BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Perubahan Sosial Masyarakat Kota Tambang Minyak “Pertama” Pangkalan Brandan (Periode 1980 - 2014)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Indonesia memiliki salah satu industri minyak tertua di dunia dan menunjukkan eratnya kaitan antara ekonomi dan negara. Berdasarkan hasil penelitian oleh (Zainal, 2009 : 86) sejak tahun 1920 minyak bumi tersebut mengalami peningkatan hasil yang setiap tahun semakin meningkat yang membuat sektor perekonomian yang paling utama mengalami dampak positif serta ditopang oleh hasil kebun dan hutan sampai Indonesia bebas dari penjajahan.

  Hasilnya sejak Indonesia berada di tangan pemerintahan Orde Baru, sangat banyak terjadi perubahan dalam kehidupan masyarakat seperti peningkatan dalam taraf hidup yang diaplikasikan lewat jerih payah pembangunan yaitu melalui industri tambang, salah satunya karena penghasilan negara yang sangat melimpah dari cucuran sektor Migas pada tahun 1960 dan 1970-an (Sjafri 2002 : 242).

  Zaki (2013), mengatakan bahwa sektor Migas telah menjadi elemen penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 1980-an Indonesia merupakan negara pengekspor minyak di dunia. Indonesia telah menempatkan paradigma pendirian perusahaan tambang sebagai agen pembangunan dan agen modernitas yang akan membawa perubahan untuk pembangunan sosial ekonomi. Menurut Isra (2013), keberadaan perusahaan tambang di tengah-tengah masyarakat merupakan dua komponen yang saling mempengaruhi dimana perusahaan memerlukan masyarakat sekitar dalam pengembangan perusahaan itu sendiri, begitupun sebaliknya masyarakat memerlukan perusahaan tersebut dalam peningkatan perekonomian masyarakat serta pengembangan daerah akibat keberadaan perusahaan.Oleh karena itu, aktivitas perusahaan tidak dapat dipungkiri memiliki dampak sosial terhadap masyarakat sekitarnya. Di Indonesia secara jeneral banyak perusahaan tambang yang memberikan dampak sosial kepada masyarakat baik itu yang bersifat negatif ataupun positif antara lain, PT. Freport Indonesia, PT. Inco dan PT. Newmount dan lain sebagainya.

  Hal serupa juga dapat kita lihat salah satunya dari kota tambang minyak Pangkalan Brandan. Sekelumit kisah tentang masyarakat Pangkalan Brandan, tepatnya di sumur Telaga Said yang tercatat sebagai tempat penjajakan perdana penemuan minyak bumi yang berawal dari rembesan minyak atau oil seepage tahun 1882. Pertama sekali ditemukan oleh inspektur perkebunan yang bernama Aeilko Janszoon Zeijlker berkebangsaan Belanda sekaligus sebagai sumur minyak bumi pertama yang memiliki taraf produksi komersial di Netherland Hindie atau Hindia Belanda dan sekarang berganti nama menjadi Indonesia dan ini adalah pertanda awal perkembangan kota Pangkalan Brandan.

  Kota Pangkalan Brandan seketika itu menjadi kawasan yang dikenal sebagai daerah petro dollar walaupun diperjuangkan dengan berat karena harus membangun kembali dari puing-puing tragedi Brandan Bumi Hangus. Akibat dari tragedi tersebut setiap tanggal 13 Agustus diperingati sebagai hari Brandan Bumi Hangus (BBH). Menurut Lohanda (2008), nilai sejarah kilang minyak Pangkalan Brandan terangkum dalam dua aspek. Aspek pertama adalah memberi andil dalam catatan sejarah perminyakan Indonesia sebab minyak tersebut merupakan minyak pertama yang diekspor Indonesia yang bersumber dari kilang, sedangkan aspek kedua adalah nilai perjuangan yang ditorehkan putra-putri Langkat melalui kilang tersebut

  Keberhasilan tersebut telah menorehkan Sumatera Utara sebagai daerah penambang minyak di Indonesia. Sumur-sumur minyak di kawasan ini sekaligus telah menghantarkan Indonesia menjadi anggota (OPEC) Organization of

  

Petroleum Exsporting Countrys . Tambang minyak Pangkalan Brandan dikenal

  sebagai tambang minyak terbesar kedua di dunia setelah Pennslyvania, Amerika Serikat hingga tahun 1970-an, yaitu era sebelum penambang minyak di negara- negara Timur Tengah. Indonesia sempat menikmati puncak kejayaan industri perminyakan terutama kilang minyak Pangkalan Brandan karena terjadinya oil

  

booming sekitar tahun 1971-1972 sehingga diuntungkan dengan harga minyak

  internasional yang mengalami peningkatan disertai dengan jumlah produksi dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi masyarakat serta perkembangan kota.

