14
c. Dalam menentukan parameter yang standar, lebih baik mendekati benar dari pada benar-benar salah;
d. Masyarakat yang membuat peta, model, diagram, pengurutan, memberi angka atau nilai, mengkaji atau menganalisis, memberikan contoh,
mengidentifikasi masalah, menyeleksi prioritas masalah, menyajikan hasil, mengkaji ulang dan merencanakan kegiatan aksi;
e. Pelaksanaan evaluasi, termasuk penentuan indikator keberhasilan dilakukan secara
partisipatif. Pendekatan
terhadap kegunaan
teknik-teknik ParticipatoryRuralAppraisaltersebut dengan mudah dapat dikaji melalui
pendekatan sistem sosial Hikmat, 2004.
2.2. Konsep Penanggulangan Bencana
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. DalamUndang-undang tersebut, terdapat ketentuan umum yang mendefinisikan
penyelenggaraan.Penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilita. Dari definisi tersebut terlihat bahwa penanggulangan bencana adalah upaya pengurangan risiko bencana pada fase
sebelum, saat dan setelah bencana. Pada fase sebelum bencana dilaksanakan upaya pengarusutamaan
penanggulangan bencana dalam pembangunan, pencegahan, mitigasi, pengalihan risiko dan kesiapsiagaan bencana. Pada fase saatbencana terjadi dilaksanakan upaya
Universitas Sumatera Utara
15
tanggap darurat. Pada fase setelah bencanaterjadi dilaksanakan upaya pemulihan dampak bencana.Selanjutnya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
Nomor21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Pada Pasal 5, dinyatakan bahwa pelaksanaan penanggulangan bencana ini membutuhkan
Rencana Penanggulangan Bencana yang disusun pada situasi tidak terjadi sebagaimana Undang-undang No. 24 tahun 2007, Peraturan Kepala Badan
Penanggulangan Bencana
Nomor 04
tahun 2008
tentang Pedoman
PenyusunanRencana Penanggulangan
Bencana juga
menyebutkan bahwa
penanggulanganbencana terdiri dari beberapa fase, yaitu fase pencegahan dan mitigasi, fase kesiapsiagaan, fase tanggap darurat dan fase pemulihan Keterangan
Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Siklus Manajemen Penanggulan Bencana Sumber : Perka BNPB No. 04 Tahun 2008
Universitas Sumatera Utara
16
2.3 Kajian Risiko Bencana
Kajian risiko bencana yang terdapat dalam Perka BNPB No. 04 tahun 2008, disusun berdasarkan analisis risiko bencana dan digambarkan sebagai berikut:
R = H x VC……………………………………..……2.1
R = Risiko Bencana. H = HazardatauPotensi Bencana.
V = Vulnerabilityatau Kerentanan. C = Kapasitas.
2.3.1 Potensi Bencana Potensi
bencana suatu
wilayah tergantung
pada kondisi
wilayah yangbersangkutan. Hal ini dapat dilihat dari data kejadian bencana yang terjadi di
wilayah tersebut: a. Gempabumi, dampak yang dapat timbul oleh gempabumi ialah
berupakerusakan atau kehancuran bangunan rumah, sekolah, rumah sakit danbangunan umum lain dan konstruksi prasarana fisik jalan,
jembatan,bendungan, pelabuhan
lautudara, jaringan
listrik dan
telekomunikasi, dan lain-lainserta bencana sekunder yaitu kebakaran dan korban akibat timbulnyakepanikan.
b. Tsunami, adalah
gelombang pasang
yang timbul
akibat terjadinyagempabumi di laut, letusan gunung api bawah laut atau longsoran
Universitas Sumatera Utara
17
di laut.Namun, tidak semua fenomena tersebut dapat memicu terjadinya tsunami.
c. Letusan Gunung Api, dampakrisiko yang ditimbulkan oleh jatuhan materialletusan, awan panas, aliran lava, gas beracun, abu gunung api dan
bencanasekunder berupa aliran lahar. d. Banjir, sebagai fenomena alam terkait dengan ulah manusia terjadi
sebagaiakibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi daerahhulu,kondisi daerah budidaya dan pasang surut air laut.
