1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Pada dasarnya manusia diciptakan oleh Allah SWT, berpasang - pasangan antara laki-laki dan perempuan yang dilindungi secara hukum dalam ikatan
perkawinan y ang sah sesuai dengan syari’at Islam dengan tujuan untuk
membentuk rumah tangga atau keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.
1
Membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah seperti dengan apa yang menjadi cita - cita suami isteri, pada kenyataannya banyak yang tidak
sesuai dengan harapan, yang disebabkan oleh beberapa persoalan, sehingga perkawinan tersebut tidak dapat diteruskan lagi. Salah satu persoalan yang sering
muncul dan menimbulkan perselisihan adalah seksualitas dan virginitas keperawanan dari pihak wanita. Hal ini dimungkinkan, sebab sebagian
masyarakat kita masih menganggap bahwa persoalan virginitas itu merupakan sesuatu yang harus diperhatikan, dijaga dan tidak dapat diremehkan.
Oleh sebab itu, apabila seorang suami mendapatkan kondisi istrinya tidak seperti yang diharapkan seperti ketika setelah terjadinya perkawinan atau
dikatakan sudah tidak gadis lagi, terlepas dari unsur kesengajaan ataupun unsur ketidaksengajaan dan juga di luar sepengetahuan istri seperti akibat dari olah raga
yang tanpa disadarinya merupakan penyebab utama dari ketidakgadisan itu.
1
Pasal 3, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, hal. 67
2
Dengan keadaan istri yang demikian, dapat dipastikan akan muncul reaksi dari suami seiring dengan kenyataan yang dihadapinya. Reaksi ini akan timbul
bentuk yang beraneka ragam, tergantung dari penilaian masing-masing individu yang mengalaminya. Bagi mereka yang dapat memahami dan menerima
kenyataan tersebut mungkin tidak ada masalah, namun bagi mereka yang tidak dapat menerima tentu akan timbul masalah yang dapat berwujud kemarahan,
kecurigaan, kekecewaan dan merasa tertipu, yang selanjutnya akan berkembang menjadi konflik di antara suami-istri tersebut, yang pada akhirnya mereka akan
mengambil jalan khiyar, yaitu meneruskan atau memutuskan perkawinan dengan jalan yang baik.
Oleh karena itu hal tersebut seringkali dijadikan alasan oleh pihak suami untuk menghentikan rumah tangganya dengan cara proses hukum yang disebut
pembatalan perkawinan
2
, sebagaimana yang tercantum pada pasal 27 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta KHI pasal 72 ayat 2 yang berbunyi ;
Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan, apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah
sangka atau merasa tertipu mengenai diri suami atau istri.
3
Pada prinsipnya secara yuridis formal, UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah menentukan batasan-batasan bagi para pihak untuk terjadinya
perceraian, dimana hal tersebut bersifat limitatif yang berarti tidak ada alasan lain
2
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional , Jakarta: Reneka Cipta, 1991, hal. 67
3
Inpres RI No.1 Tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Depag RI 1998, hal. 130
3
yang dapat dijadikan landasan untuk melakukan pembatalan perkawinan. Akan tetapi menghadapi kasus ketidakgadisan yang menyebabkan munculnya perasaan
kecewa, merasa tertipu, kecurigaan dan kemarahan dari pihak suami, maka diperlukan interpretasipenafsiran guna mendapatkan landasan hukum yang tepat
dalam upaya menyelesaikan persoalan tersebut. Dalam sebuah pernikahan kita sering mendengar kata fasakh. Fasakh dapat
di artikan “ rusak”, akan tetapi dalam hukum pernikahan fasakh diartikan dengan rusaknya tali perkawinan, seperti: adanya cacat dalam akad atau karena sebab lain
yang datangnya belakangan setelah akad baru diketahui, maka dengan sendirinya tali pernikahan menjadi rusak.
4
Zaman modern sekarang ini banyak sekali masyarakat kita terpengaruh pada pergaulan bebas seperti: free sex yang berakibat hilangnya kegadisan
sehingga banyak wanita yang telah kehilangan keperawananya di luar tali pernikahan. Ini berakibat banyaknya perceraian dan pembatalan perkawinan yang
disebabkan oleh kekecewaan masing-masing suami-istri, karena melihat kenyataan setelah menikah yang sama sekali tidak pernah mereka ketahui
sebelumnya. Berdasarkan pemaparan di atas penulis mencoba melakukan penelitian
terhadap pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Bekasi dalam bentuk skripsi dengan judul “Pembatalan Perrkawinan Dengan Alasan Ketidakgadisan
Analisis Putusan Nomor: 019Pdt.G2007P A. Bekasi ”.
4
Rahmad Hakim, Hukum Perkawinan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1999, hal. 130
4
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah