Analisis Yuridis Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Setelah Berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Badan Pengawas Pasar Modal atau Bapepam melakukan pelaksanaan,
pembinaan, pengaturan dan pengawasan di pasar modal. Mengingat pasar modal
merupakan salah satu sumber pembiayaan dunia usaha dan sebagai wahana investasi
bagi para pemodal, serta memiliki peranan strategis untuk menunjang pembangunan
nasional, kegiatan pasar modal perlu mendapat pengawasan agar pasar modal dapat
berjalan secara teratur, wajar, efesien, serta melindungi kepentingan pemodal dan
masyarakat. Untuk itu Bapepam diberi kewenangan luar biasa dan kewajiban untuk
membina mengatur dan mengawasi setiap pihak yang melakukan kegiatan di pasar
modal. 1
Pada awalnya Bapepam merupakan badan yang multifungsi, sebagai
regulator, pengelola bursa efek, pengawas pihak-pihak yang terlibat dan pelaksana
kegiatan di bidang pasar modal, melakukan pemeriksaan, penyidikan, dan
menjatuhkan sanksi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 telah
mengamanatkan kepada penyelenggara negara untuk mengembangkan pasar modal
yang sehat, transparan, dan efesien. Perkembangan selanjutnya pemerintah
memutuskan untuk menetapkan Bapepam sebagai regulator dan penegak hukum
pasar modal demi peningkatan kualitas penerapan dan penegakan peraturan
1


CST. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-pokok Hukum Pasar Modal, (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1997), hlm. 57

perundang-undangan di bidang pasar modal yang sesuai dengan standart
internasional. Sedangkan pengelolaan bursa diserahkan kepada Bursa Efek Jakarta
dan penjamin emisi efek dilakukan oleh perusahaan swasta. 2
Lahirnya Undang-undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (UUPM)
yang mengubah Bapepam dari Badan Pelaksana Pasar Modal menjadi Badan
Pengawas Pasar Modal. Melalui UUPM telah di atur berbagai hal khususnya
menyangkut kedudukan, tugas dan wewenang lembaga pengawas yang di sebut
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) peran dari lembaga penunjang pasar modal,
peranan bursa serta ketentuan perdata maupun pidana. Kristalisasi dari pengaturan di
maksud adalah terciptanya pasar modal yang efektif, efisien serta wajar. Dengan
kondisi pasar modal demikian, akan timbul kepercayaan dari para pelaku pasar
termasuk dunia usaha dan para pemodal untuk semaksimalnya memanfaatkan pasar
modal tidak saja sebagai alternatif investasinya, tetapi pula sebagai pilihan pendanaan
usahanya. 3
Secara Umum UUPM mengatur kewenangan dan tugas dari Bapepam
sebagai:

1. lembaga Pembina;
2. lembaga Pengatur;
3. lembaga Pengawas.

2

M. Irsan Nasarudin, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group,
2010), hlm. 2
3
Jusuf Anwar (a), Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, (Jakarta: PT.
Alumni, 2005), hlm. xii

Ketiga kewenangan itu dilaksanakan oleh Bapepam dengan tujuan
mewujudkan terciptanya pasar modal yang teratur, wajar dan efesien serta melindungi
kepentingan pemodal dan masyarakat. 4
UUPM memberikan kedudukan dan peranan demikian besar kepada
Bapepam, tetapi di lain pihak kedudukannya sebagai lembaga birokrasi justru
kontradiktif. Karena hanya menjadi salah satu bagian dalam jajaran Departemen
Keuangan. Hal ini ditegaskan pada Pasal 3 ayat (2) UUPM bahwa Bapepam berada
di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri. Besarnya kewenangan yang

dimiliki Bapepam mengimplikasikan kebutuhan akan independensi institusional.
Apalagi Bapepam memiliki fungsi pengawasan terhadap wilayah hukum yang
melibatkan banyaknya kepentingan dan dana masyarakat. Independensi sangat
diperlukan Bapepam untuk mampu menghindari kepentingan dan intervensi di dalam
penegakan hukum yang sejatinya ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada
pelaku pasar modal dan investor pasar modal Indonesia. 5
Dengan lahirnya UU OJK yang berlaku tanggal 22 November 2011,
pengawasan lembaga jasa keuangan di Indonesia berubah yang pada awalnya
dilakukan oleh beberapa lembaga, pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia,
pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan lainnya oleh Bapepam menjadi
pengawasan yang dilakukan oleh lembaga tunggal, yaitu OJK.
4

