Pertimbangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak (Studi Putusan No. 826/Pid.B/2007/PN.Mdn)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Aminah Aziz, 1998, Aspek Hukum Perlindungan Anak, USU Press

Aryanti ,2003,Fungsi Sosial Case Study dalam proses peradilan dan Pembinaan

terhadap para pelanggar hukum, Jakarta, Pusdiklat Depertemen

Kehakiman RI

Andi Hamzah, 2008, Asas-asas Hukum PIdana. PT. Reneka Cipta edisi revisi A. Fuad Usfa, Tongat, 2004, Pengantar Hukum PIdana. UMM Press.

Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum PIdana 1. Rajawali Pres. Jakarata. Bambang waluyo, 2004, Pidana dan Pemidanaan, sinar grafika

Darwan Prinst, 1997, Hukum Anak Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung Irma Setyowati Seomitro, 1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta

Maulana Hassan Wadong,2000, Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Gramedia Wirasarana Indonesia, Jakarta

Marlina, 2010,Pengantar Konsep Diversi Dan Restorative Justice Dalam Hukum

Pidana. USU Press. Medan

Marianti Soewandi, 2003, Buku Materi Kuliah Akademi Ilmu Pemasyarakatan

Bimbingan Dan Penyululuhan Klien. Jakarta

Purnianti, Mimik Sri Supatmi, Ni Made Martini Tinduk, Analisa Situas Sistem


(2)

Purnianti, Mimik Sri Supatmi, Ni Made Martini Tinduk, Analisa Situas Sistem

Peradilan Pidana Anak Di Indonesia,

R. Soesilo, 1998, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Beserta Dengan

Komentar-Komentarnya lengkap Pasal demi Pasal, Politeia,

Bogor,

Sumarsono A. Karim, 2003, Metodedan Teknik Penelitian Kemasyarakatan, Jakarta, Pusdiklat Dep. Kum & HAM RI

Wagiati Soetdjo, 2008,Hukum Pidana Anak. Refika Aditama

Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika. Jakarta

B. Undang-undang

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

C. Wawancara

Wawancara dengan Hakim Anak Pengadilan Negeri mendan tanggal 19 April 2010 Di Pengadilan Negeri Medan

Wawancara dengan petugas Pembimbing kemasyarakatan Tanggal 10 & 17 Mei 2010 Di BAPAS Klas I Medan


(3)

BAB III

BENTUK PIDANA YANG DIJATUHKAN HAKIM TERHADAP ANAK TERKAIT DENGAN PERKEMBANGAN TEORI PEMIDANAAN

A. Jenis Pidana Secara Umum

Pidana adalah reaksi atas delik yang banyak berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan Negara pada pembuat delik. Jadi, dalam sistem hukum pidana kita yang menganut asas praduga tak bersalah ( Presumption of ennocence

). Pidana sebagai raksi atas delik yang dijatuhkan harus berdasarkan pada vonis

Hakim melalui sidang paradilan atas terbuktinya perbuatan pidana yang dilakukan. Apabila tidak terbukti bersalah maka tersangka harus dibebaskan.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) (WvS) telah menetapkan jenis-jenis pidana yang termaktub dalam pasal 10 diatur dua pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri dari empat jenis pidana, dan pidana tambahan terdiri atas tiga jenis pidana.22

a. Pidana pokok meliputi

Jenis-jenis pidana menurut Pasal 10 KUHP ialah sebagai berikut :

1. Pidana mati; 2. Pidana penjara; 3. Pidana kurungan; 4. Pidana denda.

b. Pidana Tambahan meliputi

1. Pencabutan beberapa hak tertentu;

22


(4)

2. Perampasan barang-barang tertentu; 3. Pengumuman Putusan Hakim.

Jenis pidana dalam RUU-KUHP baru menjadi lain, sesuai dengan perkembangan sistem pemidanaan, yang tersebut dalam Pasal 58, yaitu :23

1. Pidana pokok Ke-1 pidana penjara Ke-2 pidana tutupan

Ke-3 pidana pengawasan (control) Ke-4 pidana denda

Ke-5pidana kerja social (community service)

2. Urutan pidana pokok diatas menentukan berat ringannya pidana. Pidana mati diatur dalam pasal berikutnya, pasal 59 yang mengatakan pidana mati bersifat khusus.

Pidana tambahan juga diatur di dalam pasal lain, yaitu pasal 60, sebagai berikut :

1) Pidana tambahan

Ke-1 pencabutan hak-hak tertentu

Ke-2 perampasan barang-barang tertentu dan tagihan Ke-3 pengumuman putusan Hakim

Ke-4 pembayaran ganti kerugian Ke-5 pemenuhan kewajiban adat

23


(5)

187-2) pidana tambahan hanya dapat dijatuhkan apabila tercantum secara tegas dalam perumusan tindak pidana.

3) Pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat dan pencabutan hak yang diperoleh korporasi dapat dijatuhkan oleh hakim sesuai dengan kebutuhan walaupun tidak tercantum dalam perumusan tindak pidana.

4) Pidana tambahan untuk percobaan dan pembantuan adalah sama dengan tindak pidananya.

Rincian pidana adalah sebagai berikut : 1. Pidana Pokok

1) pidana mati

Pidana mati adalah puncak dari segala pidana. Pidana ini banyak dipersoalkan orang antara golongan yang pro dan kontra. Salah satu keberatan terhadap pidana mati yaitu sifatnya yang mutlak, siratnya yang tidak mungkin untuk mengadakan perubahan dan perbaikan apabilan pidana itu telah dijalankan. Di negara belanda pidana mati dihapuskan pada tahun 1870. tetapi hindia belanda pada saati itu, bahwa di Hindia Belanda kemungkinan pelanggaran ketertiban adalah lebih banak dan lebih mengancam daripada di negeri Belanda.

Hindia belanda merupakan daerah yang luas, dengan penduduk yang terdiri dari berbagai golongan yang karena pengaruh-pengaruh tertentu dapat menyebabkan segala macaam perselisihan dan bentrokan


(6)

yang tajam. Di samping itu alat-alat pemerintahan Negara, seperti kepolisian kurang lengkap disbanding negeri belanda.

Berdasarkan pertimbangan di atas itulah maka dianggap tidak dapat dipertanggung jawabkan apabila pidana mati itu dihapuskan juga di Hindia Belanda. Dalam alam pemikiran pembentukan KUHP bahwa penjatuhan pidana mati adalah dipandang sebagai tindakan hukum yang darurat (menurut Jokers Noordrecht), maksudnya ialah baru dijatuhi bila memang sangat perlu dan mendesak oleh karena itu pidana mati dalam KUHP dapat kita perhatikan hanya dikenakan terhadap beberapa jenis kejahatan saja, yaitu:

a. Kejahatan-kejahatan yang mengancam keselamatan seperti tersebut dalam pasal 104,105,111 ayat 2,124 ayat 3 jo 129

b. Kejahatan-kejahatan pembunuhan, seperti tersebut dalam pasal 104,105,111 ayat 2

c. Kejahatan pencurian dan pemerasan dalam keadaan yang memberatkan sepeti pasal-pasal 365 ayat 4, 368 ayat 2

d. Kejahatan-kejahatan pembajakan laut, pantai dan sungai, seperti dalam pasal 444.

2) Pidana penjara

Pidana penjara merupakan pidna utama (pidana pokok) diantara pidana-pidana kehilangan/pembatasan kemerdekaan, pasal 12 ayat 1; menentukan bahwa pidana penjara ini dapat seumur hidup atau sementara, ayat 2; menentukan bahwa pidana penjara untuk sementara itu paling


(7)

sedikit satu hari dan selama-lamanya berturut-turut 15 tahun, ayat 3; pidana 15 tahun ini dapat dipertinggi lagi sampai 20 tahun ini dapat dipertinggi lagi sampai 20 tahun berturu-turut yakni dalam hal

a. kehahatan yan pidananya mati, penjara seumur hidup atau, b. kejahatan yang pidananya hakim antara pidana seumur hidup,

c. dari sebab tambahan pidana, karena gabungan kejahatan (concurcus) ulangan kejahatan.

d. terjadi kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 (pemberatan karena jabatan) dan 52 a (pemberatan karena dengan memakai bendera seragam) sedangkan pasal 4 menyatakan tentang batas yang paling tinggi yang bersifat mutlak dari pidana penjara yaitu selama berturut-turut 20 tahun.

3) Pidana Kurungan

Pidana kurungan juga merupakan pidana hilangnya kemerdekaan/pembatasan kemerdekaan bergerak. ada perbedaan yang jelas antara pidana penjara dengan pidana kurungan.

a. hal ini jelas ditentukan oleh pasal 69 KUHP, bahwa perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis oleh urutan susunan dalam pasal 10

b. juga dapat dilihat dari maksimum pidana kurangan pada delik-delik dalam pasal-pasal 10 KUHP, dimana ancaman pidana kurungan lebih ringan dari pada pidana penjara, maksimal 1 tahun, pasal (pasal 18 (1) pasal 18 (2). KUHP menentukan bahwa pidana kurungan


(8)

belehdijatuhkan selama-lamanya satu tahun empat bulan dalam hal mana terjadi gabungan peristiwa pidana (concurcus), karena ulangan peristiwa pidana (recidive) atau yang tercantum dalam pasal 52 KUHP (pegawai negeri yang melanggar kewajibannya yang istimewa dalam jabatannya karena melakukan perbuatan yang dapat dipandang pidana: ditambah sepertiganya.]

c. dalam KUHP dapat kita lihat bahwa delik-delik yang diancam dengan pidana kurungan adalah merupakan delik-delik yang lebih ringan, seperti kejahatan, kealpaan dan pelanggaran-pelanggaran

d. pada pelaksanaan pidana kurungan juga lebih ringan daripada pidana penjara.

4) Pidana Denda

Pidana denda hampir ada pada semua tindak pelanggaran yang tercantum dalam buku III KUHP sebagai pidana kurungan. Terhadap kejahatan-kejahatan ringan dan kejahatan cukupan. pidana denda ini diancam sebagai alternative pidana kurungan. Sedangkan bagi kejahatan-kejahatan berat jarang sekali diancam dengan pidana denda.

2. Pidana Tambahan

1) Pidana Pencabuh Hak-Hak Tertentu

Perlu kita ketahui bahwa pencabuatan segala hak yang dipunyai/diperoleh seseorang sebagai warga Negara yang dapat menyebabkan kematian perdata (burgelijke daat) tidak diperkenankan oleh UU, lihat pasal 3 BW.


(9)

Hak-hak yang dapat dicabut telah dapat ditentukan dalam pasal 35 KUHP a. Hak memegang ( memangku ) atas pada umumnya atau jabatan

tertentu

b. Hak masuk angkatan bersenjata

c. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum

d. Hak menjadi penasehat (Readman) atau pengurus menurut hukum

(Gerechtelijke Bewindroerder) Hak menjadi wali, wali pengawas,

pangampu anak sendiri.

e. Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampu atas anak sendiri

f. Hak menjalankan pencaharian (Beroep) yang tertentu. 2) Perampasan Barang-barang tertentu

Perampasan barang-barang suatu pidana hanya diperkenankan terhadap barang-barang tertentu. Undang-undang pidana tidak mengenal perampasan seluruh kekayaan.

Pasal 39 KUHP menentukan :

Barang yang berasal/diperoleh dari kejahatan (catatan bukan pelanggaran) disebut corpus delicti. Jadi corpus delicti yang diperoleh dari suatu pelanggaran pada prinsipnya tidak dirampas, kecuali undang-undang menentukan lain, misal pasal 501 ayat 2 dan lain-lain. prisip umum perampasan barang yaitu “ barang-barang yang hendak dirampas itu harus kepunyaan terpidana “ (pasal 39 ayat 1 KUHP).


