Analisis Risiko Usaha Diversifikasi Sayuran pada Petani Gapoktan Rukun Tani di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Jawa Barat

i

ANALISIS RISIKO USAHA DIVERSIFIKASI SAYURAN
PADA PETANI GAPOKTAN RUKUN TANI
DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN
BOGOR JAWA BARAT

FADLI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis
Risiko Usaha Diversifikasi Sayuran pada Petani Gapoktan Rukun Tani di

Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Jawa Barat adalah benar karya saya dengan
arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013
Fadli
H34104013

ABSTRAK
FADLI. Analisis Risiko Usaha Diversifikasi Sayuran pada Petani Gapoktan
Rukun Tani di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Jawa Barat. Dibimbing oleh
ANNA FARIYANTI.
Diversifikasi sayuran merupakan salah satu bentuk solusi yang sangat baik
diterapkan oleh petani sayuran untuk mengurangi risiko yang ada. Bentuk
diversifikasi yang bisa diterapkan petani sayuran umumnya terdiri dari kombinasi
pengusahaan antara berbagai jenis sayuran antara lain buncis, kacang panjang,

tomat, cabai keriting, dan sawi. Gapoktan Rukun Tani merupakan salah satu
Gapoktan yang memiliki petani anggota paling banyak mengusahakan komoditas
sayuran tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan identifikasi risiko
yang dihadapi petani, menganalisis usaha diversifikasi yang dilakukan petani
dalam upaya mengurangi risiko, mengetahui besarnya penurunan risiko setelah
dilakukan usaha diversifikasi, dan menganalisis alternatif strategi yang dapat
dilakukan petani untuk menangani risiko usaha sayuran.
Pengambilan sampel petani pada penelitian ini menggunakan metode
purpossive. Selanjutnya, teknik pengumpulan data meliputi wawancara dengan
petani yang sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada quesioner,
diskusi, dan observasi pada lahan petani. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan Microsoft Excel 2007. Sedangkan, ukuran risiko yang digunakan
meliputi peluang, expected return, variance, standard deviation, dan coefficient
variation. Alat analisis yang paling tepat digunakan untuk mengetahui besarnya
risiko dari setiap return yang diperoleh petani yaitu menggunakan coefficient
variation. Terdapat 2 kegiatan yang dihitung ukuran risikonya yaitu kegiatan
spesialisasi dan kegiatan diversifikasi. Hasil analisis menunjukkan cabai keriting
sangat baik jika diusahakan secara spesialisasi karena coefficient variation yang
diperoleh paling kecil sebesar 0,259. Namun, untuk komoditi kacang panjang,
buncis, tomat, dan sawi sangat baik jika diusahakan melalui kegiatan diversifikasi.

Karena nilai coefficient variation yang diperoleh pada kegiatan spesialisasi dapat
diturunkan besarnya melalui kegiatan diversifikasi.
Kata kunci: spesialisasi, diversifikasi, peluang, expected return, variance,
standard deviation, coefficient variation

ABSTRACT
FADLI. Risk Analysis of Diversification in Vegetables Business on Farmer
Group of Rukun Tani, Ciawi District, Bogor Regency, West Java. Supervised by
ANNA FARIYANTI.
Vegetables diversification is one of the best form solution to applied by
farmer to reduce existing risk. Form of diversification that can applied by
vegetable farmer generally consist of combination cultivation among the various
of vegetables such as peas, beans, tomatoes, curly chili and mustard. Gapoktan
Rukun Tani is one gapoktan that have farmers at most cultivation the vegetables.
The purpose of this research are risk identification that faced by farmers, to

iii

analyze diversification business died by farmer in solution reduce of risk, to know
magnitude of the risk decline after to do diversification business, and to analyze

alternative strategy that can farmer doing to handle of risk vegetable business.
Taking sample from farmer in this research use purpossive method.
Furthermore, techniques of data collection include interview with farmer that
appropriate with questions in questionnaire, discussions, and observation on
farmer’s field. its processing have done by using Microsoft Excel 2007. Whereas,
risk measure used consists of opportunities, expected return, variance, standard
deviation, and coefficien variation. There are two activities that calculated
measure of risk are spesialisation and diversification activities. The result show
curly chili the best cultivated spesialisation because the smallest coefficient
variation earned by 0.259. However, for commodity beans, chickpeas, tomatoes,
and mustard are the best if cultivated with diversification activities. Because result
value coefficient variation on the spesialisation activity can be reduced through
diversification activities.
Keywords : specialisation,diversification, opportunities, expected return, variance,
standard deviation, and coefficient variation.

i

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

i

ANALISIS RISIKO USAHA DIVERSIFIKASI SAYURAN
PADA PETANI GAPOKTAN RUKUN TANI
DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN
BOGOR JAWA BARAT

FADLI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi

pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Analisis Risiko Usaha Diversiflkasi Sayuran pada Petani
Gapoktan Rukun Tani di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor
lawaBarat
: Fadli
: H34104013


Disetujui oleh

Dr Ir Anna Fariyanti. MSi
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Tanggal Lulus:

3 0 JUL 2013

iii

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Analisis Risiko Usaha Diversifikasi Sayuran pada Petani
Gapoktan Rukun Tani di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor

Jawa Barat
: Fadli
: H34104013

Disetujui oleh

Dr Ir Anna Fariyanti, MSi
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah

Risiko, dengan Judul Analisis Risiko Usaha Diversifikasi Sayuran pada Petani
Gapoktan Rukun Tani di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Jawa Barat .
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku
dosen pembimbing, Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku dosen evaluator pada saat
penulis kolokium, Dr Ir Nunung Kusnadi, MS sebagai dosen penguji utama dan Ir
Harmini, MSi sebagai Komdik pada saat penulis ujian skripsi. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada H. Misbah sebagai ketua Gapoktan Rukun
Tani, Bapak Jamil sebagai sekretaris Gapoktan Rukun Tani, serta para petani
responden atas informasi yang diberikan untuk keperluan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah (H. Basri), ibu (Hj. Rohyan), para pengurus
Faster periode 2010-2011 dan 2011-2012, para pengurus Forum Wacana Lembah
Intelek (Mulyadi, Rudi, Maman, Hardi, Medi, Bayu, Muhsin, Ari, Zulfi, Fadel,
dan Fadlon) serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Fadli

v


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Peran dan Potensi Usahatani Sayuran
Analisis Sumber-Sumber Risiko Produksi
Strategi Mengurangi Risiko Produksi
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data

Teknik Pengumpulan Data
Alat dan Prosedur Analisis Data
GAMBARAN UMUM GAPOKTAN
Sejarah dan Perkembangan Gapoktan Rukun Tani
Program PUAP di Gapoktan Rukun Tani
Potensi Wilayah Gapoktan Rukun Tani
Unit Usaha Gapoktan Rukun Tani
Aspek Sumber Daya Gapoktan Rukun Tani
Organisasi Gapoktan Rukun Tani
Pola Usahatani yang Diterapkan Gapoktan
Modal dan Fasilitas Usahatani yang Dimiliki Gapoktan
Biaya Produksi Usahatani Sayuran
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Risiko Usaha Sayuran
Strategi Penanganan Risiko Usaha Sayuran
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
ix
x
1
1
5
7
8
8
8
8
10
11
12
12
17
19
19
19
19
20
27
27
28
29
31
31
32
32
33
34
39
39
55
58
58
59
59
62

