PEMANFAATAN LIMBAH PADAT TAPIOKA SEBAGAI

6

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT TAPIOKA
SEBAGAI INDUSTRI RUMAH TANGGA PERDESAAN
Oleh :
Muryani, S.Si, Sri Suharni, S.Pd,
Sulastri, S.PdI, dan Windi Sugesti
Pemenang Lomba Cipta Inovasi Teknologi Tahun 2012 Kategori Umum

ABSTRACT
The cassava waste has a high
carbohydrate content with crude
protein and low fat. The composition of cassava waste varies;
depends on the quality of its raw
materials, efficiency, the extraction
process, the climate and its topography, as well as the lost during
harvesting and handling of cassava
waste (drying). The composition of
cassava waste constituent consists of
carbohydrates (68.30 to 67.93%),
protein (1.70 to 1.45%), fat (0.22 to

0.30%) fiber (9.42 to 10.54 %) and
water (from 19.70 to 20.20%)
(Nurhasanah, 1993). The content of

cassava waste substances are
diverse; so that cassava waste can
be utilizrd for the base material of
dodol (a kind of Javanese-Indonesian food). The utilization of waste
into useful products that can reduce
environmental pollution by wastefree environment will make a beautiful and comfortable environment.
Keywords:cassava,
refined products

lunkhead,

ABSTRAK
Limbah tapioka (onggok) memiliki
kandungan karbohidrat cukup tinggi
dengan protein kasar dan lemak


INOVASI PEMBANGUNAN - JURNAL KELITBANGAN Vol. 01

63

rendah. Komposisi onggok beragam
bergantung dari mutu bahan baku,
efisiensi, proses ekstraksi, iklim
dengan topografi, kehilangan selama
pengambilan pati dan penanganan
onggok
itu
sendiri
(pengeringan).Komposisi
zat
penyusun onggok terdiri atas
karbohidrat (68,30 – 67,93%),
protein (1,70 – 1,45%), lemak (0,22
– 0,30%) serat (9,42 – 10,54%) dan
air (19,70 – 20,20%) (Nurhasanah,
1993).Kandungan zat penyusunan

onggok yang berma-cam-macam
tersebut, sehingga ong-gok dapat
dimanfaatkan untuk bahan dasar
pembuatan dodol. Peman-faatan
limbah menjadi produk olahan yang
berguna sehingga bisa mengurangi
pencemaran lingkungan dengan
lingkungan yang bebas dari limbah
akan membuat indah dan nyaman
lingkungan.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Di
Indonesia
pemanfaatan
tepung tapioka sudah dikenal sejak
dahulu dan pembangunan industri
tapioka dalam skala besar akhirakhir ini terus meningkat terutama di

luar Jawa. Demikian juga dengan
industri kecil tapioka masih
berkembang (Nurhasanah, 1993).
Dalam rangka pelaksanaan
pembangunan yang berwawasan
lingkungan maka dilakukan upaya
pencengahan dan penanggulangan
pencemaran akibat kegiatan kegiatan
usaha yang berbentuk industri dan

64

pelayanan jasa. Beberapa masalah
krusial yang dihadapi oleh masyarakat indutri adalah pencemaran
lingkungan yang disebabkan oleh
limbah cair, bau atau limbah padat.
Agroindustri masih berperanan
penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia, khususnya di
Lampung. Agroindustri utama di
Lampung meliputi gula, tapioka,

minyak sawit, karet, ethanol, monosodium glutama (MSG), pengalengan buah, pengalengan udang dan
lain sebagainya.
Dalam proses produksi, agroindustri dicirikan oleh pengunaan bahan (organik) dan air dalam jumlah
besar. Agroindustri menghasilkan
berbagai macam limbah (organik)
dalam jumlah besar yang berbahaya
bagi lingkungan. Dampak agroindustri terhadap lingkungan mencakup tiga hal yaitu air, udara (bau)
dan limbah padat (Nugroho, 1996).
Pada proses pembuatan tapioka
limbah yang dihasilkan berupa limbah padat (onggok) dan limbah cair.
Onggok sebagian besar komponen
berupa karbohidrat (pati) dalam
bentuk selulosa dan serat. Selain
limbah padat, proses pengolaan ubi
kayu menjadi tapioka juga menghasilkan limbah cair.
Besarnya
kedua jenis limbah ini berkisar 6769% (Hendri, 1999).
Setiap memproduksi satu ton
singkong dihasilkan limbah padat
berupa kulit sebanyak 300 kg, ampas