  Bila kita kaitkan terhdap penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Amri Marzali (1975) yang terjadi pada kota Cilegon yang mengambarkan perubahan sosial masyarakat akibat kehadiran pabrik baja PT Krakatau Steel, yaitu sebuah perusahaan industri yang mampu memberi pengaruh sangat besar dihampir semua lapangan kehidupan masyarakat desa Cilegon dan sekitarnya dalam mengubah wajah desa mereka menjadi kota. Aspek paling dominan yang berdampak bagi masyarakat adalah ekonomi, perubahan mata pencaharian hidup, tingginya tingkat urbanisasi, serta perubahan kota dari desa ke kota. Aspek lainnya yang berdampak adalah rendahnya tingkat solidaritas masyarakat desa, hilangnya norma dan adat serta lahirnya budaya baru. Kini Desa Jombang Wetan, nama desa Cilegon yang sesungguhnya sekarang telah berganti nama dari desa, sekarang disebut dengan nama kota Cilegon.

  Penelitian tersebut dapat menjadi gambaran bagaimana kehadiran perusahaan tambang mempengaruhi daerahnya. Kondisi ini serupa dengan masyarakat kota Pangkalan Brandan yang pernah merasakan kejayaan akibat kehadiran Pertamina. Pertamina sebagai perusahaan besar dengan jumlah pekerja yang banyak serta gaji yang besar membuat masyarakat berlomba-lomba untuk bekerja di sana yang berdampak pada tingginya tingkat migrasi karena adanya peluang dan kesempatan masyarakat sebagai tenaga kerja yang membuat kota Brandan menjadi lebih ramai, sibuk, dan semarak dengan pendatang-pendatang baru yang membawa gaya dan sikap hidup yang berbeda.

  Pendatang-pendatang baru ini merupakan bagian yang didominasi para pekerja Pertamina yang sebelumnya bekerja pada unit-unit pengolahan minyak yang ada di Indonesia. Para sataff Pertamina ini kemudian mengisi seluruh bagian komplek dari ujung ke ujung dengan kendaraan pribadi yang mewah serta segala fasilitas yang dimiliki dan dalam sudut pandang sosiologi hal ini menciptakan stratifikasi antara pegawai Pertamina dan yang bukan bahkan antar sesama.

  Selain itu, selama masa kesuksesannya kota minyak juga sering mengadakan acara-acara besar dan sering menjadi bagian dari panitia penyelenggara seperti perlombaan drum band di tingkat sekolah dasar hingga menengah atas, dan lahirnya marching band (BPP) Bahana Patra Pratama, sepak bola lokal maupun nasional hingga melahirkan PSL (Persatuan Sepak Bola Langkat), pertandingan Basket dan melahirkan kelompok Basket Pertamina yaitu Bapor, serta kegiatan lain yaitu jalan santai, senam, dan sebagainya.

  Pada masa kesuksesan itu, Pangkalan Brandan bukan sepenuhnya mendapat penghasilan dari tambang, karena kota ini juga terdapat penghasilan dari laut, tambak serta tanaman diantaranya sawit, karet, coklat dan pertanian. Namun, tidak semua penduduk melakukan kegiatan tersebut untuk menopang atau sebagai penambah penghasilan mereka. Hal ini dikarenakan kehadiran satu perusahaan tambang besar yaitu Pertamina yang secara otomatis telah membuat laju gerak pertumbuhan dan pendapatan masyarakat meningkat dengan baik yang secara langsung maupun tidak langsung.