DAFTAR TABEL
1 Produk Domestik Bruto di Indonesia Menurut Lapangan
Usaha Tahun 2007 – 2012 (persen)
2 Pertumbuhan Volume Ekspor Subsektor Pertanian
3 Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Yang Berlaku
4 Tingkat Konsumsi Perkapita Sayuran dan Buah
5 Tingkat Produksi Tanaman Hortikultura Tahun 2007 sampai 2009
6 Data Produktivitas Sayuran Pada Daerah Sentra Sayuran
7 Jenis Usaha Kelompoktani pada Gapoktan Rukun Tani
8 Sumber dan Jumlah Modal Usaha Gapoktan Rukun Tani
9 Fasilitas Usahatani yang dimiliki Gapoktan Rukun Tani
10 Rata – Rata Biaya Usahatani Cabai Keriting
11 Rata – Rata Biaya Usahatani Buncis
12 Rata – Rata Biaya Usahatani Kacang Panjang
13 Rata – Rata Biaya Usahatani Tomat
14 Rata – Rata Biaya Usahatani Sawi
15 Rata-rata Produktivitas dan Pendapatan Sayuran
16 Perhitungan Expected Return Berdasarkan Produktivitas
dan Pendapatan
17 Penilaian Risiko berdasarkan Produktivitas
18 Perhitungan Nilai Risiko Berdasarkan Pendapatan
19 Perhitungan Nilai Fraction
20 Expected Return pada Sayuran Cabai Keriting, Tomat,
Kacang Panjang, Buncis, dan Sawi pada Kegiatan Portofolio
di Gapoktan Rukun Tani
21 Perhitungan Risiko Pendapatan pada Kombinasi Dua Komoditi
Berdasarkan Pendapatan di Gapoktan Rukun Tani
22 Perhitungan Risiko Pendapatan pada Kombinasi Tiga
Komoditi Berdasarkan Pendapatan di Gapoktan Rukun Tani
23 Perhitungan Risiko Pendapatan pada Kombinasi
Empat Komoditi
24 Perhitungan Risiko Pendapatan pada Kombinasi
Lima Komoditi
25 Perbandingan Risiko Pendapatan Pada Spesialisasi dan
Diversifikasi

1
2
2
3
3
4
30
33
34
35
36
36
37
38
39
43
45
46
48

49
50
51
52
52
53

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Produktivitas Sayuran di Kabupaten Bogor
Produktivitas Petani Gapoktan
Harga-Harga Komoditi Sayuran
Rangkaian Kejadian Berisiko dengan Kejadian Tidak Pasti
Hubungan antara Return (Pendapatan) dengan Risiko
Kerangka Pemikiran Operasional
Pola Tanam Tanaman Pangan, Palawija dan Hortikultura
Grafik Rata-Rata Curah Hujan.

5
6
7
12
13
18
33
41

vii

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Rekapitulasi Produksi Sayuran
Rekapitulasi Harga Sayuran
Data Curah Hujan
Jenis Usaha Gapoktan Rukun Tani
Struktur Kepengurusan Gapoktan Rukun Tani
Perhitungan Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation
Kegiatan-Kegiatan Petani dan Kondisi Tanaman Petani
Riwayat Hidup

62
63
64
65
66
67
75
77

i

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki daratan yang sangat luas
sehingga sebagian besar mata pencaharian penduduk terletak pada sektor
pertanian. Pertanian menjadi sektor andalan yang memiliki kontribusi besar
dalam meningkatkan perekonomian bangsa. Berdasarkan data dari FAO (2011)
bahwa luas lahan pertanian Indonesia sekitar 54 500 000 ha atau 1.11 persen dari
luas lahan pertanian dunia. Melihat luasnya lahan sektor pertanian di Indonesia
sehingga sektor pertanian indonesia mampu mendominasi penyerapan tenaga
kerja di Indonesia pada tahun 2011 sebesar 35.86 persen dari total tenaga kerja.
Disamping itu, Indonesia sebagai penyumbang terhadap devisa negara1.
Sektor pertanian memiliki peran dalam menyediakan lapangan usaha dalam
jumlah besar. Hal ini dapat dilihat pada peran dan pertumbuhan sektor pertanian
Indonesia dalam kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menurut
lapangan usaha pada Tabel 1.
Tabel 1 Produk Domestik Bruto di Indonesia menurut lapangan usaha Tahun
2007-2012 (persen)
Lapangan Usaha

Tahun
2007 2008 2009 2010 2011 2012
PPertanian, Peternakan, Kehutanan dan 13.72 14.48 15.29 15.29 14.70 14.44
Perikanan.
Pertambangan dan Penggalian.
11.15 10.94 10.56 11.16 11.85 11.78
Industri Pengolahan.
27.05 27.81 26.36 24.8 24.30 23.94
Listrik Gas dan Air Bersih.
0.88 0.83 0.83 0.76 0.77 0.79
Konstruksi.
7.72 8.48 9.90 10.25 10.17 10.45
Perdagangan, Hotel dan Restoran.
14.99 13.97 13.28 13.69 13.80 13.90
Pengangkutan dan Komunikasi.
6.69 6.31 6.31 6.56 6.62 6.66
Keuangan, Real Estate dan Jasa 7.73 7.44 7.23 7.24 7.21 7.26
Perusahaan.
Jasa-jasa
10.08 9.74 10.24 10.24 10.56 10.78
PDB
100
100
100
100
100
100
Sumber : Badan Pusat Statistik (2012)2

Berdasarkan Tabel 1 diatas, sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan
perikanan mampu menyediakan lapangan usaha terbesar kedua setelah sektor
industri pengolahan. Lapangan usaha yang disediakan pada sektor tersebut pada
tahun 2012 sekitar 14.44 persen dari total PDB. Keberhasilan petani, peternak,
nelayan, dan kehutanan dalam menyediakan lapangan usaha dan meningkatkan
jumlah produksinya menjadi penentu utama sektor tersebut dalam memberikan
kontribusi yang besar dalam meningkatkan perekonomian bangsa.
Sektor pertanian secara umum terdiri dari beberapa subsektor meliputi
subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Salah satu
1
2

Data Badan Pusat Statistik (2011)
www.bps.go.id (diakses tanggal 26 April 2013)