Tavinayanti dan Yulia Qamariyanti, Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2009), hlm. 12
5
M. Irsan Nasarudin, dkk, Op.cit, hlm. 46

Pembentukan kegiatan sektor jasa keuangan dalam satu lembaga (single
supervisory agency) tersebut setidaknya di pengaruhi oleh 2 faktor. Faktor pertama

lebih mengarah kepada kondisi eksternal yang tidak dapat dihindari seperti semakin
terintegrasinya industri keuangan dunia. 6 Beberapa Negara telah memiliki lembaga
sejenis, yaitu The Australian Prudential Regulation Authority (APRA) (Australia),
Office of the Superintendent of Finansial Institution (OSFI) (Kanada), dan Finansial
Supervisory Commission (FSC) (Korea Selatan). Faktor yang kedua, Pasal 34
Undang-undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia mengamanatkan
tentang pembentukan lembaga pengawas jasa keuangan terhadap semua otoritas di
bidang jasa keuangan akan disatukan dalam OJK ini. 7
Secara historis, ide pembentukan otoritas jasa keuangan (OJK) sebenarnya
adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan Undang-undang
tentang Bank Indonesia oleh DPR. Pada awal pemerintahan Presiden Habibie,
pemerintah

mengajukan

RUU

tentang

Bank


Indonesia

yang

memberikan

independensi kepada Bank Sentral. RUU ini di samping memberikan independensi
tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Ide
pemisahan fungsi pengawasan dari Bank Sentral ini datang dari Helmut Schlesinger,
mantan gubernur Bundesbank (Bank Sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan

6

Jusuf Anwar (b), Penegakan Hukum dan Pengawasan Pasar Modal Indonesia, (Bandung:
P.T Alumni, 2008), hlm. 183
7
Ibid

RUU (Kemudian menjadi Undang-undang No. 23 Tahun 1999) bertindak sebagai

konsultan. Mengambil pola Bank Sentral Jerman yang tidak mengawasi bank. 8
Alasan lainnya pembentukan OJK adalah makin kompleks dan bervariasinya
produk jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan,
dan globlisasi jasa keuangan. 9Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa
keuangan yang meliputi tindakan praktik-praktik buruk (moral hazard), belum
optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas
sistem keuangan semakin mendorong diperlukannya pembentukan lembaga pengawas
di sektor jasa keuangan yang terintegrasi. Pasal 5 UU OJK menyatakan, bahwa “OJK
berfungsi menyelanggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
terhadap seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan”. 10
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, diperlukan penataan kembali struktur
pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan
pengawasan di sektor jasa keuangan yang mencakup sektor perbankan, pasar modal,
perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan jasa keuangan lainnya.
Penataan di maksud dilakukan agar tercapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif
di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga

8

Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, (Bandung: Books Terrace&Library, 2005),


hlm. 144
9

Tim Penyusun RUU Lembaga Pengawas Jasa Keuangan Departemen Keuangan RI,
Nasakah Akademik Lembaga Pengawas Jasa Keuangan (LPJK), Jakarta, Desember 2000, dalam M,
Irsan Nasarudin, dkk, Op. cit, hlm. 49
10
Bismar Nasution (a), “Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan: Kajian Terhadap Indepedensi Dan Pengintegrasian Pengawasan Lembaga Keuangan”,
Disampaikan pada sosialisasi UU No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, dilaksanakan
BAPEPAM-LK, Hotel Tiara, Medan, 8 Juni 2012

dapat lebih menjamin tercapainya terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan
tersebut harus dilakukan secara integrasi. 11
Pasal 1 angka (1) UU OJK menyatakan bahwa:
Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya di sebut OJK, adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi,
tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan
sebagaimana di maksud dalam Undang-undang ini.

