BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Uji Daya Hambat Sampo yang Mengandung Minyak Kelapa Murni Terhidrolisis Terhadap Jamur Penyebab Ketombe

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

  Uraian tumbuhan meliputi habitat, morfologi, sistematika, sinonim,nama daerah, nama asing, kandungan kimia dan khasiat.

  2.1.1 Habitat o o

  Tanaman kelapa (Cocos nucifera) tumbuh baik pada 15 LS - 15 LU, yang merupakan daerah tropis yang beriklim panas dengan kelembapan udara

  o o

  tinggi.Suhu yang optimum untuk pertumbuhan kelapa 27 C - 28

  C, kelembapan udara 80-90 persen dan curah hujan merata. Ketinggian optimal untuk pertumbuhan kelapa yakni 0 - 1000 dpl pada tanah yang memiliki pH berkisar 6,5 - 7,5 (Wahyuni, 2000).

  2.1.2 Morfologi

  Tanaman kelapa merupakan tanaman palma yang tinggi besar dengan batang yang tidak berabang, menebal dari pangkal dan dapat mencapai tinggi sampai 30 meter atau lebih. Daun waktu muda tunggal, kemudian robek-robek sehingga menjadi majemuk menyirip, tersusun sebagai rozat pada ujung batang. Bunga berkelamin tunggal, berumah satu tersusun dalam bunga majemuk campuran yang bagian-bagiannya berupa bulir dan waktu muda seluruh bunga majemuk itu diselubungi oleh suatu daun pelindung yang kaku tebal. Pada tiap bulir terdapat satu bunga betina pada bagian bawah, sedang selanjutnya seluruh tangkai bulir penuh dengan bunga-bunga jantan. Buahnya buah batu dengan biji yang memiliki lembaga yang kecil dan endosperm yang besar (Tjitrosoepomo, 1996).

  2.1.3 Sistematika

  Sistematika tumbuhan kelapa adalah: Divisi : Spermathophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Bangsa : Arecales Suku : Arecaceae Marga : Cocos Jenis : Cocos nucifera (Tjitrosoepomo, 1991)

  2.1.4 Sinonim Cocos nana Griff (Anonim, 2012)

  2.1.5 Nama daerah

  Sumatera : Krambil, niweur (Aceh); krambir, tuwalah, harambir (Sumatera Utara); karambie, niue, nyieu (Sumatera Barat); nyiui, nyiwi (Lampung).

  Jawa : Kalapa (Sunda); kalapa, klendah, krambil (Jawa); enyor, iyor, nyior, nyor (Madura).

  Kalimantan: Enyu, enyoh, onya, unyah, nyoh, nior, piasau (Dayak). Sulawesi : Punyu, bango, po’opo, popo, tokhulu (Sulawesi Utara); bongo, banga (Gorontalo); kabatu (Tolitoli); alu’u, pu’ung kayuku, barubi, pendaki, tabango, pu’u nii, pu’u benu, kaluku (Toraja); kaluku, anjoro, nyuh (Makasar) (Anonim, 2012).

  2.1.6 Nama asing

  Inggris : Coconut Melayu : Kelapa, Nyiur Vietnam : Dua Filipina : Niyog, Lobi, Inniug Jepang : Yashi no mi, Kokonattsu (Anonim, 2012)

  2.1.7 Kandungan kimia

  Buah kelapa mengandung asam askorbat, protein, lemak, hidrat arang, kalsium, potassium, mineral (Hanafi, 2013).

  2.1.8 Khasiat

  Produk dari kelapa yang paling banyak digunakan untuk kesehatan adalah minyak kelapa. Minyak kelapa digunakan secara tradisional untuk keracunan, antiseptik, astringent, bakterisidal, diuretik, sakit perut, asma, bronchitis, demam, konstipasi, flu, disentri, dismenorhea, gingivitis, mual, muntah, luka, sakit tenggorokan (Anonim, 2012).

2.2 Lemak dan Minyak Lemak dan minyak adalah suatu trigliserida atau triasilgliserol.

  Perbedaan antara minyak dan lemak adalah pada temperatur kamar lemak berbentuk padat dan minyak berbentuk cair. Lemak tersusun oleh asam lemak jenuh, sedangkan minyak tersusun oleh asam lemak tak jenuh. Dalam proses pembentukannya, lemak dan minyak yang biasa disebut dengan triasilgliserida, merupakan hasil dari proses kondensasi dan esterifikasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak berbeda-beda) yang membentuk satu molekul trigliserida dan tiga molekul air (Ginting dan Herlina, 2002). Struktur kimia trigliserida dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Darmoyuwono, 2006; McKee dan McKee, 2003).