2

subsektor pertanian yang memiliki kontribusi besar terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB) adalah subsektor hortikultura. Kontribusi tersebut dapat diwujudkan
dalam bentuk perdagangan internasional terutama terkait dengan pertumbuhan
volume ekspor. Volume ekspor subsektor hortikultura mengalami peningkatan
pada tahun 2008. Namun, pada tahun 2009 volume ekspor hortikultura mengalami
penurunan, hal ini disebabkan karena pada tahun 2009 terjadi krisis global. Krisis
global berdampak terhadap naiknya nilai tukar dolar sehingga nilai rupiah menjadi
terdepresiasi. Langkah terbaik yang diambil pemerintah ketika nilai rupiah
terdepresiasi adalah menurunkan volume ekspor. Untuk mengetahui pertumbuhan
volume ekspor subsektor hortikultura dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Pertumbuhan volume ekspor subsektor hortikultura di Indonesia pada
tahun 2007-2009
Tahun

Volume (Ton)

Pertumbuhan (%)

2007

456 502

-

2008

524 485

14.89

2009

447 609

-14.66

Sumber : Pusat Data dan Informasi Pertanian (2010)

Subsektor hortikultura terdiri dari empat kelompok komoditi yaitu buahbuahan, sayuran, biofarmaka, dan tanaman hias. Salah satu dari empat kelompok
komoditi tersebut yang memiliki kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB) yaitu kelompok komoditi sayuran. Kelompok komoditi sayuran dari tahun
2007 sampai dengan 2010 megalami peningkatan kontribusi PDB berdasarkan
harga yang berlaku. Kontribusi kelompok komoditi sayuran pada tahun 2007
sebesar 33.32 persen, tahun 2008 sebesar 33.50 persen, tahun 2009 sebesar 34.53
persen, dan tahun 2010 sebesar 36.09 persen dari total nilai PDB. Untuk melihat
lebih lanjut mengenai data nilai PDB sayuran berdasarkan harga berlaku dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Kontribusi hortikultura terhadap PDB berdasarkan harga berlaku di
Indonesia tahun 2007-2010.
No

Kelompok
Komoditi
2007
1.
Buah-buahan
55.162
2
Sayuran
33.319
3
Tanaman Hias
6.174
4
Biofarmaka
5.345
Total
100,00
Sumber : Ditjen Hortikultura (2012)

Kontribusi PDB (%)
2008
2009
55.889
54.834
33.496
34.535
6.039
6.220
4.576
4.412
100,00
100,00

2010
52.541
36.093
4.234
7.132
100,00

Sayuran di Indonesia memiliki tingkat konsumsi perkapita lebih banyak
dibandingkan dengan tingkat konsumsi buah-buahan. Tahun 2002 tingkat
konsumsi sayuran perkapita sebesar 52.82 persen mengalami peningkatan menjadi
58.40 persen pada tahun 2005 dan tahun 2008 menjadi 55.27 persen. Namun,
tingkat konsumsi buah-buahan perkapita lebih rendah dibandingkan konsumsi
sayuran yaitu tahun 2002 sebesar 47.18 persen mengalami penurunan pada tahun

3

2005 menjadi 41.60 persen dan tahun 2008 menjadi 44.73 persen. Untuk lebih
jelasnya mengenai tingkat konsumsi sayuran dan buah-buahan di Indonesia dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Tingkat konsumsi perkapita sayuran dan buah di Indonesia
Komoditas

Konsumsi Perkapita (%)
2002
2005
Sayuran
52.82
58.40
Buah - Buahan
47.18
41.60
Total
100
100
Sumber : BPS, dalam Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

2008
55.27
44.73
100

Tingkat konsumsi komoditas sayuran yang lebih besar dari konsumsi buahbuahan menjadi suatu peluang bagi para pelaku bisnis untuk menjalankan usaha
dibidang sayuran. Untuk itu, diperlukan peningkatan produksi sayuran dari tahun
ke tahun agar permintaan terpenuhi. Pemerintah sebagai pihak yang membuat
kebijakan harus terus berupaya mendukung dan membantu petani untuk terus
meningkatkan produksi sayuran di Indonesia.
Tabel 5 menunjukkan kontribusi produksi sayuran dari tahun 2007 sampai
dengan 2009 terhadap total produksi hortikultura. Total produksi sayuran dari
tahun 2007 sampai dengan 2009 paling rendah dibandingkan dengan kelompok
komoditi yang lainnya termasuk kelompok komoditi buah-buahan. Produksi yang
rendah dapat disebabkan karena petani yang menanam sayuran lebih sedikit
dibandingkan dengan kelompok komoditi yang lainnya dan bisa juga karena luas
lahan untuk menanam sayuran lebih sempit dibandingkan dengan lahan untuk
menanam kelompok komoditi yang lainnya. Lebih rendahnya produksi sayuran
dibandingkan dengan produksi kelompok komoditi yang lainnya karena benih
yang digunakan petani mungkin masih banyak menggunakan benih yang tidak
bersertifikat.
Tabel 5 Kontribusi produksi sayuran terhadap total produksi hortikultura antara
tahun 2007- 2009
No
1
2
3
4

Kelompok Komoditi

Sayuran
Buah
Tan.Hias Bunga Potong
Biofarmaka Rimpang
Total
Sumber : Ditjen Hortikultura (diolah), 2011

2007
1.46
2.64
27.66
68.24
100

Kontribusi Produksi (%)
2008
1.59
2.86
32.60
62.95
100

2009
1.52
2.68
37.80
58.0
100

Salah satu daerah yang menjadi sentra sayuran di Indonesia adalah Jawa
Barat. Beberapa daerah yang menjadi sentra produksi sayuran di Jawa Barat
antara lain Bogor, Karawang, Garut, dan lain-lain. Lima komoditas yang banyak
ditanam oleh petani di daerah tersebut adalah cabai keriting, kacang panjang,
buncis, tomat, dan sawi. Namun, produktivitas sayuran pada daerah tersebut dari
tahun 2007 sampai tahun 2011 mengalami fluktuasi. Adanya fluktuasi tersebut
mengindikasikan adanya risiko produksi yang sering dihadapi petani. Untuk

4

mengetahui data produktivitas sayuran pada beberapa daerah sentra produksi
sayuran di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Produktivitas sayuran pada beberapa daerah sentra sayuran di Jawa Barat
tahun 2007-2011
Komoditi

Kabupaten/
kota

2007
9.757

2008
10.265

2009
9.700

2010

2011

8.687

10.113

Sukabumi
10.082
8.532
7.854
8.450
Karawang
11.297
11.633
18.653
13.389
Bogor
8.806
9.942
7.797
6.224
Cabai
Sukabumi
10.746
8.478
6.627
7.214
Besar
Cianjur
15.898
5.048
12.218
12.081
Bogor
15.689
16.754
17.201
11.583
Tomat
Bandung
28.041
48.791
94.918
62.171
Garut
26.805
27.788
46.805
27.128
Bogor
9.949
8.179
10.992
5.470
Sawi
Cianjur
20.531
14.114
14.829
8.247
Bandung
23.043
21.277
20.738
20.450
Bogor
9.483
8.340
6.660
7.783
Buncis
Cianjur
21.778
8.750
15.630
10.835
Garut
13.269
16.320
18.983
14.440
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2012)3

7.440
14.537
12.827
7.725
20.122
18.079
118.442
21.734
9.623
7.316
19.004
14.685
22.503
12.830

Kacang
Panjang

Bogor

Produktivitas (Ton/ha)

Kegiatan pemasaran produk sayuran terkendala pada mutu produk sayuran
yang terkadang sulit diterima oleh konsumen. Produk sayuran yang dijual
terkadang ada yang sudah busuk, layu, dan tidak segar lagi. Hal ini disebabkan
karena sayuran terlalu lama disimpan dan tidak dipacking dengan baik. Sayuran
secara umum memiliki keriteria yaitu mudah busuk, tidak tahan disimpan lama,
dan mudah rusak.
Penjelasan singkat tentang usaha komoditi sayuran tersebut dapat
menggambarkan bahwa dalam usahatani sayuran memiliki kendala yang lebih
besar dibandingkan dengan usahatani komoditi yang lainnya. Kendala yang
dimaksud adalah tingginya tingkat risiko yang dihadapi, baik yang terkait dengan
risiko produksi maupun pemasarannya. Oleh karena itu, perlu dilakukan
perhitungan terhadap risiko produksi dan pendapatan petani. Upaya ini diharapkan
dapat memberikan masukan bagi petani dalam memperbaiki dan meningkatkan
peluang keberhasilan dalam usahatani sayuran.
Diversifikasi merupakan salah satu bentuk solusi yang sangat baik
diterapkan oleh para petani untuk mengurangi risiko yang ada. Bentuk
diversifikasi yang bisa diterapkan petani sayuran umumnya terdiri dari kombinasi
pengusahaan antara berbagai jenis sayuran antara lain buncis, kacang panjang,
cabai keriting, sawi dan tomat.
Alternatif strategi pengelolaan risiko yang baik sangat diperlukan dalam
usahatani sayuran terutama pada saat menghadapi risiko. Upaya ini diharapkan
membantu petani dalam meminimalkan risiko yang dihadapi. Oleh karena itu,
3

Diperta.jabarprov.go.id [diakses tanggal 30 April 2013]

5

penting untuk dilakukan penelitian mengenai analisis risiko usaha diversifikasi
sayuran di Gapoktan Rukun Tani.
Perumusan Masalah
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Rukun Tani merupakan salah satu
Gapoktan yang salah satu usaha petaninya bergerak dalam bidang budidaya
sayuran. Gapoktan yang berdiri sejak tahun 2007 ini memilih usaha sayuran
karena kondisi tanah dan iklim yang cocok untuk budidaya sayuran dan juga ketua
Gapoktan Rukun Tani merupakan seorang pengusaha sayuran yang mengetahui
informasi pasar sehingga mempermudah petani dalam memasarkan produk
sayuran tersebut.
Gapoktan Rukun Tani terdiri dari 7 (tujuh) kelompoktani yaitu
kelompoktani Pondok Menteng, Sukamaju, Bina Mandiri, Silih Asih, Sawah Lega,
Tani Jaya, dan KWT Citapen Berkarya. Diantara 7 kelompoktani tersebut terdapat
2 kelompoktani yang membudidayakan sayuran yaitu kelompoktani Pondok
Menteng dan kelompoktani Tani Jaya. Gapoktan Rukun Tani ini melalui dua
kelompoktani tersebut memfokuskan pada budidaya sayuran yang dapat tumbuh
dengan baik di desa Citapen dan memiliki prospek bisnis yang baik, seperti tomat,
kacang panjang, buncis, cabai keriting, sawi, jagung manis, timun, jagung acar,
cabai rawit, kapri, terong kecil, lenca, bawang daun, terong panjang, dan lain-lain.
Namun, yang menjadi komoditi unggulan bagi para petani pada Gapoktan ini
antara lain kacang panjang, tomat, buncis, sawi, dan cabai keriting karena
produksi dan harga lima komiditi ini lebih baik dibandingkan dengan komoditi
sayuran yang lainnya. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.
Produktivitas sayuran kacang panjang, buncis, cabai keriting, sawi, dan
tomat yang diperoleh petani mengalami fluktuasi. Hal ini mengindikasikan adanya
risiko produksi yang dialami oleh petani, seperti terlihat pada Gambar 1.
20
Sawi/Cesin
Kacang Panjang

15

Produktivitas

Buncis

Ton/ha

Tomat

10

Cabe Keriting

5

0

2007

2008

2009

2010

2011

Tahun
Gambar 1 Produktivitas Sayuran di Kabupaten Bogor.
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat (2012), diolah4.

Produktivitas kacang panjang, tomat, cabai keriting, buncis dan sawi di
Kabupaten Bogor mengalami fluktuasi dari tahun 2007 sampai tahun 2011.
Adanya fluktuasi produktivitas tersebut menunjukkan petani sayuran yang ada di
Kabupaten Bogor menghadapi risiko produksi. Penyebab terjadinya fluktuasi
4

Diperta. Jabarprov.go.id

6

produktivitas dapat berasal dari kondisi cuaca yang tidak mendukung, serangan
hama dan penyakit, kelalaian dari petani, dan lain-lain. Fluktuasi produktivitas
yang dihadapi oleh petani akan berdampak terhadap ketidakstabilan pendapatan
yang diperoleh petani.
Petani sayuran yang ada di Gapoktan Rukun Tani juga menghadapi risiko
produksi. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya perbedaan produktivitas petani
selama mengusahakan sayuran. Petani yang ada di Gapoktan Rukun Tani
menghadapi kejadian produktivitas yang tinggi, normal, dan rendah seperti terlihat
pada Gambar 2

14000
12000

Cabai Keriting

10000

Produktivitas
(Kg/Ha)

8000

Buncis

6000

Kacang
Panjang
Tomat

4000
2000
0

Sawi
Tertinggi Terendah

Normal

Kejadian Produktivitas
Gambar 2 Produktivitas petani gapoktan rukun tani berdasarkan kejadian
Sumber : Gabungan Kelompoktani Rukun Tani (2013)

Kejadian produktivitas tertinggi, terendah, dan normal yang dialami petani
seperti pada Gambar 2 menjadi salah satu gambaran adanya ketidakstabilan
produktivitas yang diperoleh petani yang ada di Gapoktan Rukun Tani. Menurut
Saragih (2013), ketidakstabilan produktivitas yang dialami petani disebabkan
karena terjadinya perubahan iklim (suhu udara yang meningkat dan pola curah
hujan yang tidak menentu, komoditas benih yang ditanam tidak sesuai dengan
kondisi iklim, tidak dilakukan pengendalian hama dengan baik, tidak dilakukan
pemupukan yang baik, pemeliharaan tidak intensif, dan penanganan panen yang
kurang tepat.
Petani tidak hanya sering menghadapi fluktuasi produktivitas, tetapi juga
sering mengadapi ketidakstabilan harga jual sayuran. Secara umum harga yang
diterima petani setiap menjual sayuran tidak stabil. Begitu juga halnya dengan
petani yang ada di Gapoktan Rukun Tani juga sering mengalami ketidakstabilan
harga jual sayuran. Hal ini mengindikasikan terdapatnya risiko harga yang
dihadapi petani Gapoktan Rukun Tani. Harga beli yang ditetapkan oleh Gapoktan
Rukun Tani sesuai dengan harga yang berlaku di pasar. Jika harga di pasar mahal,
maka harga beli Gapoktan ke petani menjadi mahal. Sebaliknya, jika harga
sayuran di pasar murah, maka harga beli ke petani murah. Seperti pada Gambar 3
menggambarkan ketidakstabilan harga sayuran sawi, cabai keriting, buncis, tomat,
dan kacang panjang.