Secara kelembagaan mengenai independensi OJK berada di luar pemerintah
yang dimaknai bahwa otoritas jasa keuangan tidak menjadi bagian dari kekuasaan
pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan
pemerintah karena hakikat OJK merupakan otoritas di sektor jasa keuangan dibidang
fiskal.
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan
didalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan dan
akuntabel serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat. Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor
jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Selain
itu OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain, meliputi sumber

11

Republik Indonesia (a), Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan. Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5253,
penjelasan umum

daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan,

dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. 12
Dalam konteks UU OJK di maksudkan untuk mewujudkan “Otoritas Jasa
Keuangan” (OJK) yang memiliki fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan
pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu,
independen, dan akuntabel.
Pasal 6 UU No.21 Tahun 2011 Tentang otoritas Jasa keuangan,
Otoritas jasa keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan
terhadap:
a. Kegiatan jasa keuanngan di sektor perbankan
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan, dan lembaga keuangan lainnya.
OJK diharapkan akan mampu menciptakan koordinasi yang lebih baik dan
konsistensi kebijakan diantara lembaga yang memilki latar belakang aturan yang
berbeda. Dengan demikian, OJK mampu menghasilkan kebijakan yang menyeluruh
pasca berbagai industri keuangan yang berada di pengawasan OJK. 13
Kehadiran OJK yang merupakan lembaga independen yang melakukan
pengawasan jasa keuangan termasuk pengawasan di pasar modal yang diharapkan
mampu menghindari berbagai benturan kepentingan dan intervensi didalam


12
13

Ibid.
Jusuf Anwar (b),Op.cit, hlm. 116

memberikan kepastian hukum yang ditujukan untuk memberikan perlindungan
kepada pelaku pasar modal dan investor pasar modal Indonesia. 14
Dengan berlakunya UU OJK yang bertugas mengatur dan mengawasi
lembaga keuangan termasuk pengawasan pasar modal, berdasarkan UUPM
merupakan kewenangan dari Bapepam. Sehingga dengan berlaku UU OJK tersebut
kewenangan apa saja yang menjadi kewenangan Bapepam sesuai dengan UUPM dan
bagaimana kewenangan OJK dalam pasar modal. Apakah akan ada tumpang tindih
kewenangan antara Bapepam dan OJK dalam pengawasan transaksi dipasar modal,
serta bagaimana harmonisasi peraturan perundang-undangan dalam pelaksanaan tugas
dan wewenang OJK. Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian
dalam tesis yang berjudul Analisis Yuridis Kedudukan Bapepam Setelah Berlakunya
Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
B. Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari uraian diatas maka yang menjadi permasalahan penelitian

ini adalah:
1. Apakah latar belakang lahirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Undangundang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?
2. Bagaimana kewenangan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) di pasar
modal sebelum lahirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?

14

M. Irsan Nasarudin, dkk, Op.cit. hlm. 75

3. Bagaimana transformasi kewenangan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)
setelah berlakunya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan(OJK)?

C. Tujuan Penelitian
Mengacu kepada judul dan permasalahan dan penelitian ini, maka dapat
dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui latar belakang lahirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
2. Untuk mengetahui kewenangan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) di
pasar modal sebelum lahirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
3. Untuk mengetahui transformasi kewenangan Badan Pengawas Pasar Modal
(BAPEPAM) setelah berlakunya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang didapat dari hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan ilmu hukum, khususnya dalam bidang hukum
pasar modal di Indonesia

2. Secara Praktis
a. Pemerintah, diharapkan sebagai masukan dalam perubahan UUPM dalam
rangka mengahadapi era pengawasan pasar modal yang independen dengan
telah terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan.
b. Investor, diharapkan lebih memahami dan mengetahui serta mendapatkan
perlindungan hukum terhadap investasi yang ditanamkan.
c. Masyarakat, diharapkan lebih memahami dan mengetahui akan perlindungan
konsumen dan masyarakat terhadap Lembaga Jasa Keuangan.