  H α O

  H C O C (CH ) CH

  2

  12 3 (α ) miristat atau posisi sn-1 O

  β H C O C (CH ) CH

  2

  14

  

3

  (β ) palmitat atau posisi sn-2

  O α’

  H C O C (CH ) CH

  2

  12

  

3

  (α’) miristat atau posisi sn-3

  H

  1,3 dimiristoil, 2 palmitoil gliserol

Gambar 2.1 Struktur kimia trigliserida

  Setiap molekul triasilgliserol (TAG) atau trigliserida (TG) dapat mengandung campuran dari tiga asam lemak yang berbeda atau semuanya sama. Ketiga asam lemak ini teresterkan pada tiga posisi yang berbeda di dalam molekul lemaknya. Distribusi atau posisi asam lemak dalam molekul lemak dapat digolongkan berdasarkan stereospecific numbering (sn) atau atom karbon dalam molekul gliserol yakni sn-1, sn-2 dan sn-3 (McKee dan McKee, 2003).

2.3 Asam Lemak

  Asam lemak adalah asam monokarboksilat rantai lurus tanpa cabang yang mengandung atom karbon genap mulai dari C-4, tetapi yang paling banyak adalah C-16 dan C-18.Asam lemak dapat dikelompokkan berdasarkan panjang rantai, ada tidaknya ikatan rangkap dan isomer trans-cis. Asam lemak berdasarkan panjang rantai meliputi asam lemak rantai pendek (short chain

  fatty acid , SCFA) yang mengandung jumlah atom karbon C-4 sampai C-8,

  asam lemak rantai sedang (medium chain fatty acid, MCFA) mengandung atom karbon C-10 dan C-12, dan asam lemak rantai panjang (long chain fatty acid, LCFA) mengandung jumlah atom karbon C-14 atau lebih. Semakin tinggi rantai C yang dimiliki asam lemak, maka titik lelehnya akan semakin tinggi (White, 2009).

  Asam lemak berdasarkan tingkat kejenuhannya dibagi atas asam lemak jenuh (saturated fatty acid, SFA) karena tidak mempunyai ikatan rangkap, asam lemak tak jenuh tunggal (mono unsaturated fatty acids, MUFA) hanya memiliki satu ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acids, PUFA) memiliki lebih dari satu ikatan rangkap. Semakin banyak ikatan rangkap yang dimiliki asam lemak, maka semakin rendah titik lelehnya (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002).

  Jenis asam lemak berdasarkan bentuk isomer geometrisnya dibagi atas asam lemak tak jenuh bentuk cis dan trans. Pada isomer geometris, rantai karbon melengkung ke arah tertentu pada setiap ikatan rangkap, bagian rantai karbon akan saling mendekat atau saling menjauh. Jika saling mendekat disebut isomer cis (berarti berdampingan) dan apabila saling menjauh disebut trans (berarti berseberangan) (Fessenden dan Fessenden, 1989).

2.4 Hidrolisis Trigliserida

  Hidrolisis minyak atau lemak menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis dapat terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak, atau mereaksikannya dengan KOH atau NaOH (lebih dikenal dengan proses penyabunan). Proses penyabunan ini banyak digunakan dalam industri untuk menghasilkan gliserol (Ketaren, 2005). Adapun persamaan reaksi untuk hidrolisis trigliserida dapat dilihat pada Gambar 2.2.

  O A

  • + -

  OH R'COO Na OCR' O

  • - +

  • HO R''COO Na + 3 NaOH

  "RCO O

  • - + OH R'''COO Na OCR''' O

  B OH OCR'

  O O R'COOH lipase

  • 2 H O "RCO

  "RCO

  • 2

  O R'''COOH

  OH OCR''' Gambar2.2 Persamaan reaksi hidrolisis

  Keterangan: A. Menggunakan NaOH (penyabunan),

  B. Menggunakan enzim lipase (enzimatik) Hidrolisis trigliserida secara enzimatik dengan lipase yang spesifik pada posisi sn-1,3 adalah dengan menghidrolisis trigliserida pada posisi sn-1,3 sehingga menghasilkan produk 2-monogliserida dan asam lemak bebas. Hidrolisat kemudian dipisahkan dengan larutan non polar yang terikat pada asam lemak bebas, ataupun disentrifugasi pada kecepatan dan waktu tertentu.

