihan traktor dibandingkan alat sarad lainnya (Sastrodimedjo, 1992) :

1. Dibandingkan dengan tenaga hewan dan manusia, traktor dapat bekerja dalam waktu yang lama dan terus menerus pada daerah yang curam

2. Tekanan kaki manusia dewasa adalah 1,6 lb/cm2 atau 0,73 kg/cm2 sedangkan traktor berban karet hanya 0,64 lb/cm2 atau 0,29 kg/cm2.

3. Daerah-daerah yang lembek tanahnya atau berair, dapat digunakan traktor berban besi dengan rantai lebar, yang dikenal dengan istilah Low Ground Pressure Tractor.

4. Dibandingkan dengan sistem kabel, penyaradan dengan menggunakan traktor menimbulkan kerusakan tinggal lebih kecil

5. Sesuai dengan konstruksinya, titik berat traktor berban rantai lebih rendah dibandingkan dengan traktor berban karet.

Conway (1976) menyatakan bahwa traktor berban karet sangat cocok untuk menyarad di hutan berkerapatan rendah, dengan ukuran kayu tidak terlalu besar dan bisa menyarad kayu tertentu dengan kecepatan dua kali traktor berban


(20)

rantai. Hal ini memungkinkan operator mampu menyarad dengan jarak yang lebih jauh dan mampu pula mengumpulkan log lebih banyak.

Traktor berban rantai mampu beroperasi dengan memuaskan pada areal dengan kelerengan sampai 40%. Traktor ini selain digunakan untuk membuat jalan dan membuat TPn digunakan juga untuk membuat jalan sarad. Meskipun alat ini serbaguna dan mampu mengatasi medan dengan topografi berat tapi gerakannya relatif lamban. Traktor berban rantai tidak ekonomis bila digunakan di hutan yang mempunyai tegakan jarang atau dengan diameter tegakan yang relatif kecil. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas penyaradan menurut Sastrodimedjo (1992) antara lain adalah kekuatan mesin, jumlah dan ukuran kayu yang tersedia, topografi, iklim dan keterampilan pelaksana.

D.Keterbukaan Areal Hutan

Yanuar (1992) menyatakan bahwa kerusakan yang ditimbulkan oleh pohon-pohon yang ditebang bervariasi saat rebah ke tanah, tergantung besarnya tajuk, kedudukan pohon, arah rebah dan kerapatan tegakan. Luas areal yang terbuka ini disebabkan oleh kegiatan penebangan dan penyaradan. Luas areal yang terbuka akibat penebangan merupakan luasan daerah yang terbuka akibat penebangan pohon berikut rebahnya vegetasi lain akibat tertimpa pohon yang tumbang. Luas areal yang terbuka akibat penyaradan adalah luasan lahan yang terbuka akibat jejak traktor atau bekas lintasan batang kayu yang disarad. Pengukuran dilakukan dengan menghitung luasan permukaan tersebut dengan mengalikan panjang dan lebarnya.

Muhdi (2001) menyatakan bahwa faktor lereng mempunyai peranan penting pada pergeseran kayu saat dilakukan penyaradan berlangsung. Traktor menggunakan pisaunya untuk memperoleh jalan sarad yang lebih landai atau untuk mendorong kayu yang disarad. Kerapatan tegakan sangat mempengaruhi besarnya kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan hutan. Sularso (1996) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi luas keterbukaan areal akibat pemanenan yaitu kerapatan tegakan, kemiringan lereng, intensitas tebangan serta teknik pemanenan kayu.


(21)

E.Pembalakan Berdampak Rendah (Reduced Impact Logging / RIL)

Menurut Elias et al. (2001) RIL adalah suatu pendekatan sistematis dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap pemanenan kayu. RIL merupakan penyempurnaan praktek pembuatan jalan, penebangan dan penyaradan yang saat ini sudah ada. RIL memerlukan wawasan ke depan dan keterampilan yang baik dari para operatornya serta adanya kebijakan/policy tentang lingkungan yang mendukungnya. Nugraha et al. (2008) mengartikan RIL sebagai teknik pembalakan yang direncanakan secara intensif dengan sistem operasi lapangan menggunakan teknik pelaksanaan dan peralatan yang tepat serta diawasi secara terpadu untuk meminimalkan kerusakan tanah maupun kerusakan tegakan tinggal.

Tujuan penting RIL adalah :

1. Mengurangi kerusakan pada tegakan tinggal agar berada dalam kondisi yang baik dalam siklus tebang berikutnya.

2. Mengurangi besarnya kerusakan tanah.

3. Memelihara integritas serta kualitas sistem perairan di hutan dengan mengurangi perlintasan sungai, menon-aktifkan jalan sarad serta kegiatan pembalakan dan kegiatan lain yang dapat mengurangi erosi (Klassen 2005).

Tujuan RIL hanya akan dapat dicapai jika didahului oleh perencanaan yang baik. Perencanaan penebangan meliputi rencana pohon yang ditebang, rencana jalan sarad, rencana lokasi Tempat Penimbunan Kayu (TPn). Perencanaan ini nantinya akan dijadikan dasar dalam mengevaluasi kegiatan penebangan yang dilaksanakan. Menurut Klassen (2005) terdapat empat persyaratan dasar yang harus dipenuhi agar perencanaan pemanenan berjalan secara efektif, yaitu:

1. Peta kontur dan posisi pohon yang akurat.

2. Standar operasional yang berwawasan lingkungan untuk mempersiapkan kerangka kerja perencanaan.

3. Keterampilan teknik dasar untuk dapat menginterpretasikan peta dan standar yang telah ditetapkan.


(22)

F. Evaluasi Kegiatan Pemanenan

Menurut Klassen (2006), tujuan dari evaluasi pemanenan adalah untuk:

1. Memberikan ukuran keberhasilan dalam implementasi rencana pembalakan kepada pihak manajemen perusahaan.

2. Mengidentifikasi masalah dalam proses implementasi rencana pembalakan sesuai dengan standar RIL. Misalnya jalan sarad yang tidak perlu, zona penyangga yang dilanggar, pemotongan batang yang buruk, log yang ditinggalkan serta crossdrain yang tidak tepat dan sebagainya.

3. Mengidentifikasi area-area yang memerlukan tindakan pemulihan. Misalnya crossdrain, pembersihan penyeberangan pada sungai, dan identifikasi area-area yang perlu ditanam karena mengalami dampak pembalakan yang berat.


(23)

BAB III

METODOLOGI

A.Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di IUPHHK PT. Austral Byna, Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah dan dilakukan selama ± 4 bulan yaitu bulan Februari – Mei 2010.

B.Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan antara lain : alat tulis, pita ukur, clinometer dan GPS. Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: peta rencana pemanenan dan LHP (Laporan Hasil Produksi).

C.Prosedur Penelitian

Di IUPHHK-HA PT. Austral Byna pada Rencana Karya Tahunan (RKT) 2009 terdapat dua pelaksana kegiatan penyaradan yaitu pihak perusahaan dan mitra kerja. Pengambilan data dilaksanakan pada 8 petak tebang yang terdiri dari 4 petak yang dikerjakan pihak perusahaan dan 4 petak yang dikerjakan oleh mitra kerja dimana masing-masing petak tebang memiliki luas yang sama yaitu 100 Ha.

Keterangan :

Petak yang dikerjakan perusahaan Petak yang dikerjakan mitra kerja


(24)

1. Penentuan Efektifitas dan Efisiensi Kegiatan Penyaradan

a. Pengukuran Luas Keterbukaan Areal Akibat Penyaradan dan TPn

Luas areal yang terbuka akibat penyaradan adalah luas areal yang terbuka akibat jejak traktor atau bekas lintasan batang kayu yang disarad. Luas areal yang terbuka akibat penyaradan dapat ditentukan dengan mengukur panjang dan lebar jalan sarad, kemudian dihitung luas jalan sarad tersebut. Panjang sarad didapat

dari tracking di sepanjang jalan sarad dengan bantuan GPS lalu mengolah data dari GPS tersebut dengan software Arc View 3.2 dan Microsoft Excel. Lebar jalan sarad diukur pada tiap trayek jalan sarad dengan menggunakan pita ukur pada interval jarak 20 m lalu dirata-ratakan untuk mendapatkan rata-rata lebar jalan sarad dari tiap trayek. Setelah mendapatkan nilai panjang jalan sarad dan rata-rata lebar jalan sarad akan didapatkan luasan daerah yang terbuka dengan satuan luas meter persegi (m2).