  Selain itu, pada masa kesuksesan Pertamina terlihat sebuah kota yang ramai, adanya kegiatan pasar yang baik, di saat siang hari sewaktu istirahat dan sore hari setelah jam pulang kerja jalanan selalu ramai karena pegawai yang hendak makan siang ataupun siap bekerja, berbelanja, menyinggahi tempat olahraga, hiburan serta aktifitas ekonomi lainnya.

  Laju perkembangan yang signifikan tersebut telah memberikan kontribusi positif terhadap kota Pangkalan Brandan, sehingga wilayah Pangkalan Brandan dirancang menjadi sebuah kota tambang yang maju, beragam fasilitas dibangun mulai dari stasiun kereta api, gedung perkantoran, pergudangan, rumah karyawan, sekolah, rumah sakit kelas 1 dan 2, balai penelitian, kolam renang, pusat pasar, perbengkelan, dan bahkan pemadam kebakaran. Lain daripada itu, turut pula dibangun seperti sarana jalan dan jembatan, jaringan telegrap, listrik, tempat pertemuan, pertokoan, perbankan, perhotelan, bioskop, rumah ibadah, lapangan olahraga seperti Golf, Tenis, Sepak Bola dan lain sebagainya.

  Pada masa pengolahan minyak masih aktif, pengaruhnya juga di rasakan oleh pedagang atau jualan pasar, swalayan serta angkutan umum karena setiap hari libur keagamaan, pegawai biasanya mudik sehingga mobil trayek antar kota dalam provinsi di padati penumpang. Selain itu banyak di buka toko-toko baik itu baju, sepatu, rumah makanan, prabot-prabot rumah tangga karena ada hal saling menguntungkan bagi pegawai maupun yang tidak untuk mendukung jualan-jualan yang mereka tawarkan bahkan, tempat hiburan sengaja di bangun bagi masyarakat, seperti bioskop (Brandan Theater) dimana filim yang diputar merupakan filim-filim terbaru di masa itu.

  Kehadiran Pertamina saat itu secara drastis merubah wajah Pangkalan Brandan menjadi daerah pertambangan Migas. Gerak pertumbuhan ekonomi sangat baik secara pasti berdampak pada taraf hidup para pekerjanya sehingga melahirkan orang-orang yang sukses dan gaya hidup mereka yang terlihat mewah terkhusus para staff Pertamina. Semua staff pertamina mendapat fasilitas rumah dengan beberapa prabot yang telah tersedia secara gratis seperti tempat tidur, meja dan kursi ruang tamu serta listrik dan air. Komplek-komplek tersebut sengaja dibuat dan diberikan secara cuma-cuma selama masa bekerja selain itu setiap komplek diisi sesuai dengan golongannya masing-masing. Kondisi itu menunjukkan status sosial mereka yang tinggi sehingga mendapat perlakuan khusus dan dikelompok-kelompokkan sesuai golongan. Keadaan ini menjadi berbanding terbalik jika di komparatifkan dengan masyarakat yang hanya hanya bekerja di sektor informal.

  Namun, masa kejayaan itu berangsur menurun hingga Pertamina yang lahir dan berjaya di Pangkalan Brandan serta secara resmi berdiri sejak 10 Desember 1957, akhirnya pihak manajemen menghentikan operasi UP I Pangkalan Brandan mulai tanggal 22 Desember 2006 dan efektif pada tahun 2007 Pertamina menutup UP I minyak Pangkalan Brandan. Penutupan terkait semakin sedikitnya ketersediaan minyak dan gas yang akan diolah. Dengan kedaan tersebut, maka tidak ada lagi aktivitas hulu di kota Pangkalan Brandan. Ini dapat dilihat dari grafik penurunan produksi Migas pada tahun 2003-2012:

  Grafik 1 : Penurunan Produksi Migas Pada Tahun 2003-2012 (Daryono, dkk. 2013 : 142 )

  Hal tersebut tidak hanya berdampak pada kota P. Brandan tapi juga dari skala nasional hal ini terbukti pada tahun 2008, Indonesia telah berhenti dari keanggotaan OPEC. Indonesia sekarang ini tidak lagi menjadi oil exporting