Potensi terjadinyaancaman bencana banjir dan tanah longsor saat ini disebabkan keadaan badansungai rusak, kerusakan daerah tangkapan air,
pelanggaran tata
ruangwilayah, pelanggaran
hukum meningkat,
perencanaan pembangunan kurangterpadu dan disiplin masyarakat yang rendah.
e. Tanah Longsor, merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,ataupun pencampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat
dariterganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.Pemicu dari terjadinya gerakan tanah ini adalah curah hujan yang
tinggi sertakelerengan tebing. f. Kebakaran, potensi bahaya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia
cukupbesar. Hampir setiap musim kemarau Indonesia menghadapi bahayakebakaran lahan dan hutan dimana berdampak sangat luas tidak
Universitas Sumatera Utara
18
hanyakehilangan keanekaragaman hayati tetapi juga timbulnya gangguan asap diwilayah sekitar yang sering kali mengganggu negara-negara
tetangga. g. Kekeringan, fenomena ini dialami berbagai wilayah di Indonesia hampir
setiap musim kemarau. Hal ini erat terkait dengan menurunnya fungsi lahandalam menyimpan air. Penurunan fungsi tersebut ditengarai
akibatrusaknyaekosistem pemanfaatan lahan yang berlebihan. Dampak dari kekeringan iniadalah gagal panen, kekurangan bahan makanan hingga
dampak yangterburuk adalah banyaknya gejala kurang gizi bahkan kematian.
h. Epidemi dan wabah penyakit. Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkatsecara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerahtertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Epidemi baik
yang berupamengancam manusia maupun hewan ternak berdampak serius berupakematian serta terganggunya roda perekonomian.
i. Kebakaran gedung dan permukiman. Kebakaran gedung dan permukimanpenduduk sangat marak pada musim kemarau. Hal ini terkait
dengankecerobohan manusia diantaranya pembangunan gedungrumah yang tidakmengikuti standar keamanan bangunan, tidak dilaksanakannya
pembaruankabel listrik yang sudah ada serta perilaku manusia
Universitas Sumatera Utara
19
j. Kegagalan teknologi merupakan kejadian yang diakibatkan oleh kesalahandesain,pengoperasian, kelalaian dan kesenjangan manusia dalam
penggunaan teknologi dan industri.
2.3.2 Kerentanan Masyarakat Terhadap Bencana Kerentanan vulnerability adalah keadaan atau sifatprilaku manusia
ataumasyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan ini dapat berupa:
a. Kerentanan fisik. Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakatberupa daya tahan
menghadapi bahaya tertentu. Misalnya, kekuatanbangunan rumah bagi masyarakat yang berada di daerah rawan gempa.Adanya tanggul pengaman
banjir bagi masyarakat yang tertinggal di bantaransungai dan sebagainya. b. Kerentanan ekonomi.
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakatsangat menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Padaumumnya masyarakat atau
daerah yang miskin atau kurang mampu lebihrentan terhadap bahaya, karenatidak mempunyai kemampuan finansial yangmemadai untuk melakukan
upaya pengurangan risiko bencana. c. Kerentanan Sosial.
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkatkerentanan terhadap ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, umur, jeniskelamin, kekurangan
Universitas Sumatera Utara
20
pengetahuan tentang risiko bahaya dan bencana akanmengurangi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat kesehatan masyarakat yang rendah juga
mengakibatkan rentan terhadap bahaya. d. Kerentanan Lingkungan.
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangatmempengaruhi kerentanan. Masyarakat yang tinggal di daerah yang keringdan sulit air akan selalu
terancam bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan sebagainya.
2.3.3Kemampuan menghadapi Bencana Kemampuan menghadapi bencana merupakan seluruh upaya menyeluruh dan
proaktif dimulai pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana.Penanggulangan bencana disusun untuk mengurangi risiko bencana. Perencanaan dimulai dari kajian
risiko bencana
dan analisis
tingkat ketahanan.