Pengukuran luas keterbukaan akibat TPn didapat dari melakukan tracking mengelilingi TPn dengan menggunakan GPS sehingga diketahui luasannya dalam satuan meter persegi (m2). Setelah mendapatkan luas keterbukaan areal akibat jalan sarad dan TPn, lalu dijumlahkan untuk mengetahui total luas keterbukaan areal akibat penyaradan dan TPn.

b. Efektifitas Pembuatan Rencana Penyaradan

Efektifitas jalan sarad adalah rasio realisasi dari jumlah pohon yang berhasil disarad dengan panjang jalan sarad dibagi dengan rasio rencana jumlah pohon yang disarad dengan rencana panjang jalan sarad. Pohon yang berhasil disarad dapat diartikan sebagai pohon yang disarad dari posisi pohon roboh dan sampai menuju TPn. Data jumlah pohon yang berhasil disarad didapat dari LHP (Laporan Hasil Produksi), karena pengambilan data untuk pembuatan LHP berasal dari TPn. Data rencana jumlah pohon yang akan disarad berasal dari jatah tebangan yang ada dalam RKT 2009. Perhitungan efektifitas penyaradan dapat diformulasikan sebagai berikut :


(25)

Keterangan :

Efe = Efektifitas jalan sarad (%)

ph1 = Realisasi jumlah pohon yg dapat disarad dalam satu petak (pohon) p1 = Realisasi panjang jalan sarad dalam satu petak (hm)

ph2 = Jumlah pohon yg direncanakan dapat disarad dalam satu petak (pohon) p2 = Panjang jalan sarad yang direncanakan dalam satu petak (hm)

Dilakukan juga evaluasi terhadap TPn untuk mengetahui sejauh mana kesesuaian pembuatan TPn berdasarkan rencana baik itu dari jumlah TPn maupun letak TPn di lapangan sehingga satuan dari kesesuaian pembuatan TPn ini berupa persentase (%). Data yang diperlukan dari tiap petak yaitu jumlah dan letak TPn dalam rencana dan realisasinya. Kesesuaian jumlah TPn dari tiap petak didapat dari perbandingan antara jumlah TPn dari realisasi dengan rencananya sedangkan untuk kesesuaian letak TPn didapat dari perbandingan jumlah TPn yang letaknya sesuai dengan jumlah TPn yang telah dibuat di lapangan.

c. Efisiensi Kegiatan Penyaradan

Penilaian efisiensi jalan sarad merupakan perbandingan antara volume kayu yang dapat dikeluarkan dari satu petak tebang dengan panjang jalan sarad dalam satu petak tebang dan satuan untuk efisiensi jalan sarad yaitu m3/hm. Volume kayu yang dikeluarkan dalam satu petak tebang didapat dari LHP. Perhitungan efesiensi penyaradan dapat diformulasikan sebagai berikut :

Keterangan :

Efi = Efisiensi jalan sarad (m3/hm)

v = volume kayu yang dapat dikeluarkan dalam satu petak tebang (m3) p = panjang jalan sarad dalam satu petak (hm)


(26)

2. Penerapan Kaidah RIL dalam Kegiatan Penyaradan

Pengambilan data penilaian penerapan kaidah RIL dalam kegiatan penyaradan dilakukan dengan observasi langsung ke areal bekas penyaradan pada petak yang sama dengan sebelumnya yaitu 4 petak yang dikerjakan sendiri dan 4 petak yang dikerjakan pihak lain. Pengambilan data lapangan hanya dilakukan pada salah satu TPn dari masing-masing petak yang dipilih berdasarkan pertimbangan letaknya yang mudah diambil untuk pengambilan data. Parameter yang diambil untuk mengetahui penerapan kaidah RIL dalam kegiatan penyaradan, antara lain :

a. Peta perencanaan pemanenan b. Kelengkapan regu sarad c. Konstruksi jalan sarad d. Kegiatan pasca pemanenan


(27)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

A.Sejarah Pemanfaatan Hutan

Pengelolaan IUPHHK PT. Austral Byna ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pertanian berupa Forestry Agreement (FA) No. FA/J/080/IX/73 tanggal 9 April 1969 dan SK HPH No. 635/Kpts/Um/X/74 tanggal 2 Oktober 1974 dengan luas 370.000 ha yang merupakan hasil penggabungan dari 2 HPH yaitu PT. Yuling Byna Corporation dan PT. Byna Harapan.

HPH PT. Yuling Byna Corporation ditetapkan berdasarkan Forestry Agreement (FA) No. FA/IV/007/IX/69 tanggal 9 April 1969 dan SK HPH No. 446/Kpts/Um/11/69 tanggal 13 November 1969 dengan luas 150.000 ha. Sedangkan PT. Byna Harapan ditetapkan berdasarkan Forestry Agreement (FA) No. FA/11/004/70/71 dan SK HPH No. 407/Kpts/Um/9/71 tanggal 23 September 1971 dengan luas 70.000 ha, oleh karena itu dalam SK HPH No. 635/Kpts/Um/74 ditetapkan areal HPH. PT. Austral Byna seluas 370.000 ha, yang berlaku selama jangka waktu pengusahaan hutan 20 tahun, yaitu dari 13 November 1969 s.d. 12 November 1989. Areal tersebut dilaporkan adanya tumpang tindih dengan areal HPH PT. Indexim Utama Corporation seluas 70.000 ha, hingga kemudian pada tahun 1975 sesuai dengan Surat Direktorat Jenderal Kehutanan No. 3162/DJ/I/75 tanggal 20 November 1975 disetujui pemisahan areal HPH. PT. Indexim Utama Corporation, sehingga luas HPH. PT. Austral Byna menjadi 300.000 ha.

Sejak tahun 1979 IUPHHK PT. Austral Byna telah berubah status dari Penanaman Modal Asing (PMA) menjadi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), sehingga status perusahaan berubah menjadi seluruhnya modal dalam negeri (sesuai dengan Undang-Undang No. 6 tahun 11968 Jo. Undang-Undang No. 12 tahun 1970 tentang penanaman Modal Dalam Negeri). Perusahaan PMDN ini telah disetujui oleh BKPM dengan surat No. 19/V/1979 tanggal 3 Desember 1979.

Setelah jangka pengusahaan hutan selama 20 tahun pertama (13 November 1969 s.d. 12 November 1989). PT. Austral Byna memperoleh izin perpanjangan HPH(sekarang IUPHHK pada Hutan Alam) berdasarkan SK Menteri Kehutanan


(28)

No. 142/Kpts-II/93 tanggal 27 Februari 1993 untuk jangka waktu pengusahaan hutan 20 tahun berikutnya, terhitung dari tanggal 13 November 1989 sampai dengan 12 November 2009 dengan areal seluas 294.600 ha, yang termasuk kelompok hutan S. Teweh–S. Lahei dan S. Montallat–S. Sampirang di Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah. Terjadi pengurangan areal semula seluas 300.000 ha karena adanya pengurangan areal berupa hutan lindung seluas 500 ha dan 4.900 ha dialokasikan untuk HPHTI (sekarang IUPHHK pada Hutan Tanaman) Pola Transmigrasi PT. Purwa Permai yang dikeluarkan dari areal IUPHHK PT. Austral Byna.

Setelah jangka pengusahaan hutan berakhir kembali pada tanggal 12 November 2009. PT. Austral Byna memperoleh izin perpanjangan IUPHHK-HA berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 557/MENHUT-II/2009 tanggal 17 September 2009 untuk jangka waktu 45 tahun berikutnya, terhitung dari tanggal 12 November 2009 sampai dengan 12 November 2054, yang berlaku efektif sejak 12 November 2009 dengan luas areal 255.530 ha.

B.Letak dan Luas Areal

Areal IUPHHK-HA PT. AUSTRAL BYNA secara geografis berada antara posisi 0o 30’ – 1o 68’ LS dan 114o45’ – 115o 45’ BT. Secara administrasi pemerintahan termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Lahei, Teweh Timur dan Gunung Purei, Kabupaten Barito Utara dengan ibukota Muara Teweh – Provinsi Kalimantan Tengah dengan ibukota Palangkaraya. Areal IUPHHK tersebut termasuk ke dalam kelompok hutan S. Teweh – S. Lahei dan S. Montallat – S. Sempirang, termasuk kedalam BKPH Muara Teweh, KPH Murung Utara-Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah. Batas-batas luar areal IUPHHK PT. AUSTRAL BYNA tersebut adalah :

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Areal Kerja IUPHHK-HA PT. Wana Inti Kahuripan

Sebelah Timur : Berbatasan dengan IUPHHK-HA PT. Barito Putra dan IUPHHK-HA PT. Timber Dana, dan Hutan Lindung Sumhai Kendilo Gunung Ketam.


(29)

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan IUPHHK-HA PT. Indexim Utama, IUPHHK-HA PT. Sindo Lumber, dan IUPHHK-HA PT. Perwata Rimba.

Sebelah Barat : Berbatasan dengan IUPHHK-HA PT. Meranti Sembada, IUPHHK-HT PT. Rimba Berlian Hijau, IUPHHK-HT HTI PT. Purwa Permai, dan HGU PT. Ganda Utama.

Luas areal IUPHHK PT. Austral Byna adalah 255.530 ha. Menurut peta penataan areal kerja (PAK), luas areal efektif (areal bersih produksi) ada sekitar 210.290 ha yang terdiri atas areal THPB, TPTI, dan TPTII.