(10)

3) Pengumuman Putusan Hakim

Sebenearnya tiap-tiap putusan dengan pintu terbukan dan secara umum. Tetapi kadang-kadang pembentuk undang-undang merasa perlu supaya sampai luas diketahui umum. Ini melihat kepada sifat dari pada perbuatan pidananya. Inilah kegunaan pidana tambahan yang disebut di atas.

Undang-undang menentukan pada perbuatan-perbuatan pidana manakah dapat dijatuhkan pidan tambahan ini. Biasanya ini dilakukan dengan melakukan Ikhtisar dari pada putusan itu dalam Surat kabar. Biaya untuk palaksanaan pengumuman ini ditanggung oleh si terhukum.24

B. Teori Pemidanaan

Teori-teori penidanaan dalam banyak literatur hukum disebut dengan teori hukum pidana/strafrecht-theorien berhubungan langsung denga pengertian hukum pidana subjektif tersebut. Teori-teori ini mencari dan menerangkan tentang dasar dari hak Negara dalam menjatuhkan dan menjalankan pidan tersebut. Pertanyaan seperti mengapa, apa dasarnya dan untuk apa pidana yang telah diancamkan itu dijatuhkan dan dijalankan, atau apakah alasan bahwa Negara dalam menjalankan fungsi menjaga dan melindungi kepentingan hukum dengan cara melanggar kepentingan hukum dan hak pribadi orang, adalah pertanyaan-pertanyaan yang mendasar yang menjadi pokok pembahasan dalam teori-teori pemidanaan ini. pertanyaan yang mendasar tersebut timbul berhubung dengan kenyataan bahwa


(11)

dalam pelaksanaan hukum pidana subjektif itu berakibat diserangnya hak dan kepentingan hukum pribadi manusia tadi, yang justru dilindungi oleh hukum pidana itu sendiri. Misalanya pejabat yang dijatuhi pidana penjara atau kurungan dan dijalankan, artinya hak atau kemerdekaan bergeraknya dirampas, atau dijatuhi pidana mati dan kemudian dijalankan, artinya denga engaja membunuhnya. oleh karena itulah, hukum pidana objektif dapat disebut sebagai hukum sanksi istimewa.

Jelas kiranya pidana yang diancam dalam pasal 10 KUHP itu apabila telah diterapkan, justru menerang kepentingan hukum dan hak pribadi manusia yang sebenarnya dilindungi oleh hukum. Tentulah hak menjalankan hukum pidana subjektif ini sangat besar sehingga hanya boleh dimiliki oleh Negara saja. Mengenai Negara yang seharusnya memiliki hak ini tidak ada perbedaan pendapat. Negara merupakan organisasi social tertinggi, yang bertugas dan berkewajiban menyelenggarakan dan mempertahankan tata tertib/ketertiban masyarakat. Dalam rangka melaksanakan kewajiban dan tugas itu, maka wajar jika Negara melalui alat-alatnya deberi hak dan kewenangan untuk menjatuhkan dan menjalanakan pidana.

Ada berbagai macam pendapat mengenai teori pemidanaan ini, namun yang banyak itu dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan besar, yaitu :

1. teori absolut atau teori pembalasan (vergeldings theorien); 2. teori relative atau teori tujuan (doel theorien);

3. teori gabungan (vernegings theorien). 1. Teori Absolut


(12)

Dasar pijakan dari teori ini adalah pembalasan. Inilah dasar pembenar dari penjatuhan pinderitaan berupa pidana itu pada penjahat. Negara berhak menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan penkosaan pada hak dan kepentingan hukum (pribadi, masyarakat atau Negara) yang telah dilindungi. Oleh karena itu, ia harus diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan (berupa kejahatan) yang dilakukannya. Penjatuhan pidana yang pada dasarnya penderitaan pada penjahat dibenarkan karena penjahat telah membuat penderitaan bagi orang lain. Setiap kejahatan tidak boleh tidak harus diikuti oleh pidana bagi pembuatnya, tidak dilihat akibat-akibat apa yang dapat timbul dari penjatuhan pidana itu, tidak memerhatikan masa depan, baik terhadap diri penjahat maupun masyarakat. Menjatuhkan pidana tidak dimaksudkan untuk mencapai suatu yang praktis, tetapi bermasud satu-satunya penderitaan bagi penjahat.25

Teori pembalasan ini bisa terbagi atas dua macam, yaitu :26

1) Teori pembalasan yang objektif, yang berorientasi pada pemenuhan kepuasan dari perasaan dendam di kalangan masyarakat. Dalam hal ini tindakan si pembuat kejahatan harus dibalas dengan pidana yang merupakan suatu bencana atau kerugian yang seimbang dengan kesengsaraan yang diakibatkan oleh si pembuat kejahatan.

2) Teori pembalasan yang subjektif, yang berorientasi pada penjahat. Menurut teori ini kesalahan si pembuat kejahatanlah yang harus mendapat balasan. Apabila kerugian atau kesengsaraan yang besar

25

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum PIdana 1. Rajawali Pres. Jakarta. 2002. hlm. 157-158


(13)

disebabkan oleh keslahan yang ringan, maka si pembuat kejahatan sudah seharusnya dijatuhi pidana yang ringan.

2. Teori Relatif atau Teori Tujuan (Doel Theorien)

Oleh karena teori pembalasan kurang memuaskan, maka timbul teori relatif ini. Teori ini bertitik tolak pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib dalam masyarakat. Yang menjadi tujuan adalah tata tertib masyarakat dan unutk menegakkan tata tertib itu diperlukan pidana. Menurut sifat tujuannya teori ini dapat dibagi tiga macam, yaitu :

1) Bersifat menakut-nakuti (afschrikking)

2) Bersifat memperbaiki (verbetering/reclasering) 3) Bersifat membinasakan.

Adapun menurut sifat pencegahannya ada dua macam yaitu : a. Pencegahan umum (generale preventie)

b. Pencegahan khusus (special prevetie)

Teori relative atau teori tujuan yang tertua adalah teori pencegahan umum. Diantara teori pencegahan umum ini yang tertua adalah teori yang bersifat menakut-nakuti. Menurut teori ini, bahwa untuk melindungi ketertiban umum (masyarakat) terhadap suatu tindak pidana maka pelaku yang tertangkap harus dijadikan contoh dengan pidana yang sedemikian rupa sehingga semua orang menjadi taubat karenanya.

Sedangkan teori relative yang lebih modern dikenal dengan teori pencegahan khusus. Teori ini berpandangan bahwa tujuan dari pidana adalah


(14)

untuk mencegah niat jahat dari si pelaku tindak pidana yang telah dijatuhi pidana agar tidak melakukan tindak pidana lagi.

3. Teori Gabungan atau Teori Campuran

Apabila ada dua pendapat yang saling berhadapan biasanya ada suatu pendapat yang berada di tengah. Demikian juga dalam teori hukum pidana ini, disamping adanya teori pembalasan dan teori tujuan ada pula teori ketiga yang disampingnya usur pembalasan (vergelding) juga mengakui unsure memperbaiki pelaku. Teori ini dikenal dengan teori gabungan atau teori campuran atau

vergeldings theorien.

4. Teori Pembinaan

Teori pembinaan lebih mengutamakan perhatiannya pada si pelaku tindak pidana, bukan pada tindak pidana yang telah dilakukan. pidana tidak didasarkan pada berat ringannya tindak pidana yang dilakukan, melainkan harus didasarkan pada keperluan yang dibutuhkan untuk dapat memperbaiki si pelaku tindak pidana.

Menurut teori ini tujuan pidana untuk merubah tingkah laku dan kepribadian sipelaku tindak pidana agar ia meninggalkan kebiasaan jelek yang bertentangan dengan norma hukum serta norma lainnya agar supaya ia lebih cenderung untuk mengetahui norma yang berlaku. Dengan kata lain tujuan pidana adalah untuk memperbaiki pelaku tindak pidana.

Secara formal dalam Kitab undang-undang hukum pidana Indonesia tidak dijumpai aliran mana yang dianut, dalam hal ini aji mengemukakan, bahwa


(15)

perundang-undangan sendiri dalam KUHP tidak memberikan suatu teori hukum pidana sebagai dasar pemidanaan, sehingga dapat dikatakan bahwa ia memberikan kebebasan pada hakim teori manakah yang hendak digunakan dalam penetapan pidana. Ilmu hukum pun tidak memberikan peganang yang tetap, bahkan tidak terdapat persesuaian padangan, teori manakah yang harus dijadikan landasan untuk menjatuhkan pidana untuk menetapkan straftoemetingnya, apakah

vergeldings, prevensi umum ataupun pengamanan dari masyarakat dapat dijadikan

landasan bagi penjatuhan pidana. 5. Teori Restorative Justice

Saati ini ada Teori baru mengenai Pemidanaan anak dikenal dengan Teori

Restorative Jastice. Teori ini memandang bahwa perlunya usaha yang tepat bagi

semua pihak yang terkait dan bersentuhan dengan tindak pidana yang terjadi untuk menanggulanginya. Proses penanggulangan anak pelaku tindak pidana dilakukan secara penal dan non penal. Secara penal yaitu dengan penerapan sanksi pidana dan secara non penal dengan tindak diversi oleh aparat penegak hukum dan peyelesaian di luar peradilan formal dengan Restorative Justice.27

Konsep Restorative Jastice merupakan teori keadilan yang tumbuh dan berkembang dari pengalaman pelaksanaan pemidanaan di berbagai Negara dan akar budaya masyarakat yang ada sebelumnya dalam menangani permasalahan criminal jauh lebih sebelum dilaksanakannya sistem peradilan pidana tradisional. Konsep tersebut berkembang bersamaan dengan perkembangan zaman dari waktu ke waktu. Hal ini telah dikemukakan oleh orang-orang yang banyak membahas

27

Marlina. Pengantar Konsep Diversi dan Restorative Justice Dalam Hukum Pidana. USU Press. Medan 2010. hlm 28


(16)

permasalahan yang berhubungan dengan sistem peradilan pidana secara umum dan khusus meneliti masalah Restorative Jastice seperti Braithwaite (Australia), Elmar G.M. Weitekamp (Belgia), Howard Zehr (USA), Kathleen Daly (Australia), Mark S. Umbreit (USA), dan Robert Coates (USA).28

Praktek pelaksanaan victim offender mediation didapatkan perlakuan dan peran serta yang berbeda dengan peradilan tradisional. Perlakuan tersebut adalah peran serta korban yang terlibat langsung dalam pembuatan kesepakatan hukuman, sehingga dapat menentukan hasil keputusan yang terjadi. Dalam proses

victim offender mediation bukan hanya korban yang terjadi focus peran, tapi

pelaku juga dilibatkan secara langsung dan dapat berperan dalam perumusan keputusan, sehingga terapresiasi secara nyata dan langsung.

Para pengamat dan praktisi yang membahas tentang Restorative Jastice menyimpulkan selama ini korban secara esensial tidak diikut setakan dalam proses peradilan pidana tradisional. Para korban hanya membutuhkan sebagai saksi jika diperlukan, tapi dalam kebijakan pengambilan keputusan hanya dilakukan oleh hakim berdasarkan pemeriksaan selama proses pengadilan. Bagi pelaku ketertiban meraka dalam persidangan selama proses pengadilan. Bagi pelaku ketertiban mereka dalam pengadilan hanya bersifat pasif saja, kebanyakan peran dan pertisipasi mereka diwakili dan disuarakan oleh pihak pengacaranya.