80 kg, dan hasil tepung tapioka
sebanyak 250 kg. Bila singkong di
kupas menghasilkan kulit luar 0,5 –
20 % dan kulit dalam 8 – 14% dari
umbinya.Menurut Tabyoyan (1935)
dalam Nuhasanah (1993), angka
konversi singkong menjadi ongggok

INOVASI PEMBANGUNAN - JURNAL KELITBANGAN Vol. 01

atau ampas berkisar 42,2 – 62%.
Sedangkan menurut Titis (1981)
dalam Nurhasanah berkisar 40 –
50%.
Kesediaan onggok dipropinsi
Lampung sangat melimpah. Menurut Dinas Pertanian dan Ketahanan
Pangan Provinsi Lampung (2003),
setiap produksi satu ton ubikayu
akan menghasilkan 11,4% onggok.
Pada 2001 produksi ubikayu di Provinsi Lampung mencapai 3.613.919

ton yang sebagian besar diolah
menjadi tapioka.
Produksi ubikayu yang tinggi itu
dapat menghasilkan onggok sebesar
411.986,77 ton. Onggok yang dihasilkan di provinsi Lampung dari 37
pabrik diperkirakan 1.095.444 ton
per tahun (Hendri, 1999).
Onggok memiliki kandungan
karbohidrat cukup tinggi protein,
lemak, serat dan air (Nurhasanah,
1993). Sampai saat ini belum ada
informasi tentang bagaimana pemanfaatan limbah padat tapioka
(onggok) menjadi dodol sebagai
industri industri rumah tangga pedesaan untuk menambah pendapatan
masyarakat dan menunjang kebersihan lingkungan.

Onggok memiliki kandungan
karbohidrat cukup tinggi dengan
protein kasar dan lemak rendah.
Komposisi onggok beragam bergantung dari mutu bahan baku, efisiensi,

proses ekstraksi, iklim dengan topografi, kehilangan selama pengambilan pati dan penanganan onggok
itu sendiri (pengeringan).
Komposisi zat penyusun onggok
terdiri atas karbohidrat (68,30 –
67,93%), protein (1,70 – 1,45%),
lemak (0,22 – 0,30%) serat (9,42 –
10,54%) dan air (19,70 – 20,20%)
(Nurhasanah, 1993).
Kandungan zat penyusunan onggok yang bermacam-macam tersebut, sehingga onggok dapat dimanfaatkan untuk bahan dasar pembuatan dodol.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan
informasi tentang pemanfaatan limbah padat (onggok) menjadi dodol
sebagai industri rumah tangga pedesaan untuk menambah pendapatan
masyarakat dan menunjang kebersihan lingkungan di Kabupaten
Lampung Tengah.

Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui manfaat limbah

padat tapioka (onggok) menjadi
dodol sebagai industri rumah tangga
perdesaan untuk menambah pendapatan masyarakat dan menunjang
kebersihan lingkungan di Kabupaten
Lampung Tengah.
C. Kerangka Berpikir

D. Hipotesis
Limbah padat tapioka (onggok)
dapat dimanfaatkan untuk bahan dasar pembuatan dodol onggok sebagai
industri rumah tangga pedesaan untuk menambah pendapatan masyarakat dan menunjang kebersihan
lingkungan.
E. Manfaat Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Karakteristik Onggok

INOVASI PEMBANGUNAN - JURNAL KELITBANGAN Vol. 01

65


Onggok memiliki kandungan
karbohidrat cukup tinggi dengan
protein kasar dan lemak rendah.
Komposisi kimia onggok beragam
tergantung dari mutu bahan baku,
efisiensi proses ekstraksi, iklim dan

topografi,
kehilangan
selama
pengambilan pati dan pengeringan
onggok itu sendiri (Nurhasanah,
1993). Berbagai komposisi zat
penyusun onggok dari berbagai
sumber disajikan dalam tabel I.