  Setelah terpisah asam lemak bebas maka, 2-trigliserida dapat dianalisis dengan alat kromatografi gas (Satiawihardja, 2001).

  Reaksi hidrolisis dengan menggunakan enzim lipase lebih efisien dan mudah dikontrol karena enzim lipase spesifik pada posisi sn tertentu sehingga dapat mengubah produk lemak dan distribusi asam lemak yang kita inginkan. Apabila dibandingkan dengan penggunaan zat kimia, akan menghasilkan produk lemak dengan distribusi asam lemak yang acak (Aehle, 2004).

2.5 Minyak Kelapa

  Kelapa (Cocos nucifera) banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia terutama buah kelapa baik yang masih muda maupun yang sudah tua. Ada tiga jenis produk yang biasa dimanfaatkan:

  1. Minyak kopra Bahan baku yang dipakai untuk pembuatan minyak ini adalah buah kelapa kering. Minyak ini diproses dari perkebunan sampai ke pemurnian minyak membutuhkan waktu berbulan – bulan sejak pemanenan sampai ke proses pembuatan. Hal ini disebabkan minyak kopra membutuhkan penyulingan, pemutihan, dan penghilangan bau agar bisa diterima komersial.Penyulingan pada minyak kopra, menggunakan asam hydrochloric, pelarut, dau uap pada suhu tinggi untuk menghilangkan kontaminasi. Proses ini dapat meninggalkan residu dari pelarut dan bahan kimia yang bersifat karsinogenik. Selain itu, proses ini pun menghilangkan zat – zat volatil alami yang mudah menguap dan antioksidan yang dimiliki buah kelapa. Pemanasan

  o

  lebih dari 200 C akan terjadi perubahan struktur molekul asam lemak menjadi asam lemak trans (Gani dkk, 2005).

  2. Minyak kelapa Minyak kelapa yang dikenal dengan nama kelentik dan dulu banyak digunakan oleh masyarakat di pedesaan, sekarang jarang sekali ditemukan di pasaran. Minyak ini diperoleh dari buah kelapa tua yang segar. Kualitas minyak kelapa sangat dipengaruhi oleh asal dan kualitas bahan baku serta

  o

  proses pembuatan. Minyak kelentik diproses dengan pemanasan 110 C –

  o

  120 C sehingga menghasilkan minyak yang berwarna kuning (Darmoyuwono, 2006).

  3. Minyak kelapa murni Minyak ini juga biasa disebut Virgin Coconut Oil (VCO) dibuat dari

  o

  buah kelapa tua yang segar dengan suhu rendah (<60

  C) dan tidak dimasak sampai tua. Keunggulan dari minyak yang diproses seperti ini adalah struktur kimia terutama medium chain fatty acids (asam laurat dan kaprat) tidak banyak berubah. Tingginya asam lemak jenuh yang dikandungnya menyebabkan VCO tahan terhadap proses ketengikan akibat oksidasi. VCO yang dibuat dari kelapa segar berwarna putih murni ketika minyaknya dipadatkan dan jernih kristal seperti air ketika dicairkan (Syah, 2005).

2.6 Minyak Kelapa Murni (VCO)

  2.6.1 Bahan baku utama

  Bahan baku utama dalam pembuatan VCO yakni daging buah kelapa tua dan segar (bukan kopra) dari perkebunan tradisional, bukan kelapa hibrida.

  Tanaman kelapa tersebut merupakan tanaman yang dikelola secara organik (menggunakan pupuk organik) (Gani dkk, 2005).

  2.6.2 Pembuatan VCO

  VCO diproses dengan suhu dingin atau dipanaskan dengan suhu rendah

  o

  (<60

  C). Beberapa cara yang biasa digunakan untuk pembuatan VCO antara lain cara pancingan, fermentasi, sentrifugasi dan pemanasan pada suhu rendah.