29

28


(17)

Berikut beberapa prinsip yang terkait dalam konsep Restorative Jastice yang timbul dalam draft Declaration of Basic Principle on The of Restorative

Jastice Programmer in Criminal Matters.30

1) Program Restorative Jastice berarti beberapa program yang menggunakan proses Restorative Jastice atau mempunyai maksud mencapai hasil

Restorative (Restorative outcome).

2) Restorative outcome adalah sebuah kesepakatan yang dicapai sebagai hasil

dari proses Restorative Jastice. Contoh : restitution, community sevice dan program yang bermaksud memperbaiki korban dan masyarakat dan mengembalikan korban dan/atau pelaku.

3) Restorative process dalam hal ini adalah suatu proses dimana korban,

pelaku dan masyarakat yang diakibatkan oleh kejahatan berpartisipasi aktif bersama-sama dalam membuat penyelesaian masalah kejahatan dan di campuri oleh pihak ketiga. Contoh proses restorative mediation,

conferencing dan circles.

4) Parties dalam hal ini adalah korban, pelaku individu lain atau anggota

masyarakat yang merasa dirugikan oleh kejahatan yang dilibatkan dalam program Restorative Jastice.

5) Facilitator dalam hal ini adalah pihak ketiga yang menjalankan fungsi

memfasilitasi partisipasi keikut sertaan korban, pelaku dalam pertemuan. Menurut pandangan konsep Restorative Jastice penanganan kejahatan yang terjadi bukan hanya menjadi tanggung jawab Negara akan tetapi juga

30


(18)

merupakan tanggung jawab masyarakata. Oleh karena itu konsep Restorative

Jastice dibangaun berdasarkan pengertian bahwa kejahatan yang telah

menimbulkan kerugian harus dipulihkan kembali baik kerugian yang diderita oleh korban maupun kerugian yang ditanggung oleh masyarakat.

Terhadap pandangan konsep Restorative Jastice banyak para ahli menyebutkan sebagai paradigm baru dalam pola berfikir menanggapi tindak pidana yang terjadi. Dalam pelaksanaannya konsep Restorative Jastice member banyak kesempatan kepada masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelesaian masalah kriminal. Konsep Restorative Jastice menjadi suatu kerangka berfikir dalam upaya penyelesaian terhadap kasus tindak pidana yang terjadi. Alternatif penyelesaian yang dilakukan sebagai sebuah upaya peyelesaian yang menciptakan keadilan yang berperikemanusiaan.31

C. Sanksi Pidana Terhadap Anak Menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

Ketentuan hukum mengenai anak-anak, Khususnya bagai anak yang melakukan tindak pidana diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengdilan Anak, baik pembedaan perlakuan di dalam hukum acara maupun ancaman pidananya. Perbedaan perlakuan dan ancaman yang diatur dalam Undang-undang ini dimaksudkan untuk lebih memberikan perlindungan dan pengayoman terhdap anak dalam menyongsong masa depannya yang masih panjang. Selain itu, perbedaan itu dimaksudkan untuk memberikan kesempatan


(19)

kepada anak agar setelah menlalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya menjadi orang yang lebih baik, yang berguna bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara.

Undang-undang nomor 3 tahun 1997 juga diatur mengenai batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak seperti tercantum dalam pasal 4 ayat (1), yaitu sekurang-kurangnya 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin. Apabila anak yang bersangkutan telah mencapai umur 21 tahun, maka menurut pasal 4 ayat (2) Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tetap diajukan ke sidang anak.

Khusus mengenai sanksi terhadap anak dalam Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak ditentukan berdasarkan perbedaan umur anak, yaitu bagi anak yang masih berumur 8 sampai 12 tahun hanya dikenakan tindakan, sedangkan terhadap anak yang telah mencapai umur 12 sampai 18 tahun dijatuhkan pidana. Pembedaan perlakuan tersebut didasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan social anak.

Undang-undang nomor 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Pasal 24 ditetukan bahwa :

1) Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah : a. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;

b. Menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau


(20)

c. Menyerahkan kepada Departemen social, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan pembinaan latihan kerja.

2) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh hakim.

Pidana yang dijatuhkan terhadap anak nakal, menurut Pasal 23 Undang-undang nomor 3 tahun 1997, meliputi pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok meliputi pidana penjara, pdana kurungan, pidana denda atau pidana pengawasan; sedangkan pidana tambahan dapat berupa perampasan barang-baragn tertentu dan atau pembayaran ganti rugi.

Penjelasan pasal 25 undang-undang nomor 3 tahun 1997 Tentang Pengdilan Anak ditegaskan bahwa :

“Dalam menentukan pidana atau pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak, hakim menperhatikan berat ringannya tindak pidana atau kenakalan yang dilakukan oleh anak yang besangkutan. Disamping itu, hakim juga harus menperhatikan keadaan si anak, keadaan rumah tangga orang tua, wali atau orang tua asuh, hubungan anggota keluarga dan keadaan lingkuangannya. Demikian pula hakim wajib memperhatikan laporan pembimbing kemasyarakatan.”

Berikut ini beberapa pasal dalam Undang-undang nomor 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anakn yang berkaitan dengan ancaman pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal.

1. Pasal 26

1) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ dari maksumum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.


(21)

2) Apabila anak nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 tahun.

3) Apabila anak nakal sebagaiman dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, belum mencapai umur 12 tahun melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka terhadap anak nakal tersebut hanya dapat dijatuhkan tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) huruf b.

4) Apabila anak nakal sebagaimana dimasud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, belum mencapai umur 12 tahun melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka terhadap anak nakal tersebut dijatuhkan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24.

2. Pasal 27

Pidana kurungan yang dapat dijatuhkan kepada Anak nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa.

3. Pasal 28

1) Pidana denda yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal paling besar ½ dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa.

2) Apabila denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata tidak dapat dibayar, maka diganti dengan wajib latihan kerja.


(22)

4. Pasal 30

1) Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun.

2) Apabila terhadap anak nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, dijatuhkan pidana pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1), maka anak tersebut ditempatkan di bawah pengawasan jaksa dan bimbingan pembimbing kemasyarakatan.

Pasal 26,27 dan pasal 28 teresebut di atas terdapat istilah ancaman pidana maksimum. Dalam konteks Hukum pidana ada 2 (dua) manaca ancaman pidana maksimum, yakni ancaman pidana maksumum umum dan ancaman maksimum khusus. Maksumum umum disebut dalam pasal 12 ayat (2) KUHP, yakni pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek 1 (satu) hari dan paling lama 15 tahun berturut-turut. Jadi pidana maksimum umum adalah maksumum lamanya pidana bagi semua perbuatan pidana. Adapun maksimum lamanya pidana bagi tiap-tiap perbuatan pidana adalah maksimum Khusus. Misalanya Pasal 362 KUHP tentang pencurian diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Adapun yang dimaksud dengan maksimum pidana dalam pasal 16, 17, 18 tersebut di atas adalah pidana maksimum khusus. Apabila hakim menjatuhkan pidana, maka paling lama ½ dari maksimum pokok pidana terhadap perbuatan pidananya (dalam hal ini Maksimum pidana khusus). Sedangkan jenis-jenis


(23)

pidana yang tidak dapat dijatuhkan kepada anak-anak yang belum dewasa, yaitu :32

a. Pidana Mati;

b. Pidana tambahan barupa pencabutan hak-hak tertentu, dan c. Pidana tambahan berupa pengumuman keputusan hakim.

32


(24)

BAB IV

PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PENELITIAN

KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK DALAM KASUS PERKARA NOMOR 826/Pid B/2007/PN/Mdn A. Kasus Posisi

1. Kronologis

Tersangka atas nama Jekson Aritonang pada hari selasa tanggal 30 januari 2007 sedang melintas di jalan panglima Denai depan Terminal Amplas Medan tiba-tiba ditengah jalan saat melintas terjadi kecelakaan yang korbannya seorang perempuan yang sedang berjalan kaki ditabrak oleh dua orang Pengendara sepeda motor, dengan spontan tersangka menuju ketempat kecelakaan tersebut, niatnya ingin menolong korbn tabrakan tersebut saat berada di tempat kejadian tabrakan tiba-tiba dua orang laki-laki yang sedang mengendarai sepeda motor ang menabrak korban seorang permpuan tersebut ingin melarikan diri, tersangka langsung menarik / memegang dan memukul sebanyak satu kali kesalah satu pengendara sepeda motor agar jangan melarikan diri dan mengatakan bahwa mereka harus bertanggung jawab. Akhirnya setelah diramai-ramaikan oleh Massa pelaku tabrakan tersebut mau bertanggung jawab dengan membawa korban berobat karena anggota tubuh korban ada yang luka dan terkilir disaat kedua pelaku, korban tabrakan dan tersangka sudah berada dijalan Sisingamangaraja dekat pajak simpang limun Medan untuk mengantar korban berobat, tanpa sepengetahuan tersangka salah satu dari pelaku menelepon seseorang, tidak berapa lama datang seorang laki-laki dan tersangka langsung ditangkap ternyata pelaku tabrakan tersebut menelepon Polisi yang langsung datang dengan


(25)

berpakaian preman. Tersangka langsung dibawa dan ditahan untuk diproses sisuai hukum yang berlaku karena tersangka disangka melakukan penganiayaan terhadap pealaku tabrakan tersebut.

2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada pokok perkara adalah sebagai berikut :

Pertama :

Bahwa ia terdakwa Jekson Aritonang baik bertindak secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Hatopan Situmeang (berkas terpisan) pada hari Selasa tanggal 30 Januari 2007 sekira pukul 20.30 wib atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain masih dalam bulan Januari 2007 bertempat di lantai Jalan Menteng Raya / Panglima Denai Kec. Medan Amplas atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan. Dimuka umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut.

Pada waktu dan tempat sebagaimana yang telah diuraikan tersebut di atas Saksi Richardo Parluhutan Hutagalaung dibonceng oleh saksi Ricky Naibaho dengan mengendarai sepeda motor, kemudian pada saat melintas di Jalan Menteng Raya / Jalang Panglima Denai Kec. Medan Amplas tepatnya di depan Terminal Amplas tiba-tiba saksi Ivanna Pandiangan Als Butet menyebrang dan tidak melihat saksi Richardo Parluhutan Hutagalaung dan saksi Ricky Naibaho sendang melintas dan saksi Richardo Parluhutan Hutagalaung dan saksi Ricky Naibaho menabrak saksi Ivanna Pandiangan Als Butet kemudian saksi Richardo Parluhutan


(26)

Hutagalung dan saksi Ricky Naibaho terjatuh dan saksi Ricky Naibaho tertimpa sepeda motor sedangkan saksi Richardo Parluhutan Hutagalung berdiri dan mencari sandal, kemudian datang terdakwa dan langsung memukul saksi Richardo Parluhutan Hutagalung pada bahagian kepala sebanyak tiga kali juga bahagian rusuk sebanyak dua kali. Kemudian saksi Ricky Naibaho berdiri dan juga dipukul dan ditunjang oleh terdakwa.

1. Sesuai dengan Visum et Refertum No. 22/VER/P/PRM-03/2007 tanggal 31 Januari 2007 yang dibuat dan ditandatangani oleh : dr. Suhelmi, SpB selaku dokter pada Rumah Sakit PIRNGADI Medan telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang laki-laki bernama Ricky Naibaho, jalan Sriti No. 89 P. Mandala Medan dengan hasil pemeriksaan luar/dalam :

Tangan : Luka memar pada bagian siku ukuran 4x3 cm.

Kesimpulan :

Luka-luka memar akibat trauma benda tumpul.

2. Sesuai dengan Visum et Refertum No. 23/VER/P/PRM-03/2007 tanggal 31 Januari 2007 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Suhelmi, SpB selaku dokter pad Rumah Sakit PIRNGADI Medan telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang laki-laki bernama Richardo Parluhutan Hutagalung, Jalan HM. Jhoni Aspol Pasar Merah Blok G. No. 13 Medan dengan hasil pemeriksaan luar/dalam.

