UJI KINERJA ALAT PENGERING TIPE BATCH DRYER UNTUK PENGERINGAN GABAH DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR SEKAM PADI

(1)

Oleh

Sri Rezeky Meylani Nainggolan

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(2)

UJI KINERJA ALAT PENGERING TIPE BATCH DRYER UNTUK PENGERINGAN GABAH DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR

SEKAM PADI

Sri Rezeky Meylani Nainggolan1, Tamrin 2, Warji 2, Budianto Lanya2 1

Mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian FP Unila, 2

Staf Pengajar Jurusan Teknik Pertanian FP Unila e-mail :srirezekymeylani.n255@yahoo.co.id

ABSTRAK

Pengeringan gabah oleh masyarakat di Indonesia dengan cara penjemuran. Masalah yang dihadapi untuk pengeringan gabah dengan cara mekanis adalah ketersediaan bahan bakar dan harga bahan bakar mahal. Bahan bakar alternative perlu dapat disarankan kepada masyarakat untuk pengeringan gabah dengan menggunakan sekam padi. Penelitian ini bertujuan untuk uji kenerja alat

pengeringan tipe batch untuk pengeringan gabah dengan bahan bakar sekam.

Penelitian dikerjakan dengan tiga perlakuan kapasitas pengeringan yaitu 15, 20 dan 25 kg gabah basah. Pengamatan yang dilakukan adalah suhu udara didalam ruang plenum, suhu ruang pengering, lama pengeringan, dan massa bahan bakar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu rata masing perlakuan yaitu 34,78 oC,

34,20 oC dan 37,92 oC dengan kadar air akhir rata-rata masing-masing perlakuan 13,97%, 13,77% dan 13,67%. Sedangkan pemakaian bahan bakar dan lama pengeringan masing-masing perlakuan yaitu 12, 14 dan 16 kg serta 10, 11,3 dan 12 jam. Efisiensi pengeringan diperoleh masing-masing perlakukan adalah 3,05%, 3,41% dan 3,63%. Massa satu kg sekam dapat mengeringkan 1,35 kg gabah basah pada kadar air 25 -26% bb.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Karakteristik Fisik Gabah ... 6

B. Prinsip Pengeringan ... 10

C. Perpindahan Panas ... 19

D. Pengeringan Gabah ... 23

E. Alat Pengering ... 24

F. Bahan Bakar ... 33

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 39

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 39

B. Alat dan Bahan ... 39

C. Prosedur Penelitian... 39

1. Persiapan Alat dan Bahan ... 40

2. Pelaksanaan Penelitian ... 40


(7)

iv

D. Analisis Data ... 46

1. Beban uap air... 46

2. Laju pengeringan ... 47

3. Kadar Air ... 47

4. Energi yang dibutuhkan untuk Pengeringan ... 47

5. Energi Bahan Bakar ... 48

6. Efisiensi Pengeringan ... 48

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Alat Pengering Gabah (Skala Lab) ... 50

B. Suhu Pengeringan ... 51

C. Kadar Air ... 54

D. Lama Pengeringan ... 57

E. Penurunan Bobot ... 58

F. Laju Pengeringan ... 59

G. Jumlah Bahan Bakar ... 60

H. Efisiensi Pengeringan ... 61

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

A. KESIMPULAN ... 64

B. SARAN ... 64

DAFTAR PUSTAKA L A M P I R A N


(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan

rumput-rumputan (gramineae) yang sudah banyak dibudidayakan di Indonesia sejak lama.

Beras merupakan kebutuhan makan pokok penduduk Indonesia dan sebagian besar petani turut serta dalam memproduksinya. Permintaan akan beras akan terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk.

Indonesia adalah suatu negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani. Perekonomian Indonesia ditopang oleh pertanian. Komoditas pertanian yang umumya ditanam oleh penduduk Indonesia adalah padi, padi tersebut akan menghasilkan gabah kemudian diolah menjadi beras.

Perbaikan dalam pengolahan pascapanen bertujuan untuk mengimbangi usaha peningkatan produksi padi. Berbagai usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia, dimana untuk meningkatkan produksi beras juga harus diikuti peningkatan kegiatan pascapanen. Kegiatan pascapanen padi secara lengkap meliputi kegiatan dari pemanenan, perontokan, pembersihan, pengeringan, penggilingan sampai penyimpanan.

Tujuan pengeringan yaitu untuk mendapatkan gabah kering yang tahan untuk disimpan dan memenuhi persyaratan kualitas gabah yang akan dipasarkan, yaitu


(9)

dengan cara mengurangi air pada bahan (gabah) sampai kadar air yang dikehendaki. Kadar air maksimum gabah yang berdasarkan Perum BULOG adalah 14 % untuk GKG (Gabah Kering Giling).

Faktor pengeringan pada gabah merupakan salah satu unsur penting dalam kegiatan pasca panen sebab: (1) Pengeringan merupakan pekerjaan tingkat permulaan sebelum digiling atau disimpan, dan (2) Susut berat atau kualitas akibat pengeringan yang tidak baik akan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit.

Sewaktu padi mengering, terjadi penurunan kandungan kadar air dari bagian tengah butir yang mempunyai kandungan air yang lebih tinggi ke bagian luar butir dengan kadar air lebih rendah, hingga akhirnya tercapai keseimbangan kandungan kadar air dalam butir.

Cara pengeringan yang dilakukan terhadap gabah pada umumnya adalah dengan menggunakan atau memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber energi dan lantai jemur (lamporan) sebagai tempat gabah yang akan dikeringkan. Proses pengeringan gabah pada umumnya membutuhkan waktu tiga hari, namun dengan masih tingginya curah hujan maka waktu yang dibutuhkan menjadi satu minggu. Wongpornchai dkk., (2003) menyimpulkan bahwa untuk penjemuran gabah dengan energi dari sinar matahari memerlukan waktu selama 54 jam untuk mencapai kadar air 14,12% sehingga perlu dilakukan alternatif pengeringan gabah untuk mempersingkat waktu pengeringan. Pengeringan dengan sinar matahari memiliki kelemahan antara lain pengeringan tergantung pada waktu yang cukup lama dan mutu beras yang akan diperoleh relatif kurang baik, sehingga diperlukan


(10)

suatu alat yang dapat menggantikan sinar matahari sebagai sumber energi dengan sumber energi lain sehingga proses pengeringan lebih maksimal.

B.Rumusan Masalah

Gabah dengan kadar air tinggi akan meyebabkan beras menjadi rusak, busuk, berjamur dan berubah warna akan dihasilkan dari gabah dengan kandungan air yang tinggi, sedangkan gabah dengan kandungan air rendah akan menyebabkan butiran padi mudah pecah atau patah sehingga akan menghasilkan banyak beras patah atau menir. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitasnya maka gabah harus segera dikeringkan setelah proses pemanenan. Gabah panen perlu segera dikeringkan hingga mencapai kadar air 13-14% (Karbasi dan Mehdizabeh, 2008).

Pengeringan merupakan salah satu tahap penanganan pasca panen yang umum dilakukan pada biji-bijian termasuk gabah. Pengeringan butiran yang berkadar air tinggi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan dalam jangka waktu lama pada suhu udara pengering yang rendah atau pengeringan dalam jangka waktu yang lebih pendek pada suhu yang lebih tinggi. Akan tetapi, jika pengeringan dilakukan terhadap suatu bahan berlangsung terlalu lama pada suhu yang rendah, maka aktivitas mikroorganisme yang berupa tumbuhnya jamur atau pembusukan menjadi sangat cepat. Sebaliknya, pengeringan yang dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen bahan yang dikeringkan, baik secara fisik maupun kimia. Oleh karena itu, perlu dipilih cara pengeringan yang efektif dan efisien agar tidak terjadi kerusakan pada produk-produk pertanian.


(11)

Pengeringan dengan menggunakan batch dryer adalah salah satu cara pengeringan

yang efektif. Proses pengeringan dengan batch dryer dapat dilakukan kapan saja

atau tidak tergantung cuaca dan ruang. Selain itu, pengeringan dengan batch dryer tidak membutuhkan banyak tenaga kerja.

Sumber energi yang biasa digunakan pada batch dryer adalah minyak bumi atau

kayu bakar. Semakin meningkatnya harga BBM dan kelangkaan minyak tanah, sekam sebagai limbah di penggilingan padi mempunyai peluang yang cukup besar untuk dimanfaatkan bagi petani sehingga dapat mengeringkan gabah basah (Sutrisno dan Rahardjo, 2008). Penelitian ini sumber energi yang digunakan adalah sekam padi itu sendiri, inilah dasar untuk dilakukannya penelitian ini. Sekam padi itu dibakar dan panasnya akan dihembuskan ke tumpukan gabah tersebut. Sekam memiliki kerapatan jenis (bulk density) 125kg/m3, dengan nilai kalori 1 kg sekam sebesar 3300 kilokalori. Menurut Houston, (1972) sekam memiliki bulk density 0,100 g/ml, nilai kalori antara 3300-3600 kkal/kg dengan konduktivitas panas 0,271 BTU. Sekam sebagai limbah di penggilingan padi mempunyai peluang yang cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengeringan gabah. Hal tersebut mengingat keberadaannya cukup melimpah. Jumlah sekam yang dihasilkan yaitu sekitar 23% dari berat gabah yang digiling, sedangkan jumlah sekam yang diperlukan untuk mengeringkan gabah untuk berat

yang sama sekitar 10% (Sutrisno et.al., 2001) ; selain itu sekam mempunyai nilai

bakar yang cukup tinggi yaitu sebesar 3.300 kkal/kg sekam atau 1/3 dari nilai bakar dari minyak tanah (Houston. 1972) ; harga sekam sangat murah.


(12)

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengkaji kinerja pengeringan gabah dengan kapasitas 15 kg – 25 kg (skala

lab) dengan alat pengering tipe batch dryer dengan menggunakan bahan bakar

sekam padi.

2. Mengetahui efisiensi pengering gabah pada tiga tingkat kapasitas bahan yang

digunakan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai informasi bagi masyarakat tentang limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar serta jumlah bahan bakar yang dibutuhkan dalam proses pengeringan.

2. Untuk mengetahui kinerja pengeringan gabah dengan alat pengering tipe batch

dryer.