Tabel 1. Komposisi Zat Penyusun Onggok
Zat
Penyusun

Karbohidrat
Protein
Lemak
Serat
Air
Sumber :

A
60.60
0.8
0.25
21.92
14.32

% berat
B
73.70
1.15
0.27
10.77
15.07

D
68.30 -- 67.93
1.70 – 1.45
0.22 – 0.30
9.42 – 10.54
19.70 – 20.20

a. Hendri (1999)
b. Purwanto (1997)
c. Jennie, dkk. (1994) dalam Darmadi (2005)
d. Balai Industri Semarang,1985 dalam Nurhasanah (1993)

Onggok saat ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Ternak yang diberi pakan onggok
antara lain, sapi, kerbau, kambing,
babi, ayam, dan ikan (Nurhasanah,
1993). Onggok dapat dimanfaatkan
sebagai baku berbagai macam
produk. Menurut CV Sempana Mas
(1992), kerupuk, pilus dan lain lain
dapat dibuat dengan campuran
tepung asia yang dibuat dari onggok
berkualitas bagus berwarna putih
bersih. Onggok dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan asam
sitrat, asam laktat, ethanol dan

66

C
82.23
1.62
0.48
7.30
13.96

protein
sel
(Judoamidjojo,1992).

tunggal

B.Pemanfaatan Ubi Kayu
Ubi kayu (Manihot esculenta
Crantz sin. M. Utilissima Poh)
dikenal juga dengan nama singkong,
telo puhung, telo jendral, bodin dan
sebagainya. Ubi kayu dimanfaatkan
untuk banyak kepentingan, antara
lain sebagai bahan baku industri
rumah tangga yaitu tapioka, ceriping, slondok/lanting atau dibuat
oyek untuk stok pangan keluarga.

INOVASI PEMBANGUNAN - JURNAL KELITBANGAN Vol. 01

Tabel 2. Potensi Hasil dan Sifat-Sifat Penting Beberapa Varietas Ubi Kayu
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Varietas
Valengka
Bogor
SPP
Muara
Mentega
Aldira-1
Aldira-2
Malang-1
Malang-2

Produksi
(ton/Ha)

Kandungan
Pati (%)

HCN
(mg)

Rasa

20
40
20-25
40
20
20-35
20-35
36,5
31,5

30,9
27,0
26,9
26,0
45,2
40,8
32-36
32-36

39
100
150
100
32
27,5
123,7
-

Enak (manis)
Pahit
Amat pahit
Pahit
Enak (manis)
Enak (manis)
Pahit
Enak (manis)
Enak (manis)

Sumber : Rukmana, 1997
Keterangan : -) tidak ada data

Produk samping usaha tapioka
adalah kambangan (tepung kasar),
ampas (onggok) dan kulit ketela.
Setiap 1 kwintal bahan baku dapat
diperoleh kambangan sekitar 5 Kg,
onggok sekitar 20 Kg dan kulit
sekitar 25 Kg. Sedangkan kulit
ketela biasanya dipakai untuk pakan
ternak. Pada musim kemarau harga
ubi
kayu
cenderung
tinggi.
Walaupun pertanaman ubi kayu
relatif luas, namun petani biasanya
enggan memanen karena kondisi
tanah kering.
C.Kandungan Gula Jawa
Gula merah bisa terbuat dari nira
kelapa dan nira aren, komposisi
kandungan gula jawa sebagai
berikut:
- Serat pada warna coklatnya
- Kalori
- Kalsium
- protein kasar
- mineral