7

Harga
Sayuran

25000
20000

Sawi
Cabai Keriting

15000

Rp/kg

Tomat

10000

Buncis
Kacang Panjang

5000

Des

Nop

Okt

Sept

Agst

Jul

Jun

Mei

Apr

Mar

Feb

Jan

0

Bulan
Gambar 3. Harga – Harga komoditi sayuran setiap bulan pada tahun 2012
Sumber : Gabungan Kelompok tani Rukun Tani (2013)

Petani anggota Gapoktan Rukun Tani dalam mengusahakan komoditi
sayuran dilakukan dengan dua cara yaitu secara spesialisasi dan diversifikasi.
Kegiatan spesialisasi adalah kegiatan mengusahakan sayuran dilakukan secara
spesifik untuk satu komoditi. Sedangkan diversifikasi adalah kegiatan
mengusahakan sayuran lebih dari satu komoditi. Kegiatan Diversifikasi ini
diharapkan dapat meminimalkan risiko usaha yang sering dihadapi oleh petani
baik yang terkait dengan produksi maupun harga. Diversifikasi yang dilakukan
petani dalam mengusahakan sayuran cabai keriting, kacang panjang, buncis, tomat,
dan sawi bisa dalam bentuk monokultur dan bisa juga dengan tumpangsari.
Penerapan diversifikasi dalam upaya meminimalisir risiko merupakan
sesuatu yang menarik untuk diteliti karena melihat kondisi ketidakstabilan
produktivitas yang dihadapi oleh petani Gapoktan Rukun Tani, tetapi masih tetap
melanjutkan usahatani sayuran tersebut. Selain itu, dengan adanya kegiatan
diversifikasi ini diharapkan ancaman perubahan iklim yang terjadi terhadap
penurunan produktivitas tanaman sayuran dapat dihindari.
Berdasarkan uraian, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang
akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah diversifikasi yang dilakukan oleh petani anggota dapat
meminimalkan risiko ?
2. Berapa penurunan risiko dengan penerapan diversifikasi?
3. Bagaimana alternatif strategi petani anggota Gapoktan Rukun Tani dalam
menangani risiko usaha sayuran ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan
sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Melakukan identifikasi risiko yang dihadapi petani
2. Menganalisis usaha diversifikasi yang dilakukan petani dalam upaya
mengurangi risiko
3. Mengetahui besarnya penurunan risiko setelah dilakukan usaha diversifikasi

8

4. Menganalisis alternatif strategi yang dapat dilakukan petani anggota
Gapoktan Rukun Tani dalam menangani risiko usaha sayuran.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Sebagai masukan bagi petani di Gapoktan Rukun Tani untuk menjadi bahan
pertimbangan dalam menjalankan usaha sayuran.
2. Bagi penulis dapat menambah pengetahuan dalam mengaplikasikan ilmuilmu yang telah diperoleh selama kuliah, serta melatih kemampuan analisis
dalam pemecahan masalah.
3. Sebagai bahan masukan bagi pembaca untuk memperluas wawasan agar
dapat mengembangkan dan mengaplikasikan penelitian ini serta dapat
dijadikan sebagai salah satu bahan rujukan untuk mengadakan penelitianpenelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
1.
2.

3.

4.

Ruang lingkup penelitian ini adalah :
Diversifikasi usaha dalam penelitian ini meliputi beberapa jenis sayuran yaitu
buncis, cabai keriting, tomat, kacang panjang dan sawi.
Harga yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga rata-rata pada
masing-masing komoditi tahun 2010-2012, karena harga yang diterima petani
setiap panen tidak sama.
Penelitian ini menggunakan data produksi musiman petani yang menjadi
responden dan rekapitulasi data produksi sayuran di Gapoktan Rukun Tani
dari tahun 2007 sampai tahun 2012. Sedangkan, untuk data harga jual
menggunakan harga yang ditetapkan oleh Gapoktan Rukun Tani selama
membeli Sayuran dari petani anggota.
Penelitian ini akan difokuskan pada analisis risiko diversifikasi usaha sayuran.

TINJAUAN PUSTAKA
Peran dan Potensi Usahatani Sayuran
Peran Diversifikasi Usahatani
Diversifikasi usahatani merupakan salah satu bentuk usaha yang dilakukan
petani dengan mengusahakan lebih dari satu komoditi tanaman dalam kegiatan
usahatani. Diversifikasi usahatani menjadi salah satu langkah yang paling tepat
diambil oleh petani dalam meningkatkan pendapatannya. Menurut Alibasyah
(2009), diversikasi pertanian merupakan suatu kegiatan yang dinamis dan tidak
monoton dalam upaya meningkatkan produksi hasil pertanian. “Artinya tidak
mono, kalau selama ini yang ditanam adalah padi saja, tetapi kalau diversifikasi
tidak hanya satu tanaman, tetapi juga bisa dipadu dengan tanaman sayuran dan
buah”5.

5

www.Protani Diversifikasi Meningkatkan Taraf Hidup Petani (akses tanggal 30 Mei 2013)