3. Mengetahui tingkat efektifitas alat pengering tipe batch dryer dalam


(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Karakteristik Fisik Gabah

Butiran-butiran gabah memiliki karakteristik bentuk yang beragam, tergantung varietasnya. Secara umum, subspesies padi yang ditanam di dunia dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu japonica, javanica, dan indica. Padi jenis japonica memiliki bentuk butiran gabah pendek membulat, sedangkan padi jenis indica memiliki bentuk butiran bulat memanjang. Di Indonesia, jenis padi yang banyak ditanam yaitu padi jenis indica. Butiran gabah dapat diuraikan menjadi bagian-bagian seperti ditunjukan pada Gambar 1. Secara garis besar, bagian-bagian gabah dapat dibedakan menjadi 3 bagian. Bagian paling luar disebut sekam. Sekam tersusun dari palea, lemma, dan glume. Bagian kedua disebut lapisan bekatul. Lapisan bekatul tersusun atas lapisan luar, lapisan tengah, lapisan silang, testa, dan aleuron, sedangkan lapisan yang paling dalam disebut endosperm. Gabah hasil panen kemudian diproses lebih lanjut menjadi beras melalui proses penggilingan. Tahapan pascapanen tanaman padi meliputi perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan, dan pengemasan. Salah satu tahapan pascapanen yang penting yaitu proses penggilingan. Pada tahapan ini, gabah yang sudah siap digiling atau Gabah Kering Giling (GKG) akan diproses menjadi beras putih yang siap dikonsumsi.


(14)

Keterangan :

1. Palea 7. Testa

2. Lemma 8. Aleuron

3. Glume 9. Endosperm

4. Lapisan luar 10. Lembaga

5. Lapisan tengah 11. Lapisan dalam

6. Lapisan silang

Gambar 1. Struktur fisik butiran gabah.

Dilihat dari segi kandungan gizi, butiran beras mengandung 70-75% karbohidrat, 6-7.5% protein, 3% lemak, dan sedikit vitamin B2. Karbohidrat dan protein terdapat didalam lapisan bekatul dan endosperm, sedangkan sebagian besar lemak dan vitamin B2 terdapat dalam lapisan bekatul. Kandungan protein pada endosperm berpengaruh pada rendemen beras kepala dan derajat keputihan butiran .Kadar protein yang tinggi membuat butiran menjadi keras sehingga cenderung tidak patah pada saat penyosohan atau berat sosoh. Berat sosoh adalah tingkat terlepasnya lapisan bekatul, lembaga dan sedikit endosperm dari butiran beras. Penilaian derajat sosoh: (1). Perhitungan berat katul yg terlepas setelah


(15)

proses penyosohan, (2). Menggunakan pembanding standar derajat sosoh beras secara visual dengan bantuan alat kaca pembesar, dan (3). Menggunakan alat

Satake Milling Meter MM-1C atau whiteness meter. Selain itu, butiran beras juga

tahan terhadap gesekan sehingga hanya sedikit bagian endosperm yang terkikis. Akibatnya, derajat sosoh akan menjadi rendah.

Kualitas fisik gabah terutama ditentukan oleh kadar air dan kemurnian gabah. Kadar air gabah adalah jumlah kandungan air di dalam butiran gabah yang biasanya dinyatakan dalam satuan (%) dari berat basah (wet basis). Sedangkan tingkat kemurnian gabah merupakan persentase berat gabah bernas terhadap berat keseluruhan campuran gabah. Makin banyak benda asing atau gabah hampa atau rusak di dalam campuran gabah maka tingkat kemurnian gabah makin menurun. Kemurnian gabah dipengaruhi oleh adanya butir yang tidak bernas seperti butir hampa, muda, berkapur, benda asing atau kotoran yang tidak tergolong gabah, seperti debu, butir-butir tanah, batu-batu, kerikil, potongan kayu, potongan logam, tangkai padi, biji-biji lain, bangkai serangga hama, serat karung, dan sebagainya. Termasuk pula dalam kategori kotoran adalah butir-butir gabah yang telah

terkelupas (beras pecah kulit) dan gabah patah. Kualitas gabah akan mampengaruhi

kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan. Kualitas gabah yang baik akan berpengaruh pada tingginya rendemen giling. Rendemen giling adalah persentase berat beras sosoh terhadap berat gabah yang digiling.

Kadar air yang optimal untuk melakukan penggilingan adalah 13-15%. Pada kadar air yang lebih tinggi gabah sulit dikupas, sedangkan pada kadar air yang lebih rendah butiran gabah menjadi mudah patah. Gabah yang baru dipanen


(16)

(GKP) ,memiliki kadar air antara 20-27%. Apabila gabah disimpan sebelum digiling, kadar airnya harus diturunkan terlebih dahulu dengan cara dikeringkan sampai kadar air maksimum 18%. Pada kadar air ini gabah disebut gabah kering simpan (GKS). Sebelum digiling GKS dikeringkan lagi hingga kadar air sekitar 13-15%.

Gabah kering panen yang memiliki kadar air sekitar 20% akan menurun beratnya sebanyak 7% setelah mengalami proses pengeringan hingga menjadi gabah kering giling yang memiliki kadar air sekitar 14%. Apabila tidak langsung digiling, gabah terlebih dahulu disimpan dalam bentuk gabah kering giling. Gabah kering giling yang memiliki kadar air sekitar 14% dan kotoran sekitar 3% dianggap sebagai bobot awal (100%) yang merupakan masukan terhadap proses penggilingan. Proses penggilingan padi diawali dengan pembersihan awal untuk membersihkan kotoran-kotoran yang berjumlah kira-kira3% dari bobot gabah awal. Selanjutnya gabah mengalami proses pemecahan kulit, dimana sekam yang berbobot 20% dari bobot gabah awal akan terlepas dari butiran gabah, dan akan tersisa beras pecah kulit sebanyak 77%. Beras pecah kulit kemudian melalui proses penyosohan untuk memisahkan bekatulnya dan untuk mendapatkan warna beras yang mengkilap. Akibat proses ini diperoleh bekatul sebanyak 10% dari berat gabah awal, beras kepala sebanyak 52%. Persentase sekam dan bekatul semata-semata disebabkan oleh perbedaan varietas padi, sedangkan persentase beras patah dan beras kepala banyak dipengaruhi oleh kinerja mesin yang dipakai

(http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/56946/BAB%20II%20TI


(17)

B. Prinsip Pengeringan

Pengeringan adalah suatu metoda untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air menggunakan energi panas dimana tujuan pengeringan untuk pengawetan.

Dasar proses pengeringan adalah proses penguapan kandungan air suatu bahan untuk menurunkan persentase kadar air bahan dari kadar air semula. Air yang diuapkan terdiri atas air bebas dan air mengikat. Air bebas adalah air pada permukaan bahan, sedangkan air terikat adalah air didalam bahan dan biasanya lebih sulit keluar dibandingkan air bebas.

Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama (Kurniawan, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu:

1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering

Yang termasuk golongan ini adalah:

- Suhu: Makin tinggi suhu udara maka pengeringan akan semakin cepat

- Kecepatan aliran udara pengering: Semakin cepat udara maka pengeringan


(18)

- Kelembaban udara: Makin lembab udara, proses pengeringan akan semakin lambat

- Arah aliran udara: Makin kecil sudut arah udara terhadap posisi bahan,

maka bahan semakin cepat kering

2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan

Yang termasuk golongan ini adalah:

- Ukuran bahan: Makin kecil ukuran benda, pengeringan akan makin cepat

- Kadar air: Makin sedikit air yang dikandung, pengeringan akan makin cepat

(Purba. 2012).

Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap 100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah (bb). Berat bahan kering atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap (konstan) (Tandra. 2013).

Cara pengeringan secara umum ke dalam empat golongan menurut suhu udara pengeringnya, yaitu :

(1). Cara pengeringan dengan suhu sangat rendah (ultra low temperature drying system)

(2). Cara pengeringan dengan suhu rendah (low temperature drying system)

(3). Cara pengeringan dengan suhu tinggi (high temperature drying system)

(4). Cara pengeringan dengan suhu sangat tinggi (ultra high temperature drying system) (http://dianape.wordpress.com/).


(19)

Menurut Astuti. 2007, suhu operasi 95°C menyebabkan sekitar 87,5% gabah hancur saat digiling. Suhu udara pengering yang tinggi memang mampu mempercepat proses pengeringan dan penurunan kadar air.

Suhu udara yang tinggi mampu mempercepat waktu pengeringan. Suhu udara yang tinggi menyebabkan transfer panas yang tinggi dalam sistem. Makin tinggi

suhu udara pengering maka relative humidity (RH) akan semakin rendah dan

kapasitas penguapan makin tinggi (Ng dkk., 2003). Ketika kapasitas udara untuk menampung uap air tinggi maka akan makin banyak uap air yang dipindahkan dari bahan ke lingkungan. Laju pengeringan akan makin tinggi dan waktu pengeringan akan makin cepat.

Pengeringan memiliki keuntungan penting berikut:

(1) Pengeringan memungkinkan penyimpanan waktu panjang biji-bijian tanpa penurunan kualitas, (2) Pengeringan memungkinkan petani untuk memiliki kualitas produk yang lebih baik untuk konsumsi dan untuk dijual, (3) Pengeringan memungkinkan pasokan terus-menerus dari produk yang dihasilkan dan mengambil keuntungan dari harga yang lebih tinggi setelah musim panen, (4) Izin Pengeringan adalah pemeliharaan kelangsungan hidup dan memungkinkan petani untuk menggunakan dan menjual benih kualitas baik, (5) Pengeringan memungkinkan panen awal yang mengurangi kerusakan lapangan dan menghancurkan rugi, dan (6) Pengeringan izin untuk membuat lebih baik menggunakan lahan dan tenaga kerja dengan perencanaan yang tepat.


(20)

Pengeringan adalah hilangnya kelembaban relatif kadar air dan dehidrasi mengacu pada kehilangan kelembaban sampai hampir kering. Umumnya, pengeringan didefinisikan sebagai hilangnya kelembaban relatif oleh aplikasi panas dan pengeringan dipraktekkan untuk kualitas biji-bijian selama penyimpanan untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur dan pengembangan serangga dan tungau. Kadar air yang aman untuk gabah biasanya 12-14% kelembaban pada basis basah.