  VCO tidak diproses secara RBD (refining, bleaching, deodorizing), tidak ditambahkan bahan kimia dan tidak mengalami hidrogenasi (Darmoyuwono, 2006).

  2.6.3 Sifat fisika kimia VCO

  Sifat-sifat kimia dan fisika dari VCO antara lain tidak berwarna, kristal seperti jarum, sedikit berbau asam ditambah aroma karamel. Tidak larut dalam

  o

  air, tetapi larut dalam alkohol (1:1). Berat jenis 0,8883 pada suhu 20

  C, titik

  o o

  cair 20-25 C dan tiitik didihnya 225

  C. Bilangan penyabunan berkisar antara 250,07-260,67 mgKOH/g minyak, bilangan peroksida 0,21-0,57 mequiv oksigen/kg, sedangkan bilangan iod 4,47-8,55. Kandungan asam lemak bebas yaitu berkisar antara 0,15-0,25% (Darmoyuwono, 2006).

  Bilangan penyabunan yang tinggi menunjukkan bahwa minyak tersebut memiliki berat molekul yang rendah. Bilangan peroksida yang rendah menunjukkan VCO mempunyai stabilitas oksidasi yang tinggi. Bilangan iod yang rendah menunjukkan bahwa VCO mempunyai asam lemak tak jenuh dalam jumlah yang rendah (Ketaren, 2005). Penurunan bilangan penyabunan pada hidrolisis parsial minyak kelapa murni disebabkan karena tidak semua minyak bisa dihidrolisis akibat jumlah NaOH yang direaksikan terbatas (Hasibuan, 2012).

  2.6.4 Komposisi asam lemak VCO Komposisi asam lemak VCO dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Komposisi asam lemak minyak kelapa murni

  Asam lemak Simbol asam lemak Rumus kimia Jumlah (%) Asam lemak jenuh: Asam kaproat C6 : 0 C5H11COOH 0,2 Asam kaprilat C8 : 0 C7H15COOH 6,1 Asam kaprat C10 : 0 C9H19COOH 8,6 Asam laurat C12 : 0 C11H23COOH 50,5 Asam miristat C14 : 0 C13H27COOH 16,18 Asam palmitat C16 : 0 C15H31COOH 7,5 Asam stearat C18 : 0 C17H35COOH 1,5 Asam arachidat C20 : 0 C19H39COOH 0,02 Asam lemak tak jenuh: Asam palmitoleat C16 : 1 (19) C15H29COOH 0,2 Asam oleat C18 : 1 (9) C17H33COOH 6,5 Asam linoleat C18 : 2 (9, 12) C17H31COOH 2,7

  Sumber : Syah, 2005

2.7 Aktivitas Antijamur Minyak Kelapa Murni dan Hasil Hidrolisisnya

  Lemak jenuh dalam minyak kelapa, seperti asam kaprat, dan asam laurat, terbukti dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh karena minyak kelapa berfungsi sebagai antivirus, antibakteri, antijamur, dan antiprotozoa. Asam laurat dan monogliserida yang disebut monolaurin telah terbukti berperan sebagai antivirus, khususnya virus yang berselubung lemak. Baik asam kaprat maupun asam laurat di dalam minyak kelapa dapat mengatasi Candida albicans (Darmoyuwono, 2006).

  Monolaurin merupakan monoester yang terbentuk dari asam laurat yang telah diteliti memiliki aktivitas antivirus, antibakteri dan antijamur. Asam laurat meruapakan komponen utama VCO. Asam laurat juga banyak terdapat dalam air susu ibu, untuk melawan penyakit pada bayi dan meningkatkan kekebalan tubuh bayi, itulah sebabnya bayi yang mendapat air susu ibu akan tumbuh dan berkembang dengan sempurna serta kebal berbagai macam penyakit (Enig, 2010).

  VCO dapat dimanfaatkan untuk menjaga keseimbangan kimiawi kulit atau epidermis buah dan sayuran, sehingga tidak mudah ditembus oleh mikrobia perusak buah dan sayuran. Selain hal tersebut, minyak kelapa juga mematikan khamir dan jamur-jamur tertentu (Aminah dan Supraptini, 2010).

  Selain dalam bidang kesehatan, VCO juga bermanfaat dalam bidang kecantikan. Aspek kecantikan terutama berkaitan dengan kulit dan rambut.