Kepala : benjol pada bagian belakang kepala sebelah kana ukurann 1x1 cm


(27)

Dada : luka memar pada bagian kanan ukurang 8x3 cm.

Kesumpulan :

Luka-luka memar akibat trauma benda tumpul.

Sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam pasal 170 ayat (1) KUHPidana atau

Kedua :

Bahwa ia terdakwa Jekson Aritonang baik bertindak secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama denga Hatopan Situmeang (berkas terpisah) pada hari Selasa tanggal 30 Januari 2007 sekira pukul 20.30 wib atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain masih dalam bulan Januari 2007 bertempat di lantai Jalan Menteng Raya / Panglima Denai Kec. Medan Amplas atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Medan. Orang yang melakukan, menyuruh atau turut serta melakukan, malakukan penganiayaan terhadap orang atau barang, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Pada waktu dan tempat sebagaimana telah diuraikan di atas saksi Richardo Parluhutan Hutagalung dibonceng oleh saksi Ricky Naibaho dengan mengendarai sepeda motor, kemudian pada saat melintas di Jalan Menteng Raya / Jalan Panglima Denai Kec. Mendan Amplas tepatnya di depan terminal Amplas tiba-tiba saksi Ivanna Pandiangan Als Butet menyebrang dan tidak melihat saksi Richardo Parluhutan Hutagalung dan saksi Ricky Naibaho sedang melintas saksi Richardo Parluhutan Hutagalung dan saksi Ricky Naibaho menabrak saksi Ivanna Pandiangan Als Butet kemudian saksi Richardo Parluhutan Hutagalung dan saksi


(28)

Ricky Naibaho terjatuh dan saksi Ricky Naibaho tertimpa sepeda motor sedangkang saksi Richardo Parluhutan Hutagalung berdiri dan mencari sandal, kemudian datang terdakwa dan langsung memukul saksi Richardo Parluhutan Hutagalung pada bagian kepala sebanyak tiga kali dan juga bahagian rusuk sebanyak dua kali kemudian saksi Ricky Naibaho berdiri dan juga dipukul dan ditendang oleh terdakwa.

1. Sesuai deng Visum et Refertum No. 22/VER/P/PRM-03/2007 tanggal 31 Januari 2007 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Suhelmi, SpB selaku dokter pada Rumah Sakit PIRNGADI Medan telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang laki-laki bernama Ricky Naibaho Jalan Sriti No. 89 P. Mandala Medan dengan hasil pemeriksaan luar / dalam

Tangan: Luka memar pada bagian siku ukuran 4x3 cm

Kesumpulan :

Luka-luka memar akibat trauma benda tumpul.

2. Sesuai dengan Visum et Refertum No. 23/VER/P/PRM-03/2007 tanggal 31 Januari 2007 yang dibuat dan ditandatangani olah dr. Suhelmi, SpB selaku dokter pada Rumah Sakit PIRNGADI Medan telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang laki-laki bernama Richardo Parluhutan Hutagalung. Jalan HM Jhoni Aspol Pasar Merah Blok G No. 13 Medan dengan hasil pemeriksaan luar/dalam :

Kepala : benjol pada bagian belakang kepala sebelah kanan ukuran 1x1 cm


(29)

Dada : luka memar pada dada bagian kanan ukuran 8x3 cm

Kesimpulan :

Luka-luka memar akibat trauma benda tumpul.

Sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam pasal 351 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana.

B. Pembuktian Dalam Persidangan

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan maka pembuktian mengenai unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, maka jaksa penuntut umum membuktikan dakwaan sebagaimana pasal 170 ayat (1) KUH Pidana, dengan unsur-unsur sebagai berikut :

Barang siapa Dumuka umum

Bersama-sama melakukan kekerasan terhadap Richardo Hutagalaung Berdasarkan uraian-uraian seperti tersebut maka jaksa penuntut umum bekeyakinan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Bersama-sama melakukan kekerasan dimuka umum yang mengakibatkan luka” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 170 ayat (1) KUH Pidana.

C. Pembuktian Kasus Putusan Nomor 826/Pid B/2007/PN/Mdn


(30)

Fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan dalam persidangan secara berturut-turut dikemukakan berupa keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, dan dikuatkan dengan barang bukti :

Keterangan saksi-saksi : 1. Rizky Naibaho

Menerangkan :

a. Sehat jasmani dan rohani dan bersedia diperiksa dan akan memberikan keterangan yang sebenarnya

b. Mengetahui sebabnya dipanggil hingga diperiksa di kantor polisi sehubungan dengan terjadinya peristiwa pemukulan terhadap diri korban c. Kejadian tersebut terjadi pada hari selasa tanggal 30 Januari 2007 pukul

20.30 Wib di Jln Menteng Raya / Panglima Denai tepatnya di depan Terminal Amplas medan yang dilakukan oleh 10 (sepuluh) orang laki-laki namun 4 (empat) orang diantaranya pelaku yang dapat dikenali saksi d. Adapun yang menjadi korban selain saksi adalah teman dari saksi yang

bernama Rizky Naibaho yang waktu kejadian bahwa saksi bersama Rizky Naibaho mengendarai sepeda motor dan melintas di depan Terminal Amplas Medan tersebut hingga terjadi pelanggaran antara saksi dengan seorang perempuan yang melintas berjalan kaki di jalan tersebut

e. Saat terjadinya pelanggaran tersebutlah orang ramai dating sebanyak kurang lebih 10 (sepuluh) orang dan terus memukuli saksi korban dan saksi Rizky Naibaho dan diantara pelaku tersebut dikenal oleh saksi adalah tersangka Haposan Situmeang dan tersangka Jekson Aritonang


(31)

f. Tersangka Haposan Situmeang memukul rusuk sebelah kanan saksi korban sebanyak 2 (dua) kali dan tersangka Jekson Aritonang memukul kepala saksi korban sebanyak 2 (dua) kali

g. Adapun sebabnya korban dan saksi Rizky Naibaho dipukuli oleh tersangka tersebut adalah karena saksi korban dan saksi menabrak kaki seorang perempuan yang berjalan kaki ditempat tersebut hingga saksi korban dan saksi jatuh dari atas sepeda motor yang dikendarainya

h. Akbat pukulan yang dilakukan oleh tersangka tersebut, saksi korban mengalami bengkak pada kepala dan luka gores pada rusuk sebelah kanan i. Saksi membenarkan bahwa 2 (dua) orang tersangka masing-masing yang

bernama Haposan Situmeang dan Jekson Aritonang yang dikemukakan kepada saksi oleh saksi membenarkan bahwa kedua tersangka tersebut adalah yang melakukan penganiayaan terhadap saksi korban dan saksi Rizky Naibaho

j. Atas perbuatan tersangka tersebut, saksi korban merasa keberatan dan menuntut agar terhadap ke 2 (dua) tersangka dapat dihukum sesuai dengan hokum yang berlaku

k. Seluruh keterangan dibenarkan oleh saksi dan diterangkan dengan tidak ada paksaan baik bujukan atau pengaruh

2. Rizky Naibaho Menerangkan :

a. Sehat jasmani dan rohani dan bersedia untuk diperiksa dan akan membarikan keterangan yang sebenarnya


(32)

b. Mengetahui sebabnya dipanggil hingga diperiksa dikantor polisi sehubungan dengan terjadinya peristiwa pemukulan terhadap diri saksi dan juga terhadap korban Richardo Parluhutan Hutagalung

c. Kejadian tersebut terjadi pada hari selasa tanggal 30 Januari 2007 pukul 20.30 Wib di Jln Menteng Raya / Panglima Denai tepatnya didepan Terminal Amplas Medan yang dilakukan oleh 10 (sepuluh) orang laki-laki namun 4 (empat) orang diantaranya pelaku yang dapat dikenali saksi d. Adapun yang menjadi korban adalah saksi bersama terman dari saksi yang

bernama Richardo Parluhutan Hutagalung yang mana waktu kejadian bahwa saksi membonceng saksi Richardo Parluhutan Hutagalung dengan naik sepeda motor dan melintas di depan Terminal Amplas Medan tersebut hingga terjadi pelanggaran antara saksi dengan seorang perempuan yang melintas berjalan kaki di jalan tersebut

e. Saat terjadinya pelanggaran tersebut lalu saksi korban Richardo Parluhutan Hutagalung terus berdiri dan ramai datang sebanyak 10 (sepuluh) orang dan terus memukuli saksi korban dan juga saksi tidak luput dari pukulan dan kaki sebelah kanan saksi disepak / ditunjang oleh para pelaku secara beramai-ramai dan Haposan Situmeang dan tersangka Jekson Aritonang f. Tersangka Haposan Situmeang memukul rusuk sebelah kanan saksi korban

sebanyak 2 (dua) kali dan tersangka Jekson Aritonang memukul kepala saksi korban sebanyak 2 (dua) kali

g. Setelah saksi korban Richardo Parluhutan Hutagalung dipukuli oleh pelaku tersebut kemudian saksi pun turut dipukuli


(33)

h. Setelah saksi korban dipukuli oleh pelaku tersebut lalu seorang diantara pelaku Jekson Aritonang turut bersama saksi untuk membawa perempuan yang ditabrak korban tersebut untuk berobat sedangkan tersangka Haposan Situmeang membawa saksi korban dabn sepeda motor yang dipakai saksi ke pos Polisi paterumbak di Simpang Jln. Sisinganmangaraja Medan i. Adapun sebenarnya terjadinya pemukulan secara bersama-sama terhadap

saksi dan korban tersebut adalah karena saksi korban dan saksi menabrak kaki seorang perempuan yang berjalan kaki ditempat tersebut hingga saksi korban dan saksi jatuh dari atas sepeda motor yang dikendarai saksi dan saksi korban

j. Saksi membenarkan bahwa 2 (dua) orang tersangka masing-masing bernama Haposan Situmeang dan Jekson Aritonang yang dikemukakan kepada saksi oleh saksi membenarkan bahwa kedua tersangka tersebut adalah yang melakukan penganiayaan terhadap saksi korban dan saksi Rizky Naibaho

k. Akibat pukulah yang dilakukan oleh tersangka tersebut, saksi korban Richardo Parluhutan Hutagalung mengalami bengkak pada kepala dan luka gores pada rusuk sebelah kanan serta kaki sebelah kanan saksi bengkak akibat disepak oleh masing-masing tersangka

l. Seluruhnya keterangan dibenarkan oleh saksi dan diterangkan dengan tidak ada paksaan baik bujukan atau pengaruh

3. Ivanna Pandiangan als Butet Menerangkan :


(34)

a. Sehat jasmani dan rokhani dan bersedia untuk diperiksa dan akan memberikan keterangan yang sebenarnya

b. Mengetahui sebabnya dipanggil hingga diperiksa dikantor polisi sehubungan dengan terjadinya penganiayaan terhadap saksi korban Richardo Parluhutan Hutagalung dan saksi Rizky Naibaho yang terjadi di Jln Panglima Denai tepatnya didepan Terminal Amplas Medan pada hari selasa 30 Januari 2007 pukul 20.30 Wib

c. Kajadian tersebut diketahui oleh saksi tidak tahu karena saat kejadian tersebut dimana saksi yang ditabrak kedua orang saksi korban Richardo Parluhutan Hutagalung tersebut, saksi terjatuh dan terus pingsan

d. Setelah saksi di Rumah Sakit Estomihi Jln Sisingamangaraja Medan barulah saksi sadar dan mengetahui bahwa laki-laki yang menabrak saksi korban yaitu Rizky Naibaho telah mengantarkan saksi korban untuk berobat bersama salah seorang laki-laki nama Jekson Aritonang dan kemudian Jekson Aritonang ditangkap polisi sewaktu di Jln Sisingamangaraja depan pajak simpang Limun Medan karena diduga turut melakukan pengniayaan terhadap kedua orang saksi yang menabrak saksi tersebut.