C.Topografi

Kondisi topografi areal IUPHHK PT. Austral Byna diperoleh dari peta bumi skala 1: 50.000 (BAKOSURTANAL 1985), yang kemudian dicek dengan survey topografi yang dilakukan dengan metoda jalur rintisan dengan interval 2 km. Dari kedua sumber data inilah selanjutnya dibuat Peta Kelas Lereng Areal IUPHHK PT. Austral Byna. Luasan setiap kelas lereng di areal IUPHHK PT. Austral Byna disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Distribusi kelas lereng di areal kerja IUPHHK PT. Austral Byna Kode Kelas Lereng (%) Topografi Luas %

A 0-8 Datar 53.171 21

B 8-15 Landai 20.298 8

C 15-25 Agak Curam 148.947 58

D 25-40 Curam 30.865 12

E >40 Sangat Curam 1.063 1

Sumber: Peta Rupa Bumi Skala 1: 50.000 (BAKOSURTANAL, 1985) dan Hasil Survey Lapangan (1994)

D.Iklim

Berdasarkan kriteria Schmidt & Ferguson, areal IUPHHK PT. Austral Byna termasuk dalam tipe iklim A dengan nilai Q berkisar 0 – 13%. Berdasarkan data dari Stasiun Meteorologi Bandara Beringin Muara Teweh, curah hujan bulanan tertinggi dalam kurun waktu 1992 – 2002 terjadi pada bulan November 2001. Sedangkan curah hujan terendah adalah 7 mm yang terjadi pada bulan November 1991. Jumlah hari hujan tahunan rata-rata adalah 212 hari, pernah terjadi pada


(30)

tahun 1992 dimana curah hujan hanya 120 hari yang terendah dalam kurun waktu 1992 – 2002 sedangkan yang tertinggi terjadi pada tahun 1995 dengan 247 hari hujan. Nilai curah hujan rata-rata dan hari hujan tahunan rata-ratanya disajikan pada Tabel 2.

Sesuai tipe iklimnya, areal IUPHHK PT. Austra Byna mempunyai curah hujan yang tinggi dengan persebaran yang hampir merata sepanjang tahun, artinya tidak terjadi musim kemarau atau bulan kering yang panjang. Jumlah hari hujan rata-rata bulanan tertinggi terjadi dalam bulan Desember dan terendah pada bulan Agustus. Mengingat seluruh areal IUPHHK PT. Austral Byna hanya terdiri dari satu tipe iklim yaitu A, maka tidak dilakukan pemetaan iklim terpisah melainkan satu Peta Hidrologi.

Rata-rata suhu udara tertinggi dalam kurun waktu sepuluh tahun (1992 – 2002) terjadi pada bulan Mei yakni 26,8°C (Tabel 2). Secara umum daerah ini termasuk lembab, sehingga tidak rawan terhadap kebakaran hutan.

Tabel 2 Keadaan iklim di areal IUPHHK PT. Austral Byna Bulan Curah Hujan

(mm) Hari Hujan (hari) Suhu (°C) Kelembaban (%) Kec. Angin (knot)

Januari 294 19 26,1 85 0,23

Februari 254 18 26,1 84 0,24

Maret 285 19 26,1 85 0,3

April 325 19 26,1 84 0,26

Mei 283 19 26,8 85 0,2

Juni 141 13 26,5 84 0,2

Juli 170 14 26,9 85 0,2

Agustus 105 11 26,2 83 0,23

September 159 12 26,3 83 0,26

Oktober 251 17 26,7 83 0,26

November 327 20 26,3 85 0,24

Desember 321 22 26,3 85 0,24

Jumlah 2.195 203 - - -

Rata-rata 183 17 26,3 84,25 0,24

Sumber: Stasiun Bandara Beringin, Muara Teweh (1992 – 2002)

E.Keadaan Hutan

Hutan areal IUPHHK PT. Austral Byna termasuk ke dalam hutan tropika basah dataran rendah. Bentuk vegetasinya merupakan areal hutan bekas tebangan dan non hutan dengan luasan seperti disajikan pada Tabel 3.


(31)

Tabel 3 Luasan bentuk vegetasi di areal IUPHHK-HA PT. Austral Byna No Bentuk Vegetasi

Luas

ha %

1 Hutan Bekas Tebangan 156.091 61,10

2 Non Hutan 94.390 36,93

3 Tertutup Awan 5.049 1,97

Jumlah 255.530 100

Sumber: Fungsi dan kondisi hutan PT. Austral Byna, http://www.australbyna.co.id/index.php? option=com_content&view=article&id=51&Itemid=13 [10 Januari 2011]

F. Sosial Ekonomi

Di sekitar areal IUPHHK-HA PT. Austral Byna terdapat beberapa desa, diantaranya Desa Hajak, Desa Sabuh, Desa Kandui dan Desa Montallat. Kecamatan-kecamatan yang terletak di dalam dan di sekitar areal PT. Austral Byna adalah Kecamatan Montallat, Gunung Timang, Teweh Timur, Teweh Tengah, Gunung Purui dan Lahei yang termasuk Kabupaten Barito Utara Provinsi Kalimantan Tengah.

Jumlah penduduk di kecamatan-kecamatan tersebut pada tahun 2006 adalah 112.091 jiwa terdiri dari 51,75% laki-laki (57.444 jiwa) dan 48,75% perempuan (54.647 jiwa) yang tergabung dalam 26.296 KK. Berdasarkan luas wilayah dibanding dengan jumlah penduduk yang ada kepadatan penduduk Barito Utara tergolong jarang, yaitu sekitar 14 orang/km2.

Pekerjaan utama sebagian besar penduduk di sekitar IUPHHK HA PT. Austral Byna adalah sebagai petani/peladang dengan persentase 31,56% sebanyak 35.376 jiwa.

G.Pengusahaan Hutan

Sistem pemanenan hutan yang diterapkan PT. Austral Byna adalah sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), akan tetapi mulai tahun 2007 PT. Austral Byna juga melaksanakan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) / Silvikultur Intensif (SILIN). Oleh karena itu, sistem yang diterapkan di PT. Austral Byna ini ada dua sistem yaitu TPTI dan TPTII.

Sistem pemanenan yang dilakukan di PT. Austral Byna adalah sistem pemanenan secara mekanis, artinya semua kegiatan dilaksanakan dengan


(32)

menggunakan bantuan mesin. Pada RKT 2009, sistem yang digunakan yaitu TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia).

Kegiatan penebangan pada RKT 2009 dilaksanakan oleh dua pihak yaitu PT. Austral Byna dan mitra kerja. Petak tebang yang dikerjakan oleh PT. Austral Byna sebanyak 34 Petak dan 6 petak sisanya dikerjakan oleh mitra kerja. Penebangan dilaksanakan oleh regu tebang yang terdiri dari satu orang chainsawman dan satu orang pembantu (helper). Setelah penebangan selesai dan sebelum dilakukan kegiatan penyaradan petak tebang tersebut akan diperiksa oleh mandor blok produksi untuk mengetahui apakah kayu yang ditebang telah sesuai dengan yang direncanakan.

Kegiatan penyaradan di PT. Austral Byna dilakukan dengan menggunakan traktor. Pelaksanaan penyaradan dimulai dengan terlebih dahulu helper masuk ke dalam petak tebang untuk mencari letak kayu yang sudah ditebang baru kemudian operator traktor melakukan kegiatan penyaradan kayu. Kegiatan penyaradan ini juga sangat tergantung cuaca, hal ini disebabkan kondisi lapangan yang cukup sulit dan juga untuk menghindari pemadatan tanah serta kerusakan tegakan.

Pengangkutan dilakukan setelah penyaradan dan pemuatan. Alat angkut yang digunakan perusahaan untuk kegiatan ini adalah logging truck. Kegiatan pengangkutan dilakukan setelah semua kayu disarad ke TPn, pengangkutan juga sangat bergantung pada cuaca dan jalan angkutan.

Jenis-jenis kayu komersial di PT. Austral Byna antara lain Balau (Shorea atrinervosa), Bangkirai (Shorea leavifolia), Binuang (Octomeles sp), Cengal (Neobalanocarpus heimii), Jabon (Anthocepalus cadamba), Kapur (Dryobalanops aromatica), Kapur Naga (Callopyllum soullattri), Keruing (Dipterocarpus borneensis), Kulim (Scodocarpus borneensis), Melapi (Shorea atrinerfosa), Meranti Tembaga (Shorea leprosula), Meranti Kuning (Shorea hopeifolia), Mersawa (Anisoptera curtisii), dan Nyatoh (Palaquium scholaris). Kayu hasil pemanenan dialokasikan untuk kebutuhan industri sendiri yaitu industri plywood dan sawmill.


(33)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Pelaksanaan Kegiatan Penyaradan di PT. Austral Byna

Kegiatan penyaradan pada RKT 2009 di PT. Austral Byna dilakukan oleh dua pihak, yaitu pihak perusahaan dan mitra kerja. Alat yang digunakan dalam penyaradan yaitu crawler tractor yang dioperasikan oleh 1 regu sarad yang terdiri dari 1 operator traktor yang dibantu oleh 1 orang helper. Langkah-langkah pembuatan TPn dan penyaradan yaitu :

1. Regu sarad berangkat dari camp produksi terdekat menuju petak tebang yang ditentukan.

2. Regu sarad akan mencari lokasi yang sesuai untuk membuat TPn dengan mempertimbangkan usulan dari bagian survei produksi.