  VCO dapat membantu menjaga jaringan connective agar tetap kuat dan longgar sehingga kulit tidak mengendur dan keriput. Proses keratinisasi pada kulit mencegah terjadinya infeksi kulit, pH rendah kulit (sekitar 5,5) dan kehadiran asam lemak menghambat pertumbuhan mikroorganisme selain flora normal.

  Kulit manusia biasanya dihuni oleh sejumlah spesies bakteri dan jamur, termasuk beberapa spesies penyebab penyakit, seperti Staphyloccus

  epidermidis dan Candida albicans. Meskipun kulit biasanya efektif sebagai

  penghalang infeksi, jenis jamur (dermatophytes) dapat menginfeksi strata

  corneum , rambut dan kuku, dan beberapa mikroorganisme dapat menembus

  kulit. Kebanyakan mikroorganisme menembus melalui tusukan (infeksi jamur), luka (staphylococci), luka bakar (Pseudomonas aeruginosa kronik), dan luka pada penderita diabetes (Kumar, et al., 2005). VCO dapat berfungsi untuk perawatan kulit sebagai hand and bodylotion, pelembab, tabir surya (sunscreen) dan penyembuh berbagai macam penyakit kulit. Selain bisa memperbaiki kulit yang rusak atau yang sakit, MCFA yang terkandung dalam

  VCO dengan cepat memberi sumber energi pada sel-sel, yang membantu meningkatkan metabolisme dan kemampuan penyembuhannya. Asam lemak antiseptik pada minyak kelapa membantu mencegah infeksi jamur dan bakteri pada kulit (Gani, dkk., 2005; Darmoyuwono, 2006).

2.8 Ketombe

  Ketombe adalah bentuk kering kapitis seborea yang lazim dikenal sebagai seborea sika (kering), yakni sisik kering berlapis-lapis yang rapuh mudah terlepas yang melekat menutupi epidermis kulit kepala (Ditjen POM, 1985). Penyakit ini biasanya terdapat pada bagian kulit berambut, hal ini disebabkan pada bagian ini paling banyak terdapat kelenjar minyak dan kelenjar keringat. Ketombe sering disertai kotoran – kotoran berlemak dan rasa gatal serta rambut sering rontok. Rasa gatal ini disebabkan oleh bakteri atau jamur yang tumbuh pada kotoran – kotoran ini (Siregar, 2003)

  Dalam kondisi kepala abnormal, kemungkinan besar akan jadi peningkatan pertunbuhan bakteri dan jamur, dan diantara spesies yang menonjol adalah Staphylococccus aureus dan Pityrosporum ovale. Selain itu juga banyak dijumpai varietas ragi yang terdapat dalam kondisi ini dibandingkan dalam kondisi normal. Peningkatan mikroba ini diduga menjadi penyebab perubahan faal normal kulit kepala yang dapat menimbulkan berbagai gangguan, antara lain perubahan keratinisasi kulit kepala (Ditjen POM, 1985).

2.9 Uraian Jamur

  Jamur merupakan protista tidak fotosintetik yang tunbuh sebagai suatu massa filamen (“hifa”) yang bercabang-cabang dan saling menjalin dan dikenal dengan miselium. Meskipun hifa mempunyai dinding bersekat, dinding itu berlubang-lubang sehingga inti sel dan sitoplasma dapat melewatinya. Jadi seluruh mikroorganisme ini adalah suatu senosit (suatu massa sitoplasma yang bersambungan dengan banyak inti). Yang terkurung dalam tabung yang bercabang-cabang.Tabung-tabung ini, yang terbuat dari polisakarida misalnya kitin, homolog dengan dinding sel (Jawetz, 1996).

  2.9.1 Microsporum gypseum

  Sistematika jamur Microsporum gypseum (Chander, 2002) Divisi : Eumycetes Kelas : Deuteromycota Bangsa : Hypomycetes Suku : Moniliaceae Marga : Microsporum Jenis : Microsporum gypseum

  Microsporum gypseum merupakan salah satu penyebab jamur kulit

  kepala dan ketombe.Makrokonia merupakan bentuk konidia terbanyak yang menyusun jamur ini.Konidia ini besar, berdinding kasar, multiseluler, dan berbentuk kumparan, dan terbentuk pada ujung-ujung hifa.Makrokonidia

  Microsporum gypseum terdiri dari empat sampai enam sel, berdinding lebih tipis dalam koloni yang berwarna kecoklat-coklatan (Jawetz, 1996).

  2.9.2 Pityrosporum ovale Sistematika jamur Pityrosporum ovale (Fardiaz, 1992).

  Divisi : Eumycetes Kelas : Deuteromycetes Bangsa : Cryptococcales Suku : Cryptococcaceae Marga : Pityrosporum Jenis : Pityrosporum ovale

  Pityrosporum ovale adalah yeast lipofilik yang merupakan flora normal

  pada kulit dan pada kulit kepala manusia.Pityrosporum ovale berkembangbiak dengan cara bertunas. Pada penderita ketombe, antibodi Pityrosprum ovale dan jumlah Pityrosporum ovale pada kulit kepala meningkat (Cadin, 1998; Fardiaz, 1992).

2.10 Sampo

  2.10.1 Defenisi sampo

  Sampo adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud keramas rambut , sehingga setelah itu kulit kepala dan rambut menjadi bersih, dan sedapat mungkin rambut menjadi lembut, mudah diatur dan berkilau (Ditjen POM, 1985).

  2.10.2 Syarat-syarat sampo

  Syarat-syarat sampo menurut Ditjen POM (1985) adalah: 1. Harus dapat membersihkan rambut dan kulit kepala seluruhnya.

  2. Mudah dihilangkan dari rambut dan kulit kepala bila dibilas dengan air.

  3. Tidak toxis dan tidak menimbulkan iritasi.

  4. Membuat rambut lembut, mengkilap dan mudah diatur.

  5. Tidak menghilangkan seluruh minyak alami yang terdapat dirambut.

  6. Stabil secara kimia dan fisika.

  7. Secara psikologis memberikan busa yang banyak, bau yang harum serta warna yang indah.

2.10.3 Komposisi sampo

  1. Surfaktan (bahan utama) Surfaktan adalah bahan aktif dalam sampo, berupa detergen pembersih sintesis yang cocok untuk kondisi rambut yang bekerja dengan cara menurunkan tegangana permukaan cairan karena bersifat ambifilik sehingga dapat melarutkan kotoran yang melekat pada permukaan rambut (Wasitaatmadja, 1997).

  Berdasarkan sifat gugus yang dikandungnya, surfaktan dibagi menjadi empat kelompok, yaitu (Siswandono, 1998): a. Surfaktan anionik

  Surfaktan anionik mengandung gugus hidrofil yang bermuatan negatif, dan dapat berupa gugus karboksil, sulfat, sulfonat atau fosfat. Contoh: natrium stearat dan natrium lauril sulfat.

  b. Surfaktan kationik Surfaktan kationik mengandung gugus hidrofil bermuatan positif, dan dapat berupa gugus ammonium kuarterner, biguanidin, sulfonium, fosfonium, dai iodonium. Contoh: turunan ammonium kuarterner seperti setilpirimidium klorida.

  c. Surfaktan non ionik Surfaktan ini tidak terionisasi dan mengandung gugus-gugus hidrofil dan lipofil yang lemah sehingga larut atau dapat terdispersi dalam air, biasanya adalah gugus polioksietilen eter dan polyester alkohol. Contoh: polisorbat 80 dan span 80. d. Surfaktan amfoterik Surfaktan amfoterik mengandung dua gugus hidrofil yang bermuatan positif (kationik) dan negatif (anionik). Contoh: betain.

  2. Bahan tambahan Bahan tambahan ini berguna untuk pemeliharaan kesehatan rambut dan memberikan bentuk yang baik pada sampo, terdiri dari (Wasitaatmadja, 1997): a. Bahan pelembut (conditioning agent) untuk melemaskan rambut, bahan uang digunakan adalah gliserin, propilenglikol, sorbitol, dll b. Bahan pembusa (foam builder)

  c. Bahan pengental (thickener) dan pengeruh (opacifier) untuk menyenangkan konsumen dan keduanya tidak menggambarkan daya bersih atau konsentrasi bahan aktif dalam sampo.

  d. Pemisah logam (sequestering agent) untuk mengikat logam (K, Mg) yang terdapat dalam air pencuci rambut, misalnya tween 80.

  e. pH balance untuk menetralkan reaksi basa yang terjadi dalam penyampoan rambut, misalnya asam sitrat.

  f. Warna dan bau untuk memberi kesan nyaman pada pemakai.

  g. Bahan antiketombe (sulfur, seng pirition dll.)