E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi
dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya
Magister Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, penelitian
dengan judul “Analisis Yuridis Kedudukan Bapepam Setelah berlakunya Undangundang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan” belum pernah
dilakukan sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara
ilmiah. Apabila ternyata ada tesis yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab
sepenuhnya. Dari hasil observasi yang telah dilakukan, ada beberapa tesis yang
memiliki topik sama, namun dalam hal permasalahan dan pembahasannya yang jelas
berbeda dengan isi tesis ini yakni:
1. Chairul Munadi/ 097005054, Kajian Yuridis Pembentukan Pengawas Sektor Jasa
Keuangan di Indonesia

2. Leo Chandra Jaya Bona Parti Tampubolon/ 107005050, Kewenangan Otoritas Jasa
Keuangan Dalam Mencegah Kejahatan Insider Trading di Pasar Modal;
3. Ramsul Nababan/ 107005002, Analisis Terhadap Fungsi Pengawasan Otoritas Jasa
Keuangan Dalam Sistem Perbankan
4. Bisdan Sigalingging/ 107005004, Analisis Hubungan Kelembagaan Antara
Otoritas Jasa Keuangan Dengan Bank Indonesia

F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran yang
teoritis. Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau
proses tertentu terjadi. 15
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,
tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan pendapat yang
menjadi perbandingan, pegangan teoritis. 16 Untuk itu perlu di susun kerangka teori
yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari mana masalah tersebut
diamati. 17

15

J.J.J. M. Wuisma, Penelitian Ilmu-ilmu sosial, Jilid I, (Jakarta: UI Press, 1996), hlm. 203
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hlm. 80
17
Hadari Nawawi,Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yokyakarta: Universitas Gajah Mada
Press, 2003), hlm. 39
16

Fungsi teori dalam tesis ini adalah untuk memberikan arahan/ pertunjuk serta
menjelaskan gejala yang diamati. 18 Dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian
hukum, maka kerangka teori diarahkan secara ilmu hukum dan mengarahkan diri
kepada unsur hukum.
Istilah wewenang digunakan dalam bentuk kata benda. Istilah itu seringkali
dipertukarkan dengan istilah kewenangan. Istilah kewenangan atau wewenang sering
disejajarkan dengan istilah “bevoegheid” dalam istilah hukum Belanda. Didalam
kewenangan terdapat wewenang-wewenang (rechtsbe voegheden). Kewenangan
adalah apa yang di sebut sebagai kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari
kekuasaan yang diberikan oleh Undang-undang, sedangkan wewenang hanya
mengenai suatu bagian tertentu saja dari kewenangan. Didalam kewenangan terdapat
wewenang-wewenang (rechtsbe voegdheden). Wewenang merupakan lingkup
tindakan hukum publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi
tindakan hukum pemerintahan (bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam rangka
pelaksanaan tugas dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang utamanya
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Secara yuridis pengertian
wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan
untuk menimbulkan akibat-akibat hukum. 19

18

Snelbecker dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualtitaf, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1993), hlm. 35
19
Teori kewenangan, http://sonny-tobelo.blongspot.com/2010/01/teori-kewenangan.html,
Tanggal 18 Maret 2012

Sumber kewenangan pemerintah ada dua, yakni atribusi dan delegasi.
Meskipun demikian dalam praktek pemerintahan, juga ditemui adanya cara lain
memperoleh wewenang, yaitu mandat. 20
a. Atribusi, Van Vijk/ Konijnenbelt mengemukakan bahwa atribusi merupakan cara
normal untuk memperolah wewenang. Juga dikatakan bahwa atribusi juga
merupakan wewenang untuk membuat keputusan (besluit) yang langsung
bersumber kepada Undang-undang dalam arti materil.
b. Delegasi, sebagai penyerahan wewenang (untuk membuat: besluit) oleh pejabat
pemerintahan (pejabat TUN) kepada pihak lain dan wewenang tersebut.
c. Mandat merupakan suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan. Pelimpahan itu
bermaksud memberikan wewenang kepada bawahan untuk buat keputusan a/n
pejabat TUN yang memberikan mandat.
Kewenangan yang dimiliki oleh Bapepam terhadap pengawasan pasar modal
di atur dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM).
Kewenangan yang diberikan oleh UUPM Pasal 3 dan Pasal 4 adalah kewenangan
yang sesuai dengan standart dan prinsip hukum pasar modal global. Masalah regulasi,
penerapan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum berada di tangan
badan pengawas pasar modal dan UUPM memberikan wewenang Atribusi kepada
Bapepam untuk membuat dasar hukum bagi pembuatan peraturan-peraturan yang
menyangkut pelaksanaan kegiatan dibidang pasar modal. 21 Fungsi dan peranan yang
diberikan UUPM seharusnya Bapepam sudah menjadi lembaga independen yang
bertanggung jawab kepada presiden seperti halnya Bank Indonesia. Independensi
merupakan syarat untuk menciptakan efektivitas dan menjaga kinerja pengawas
20