Panas biasanya dialirkan ke butir dengan udara panas dengan cara alami atau buatan dan tekanan uap atau konsentrasi gradien sehingga tercipta menyebabkan kelembaban berpindah dari dalam kernel ke permukaan. Kelembaban menguap dan terbawa oleh udara.

Pengeringan kapasitas udara tergantung pada suhu udara, kelembaban gabah, hubungan antara kadar air biji-bijian dan kelembaban relatif udara pengeringan, dan jenis biji-bijian dan kematangan. Suhu tinggi berlebihan pengeringan menyebabkan baik perubahan fisik dan kimia dan terutama dalam kasus beras, meningkatkan persentase kerusakan beras utuh dan mengurangi kuantitas dan kualitas beras.

Sistem pengeringan gabah adalah kombinasi dari komponen untuk tujuan pengeringan biji-bijian untuk kadar air yang aman atau yang diperlukan. Komponen ini biasanya udara bergerak, ruang untuk menahan gandum dan sumber panas.


(21)

Biji-bijian yang dikeringkan dalam tumpukan, dalam pengeringan batch drying dan dipindahkan dari ruang pengering untuk pengkondisian lanjut, menyimpan atau pemasaran. Namun, dalam beberapa kasus struktur berfungsi sebagai ruang pengering dan biji-bijian yang disimpan setelah pengeringan dalam struktur.

Sistem pengeringan batch drying dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

(1). Pengeringan batch drying dan sistem penyimpanan

(2). Pengeringan batch drying

Pengeringan batch dan sistem penyimpanan dikeringkan dalam lapisan atau dalam

bin penuh biji-bijian dan kiri di tempat pengeluaran bahan yang sama untuk penyimpanan. Pengeringan periode yang panjang dan dapat memperpanjang untuk beberapa hari atau minggu. Sistem ini biasanya menggunakan udara pemanas, meskipun ada ketentuan untuk tambahan alat pemanas. Pengeringan suhu rendah dan laju aliran udara rendah adalah fitur khusus jenis sistem pengeringan dan representasi skematis dari jenis ini.

Sistem pengeringan batch biji-bijian yang akan dikeringkan diperkenalkan

sebelum dilakukan pengeringan dari siklus pengeringan dan tidak ada perubahan sampai pengeringan seluruh batch drying selesai. Metode pengeringan populer yang digunakan sejumlah besar udara panas biasanya dipaksa melalui ketebalan dangkal bahan adalah penting untuk dicatat bahwa suhu pengeringan udara, distribusi udara dan distribusi panas mempengaruhi kualitas biji-bijian kering dan ekonomi energi pengeringan dan memerlukan perhatian khusus. Gabah dan udara kondisi berubah dengan waktu dan sebagian posisi Dari tempat pengeringan dikeluarkan dalam volume disebut zona pengeringan yang bergerak melalui bahan


(22)

di arah aliran udara dan volume daerah pengeringan bervariasi dengan suhu dan kelembaban relatif memasuki udara.

Perubahan kelembaban dan suhu gabah terus secara bersamaan selama pengeringan dan menghasilkan hasil dalam pengurangan kadar air dan kenaikan suhu gabah pada akhir pengeringan. Kenaikan suhu menyebabkan ekspansi mengakibatkan tegangan tarik dalam biji-bijian dan penurunan kadar air menyebabkan penyusutan dan mengembangkan tegangan tekan dalam padi-padian. Dengan demikian, selama pengeringan gabah yang mengalami tegangan

hydrothrmal kompleks (Bala, 1997).

Kadar air suatu bahan adalah salah satu sifat terpenting untuk menentukan apakah butiran yang dipanen aman untuk disimpan atau dapat digiling dengan hasil rendemen maksimum. Secara matematis kadar air dasar basah dinyatakan dalam persamaan :

KA =Wa−Wb

Wa × 100% ... (1) Keterangan :

KA = Kadar air dasar/basis basah (%)

Wa = Berat awal (kg)

Wb = Berat akhir (kg)

Berdasarkan tingkat kekeringannya, gabah dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis, antara lain

(1). Gabah Kering Panen (GKP), adalah gabah yang mengandung kadar air lebih dari 18% tetapi sampai 25%.


(23)

(2). Gabah Kering Simpan (GKS), adalah gabah yang memiliki kandungan kadar air antara 14% sampai 18%.

(3). Gabah Kering Giling (GKG), adalah gabah yang memiliki kandungan kadar air maksimal 14%.

Untuk menentukan kadar air dapat menggunakan tester digital. Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara dari bahan yang dikeringkan. Penguapan ini dilakukan dengan menurunkan kelembaban udara dalam ruangan dan mengalirkan udara panas ke sekeliling bahan sehingga kandungan uap air bahan lebih besar dari pada tekanan uap air udara. Perbedaan tekanan ini menyebabkan terjadinya uap air dari bahan ke udara (terjadi proses penguapan yaitu dari air menjadi gas atau uap air).

Faktor-faktor yang mempengaruhi penguapan antara lain : (1) Kadar air bahan

(2) Suhu maksimum dalam proses penguapan (3) Waktu pengeringan

(4) Sumber panas

Peristiwa yang terjadi selama pengeringan meliputi dua proses, diantaranya : (1) Proses perpindahan panas

Terjadinya proses penguapan air dari bahan atau proses perubahan dari bentuk cair ke bentuk gas.

(2) Proses perpindahan massa


(24)

Berdasarkan cara penguapan udara dan panas, maka proses pengeringan dibagi 3 kategori :

(1). Pengeringan udara

Panas dipindahkan menembus bahan, baik dari udara maupun dari permukaan bahan yang dikeringkan atau dipanaskan. Uap air dikeringkan dengan penghembusan panas ke dalam bahan yang dikeringkan, kemudian dalam ruangan pengering tersebut kandungan air diuapkan dan membuang uap air keudara bebas. (2). Pengeringan udara hampa

Proses pengeringan ini didasarkan pada kenyataan bahwa penguapan air dapat terjadi lebih cepat pada tekanan rendah dari pada tekanan tinggi. Panas yang dipindahkan pada pengeringan hampa udara umumnya secara konduksi atau radiasi (adanya gelombang elektromagnetik).

(3). Pengeringan beku

Proses pengeringan ini terjadi karena uap air disublimasikan. Struktur bahan tetap dipertahankan dengan baik, yaitu menjaga kondisi suhu dan tekanan tetap stabil dalam ruangan.

Metode pengeringan gabah dapat dilakukan dengan cara alami dan buatan. (1) Pengeringan Alami

Metode pengeringan yang paling sering digunakan oleh petani adalah dengan menjemur atau mengangin-anginkan, yang paling umum digunakan adalah dengan penjemuran gabah diatas lamporan jika kuantitas gabah yang dikeringkan dalam jumlah banyak dan terpal jika sedikit. Cara penjemuran ini dengan menebarkan gabah diatas lantai dengan ketebalan 5 cm - 7 cm pada musim kemarau dan 1 cm – 5 cm pada musim hujan. Pembalikan dilakukan


(25)

setiap 1 - 2 jam. Jika pada musim hujan, lama waktu pengeringan dapat mencapai 3 – 4 hari.

(2) Pengering Gabah Buatan

Inti dari pengering gabah buatan adalah menyediakan ruangan yang memiliki suhu terbaik sesuai kondisi yang dibutuhkan dalam proses pengeringan.

Secara garis besar, pengering gabah buatan dikelompokkan menjadi tiga, yakni : (1). Tipe Bak (Bed Dryer )

Gabah kering sawah dihampar diatas tray (empat persegi panjang) dibagian bawah tray diberikan hembusan udara panas, biasa menggunakan minyak dengan sistem pengeringan secara langsung (direct drying). Sumber panas dapat berasal dari panas matahari yang dikumpulkan (kolektor), listrik, bahan bakar sekam dan lain-lain.

(2). Tipe Sirkulasi (Recirculation Batch)

Pada pengering tipe ini, udara kering dialirkan melalui suatu tabung. Udara kering menarik kelembaban dari tabung yang merupakan kelembaban bahan yang dikeringkan, udara basah akan melewati elemen penguap dan diuapkan. Kemudian kelembaban dibuang, dan udara kering kemudian disirkulasikan kembali.

(3). Tipe Kontinyu (Continuous Flow Dryer)

Pengering tipe kontinyu (continuous flow dryer) dikenal sebagai LSU dryer (hasil pengembangan Lousiana State University). Gabah basah dengan bak elevator dituangkan dibagian atas menara, gabah yang jatuh melalui kisis miring dihembuskan udara panas dari bawah. Energi yang digunakan umumya bahan bakar minyak. Mesin pengering jenis ini hanya terjangkau


(26)

untuk pengusaha kelas menengah ke atas atau bantuan pemerintah (http://www.scribd.com/doc/58338834/).

Penelitian ini alat yang digunakan adalah, dengan metode pengering tipe Bed atau

batch dryer. Proses udara yang masuk akan mendorong udara panas yang ditimbulkan oleh heater (elemen pemanas). Udara panas yang dihembuskan akan masuk melalui celah lantai yang berlubang. Udara akan naik melewati padi dan mengakibatkan penguapan dan menurunkan kadar air yang dikandung.

Lanuza (1967) dalam Gariki (2011) melakukan proses pengeringan dengan cara penjemuran dan pengeringan buatan pada berbagai suhu dan kadar air awal.

Hasilnya, semakin tinggi suhu pengeringan (sampai 60°C), semakin banyak

jumlah air yang diuapkan dengan waktu pengeringan yang semakin cepat. Namun, konsekuensinya adalah penggunaan bahan bakar yang semakin banyak dengan semakin tinggi suhu yang digunakan, sementara penjemuran tidak memerlukan bahan bakar sama sekali. Diinformasikan pula bahwa proses penjemuran dilaksanakan selama 2 – 3 hari (jam 9.00 – 15.00) dengan cuaca terang.

C. Perpindahan Panas

Pemindah panas yang khas adalah alat yang dapat memindahkan panas atau energi dari suatu fluida yang lain melalui suatu permukaan yang padat. Analisis perubahannya dan perancangannya melibatkan konveksi dan konduksi, dengan kata lain alat pemindah panas di industri, terutama industri proses, kebanyakan hanya melibatkan peristiwa konduksi dan konveksi.