  

country dalam arti nett yang betul-betul mengekspor lebih banyak, karena

  penurunan hasil yang drastis. Indonesia sekarang menjadi oil importing country, walaupun Indonesia masih mengekspor minyak tapi import juga dilakukan dan melebihi jumlah ekspor. Kontribusi menurun untuk daerah penghasil juga dapat dilihat dari penjelasan ini, jika dulunya Pertamina sebagai penyokong terbesar untuk APBD sekarang pendapatan terbesar PAD Kab Langkat bersumber dari Pajak Daerah yakni menyumbang di atas 50 % dari total Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kontribusi sektor Migas di kelompokkan ke dana perimbangan sebagai bagi hasil bukan pajak. Di tahun 2010, kontribusi sektor Migas hanya sebesar Rp.

  3.607.811.000.

  Jika dilihat dari PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) kontribusi terbesar Kabupaten Langkat berasal dari sektor pertanian, sementara kontribusi minyak dan gas bumi terhadap PDRB tidak terlalu besar yakni kurang dari 0,5 % yang trend pertumbuhannya relatif tetap dan semakin lama cenderung menurun.

  Hal ini menunjukkan bahwa pengaruhnya terhadap pendapatan masyarakat tidak terlalu besar (http://migas.bisbak.com).

  Penutupan Pertamina tersebut sangat berdampak pada kehidupan sosial masyarakat, bila dilihat tampilan dan masyarakat Pangkalan Brandan semakin termarginalkan hingga mengalami kemorosotan terkhusus pada aspek ekonomi, tidak ada lagi kegiatan Migas yang berarti dan pusat pengendalian kegiatan eksplorasi dan produksi telah dipindahkan ke rantau dan Pangkalan Susu. Perlahan tapi pasti kesenyapan mulai menyelimuti kota ini, daerah yang dulu banyak didatangi msyarakat sekarang telah banyak ditinggalkan. Tidak sedikit yang diputuskan hubungan kerjanya (PHK), ribuan karyawan tidak tetap terpaksa harus mencari pekerjaan lain dan banyak para migran meninggalkan kota Brandan tetapi ada juga yang menetap sampai sekarang.

  Bagi karyawan tetap Pertamina, penutupan unit I hanya berakibat pada pemindahan tugas dari P.Brandan ke kilang lapangan lain yang dimiliki Pertamina namun, bagi yang tidak tetap yang jumlahnya cukup banyak persoalnnya menjadi berbeda karena mereka terpaksa kehilangan mata pencaharian yang kemudian berdampak pada keberlangsungan hidup keluarga mereka. Di sisi lain, mereka yang selama ini menikmati multiplier effect dari kegiatan kilang seperti pedagang bahan makanan, pakaian, restorant, pengusaha transportasi, penginapan, hiburan, mengalami penurunan. Hal ini diperparah lagi dengan tutupnya pabrik playwood Raja Garuda Mas (RGM) yang berada di daerah Besitang karena kehabisan bahan baku yang tentunya menimbulkan PHK (Daryono, 2013: 242).

  Akibat sudah tidak ada lagi kegiatan operasi yang dilakukan, banyak komplek kosong bekas staff Pertamina yang sekarang cenderung dijadikan arena balap liar serta tempat berkumpulnya para remaja kota di sore hari, ada yang sekedar untuk bersantai berkumpul bersama teman, jalan-jalan, ada yang memadu kasih dan rumah kosong komplek pertamina sampai dijadikan tempat hubungan terlarang. Sebagian komplek Pertamina beserta rumah sakit kelas satu dihuni sebagai markas Marinir sejak tahun 2009 yang dipinjam pakaikan begitu pula dengan kolam renangnya.

  Dampak lainnya adalah ketika perekonomian mengalami kemerosotan maka akan menjadi sejalan dengan bertambahnya tindak kriminal sehingga di Brandan ada kawasan-kawasan tertentu menjadi daerah yang lebih didominasi oleh preman seperti Taman bunga, Perlis, Imam bonjol dan Sei bilah bahkan, yang bukan penduduk asli dari masing-masing daerah tersebut tidak berani masuk tanpa ada kenalan yang tinggal didalam.

