PTPN II memiliki banyak unit kebun yang tersebar di daerah Sumatera Utara, yaitu terdapat 32 unit kebun, dan salah satunya adalah unit kebun Tandem yang
menjadi daerah penelitian, dalam penelitian ini.
Gambar 1. Unit Lokasi Kebun PTPN II
4.2. Letak Geografis Daerah Penelitian
PTPN II unit kebun Tandem terletak di kecamatan Hamparan Perak kabupaten Deli Serdang, sekitar 5 km dari kota Binjai. PTPN II unit kebun Tandem
berbatasan dengan: -
Sebelah utara berbatasan dengan kebun Klumpang -
Sebelah timur berbatasan dengan kebun Saentis -
Sebelah selatan berbatasan dengan Binjai -
Sebelah barat berbatasan dengan Langkat
Universitas Sumatera Utara
4.3. Jenis Komoditi
Dahulu, jenis-jenis tanaman perkebunan yang diusahakan oleh PTPN II unit
kebun Tandem meliputi : •
Tembakau Deli •
Kelapa Sawit •
Kakao dan •
Tebu Akan tetapi saat ini, kebun Tandem hanya mengusahakan tanaman tebu dan
kelapa sawit. 4.4. Kondisi Lahan
Pada umumnya, jenis tanah yang ada di PTPN II unit kebun Tandem adalah jenis
tanah aluvial. Tekstur tanah aluvial adalah liat atau berpasir dengan pH 5 – 6,5. Jenis tanah ini sangat cocok dengan pH untuk tanaman kelapa sawit dibandingkan
pH untuk tanaman tebu yaitu sekitar 4 - 6,5 , dengan pH tanah yang optimal sekitar 5 - 6,5. Sedangkan pH untuk tanaman tebu berkisar antara 5,5 – 7,5
dengan PH optimal sekitar 6 - 7,5. Daerah Tandem memiliki hujan rata-rata yaitu 2200 - 2500 mmtahun dan memiliki lama penyinaran matahari hampir sepanjang
hari.
Universitas Sumatera Utara
4.5. Status Luas Areal Kebun
Status areal dan luas tanaman tembakau deli, tebu dan kelapa sawit di kebun Tandem disajikan pada tabel.
Tabel 3. Status areal dan luas tanaman yang dikelola di kebun Tandem
No Status Areal
Tahun Luas Ha
1. Areal rotasi tembakau
20042005 164,00
2. Areal rotasi tembakau
20052006 216,00
3. Areal tanaman tebu
20032004 622,70
4. Areal bibitan tebu
20042005 86,00
5. Areal tanaman kelapa sawit
2003 175,70
6. Areal tanaman jati
2003 36,25
Jumlah luas Ha Areal Tanaman 1.300,65
Sumber : PTPN II
Akan tetapi, pada tahun 2010 ini status areal dan luasan tanaman di kebun
Tandem terus mengalami perubahan. Hal ini dikarenakan adanya alih fungsi lahan tebu ke lahan kelapa sawit, alih fungsi lahan tembakau ke lahan tebu dan
alih fungsi lahan tembakau ke lahan kelapa sawit.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4. Perubahan status areal dan luas tanaman yang dikeloala di kebun Tandem Tahun 2010
No Status Areal
Luas Ha 1.
Areal tanaman tebu 609,2
2. Areal tanaman kelapa sawit TBM dan TM
1.013,65 Jumlah Luas Ha Areal Tanaman
1.622,85
Sumber : PTPN II
Jadi, jumlah luas areal tanaman yang dikelola oleh PTPN II unit kebun Tandem saat ini mencapai 1.622,85 Ha.
Luas areal lainnya non-tanaman di unit kebun Tandem disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 5. Luas areal lainnya non-tanaman di kebun Tandem
No Jenis Penggunaan
Luas Ha 1.
Perumahan kebun, rumah ibadah dan kuburan 196,00
2. Kebun sayur
112,85 3.
Areal bangsal 27,00
4. Lapangan olah raga
5,00 5.
Jalan, sungaiparit besar 84,00
6. Rawa-rawa
28,00 7.
Garapan liar 69,30
Universitas Sumatera Utara
8. Lain-lain
600,87 Jumlah Areal Non-Tanaman 1.123,02
Sumber : PTPN II
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Adapun yang diteliti dalam penelitian ini mencakup faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi alih fungsi lahan tebu menjadi lahan kelapa sawit, bagaimana
tingkat pendapatan tebu didaerah penelitian, bagaimana tingkat pendapatan kelapa sawit di daerah penelitian dan bagaimana analisis kelayakan kebun kelapa sawit
secara finansial di daerah penelitian.
5.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tebu Menjadi Lahan Kelapa Sawit
Analisis dilakukan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan
tebu menjadi lahan kelapa sawit. Adapun yang menjadi faktor-faktor tersebut merupakan faktor dari tanaman tebu dan tanaman kelapa sawit.