Frenadin Adegustara, Buku Ajar Hukum Administrasi Negara, (Padang: Fakultas Hukum
Universitas Andalas, 2005), hlm. 20
21
M. Irsan, Op.cit, hlm. 45-46

dalam penegakan hukum. 22Kewenangan yang dimiliki Bapepam masih belum cukup
untuk mengawasi transaksi pasar modal dan sektor jasa keuangan lainnya.
Krisis ekonimi pada tahun 1997-1998 yang berdampak besar bagi
perekonomian Indonesia, kelemahan kelembagaan dan pengawasan di sektor
keuangan. Hal tersebut telah memberikan pengalaman berharga berupa semakin
dipahaminya keterkaitan erat sedemikian rupa antara sektor jasa keuangan yang satu
dengan yang lainnya. Keterpurukan yang melanda salah satu sektor akan mampu
membawa pengaruh sangat negatif pada sektor lainnya. 23

Perkembangan pasar

ekonomi membutuhkan suatu sistem hukum yang menjamin adanya sesuatu yang
dapat di prediksi, dapat diperhitungkan dari kepastian transaksi-transaksi ekonomi.24
Sistem ekonomi pasar dapat sepenuhnya berkembang hanya dengan konsekuensikonsekuensi hukum dari transaksi yang dapat diramalkan secara pasti.
Max Weber mengemukakan beberapa bentuk wewenang dalam hubungan
manusia yang juga menyangkut hubungan dengan kekuasaan. Menurut Weber,
wewenang adalah kemampuan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang diterima
secara formal oleh anggota-anggota masyarakat. Sedangkan kekuasaan dikonsepsikan
sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang lain tanpa
menghubungkannya dengan penerimaan sosialnya yang formal. Dengan kata lain,

22

Ibid.
Jusuf Anwar, (b), Op. cit, hlm. 151
24
Bismar Nasutioan dan Mahml Siregar, Bahan Kuliah Teori Hukum, (Medan: FH USU,
2011), hlm. 4
23

kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi atau menentukan sikap orang
lain sesuai dengan keinginan si pemilik kekuasaan. 25
Weber membagi wewenang kedalam tiga tipe berikut: 26
a. Charismatic Authority (Otoritas Kharismatik), wewenang ini bertumpu pada
kepastian orang terhadap orang-orang yang dianggap memiliki keistimewaan
spiritual dan transedental.
b. Traditional Authority (Otoritas Tradisional), wewenang ini bertumpu pada
kepercayaan menurut tradisi terhadap orang yang dianggap layak memimpin
masyarakat
c. Rational-Legal Authority (Otoritas Legal-Rasional), wewenang yang
bertumpu pada kekuasaan formal untuk berkuasa berdasarkan kualitas dan
kemampuan teknis yang dikukuhkan secara formal oleh negara
Berdasarkan

teori

rational-legal

authority

(otoritas

rasional-legal),

pembentukan hukum dilakukan secara terencana dan sistematis sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan. Globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya
kemajuan di bidang teknolog informasi dan inovasi finansial telah menciptakan
sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis dan saling terkait masing-masing
subsektor

keuangan

baik

dalam

produk

maupun

kelembagaan.

Dengan

membandingkan kegiatan pasar modal di negara-negara yang sudah cukup maju
untuk dapat mengenal kinerja yang diterapkan dalam pasar modal yang bersangkutan
untuk mengetahui bagaimana negara-negara lain mengatasi krisis keuangannya. maka
dibentuklah OJK yang mengawasi sektor jasa keuangan, yaitu perbankan, pasar
25

Yuni Saputro, Wewenang Menurut Max Weber , www.yunisaputro.wordpress.com,
diakses tanggal 23 Juni 2012
26
Vilhelm Aubert, Sociology Of Law, Selected Reading, England: Penguin Books Ltd, 1969
dalam Bernard L. Tanya, dkk, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi,
(Yogyakarta: Genta Publishing, 2010), hlm. 134

modal dan lembaga jasa keuangan lainnya untuk memenuhi kebutuhan dalam
pengawasan lembaga jasa keuangan tersebut. Walaupun dalam UUPM masih secara
tegas di atur tugas dari Bapepam. Kewenangan yang dimiliki tersebut secara tegas di
atur dalam Undang-undang sesuai dengan teori hukum positif.
Teori Positivisme Hukum dipandang sebagai suatu gejala tersendiri yang
perlu diolah secara alamiah. Kepastian hukum adalah tujuan paling akhir dari
positivisme hukum. 27 Positivisme hukum terbagi atas dua konsep dasar, yaitu
positivisme analistis dan ajaran hukum murni. 28 Positivisme analistis (analitycal
jurisprundence) dipelopori oleh John Austin mengacu pada teori hukum kehendak
(The will theory of law), artinya hukum adalah ungkapan kehendak penguasa. Dengan
principle of origin (asas sumber) dinyatakan bahwa hukum dapat ditemukan dalam
Undang-undang yang ditetapkan oleh penguasa yang berdaulat. Pasal 34 UU No. 23
Tahun 1999 Tentang BI merupakan perintah UU yang di buat oleh penguasa pada
masa itu, yaitu untuk memperbaiki perekonomian dari krisis 1997-1998. Austin
dalam buku Lectures un Jurisprudence mengatakan “law is a command of the
lawgiver”. Hukum merupakan perintah penguasa-dalam arti bahwa perintah dari
mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau dari yang memegang kedaulatan,
seperti Undang-undang, peraturan pemerintah dan lain-lain atau di sebut sebagai

27

Widodo Dwi Putro, Kritik Terhadap Paradigma Positivisme Hukum, (Yogyakarta: Genta
Publishing, 2011), hlm. 35
28
Anshori Ilyas (Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin), Telaah Kritis Positivisme
Dalam Tataran Teori Hukum, hlm. 483, www.lipi.go.id

hukum positif. 29 Amanat dari Pasal 34 dibentuknya lembaga independen dalam satu
atap yaitu OJK termasuk Pasar Modal dalam UU OJK yang dalam tugas pengawasan
dan pengaturannya berada pada lembaga ini. Pembentukan UU OJK dalam
pengawasan pasar modal sebelumnya di atur dalam UUPM adalah kewenangan
Bapepam diharapkan dapat memberikan kepastian hukum terhadap perkembangan
dan kemajuan suatu pasar modal bagi para pelakunya terutama bagi masyarakat
investor 30, khususnya investor internasional yang menaruh perhatian yang sangat
besar terhadap aturan hukum (rule of law) di samping adanya aspek full dan fair
disclosure. Investor tidak termotivasi memasuki pasar modal Indonesia jika pasar
tersebut tidak memiliki perangkat aturan yang menjamin perlindungan dan kepastian
hukum, dan keadilan. Apalagi bisnis dipasar modal merupakan bisnis kepercayaan.
Kepercayaan itu akan lebih aman dan terjamin jika di payung oleh peraturan yang
jelas dan mengikat,

31

atau lebih di kenal dengan kepastian hukum. Keberlakuan

hukum ditengah masyarakat bukan lagi untuk mencapai keadilan semata tetapi
memberikan kepastian hukum. 32
Positivisme lainnya adalah Hans Kelsen dengan Teori Hukum Murni (The
pure norm theory oh law). “Hukum merupakan tatanan paksaan normative dalam
prilaku manusia”. Hukum adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang secara objektif
tertuju pada tindakan manusia. Sistem hukum memperoleh makna normatifnya dari
29

Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti), hlm. 58
30
I Putu Gede Ary Suta, Menuju Pasar Modal Modern, Yayasan Sad Satria Bhakti, Jakarta,
2000, h. 17 Dalam M. Irsan, Op.Cit, hlm. 44
31
Ibid, hlm. 60
32
Bismar Nasution dan Mahmul Siregar, Op. cit, hlm. 2

kaidah yang lebih tinggi. 33 Teori ini secara lebih jelas menyatakan bahwa dasar
keabsahan sebuah norma hanya didapat pada keabsahan norma yang lebih tinggi.
Hanya otoritas yang kompeten yang dapat menciptakan norma yang absah, dan ini
hanya dapat dilakukan berdasarkan sebuah norma yang memberikan kewenangan
untuk melahirkan norma-norma. Norma yang memberikan dasar bagi absahan norma
lainnya yang lebih tinggi. Norma tertinggi ini lah yang disebut sebagai norma dasar
(Groundnorm), dan dalam konteks Indonesia, Norma dasar tersebut adalah Undangundang dasar 1945. UU NO. 21 Tahun 2011 tentang OJK merupakan Amanat dari
Pasal 34 UU BI untuk pembentukan lembaga independen, Pembentukan UU BI
merupakan amanat dari Pasal 23 UUD 1945 sebagai Bank Sentral. Dalam Konteks
kedudukan Bank Sentral dalam konstitusi memberikan penjelasan bahwa tata urutan
atau susunan hierarki tatanan hukum berkenaan dengan kegiatan perbankan, termasuk
pengawasan bank, harus bertitik tolak kepada ketentuan dalam Bank Sentral
sebagaimana ditentukan dalam konstitusi. Sebab apabila dipostulasikan dengan
norma dasar, konstitusi menempati urutan tertinggi dalam hukum nasional. Konstitusi
tidak hanya menentukan organ-organ dan prosedur pembentukan Undang-undang
tetapi juga sampai derajat tertentu, isi dari hukum yang akan datang. Dengan
demikian peranan dan tugas Bank Indonesia yang independen sebagai Bank Sentral
sebagaimana ditentukan dalam konstitusi, harus dipertahankan kedudukannya,

33

Anshori Ilyas, Op. Cit, hlm. 485

termasuk tidak ada Undang-undang yang akan datang yang dapat mencabut fungsi
dan tugas Bank Indonesia. 34
Ann Seidman, Robert B. Seidman dan Nalin Abeysekere mengatakan bahwa
dalam proses pembagunan Undang-undang merupakan alat utama pemerintah
melakukan perubahan pada lembaga-lembaga. Hal tersebut memperjelas tugas
pembuat Undang-undang, yaitu membuat Undang-undang yang efektif dan mampu
membawa perubahan. Suatu Undang-undang yang efektif pada khususnya disuatu
Negara harus mampu mendorong suatu prilaku yang di tuju atau yang di aturnya. 35
Undang-undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan di
maksudkan untuk mewujudkan “Otoritas Jasa Keuangan” yang memiliki fungsi,
tugas, dan wewenang pengaturan dan pegawasan terhadap kegiatan sektor jasa
keuangan secara terpadu, independen dan akuntabel.
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi
dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan
kenyataan. Konsepsi adalah pendapat, pangkalan pendapat; konsepsi diterjemahkan