e. Seluruhnya keterangan dibenarkan oleh saksi dan diterangkan dengan tidak ada paksaan baik bujukan atau pengaruh

4. Haposan Situmeang Menerangkan :


(35)

a. Sehat jasmani dan rohani dan bersedia untuk diperiksa dan akan memberikan keterangan yang sebenarnya

b. Saksi menerangkan pada hari selasa 30 Januari 2007 pukul 21.50 Wib didalam kedai tuak yang ada dipinggir jalan yaitu Jln Panglima Denai medan (depan Termninal Amplas Medan) dan adapun sebabnya adalah karena tersangka dituduh turut melakukan penganiayaan terhadap kedua saksi korban masing-masing Richardo Parluhutan Hutagalung dan saksi Ricky Naibaho yang melakukan pelanggaran terhadap seorang perempuan yang berjalan kaki di Jln Panglima DenaiMedan Tersebut pada hari selasa tanggal 30 Januari 2007 Pukul 20.30 Wib

c. Saat terjadinya pelanggaran yang dilakukan kedua orang tersebut terhadap seorang perempuan yang berjalan kaki tersebut, saksi berada di dalam kedai tuak yang berada di pinggir jalan tersebut yang berjarak kurang lebih 10 Meter (sepuluh) meter dariu tempat kejadian

d. Saksi tidak mengakui dan mungkir dan tidak ada melakukan pemukulan terhadap kedua orang saksi korban tersebut dan tidak ada melihat / mengetahui siapa yang melakukan pemukulan terhadap kedua korbanb tersebut

e. Saksi mengakui bahwa saksi ada mengantar sepeda motor keuda orang korban tersebut dan juga mengantarkan korban Richardo Parluhutan Hutagalung kekantor pos polisi Patumbak yang ada di Jln Sisingamangaraja Medan atas suruhan anggata Polisi Marga Pardosi


(36)

dimana tersangka membawa sepeda motor tersebut dengan membonceng korban tersebut

f. Saksi tidak mengakui bahwa saat terjadinya pemukulan yang dilakukan terhadap korban, saksi tidak mengakui bahwa tidak ada mengatakan : Borukunya itu, borukunya itu, adikku nya itu, adikkunya itu

g. Keseluruhan keterangan dibenarkan oleh saksi dan diterangkan dengan tidak ada paksaan baik bujukan atau pengaruh.

Keterangan terdakwa :

Terdakwa Jekseo Aritonang, pada pokoknya di depan persidangan menerangkan sebagai berikut :

Pada hari selasa tanggal 30 Januari 2007 sekira pukul 20.30 wib bertempat di Jalan Menteng Raya / Panglima Denai Kec. Medan Amplas, saksi Richardo Parluhutan Hutagalung dibonceng oleh saksi Ricky Naibaho dengan mengendarai sepeda motor, kemudian pada saat melintas di Jalan Menteng Raya / Jalan Panglima Denai Kec. Mendan Amplas tepatnya di depan terminal Amplas tiba-tiba saksi Ivanna Pandiangan Als Butet menyebrang dan tidak melihat saksi Richardo Parluhutan Hutagalung dan saksi Ricky Naibaho sedang melintas saksi Richardo Parluhutan Hutagalung dan saksi Ricky Naibaho menabrak saksi Ivanna Pandiangan Als Butet kemudian saksi Richardo Parluhutan Hutagalung dan saksi Ricky Naibaho terjatuh dan saksi Ricky Naibaho tertimpa sepeda motor sedangkang saksi Richardo Parluhutan Hutagalung berdiri dan mencari sandal, kemudian datang terdakwa dan langsung memukul saksi Richardo Parluhutan Hutagalung pada bagian kepala sebanyak tiga kali dan juga bahagian rusuk


(37)

sebanyak dua kali kemudian saksi Ricky Naibaho berdiri dan juga dipukul dan ditendang oleh terdakwa.

Surat

Sesuai deng Visum et Refertum No. 22/VER/P/PRM-03/2007 tanggal 31 Januari 2007 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Suhelmi, SpB selaku dokter pada Rumah Sakit PIRNGADI Medan telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang laki-laki bernama Ricky Naibaho Jalan Sriti No. 89 P. Mandala Medan dengan hasil pemeriksaan luar / dalam

Tangan: Luka memar pada bagian siku ukuran 4x3 cm

Kesimpulan :

Luka-luka memar akibat trauma benda tumpul.

Sesuai dengan Visum et Refertum No. 23/VER/P/PRM-03/2007 tanggal 31 Januari 2007 yang dibuat dan ditandatangani olah dr. Suhelmi, SpB selaku dokter pada Rumah Sakit PIRNGADI Medan telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang laki-laki bernama Richardo Parluhutan Hutagalung. Jalan HM Jhoni Aspol Pasar Merah Blok G No. 13 Medan dengan hasil pemeriksaan luar/dalam :

Kepala : benjol pada bagian belakang kepala sebelah kanan ukuran 1x1 cm

Dada : luka memar pada dada bagian kanan ukuran 8x3 cm

Kesimpulan :


(38)

2. Pembuktian Hakim Atas Fakta

Menimbang, bahwa terdakwa didakwa Penuntut Umum berdasarkan surat dakwaan tanggal Februari 2007 No Reg Perk PDM yang berbunyi sebagai berikut :

Menimbang, bahwa untuk menguatkan dakwaan terhadap terdakwa tersebut Penuntut Umum telah mengjukan saksi-saksi yaitu

1. Richardo Parluhutan Hutagalung

2. Ricky Naibaho

Saksi-saksi tersebut memberikan keterangan dibawah sumpah yang pada pokoknya sama dengan keterangan dalam berita acara yang dibuat oleh penyidik

Menimbang, bahwa terdakwa dipersidangan telah memberikan keterangan yang pada pokoknya sama dengan keterangan dalam Berita Acara yang dibuat oleh penyidik

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa dihubungkan dengan barang bukti Visum et Refertum Hakim berpendapat bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang memenuhi samua unsure dari pasal 170 (1) KUHPidana

Menimbang, bahwa oleh karena itu terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dan oleh karenanya harus dijatuhi pidana sebagaimana disebutkan dalam amar putusan hakim pada kasus ini


(39)

Menimbang, bahwa hakim dalam persidangan tidak menemukan adanya alasan pemaaf atau alasan pembenar dan terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan karena itu terdakwa harus dijatuhi pidana.

D. Hasil Penelitian Kemasyarakatan

I. Identitas A. Klien

1. Nama : Jekson Aritonang 2. Tempat / tgl lahir : Muara 15 Pebruari 1989 3. Jenis Kelamin : Laki-laki

4. Agama : Kristen

5. Bangsa/Suku bangsa : Indonesia / Batak Toba 6. Pendidikan : SMP Kls 1 ( D O ) 7. Pekerjaan : Kernet Angkutan 8. Status Perkawina : Belum Kawin

9. Alamat : Jl. Panglima Denai Gg. Rawa No. Medan Amplas

B. Orang Tua Wali

Ayah :

a. Nama : Patar Aritonang b. Tempat / tgl lahir : ± 53 tahun c. Agama : Kristen


(40)

e. Pendidikan : SD (tamat) f. Pekerjaan : Tani

g. Alamat : Jl. Tapanuli Utara h. Keterangan : Ayah Kandung

Ibu :

a. Nama : Surun Br. Siregar b. Tempat / tgl lahir : Toba, 53 tahun

c. Agama : Kristen

d. Bangsa/Suku bangsa : Indonesia / Batak Toba e. Pendidikan : SD (tamat)

f. Pekerjaan : Tani

g. Alamat : Simpang Padang Pasir Rantau Parapat h. Keterangan : Ibu kandung (Penjamin)

C. Susunan Keluarga Tabel 1 :

No. Nama Umur L/P Status Keterangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Patar Aritonang Suran Br. Siregar Lokjo Aritonang Melia Aritonang Rani Wati Rosma Rohana Jekson Aritonang 53 thn 53 thn 27 thn 25 thn 20 thn 18 thn 17 thn L P L P P P L Ayah kandung Ibu kandung Anak Kandung Anak Kandung Anak Kandung Anak Kandung Anak Kandung Meninggal dunia Ibu R.tangga Kawin Kawin Belum Kawin Belum Kawin Tersangka


(41)

II. Masalah

Berdasarkan hasil intervieu pada hari kamis tanggal 8 pebruari 2007 dingan klien, keluarga dan pihak terkait dalam masalah ini kami susun dalam laporan Penelitian Kemasyarakatan sebagai berikut :

1. Penahanan Klien

Berdasarkan Surat Laporan Polisi Kota Beasar Medan Sekitarnya No. Pol. 352 / 2007/Tabes tanggal 30 januari 2007 Klien Jekson Aritonga ditahan sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana Penganiayaan oleh

Poltabes MS. terhitung mulai tanggal 30 Januari 2007 sampai diadakannya Penelitian Kemasyarakatan dari BAPAS Klas I Medan

2. Kronologis Pelanggaran

a. Menurut keterangan klien saat Pembimbing Kemasyarakatan mengintervieu di Poltabes medan memberikan keterangan sebagai berikut :

b. Klien An. Jekson Aritonang pada hari selasa tanggal 30 Januari 2007 sedang melintas di Jalan Panglima Denai depan Terminal Amplas Medan tiba-tiba ditengah jalan saat melintas terjadi kecelakaan yang korbannya seorang perempuan yang sedang berjalan kaki ditabrak oleh 2 orang pengendara sepeda motor dengan spontan Klien menuju ketempat kecelakaan tersebut niatnya ingin menolong korban tabrakan tersebut saat berada ditempat kejadian tabrakan tiba-tiba 2 orang laki-laki yang sedang mengendarai sepeda motor yang menabrak korban soerang perempuan mau melarikan diri, klien langsung


(42)

menarik/memegang dan memukul sebanyak 1 kali kesalah satu pengendara sepeda motor agar jangan melarikan diri dan mengatakan bahwa mereka harus bertanggung jawab disaat seperti itu tiba-tiba massa sudah berdatangan dan memukuli pelaku tabrakan tersebut. akhirnya setelah diramai-ramaikan oleh massa pelaku tabrakan tersebut mau bertanggung jawab dengan membawa korban berobat karena anggota tubuh korban ada yang luka dan terkilir. Disaat kedua pelaku korban tabrakan dan klen sudah berada di jalan sisinga mangaraja dekat pajak simpang limun Medan untu mengantar korban berobat tanpa sepengetahuan klien salah satu dari pelaku ternaya pelaku tabrakan tersebut menelepon seseorang, tidak berapa lama datang seorang laki-laki dan klien langsung ditangkap ternyata pelaku tabrakan tersebut menelepon polisi yang langsung datang dengan berpakaian preman klien langsung dibawa dan ditahan untuk diproses sesuai hukum yang berlaku karena klien disangka melakukan penganiayaan terhadap pelaku tersebut.