(27)

Alat pemindah panas tersebut adalah panas penukar (heat exchanger = HE), yang dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:

 HE untuk memanasi (contoh pemanas = heater)

 HE untuk mendinginkan (contoh pendingin = cooler)

 HE untuk menguapkan (contoh penguap = evaporator, ketel uap = boiler)

 HE untuk mengembunkan (contoh pengembun = condensor)

HE selalu melibatkan dua fluida melalui batasan dibawah ini :

 Fluida pendingin dan yang didinginkan

 Fluida pemanas dan yang dipanaskan

Mekanisme perpindahan panas dibagi menjadi tiga : perpindahan panas konveksi, perpindahan panas konduksi, dan perpindahan panas radiasi.

(1). Konveksi

Konveksi merupakan perpindahan kalor yang terjadi pada zat yang mengalir, seperti pada zat cair dan gas. Perpindahan kalor secara konveksi disertai gerakan massa atau gerakan-gerakan partikel zat perantaranya. Perpindahan tersebut terjadi karena adanya perbedaan massa jenis. Akibat panas, massa jenis zat akan berkurang daan partikel-partikel yang memiliki massa jenis yang lebih besar, yaitu yang suhunya lebih rendah akan mengalir ke bawah.

(2). Konduksi

Konduksi adalah proses perpindahan kalor yang terjadi tanpa disertai dengan perpindahan partikel-partikel dalam zat itu. Perpindahan panas konduksi sangat dipengaruhi oleh konduktivitas bahan dan suhu lingkungan, semakin besar nilai konduktivitasnya maka semakain cepat pula proses perambatan panas.


(28)

Berdasarkan kemampuan kemudahannya menghantarkan kalor, zat dapat dibagi menjadi: konduktor yang mudah dalam menghantarkan kalor dan isolator yang lebih sulit dalam menghantarkan kalor. Contoh konduktur adalah alumunium, logam besi, dsb, sedangkan contoh isolator adalah plastik, kayu, kain, dll.

Besar kalor yang mengalir per satuan waktu pada proses konduksi tergantung pada :

- Berbanding lurus dengan luas penampang batang

- Berbanding lurus dengan selisih suhu kedua ujung batang, dan

- Berbanding terbalik dengan panjang batang

(3). Radiasi

Radiasi adalah perpindahan kalor dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Contoh : cahaya matahari gelombang radio, gelombang TV, dsb. Berdasarkan hasil eksperimen besarnya laju kalor radiasi tergantung pada : luas permukaan benda dan suhu mutlak benda seperti dinyatakan dalam hukum Stefan-Boltzman. Energi yang dipancarkan oleh suatu permukaan benda hitam dalam bentuk radiasi kalor tiap satuan waktu sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak permukaan benda itu.

Hukum kedua termodinamika terkait dengan entropi. Hukum ini menyatakan bahwa total entropi dari suatu sistem termodinamika terisolasi cenderung untuk meningkat seiring dengan meningkatnya waktu, mendekati nilai maksimumnya (Wawan. 2009). Panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur suatu benda dan dapat diukur disebut panas sensibel. Panas sensibel ini merupakan teori dasar


(29)

dari mesin pengering padi sederhana. Perpindahan panas yang terjadi dapat melalui berbagai cara yaitu : secara konduksi, secara konveksi dan secara radiasi. Perpindahan secara konduksi yaitu perpindahan panas diantara molekul-molekul dari suatu benda yang saling bersinggungan. Perpindahan panas secara konduksi terjadi antara bulir-bulir padi yang dipanaskan sehingga akan terjadi pemerataan panas pada permukaan padi. Perpindahan secara konveksi yaitu perpindahan panas melalui media gas atau cairan. Perpindahan panas secara radiasi yaitu perpindahan panas melalui sinar atau gelombang suara. Panas radiasi dengan mudah dapat diserap oleh benda/materi yang berwarna gelap, sedangkan untuk benda berwarna terang sebagian akan dipantulkan kembali.

Berdasarkan teori di atas, perpindahan panas dalam mesin pengering digunakan dua prinsip yaitu perpindahan secara konduksi dan konveksi. Perpindahan secara konduksi terjadi diantara bulir-bulir padi yang telah mendapatkan panas akan berpindah melalui gesekan atau bersinggungan dengan bulir yang masih belum mendapat panas. Akibat dari perpindahan panas tersebut maka akan terjadi perpindahan panas ke setiap bulir padi sehingga akan terjadi pemerataan panas. Proses tersebut akan mempercepat waktu pengeringan padi dan terjadi secara merata. Sedangkan prinsip perpindahan panas dengan cara konveksi pada konstruksi mesin pengering padi ini yaitu udara panas dihembuskan oleh kipas kedalam ruangan yang menyimpan gabah sehingga media yang digunakan dalam perpindahan panas adalah udara (Jordan and Priester, 1985 dalam Kamin). Udara panas yang dihembuskan akan masuk ke celah-celah padi sehingga panas akan cepat masuk dan membuang kadar air dari gabah. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya perpindahan panas secara konveksi dengan media udara yang


(30)

dipaksakan (Forced Convection). Pengeringan dengan metoda seperti ini dapat

dikatakan sebagai system konduksi-konveksi. Sistem dengan menggunakan

perpindahan dua macam secara teori akan mempercepat proses pengeringan (membuang kandungan air) dan akan terjadi pemerataan pengeringan.

Mekanisme keluarnya air dari dalam bahan selama pengeringan adalah sebagai berikut:

(1). Perpindahan energi (panas) antar fase dari udara ke permukaan butiran untuk menguapkan air di permuakaan butiran.

(2). Perpindahan energi (panas) dari permukaan butiran ke dalam butiran secara konduksi.

(3). Perpindahan massa air dari bagian dalam ke permukaan butiran secara difusi dan atau kapiler.

(4). Perpindahan massa air antar fasa dari permukaan butiran ke fasa udara pengering.

D. Pengeringan Gabah

Proses pengeringan gabah merupakan faktor utama dalam proses pengolahan hasil pertanian. Cara pengeringan terdiri atas dua macam cara yaitu pengeringan alami dan pengeringan buatan. Proses pengeringan gabah yang sering dilakukan oleh petani di Indonesia yakni secara alami (Sun drying = Natural drying). Proses pengeringan secara alami ini menggunakan panas matahari sebagai sumber energi atau panas, dan lantai jemur (lamporan) sebagai tempat gabah yang akan dikeringkan. Tapi pengeringan dengan cara ini memiliki kelemahan yaitu tergantung pada waktu dan cuaca, sangat rentan terhadap gangguan binatang


(31)

sekitar dan mutu beras yang diperoleh relatif kurang baik. Sedangkan dengan alat pengering buatan tidak tergantung pada cuaca dan waktu, mutu beras yang diperoleh lebih baik walaupun biaya pengeringan cukup mahal.

Bila gabah padi terkena panas maka akan terjadi perpindahan panas kedalam gabah dan air di dalam gabah akan mengalami proses penguapan sehingga kadar airnya turun. Penguapan mula-mula terjadi pada air di permukaan, setelah air permukaan berkurang maka terjadi pengaliran air antar sel ke permukaan, karena proses keseimbangan kadar air di dalam gabah sendiri. Proses ini berjalan sampai keadaan air sel dan kadar air permukaan tertentu, selanjutnya dinding sel mengambang dan air dalam sel mengadakan keseimbangan dengan kadar air seluruhnya sehingga ada pengaliran air antara sel. Proses ini terjadi berulang kali sampai terjadi pemindahan air dari dalam gabah ke udara.

Air bebas dan air terikat terdapat di dalam gabah. Air bebas terdapat di bagian permukaan gabah, diantara sel-sel-sel dan pori-pori, air ini mudah menguap pada saat pengeringan. Air terikat yaitu yang terkait protein, selulosa, zat tepung, pektin dan sebagainya. Air terikat ini sebagai pelarut zat yang terkandung di dalam gabah.

E. Alat Pengering

Alat pengering yang digunakan untuk mengeringkan yaitu dengan alat pengering system batch dryer menggunakan bahan bakar sekam padi. Alat pengering ini juga dilengkapi fan untuk menghembuskan udara panas sehingga dapat menembus udara panas sehingga dapat menembus lapisan bahan yang akan dikeringkan.


(32)

Prinsip kerja alat ini sangat sederhana yaitu udara panas dari ruang pembakaran dihembuskan oleh fan atau kipas kedalam ruang udara panas dibawah lantai pemisah dan udara panas tersebut naik ke atas melalui lubang-lubang udara menembus bahan yang akan dikeringkan dan akhirnya keluar dibagian atas. Pembuatan alat pengering ini berdasarkan agar proses pengeringan dapat dilakukan kapan saja, tidak tergantung pada sinar matahari sehingga dapat mempercepat waktu pengeringan serta kualitas yang baik.

Berikut ini adalah macam-macam dari alat pengering dapat golongkan dalam beberapa cara, yaitu berdasarkan atas cara pemindahan panas dan berdasarkan sifat-sifat fisis dan penanganan bahan basah. Alat pengering gabah mekanis ini yang telah diciptakan oleh para teknisi untuk mengatasi permasalahan dalam proses pengeringan hingga sekarang ini antara lain seperti : batch dryer, continous drying, dan sebagainya.

(1).Batch Dryer

Alat pengering tipe batch dryer terdiri atas beberapa komponen, yaitu

 Bak pengering yang lantainya berlubang-lubang serta memisahkan bak

pengering dengan ruang tempat penyebaran udara panas (plenum chamber).

 Kipas, digunakan ntuk mendorong udara pengering dari sumbernya ke plenum

chamber dan melewati tumpukan bahan diatasnya.

 Unit pemanas, digunakan untuk memanaskan udara pengering agar

kelembaban nisbi udara pengering tersebut menjadi turun, sedangkan suhunya naik.


(33)

Pada alat pengering tipe batch dryer, udara pengering bergerak dari bawah keatas melalui bahan dan melepaskan sebagian panasnya untuk menghasilkan proses penguapan. Dengan demikian udara pengering makin ke atas semakin turun suhunya (Santoz. 2012). Berdasarkan tebal tumpukan bahan, tipe batch dryer digolongkan atas dua jenis yaitu deep bed dan thin layer.