- vitamin
- senyawa-senyawa yang berfungsi
menghambat penyerapan kolesterol di saluran pencernaan
(www/ wikipidia,1 Sept 2009).
D. Kandungan Senyawa Santan
Kelapa
Minyak dalam santan terdapat
dalam bentuk emulsi minyak air
dengan protein sebagai stabilisator
emulsi. Air sebagai pendispersi dan
minyak sebagai fase terdispersi. Di
dalam sistim emulsi minyak air,
protein membungkus butir-butir
minyak dengan suatu lapisan tipis
sehingga butir-butir tersebut tidak
dapat bergabung menjadi satu fase
kontinyu.
Butir-butir
minyak
dapat
bergabung menjadi satu fase kontinyu jika sistem emulsi di pecah
dengan jalan merusak protein sebagai pembungkkus butir-butir
minyak. Dalam industri makanan,

INOVASI PEMBANGUNAN - JURNAL KELITBANGAN Vol. 01

67

peran santan sangat penting baik
sebagai sumber gizi, penambahan
aroma, cita rasa, flavour dan
perbaikan tekstur bahan pangan hasil
olahan.
Santan mengandung senyawa
nonylmethylketon, dengan suhu
yang tinggi akan menyebabkan bersifat volatil dan menimbulkan bau
yang enak. Mengekstraksi santan
dapat dilakukan pemerasan dengan
tangan dan dilakukan penyaringan
Pemarutan merupakan tahap
pendahuluan dalam memperoleh
santa. Pemarutan bertujuan untuk
menghancurkan daging buah dan
merusak jaringan yang mengandung
santan sehingga santan mudah
keluar dari jaringan tersebut. Pemerasan dengan menggunakan tangan
untuk memberikan tekanan pada
hasil parutan dan memaksa santan
keluar dari jaringan (www/wikipidia, 1 Sept, 2009).
E. Dodol
Dodol merupakan suatu jenis
makanan bersifat agak basah
sehingga dapat langsung dimakan
tanpa perlu dibasahi dulu (rehidrasi).
Akan tetapi dodol cukup kering
sehingga dapat stabil selama
penyimpanan. Jenis makan ini berkadar air sekitar 10 – 40% sehingga
tidak efektif untuk pertumbuhan
bakteri dan khamir patogen, tidak

68

mudah rusak, serta tahan terhadap
penyimpanan yang cukup lama
tanpa proses pengawetan. Daya
simpan produk semibasah ini juga
dipengaruhi oleh komposisi bahan
penyusun, aktivitas mikroba, teknologi pengolahan, sanitasi, sistem
pengemasan dan pengunaan bahan
pengawet (Musaddad, 2003).
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan
di Kelurahan Yukum Jaya, Bandar
Jaya Lampung Tengah pada bulan Juli
2009.
B. Bahan dan Alat
Bahan :
1. Onggok kering/
basah
2. Kelapa parut
3. gula merah
4. Gula pasir
5. Garam
6. Margarin
7. Air

= 1000 gram
= 1 butir
= 250 gram
= 50 gram
= 1/2 sendok
= 1 sendok
= Secukupnya

Alat :
1. Wajan
2. Centong kayu
3. Saringan santan
4. Tampah / nampan

INOVASI PEMBANGUNAN - JURNAL KELITBANGAN Vol. 01

Gambar1. Bahan Baku untuk
Cara Kerjamembuat dodol onggok

Gambar2.Peralatanuntuk membuat
onggok, dodol
lalu onggok
diaduk aduk sampai

Pilih onggok kwalitas satu.
Kelapa parut dibuat santan dengan
air sebanyak 1000 ml. Panaskan
santan bersama bahan bahan lain.
Setelah bahan larut masukan

terbentuk adonan tidak lengket di
tangan (kalis). Selanjutnya dikemas
atau siap disajikan.