a. Pendapatan usahatani tebu
Pendapatan usahatani tebu merupakan hasil pengurangan penerimaan dari hasil
penjualan produk tebu dengan biaya produksi tanaman tebu. Hasil penjualan dalam bentuk gula SHS Superior High Sugar dan bentuk molases gula tetes.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pendapatan usahatani tebu di daerah penelitian cenderung menurun, bahkan mengalami kerugian. Kerugian ini
Universitas Sumatera Utara
mencapai Rp. 5.029.200,- per Ha per musim tanam. Adapun yang menyebabkan
menurunnya tingkat pendapatan dari usahatani tebu ini adalah tingkat rendemen tebu, dan tingginya biaya produksi yang dikeluarkan jika dibandingkan dengan
tanaman kelapa sawit. Tingkat rendemen tebu di daerah penelitian hanya berkisar 6 . Namun, jika
pada musim penghujan, tingkat rendemen ini masih dapat menurun lagi. Tingkat rendemen ini lah yang menentukan produktivias hablur gula. Semakin rendah
tingkat rendemennya, maka semakin rendah pula produktivitas hablurnya dan sebaliknya semakin tinggi tingkat rendemennya, maka semakin tinggi pula tingkat
produktivitasnya. Untuk Sumatera Utara sendiri, rata-rata tingkat rendemen tebu hanya berkisar 5-6 . Sedangkan di Pulau Jawa, rata-rata tingkat rendemen
tebu dirasa cukup tinggi yaitu berkisar antara 7-8. Rendahnya tingkat rendemen ini, bukan hanya disebabkan oleh faktor iklim, tetapi
juga dapat disebabkan oleh pengelolaan tebang, muat dan angkut tebu TMA yang tidak maksimal. Tebu yang telah dipangkas harus langsung dibawa ke
pabrik. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi menurunnya nilai rendemen yang diperoleh. Selain itu, tingkat rendemen tebu ini juga dipengaruhi oleh kualitas
pengolahan di pabrik. Kapasitas giling pabrik yang rendah dan mesin pengolahan yang sudah tua akan menurunkan tingkat rendemen tebu, karena tebu yang telah
dipanen harus menunggu waktu olah. Untuk itu, juga diperlukan revitalisasi pabrik gula mengingat pabrik gula yang ada di Sumatera Utara Kwala Madu dan
Sei Semayang sudah berumur sekitar 30 tahun.
Universitas Sumatera Utara
Permasalahan yang seringkali muncul di pabrik adalah permasalahan mengenai kondisi mesin yang seringkali mengalami kerusakan sehingga mengakibatkan
terjadinya jam henti giling pabrik yang cukup tinggi. Adanya jam henti giling pabrik yang tidak sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat, dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan pada tebu yang sudah ditebang yaitu ter- jadinya penurunan kadar gula dalam tebu. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut, perlu dilakukan jadwal pemeliharaan mesin sehingga jam henti giling dapat dihindari.
Permasalahan lain yang terjadi di dalam pabrik yaitu terjadinya penurunan
kapasitas giling pabrik sehingga pabrik tidak
dapat beroperasi secara maksimal. Untuk mengatasinya, perlu dihitung kembali kapasitas operasional terpasang
pabrik berdasarkan pada nilai availabilitas atau kemampuan mesin. Hal ini dilakukan karena laju kerusakan setiap mesin berubah-ubah sejalan dengan
bertambahnya waktu. Kapasitas giling pabrik harus diperhitungkan secara matang dalam melaksanakan
kegiatan produksi karena merupakan masukan yang sangat berharga bagi pihak tanaman dalam membuat jadwal penebangan tebu. Hal ini dilakukan karena
semakin lancar pengoperasian pabrik dengan penyediaan tebu yang cukup, semakin kecil jam berhenti giling pabrik yang disebabkan karena
ketidaktersediaan tebu jam berhenti giling luar pabrik. Jadwal tebang tebu yang akan dibuat harus disesuaikan dengan kapasitas
operasional pabrik agar terjadi keseimbangan antara kebutuhan pabrik dengan ketersediaan kebun. Hal ini harus dilakukan pula dengan mempertimbangkan
Universitas Sumatera Utara
berbagai kendala seperti tingkat kematangan tebu, jarak kebun ke pabrik, alat angkut dan tenaga kerja
.
b. Pendapatan usahatani kelapa sawit
Pendapatan usahatani kelapa sawit merupakan hasil pengurangan penerimaan dari hasil penjualan produk kelapa sawit dengan biaya produksi tanaman kelapa sawit.
Hasil penjualan produk kelapa sawit dijual dalam bentuk minyak sawit CPO dan inti sawit kernel.
Dari hasil penelitian diketahui, bahwa tingkat pendapatan rata - rata yang diterima
PT. Perkebunan Nusantara II unit Kebun Tandem adalah sebesar Rp. 13.243.267,-
per Ha per tahun. Tingkat pendapatan kelapa sawit ini tidak lepas dari peranan tingkat produksi tanaman kelapa sawit. Produksi optimal tanaman kelapa sawit
adalah berbeda – beda, sesuai dengan potensi dan kesesuaian lahan dan iklim. Untuk daerah penelitian ini, tanaman kelapa sawit berproduksi optimal pada umur
tanaman 9 – 13 tahun, dengan produksi 31 ton TBS Ha per tahun. Sama hal nya dengan usahatani tebu, tingkat pendapatan usahatani kelapa sawit ini juga
dipengaruhi oleh faktor rendemen.
Rendemen untuk minyak sawit CPO berkisar antara 20-23,75. Sedangkan rendemen untuk inti sawit kernel berkisar antara 4-5. Di daerah penelitian
sendiri, tingkat rendemen untuk CPO adalah berkisar 22 dan rendemen untuk kernel adalah berkisar 4. Tingkat rendemen ini dapat dikatakan bersifat stabil ,
artinya walaupun musim penghujan tidak akan mempengaruhi tingkat rendemen kelapa sawit.
Universitas Sumatera Utara
5.2. Usahatani Tebu