(a). Sistem Deep Bed

Pengeringan sistem deep bed (Gambar 2) tumpukan bahan cukup tebal dan wadah

pengeringan mempunyai dasar lantai yang mempunyai lubang-lubang atau kawat anyaman sehingga udara panas dapat mengalir melalui bahan. Besar kecilnya ukuran lubang wadah ditentukan berdasarkan bahan yang dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan suhu yang rendah dan waktu yang lama agar kerusakan pada bahan dapat dihindari.

Keterangan :

A. Kipas

B. Plenum chamber

C. Biji kering

D. Bidang pengeringan

E. Biji basah

F. Udara dan uap air keluar

Gambar 2. Alat pengering tipe bak jenis deep bed

(b). Sistem Thin Layer

Mesin pengering sistem thin layer (Gambar 3) prinsip kerjanya hampir sama dengan deep bed. Pada pengeringan ini pengeringan lebih luas dan ketebalan


(34)

bahan dikurangi. Pergerakan bidang pengeringan tidak begitu nyata karena pengeringan ini berlangsung serentak dan merata di seluruh bagian bahan.

Keuntungan alat pengering jenis ini antara lain, mempercepat laju pengeringan,

kemungkinan terjadi over drying lebih kecil, tekanan udara pengering yang rendah

dapat melalui lapisan bahan yang dikeringkan.

Gambar 3. Alat pengering tipe bak jenis thin layer.

2. Continous Drying

Pengeringan jenis ini bahan secara terus menerus dialirkan kedalam silinder pengeringan sehingga mencapai ketebalan ± 60 cm dan tempatnya terletak di pusat conditioning bijian atau pusat penimbunan bijian. Biji basah memasuki


(35)

puncak dari pengeringan, kemudian aliran bijian tersebut dialirkan ke bagian yang adanya pemanasan udara dan kebagian yang tanpa adanya pemanasan udara, kemudian pengeringan dihentikan dan setelah itu dilakukan pendinginan.

Laju aliran bijian dapat diatur bervariasi dangan alat perlengkapan pengatur laju aliran, hal ini disesuaikan menurut jumlah kadar air bahan yang akan dipindahkan. Arah aliran udara berhubungan dengan arah aliran bahan bijian misalnya aliran udara melintasi bahan (cross flow), aliran udara berlawanan dengan arah aliran

bahan (counter flow) atau arah alairan udara bersamaan dengan arah aliran bahan

(concurrent flow).

Beberapa continous dryer mempunyai struktur agak rendah, tempat tumpukan

bijian mendatar (horizontal), bentuk lantai timbunan berpori dengan tujuan akan sampai ke bahan dengan membentuk sudut. Fluidisasi (pengaliran) udara ke bahan terjadi terus menerus guna memindahkan uap air hingga sampai pengeringan terhenti.

(a). Sistem Tunnel Dryer

Alat ini digunakan untuk pengeringan bahan yang bentuknya seragam. Biasanya bahan yang dikeringkan berbentuk butiran, sayatan/irisan dan bentuk padatan lainnya. Bahan yang akan dikeringkan ditebarkan dengan lapisan tertentu di atas baki atau anyaman kayu ataupun lempengan logam. Baki ini di tumpuk atas sebuah rak/lori/truk. Jarak dibuat sedemikian rupa sehingga udara panas dapat melewati tiap bak, sehingga pengeringan dapat seragam, sedangkan bagian atas lori harus terbuka agar uap air dapat keluar. Alat pengering terowongan (tunnel)


(36)

yang arah aliran udaranya searah dengan arah pergerakan bahan dapat dilihat pada Gambar 4.

Keterangan :

A. Pemasukan udara segar

B. Kipas (Blower) C. Pemanas (heater)

D. Tempat masuk bahan basah

E. Rak/lori/truk

F. Tempat keluar udara

G. Tempat keluar bahan kering

Gambar 4.Tunnel dryer

Prinsip kerja tunnel dryer dalam pengering ini, material yang akan dikeringkan dikirim ke terowongan udara panas untuk tujuan pengeringan. Materi yang masuk di satu ujung dan bahan kering dikumpulkan di ujung terowongan. Bahan keluar


(37)

bertemu udara yang masuk untuk memastikan pengeringan yang maksimal dan keluar akan kontak dengan udara basah sehingga udara tersebut hampir jenuh.

Mekanisme kerja salah satu pintu terowongan dibuka dan material yang akan dikeringkan ditempatkan ke troli dan truk didorong perlahan di terowongan dan kemudian pintu ditutup. Udara panas beredar dan melewati truk kereta api dan troli berlubang. Udara panas kemudian disirkulasikan dengan bantuan beberapa kipas angin dan bahan menjadi kering. Udara lembab dilewatkan melalui pipa pembuangan uap setelah selesai pengeringan. Pintu dibuka dan troli dibawa keluar dari corong dan beberapa troli baru dengan bahan basah dimasukkan ke dalam truk dan proses ini diulang.

Salah satu jenis tunnel dryer adalah yang arah pergerakkan raknya searah dengan

arah aliran udara dalam alat. Sifat alat ini adalah :

 Kecepatan penguapan yang paling tinggi didapat pada awal terowongan.

 Ketika bahan bergerak didalam terowongan, maka bahan tersebut

bersentuhan dengan udara yang bersuhu lebih dingin. Kecepatan pengeringan turun dan bahaya yang tinggi bagi bahan yang berkurang (Adinugrahani, et,al. 2013).

(b). Sistem Drum Dryer

Alat ini biasa digunakan untuk mengeringkan bahan yang berbentuk larutan, bubur maupun pasta. Bagian utama dari alat ini adalah silinder logam yang berputar, dan bagian dalamnya berlubang. Sebagai media pemanas digunakan cairan atau uap air kemudian dialirkan ke bagian dalam silinder, pemanasannya berlangsung secara konduksi.


(38)

Alat jenis ini ada yang menggunakan satu buah silinder dan ada pula yang menggunakan dua buah silinder. Bahan basah diisikan dengan cara menyemprotkannya secara kontinyu ke permukaan luar silinder sebelah atas. Selain itu, ada juga yang dengan jalan mengalirkan bahan basah ke bagian bawah silinder, kemudian waktu silinder berputar, bahan basah tersebut akan ikut terbawa pada permukaan luar silinder yang bersuhu tinggi sehingga bahan mengering.

Bahan basah yang akan dikeringkan dimasukkan ke dalam alat melalui pipa dan dialirkan pada drum yang berputar. Dinding drum yang panas akan menguapkan air bahan sehingga bahan menjadi kering menurut yang dikehendaki. Uap panas keluar dari alat melalui saluran sebelah atas. Sedangkan bahan yang telah kering dilepaskan dari drum dengan menggunakan pisau kikis yang diatur jaraknya terhadap drum, seperti terlihat pada Gambar 5. Kemudian bahan kering ini akan mengalir ke bawah dan ditampung dengan menggunakan wadah yang telah disediakan (Taib dkk, 1988 dalam Daulay 2005).


(39)

Keterangan :

A. Pengeluaran uap

B. Pemasukkan larutan

C. Drum yang dipanaskan dengan uap

D. Pisau kikis

E. Pengeluran produk yang telah kering

Gambar 5. Double drum dryer

Penelitian (Cakradinata. 2010) menyimpulkan bahwa menggunakan alat pengering gabah tipe silinder vertikal dengan menggunakan bahan bakar gas elpiji sebagai bahan bakar efisiensi pengeringan yang didapat sebesar 64,5% dan penelitian (Prasetyo. 2008) pada pengeringan gabah menggunakan alat tipe bak segitiga dengan menggunakan bahan bakar briket batubara, kayu bakar, dan


(40)

tempurung kelapa masing-masing efisiensi pengeringan sebesar 12,15%, 12,79% dan 15,44% (dengan sistem pemanasan udara langsung), sedangkan pada pengeringan bahan pangan yang lain pada pengeringan jagung pada penelitian (Muhammad. 2011) dan biji kakao pada penelitian (Sofia. 2010) dengan menggunakan alat pengering tipe hybrid tipe rak dengan sinar matahari masing-masing didapat efisiensi pengeringan sebesar 15,17% dan 26,5%.

F. Bahan Bakar

Jenis dan ketersediaan bahan bakar nabati pun cukup melimpah. Komoditas yang berpotensi menjadi sumber bahan bakar nabati antara lain adalah padi, kelapa, kelapa sawit, jarak pagar, sagu, tebu, dan ubi kayu (Prastowo.2011). Bahan bakar yang digunakan sebagi sumber energi yaitu bahan bakar sekam padi. Sekam padi ini merupakan pemanfaatan dari hasil padi yang telah dipanen untuk kemudian dipakai sebagai bahan bakar dalam pengeringan gabah untuk meminimalisir biaya dalam pengeringan gabah ini.

Proses pengeringan gabah dapat dilakukan dengan pengering buatan dan pengering alami penjemuran. Pengering buatan terdiri dari dua bahan bakar yaitu bahan bakar sekam dan bahan bakar minyak (BBM). Pengeringan buatan berbahan bakar sekam merupakan terobosan teknologi, dikarenakan sekam merupakan sumber bio-energi alternatif yang dapat menghasilkan energi panas untuk pengeringan gabah. Pemerintah telah melakukan upaya dalam pengembangan usaha penggilingan padi salah satunya yaitu memberikan bantuan berupa pengering buatan. Penggunaan pengering buatan diharapkan dapat


(41)

memberikan kontribusi kepada usaha penggilingan padi (Kusumawati.et,al. 2012).

Pada umumnya bahan bakar mengandung unsur karbon, hydrogen dan belerang sehingga proses pembakaran akan terjadi persamaan reaksi sebagai berikut :

C + O CO2

2C + O 2 2 CO (Pembakaran tidak sempurna)

2H2 + O2 2H2O

S + O2 SO2

C, H, O, dan S merupakan zat-zat yang dapat terbakar. Di samping itu, ada zat yang tidak dapat terbakar yaitu yang terdiri dari abu dan air (Waris dan Simanjuntak, 1986 dalam Kartikasari, 2000).