Gambar 3. Tahapan pembuatan dodol onggok

Gambar 4. Dodol onggok

Diagram Alir Pembuatan Dodol Onggok
Santan + gula merah + gula putih + garam
Dipanaskan sambil di aduk
Masukkan onggok
Dipanaskan sambil di aduk sampai kalis
Dinginkan
Dodol

INOVASI PEMBANGUNAN - JURNAL KELITBANGAN Vol. 01

69

Disajikan atau dipasarkan

IV. PEMBAHASAN
Indonesia termasuk sebagai
negara penghasil ubi kayu terbesar
ketiga (13.300.000 ton) setelah
Brazil (25.554.000 ton), Thailand
(13.500.000 ton) serta disusul
negara-negara
seperti
Nigeria
(11.000.000 ton), India (6.500.000
ton) dari total produksi dunia
sebesar 122.134.000 ton per tahun
(Bingcassawa.com, 2007).
Salah satu jenis industri yang
cukup banyak menghasilkan limbah
adalah pabrik pengolahan tepung
tapioka (tepung singkong). Dari
proses pengolahan singkong menjadi
tepung tapioka, dihasilkan limbah
sekitar 2/3 bagian atau sekitar 75%
dari bahan mentahnya. Limbah ini
biasa disebut onggok. Warga sekitar
pabrik tapioka sangat akrab dengan
Bahan yang bernama onggok dan
tahu persis sedahsyat apa baunya.
Dalam keadaan kering sekalipun,
onggok sudah mengeluarkan bau tak
sedap, apalagi dalam keadaan basah
saat musim hujan. Tidak mengherankan bila sering terdengar keluhan
para penduduk sekitar pabrik pengolahan tepung tapioka seperti didaerah Mesuji, Menggala, Way Jepara
(Lampung), atau di sekitar Tayu
(Pati), dan di Tasikmalaya (Jawa Barat) (Amri, 1998). Onggok merupakan limbah atau hasil samping
proses pembuatan tapioka.
Hal ini diindikasikan dengan
semakin luas areal penanaman dan
produksi ubi kayu. Luas areal
tanaman meningkat dari 1,3 juta
hektara dengan produksi 13,3 juta
ton pada tahun 1990 menjadi 1,8

70

juta hektar dengan produksi 19,4
juta ton pada tahun 1995 (BPS,
1996). Dilaporkan pula bahwa onggok tersebut memiliki potensi sebagai polutan di daerah sekitar pabrik.
Onggok dapat dimanfaatkan sebagai
bahan dasar pembuatan dodol.
Dodol merupakan suatu jenis
makanan bersifat agak basah sehingga dapat langsung dimakan tanpa
perlu dibasahi dulu (rehidrasi). Akan
tetapi dodol cukup kering sehingga
dapat stabil selama penyimpanan.
Jenis makanan ini berkadar air
sekitar 10-40% sehingga tidak
efektif untuk pertumbuhan bakteri
dan khamir patogen, tidak mudah
rusak serta tahan terhadap penyimpanan yang lama tanpa proses
pengawetan. Daya simpan produk
semibasah ini juga dipengaruhi oleh
komposisi bahan penyusun, aktivitas
mikroba, teknologi pengolahan,
sanitasi, sistem pengemasan dan
penggunaan
bahan
pengawet
(Musaaddad, 2003).
A. Manfaat Dodol Onggok:
1.

2.

Dengan modal yang sedikit dan
bahan baku yang berlimpah
sepanjang tahun serta mudah
pengerjaanya,pembuatan dodol
onggok dapat dikerjakan oleh
siapa saja dan dapat dijadikan
industri rumah tangga masyarakat desa sehingga dapat menambah pendapatan masyarakat desa (petani).
Memanfaatan limbah padat tapioka (onggok) menjadi produk
yang lebih berguna (makanan)
dan mempunyai nilai tambah.

INOVASI PEMBANGUNAN - JURNAL KELITBANGAN Vol. 01

3.

4.

Pemanfaatan limbah menjadi
produk olahan yang berguna
sehingga bisa mengurangi
pencemaran lingkungan dengan
lingkungan yang bebas dari
limbah akan membuat indah
dan nyaman lingkungan.
Dodol onggok dapat dijadikan
oleh oleh khas Lampung
khususnya Lampung Tengah
sebagai pendukung pariwisata
Lampung.