9

Menghadapi tantangan gejolak iklim yang sulit sehingga diperlukan usaha
serius dan kreatif untuk menyikapi banyak perubahan yang terjadi di sektor
pertanian. Adanya gejolak iklim yang sulit dapat mengakibatkan kemerosotan
produksi atau gagal panen. Upaya diversifikasi ini menjadi salah satu upaya untuk
menyikapi adanya gejolak iklim yang sulit. Upaya diversifikasi menjadi salah satu
upaya untuk mengurangi ketergantungan pada satu komoditas dan menjadi salah
satu cara yang bijak untuk menyelamatkan usahatani para petani dan
meningkatkan pendapatan petani.
Menurut Saragih (2013) menyatakan banyak komoditi tanaman hortikultura
yang tahan kekeringan tetapi secara keseluruhan nilai ekonomisnya rendah,
sebaliknya banyak tanaman hortikultura yang kurang tahan terhadap perubahan
iklim tetapi nilai ekonomisnya tinggi. Oleh karena itu, untuk mendapatkan nilai
ekonomis yang tinggi dan mengurangi kegagalan panen dapat dilakukan upaya
diversifikasi antara tanaman ekonomis tinggi dengan ekonomis rendah.
Potensi dan Karakteristik Usahatani Sayuran
Sayuran merupakan salah satu sektor agribisnis yang memiliki peran dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan dan
membangun perekonomian negara terutama dalam kontribusinya terhadap PDB
nasional. Produk Sayuran Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan
menjadi komoditas unggulan ekspor, namun produk sayuran di Indonesia masih
dibawah produk sayuran Australia, China, Taiwan dan Malaysia. Hal ini
disebabkan produk sayuran Indonesia masih belum memberikan jaminan
kesinambungan terkait dengan mutu produknya, jumlah pasokan minimumnya,
dan ketepatan waktu penyampaiannya.
Sayuran sebagai tanaman pertanian memiliki sifat-sifat tertentu yang
membedakannya dengan tanaman pertanian lainnya. Menurut Rahardi (2000),
sayuran memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1. Tidak tergantung musim
Sayuran dapat dibedakan menjadi sayuran musiman dan tahunan. Sayuran
musiman yang paling banyak ditemukan oleh konsumen di pasar, namun sayuran
yang sifatnya tahunan agak jarang ditemukan konsumen. Biasanya sayuran yang
sifatnya tahunan tersebut memiliki harga yang relatif mahal. Sayuran dapat
dibudidayakan kapan dan dimana saja asal syarat tumbuhnya terpenuhi.
2. Memiliki risiko yang tinggi
Produk sayuran umumnya mudah rusak, mudah busuk, dan voluminous.
Karena produk sayuran yang memiliki risiko yang tinggi, maka diperlukan
penanganan yang baik ketika pascapanen sehingga sayuran tersebut tetap terlihat
segar dan memiliki harga yang tinggi. Untuk itu, sebaiknya lokasi usaha sayuran
dari produsen ke konsumen lebih dekat, karena keadaan ini sangat
menguntungkan terutama dalam menghemat biaya pengangkutan.
3. Perputaran modalnya lebih cepat
Perputaran modal untuk usaha sayuran relatif lebih cepat dibandingkan
dengan usaha pada komoditas pertanian lainnya, walaupun usaha di bidang
sayuran relatif memiliki risiko yang tinggi. Hal ini disebabkan karena umur
tanaman sayuran relatif lebih singkat dan permintaannya terus meningkat.
Lahan yang digunakan untuk menanam sayuran haruslah terkena panas
matahari penuh sepanjang hari. Pada musim hujan, lahan tanaman sayuran perlu

10

dibuat saluran pembuangan air (drainase) yang cukup, sehingga lahan tanaman
sayuran tidak tergenangi air. Tetapi pada saat musim kemarau, saluran drainase
tidak terlalu dibutuhkan 6 . Sayuran dataran rendah adalah sayuran yang hanya
dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah dataran rendah. Begitu juga
sebaliknya sayuran dataran tinggi dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik
pada daerah dataran tinggi.
Menurut Kurnia (2004), pertumbuhan dan perkembangan tanaman sayuran
tidak lepas dari pengaruh lingkungan seperti iklim dan topografi lingkungan lahan
tanam. Secara umum, sentra produksi sayuran dataran tinggi terletak pada
ketinggian 700-2.500 m diatas permukaan laut (dpl), dengan suhu udara rata-rata
sekitar 22ºC. Selain itu, curah hujan di sentra produksi sayuran dataran tinggi
berkisar 2 500 hingga 4 000 mm/tahun dan merupakan daerah yang dipengaruhi
oleh aktivitas gunung merapi baik statusnya masih aktif maupun yang sudah tidak
aktif lagi.
Analisis Risiko Produksi
Kegiatan produksi pada sektor pertanian memiliki banyak risiko produksi
yang akan dihadapi. Risiko produksi yang paling sering dihadapi oleh petani
adalah terjadi gagal panen dan fluktuasi produksi. Menurut penelitian dari Safitri
(2009), Purwanti (2011), Utami (2009), Wahyuningsih (2012), Situmeang (2011),
Mandasari (2012) dan Tarigan (2009), bahwa sumber-sumber risiko produksi
yang sering dihadapi oleh petani berasal dari faktor-faktor alam, seperti faktor
hama dan penyakit, faktor cuaca dan iklim, dan kondisi kesuburan tanah. Namun,
Purwanti (2011) menambahkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan risiko
produksi yang lainnya adalah kerusakan sistem irigasi dan keterampilan tenaga
kerja yang masih kurang.
Ukuran analisis risiko diperlukan dalam menganalisis besarnya risiko
produksi yang dihadapi petani. Berdasarkan penelitian Tarigan (2009), Mandasari
(2012), Situmeang (2011), Utami (2009) menggunakan analisis risiko seperti
variance, standard deviation, coefficient variation dalam menganalisis risiko
produksi pada kegiatan usahatani, baik secara spesialisasi maupun diversifikasi.
Penelitian Tarigan (2009) menjelaskan bahwa pada analisis spesialisasi
risiko produksi pada brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting, diperoleh
risiko yang paling tinggi terdapat pada bayam hijau sebesar 0.225. Nilai 0.225
artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi sebesar
0.225. Risiko paling rendah adalah cabai keriting sebesar 0.048. Nilai 0.048
artinya setiap satu rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi sebesar
0.048. Hal ini dikarenakan bayam hijau sangat rentan terhadap penyakit terutama
pada musim hujan. Berdasarkan pendapatan bersih diperoleh risiko yang paling
tinggi pada cabai keriting sebesar 0.80. Nilai 0.80 artinya setiap satu rupiah yang
dihasilkan maka risiko yang dihadapi sebesar 0.80. Sedangkan yang paling rendah
adalah brokoli sebesar 0.16. Nilai 0.16 artinya setiap satu rupiah yang dihasilkan
maka risiko yang dihadapi sebesar 0.16.
Mandasari (2012) memaparkan lebih lanjut mengenai hasil penelitiannya
yang dilakukan pada kegiatan spesialisasi baik berdasarkan produktivitas maupun
6

www. Forum Kerjasama Agribisnis Budidaya Sayuran Dataran Rendah.htm (diakses tanggal 6
Mei 2013)