3. Latar Belakang dan Faktor Penyebab Masalah

Adapun yang melatar belakangi dan factor penyebab masalah sebagai berikut :

a. Klien dan kedua korban sebelumnya tidak saling kenal, pada saat terjadi klien merasa bertanggung jawab karena peristiwa kecelakaan tersebut langsung disaksikan oleh Klien


(43)

b. Mulanya pertengkaran antara Klien dan korban secara spontanitas saja dimana klien merasa kasihan melihat ada korban kecelakaan di jalan raya yang sedang membutuhkan pertolongan sementara pelaku mau melarikan diri.

c. Klien bermaksud untuk menolong korban tersebut namun akhirnya klien jadi ikut terlibat langsung dalam peristiwa kecelakaan itu. d. Timbul rasa emosional seketika ( Arogansi Pemuda ) pada diri

Klien, mempertahankan harga dirinya untuk diakui keberadaannya di lingkungan tersebut.

e. Tingkat pendidikan yang masih minim serta pengetahuan yang terbatas dan usia Klien yang masih muda membuatnya tidak dapat memilah-milah perbuatan yang bertentangan dan melanggar hukum yang berakibat mendapat sanksi hukum atas dirinya.

f. Faktor lingkungan kurang baik karena di lingkungan tersebut anak-anak berteman bukan dengan seusianya.

4. Akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan Klien a. Pribadi Klien

Klien harus mempertanggung jawabkan perbuatannya secara hukum, untuk sementara waktu aktifitasnya sehari-hari sedikit terhambat dikarenakan klien disibukkan dengan urusan masalahnya di kepolisian


(44)

Keluarga merasa sedih dan malu karena masalah ini merupakan aib bagi keluarganya

c. Korban

Pihak korban bernama Richardo Parluhutan Hutagalung warga jalan menteng kelurahan amplas merasa dirugikan secara materi mengalami luka dan sakit sehingga melapor ke pihak Berwajib untuk diproses secara hukum

d. Lingkungan Masyarakat

Akibatnya terhadap masyarakat merasa prihatin dan mengharapkan agar masalah ini dapat secepatnya diselesaikan dengan jalan damai karena klien dan korban sama-sama bermaksud untuk menolong korban kecelakaan tersebut.

III. Riwayat Hidup Klien

1. Riwayat hidup klien sejak dalam kandungan

Riwayat hidup klien sejak dalam kandungan adalah sehat dan normal, lahir dirumah dibantu bidan desa

2. Perkembangan kesehatan klien

a. Perkembangan kesehatan klien menurut pengamatan kami dan keterangan klien dapat dikatakan wajar-wajar saja sesuai dengan usianya.

b. Klien tidak ada menderita atau mengidap penyakit yang bersifat akut maupun kronis.


(45)

3. Riwayat Pendidikan

Klien mulai masuk pendidikan formal di SD Negeri Muara (Tapanuli Utara) selama di SD klien tidak pernah tinggal kelas, setamat dari SD klien melanjutkan ke SMP negeri di muara dan hanya sampai kelas I (satu) lalu berhenti kemudian mengangur sampai sekarang.

4. Riwayat Pekerjaan

Klien saat ini tidak mempunyai pekerjaan menetap sebelum bermasalah klien sedang belajar mengemudi angkutan atau sopir

IV. Pandangan Masa Depan

Menurut pengakuan klien semasa kecil klien bercita-cita ingin menjadi TNI ataupun Polri, tetapi setelah putus sekolah harapan tersebut sirna dengan sendirinya. Klien berharap penegak hukum memberi keringanan pada dirinya karena akan meneruskan aktifitasnya meningkatkan kemahirannya sebagai sopir atau driver.

V. Tanggapan Klien Terhadap Masalahnya

Ketika ditanya tanggapan atas masalah yang dihadapinya klien merasa menyesal dan bersalah sehingga membuat seluruh keluarga susah. klien berjanji tidak akan mengulanginya lagi dan merasa jera.

VI. Keadaan Keluarga


(46)

orang tua klien menikah pada tahun 1977 di Tapanuli Utara. Dikaruniai lima orang anak dan klien merupakan anak ke lima dari lima bersaudara atau bungsu.

2. Relasi social dalam keluarga

Menurut keterangan klien dan orang tua klien hubungan relasi social dalam keluarga berjalan baik. klien dan saudaranya saling menyayangi juga dengan ibunya, dan menurut pengakuan kelurganya termasuk taat beragama.

3. Relasi social keluarga dengan lingkungan masyarakat

Relasi social keluarga dengan lingkungan berjalan baik dan biasa-biasa saja selalu aktif dalam kegiatan social di lingkungannya.

4. Keadaan Sosial Ekonomi keluarga

Keadaan social ekonomi keluarga tergolong ekonomi lemah, ayah klien sudah menginggal dunia lima tahun yang lalu sementara ibu klien hanya petani dan seluruh biaya keluarga ditanggulangi dengan cara hidup pas-pasan di desa

5. Keadaan rumah

Rumah yang ditempati klien saat ini adalah rumah kos-kosan dengan sewa Rp. 60.000,- per bulan, sangat sederhana terbuat dari papan, atap seng listrik PLN dan air minum keadaan rumah sangat padat penduduk.


(47)

VII. Keadaan Lingkungan Masyarakat Tempat Tinggal Klien

Strata social masyarakat ekonomi menengah ke bawah mempunyai mata pencaharian beraneka macam terdiri dari suku jawa dan batak yang beragama islam dan Kristen yang berinteraksi social terlihat baik dan akur.

VIII. Tanggapan - Tanggapan 1. pihak keluarga

Pihak keluarga berharap agar anaknya atau klien diberi hukuman seringan-ringannya serta keluarga masih bersedia menerima klien dan masih sangat menyayangi klien.

2. Korban

Korban menyerahkan kepada pihak berwajib untuk diproses sesuai hukum yang berlaku. namun demikian masih mau berdamai jika keluarga klien menganti kerugian korban, berupa materi untuk biaya pengobatan korban 3. Masyarakat dan pemerintah setempat

Masyarakat dan pemerintah setempat merasa prihatin dan menyerahkan kasus ini kepada pihak berwajib dan berharap diberi jalan damai antar korban dan klien.

IX. Kesimpulan Dan Saran


(48)

Berdasarkan Pengamatan dan informasi yang diperoleh dari klien, keluarga serta pihak terkait dengan ini pembimbing kemasyarakatan BAPAS Klas I medan menyimpulkan sebagai berikut :

1) Pada dasarnya klien bermaksud/meninggalkan korban tidak lari dari tanggung jawabnya sebagai pelaku tabrak lari di jalan raya.

2) Klien mengakui perbuatannya spontanitas tanpa direncanakan atau didorong pihak lain, hal ini dilakukan karena merasa kasihan atau emosi seketika karena Klien melihat orang membutuhkan pertolongan, Klien bermaksud untuk menolong tetapi akhirnya Klien terlibat dalam pertengkaran tersebut, dan Klien juga sempat memukul kepala korban sebanyak 1(satu) kali dengan tangannya tetapi tidak mengakibatkan luka korban.

3) Pendidikan rendah, pengetahuan terbatas membuat klien belum dapat memilah perbuatan yang benar dan yang salah

4) Klien mengakui perbuatannya dan menyesal serta berjanji tidak mengulangi lagi, dan beru pertaman ini berurusan dengan pihak berwajib

5) Keluraga Klien masih sanggup membimbing dan membina Klien.

b. Saran-saran

Kepada Bapak/Ibu hakim yang terhormat yang menyidangkan perkara klien atas nama : Jekson Aritonang memang terbukti bersalah


(49)

dipersidangan dengan memperhatikan UU. No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan UU. No. 23 Tahun 2002, maka kami dari BAPAS Medan memberikan saran sebagai berikut :

Agar Klien diberikan hukuman yang seringan-ringannya yang mana Pelanggaran Hukum yang dilakukan bukanlah unsure kesengajaan (balas dendan) melainkan tindakan tersebut ia lakukan agar korban tidak lari dari tanggung jawabnya sebagai pelaku dari peristiwa tabrakan tersebut. Klien baru pertama kali berurusan denga Hukum.

E. Putusan Hakim

Pengadilan Negeri Medan yang meemriksa dan mengadili perkara pidana dengan acara biasa telah menjatuhkan putusan dalam perkara terdakwa :

Nama Lengkap : Jekson Aritonang Tempat lahir : Muara

Umur/Tgl Lahir : 17 Tahun/ 15 Februari 1989 Jenis Kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat Tinggal : Jl. Panglima Denai Gg. Rawa Medan Amplas Agama : Kristen

Pekerjaan : --


(50)

Terdakwa ditahan dalam Rumah Tahanan Negara sejak tanggal 31 Januari 2007 s.d sekarang

Pengadilan Negeri tersebut : Membaca dan sebagainya, Mengingat Pasal 170 (1) KUHP

PENGADILAN NEGERI TERSEBUT

Telah membaca Surat penetapan Ketua Pengadilan Negeri Medan tertanggal 6 Maret 2007 No. 826/pid.B/2007 PN.Mdn. tentang penunjukan Hakim yang memeriksa perkara ini

Telah mendengar keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa

Menimbang, bahwa Penuntut Umum dalam tuntutan pidana terhadap terdakwa pada pokoknya sebagai berikut :

a. Menyatakan bahwa terdakwa Jekson Aritonang telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindaka pidana “Bersama-sama melakukan kekerasan dikuka umum yang mengakibatkan luka” sibagaimana dalam pasal 170 (1) KUHP

b. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa tersebut selama 1 tahun 3 bulan potong tahanan

c. Menyatakan barang bukti nihil


(51)

Menimbang, bahwa atas tuntutan pidana tersebut, terdakwa telah mengajukan permohonan yang pada pokokoknya mohon agar dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya.

Menimbang, bahwa atas terdakwa didakwa Penuntut Umum berdasarkan surat dakwaan tanggal Februari 2007. No. Reg.Perk.PDM, yang berbunyi sebagai berikut

Menimbang, bahwa untuk menguatkan dakwan terhadap terdakwa tersebut, Penuntut Umum telah mengajukan saksi-saksi yaitu :

1. Ricardo P. Hutagalung

2. Ricky Naibaho

Saksi-sakti tersebut memberikan keterangan dibawah sumpah yang pada pokoknya sama dengan keterangan dalam Berita Acara yang dibuat oleh penyidik

Menimbang, bahwa terdakwa dipersidangan telah memberikan keterangan yang pada pokoknya sama dengan keterangan dalam Berita Acara yang dibuat oleh Penyidik

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa dihubungkan dengan barang bukti (Visum Et Repertum). Hakim berpendapat bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang melakukan perbuatan yang memenuhi semua unsure dari pasal 170 (1) KUHP

Menimbang, bahwa oleh karena itu terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, dan oleh karena nya harus dijatuhi pidana sebagaimana disebut dalam amar putusan ini


(52)

Menimbang, bahwa Hakim dalam persidangan tidak menemukan adanya alasan pemaaf atau alasan pembenar dan terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya yang telah dilakukan karena itu terdakwa harus dijatuhi pidana

Menimbang, bahwa mengenai barang bukti yang diajukan oleh Penuntut umum di persidangan akan ditetapkan dalam amar putusan dibawah ini

Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dinyatakan bersalah, maka terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara ini

Menimbang, bahwa sebelum terdakwa dijatuhi pidana perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan

Yang memberatkan

a. Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat dan merugikan saksi korban

Yang meringankan

b. Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi lagi

c. terdakwa belum pernah dihukum

Menimbang, bahwa dengan mempertimbangkan segala sesuati yang termuat dalam Berita Acara persidangan ini dianggap merupakan bagian yang tidak terlepas dari putusan ini

Mengingat pasal-pasal Undang-undang yang bersangkutan

1. Menyatakan terdakwa, Jekson Aritonang tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ Dimuka umu secara


(53)

bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang yang mengakibatkan luka”.