3. Membuka lokasi tersebut dengan merobohkan pohon-pohon yang ada dengan cara menabrakkan pisau traktornya.

4. Setelah areal terbuka, traktor membersihkan puing-puing batang pohon yang berserakan dengan mengeruk tanah (memakai pisau) ke bagian sisi-sisi areal TPn. Pembersihan tersebut sekaligus juga meratakan tanah agar lebih datar. 5. Traktor lalu membuka jalan baru untuk mencapai kayu yang dituju. Pisau

traktor digunakan untuk merobohkan vegetasi yang akan menjadi jalan sarad. Jika menghadapi daerah yang curam, operator traktor melakukan perhitungan berdasarkan pengalamannya untuk memilih antara menerobos secara tegak lurus kontur atau memutar mencari daerah yang lebih landai.

6. Saat mencapai ke kayu rebah yang dituju, traktor menggeser posisi kayu agar lebih mudah untuk disarad.

7. Traktor akan berputar agar posisi traktor membelakangi kayu yang akan disarad, karena kabel choker terdapat di bagian belakang traktor. Jika kayu tersebut terdapat di daerah yang miring, traktor akan berputar pada tempat yang tidak miring di jalan sarad agar traktor tidak terbalik.

8. Operator mengulur kabel choker untuk memudahkan helper menarik dan mengalungkan kabel choker tersebut pada kayu yang akan disarad.


(34)

9. Traktor bergerak maju mengikuti jalan sarad yang telah terbuka. Pada jarak tertentu, traktor akan berhenti dan menggulung kabel choker agar kayu tertarik keluar dari posisi awal. Jika kondisi tanah datar, traktor akan menyarad kayu dengan kabel choker yang tergulung sehingga kayu bergerak mengikuti pergerakan badan traktor. Jika daerahnya cukup curam, traktor akan bergerak maju tanpa menarik kayu dengan cara mengendurkan kabel choker. Pada jarak tertentu traktor akan berhenti dan menarik kabel choker hingga kayu tersarad. Hal ini juga dilakukan jika menyarad kayu dengan volume besar walaupun pada kondisi tanah yang datar.

10. Setelah sampai di TPn, kayu disimpan di tempat yang kosong dan helper melepas choker dari kayu. Traktor kemudian menguliti kulit kayu tersebut (jika perlu) dengan menggunakan pisaunya yang menyisir sisi atas/samping kayu. Tidak jarang pula traktor menggunakan rantai rodanya yang digesekan ke sisi samping kayu.

B.Efektifitas dan Efisiensi Penyaradan

1. Luas Keterbukaan Areal Akibat Penyaradan dan TPn

Luas keterbukaan areal akibat kegiatan penyaradan dapat diketahui dengan menjumlahkan luas jalan sarad dengan luas TPn. Luas jalan sarad diketahui dari pengukuran panjang jalan sarad dan lebar rata-rata jalan sarad. Perbandingan antara rencana dan realisasi panjang jalan sarad pada petak yang dikerjakan oleh perusahaan disajikan dalam Tabel 4 dan luas keterbukaan akibat penyaradan tercantum dalam Tabel 5.

Tabel 4 Panjang dan lebar rata-rata jalan sarad dari rencana dan realisasi pada petak yang dikerjakan perusahaan

No Petak Rencana panjang jalan sarad (m) Realisasi panjang jalan sarad (m) Persentase realisasi panjang jalan sarad

terhadap rencananya (%) Selisih total panjang jalan sarad (m) Realisasi lebar rata-rata jalan sarad (m)

CU 46 9943,24 8059,62 81,06 1883,63 4,51

CU 47 12498,40 8164,99 65,33 4333,41 4,35

CU 48 7441,18 11623,19 156,20 4182,01 4,43

CV 46 8276,48 8578,17 103,65 301,69 4,52


(35)

Tabel 5 Luas keterbukaan areal akibat penyaradan yang dikerjakan perusahaan No Petak Jalan sarad (m2) TPn (m2) Total

m2 %

CU 46 36348,87 7006,71 43355,58 4,34

CU 47 35517,71 7217,24 42734,95 4,27

CU 48 51490,74 10884,37 62375,11 6,24

CV 46 34660,62 6512,57 41173,19 4,12

Rata-rata 39504,49 7905,22 47409,71 4,74

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa semua realisasi panjang jalan sarad tidak ada yang sama persis dengan rencananya dengan selisih yang cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa jalan sarad yang dibuat belum berpedoman pada rencana penyaradan. Luas keterbukaan areal akibat jalan sarad dan TPn yang tercantum pada Tabel 5 menunjukkan bahwa luas keterbukaan yang terjadi memiliki nilai yang beragam, dan luas keterbukaan terbesar terjadi pada petak CU 48 sebesar 62.375,11 m2. Beragamnya nilai keterbukaan areal ini dikarenakan beberapa faktor seperti kondisi topografi, jumlah pohon yang disarad dan letak pohon yang disarad. Kondisi topografi yang relatif curam menyebabkan pembuatan jalan sarad yang lebih panjang dibanding yang datar. Semakin banyak pohon dan jauh jarak antar pohon akan membuat semakin panjang jalan sarad yang dibuat sehingga semakin luas TPn yang dibuat untuk menampung kayu yang disarad.

Tabel 6 Panjang dan lebar rata-rata jalan sarad dari rencana dan realisasi pada petak yang dikerjakan mitra kerja

No Petak Rencana panjang jalan sarad (m) Realisasi panjang jalan sarad (m) Persentase realisasi panjang jalan sarad

terhadap rencananya (%) Selisih total panjang jalan sarad (m) Realisasi lebar rata-rata jalan sarad (m)

DA 46 2557,20 2490,32 97,39 66,87 4,50

DA 47 8297,45 6639,57 80,02 1657,88 4,44

DB 46 8368,05 8334,37 99,60 33,69 4,55

DB 47 12449,74 12519,01 100,56 69,27 4,63


(36)

Tabel 7 Luas keterbukaan areal akibat penyaradan yang dikerjakan mitra kerja No Petak Jalan sarad (m2) TPn (m2) Total

m2 %

DA 46 11206,46 3828,48 15034,94 1,50

DA 47 29479,68 7122,14 36601,82 3,66

DB 46 37921,37 7357,06 45278,42 4,53

DB 47 57963,02 8397,79 66360,81 6,64

Rata-rata 34142,63 6676,37 40819,00 4,08

Total panjang jalan sarad pada petak yang dikerjakan oleh mitra kerja yang tercantum pada Tabel 6 menunjukkan bahwa semua realisasi panjang jalan sarad tidak ada yang sama persis dengan rencananya namun selisihnya tidak sebesar pada petak yang dikerjakan oleh perusahaan. Luas keterbukaan areal akibat jalan sarad dan TPn yang tercantum pada Tabel 7 menunjukkan bahwa untuk luas keterbukaan terbesar terjadi pada petak DB 46 sebesar 66.360,81 m2, namun itu berbeda jauh dengan petak DA 46 yang luas keterbukaan arealnya hanya 15.034,94 m2 hal ini terjadi karena pengerjaan kegiatan penebangan pada petak DA 46 terbatasi waktu dari izin penebangan untuk RKT tahun 2009 sehingga kegiatan penebangannya tidak selesai 100%.

Tabel 8 Rekapitulasi perhitungan luas keterbukaan pada petak yang dikerjakan perusahaan dan mitra kerja

No Parameter Perusahaan Mitra kerja

1 Rata-rata selisih panjang jalan sarad (m) 2675,19 456,93

2 Rata-rata lebar jalan sarad (m) 4,45 4,53

3 Rata-rata keterbukaan areal jalan sarad (m2) 39504,49 34142,63 4 Rata-rata keterbukaan areal TPn (m2) 7905,22 6676,37 5 Rata-rata keterbukaan areal (m2) 47409,71 40819,00

Berdasarkan Tabel 8 untuk rata-rata selisih panjang jalan sarad pada petak yang dikerjakan oleh perusahaan jauh lebih besar dibandingkan yang dikerjakan oleh mitra kerja, yaitu 2.675,19 m dibanding 456,93 m. Lebar rata-rata jalan sarad pada petak yang dikerjakan oleh perusahaan lebih kecil dibanding yang dikerjakan oleh mitra kerja, yaitu 4,45 m dibanding 4,53 m. Bila dibandingkan dengan standar dari pedoman RIL, baik perusahaan maupun mitra kerja belum memenuhi standar dari RIL dimana lebar jalan sarad yang diperbolehkan maksimal 4 m.