Manfaat dan keunggulan dari sekam padi adalah : A.Lebih hemat dan irit.

B.Tidak beresiko meledak/tebakar.

C.Tidak mengeluarkan suara bising dan tidak berjelaga.

D.Sumber sekam padi bisa didapat pada padi yang telah panen dan dapat

diandalkan untuk jangka panjang.

Limbah sering diartikan sebagai bahan buangan/bahan sisa dari proses pengolahan hasil pertanian. Proses penghancuran limbah secara alami berlangsung lambat, sehingga limbah tidak saja mengganggu lingkungan sekitarnya tetapi juga mengganggu kesehatan manusia. Pada setiap penggilingan padi akan selalu kita lihat tumpukan bahkan gunungan sekam yang semakin lama semakin tinggi. Saat


(42)

ini pemanfaatan sekam padi tersebut masih sangat sedikit, sehingga sekam tetap menjadi bahan limbah yang mengganggu lingkungan.

Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar. Gambar sekam padi dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Sekam padi

Proses penggilingan padi biasanya menghasilkan sekam sekitar 20-30% dari bobot gabah. Penggunaan energi sekam bertujuan untuk menekan biaya pengeluaran untuk bahan bakar bagi rumah tangga petani. Penggunaan Bahan Bakar Minyak yang harganya terus meningkat akan berpengaruh terhadap biaya rumah tangga yang harus dikeluarkan setiap harinya.

Hasil dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30%, dedak antara 8-12% dan beras giling antara 50-63,5% data bobot awal gabah. Sekam dengan persentase yang tinggi tersebut dapat menimbulkan problem lingkungan.


(43)

Ditinjau data komposisi kimiawi, sekam mengandung beberapa unsur kimia penting seperti dapat dilihat di bawah ini.

Komposisi kimia sekam padi menurut Suharno. 1979

 Kadar air : 9,02%

 Protein kasar : 3,03%

 Lemak : 1,18%

 Serat kasar : 35,68%

 Abu : 17,17%

 Karbohidrat dasar : 33,71%

Komposisi kimia sekam padi menurut DTC - IPB :

 Karbon (zat arang) : 1,33%

 Hidrogen : 1,54%

 Oksigen : 33,64%

 Silika : 16,98%

Komposisi kandungan kimia, sekam dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di antaranya:

 sebagai bahan baku pada industri kimia, terutama kandungan zat kimia furfural yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri kimia.

 sebagai bahan baku pada industri bahan bangunan, terutama kandungan


(44)

semen portland, bahan isolasi, husk-board dan campuran pada industri bata merah.

 Sebagai sumber energi panas pada berbagai keperluan manusia, kadar

selulosa yang cukup tinggi dapat memberikan pembakaran yang merata dan stabil.

Sekam memiliki kerapatan jenis (bulk density) 125 kg/m3, dengan nilai kalori 1 kg sekam sebesar 3300 k.kalori. Sekam memiliki bulk density 0,100 g/ml, nilai kalori antara 3300-3600 k.kalori/kg sekam dengan konduktivitas panas 0,271 BTU (Houston, 1972).

Untuk lebih memudahkan diversifikasi penggunaan sekam, maka sekam perlu dipadatkan menjadi bentuk yang lebih sederhana, praktis dan tidak voluminous. Bentuk tersebut adalah arang sekam maupun briket arang sekam. Arang sekam dapat dengan mudah untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar yang tidak berasap dengan nilai kalori yang cukup tinggi. Briket arang sekam mempunyai manfaat yang lebih luas lagi yaitu di samping sebagai bahan bakar ramah lingkungan, sebagai media tumbuh tanaman hortikultura khususnya tanaman bunga.

Pemanfaatan sekam untuk sumber energi panas pada pengeringan gabah dilakukan dengan menggunakan pengering bahan bakar sekam (BBS). Pengering tipe bak dengan kapasitas 6 ton gabah basah telah dibangun di beberapa lokasi, contohnya yaitu di Laboratorium Karawang sebagai in house model agroindustri padi terpadu, di Gapoktan Pancasari ,Kecamatan Compreng, Subang, dan di penggilingan padi Intisari di Kecamatan Rengasdengklok, Karawang. Pengering BBS mampu mengeringkan 6 ton gabah kering panen (GKP) dari kadar air


(45)

22-30% menjadi sekitar 14% dalam waktu8-10 jam atau 0,96-1,2%/jam. Konsumsi sekam sekitar 365 kg/6 tonGKP dan suhu stabil yang dapat dicapai

sekitar 45-55°C (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.


(46)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pengering biji mekanis tipe batch dryer (skala lab), timbangan, stopwatch, kipas, G-7 Grain Moisture Meter dan thermometer.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabah basah (lepas panen) sebanyak 60 kg. Gabah diperoleh dari petani daerah Karang Anyar, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan. Bahan bakar yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekam padi.

C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yaitu persiapan alat dan bahan, pelaksanaan penelitian dan pengukuran beberapa parameter.


(47)

1. Persiapan Alat dan Bahan

Persiapan bahan diawali dengan menyediakan gabah lepas panen setelah itu dilakukan pembersihan gabah dari kotoran seperti daun dan batang padi, dan melakukan penimbangan sebanyak 60 kg. Setelah gabah tersebut ditimbang, diukur kadar air awal. Setelah didapat kadar air awal dari gabah, maka gabah yang sudah ditimbang dimasukan kedalam alat pengering tipe batch dryer dengan 3 perlakuan (15 kg, 20 kg dan 25 kg).

2. Pelaksanaan Penelitian

2.1. Pembuatan alat pengering tipe batch dryer

Alat pengering yang dibuat berdasarkan fungsinya dan ukurannya dapat dibagi menjadi beberapa bagian antara lain : ruang pengering, alas pengering, ruang pembakaran, ruang plenum, dan kipas.

a) Ruang pengering

Ruang pengeringan adalah bagian dari keseluruhan dan bagian pengering termasuk didalamnya alas pengering. Berfungsi untuk mengeringkan bahan yang udara panas berasal dari ruang plenum. Ruang pengering terbuat dari besi siku dengan ukuran tebal 5mm dan lebar 5cm. Ruang pengering dirancang berbentuk persegi panjang dengan ukuran dimensi 60 cm x 32 cm x 28 cm.

b)Alas pengering berfungsi sebagi tempat menahan bahan yang dikeringkan dan

melewati udara panas. Alas pengering terletak diruang pengering, berada tepat diatas ruang plenum. Alas pengering berukuran 58 cm x 30 cm. Alas


(48)

pengering terbuat dari besi siku dengan ukuran 2 mm sebagai rangka dan bagian bawah diberi seng plat sebagai lantai pengeringan

c) Ruang pembakaran

Ruang pembakaran berfungsi sebagai tempat menaruh bahan bakar yang akan digunakan dalam proses pengeringan. Ruang pembakaran disebut juga tungku pembakaran berbentuk persegi panjang dengan ukuran 40 cm x 30 cm dan didalamnya terdapat susunan besi pipa dengan panjang 35 cm.

d)Ruang plenum

Ruang plenum berfungsi untuk meratakan suhu udara pengering yang masuk melalui saluran udara. Ruang plenum berada dibawah wadah pengering. Ruang plenum berbentuk persegi panjang dengan ukuran 60cm x 32cm x 15cm.

e) Kipas

Kipas berfungsi untuk mengalirkan udara dalam proses pengeringan dari lingkungan kedalam ruang plenum. Kipas yang digunakan mempunyai daya sebesar 0,25 Hp. Gambar alat pengering tipe batch dryer dapat dilihat pada gambat 7.


(49)

Keterangan : 1. Kipas/blower 2. Pipa/heat exchanger

3. Ruang pembakaran sekam padi 4. Tumpukan gabah

5. Ruang pengering 6. Ruang plenum

7. Cerobong asap pembakaran

Gambar 7. Alat pengering tipe batch dryer (skala lab)


(50)

Penelitian ini dirancang dengan 3 (tiga) perlakuan gabah yang akan dikeringkan yaitu : 15 kg, 20 kg dan 25 kg. Penelitian ini diawali dengan memasukkan gabah kedalam ruang pengering. Bahan bakar yang digunakan adalah sekam padi dipersiapkan. Sebelum bahan bakar yang akan digunakan dalam proses pembakaran dalam pengeringan gabah, bahan bakar tersebut terlebih dahulu ditimbang massanya, setelah bahan bakar tersebut ditimbang kemudian dimasukkan kedalam ruang pembakaran dan dinyalakan untuk menghasilkan panas kemudian menggerakkan kipas dengan putaran sebesar 1000 rpm dengan arus listrik untuk menghembuskan udara panas ke ruang plenum dan ruang pengering sehingga terjadi proses pengeringan gabah. Pengeringan berlangsung hingga kadar air gabah menjadi 13%-14%.


(51)

↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓

Gambar 9. Diagram alir proses pengeringan gabah Mulai

Gabah basah dimasukkan pada ruang pengering

Alat pengering tipe batch dryer difungsikan

Sekam padi dibakar di dalam tungku

Kipas dioperasikan

Hitung lamanya waktu pengeringan dan hitung jumlah sekam padi yang digunakan

Gabah hasil pegeringan dengan kadar

air 13%

Selesai Gabah padi hasil


(52)

3. Pengamatan

Penelitian ini mengamati beberapa parameter yaitu :

3.1. Suhu

Pengukuran suhu udara diukur di ruang plenum dan di ruang pengering, dengan menggunakan thermometer. Thermometer diletakkan pada setiap titik pengukuran (dilapisan bawah tumpukan, lapisan tengah tumpukan dan lapisan atas tumpukan di sebelah kiri dan sebelah kanan ruang pengering) pengamatan suhu dilakukan setiap 10 menit.

3.2. Kadar Air dan Penurunan Bobot

Penurunan berat bahan menggambarkan jumlah air yang menguap atau dapat menunjukkan kadar air saat itu. Bahan ditimbang sebelum dikeringkan dan diukur kadar airnya setiap 20 menit selama proses pengeringan. Pengukuran penurunan massa dan kadar air bahan dilakukan pada saat pengeringan gabah dan dilakukan dalam tiga tingkat kapasitas tumpukan (15,3 cm, 20,3cm, 25,5 cm). Pengeringan akan dihentikan jika kadar air rata-rata telah mencapai rentang kadar air 13%-14% dengan asumsi bahan secara umum telah mencapai kadar air yang layak sebagai kering simpan gabah.