11

berdasarkan pendapatan bersihnya bahwa risiko produksi tomat lebih tinggi
dibandingkan dengan risiko produksi cabai merah. Hal ini dapat dilihat pada nilai
coefficient variation dimana risiko produksi berdasarkan produktivitas pada tomat
sebesar 68.7 persen lebih tinggi dibandingkan cabai merah yang hanya 62.9
persen. Sedangkan, diversifikasi usahatani pada penelitiannya yaitu dengan
menanam tomat dan cabai merah secara bersamaan dapat menurunkan risiko
produksi menjadi 59.6 persen berdasarkan produktivitasnya dan 63.3 persen
berdasarkan pendapatan bersihnya. Kegiatan diversifikasi ini dapat lebih rendah
jika petani mengusahakan cabai merah dengan luas tanam yang lebih tinggi
dibandingkan dengan luas tanam tomat yaitu 60 persen untuk luas tanam cabai
merah dan 40 persen untuk luas tanam tomat.
Hasil penelitian Utami (2009) menunjukkan hasil perhitungan nilai expected
value dari produktivitas bawang merah sebesar 101.41 kwintal per hektar.
Sementara nilai standard deviation dari produktivitas bawang merah sebesar
21.97 kwintal perhektar dengan nilai coefficient variation sebesar 0.203. Dilihat
dari sisi penerimaan usahatani, diperoleh nilai expected return sebesar Rp. 25 949
621.9 per hektar. Sementara risiko yang diterima oleh petani bawang merah di
kabupaten Brebes sebesar 60.09 persen dari nilai return yang diperoleh petani
dengan standar deviasi rata-rata sebesar Rp 11 768 995 per hektar. Dari nilai
tersebut, maka jika dibandingkan dengan penghitungan risiko dari sisi
produktivitas, nilai risiko yang dihitung dari sisi penerimaan atau return ternyata
jauh lebih tinggi.
Strategi Mengurangi Risiko Produksi
Petani yang melakukan kegiatan usahatani tidak terlepas dari risiko produksi.
Risiko produksi yang dialami petani terutama terkait dengan penurunan produksi
maupun gagal panen. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu strategi
yang tepat dalam mengurangi risiko produksi. Menurut Tarigan (2009),
menunjukkan bahwa kegiatan diversifikasi dapat meminimalkan risiko.
Penanganan risiko produksi dapat dilakukan dengan pengembangan diversifikasi
pada lahan yang ada. Disamping itu, untuk mengurangi risiko produksi yaitu
dengan melakukan kegiatan kemitraan produksi dengan petani sekitar yang
memproduksi sayuran organik serta kemitraan dalam penggunaan input dan perlu
adanya peningkatan manajemen pada perusahaan dengan melakukan fungsi-fungsi
manajemen yang terarah dengan baik.
Menurut Fariyanti (2008), terdapat beberapa upaya yang dilakukan untuk
mengurangi risiko produksi dan harga seperti melakukan kegiatan diversifikasi
tanaman, menggunakan benih yang tahan terhadap penyakit dan kekeringan, serta
penggunaan teknologi irigasi yang baik. Selain itu, dilakukan upaya penyediaan
sarana dan prasarana penyimpanan secara berkelompok, melakukan sistem
kontrak baik secara vertikal maupun horizontal, menciptakan kelembagaan
pemasaran sebagai upaya untuk meminimalisir risiko harga yang dihadapi para
petani, dan menerapkan sistem bagi hasil.
Namun, pada penelitian Situmeang (2011) strategi diversifikasi tidak terlalu
menguntungkan, sehingga strategi preventif dengan melakukan kegiatan
perawatan secara rutin dan terencana mulai dari penyemaian sampai panen
merupakan strategi yang paling tepat mengurangi risiko. Menurut Mandasari

12

(2012), alternatif tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko yaitu
dengan melakukan perbaikan pola tanam, pengendalian hama dan penyakit, serta
pengolahan lahan ketika sebelum ditanami. Selain itu, alternatif lain yang dapat
dilakukan dalam mengurangi kerugian akibat terjadinya risiko produksi yaitu
dengan pengembangan kreativitas para ibu rumah tangga dengan menggunakan
alat yang sudah ada.
Menurut Utami (2009), beberapa hal yang dilakukan untuk mengurangi
risiko adalah dengan pengaturan pola tanam, pengendalian hama dan penyakit,
pengelolaan pascapanen, menyimpan dan atau menjual hasil panen. Untuk itu
dalam penelitian utami ini, strategi yang dilakukan untuk mengurangi risiko
adalah dengan melakukan strategi preventif.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Risiko dan Ketidakpastian
Harwood et al. (1999) mengartikan risiko sebagai kemungkinan kejadian
yang menimbulkan kerugian. Jenis-jenis risiko yang sering ditemukan pada sektor
pertanian antara lain: risiko produksi, risiko pasar atau harga, risiko kelembagaan,
risiko kebijakan, dan risiko finansial.
Menurut Debertin (1986), ketidakpastian lingkungan adalah kemungkinan
hasil dan kemungkinan kejadian tersebut tidak dapat diketahui. Sedangkan risiko
adalah hasil dan kemungkinan dari suatu kejadian dapat diketahui. Peluang suatu
kejadian yang tidak dapat diukur maka kejadian tersebut termasuk kedalam
kategori ketidakpastian. Hal ini menunjukkan risiko dan ketidakpastian memiliki
perbedaan dapat dilihat pada Gambar 4.
Kejadian Berisiko

Kejadian Tidak Pasti

Probabilitas dan hasil
diketahui

Probabilitas dan hasil
tidak diketahui

Gambar 4 Rangkaian kejadian berisiko dengan kejadian tidak pasti
Sumber : Debertin (1986)

Gambar 4 menunjukkan bahwa pada sisi sebelah kiri menggambarkan
kejadian berisiko memiliki peluang dan hasil dari suatu kejadian dapat diketahui
oleh pengambil keputusan. Sedangkan pada sisi sebelah kanan menggambarkan
kejadian tidak pasti memiliki peluang dan hasil dari suatu kejadian yang tidak
diketahui oleh pengambil keputusan.
Robison dan Barry (1987), menyatakan bahwa risiko menunjukkan peluang
terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagai pembuat
keputusan dalam bisnis. Sedangkan ketidakpastian menunjukkan peluang suatu
kejadian yang tidak dapat diketahui oleh pembuat keputusan. Peluang kejadian

13

yang tidak diketahui secara kuantitatif dikarenakan tidak ada informasi atau data
pendukung untuk menghitung nilai peluangnya. Perilaku setiap individu dalam
menghadapi risiko berbeda-beda satu sama lain. Terdapat tiga kategori individu
dalam menghadapi risiko, yaitu Risk Averse, Risk Neutral, dan Risk Lover.
Gambar 5 menunjukkan hubungan antara expected income dengan income
variance.
Expected Income

Expected Income

Income Variance
Risk Neutral

Income Variance
Risk Averse
Expected Income

Risk Lover

Income Variance

Gambar 5 Hubungan antara income variance dan expected income
Sumber : Debertin (1986)

Gambar 5 menjelaskan hubungan antara income variance yang menjadi
ukuran tingkat risiko yang dihadapi, dengan income yang diharapkan (expected
income) yang menjadi ukuran tingkat pendapatan yang diharapkan oleh pembuat
keputusan. Sikap pembuat keputusan dalam menghadapi risiko dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kategori sebagai berikut :
1. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (Risk Averse) menunjukkan
perilaku individu yang takut terhadap risiko, dan cenderung akan
menghindari risiko. Kurva Risk Averse menunjukkan sikap pembuat
keputusan yang takut terhadap risiko yaitu jika terjadi kenaikan ragam
pendapatan (income variance) yang merupakan ukuran tingkat risiko akan
diimbangi dengan menaikkan expected income.
2. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (Risk Neutral) menunjukkan
perilaku indivisu yang apabila terjadi kenaikan income variance yang
merupakan ukuran tingkat risiko tidak akan diimbangi dengan menaikkan

14

3.

income yang diharapkan. Artinya, semakin tinggi income variance, maka
expected income akan tetap.
Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (Risk Taker/Lover) yaitu
perilaku individu yang menyukai risiko. Sikap ini menunjukkan adanya
kenaikan income variance akan diimbangi oleh pembuat keputusan dengan
kesediannya menerima income yang diharapkan lebih rendah. Risk Taker
cenderung menganggap risiko sebagai suatu hal yang tidak perlu
dikhawatirkan.

