Latar Belakang Pertimbangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak (Studi Putusan No. 826/Pid.B/2007/PN.Mdn)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebelum lahirnya Balai Pemasyarakatan, di Indonesia telah dikenal jawatan Reklasering yang didirikan oleh pemerintahan Belanda pada tahun 1927, dengan Gouvermenta Besluit tanggal 5 Agustus 1927 yang berpusat di Departemen Van Justitie di Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur yang maksudnya untuk kesejahtraan orang-orang Belanda dan Indo yang memerlukan pembinaan khusus. Pemerintah Belanda pada saat itu memberi subsidi kepada badan Reklasering Swasta dan pra yuwana dan memberi tugas kepada sukarelawan perorangan Volunteer Probation Officer yang selanjutnya menjadi petugas tehnis pembinaan klien luar lembaga. 1 Kemudian pada tahun 1930-1935 yang disebut zaman Melaize dimana pemerintah Belanda kesulitan biaya sehingga sangat mempengaruhi tegaknya jawatan baru tersebut yang akhirnya keluarlah Surat Keputusan Nomor 11, yang mana jawatan Reklasering dan Pendidikan Paksa dihapuskan, dimana tugas-tugas Reklasering dan pendidikan paksa hanya dicantelkan saja pasa jawatan kepenjaraan, yang selanjutnya disebut Inspektorat Reklsering dan Pendidikan paksa, yang tugasnya : 2 1 Aminah Aziz, Aspek Hukum Perlindungan Anak, USU Press, 1998, hlm 96 2 Ibid, hlm 97 1 Universitas Sumatera Utara a. Menangani lembaga-lembaga Anak yang disebut Rumah Pendidikan Negara R.P.N b. Mengenai Klien Lapas Bersyarat, Pedana Bersyarat dan Pembinaan lanjutan atau After Care serta Anak yang diputus hakim kembali kepada orang tua atau walinya. Pemerintah Belanda pada tahun 1939 bermaksud menggiatkan lagi dan memperbaharuinya, tetapi terhalang dengan adanya perang dunia ke-II yang mulai melanda dan untuk mengatasinya pada penjara-penjara sampai tahun 1943 masih ada bagian Reklasering, tetapi sifatnya pasif. Selama zamah penjajahan Jepang tadak ada perubahan lagi mengenai perkembangan Reklasering, hanya pelaksanaan Lepas Bersyarat tidak ada lagi. Setelah Indonesia merdeka, baru pada tanggal 27 April 1964 terjadi prubahan Sisterm Kepenjaraan menjadi sistem Pemasyrakatan. Sistem Pemasyarakatan yang digunakan oleh bangsa indonesia, memiliki tujuan reintergrasi sehat bagi pelanggar hukum Narapidana dan Anak Didik dengan masyarakat dengan bersaskan pancasila dan UUD 1945. Untuk terciptannya pembinaan klien pelanggar hukum, dengan Keputusan Presidium Kabinet Ampera No.75UKepII66, Struktur Organisasi berubah menjadi Direktorat Jendral Pemasyarakatan dengan dua direktoratnya bertugas membina klien di dalam Lembaga Pemasyarakatan dan membina klien di luar Lembaga Pemasyaraktan yang mencakup pula pembinaan Anak di dalam pemasyarakatan yang disebut Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak BISPA. Universitas Sumatera Utara Setelah lahirnya Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, BISPA berubah menjadi BAPAS Balai Pemasyarakatan. Adapun tugas dari Balai Pemasyarakatan BAPAS yaitu memperlancar tugas penyidik, penuntut umum dan hakim dalam perkara Anak Nakal baik di dalam maupun di luar sidang. Selanjutnya membimbing, membantu dan mengawasi anak nakal berdasarkan putusan pengadilan yang dijatuhi hukuman : 3 a. Pidana bersyarat; b. Pidana pengawasan; c. Pidana denda; d. Diserahkan kepada Negara Anak Negara; e. Harus mengikuti latihan kerja; f. Anak yang memperoleh pembebasan bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan. Tugas dari BAPAS salah satunya adalah membantu memperlancar tugas penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara anak nakal, baik di dalam maupun di luar siding Anak dengan membuat Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan LitmasCase work. 4 3 Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm. 30 4 Purnianti, Mimik Sri Supatmi, Ni Made Martini Tinduk, Analisa Situas Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia,Unicef. hlm 8 Laporan hasil penelitian kemasyarakatan ini diajukan oleh pembimbing kemasyaraktan kepada Hakim pada saat sebelum sidang dibuka sebagai mana diatur dalam Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pada pasal 56 Universitas Sumatera Utara 1. Sebelum sidang dibuka, Hakim memerintahkan agar Pembimbing Kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan. 2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 berisi : a. data individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial anak; dan b. kesimpulan atau pendapat dari Pembimbing Kemasyarakatan. Hakim dalam penjatuhan hukuman pidana anak wajib mempertimbangkan hasil penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyaraktan sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak pada Pasal 59 2 ”Putusan wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan.” Putusan Pidana Perkara No. 826Pid. B2007PN.Mdn Hakim tidak mencantumkan pertimbangannya terhadap penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan dalam kasus tersebut, sementara dalam putusan tersebut ada dilampirkan laporan hasil penelitian kemasyarkatan. Hal tersebut mengakibatkan putusan Hakim batal demi hukum sebagaimana dijelaskan pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan anak Penjelasan Pasal 59 ayat 3 “ yang dimaksud dengan wajib dalam ayat ini adalah apabila ketentuan ini tidak dipenuhi, mangakibatkan putusan batal demi hukum”. Berdasarkan uraian diatas tersebut, maka penulis tertarik membahas mengenai : “PERTIMBANGAH HAKIM TERHADAP PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK Studi Putusan No. 826Pid.B2007PN. Mdn” Universitas Sumatera Utara

B. Indentifikasi Permasalahan

Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

2 50 101

Pertimbangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak (Studi Putusan No. 826/Pid.B/2007/PN.Mdn)

2 47 107

Tinjauan Terhadap Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Wewenang Dalam Jabatan (Studi Putusan No.465/PID.SUS/2010/PN.Psp)

0 68 154

Relevansi Sistem Penjatuhan Pidana Dengan Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Terhadap Kasus Pencurian Kendaraan Bermotor (Studi di Pengadilan Negeri Kota Malang)

1 5 30

Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan (Studi Putusan No. 622/PID/B(A)/2011/PN.TK)

2 17 70

BAB II RESTORATIVE JUSTICE DAN DIVERSI - Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

0 1 19

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

0 0 34

Pertimbangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak (Studi Putusan No. 826/Pid.B/2007/PN.Mdn)

0 0 10

BAB II PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PROSES PERADILAN PIDANA A. Peranan Balai Pemasyarakatan - Pertimbangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak (Studi Putusan No. 826/

0 0 20

BAB III BENTUK PIDANA YANG DIJATUHKAN HAKIM TERHADAP ANAK TERKAIT DENGAN PERKEMBANGAN TEORI PEMIDANAAN A. Jenis Pidana Secara Umum - Pertimbangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak (Studi Putusan No. 826/Pid.B/2

0 0 58