(37)

Rata-rata luas keterbukaan areal akibat penyaradan yang dilakukan perusahaan lebih besar dibandingkan yang dilakukan oleh mitra kerja.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nasution (2009) di PT. Austral Byna namun pada RKT yang berbeda menunjukkan rata-rata luas keterbukaan areal akibat penyaradan sebesar 46.083,01 m2. Apabila dibandingkan dengan luas keterbukaan areal yang dilakukan pada RKT 2009 dapat dilihat bahwa perbedaannya tidak terlalu jauh. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada perubahan signifikan dalam teknik kegiatan penyaradan dibanding sebelumnya.

2. Efektifitas Pembuatan Rencana Penyaradan

Nilai efektifitas jalan sarad menunjukkan rasio realisasi dari jumlah pohon yang berhasil disarad dengan panjang jalan sarad yang dibuat sesuai dengan rasio rencananya. Semakin besar persentase yang dicapai maka semakin tinggi juga efektifitas dan kesesuaiannya dengan rencana, namun bila nilainya lebih dari 100% menunjukkan rasio realisasi jumlah pohon yang disarad dengan realisasi panjang jalan sarad lebih besar dibanding rasio rencananya. Hasil dari perhitungan efektifitas jalan sarad dari tiap petak yang kegiatan penyaradannya dikerjakan oleh perusahaan maupun mitra kerja tercantum pada Tabel 9.

Tabel 9 Efektifitas jalan sarad dari tiap petak No

Perusahaan Mitra Kerja

Petak Efektifitas Jalan

Sarad(%) Petak

Efektifitas Jalan Sarad(%)

1 CU 46 123,37 DA 46 21,53

2 CU 47 153,07 DA 47 66,84

3 CU 48 45,37 DB 46 67,10

4 CV 46 11,34 DB 47 99,45

Rata-rata 83,29 63,73

Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa rata-rata efektifitas pembuatan jalan sarad yang dikerjakan oleh perusahaan lebih besar dibanding dengan yang dikerjakan oleh mitra kerja. Hal itu terjadi karena pada petak yang dikerjakan perusahaan terdapat 2 petak yang memiliki nilai efektifitas lebih dari 100%, namun untuk ukuran petak terkecil nilai efektifitasnya terdapat pada petak yang


(38)

dikerjakan oleh perusahaan yaitu petak CV 46 sebesar 11,34%. Sangat kecilnya nilai efektifitas ini dikarenakan pohon yang berhasil disarad pada petak CV 46 berbeda jauh dari yang direncanakan untuk disarad namun memiliki realisasi panjang jalan sarad tidak berbeda jauh dengan rencananya. Besarnya nilai ekeftifitas pada petak CU 46 dan CU 47 karena semua pohon yang direncanakan berhasil disarad sampai ke TPn, namun realisasi pembuatan jalan sarad lebih pendek dibandingkan rencananya.

Evaluasi terhadap TPn dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kesesuaian pembuatan TPn berdasarkan rencana baik itu dari jumlah TPn maupun letak TPn di lapangan. Hasil dari evaluasi TPn dalam petak yang dikerjakan oleh perusahaan disajikan dalam Tabel 10 dan Tabel 11 untuk petak yang dikerjakan oleh mitra kerja.

Tabel 10 Jumlah dan kesesuaian letak TPn dari rencana dengan realisasi pada petak yang dikerjakan oleh perusahaan

No Petak Jumlah Tpn Kesesuaian letak TPn Persentase kesesuaian (%) Rencana Realisasi Sesuai Tidak Jumlah Letak

CU 46 4 5 1 4 125 20

CU 47 5 6 2 4 120 33,33

CU 48 5 6 1 5 120 16,67

CV 46 4 6 1 5 150 16,67

Jumlah 18 23 5 18 127,78 21,74

Tabel 11 Jumlah dan kesesuaian letak TPn dari rencana dengan realisasi pada petak yang dikerjakan oleh mitra kerja

No Petak Jumlah Tpn Kesesuaian letak TPn Persentase kesesuaian (%) Rencana Realisasi Sesuai Tidak Jumlah Letak

DA 46 2 2 1 1 100 50

DA 47 5 7 1 6 140 14,28

DB 46 5 4 2 2 80 50

DB 47 5 8 4 4 160 50

Jumlah 17 21 8 13 123,53 38,10

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa realisasi pembuatan TPn pada tiap petak yang dikerjakan oleh perusahaan lebih banyak dibanding rencananya. Berbeda dengan yang dikerjakan oleh mitra kerja (Tabel 11) yaitu hanya 2 petak


(39)

yang realisasi jumlah TPn lebih banyak, dengan 1 petak sesuai jumlahnya dan 1 petak lagi lebih sedikit jumlah TPn pada realisasinya. Kesesuaian letak TPn yang terlihat dalam Tabel 10 dan Tabel 11 menunjukkan bahwa pembuatan TPn yang dilakukan oleh mitra kerja lebih banyak yang sesuai letaknya dibandingkan yang dilakukan oleh perusahaan. Pembuatan TPn yang dilakukan oleh mitra kerja dari 21 yang dibuat hanya terdapat 8 TPn yang letaknya sesuai dengan rencana.

Perbedaan yang cukup jauh antara realisasi dengan rencana yang terjadi pada pembuatan TPn baik itu yang dilakukan oleh perusahaan maupun mitra kerja dikarenakan regu sarad dalam pembuatan TPn tidak membawa peta perencanaan pemanenan. Tidak dibawanya peta perencanaan pemanenan juga mengakibatkan perbedaaan rute atau trayek jalan sarad. Untuk lebih jelasnya perbedaan antara rencana dengan realisasi jalan sarad dan TPn dapat dilihat pada peta realisasi penyaradan dari tiap petak (Lampiran 2 – Lampiran 11).

3. Efisiensi Kegiatan Penyaradan

Penilaian efisiensi jalan sarad merupakan perbandingan antara volume kayu yang dapat dikeluarkan dari satu petak tebang dengan panjang jalan sarad dalam satu petak tebang (m3/hm). Semakin besar nilai yang didapat menunjukkan semakin efisien jalan sarad yang dibuat oleh operator traktor. Semakin efisien jalan sarad dibuat akan meminimalkan dampak kegiatan penyaradan terhadap keterbukaan areal dan tegakan tinggal. Nilai efisiensi jalan sarad dari petak yang dikerjakan oleh perusahaan maupun mitra kerja disajikan dalam Tabel 12.

Tabel 12 Efisiensi jalan sarad dari tiap petak No

Perusahaan Mitra Kerja

Petak Efisiensi Jalan

Sarad(m3/hm) Petak

Efisiensi Jalan Sarad(m3/hm)

1 CU 46 44,31 DA 46 35,47

2 CU 47 77,58 DA 47 28,83

3 CU 48 31,26 DB 46 37,20

4 CV 46 6,37 DB 47 25,45

Rata-rata 39,88 31,74

Dilihat dari nilai rata-rata efisiensi jalan sarad yang tercantum dalam Tabel 12 maka pembuatan jalan sarad yang dilakukan oleh perusahaan lebih efisien


(40)

dibanding mitra kerja. Akan tetapi, tidak berarti semua petak yang dikerjakan oleh perusahaan lebih efisien karena untuk ukuran petak yang nilai efisiensinya paling kecil terjadi pada petak yang dikerjakan oleh perusahaan yaitu petak CV 46 sebesar 6,37 m3/hm.

Nilai efisiensi jalan sarad yang beragam dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu faktor posisi antar pohon yang akan disarad. Jika dalam satu petak tebang posisi antar pohonnya berjauhan maka akan semakin banyak jalan sarad yang dibuat sehingga nilai efisiensi akan menjadi rendah. Jika posisi pohonnya berdekatan, jalan sarad yang dibuat semakin sedikit karena regu sarad akan menyarad kayu tanpa terlalu banyak membuat jalan sarad baru. Nilai efisiensi juga dipengaruhi oleh keterampilan operator traktor dan faktor alam seperti pertemuan dengan lembah atau sungai.

C.Penerapan Kaidah RIL (Reduced Impact Logging) 1. Peta Perencanaan Pemanenan

Menurut Elias et al. (2001) terdapat 7 informasi penting yang harus tersaji dalam peta perencanaan pemanenan pada RIL. Adapun informasi yang harus ada menurut pedoman RIL dan informasi yang terdapat pada peta perencanaan pemanenan di PT. Austral Byna dapat dilihat di Tabel 13.

Tabel 13 Informasi yang terdapat pada peta perencanaan pemanenan di PT. Austral Byna

No Informasi dari peta perencanaan pemanenan Keterangan

1 Skala 1:2000 – 1:1000 Skala 1:1500

2 Garis kontur dengan interval 5-10 m Tidak ada 3 Jaringan jalan yang sudah ada Ada 4 Jaringan jalan sarad dan arah penyaradan Ada

5 Lokasi pohon Ada

6 Rencana arah rebah pohon Tidak ada

7 Sempadan sungai Ada

Berdasarkan Tabel 13 diketahui bahwa dari 7 informasi yang seharusnya ada tidak terdapat informasi garis kontur dan rencana arah rebah pohon pada peta perencanaan pemanenan yang dibuat oleh PT. Austral Byna. Tidak adanya informasi garis kontur akan membuat pembaca peta tersebut tidak dapat mengetahui kondisi topografi di lapangan. Dengan adanya arah rebah pohon yang


(41)

baik yaitu yang mendekati atau menjauhi jalan sarad dengan membentuk sudut 300-450 atau rebah dalam posisi sejajar jalan sarad dengan arah yang berlawanan arah jalan sarad akan membuat penyaradan lebih efisien dari segi biaya bahan bakar traktor dan waktu kerja yang lebih cepat.