Sumber-Sumber Risiko
Mengetahui penyebab dari suatu kejadian itu sangat penting, karena dengan
mengetahui penyebab dari kejadian tersebut maka akan lebih mudah untuk
melakukan strategi yang tepat untuk mengurangi atau mencegah dari kejadian
tersebut. Beberapa sumber risiko yang sering dihadapi oleh para petani menurut
Harwood et al.(1999), yaitu risiko produksi, risiko pasar atau harga, risiko
kelembagaan, risiko kebijakan, dan risiko finansial. Sumber-sumber risiko
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Sumber risiko yang berasal dari risiko produksi, meliputi gagal panen,
penurunan produktivitas, kerusakan hasil produksi akibat serangan hama dan
penyakit, perubahan cuaca, dan kelalaian sumberdaya manusia misalnya
ketidaksesuaian dalam pemupukan.
2. Sumber risiko yang berasal dari risiko pasar, meliputi keru dsakan produk
sehingga tidak memenuhi mutu pasar akibatnya tidak dapat dijual, permintaan
terhadap produk rendah, fluktuasi harga input dan output, serta daya beli
masyarakat menurun.
3. Sumber risiko yang berasal dari risiko kelembagaan adalah adanya aturan
yang membuat anggota dari suatu organisasi menjadi kesulitan dalam
memasarkan ataupun meningkatkan produksinya.
4. Sumber risiko yang berasal dari risiko kebijakan adalah adanya suatu
kebijakan tertentu dari pemerintah yang mempengaruhi sektor pertanian dan
dapat menghambat kemajuan bisnis. Contohnya kebijakan dari pemerintah
untuk memberikan atau mengurangi subsidi dari harga input dan kebijakan
tarif ekspor.
5. Sumber risiko yang berasal dari risiko finansial adalah adanya piutang tidak
tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha menjadi terhambat,
laba menurun karena terjadinya krisis ekonomi.
Analisis Risiko Diversifikasi
Menurut Harwood et al. (1999), menjelaskan teori diversifikasi merupakan
manajemen strategi untuk menekan risiko dengan cara mengusahakan beberapa
aktivitas usaha atau aset. Sedangkan, Elton dan Gruber (1995) menyatakan bahwa
risiko portofolio lebih kompleks dibandingkan dengan risiko pada aset individu,
dimana diharapkan salah satu aset memiliki return yang baik ketika aset lain
memiliki return yang menurun. Dengan demikian, Elton dan Gruber lebih
menekankan untuk melakukan kombinasi dua aset atau lebih (portofolio).
Menurut Dieter (2009), rumus expected return pada risiko portofolio
adalah :

15

Erp = WaEra + WbErb +… + WnErn
Dimana proporsi dari masing-masing aset adalah:
Wa + Wb + … + Wn = 1
Perhitungan variance untuk risiko portofolio lebih dari dua aset dapat
dirumuskan dengan :

σp2 = Waσra2 + Wbσrb2 + ··· + Wnσrn2 + 2WaWbCOV(ra,rb) +
2WaWcCOV(ra,rc) + ··· + 2WaWnCOV(ra,rn) + 2WbWcCOV(rb,rc) +
2WbWdCOV(rb,rd) + ··· + 2WbWnCOV(rb,rn)
Keterangan :
E (rp)
: expected return dari keseluruhan usaha diversifikasi (1,2,…, n)
Wa, Wb, …, Wn : fraction (proporsi) penggunaan masing-masing aset (1,2,…,n)
σp 2
: variance portofolio untuk masing-masing investasi (1,2,…, n)
COV(ra,rb;…; ra,rn; rb,rc;…; rb,rn) : Covariance antara masing- masing asset (ra,rb;…;
ra,rn; rb,rc;…; rb,rn)
Pemilik modal banyak yang melakukan diversifikasi karena ingin
mengurangi risiko yang dihadapi dalam menjalankan bisnis. Akan tetapi, tingkat
keuntungan yang diharapkan (expected return) dari masing-masing usaha yang
membentuk portofolio dan standar deviasi lebih kecil dari rata-rata tertimbang
sejauh koefisien korelasi antar usaha yang membentuk portofolio tersebut lebih
kecil dari satu. Untuk itu, semakin kecil koefisien korelasi, maka semakin efektif
penurunan standar deviasi.
Nilai variance portofolio (σij2) menunjukkan ukuran risiko portofolio yang
dihadapi petani dalam mengkombinasikan beberapa kegiatan usahanya. Nilai
variance portofolio sangat ditentukan oleh korelasi antara usaha i dan j. Nilai
koefisien korelasi antara usaha i dan j dapat bernilai positif satu (+1) atau bernilai
negative satu (-1). Menurut Elton dan Gruber (1995), terdapat beberapa
kemungkinan korelasi yang terjadi pada kegiatan analisis portofolio antara lain :
1. Nilai koefisien korelasi positif satu (+1) berarti kombinasi dua usaha i dan j
bergerak bersama.
2. Nilai koefisien korelasi negatif satu (-1) berarti kombinasi dua usaha i dan j
bergerak berlawanan arah.
Indikator adanya risiko adalah variasi atau fluktuasi dari suatu yang diukur,
seperti produksi, harga dan pendapatan. Apabila terjadi suatu fluktuasi maka
pihak pembuat keputusan harus segera menganalisis penyebab terjadinya fluktuasi
tersebut, kemudian dilakukan upaya pencegahan atau mitigasi dari risiko yang
dihadapi. Risiko dari usaha yang sudah diidentifikasi oleh pembuat keputusan,
selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap risiko tersebut. Tujuan dilakukannya
pengukuran terhadap risiko adalah untuk mengetahui relatif tingkat pentingnya
dari risiko tersebut, dan untuk memperoleh informasi yang akan membantu untuk
menetapkan kombinasi peralatan manajemen risiko yang cocok untuk
menanganinya.

16

Pengukuran Risiko
Pengukuran risiko itu dilakukan untuk mengetahui relatif tingkat pentingnya
dari pengukuran risiko itu dan untuk memperoleh informasi dalam menetapkan
kombinasi peralatan manajemen risiko yang cocok untuk menanganinya.
Informasi yang diperlukan berkenaan dengan dua dimensi risiko yang perlu
diukur, yaitu frekuensi atau jumlah kerugian yang akan terjadi dan tingkat
kerugiannnya atau keparahan dari kerugian tersebut. Tiap-tiap dimensi yang ingin
diketahui tersebut meliputi rata-rata nilainya dalam per