Penurunan bobot dilakukan dengan cara menimbang berat bahan sebelum dilakukan pengeringan dan menimbang berat bahan setelah dilakukan pengeringan.


(53)

3.3. Lama Pengeringan

Lama pengeringan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan gabah dimulai saat alat dihidupkan hingga bahan kering dengan kadar air rata-rata 13%- 14%.

3.4. Jumlah Bahan Bakar

Jumlah bahan bakar adalah jumlah sekam padi yang dibutuhkan untuk mengeringkan gabah hingga kadar air 13% - 14%.

D. Analisis Data

1. Beban uap air

Beban uap air gabah adalah jumlah air yang harus diuapkan hingga mencapai kadar air yang diinginkan. Untuk menghitung beban uap air dhitung berdasarkan persamaan kesetimbangan massa berikut :

Berat kering awal = berat kering akhir

F . Bk awal = F . Bk akhir ... (2) V = F – P ... (3) Keterangan :

F = Jumlah berat biji yag dikeringan (kg)

Bk awal = Berat kering ka awal (kg)

Bk akhir = Berat kering ka akhir (kg)

P = Jumlah berat biji setelah dikeringkan (kg)


(54)

2. Laju pengeringan

Laju pengeringan dihitung berdasarkan persamaan berikut:

Laju pengeringan = Ka .awal−Ka .akhir

�� (��) (%/jam)...(4)

3. Kadar Air

Pengukuran kadar air dilakukan untuk mengetahui kadar air dari gabah sebelum dan sesudah pengeringan. Pengukuran kadar air gabah diukur hingga kadar air

13% - 14% dan setiap 20 menit diukur kadar air dengan menggunakan moisture

meter.

4. Energi yang dibutuhkan untuk Pengeringan

Energi untuk menguapkan air merupakan energi yang digunakan selama proses pengeringan untuk menguapkan air pada bahan hingga mencapai kadar air yang diinginkan. Persamaan yang digunakan adalah :

Q1 = V x Hfg ... (5) Keterangan :

Q1 = energi untuk menguapkan air (kJ)

V = beban uap air (kgH2O)

Hfg = panas laten air (kJ/kgH2O)

Hfg adalah panas laten air, dapat dihitung dengan persamaan :

Hfg= (2,501 – (2, 361 x 10-3) T) x 1000 (kJ/kg) ... (6) Keterangan :

Hfg = panas laten air (kJ/kgH2O)


(55)

Energi untuk memanaskan bahan dihitung dengan persamaan :

Q2 = m x Cp x ∆T ... (7) Dimana :

Q2 = energi untuk memanaskan bahan (kJ)

m = massa bahan yang dikeringkan (kg)

Cp = panas jenis gabah (1,850 kJ/ kg°C)

∆T = perubahan suhu udara pengering dan suhu lingkungan (°C)

Qout = Q1 +Q2 ... (8)

5. Energi Bahan Bakar

Qinput = m x Nbb (kJ) ... (9) Keterangan :

Qinput = kalor hasil proses bahan pembakaran bahan-bahan di pemanas (kW)

Nbb = nilai kalor bahan bakar (kJ/ kg)

m = massa bahan bakar (kg)

6. Efisiensi Pengeringan

Efisiensi pengeringan digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari proses pengeringan gabah menggunakan alat pengering gabah tipe batch dryer (skala lab). Efisiensi pengeringan dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah energi untuk memanaskan bahan dengan energi yang dihasilkan bahan bakar dalam proses pengeringan.

Eff = Qoutput


(56)

Keterangan :

Eff = efisiensi pemanasan (%) Qoutput = energi yang digunakan (kJ)


(57)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Lama pengeringan untuk mendapatkan kadar air yang sama dipengaruhi oleh

ketebalan tumpukan bahan dan suhu udara pengeringan. Kapasitas alat pengering sebesar 15-25 kg gabah basah (skala lab) dengan lama pengeringan rata-rata 11 jam 7 menit di dapat kadar air bahan rata-rata sebesar 13,80% bb.

2. Suhu pengeringan pada plenum berfluktuasi dipengaruhi oleh jumlah sekam

padi yang telah terbakar dan kecepatan aliran udara.

3. Efisiensi pengeringan rata-rata secara penelitian sebesar 3,36% lebih rendah daripada efisiensi secara teori sebesar 74,7%,

4. Massa 1 kg sekam padi dapat mengeringkan 1,35 kg gabah basah.

B. SARAN

Disarankan untuk menggunakan bahan bakar sekam padi yang kering untuk mengeringkan gabah lepas panen. Massa 1 kg sekam padi dapat mengeringkan 1,35 kg gabah basah.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Adinugrahani, D.D., Putri, C.M.V., Rahrajo E.P., Andari R.W.2013. Continuous

Tunnel Dryer.(http://www.slideshare.net/carrie_mvp/continuous-26155402). Diakses tanggal 25 Oktober 2013.

Astuti, R. 2007.Pengeringan Padi dalam Unggun Bergerak Dua Tahap. Skripsi

ITB. Bandung

Bakri. 2008. Komponen Kimia dan Sekam Padi Sebagai SCM untuk Pembuatan

Komposit Semen. Jurnal Perennial 5(1) : 9-14.

Bala, B.K.1997. Drying and Storage of Cereal Grains. Science Publisher, Inc. United States of America.

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.2006. Giliran Sekam untuk Bahan BakarAlternatif. Warta Penelitian dan pengembangan

Penelitian Vol 28 no 2 ; 1-3.

Cakradinata, R. 2010. Modifikasi Ruang Plenum dan Ruang Pengering Alat

Pengering Gabah Tipe Silinder Vertikal. Skripsi. UNILA. Lampung.

Daulay, S. B. 2005 Metode Pengeringan Padi. Jurusan Teknologi Pertanian.

Fakultas Pertanian. e-USU Repository Universitas Sumatera Utara. Medan.

Desrosier, N.W. 1988. The Technology of Food Preservation. Fourth Edition. Avi

Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut.

Fernandy, G. 2012. Pengaruh Suhu Udara Pengering dan Komposisi Zeolit 3A

Terhadap Lama Waktu Pengeringan Gabah pada Fluidized Bed Dryer.

Momentum, Vol. 8, No. 2,: 6- 10.

Houston. 1972. Sekam Padi Sebagai Sumber Energi Alternatif.

(www.smallcrab.com/). Diakses tanggal 1 Juni 2012.

Sekam Padi (http://www.artikelbagus.com/). Diakses tanggal 13 juni 2013. Pengeringan Pangan. (http://dianape.wordpress.com/).Diakses tanggal 8 Juni

2013.

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/56946/BAB%20II%20TIN JAUAN%20PUSTAKA.pdf?sequence=3. Diakses Tanggal 8 Juni 2013.


(59)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16427/5/Chapter%20I.pdf. Diakses tanggal 5 Juni 2013.

Irawan, A. 2011. Modul Laboratorium Pengeringan. Jurusan Teknik Kimia

Fakultas Teknik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Kamin. S. Mesin Pengering Padi Kapasitas 5 Ton.

(http://jurnal.upi.edu/file/Kamin_S.pdf). Diakses tanggal 8 Juni 2013. Karbassi, A. and Z.Mehdizabeh (2008). Drying Rough Rice in a Fluidized Bed

Dryer, J. Agric. Sci. Technol,. Vol. 10: 233-241.

Kartikasari, T. 2000. Mempelajari Efektifitas Penggunaan Tiga Jenis Bahan

Bakar Pada Penyulingan Minyak Nilam. Skripsi. Fakultas Pertanian. UNILA. Bandar Lampung.

Kurniawan. E. 2010. Pengawetan Bahan dengan Pengeringan.

(http://erwinerwon.blogspot.com/). Diakses tanggal 25 Oktober 2013.

Kusumawati, W.D., Susrusa, B.K., Wulandira, A. 2012. Studi Perbandingan

Kinerja Penggilingan Padi (Rice Milling Unit) dengan dan Tanpa Pengering

Buatan Berbahan Bakar Sekam di Kabupaten Tabanan. E-Journal

Agribisnis dan Agrowisata Vol. 1, No. 1.

Muhammad, A. 2011. Uji Kinerja Alat Pengering Hybrid Tipe Rak pada Proses

Pengeringan Jagung Bertongkol. Skripsi, UNILA. Lampung.

Ng.P.P., S.M. Tasirin, W.R. W. Daud dan C.L.Law (2003). Cracking Quality of

Malaysian Paddy Dried in A Cylindrical Coloumn Dryer. University

Kebangsaan Malaysia.

Prastowo. B. 2011. Reorientasi Rancang Bangun Alatdan Mesin Pertanian Menuju Efisiensidan Pengembangan Bahan Bakar Nabati Pengembangan

Inovasi Pertanian 4(4): 294-308.

Prasetyo. A. 2008. Pengaruh Tiga Jenis Bahan Bakar Terhadap Kinerja Alat

Pengering Gabah Tipe Bak Segitiga. Skripsi, UNILA. Lampung.

Purba. F. 2012. Mesin Pengering (Drying Machine).

(http://febrianipurba.blogspot.com/). Diakses Tanggal 27 Oktober 2013.

Putri, G. 2011. Pengeringan Gabah dengan Penerapan DCS pada Rotary Dryer.

D3 Teknik Kimia. Laporan Tugas Akhir Fakultas Teknik. Undip. Semarang. Santos, A. 2012. Makalah Pengeringan Biji-bijian


(60)

Sofia, L. 2010. Pengeringan Biji Kakao Menggunakan Alat Pengering Hybrid Tipe Rak. Skripsi. UNILA. Lampung.

Suharno. 1979. Sekam Padi Sebagai Sebagai Sumber Energi Alternatif.

(www.smallcrab.com/). Diakses tanggal 1 Juni 2012.

Sulaiman. 2005. Energy sekam padi. (http://www.slideshare.net/ss170952/).

Diakses tanggal 28 Maret 2013.