2. Kelengkapan Regu Sarad

Menurut Elias et al. (2001), dalam pedoman RIL ada sembilan perlengkapan standar yang harus dibawa oleh regu sarad. Perlengkapan tersebut bermanfaat untuk memudahkan dan melindungi regu sarad dari bahaya kecelakaan yang bisa saja terjadi ketika penyaradan berlangsung. Perlengkapan standar yang dibawa oleh regu sarad pada petak yang dikerjakan oleh perusahaan maupun mitra kerja disajikan dalam Tabel 14.

Tabel 14 Kelengkapan regu sarad pada petak yang dikerjakan oleh perusahaan dan mitra kerja

No Perlengkapan regu sarad Keterangan

1 Peta perencanaan pemanenan tidak bawa

2 Traktor ada

3 2-4 kabel choker bawa 1

4 2 pasang sepatu lapangan ada

5 2 buah topi lapangan ada

6 2 pasang sarung tangan ada

7 2 stel baju kerja lapangan ada

8 2 buah rantang ada

9 Galon berisi 5 liter air ada

Hasil evaluasi di lapangan terhadap regu sarad dari perusahaan atau mitra kerja didapat bahwa mereka tidak membawa semua perlengkapan standar yang seharusnya dibawa, yaitu peta perencanaan pemanenan dan hanya membawa satu buah kabel choker. Tidak dibawanya peta perencanaan pamanenan menyebabkan regu sarad membuat TPn dan jalan sarad hanya berdasarkan usulan dari tim survey produksi dengan mempertimbangkan lokasi pohon yang disarad dan kondisi topografi. Setiap menyarad tiap batang pohon, operator traktor akan survey terlebih dahulu ke lokasi rebahnya pohon baru memperkirakan jalan sarad yang akan dibuat.


(42)

3. Konstruksi Jalan Sarad

Penilaian pemenuhan kaidah RIL dalam konstruksi jalan sarad meliputi lebar jalan sarad, kemiringan jalan sarad dan jarak sarad. Menurut Elias et al. (2001) dalam pedoman RIL untuk lebar jalan sarad yaitu maksimal 4 m, kemiringan jalan sarad maksimal 45% dan jarak sarad maksimal 400 m. Hasil pengukuran dan perhitungan terhadap lebar, kemiringan dan jarak sarad yang dikerjakan oleh perusahaan disajikan dalam Tabel 15 dan Tabel 16 untuk yang dikerjakan oleh mitra kerja.

Tabel 15 Konstruksi jalan sarad pada petak yang dikerjakan oleh perusahaan No Petak No TPn Lebar rata-rata (m) Kemiringan rata-rata (%) Jarak sarad terpanjang (m) Jarak sarad terpendek (m)

CU 46 2 4,47 8,12 715,84 227,29

CU 47 6 4,50 9,82 *683,55 89,27

CU 48 1 4,70 10,49 583,36 19,25

CV 46 5 4,40 9,39 653,88 76,11

*) Keterangan : termasuk jalan angkut

Tabel 16 Konstruksi jalan sarad pada petak yang dikerjakan oleh mitra kerja No Petak No TPn Lebar rata-rata (m) Kemiringan rata-rata (%) Jarak sarad terpanjang (m) Jarak sarad terpendek (m)

DA 46 2 4,60 21,59 367,73 50,20

DA 47 4 4,30 11,80 311,22 154,25

DB 46 2 4,80 14,68 *776,52 51,96

DB 47 5 4,70 7,23 594,25 72,88

*) Keterangan : termasuk jalan angkut

Berdasarkan Tabel 15 dan Tabel 16 dapat diketahui bahwa rata-rata lebar jalan sarad dari tiap petak yang dikerjakan oleh perusahaan maupun mitra kerja lebih dari 4 m, hal ini masih belum memenuhi standar dari kaidah RIL dan mengakibatkan keterbukaan areal yang semakin besar serta meninggalkan tegakan tinggal yang rusak semakin banyak karena pergerakan traktor tersebut. Rata-rata kemiringan jalan sarad pada petak yang dikerjakan oleh perusahaan maupun mitra kerja sudah memenuhi standar RIL dengan tidak ada yang melebihi 45%, namun jika ditelusuri pada beberapa trayek jalan tersebut masih terdapat yang kemiringannya melebihi 45%. Hal ini terjadi karena pertimbangan dari operator


(43)

traktor untuk menarik kayu apabila tidak ada jalan lain sehingga harus membuat jalan pada kemiringan tersebut.

Jarak sarad yang dihitung yaitu jarak dari tunggak pohon rebah sampai ke TPn, jika ada jalan angkutan maka dimasukkan juga dalam perhitungan jarak sarad. Pada semua petak yang dikerjakan oleh perusahaan masih terdapat jarak sarad yang melebihi jarak sarad standar RIL, sedangkan pada petak yang dikerjakan oleh mitra kerja hanya 2 petak yang melebihi standar RIL. Masih terjadinya jarak sarad yang jauh melebihi standar dari RIL ini karena regu sarad masih belum berpedoman pada peta perencanaan pemanenan sehingga dalam pembuatan TPn dan jalan sarad hanya berdasarkan pengalaman.

4. Kegiatan Pasca Pemanenan

Kegiatan pasca pemanenan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan setelah proses pemanenan selesai untuk memperkecil dampak pemanenan serta memperbesar keuntungan ekonomis (Klassen 2006). Akan tetapi, pada penelitian ini hanya dibatasi pada kegiatan yang berkaitan dengan penyaradan. Adapun kegiatannya yaitu penutupan jalan sarad, penutupan TPn dan pembukaan jembatan sementara.

a. Penutupan Jalan Sarad

Kegiatan penutupan jalan sarad meliputi perataan ranting atau serasah pada jalan sarad dan pembuatan crossdrain. Kedua hal tersebut dibuat untuk mengurangi laju erosi pada permukaan jalan sarad. Hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa jalan sarad yang sudah tidak dipakai belum dilakukan perataan ranting atau serasaholeh regu sarad.

Menurut Klassen (2006), frekuensi pembuatan crossdrain tergantung pada kemiringan, curah hujan dan profil jalan sarad. Di sebagian besar kasus, operator traktor dengan mudah memilih tempat-tempat sebagai crossdrain namun untuk memudahkan operator traktor dibuat pedoman umum yaitu kelerengan kurang dari 10 % tidak diperlukan pembuatan crossdrain, kelerengan 10-20 % dibuat crossdrain setiap 30 m dan kelerengan lebih dari 20 % dibuat crossdrain setiap 20 m. Perbandingan jumlah crossdrain yang dibuat dengan jumlah crossdrain


(44)

yang seharusnya ada berdasarkan pedoman menurut Klassen (2006) disajikan pada Tabel 17 untuk petak yang dikerjakan perusahaan dan Tabel 18 untuk petak yang dikerjakan mitra kerja.

Tabel 17 Jumlah crossdrain pada petak yang dikerjakan perusahaan

No petak No TPn Jumlah crossdrain Kesesuaian jumlah crossdrain (%) Yang seharusnya ada Yang ditemukan

CU 46 2 38 38 100

CU 47 6 32 19 59,35

CU 48 1 44 31 70,45

CV 46 5 17 10 58,82

Jumlah 131 98 74,81

Tabel 18 Jumlah crossdrain pada petak yang dikerjakan mitra kerja

No Petak No TPn Jumlah Crossdrain Kesesuaian jumlah crossdrain (%) Yang seharusnya ada Yang ditemukan

DA 46 2 29 17 58,62

DA 47 4 19 13 68,42

DB 46 2 85 59 69,41

DB 47 5 30 29 96,67

Jumlah 163 118 72,39

Berdasarkan Tabel 17 dan Tabel 18 dapat diketahui bahwa jumlah crossdrain yang dibuat dalam petak pengamatan hampir semuanya belum sesuai dengan pedoman. Hanya terdapat satu petak yang sesuai dengan pedoman yaitu petak CU 46 yang dikerjakan oleh perusahaan. Dimensi atau bentuk crossdrain yang dibuat sedikit berbeda dengan bentuk crossdrain berdasarkan kaidah RIL menurut oleh Elias et al. (2001). Perbedaannya yaitu pada crossdrain yang dibuat oleh di PT. Austral Byna tidak terdapat cekungan dengan sudut 450 yang diarahkan ke dalam tegakan yang tidak rusak yang berfungsi untuk mengalihkan aliran air dari lintasan jalan sarad. Bentuknya juga sedikit berbeda, dimana crossdrain yang dibuat di PT. Austral Byna tidak terdapat sudetan atau parit, hanya membuat seperti tanggul yang tingginya sekitar 30-50 cm dari permukaan jalan sarad yang berarah dari TPn dan sekitar 30-100 cm dari arah sebaliknya. Pembuatan crossdrain yang tidak sesuai ini mengakibatkan pada beberapa


(45)

crossdrain terbongkar karena aliran air yang terus menerus mengikis tanggul tersebut (Gambar 3) sehingga erosi yang terjadi pada permukaan jalan sarad semakin besar. Pada Gambar 1 dan Gambar 2 dapat dilihat perbedaan bentuk crossdrain pada RIL dengan yang dibuat di PT. Austral Byna.