2.10.4 Pemerian bahan sampo yang digunakan

  1. Natrium lauril sulfat Natrium lauril sulfat berupa hablur, kecil, berwarna putih atau kuning muda, agak berbau khas, mudah larut dalam air membentuk larutan opalesen

  (Ditjen POM, 1995).Natrium lauril sulfat adalah detergen dan agen pembasah yang efektif pada kondisi basa maupun asam.Penggunaan natrium lauril sulfat dalam formulasi bervariasi.Dengan konsentrasi 1% sudah data digunakan sebagai pembersih pada sediaan topikal sedangkan untuk penggunaan pada sampo natrium lauril sulfat dapat digunakan hingga lebih dari 10% (Rowe dkk, 2009).

  2. Gliserin Gliserin jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa manis, higroskopis, netral terhadap lakmus. Fungsi gliserin dalam formulasi farmasetik bervariasi.Pada pemakaian topikal, gliserin digunakan sebagai pelembut dan pelembab.Gliserin juga digunakan sebagai pelarut maupun pelarut pembantu (cosolven) pada krim dan emulsi.Pada konsentrasi kurang dari 20% gliserin juga bersifat sebagai antimikroba (Rowe dkk, 2009).

  3. Hidroksi propil metil selulosa Dikenal juga sebagai methocel, hypromellose dan pharmacoat.Hidroksi propil metil selulosa (HPMC) berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa, berbentuk serbuk berserat atau granul.HPMC berfungsi sebagau coating agent,

  controlled-release agent, foaming agent, stabilizing agent, pengental dan

  meningkatan viskositas. Untuk meningkatkan viskositas, HPMC digunakan dengan kadar antara 10-80% sedangkan sebagai pengental konsentrasi HPMC yang digunakan 0,25-5% (Rowe dkk, 2009).

  4. Tween 80

  o

  Dikenal juga sebagai polisorbat 80.Pada suhu 25 C berwarna kuning dan berupa cairan berminyak.Tween digunakan dalam formuasi farmasetik sebagai zat pendispersi, pengemulsi, surfaktan nonionik, suspending agent,

  solubilizingagent dan zat pembasah. Sebagai zat pengemulsi dan solubilizing

  agent, tween 80 dgunakan pada konsentrasi 1-15% dan sebagai zat pembasah digunakan konsentrasi 0,1-3% (Rowe dkk, 2009).

  5. Air murni (akuades) Air murni adalah air yang dimurnikan dengan destilasi, perlakuan mengunakan penukar ion, osmosis balik atau proses lain yang sesuai. Di buat dari air yang memenuhi persyaratan air minum. Tidak mengandun zat tambahan lain, tidak berwarna dan tidak berbau (Ditjen POM, 1995).

2.10.5 Sampo antijamur (sampo antiketombe)

  Sampo antijamur adalah sampo yang digunakan selain untuk membersihkan juga untuk mencegah dan menghilangkan jamur penyebab infeksi kulit kepala. Sampo antijamur sering diedarkan dengan berbagai nama, seperti sampo obat (medicare) dan sampo klinik (Ditjen POM, 1985).

  Kandungan dan persyaratan dari sampo antijamur tidak berbeda dengn sampo biasa, hanya pada sampo antijamur, mengandung zat untuk menghilangkan jamur pada kulit kepala. Menurut Ditjen POM (1985), persyaratan umum yang harus dimiliki dari sediaan sampo antijamur adalah sebagai berikut.

  1. Membersihkan rambut dan kulit kepala tanpa menjadikan rambut berlemak atau kering serta menjadi mudah diatur.

  2. Tidak boleh merangsang kelenjar lemak

  3. Efektif sebagai germisidum atau fungisidum, sehingga dapat mencegah peningkatan pertumbuhan bakteri dan jamur, bahkan dapat mencegah infeksi

  4. Kadar zat manfaat yang digunakan tidak boleh meningkatkan kepekaan kulit kepala; ini beratri zat manfaat dalam kadar penggunaan tidak boleh menyebabkan kegatalan, kulit mengelupas atau pun peradangan.