  Bertolak dari latar belakang diatas yang telah memberikan gambaran perubahan sedikit tentang kota Pangkalan Berandan serta masyarakatnya mulai dari eksplorasi perdana, saat-saat berjayanya, hingga masa penutupan pengolahan minyaknya maka, penulis merasa tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut ke dalam penelitian ini dengan formulasi judul Perubahan Sosial Masyarakat Kota Tambang Minyak “Pertama” Pangkalan Brandan.

  1.2. Rumusan Masalah

  Rumusan masalah adalah hal yang sangat penting pada setiap penelitian yang bertujuan untuk membuat batasan masalah sehingga menjadi fokus dan jelas kearah mana penelitian yang akan dituju. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimanakah proses perubahan sosial masyarakat

  kota tambangminyak pertama Pangkalan Brandan?

  1.3. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil yang jelas dan menganalisis tentang perubahan sosial yang terjadi pasca menurunnya perkembangan kota.

1.4. Manfaat penelitian

  Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1.

  Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang baik untuk ilmu pengetahuan serta meningkatkan dan mengembangkan sumber pengetahuan khususnya ilmu Sosiologi. Menjadi sumbangan refrensi dan informasi bagi peneliti lain dalam mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan perubahan sosial pada masyarakat kota yang mengalami kemunduran yang tidak hanya di Pangkalan Brandan tetapi juga kota-kota lainnya.

2. Manfaat Praktis

  Melalui penelitian ini penulis dapat meningkatkan kemampuan penulis dan mahasiswa dalam pembuatan kajian ilmiah serta memperluas wawasan tentang Perubahan Sosial Masyarakat Kota Tambang Minyak “pertama” Pangkalan Brandan. Selain itu, merupakan prasyarat untuk menyelesaikan studi di perguruan tinggi sesuai jurusan yang ditekuni.

1.5. Defenisi Konsep

  1.5.1. Perubahan Sosial Perubahan sosial adalah suatu proses pergeseran serta perubahan yang dialami oleh anggota masyarakat yang mencakup unsur-unsur budaya, lembaga dan sistem-sistem sosial ataupun seluruh aspek tatanan kehidupan masyarakat. Dalam hal ini yang menjadi fokus perubahan sosial yang akan diteliti adalah mencakup aspek perubahan ekonomi dan aspek kriminalitas. Selain itu agar penelitian ini tidak terlalu meluas maka peneliti membuat batasan waktu yaitu mulai dari tahun 2000 hingga 2014, hal ini terkait waktu sebelum dan sesudah penutupan kilang minyak Pangkalan Brandan.

  Dalam menganalisis perubahan sosial pada masyarakat kota Pangkalan Brandan, jika dalam aspek ekonomi peneliti memfokuskan kajian yang mencakup pada perubahan mata pencaharian ataupun pekerjaan masyarakat, kesempatan kerja, peran ekonomi, serta gaya hidup. Jika dari aspek kriminalitas yang di maksud adalah perubahan pada tingkat keamanan masyarakat yang bekerja di sektor formal.

  1.5.2. Kota Kota adalah tempat bermukimnya warga kota, tempat bekerja, tempat kegiatan dalam bidang ekonomi, pemerintah dan lain-lain. Dengan kata lain,

  Kota adalah suatu ciptaan peradaban budaya umat manusia. Kota sebagai hasil dari peradaban yang lahir dari pedesaan, masyarakat kota merupakan suatu kelompok teritorial dimana penduduknya menyelenggarakan kegiatan- kegiatan hidup sepenuhnya, dan juga merupakan suatu kelompok terorganisasi yang tinggal secara kompak di wilayah tertentu dan memiliki derajat interkomuniti yang tinggi.

  1.5.3. Perkembangan Kota Perkembangan kota adalah bentuk kebutuhan dan keinginan warga kota yang selalu berkembang sebagai akibat dari adanya pertambahan jumlah penduduk, ekonomi, pendidikan, budaya dan sebagainya. Namun, tidak selamanya suatu perkembangn kota menghantarkan masyarakatnya ke arah perubahan ke arah yang lebih maju karena perkembangan kota ada yang mengarah pada kemajuan dan ada pula yang sebaliknya, perkembangan kota yang di maksudkan disini adalah perkembangan yang mengarah pada suatu kemunduran.