Kebijakan dan
strategipenanggulanganbencanadanstrategimerupakanpayungdalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Kebijakan penanggulangan bencana menghasilkan
visi,misi dan strategi penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Strategi penanggulangan bencana meliputi:
1. Pada tahap pencegahan, strategi yang ditempuh mengutamakan upaya preventif agar kerusakan dan korban jiwa dapat diminimalkan jika terjadi bencana.
2. Pada tahap tanggap darurat, dilakukan upaya penyelamatan, pencarian dan evakuasi serta pemberian bantuan darurat berupa tempat penampungan
sementara, bantuan pangan dan pelayanan medis bagi korban bencana.
Universitas Sumatera Utara
21
3. Pada tahap rehabilitasi, dilakukan upaya perbaikan fisik dan non fisik serta pemberdayaan dan mengembalikan harkat hidup terhadap korban bencana
secara manusiawi. 4. Pada tahap rekonstruksi, dilakukan upaya pembangunan kembali saranaprasarana
serta fasilitas umum yang rusak, agar kehidupan masyarakat dapat dipulihkan kembali.
2.4Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana
Peran serta masyarakat dalam penanggulangan bencana sangat ditekankan karena pada dasarnya masyarakat lebih memahami kondisi dan bagaimana memperlakukan
lingkungannya dengan kearifan yang mereka miliki. Masyarakat yang semula diposisikan sebagai objek pasif menjadi subjek aktif dan dengan kesadaran diri
bertanggung jawab untuk melakukan upaya-upaya penanggulangan bencana melalui berbagai kegiatan penanggulangan bencanamelalui berbagai kegiatan yaitu
pengembangan budaya sadar bencana, penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan serta peningkatan pemahaman tentang kerentananmasyarakat. Pelaksanaan
peran serta masyarakat dalam penanggulangan bencana yang berorientasi pada pemberdayaan dan kemandirian melalui peran serta masyarakat akan mengarah
kepada: 1. Melakukan upaya penanggulangan bencana bersama masyarakat di kawasan
rawan bencana secara mandiri;
Universitas Sumatera Utara
22
2. Menghindari munculnya kerentanan baru dan ketergantungan masyarakat di kawasan rawan bencana pada pihak luar;
3. Penanggulangan risiko bencana merupakan bagian tak terpisahkan dari proses pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam untuk kelangsungan
kehidupan di kawasan rawan bencana, dan 4. Pendekatan multisektor, multidisiplin, dan multibudaya.
2.4.1Kelompok Peduli Bencana Kelompok masyarakat peduli bencana adalah kelompok masyarakat yang
memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan segera dari dampak bencana yang merugikan, jika
terkena bencana. Dengan demikian kelompok masyarakat peduli bencana merupakan sebuah kelompok masyarakat yang dibentuk untuk memiliki kemampuan mengenali
ancaman di wilayahnya dan mampu mengorganisir sumber daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan dan sekaligus meningkatkan kapasitas demi mengurangi
risiko bencana Kemampuan ini diwujudkan dalam pembangunan yang mengandung upaya-upaya pencegahan, kesiapsiagaan, dan peningkatan kapasitas untuk pemulihan
pasca keadaan darurat. Pengembangan kelompok masyarakat peduli bencana merupakan salah satu
upaya penanggulangan bencana berbasis masyarakat. Penanggulangan bencana berbasis masyarakat adalah segala bentuk upaya untuk menanggulangi ancaman
Universitas Sumatera Utara
23
bencana dan kerentanan masyarakat, dan meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan, yang direncanakan dan dilaksanakan oleh masyarakat sebagai pelaku utama. Dalam
kelompok masyarakat peduli bencana, masyarakat terlibat aktif dalam mengkaji, menganalisis, menangani, memantau, mengevaluasi dan mengurangi risiko-risiko
bencana yang ada di wilayah mereka, terutama dengan memanfaatkan sumber dayalokal.
Universitas Sumatera Utara
24
BAB III METODE PENELITIAN