  Meskipun sampo yang beredar sudah dinyatakan aman namun penggunaan terus – menerus dalam jangka waktu panjang ada kecenderungan terjadi hal – hal yng tidak diinginkan yang dapat merugikan kesehatan. Pada penggunaan anti ketombe efek samping yang mungkin terjadi adalah :

  1. Dermatitis yang terjadi ada kulit kepala

  2. Kerusakan rambut antara lain rabut rontok, berbah warna dan patah – patah.

  3. Efek samping sistemik. Meskipun ini jarang terjadi namun dalam pemakaian jangka panjag, terus menerus dan bahkan kecenderungan penggunaan sampo anti ketombe setiap hari memungkinkan dapat terjadi efek samping yang lebih serius (BPOM RI, 2009).

2.11 Uraian Pembuatan dan Uji Antijamur Sampo

  Nurfadilla (2004), telah mengadakan penelitian dengan membuat sampo antiketombe yang mengandung minyak atsiri jeruk purut sebagai zat aktifnya dengan konsentrasi 0,5% dan 1% dan diuji pada jamur Pityrosporum

  sp. dengan metode sensitifitas yang. Formula sampo yang digunakan diambil

  dari peneliti Siregar (2003) yang menggunakan karboksi metil selulosa sebagai pengental. Namun dalam penyimpanannya pada sampo terdapat endapan yang diakibatkan tidak larutnya pengental yang digunakan sehingga disarankan untuk mengganti pengental dalam formulasi tersebut. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini, sampo dengan konsentrasi minyak atsiri jeruk purut 1% sangat sensitif dalam menghambat pertumbuhan jamur. Pada menit ke-10 tidak dijumpai lagi adanya pertumbuhan jamur Pityrosporum sp. pada media uji.

  Kartiningsih (2008), membuat penelitian tentang pembuatan sampo yang menggunakan hidroksi propil metil selulosa sebagai pengental dan diperoleh sampo yang stabil secara fisik.Selama penyimpanan 6 minggu, sediaan sampo ini tidak menunjukkan perubahan warna, bau, dan homogenitas.

  Viskositas, bobot jenis, tegangan permukaan, pH sediaan sampo memenuhi syarat.

  Selain menggunakan minyak atsiri jeruk purut, minyak atsiri kulit buah jeruk sunkist juga di formulasi sebagai sampo antiketombe dengan konsentrasi 1 - 5%. Metode yang digunakan adalah metode difusi agar menggunakan pencadang logam dan diuji pada jamur Microsporum gypseum. Hasil yang diperoleh yakni pada konsentrasi 2% sampo sudah efektif menghambat pertumbuhan jamur (Ernoviya, 2006).

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Faktor-Faktor yang Memepengaruhi Pendapatan Wanita pada Usaha Lemang dn Kontribusinya pada Pendapatan Keluarga (Studi kasus : Kota Tebing Tinggi)

0 0 13

Analis Dampak Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Biaya Input dan Output Ayam Broiler di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus: Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang)

0 1 39

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analis Dampak Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Biaya Input dan Output Ayam Broiler di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus: Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang)

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN - Analis Dampak Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Biaya Input dan Output Ayam Broiler di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus: Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang)

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Peranan Sektor Pertanian dalam Mengurangi Ketimpangan Pedapatan Antar Daerah di Provinsi Sumatera Utara

0 0 20

Analisis Pengaruh Volume Produksi Kedelai, Jagung, Ubi Kayu dan Ubi Jalar Terhadap Tingkat Konsumsi Beras di Sumatera Utara

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Komponen Arus Kas, Laba Akuntansi, dan Ukuran Perusahaan terhadap Return Saham pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 0 31

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian - Pengaruh Komponen Arus Kas, Laba Akuntansi, dan Ukuran Perusahaan terhadap Return Saham pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 0 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Adsorpsi - Pengaruh Suhu Dan Waktu Aktivasi Terhadap Kualitas Arang Aktif Strobilus Pinus (Pinus Merkusii Jungh & De Vr)

0 0 17

Pengaruh Suhu Dan Waktu Aktivasi Terhadap Kualitas Arang Aktif Strobilus Pinus (Pinus Merkusii Jungh & De Vr)

0 0 15