Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi budi atau akal diartikan sebagai hal- hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa Indonesia. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Herskovits dan Malinowski www.wikipedia.com mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. 2 Kebudayaan sebagai suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep kebudayaan dari wujud sebagai rangkaian tindakan berpola suatu aktivias manusia Kroeber, 1958:582 – 583. Menurut Larson dan Smalley 1972:39, kebudayaan sebagai blue print yang memandu prilaku orang dalam suatu komunitas dan diinkubasi dalam kehidupan keluarga. Menurut Kroeber dan Kluckholn 1952 yang mengumpulkan berpuluh-puluh defenisi yang dibuat ahli-ahli antropologi dan membaginya atas 6 golongan, yaitu 1 deskriptif, yang menekan unsur-unsur kebudayaan, 2 historis, yang menekankan bahwa kebudayaan itu diwarisi secara kemasyarakatan, 3 normatif, yang menekankan hakekat kebudayaan sebagai aturan hidup dan tingkah laku, 4 psikologis, yang menekankan kegunaan kebudayaan dalam penyesuaian diri kepada lingkungan, pemecahan persoalan, dan belajar hidup, 5 struktural, yang menekankan sifat kebudayaan sebagai suatu sistem yang berpola dan teratur, dan 6 genetika, yang menekankan terjadinya kebudayaan sebagai hasil karya manusia. Menurut Tylor 1871:1, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Cina merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki budaya begitu beragam. Ini disebabkan budaya Cina sendiri yang jumlahnya tidak sedikit dan ditambah dengan budaya asing yang terus masuk dan menjadi warna tersendiri. Dalam kebudayaan cina, penghormatan kepada leluhur merupakan fenomena 3 budaya yang universal. Bagi masyarakat Tionghoa, penghormatan kepada orang tua, baik kepada yang masih hidup maupun kepada yang sudah meninggal merupakan sebuah kebudayaan sejak zaman dahulu kala.Wujud penghormatan leluhur, selain dengan cara upacara, juga menyertakan nama-nama leluhur ke dalam nama seseorang. Salah satu perayaan kebudayaan Tionghoa pada upacara penghormatan leluhur adalah perayaan sembahyang arwah. Sembahyang arwah adalah sebuah tradisi perayaan dalam kebudayaan Tionghoa. Suku Hakka menamakannya Chiong Si Ku yang jatuh pada pertengahan bulan ke-7 khek : chit ngiet pan. Ritual ini sering dikaitkan dengan hari raya Taoisme Zhongyuan dan Buddhisme Ulambana. Perayaan ini selalu jatuh pada tanggal 15 bulan 7 penanggalan Tionghoa. Bulan ke-7 Imlek juga dikenal sebagai Bulan Hantu Chinese Ghost Month dimana ada kepercayaan bahwa dalam kurun waktu satu bulan ini, pintu alam baka terbuka dan hantu- hantu di dalamnya dapat bersuka ria berpesiar ke alam manusia. Demikian halnya sehingga pada pertengahan bulan 7 diadakan perayaan dan sembahyang sebagai penghormatan kepada arwah-arwah tersebut. Tradisi ini sebenarnya merupakan produk masyarakat agraris pada zaman dahulu yang bermula dari penghormatan kepada leluhur serta dewa-dewa supaya panen yang biasanya jatuh di musim gugur dapat terberkati dan berlimpah. Adanya pengaruh Buddhisme memunculkan kepercayaan mengenai arwah-arwah kelaparan makhluk Preta yang perlu dijamu pada masa kehadiran mereka di dunia manusia. Pada hari itu diadakan pembacaan paritta dan pesembahan untuk roh-roh gentayangan yang tidak berkeluarga atau yang ditelantarkan oleh keluarganya. 4 Sebab itu, perayaan ini secara umum dikenal dengan nama Sembahyang Rebutan Cioko. Setelah perayaan selesai, barang-barang persembahan makanan yang dipersembahkan diberikan kepada fakir miskin. Untuk mengetahui lebih dalam, penulis melakukan suatu penelitian ilmiah yang memfokuskan tulisan ini pada tradisi seperti persembahan makanan, membakar harta, membakar transportasi, dan membagikan sembako. Persembahan makanan merupakan tradisi yang akan tetap dipertahankan karena memiliki nilai luhur dalam hal penghormatan pada orang tua yang sudah meninggal ataupun para arwah leluhur. Biasanya para anggota keluarga mempersembahkan makanan yang biasa dimakan para almarhum semasa hidupnya. Kepada arwah gentayangan, pihak vihara juga memberikan persembahan makanan. Pada tradisi bakar harta, harta yang dimaksud adalah rumah arwah yang terbuat dari kertas, uang arwah yang terbuat dari kertas, dan mobil yang terbuat dari kertas. Sedangkan membakar transportasi seperti pesawat dan kapal yang semuanya juga terbuat dari kertas. Masyarakat Tionghoa sangat mempercayai bahwa, bukan hanya manusia yang masih hidup yang membutuhkan makanan dan harta, tetapi arwah leluhur atau orang tua mereka juga membutuhkan makanan dan harta untuk di alam baka. Masyarakat Tionghoa tersebar hampir di seluruh dunia. Salah satunya di kota Pematangsiantar yang penulis jadikan sebagai lokasi penelitian dilakukan, tepatnya di Vihara Avalokitesvara. Penulis memilih Vihara Avalokitesvara Pematangsiantar sebagai lokasi penelitian karena di vihara ini, perayaan 5 sembahyang arwah dirayakan sangat besar-besaran dan meriah setiap tahunnya. Di vihara Avalokitesvara Pematangsiantar, tradisi ini tetap dijalankan tanpa mengurangi nilai kebudayaan. Masyarakat Tionghoa Pematangsiantar terhadap kebudayaan mereka masih sangat lekat dan mereka masih memahami kebudayaan itu dengan baik, baik di kalangan generasi tua maupun generasi muda. Dengan demikian penulis membuat judul penelitian Fungsi dan Makna Perayaan Sembahyang Arwah pada Upacara Penghormatan Leluhur Masyarakat Tionghoa di Pematangsiantar.

1.2 Batasan Masalah