2. Menjatuhkan pidana atas diri terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun 1 bulan

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa sebelum putusan ini berkekuatan hukum tetap, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan

4. Menetapkan agar terdakwa tetap ditahan

5. Memerintahkan agar barang bukti nihil

6. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 1000,-

Demikianlah diputuskan oleh Hakim Tunggal Hakim Anak Pengadilan Negeri Medan pada hari Rabu tanggal 11 April 2007. oleh kami PINTA ULI TARIGAN, SH, putusan mana diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Hakim tersebut dan dengan didampingi oleh ROSMERI SITINJAK, SH. Panitera Pengganti dan dihadiri oleh SEPTERBRINA, SH Jaksa Penuntut Umum dihadapan terdakwa.

F. Analisis Pertimbangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan

Putusan hakim harus memuat semua isi dari apa yang terjadi dalam proses peradilan dan semua unsur-unsur yang dilakukan untuk menunjang jalannya proses persidangan agar tidak terjadi ke tidak sesuaian putusan hakim dengan


(54)

yang diatur di dalam undang-undang.33

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 59 ayat (1) Tentang Pengadilan Anak disebutkan: Sebelum mengucapkan putusannya, Hakim memberikan kesempatan kepada orangtua, wali, atau orang tua asuh untuk mengemukakan segala hal ikhwal yang bermanfaat bagai anak. Ayat (2) : Putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarkatan. Hal tersebut jelas bahwa penelititan kemasyarakatan merupakan hal yang harus

Putusan hakim terhadap Perkara no. 826/Pid.B/2007/PN. Mdn tidak ada menyinggung masalah Penelitan kemasyarakatan, dalam putusan tersebut terdapat lamapiran Hasil penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh Balai pemasyarakatan namun pada bagian menimbang putusan tersebut sama sekali tidak ada menyinggung tentang litmas. Sebenarnya penelitian kemasyarakatan itu harus di muat secara jelas agar kita paham apa yang menjadi fungsi Penelitian kemasyaraktan tersebut dan harus disebutkan juga dalam putusan sehingga putusan tersebut ada kaitannya dengan Penelitian Kemasyarakatannya.

Sementara dalam putusan tersebut ada terlampir hasil penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan dan hasil Penelitian Kemsyarakatan yang di buat Oleh Balai Pemasyarakatan tersebut sesuai dengan Buku petunjuk Bimbingan petugas kemasyarakatan Model BK 4, sebagai pedoman yang baku bagi Petugas Balai Pemasyarakatan dalam melakukan Penelitian Kemasyarakatan.

33

Hasil wawancara dengan Hakim Anak Pengadilan Negeri mendan tanggal 19 April 2010 Di Pengadilan Negeri Medan


(55)

dipertimbangkan sebelum ada putusa hakim yang berkekuatan hukum tetap karena jelas ada diatur dalam undang-undang, namun pada kenyataanya Putusan nomor 826/Pid.B/2007/PN/Mdn. sama sekali tidak mempertimbangkan hasil Penelitian Kemasyarakatan dalam amar putusannya, bahkan dalam amar putusan hakim tidak ada samasekali menyinggung tentang hasil penelitian kemasyarakatan yang telah dibuat oleh Pembimbing kemasyarakatan. Hal ini menyebabkan putusan hakim tersebut batal demi hukum sebagaimana di sebutkan pada penjelasan pasal 59 ayat (3) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak “ yang dimaksud dengan wajib dalam ayat ini adalah apabila ketentuan ini tidak dipenuhi, mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, pasal 28 ayat (1) menyebutkan : Berdasarkan pasal 28 Hakim wajib mengadili, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidud dalam masyarakat. Hakim tidak saja menuntut putusan Hakim sesuai dengan hukum dan atau memutuskan perkara mestinya tidak hanya membolak-balik fakta-fakta hukum dan berupaya menjustifikasi pandangannya berdasarkan bunyi kaidah-kaidah hukum dalam peraturan perundang-undangan, tetapi dalam waktu bersamaan sisuai dengan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.34

Hasil penelitian kemasyarakatan memang sering tidak menjadi pertimbangan oleh hakim dalam memutus suatu perkara walaupun sebenarnya Penelitian kemasyarkatan terhadap klien telah dilakukan oleh Pembimbing kemasyarakatan. Hal ini terjadi karena aparat penegak hukum di Negara kita

34


(56)

khususnya di lingkungan Sumatera Utara belum terjalinnya koordinasi yang baik antar lembaga penegak hukum itu sendiri baik dari Penyidik, Kejaksaan, Pengadilan Dan Lembaga Balai Pemasyarakatan.35 Masing-masing lembaga merasa punya kewenangan sendiri-sendiri tetapi demi terjaganya penegakan hukum dan wibawa hukum di negeri ini sebaiknya harus ada koordinasi antar lembaga agar tercipta keadilan yang diharapkan sebagaimana cita-cita bangsa Indonesia.

35


(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas, Petimbangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Peranan Balai Pemasyarakatan dalam penelitian kemasyarakatan dalam proses peradilan pidana, dalam Putusan Nomor 826/Pid.B/2007/PN.Mdn secara hukum belumlah terpenuhi/terlaksana. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, Pasal 59 ayat (2) menyebutkan : “ Putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari pembimbing kemasyarakatan.” Yang dimaksud dengan “wajib” dalam ayat ini adalah apabila ketentuan ini tidak dipenuhi, mengakibatkan putusan ini batal demi hukum. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tahun 2004 Tentang kekuasaan kehakiman, pasal 28 ayat (1) menyebutkan : berdasarkan pasal 28, Hakim wajib mengadili, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hakim tidak saja menuntut putusan Hakim sesuai dengan hukum dan atau memutuskan perkara mestinya tidak hanya membolak-balik fakta-fakta hukum dan berupaya menjustifikasi pandangannya berdasarkan bunyi kaidah-kaidah hukum dalam peraturan perundang-undangan, tetapi dalam waktu bersamaan sesuai dengan rasa keadilan yang hidup dalam


(58)

masyarakat. Apabila ada upaya pemisahan, hendaklah dipertimbangkan bahwa pemisahan tersebut semata-mata demi pertumbuhan dan perkembangan anak secara sehat dan wajar serta harus merupakan kesempatan terahir/Ultimum

Remidium. (Pasal 14, pasal 16 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2002 tentang

perlindungan anak, pasal 59 ayat (1), pasal 66 ayat (4) UU HAM No. 39 Tahun 1999. Hakim Anak memberikan putusannya dan apabila dibandingkan dengan Rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan (PK) BAPAS yang tertuang di dalam hasil penelitian kemasyarakatan (LITMAS) dianggap tidak sesuai dengan Rekomendasi dalam Penelitian kemasyarakatan.

2. Bentuk pidana yang dijatuhkan hakim terhadap anak terkait dengan perkembangan teori pemidanaan. Undang-undang nomor 3 tahun 1997 juga diatur mengenai batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak seperti tercantum dalam pasal 4 ayat (1), yaitu sekurang-kurangnya 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin. Apabila anak yang bersangkutan telah mencapai umur 21 tahun, maka menurut pasal 4 ayat (2) Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tetap diajukan ke sidang anak. Khusus mengenai sanksi terhadap anak dalam Undang-undang ini ditentukan berdasarkan perbedaan umur anak, yaitu bagi anak yang masih berumur 8 sampai 12 tahun hanya dikenakan tindakan, sedangkan terhadap anak yang telah mencapai umur 12 sampai 18 tahun dijatuhkan pidana. Pembedaan perlakuan tersebut didasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan social anak.


(59)

Pasal 24 Undang-undang nomor 3 tahun 1997 ditetukan bahwa ada tiga Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah :

a. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;

b. Menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau

c. Menyerahkan kepada Departemen sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan pembinaan latihan kerja.

Pidana yang dijatuhkan terhadap anak nakal, menurut Pasal 23 Undang-undang nomor 3 tahun 1997, meliputi pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok meliputi pidana penjara, pdana kurungan, pidana denda atau pidana pengawasan; sedangkan pidana tambahan dapat berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi.

3. Pertimbangan Hakim terhadap penelitian kemasyarakatan dalam penjatuhan pidana terhadap anak perkara putusan No. 826/Pid.B/2007/PN.Mdn. Pasal 59 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 jelas disebutkan pada Pasal (1) : Sebelum mengucapkan putusannya, Hakim memberikan kesempatan kepada orangtua, wali, atau orang tua asuh untuk mengemukakan segala hal ikhwal yang bermanfaat bagai anak. Pasal (2) : Putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarkatan. Dalam putusan ini hakim sama sekali tidak mempertimbangkan hasil Penelitian kemasyarkatan yang dilakukan oleh Petugas Kemasyarakatan hal ini dilihat dari pertimbangan hakim dalam amar


(60)

putusannya sama segala tidak ada menyinggung tentang hasil Penelitian Kemasyarakatan.

B. SARAN

1. Perlu Pemerintah dan DPR RI untuk mengamandemen Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dengan membuat Pasal khusus tentang kedudukan Penelitian Kemasyarakatan dan Pembimbing Kemasyarakatan agar memiliki kedudukan hukum yang sama dengan aparat penegak hukum lainnya dalam menangani perkara anak yang berkonflik dengan hukum, mulai dari proses penyidikan, penuntutan, dan putusan pengadilan.

2. Pemerintah perlu lebih memperhatikan dan mengontrol kenerja aparat penegak hukum agar dapat melaksanakan tugasnya secara professional khususnya dalam hal ini hakim, agar dalam menjatuhkan putusan terutama kepada anak dapat lebih bijaksana. Anak sebagai generasi penerus bangsa perlu kiranya diperhatikan bagaimana masa depannya, sehingga dalam menjatuhkan pidana terhadap anak diharapkan pidana tersebut dapat mendidik anak ke arah yang lebih baik dan tanpa mengurangi esensi dari penegakan hukum itusendiri. Masa depan bangsa kedepan berada di tangan Anak, sehingga perlu kiranya memperhatikan kehidupan dan masa depan anak.

3. Hakim dalam menjatuhkan putusan agar mempertimbangkan semua yang termuat dalam persidangan sehingga Undang-undang atau peraturan sebagai dasar/landasan hakim dalam memutus suatu perkara dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan tujuan pembentukan aturan tersebut.


(61)

BAB II

PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PROSES

PERADILAN PIDANA

A. Peranan Balai Pemasyarakatan

Pengadilan anak di Indonesia secara resmi dan diberlakukan sejak disahkannya Undang-undang RI. No. 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak. Timbul pertanyaan, benarkah pengadilan anak, disingkat sidang anak baru dilaksanakan tahun 1997. Jawabannya, tidak. Jauh sebelum itu sudah dimualai dicobakan sejak tahuh 1958 di semarang. Di Jakarta mulai tahun 1965 simua ini karena adanya pemikiran beberapa penegak hukum dan organisasi masyarakat yang merasa bertanggung jawab atas nasib anak-anak sebagai generasi muda harapan Bangsa, karena ketidak berdayaannya sehingga melakukan pelanggaran hukum.

Masalah anak nakal berkembang mengikuti perkembangan social yang makin maju, karena itu perlu segera ditangani. Pemikiran itu juga dengan berkembangnya Ilmu pengetahuan pekerjaan social criminal dan filsafah kemanusiaan, berkembang pula sistem perlakuan terhadap pelanggar hukum terutama sistem prelakuan terhadap anak berkembang dengan pesat, khususnya di Negara maju.11

Peranan Pembimbing kemasyarakatan sebagai anggota sidang perkara anak di Pengadialan Negeri.12

11

Marianti Soewandi, Buku Materi Kuliah Akademi Ilmu Pemasyarakatan Bimbingan

Dan Penyululuhan Klien. Jakarta 2003. hlm 87-88

12


(62)

1. Dasar Hukum Pembimbing Kemasyarakatan

Pembimbing kemasyarakatan telah disebut sejak sumula sebagai tenaga teknis Bapas. Juga sebagai tenaga fungsional dalam menegakkan hukum. Tugasnya tidak hanya membimbing klien dan menyajikan litmas untuk berbagai kepentingan, tetapi khususnya sebagai anggota sidang di pengadilan Negeri karena itulah perlu dijelaskan sejak kapan eksistensi pembimbing kemasyarakatan sebenarnya telah ada Undang-undang yang melandasinya. Dalam Wetboek van

strafrecht dengan perubahannya sejak 1917 KUHP baru itu diberlakukan mualai

1 Januari 1918, kronologisnya adalah sebagai berikut : 1) Dalam pasal 14. d. (2). KUHP

“Hakim boleh mewajibkan kepada seseorang Ambtenaar istimewa, supaya memberi pertolongan dan bantuan kepada siterhukum tentang perjanjian istimewa itu”

2) Ordonansi pidana bersyarat dan bebas bersyarat Stbl. Nomor 251. tanggal 4 mei 1926. Nomor 18 diberlakukan G.General 9 Juli 1926 Pada title 1 tentang pegawai istimewa

Pasal 11 (1) : Untuk tiap-tiap daerah yang mempunyai pengadilan negeri dapat seorang atau “Pegawai Istimewa”. Istilah ini yang dimaksud adalah pembimbing kemasyarakatan. (2) Mereka mendapat bantuan “Pegawai Reklasering” atau wakil pegawai Reklasering. Dalam Ordonansi bahasa belanda “Ambtenaar der Reclasering” yang dimaksud adalah pegawai istimewa atau Pembimbing Kemasyarakatan. (4) Tempat dan kedudukannya ditetapkan oleh mentri kehakiman.


(63)

Pasal 12 (1) : “Pegawai Reklasering diwajibkan jaksa oleh Mentri Kehakiman untuk kepentingan pengawasannya”

Pasal 14 (1) : “Menteri Kehakiman dapat mencukupi, menunjuk Pegawai Istimewa yang sanggup menjalankan pekerjaan itu”

3) Surat Edarah Hakim Agung Sri widoyati, W.S, SH, tanggal 4 juli 1971 nomor M.A./PEM/040/1971. tentang “sidang perkara anak” menyebut : a) Harus hadir pekerja social

b) Harus ada laporan data sosial

4) Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor 06 – UM – 01 – 06 tahun 1983. tentang : “Tata tertib Persidangan dan tata raung sidang “, tanggal 16 Desember 1983

5) Surat Edaran Jaksa Agung RI tanggal 17 Februari 1982, Nomor : B/22/0/E/2/1982. tentang : “Pengiriman Putusan Pidana Bersyarat Pada balai Bispa (BAPAS).”

6) Surat Edaran Jaksa Agung RI tanggal 9 Januari 1986 Nomor : R-001/A-6/1/86. SIFAT “ RAHASIA” Hak Litmas untuk penuntutan, Tindak Pidana Narkotika, denga Pelaku Usia Muda.

7) Sutar Edaran Ketua Mahkamah Agung RI tanggal 17 November 1987 Nomor 6 tahun 1987. Perihal : Tata Tertib Sidang Anak, Menunjuk Peraturan Menteri Kehakiman RI tahun 1983 nomor 06 – UM.01.06. Perihal Tata Tertib Sidang Anak.


(1)

7. Buat organisasi yang membesarkan saya : Badan Ta’mirul Mushola Aladdinsyah FH USU, Himpunan Mahasiswa Islam Kom’s FH USU, Pemerintahan Mahasiswa USU, IMMUDA (Ikatan Mahasiswa Muslim Dairi), IMADA (Ikatan Mahasiswa Dairi), dan IMTITAGUS(Ikatan Mahasiswa Tigalingga, Tahah Pinem, Gunung Sitember).

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi kita semua dan pihak-pihak yang membutuhkan. Terima kasih.

Medan, Juli 2010


(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i DAFTARI ISI ... v ABSTRAKSI ... viii BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar belakang ... ... 1 B. Permasalahan ...

... 5 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ...

... 5 D. Tinjauan pustaka ...

... 7 1. Pengertian anak ...

... 7 2. Pengertian Balai Pemasyarakatan (BAPAS) ...

... 11 3. Pengertian Penelitian Kemasyarkatan ...

... 12 E. Keaslian Penulisan ...


(3)

F. Metode Penulisan ... ... 13 G. Sistematika Penulisan ...

... 15

BAB II : PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PROSES PERADILAN PIDANA

A. Peranan Balai Pemasyarakatan ... ... 17 B. Proses pembuatan penelitian kemasyarakatan` ...

... 24 C. Hal-hal yang harus dimuat di dalam pembuatan

penelitian kemasyarakatan ... 29 D. Peranan penelitian kemasyarakatan dalam

pertimbangan penjatuhan pidana terhadap putusan ... 32

BAB III : BENTUK PIDANA YANG DIJATUHKAN HAKIM TERHADAP ANAK TERKAIT DENGAN PERKEMBANGAN TEORI PEMIDANAAN

A. Jenis pidana secara umum ... 37 B. Teori pemidanaan ... 44 C. Sanksi pidana terhadap Anak menurut Undang-undang

Nomor 3 Tahun 1997 Dikaitkan dengan Teori

pemidanaan ... 52

BAB IV : PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP

PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK DALAM KASUS PERKARA NOMOR 826/Pid.B/2007/PN/Mdn.


(4)

1. Kronologis ... 58

2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum ... 59

B. Pembuktian Dalam Persidangan ... 63

C. Pembuktian Kasus Putusan No. 826/Pid.B/2007/PN/Mdn. ... 63

1. Fakta-fakta Hukum ... 63

2. Pembuktian Hakim atas fakta ... 72

D. Hasil Penelitian Kemasyarakatan ... 73

E. Putusan Hakim ... 77

F. Analisis Pertimbangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan ... 87

BAB V : PENUTUP A. KESIMPULAN ... 91

B. SARAN... 94


(5)

ABSTRAK

Anak merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidu, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan social serta perlindungan dari segala kemungkinan yang membahayakan bagi anak. Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melawan hokum yang dilakukan oleh anak disebabkan oleh beberapa factor, antara lain adanya dampak negative dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta prubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua yang akhirnya membawa perubahan social yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat mempengaruhi nilai dan perilaku anak. Oleh karena itu dalam menanggulangi perbuatan dan tingkah laku anak naka perlu dipertimbangkan pertumbuhan dan perkembangan mental anak dengan tetap memperhatikan kepentingan anak. Lahirnya Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak maka penyelesaian perkara anak nakal telah mengarah kepada upaya perlindungan terhadap anak.

Peranan dari pembimbing kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan yang bertugas untuk membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan yang selanjutnya menjadi pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan putusan bagai anak. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1997. yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah Bagaimana peranan balai pemasyarakatan dalam penelitian kemasyarakatan terhyadap anak dalam proses peradilan pidana, bagaimana bentuk penjatuhan pidana oleh hakim terhadap anak dan bagaimana pertimbangan hakim terhadap penelitian kemasyarakatan dalam penjatuhan pidana terhadap anak perkara putusan No. 826/Pid.B/2007/PN.Mdn. Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan penelitian kepustakaan (library research) baik berupa buku-buku ilmiah, majalah, hasil-hasil seminar maupun perundang-undangan yang berhubungan dengan materi pokok yang dibahas dan penelitian lapangan yaitu dengan melakukan wawancara pada Hakim Pengadilan Negeri Medan dan petutas Balai Pemasyarakatan Klas I Medan. Peran Balai Pemasyarakatan adalah membantu memperlancar tugas penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara anak dengan membuat Laporan hasil penelitian kemasyarakatan.

Hasil penelitian kemasyarakatan ini menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap anak namun pada kenyataannya hakim sering kali tidak mempertimbangkan hasil penelitian kemasyarakatan tersebut sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Hal ini tentunya disebabkan oleh beberakafaktor baik dari Balai Pemasyarakatan maupun hakim itu sendiri, kurangnya koordinasi antara lembaga penegak hukum yang terkait dalam perkara juga sangat punya pengaruh besar mulai dari proses Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan hingga pada proses putusan hakim.


(6)

ABSTRAK

Anak merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidu, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan social serta perlindungan dari segala kemungkinan yang membahayakan bagi anak. Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melawan hokum yang dilakukan oleh anak disebabkan oleh beberapa factor, antara lain adanya dampak negative dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta prubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua yang akhirnya membawa perubahan social yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat mempengaruhi nilai dan perilaku anak. Oleh karena itu dalam menanggulangi perbuatan dan tingkah laku anak naka perlu dipertimbangkan pertumbuhan dan perkembangan mental anak dengan tetap memperhatikan kepentingan anak. Lahirnya Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak maka penyelesaian perkara anak nakal telah mengarah kepada upaya perlindungan terhadap anak.

Peranan dari pembimbing kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan yang bertugas untuk membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan yang selanjutnya menjadi pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan putusan bagai anak. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1997. yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah Bagaimana peranan balai pemasyarakatan dalam penelitian kemasyarakatan terhyadap anak dalam proses peradilan pidana, bagaimana bentuk penjatuhan pidana oleh hakim terhadap anak dan bagaimana pertimbangan hakim terhadap penelitian kemasyarakatan dalam penjatuhan pidana terhadap anak perkara putusan No. 826/Pid.B/2007/PN.Mdn. Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan penelitian kepustakaan (library research) baik berupa buku-buku ilmiah, majalah, hasil-hasil seminar maupun perundang-undangan yang berhubungan dengan materi pokok yang dibahas dan penelitian lapangan yaitu dengan melakukan wawancara pada Hakim Pengadilan Negeri Medan dan petutas Balai Pemasyarakatan Klas I Medan. Peran Balai Pemasyarakatan adalah membantu memperlancar tugas penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara anak dengan membuat Laporan hasil penelitian kemasyarakatan.

Hasil penelitian kemasyarakatan ini menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap anak namun pada kenyataannya hakim sering kali tidak mempertimbangkan hasil penelitian kemasyarakatan tersebut sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Hal ini tentunya disebabkan oleh beberakafaktor baik dari Balai Pemasyarakatan maupun hakim itu sendiri, kurangnya koordinasi antara lembaga penegak hukum yang terkait dalam perkara juga sangat punya pengaruh besar mulai dari proses Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan hingga pada proses putusan hakim.


Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

2 50 101

Pertimbangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak (Studi Putusan No. 826/Pid.B/2007/PN.Mdn)

2 47 107

Tinjauan Terhadap Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Wewenang Dalam Jabatan (Studi Putusan No.465/PID.SUS/2010/PN.Psp)

0 68 154

Relevansi Sistem Penjatuhan Pidana Dengan Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Terhadap Kasus Pencurian Kendaraan Bermotor (Studi di Pengadilan Negeri Kota Malang)

1 5 30

Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan (Studi Putusan No. 622/PID/B(A)/2011/PN.TK)

2 17 70

BAB II RESTORATIVE JUSTICE DAN DIVERSI - Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

0 1 19

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

0 0 34

Pertimbangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak (Studi Putusan No. 826/Pid.B/2007/PN.Mdn)

0 0 10

BAB II PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PROSES PERADILAN PIDANA A. Peranan Balai Pemasyarakatan - Pertimbangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak (Studi Putusan No. 826/

0 0 20

BAB III BENTUK PIDANA YANG DIJATUHKAN HAKIM TERHADAP ANAK TERKAIT DENGAN PERKEMBANGAN TEORI PEMIDANAAN A. Jenis Pidana Secara Umum - Pertimbangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak (Studi Putusan No. 826/Pid.B/2

0 0 58