Gambar 2 Crossdrain menurut RIL.

Gambar 3 Crossdrain di PT. Austral Gambar 4 Crossdrain yang terkikis. Byna.

b. Penutupan TPn

Kegiatan yang dilakukan dalam penutupan TPn menurut Elias et al. (2001) antara lain pengembalian atas tanah dan serasah serta penyebaran kulit kayu di sekitar TPn, pembuatan saluran air dari TPn ke arah semak-semak sekitar TPn dan penanaman kembali di areal bekas TPn. Ketiga kegiatan tersebut dilakukan untuk mengurangi erosi permukaan dan mengembalikan kualitas tanah di areal TPn.

Kegiatan penutupan bekas TPn yang dilakukan di Austral Byna pada RKT 2009 baru dilakukan sebatas pengembalian lapisan atas tanah dan serasah serta penyebaran kulit kayu ke sekitar TPn. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas

Yang terkikis

Arah TPn Arah tunggak


(46)

tanah akibat pergerakan traktor maupun loader di TPn yang memadatkan tanah. Pembuatan saluran air dari TPn ke arah semak-semak sekitar TPn masih belum dilakukan sehingga jika hujan datang maka air hujan akan mengalir ke jalan sarad atau ke jalan utama. Akan tetapi di sekitar jalan angkutan didapat beberapa pembuatan saluran air ke arah hutan untuk mengurangi aliran air permukaan. Penanaman kembali pada TPn juga belum dilakukan, namun dari beberapa TPn yang ditemui sudah ditumbuhi beberapa anakan meranti yang tumbuh secara alami dengan tinggi 5-10 cm.

c. Pembukaan Jembatan Sementara

Kegiatan yang dilakukan dalam pembukaan jembatan sementara menurut Elias et al. (2001) antara lain mengangkat semua batang kayu dari alur/sungai kecil, mengangkat semua kayu yang dipakai untuk jembatan sementara sehingga air sungai mengalir dengan lancar dan membelokkan saluran air dengan membuat sudetan pada jalan sarad menuju ke dalam semak-semak. Jumlah pembuatan jembatan sementara pada 8 TPn yang ditemui hanya terdapat 3 buah jembatan. Jembatan tersebut dibuat karena pertemuan dengan sungai kecil dengan lebar 1-2 meter. Semua kayu yang dipakai dalam membuat ketiga jembatan tersebut diangkat kembali untuk melancarkan kembali aliran sungai. Meskipun demikian, masih terlihat ranting-ranting atau batang kayu akibat kegiatan penebangan dan penyaradan yang tertinggal dalam sungai dan menghambat aliran sungai. Tidak terdapat sudetan yang dibuat pada jalan sarad yang berdekatan dengan sungai sehingga laju air dalam jalan sarad langsung menuju sungai. Lokasi dan kondisi sungai setelah jembatan dibuka dapat dilihat dalam Tabel 19.

Tabel 19 Lokasi pembuatan jembatan sementara

No Petak No TPn No Trayek Keterangan

DA 47 4 1 Jembatan sementara sudah dibuka namun masih banyak ranting atau batang kayu yang terdapat di dalam sungai

DA 47 4 4 Jembatan sementara sudah dibuka namun masih banyak ranting atau batang kayu yang terdapat di dalam sungai

DB 46 2 27 Jembatan sementara sudah dibuka namun masih banyak ranting atau batang kayu yang terdapat di dalam sungai


(47)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Luas keterbukaan areal rata-rata pada petak yang dikerjakan oleh perusahaan lebih besar dibandingkan petak yang dikerjakan oleh mitra kerja, yaitu 4,74 % dibanding 4,08 %. Nilai efektifitas jalan sarad pada petak yang dikerjakan oleh perusahaan lebih besar dibandingkan petak yang dikerjakan oleh mitra kerja, yaitu 83,29% dibanding 62,73%. Nilai efisiensi jalan sarad pada petak yang dikerjakan oleh perusahaan lebih besar dibandingkan petak yang dikerjakan oleh mitra kerja yaitu 39,88 m3/hm dibanding 31,74 m3/hm.

Berdasarkan 4 parameter yang digunakan dalam pemenuhan kaidah RIL pada kegiatan penyaradan di PT. Austra Byna yang dilakukan oleh pihak perusahaan dan mitra kerja sudah berusaha untuk memenuhi kaidah RIL, akan tetapi masih ada beberapa kekurangan dalam memenuhi parameter tersebut. Kekurangannya yaitu peta rencana pemanenan yang tidak terdapat informasi mengenai garis kontur dan arah rebah pohon, tidak dibawanya peta perencanaan pemanenan oleh regu sarad, lebar rata-rata jalan sarad yang masih lebih dari 4 m, masih adanya jarak sarad yang lebih panjang dari 400 m, pembuatan crossdrain yang belum sesuai dari segi jumlah dan bentuknya, belum ada penanaman kembali di areal bekas TPn, dan pembukaan jembatan sementara belum mengangkat semua kayu dalam sungai.

B.Saran

1. Perusahaan perlu membuat peta perencanaan pemanenan yang terdapat informasi garis kontur sehingga bisa merencanakan penyaradan dengan lebih baik untuk mengefektifkan dari segi ekonomis dan mengurangi dampak kerusakan terhadap areal bekas pemanenan.

2. Operator traktor perlu diberi pelatihan mengenai teknik penyaradan yang baik menurut kaidah RIL.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Budiaman A. 1996. Dasar-dasar Teknik Pemanenan Kayu. Bogor : Fakultas Kehutanan IPB.

Conway S. 1976. Logging Practise. New York : Miller Freeman Publication Inc. Elias. 1997. Pembukaan Wilayah Hutan. Bogor : Fakultas Kehutanan IPB.

Elias, Applegate G, Kartawinata K, Machfudh, Klassen A. 2001. Pedoman Reduced Impact Logging Indonesia. Bogor : CIFOR.

Klassen AW. 2005. Pertimbangan dalam Merencanakan Pembalakan Berdampak Rendah. Jakarta : Tropical Forest Fondation.

__________. 2006. Pertimbangan Operasional Untuk Pembalakan Berdampak Rendah. Jakarta : Tropical Forest Foundation.

Muhdi. 2001. Studi Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu dengan Teknik Pemanenan Berdampak Rendah dan Konvensional di Hutan Alam (Studi Kasus di HPH PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana IPB.

Nasution AK. 2009. Keterbukaan Areal dan Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Kegiatan Penebangan dan Penyaradan (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan IPB.

Nugraha A, Priyadi H, Hasbillah, Gunarso P, Benyamin R. 2008. Pembalakan Ramah Lingkungan : Konsep dan Implementasi di Indonesia. Tangerang : Wana Aksara.

Nugroho B. 1995. Perencanaan Pemanenan Kayu. Bogor : Fakultas Kehutanan IPB.

Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Sastrodimedjo S. 1992. Eksploitasi Hutan I. Jakarta : Sekretariat Jenderal Departemen Kehutanan.

Sularso N. 1996. Analisis Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu Terkendali dan Konvensional pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana IPB

Yanuar DS. 1992. Studi Komposisi dan Struktur Tegakan Sebelum dan Sesudah Pemanenan Kayu dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) di Areal HPH PT. Kayu Pesaguan (Alas Kusuma Grup) Kalimantan Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan IPB.


(49)

(50)

(51)

(52)

(53)

(54)

(1)

Lampiran 12 (lanjutan)

Petak DA 46

No. TPn Panjang jalan sarad (m)

Rata-rata lebar jalan sarad (m)

Luas jalan sarad

(m2) Luas TPn (m 2

)

1 1466,47 4,40 6452,47 3136,35

2 1023,85 4,60 4709,72 692,13

Total 2490,32 11162,19 3828,48

Petak DA 47

No. TPn Panjang jalan sarad (m)

Rata-rata lebar jalan sarad (m)

Luas jalan sarad

(m2) Luas TPn (m 2

)

1 833,40 4,60 3833,65 1866,85

2 970,99 4,40 4272,36 826,71

3 1181,54 4,30 5080,61 1067,19

4 803,58 4,30 3455,41 1115,06

5 972,88 4,40 4280,65 711,62

6 1432,88 4,60 6591,25 913,46

7 444,30 4,50 1999,34 621,25

Total 6639,57 29513,27 7122,14

Petak DB 46

No. TPn Panjang jalan sarad (m)

Rata-rata lebar jalan sarad (m)

Luas jalan sarad

(m2) Luas TPn (m 2

)

1 1478,64 4,60 6801,73 1759,35

2 3442,28 4,8 16522,93 951,56

3 931,29 4,40 4097,672 2554,62

4 2482,16 4,40 10921,52 2091,52

Total 8334,37 38343,85 7357,05

Petak DB 47

No. TPn Panjang jalan sarad (m)

Rata-rata lebar jalan sarad (m)

Luas jalan sarad

(m2) Luas TPn (m 2

)

1 4439,60 5,00 22213,8 2828,67

2 2277,63 4,70 10704,8 674,58

3 437,89 4,40 1926,73 677,12

4 571,72 4,50 2572,73 624,10

5 1965,90 4,70 9239,73 932,11

6 619,01 4,40 2723,64 788,63

7 934,20 4,50 4203,9 585,71

8 1273,07 4,60 5856,12 1286,88


(2)

Petak CU 46 (TPn 2)

No trayek

Panjang jalan sarad

(m)

Lebar jalan sarad rata-rata

(m)

Kemiringan jalan sarad rata-rata

(m)

Jumlah Crossdrain

Yang dibuat

Yang seharusnya ada

1 453,65 4,50 8,00 5 0

2 24,48 4,40 12,00 0 1

3 163,84 4,20 6,75 1 0

4 308,25 4,20 13,60 6 10

5 8,54 4,10 11,00 0 0

6 227,29 4,70 10,27 4 8

7 473,79 4,20 11,05 8 16

8 9,95 4,90 1,00 0 0

9 514,62 4,30 5,56 6 0

10 28,75 4,70 1,00 0 0

11 131,26 4,70 3,57 2 0

12 31,82 4,80 16,50 1 1

13 45,75 4,50 12,50 1 2

14 159,29 4,00 4,00 3 0

15 13,49 4,40 1,00 0 0

16 54,16 4,40 8,50 0 0

17 32,59 4,70 18,00 1 1

18 50,00 4,50 6,00 0 0


(3)

Lampiran 13 (lanjutan)

Petak CU 47 (TPn 6)

No trayek

Panjang jalan sarad

(m)

Lebar jalan sarad rata-rata

(m)

Kemiringan jalan sarad rata-rata

(m)

Jumlah Crossdrain

Yang dibuat

Yang seharusnya ada

1 89,27 4,50 5,80 1 0

2 146,97 4,20 13,86 2 5

3 66,53 4,40 6,33 2 0

4 50,40 4,30 4,50 1 0

5 108,81 5,30 15,20 1 4

6 31,07 4,50 10,00 0 1

7 32,59 4,20 1,00 0 0

8 78,86 4,40 12,25 1 3

9 20,56 4,20 15,00 0 1

10 65,80 5,40 9,67 0 0

11 94,69 4,20 13,80 1 3

12 87,10 5,00 3,40 0 0

13 26,87 4,90 13,00 1 1

14 39,68 4,40 9,00 0 0

15 22,68 4,10 17,00 0 1

16 231,15 5,00 14,50 6 8

17 15,92 4,50 5,00 0 0

18 15,51 4,00 10,00 0 1

19 34,81 4,50 11,00 0 1

20 90,38 4,40 10,00 2 3

21 52,26 4,40 4,00 0 0

22 66,38 4,20 11,67 1 2

Petak CU 48 (TPn 1)

No trayek

Panjang jalan sarad

(m)

Lebar jalan sarad rata-rata

(m)

Kemiringan jalan sarad rata-rata

(m)

Jumlah Crossdrain

Yang dibuat

Yang seharusnya ada

1 462,08 5,50 12,43 10 15

2 131,10 5,20 15,00 3 4

3 32,17 4,50 7,00 0 0

4 364,35 5,00 12,28 7 12

5 196,45 4,60 7,50 3 0

6 53,48 4,40 5,00 1 0

7 16,12 4,50 1,00 1 0

8 20,02 4,30 10,00 1 1

9 116,19 4,60 12,67 0 4

10 74,64 4,70 23,67 1 2

11 53,48 4,30 11,50 2 2

12 19,25 4,90 5,00 0 0


(4)

Petak CV 46 (TPn 5)

No trayek

Panjang jalan sarad

(m)

Lebar jalan sarad rata-rata

(m)

Kemiringan jalan sarad rata-rata

(m)

Jumlah Crossdrain

Yang dibuat

Yang seharusnya ada

1 598,39 5,50 9,47 5 0

2 41,39 4,60 9,00 1 0

3 42,42 4,50 16,50 0 1

4 66,13 4,20 11,67 1 2

5 16,74 4,10 1,00 0 0

6 95,59 4,10 13,20 0 3

7 44,47 4,20 10,00 0 1

8 224,00 4,70 12,45 3 7

9 18,42 4,10 7,00 0 0

10 10,71 4,10 1,00 0 0

11 33,68 4,30 12,00 0 1

Petak DA 46 (TPn 2)

No trayek

Panjang jalan sarad

(m)

Lebar jalan sarad rata-rata

(m)

Kemiringan jalan sarad rata-rata

(m)

Jumlah Crossdrain

Yang dibuat

Yang seharusnya ada

1 115,61 4,90 12,60 3 4

2 47,71 4,60 8,50 0 0

3 55,99 4,50 45,00 1 2

4 42,51 4,20 29,00 1 1

5 25,98 4,60 15,00 0 1

6 84,27 4,50 12,25 2 3

7 95,89 5,50 9,67 0 0

8 22,89 4,60 35,00 1 1

9 161,12 4,80 26,50 3 5

10 59,25 4,60 18,00 1 2

11 53,78 4,40 16,67 0 2

12 31,76 4,70 40,00 1 1

13 112,23 4,60 27,33 2 4

14 44,89 4,40 27,50 1 1

15 49,98 4,50 15,50 1 2


(5)

Lampiran 13 (lanjutan)

Petak DA 47 (TPn 4)

No trayek

Panjang jalan sarad

(m)

Lebar jalan sarad rata-rata

(m)

Kemiringan jalan sarad rata-rata

(m)

Jumlah Crossdrain

Yang dibuat

Yang seharusnya ada

1 167,70 4,50 14,50 4 6

2 243,22 4,40 4,50 4 0

3 207,17 4,50 13,00 3 7

4 47,21 4,10 14,00 1 2

5 29,99 4,10 14,00 0 1

6 108,30 4,20 10,80 1 4

Petak DB 46 (TPn 2)

No trayek

Panjang jalan sarad

(m)

Lebar jalan sarad rata-rata

(m)

Kemiringan jalan sarad rata-rata

(m)

Jumlah Crossdrain

Yang dibuat

Yang seharusnya ada

1 226,12 5,90 18,91 6 8

2 70,32 5,60 30,33 2 2

3 60,33 4,20 2,50 1 0

4 16,87 4,40 23,00 0 1

5 47,73 4,60 13,50 1 2

6 411,72 6,20 29,35 9 14

7 51,95 4,80 6,00 0 0

8 54,86 4,20 15,00 1 2

9 221,29 5,00 8,18 3 0

10 28,04 4,20 12,00 0 1

11 177,76 5,40 7,88 4 0

12 238,65 4,90 19,00 4 8

13 55,46 4,20 16,50 0 2

14 15,41 4,40 16,00 1 1

15 33,18 4,50 3,00 1 0

16 8,73 4,00 5,00 0 0

17 229,65 5,00 6,45 6 0

18 41,30 4,00 26,00 0 1

19 100,31 5,50 15,20 2 3

20 328,26 6,60 12,88 6 11

21 8,92 4,20 15,00 0 0

22 34,77 4,20 12,00 0 1

23 21,93 4,60 8,00 0 0

24 7,22 4,60 1,00 0 0

25 23,79 4,40 10,00 0 1

26 102,72 4,90 27,20 1 3

27 371,21 5,30 25,88 5 12

28 67,85 4,60 34,00 0 2

29 92,35 4,50 32,00 0 3

30 223,42 5,30 11,09 6 7

31 38,63 4,60 4,00 0 0


(6)

Petak DB 47 (TPn 5)

No trayek

Panjang jalan sarad

(m)

Lebar jalan sarad rata-rata

(m)

Kemiringan jalan sarad rata-rata

(m)

Jumlah Crossdrain

Yang dibuat

Yang seharusnya ada

1 215,40 5,30 6,60 5 0

2 42,62 4,10 10,50 0 1

3 103,92 4,50 7,00 1 0

4 30,40 4,10 6,00 0 0

5 149,93 4,90 9,71 1 0

6 581,34 6,20 10,69 11 19

7 193,82 5,70 5,58 6 0

8 36,95 4,10 4,00 0 0

9 89,19 4,30 4,25 0 0

10 233,04 5,20 10,64 4 8

11 37,73 4,20 10,00 0 1

12 160,99 4,70 3,25 1 0

13 35,45 4,30 8,00 0 0