B. Komposisi Bahan Pembuatan
Dodol Onggok
Onggok
1 kg
Gula merah 250 g
Kelapa
1 butir dijadi santan
1000 ml
Gula putih 50 g
Garam
1/5 sendok makan
Margarin 1 sendok makan
C. Biaya Membuat Dodol Onggok (1000 gram)
Onggok 1 kg sudah
ditumbuk halus
Gula Putih
Kelapaparut
Gula merah
Garam
Kayu bakar /arang

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

Jumlah

Rp 6.850

500
300
2.000
2.000
50
2000

mengolahnya menjadi dodol onggok. Upaya pemanfaat limbah padat
tapioka (onggok) menjadi dodol
sebagai industri rumah tangga
pedesaan untuk menambah pendapatan dan menunjang kebersihan
lingkungan di Kabupaten Lampung
Tengah.
Perusahaan di Kabupaten Lampung Tengah yang menggunakan bahan dasar ubi kayu yang menghasilkan onggok antara lain adalah PT
Budi Acid Jaya (BAJ) Tbk. Perusahaan tersebut memiliki beberapa
unit usaha yang tersebar di Lampung
Tengah. Antara lain: (1) Industri
asam sitrat, di Desa Kekah, Lampung Tengah, (2) Industri asam sitrat, di Wayabung, Lampung Tengah, (3) Industri asam sitrat, Desa
Kecubung, Lampung Tengah, (4) Industri asam sulfat, Way Kecubung,
Lampung Tengah, (5) Industri tapioka di Gunung Agung, Lampung
Tengah, (6) industri tapioka, di Desa
Kekah, Lampung Tengah, dan (7)
industri tapioka, di Gunung Batin,
Lampung Tengah.

V. KESIMPULAN DAN
SARAN
A.Kesimpulan

Ketersediaan onggok terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka ubikayu. Onggok sebagai limbah padat dalam
jumlah yang besar. Jika tidak diolah
dengan benar dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan. Salah satu
upaya pengolahan limbah padat
tapioka (onggok) adalah dengan

Limbah padat tapioka (onggok)
mudah diperoleh sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan dasar
pembuatan dodol. Biaya pembuatan
dodol onggok rendah sehingga dapat
dijadikan sebagai alternatif industri
rumah tangga pedesaan untuk menambah pendapatan masyarakat dan
menunjang kebersihan lingkungan.

INOVASI PEMBANGUNAN - JURNAL KELITBANGAN Vol. 01

71

B.Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut untuk mengetahui pemanfaatan limbah padat tapioka (onggok)
sehingga dapat menambah pendapatan masyarakat dan mengurangi
tingkat pencemaran lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
CV Sempana Mas. 1992. Proposal
Usaha Tepung Tapioka dan
Asia. BandarLampung.
Dinas

Pertanian dan Ketahanan
Pangan Lampung. 2003. Produksi Ubikayu Provinsi Lampung 2001. Bandar Lampung.

Darmadi. 2005.
Pengaruh Rasio
Onggok Fermentasi dengan
Tapioka dan Bahan Pengembang Terhadap Fisiko Kimia
dan Oraganoleptik.
Skripsi
Fakultas
Pertanian
Unila.
Bandar Lampung.
Darkam Musaddad, Nur Hartuti. 2003.
Produk Olahan Tomat. Penebar
Swadaya.Jakarta.

72

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiolgi Pangan
1. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hendri, J. 1999. Kondisi Optimum
Pembuatan Selulosa Nitrat dari
Onggok.Jurnal
Sains
dan
Teknologi.
Judoamidjojo, M, A A Darwis, E G
Sa’id. 1992.Teknologi Fermentasi.
RajawaliPress.
Jakarta.
Nurhasanah, Bb Pramuddyanto. 1993.
Penanganan Limbah Cair Indusrti Kecil Tapioka. Yayasan
Bina Karta Lestari (Bintari).
Jakarta. 103 hlm.
Sutopo Ghani Nugroho. 1996. “Bioremediasi Sebagai Alternatif PengelolaanLimbah Agroindustri”. Makalah Seminar Peranan
Mikrobiologi Dalam Menunjang Pengembangan Indusrti
Berwawasan Lingkungan. Bandar Lampung.
http://wikipidia. Diakses 1 September
2009

INOVASI PEMBANGUNAN - JURNAL KELITBANGAN Vol. 01