Sulaiman. 2008. Pengering Padi dibuat untuk Petani Kapasitas 4 Ton/hari.

Bahan Bakar sekam. (http://www.slideshare.net/ss170952/). Diakses tanggal 28 Maret 2013

Sutrisno dan Raharjo. B. 2008. Rekayasa Mesin Pengering Padi Bahan Bakar Sekam (BBS) Kapasitas 10 T Terintegrasi untuk Meningkatkan Nilai Ekonomi Penggilingan Padi di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan. Jurnal Pembangunan Manusia edisi 6 : 3-4.

Tandra. R. 2013. Kadar Air. (http://rianrtandra.wordpress.com/). Diakses tanggal

25 Oktober 2013.

Wibowo. A. Pengering Gabah dengan Pengendali Suhu dan Waktu.

(http://www.scribd.com/doc/58338834/). Diakses tanggal 8 Juni 2013.

Wawan. 2009. Hukum Hukum Dasar Termodinamika.

(http://wawan-satu.blogspot.com/). Diakses Tanggal 27 Oktober 2013. Wikipedia. 2012. Gabah Padi. Diakses Tanggal 25 agustus 2012.

Wongpornchai, S., K.Dumri, Jongkaewwattana S. dan B.Siri (2003). Effects Of Drying Methods and Storage Time On The Aroma And Milling Quality Of

Rice (Oryza Sativa L.) Cv. Khao Dawk Mali 105. Journal of Food


(1)

48

Energi untuk memanaskan bahan dihitung dengan persamaan :

Q2 = m x Cp x ∆T ... (7) Dimana :

Q2 = energi untuk memanaskan bahan (kJ) m = massa bahan yang dikeringkan (kg) Cp = panas jenis gabah (1,850 kJ/ kg°C)

∆T = perubahan suhu udara pengering dan suhu lingkungan (°C)

Qout = Q1 +Q2 ... (8)

5. Energi Bahan Bakar

Qinput = m x Nbb (kJ) ... (9) Keterangan :

Qinput = kalor hasil proses bahan pembakaran bahan-bahan di pemanas (kW) Nbb = nilai kalor bahan bakar (kJ/ kg)

m = massa bahan bakar (kg) 6. Efisiensi Pengeringan

Efisiensi pengeringan digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari proses pengeringan gabah menggunakan alat pengering gabah tipe batch dryer (skala lab). Efisiensi pengeringan dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah energi untuk memanaskan bahan dengan energi yang dihasilkan bahan bakar dalam proses pengeringan.

Eff = Qoutput


(2)

49

Keterangan :

Eff = efisiensi pemanasan (%) Qoutput = energi yang digunakan (kJ)


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Lama pengeringan untuk mendapatkan kadar air yang sama dipengaruhi oleh ketebalan tumpukan bahan dan suhu udara pengeringan. Kapasitas alat pengering sebesar 15-25 kg gabah basah (skala lab) dengan lama pengeringan rata-rata 11 jam 7 menit di dapat kadar air bahan rata-rata sebesar 13,80% bb. 2. Suhu pengeringan pada plenum berfluktuasi dipengaruhi oleh jumlah sekam

padi yang telah terbakar dan kecepatan aliran udara.

3. Efisiensi pengeringan rata-rata secara penelitian sebesar 3,36% lebih rendah daripada efisiensi secara teori sebesar 74,7%,

4. Massa 1 kg sekam padi dapat mengeringkan 1,35 kg gabah basah.

B. SARAN

Disarankan untuk menggunakan bahan bakar sekam padi yang kering untuk mengeringkan gabah lepas panen. Massa 1 kg sekam padi dapat mengeringkan 1,35 kg gabah basah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adinugrahani, D.D., Putri, C.M.V., Rahrajo E.P., Andari R.W.2013. Continuous Tunnel Dryer.(http://www.slideshare.net/carrie_mvp/continuous-26155402). Diakses tanggal 25 Oktober 2013.

Astuti, R. 2007.Pengeringan Padi dalam Unggun Bergerak Dua Tahap. Skripsi ITB. Bandung

Bakri. 2008. Komponen Kimia dan Sekam Padi Sebagai SCM untuk Pembuatan Komposit Semen. Jurnal Perennial 5(1) : 9-14.

Bala, B.K.1997. Drying and Storage of Cereal Grains. Science Publisher, Inc. United States of America.

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.2006. Giliran

Sekam untuk Bahan BakarAlternatif. Warta Penelitian dan pengembangan

Penelitian Vol 28 no 2 ; 1-3.

Cakradinata, R. 2010. Modifikasi Ruang Plenum dan Ruang Pengering Alat Pengering Gabah Tipe Silinder Vertikal. Skripsi. UNILA. Lampung.

Daulay, S. B. 2005 Metode Pengeringan Padi. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian. e-USU Repository Universitas Sumatera Utara. Medan. Desrosier, N.W. 1988. The Technology of Food Preservation. Fourth Edition. Avi

Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut.

Fernandy, G. 2012. Pengaruh Suhu Udara Pengering dan Komposisi Zeolit 3A Terhadap Lama Waktu Pengeringan Gabah pada Fluidized Bed Dryer. Momentum, Vol. 8, No. 2,: 6- 10.

Houston. 1972. Sekam Padi Sebagai Sumber Energi Alternatif. (www.smallcrab.com/). Diakses tanggal 1 Juni 2012.

Sekam Padi (http://www.artikelbagus.com/). Diakses tanggal 13 juni 2013. Pengeringan Pangan. (http://dianape.wordpress.com/). Diakses tanggal 8 Juni

2013.

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/56946/BAB%20II%20TIN JAUAN%20PUSTAKA.pdf?sequence=3. Diakses Tanggal 8 Juni 2013.


(5)

66

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16427/5/Chapter%20I.pdf. Diakses tanggal 5 Juni 2013.

Irawan, A. 2011. Modul Laboratorium Pengeringan. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Kamin. S. Mesin Pengering Padi Kapasitas 5 Ton. (http://jurnal.upi.edu/file/Kamin_S.pdf). Diakses tanggal 8 Juni 2013. Karbassi, A. and Z.Mehdizabeh (2008). Drying Rough Rice in a Fluidized Bed

Dryer, J. Agric. Sci. Technol,. Vol. 10: 233-241.

Kartikasari, T. 2000. Mempelajari Efektifitas Penggunaan Tiga Jenis Bahan Bakar Pada Penyulingan Minyak Nilam. Skripsi. Fakultas Pertanian. UNILA. Bandar Lampung.

Kurniawan. E. 2010. Pengawetan Bahan dengan Pengeringan.

(http://erwinerwon.blogspot.com/). Diakses tanggal 25 Oktober 2013. Kusumawati, W.D., Susrusa, B.K., Wulandira, A. 2012. Studi Perbandingan

Kinerja Penggilingan Padi (Rice Milling Unit) dengan dan Tanpa Pengering Buatan Berbahan Bakar Sekam di Kabupaten Tabanan. E-Journal Agribisnis dan Agrowisata Vol. 1, No. 1.

Muhammad, A. 2011. Uji Kinerja Alat Pengering Hybrid Tipe Rak pada Proses Pengeringan Jagung Bertongkol. Skripsi, UNILA. Lampung.

Ng.P.P., S.M. Tasirin, W.R. W. Daud dan C.L.Law (2003). Cracking Quality of Malaysian Paddy Dried in A Cylindrical Coloumn Dryer. University Kebangsaan Malaysia.

Prastowo. B. 2011. Reorientasi Rancang Bangun Alatdan Mesin Pertanian

Menuju Efisiensidan Pengembangan Bahan Bakar Nabati Pengembangan

Inovasi Pertanian 4(4): 294-308.

Prasetyo. A. 2008. Pengaruh Tiga Jenis Bahan Bakar Terhadap Kinerja Alat Pengering Gabah Tipe Bak Segitiga. Skripsi, UNILA. Lampung.

Purba. F. 2012. Mesin Pengering (Drying Machine). (http://febrianipurba.blogspot.com/). Diakses Tanggal 27 Oktober 2013. Putri, G. 2011. Pengeringan Gabah dengan Penerapan DCS pada Rotary Dryer.

D3 Teknik Kimia. Laporan Tugas Akhir Fakultas Teknik. Undip. Semarang. Santos, A. 2012. Makalah Pengeringan Biji-bijian


(6)

67

Sofia, L. 2010. Pengeringan Biji Kakao Menggunakan Alat Pengering Hybrid Tipe Rak. Skripsi. UNILA. Lampung.

Suharno. 1979. Sekam Padi Sebagai Sebagai Sumber Energi Alternatif. (www.smallcrab.com/). Diakses tanggal 1 Juni 2012.

Sulaiman. 2005. Energy sekam padi. (http://www.slideshare.net/ss170952/). Diakses tanggal 28 Maret 2013.

Sulaiman. 2008. Pengering Padi dibuat untuk Petani Kapasitas 4 Ton/hari. Bahan Bakar sekam. (http://www.slideshare.net/ss170952/). Diakses tanggal 28 Maret 2013

Sutrisno dan Raharjo. B. 2008. Rekayasa Mesin Pengering Padi Bahan Bakar Sekam (BBS) Kapasitas 10 T Terintegrasi untuk Meningkatkan Nilai Ekonomi Penggilingan Padi di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan. Jurnal Pembangunan Manusia edisi 6 : 3-4.

Tandra. R. 2013. Kadar Air. (http://rianrtandra.wordpress.com/). Diakses tanggal 25 Oktober 2013.

Wibowo. A. Pengering Gabah dengan Pengendali Suhu dan Waktu.

(http://www.scribd.com/doc/58338834/). Diakses tanggal 8 Juni 2013. Wawan. 2009. Hukum Hukum Dasar Termodinamika.

(http://wawan-satu.blogspot.com/). Diakses Tanggal 27 Oktober 2013. Wikipedia. 2012. Gabah Padi. Diakses Tanggal 25 agustus 2012.

Wongpornchai, S., K.Dumri, Jongkaewwattana S. dan B.Siri (2003). Effects Of Drying Methods and Storage Time On The Aroma And Milling Quality Of Rice (Oryza Sativa L.) Cv. Khao Dawk Mali 105. Journal of Food Chemistry. 87(3) :407-414.