34

Bismar Nasution (b), Implementasi Pasal 34 Undang-undang Tentang Bank Indonesia dan
Dampaknya Pada Peranan dan Fungsi Bank Indonesia Di Bidang Moneter, Sistem Pembayaran dan
Stabilitas Keuangan, hlm. 14, www.bi.go.id
35
Ann Seidman, Robert B. Seidman dan Nalin Abeyesekere, Legislative Draftinf for
Democratic Social Change A Manual For Drafters, (London: Kluwer Law International, 2001), hlm.
xxi dalam seminar Bismar nasution (a), Op. cit. hlm. 2

sebagai usaha membawa sesuatu abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut
dengan operational definition. 36
Dalam penelitian hukum, adanya kerangka konsepsional dan landasan atau
kerangka teoritis menjadi syarat yang sangat penting. Dalam kerangka konsepsional
diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai
dasar penelitian hukum, dan dalam landasan/ kerangka teoritis sebagai suatu sistem
aneka “Theore’ma” atau ajaran (di dalam bahasa Belanda: “leesrstelling”). 37
Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus
didefinisikan beberapa konsep agar terdapat persamaan persepsi dalam membaca
rencana penelitian ini dan secara operasional diperoleh hasil penelitian sesuai dengan
tujuan yang telah ditentukan.
a. Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. 38
b. Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) adalah Lembaga yang berada di
bawah serta bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia
yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pembinaan, pengaturan, dan
pengawasan kegiatan pasar modal. 39

36

Tan Kamello, “Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia”: Suatu Tinjauan Pustaka
Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, (Medan: PPS USU), hlm. 35
37
Soejono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1995), hlm. 7
38
Republik Indonesia (b), Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal,
Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3608, Pasal 3
39
C.S.T Kansil, Op.cit, hlm. 57

c. Kedudukan Bapepam adalah kewenangan fungsional yaitu Pembina, pengaturan
dan pengawasan kegiatan pasar modal oleh Bapepam .
d. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disebut OJK adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi,
tugas, dan wewenang, pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan. 40
e. Peraturan OJK adalah peraturan tertulis yang ditetapkan dengan dewan
komisioner, mengikat secara umum, dan diundangkan dalam lembaran Negara
Republik Indonesia. 41
f. Fungsi OJK adalah menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi terhadap keseluruhan di sektor jasa keuangan. 42
g. OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya. 43

G. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana proses dalam pengembangan ilmu
pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan, oleh karena penelitian bertujuan
untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.

40

Republik Indonesia (a), Op. cit, Pasal 1 angka 1
Ibid, Pasal 1 angka 11
42
Ibid, Pasal 5
43
Ibid, Pasal 6
41

Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang
telah dikumpulkan dan diolah. 44
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum
yang dihadapi. 45
Dengan demikian penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya,
kecuali itu, maka diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum
tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahanpermasalahan yang timbul dengan gejala bersangkutan. 46
1.

Jenis dan Sifat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan dari penelitian, maka sifat

penelitian yang sesuai adalah penelitian yang bersifat deskriptif analistis, yaitu suatu
penelitian yang menggambarkan dan menganalisis data yang diperoleh secara
sistematis, faktual dan akurat tentang analisis yuridis kedudukan Bapepam setelah
berlakunya Undang-undang no. 21 Tahun 2011 Tentang otoritas jasa keuangan.
Jenis penelitian tesis ini adalah penelitian hukum normatif atau disebut sebaai
penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis
44

Soejono Soekanto, Pengantar penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006),
hlm. 12
45
Peter Mahmud marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: kencana, 2006), hlm. 35
46
Bambang Suggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997),
hlm. 38

hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book), maupun
hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by
the judge through judicial process). 47 Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini
didasarkan data sekunder dan menekankan langkah-langkah spekulatif-teoritis dan
analisis normatif-kualitatif.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
normatif yang merupakan penelitian ilmiah untuk

menemukan kebenaran

berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. 48
2. Sumber Bahan Hukum
Ada pun yang menjadi sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya
mempunyai otoritas. Bahan-bahann hukum primer terdiri dari perundangundangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundangundangan dan putusan-putusan hakim. 49 Bahan hukum primer yang dipakai
dalam penelitian ini yaitu Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang No. 6
Tahun 2009 jo Undang-undang No. 3 Tahun 2004 jo Undang-undang No. 23
Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, Undang-undang No. 8 Tahun 1995
Tentang Pasar Modal, Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
47

Amiruddin dan Zainal Asikin, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2006), hlm. 118
48
Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: UMM Press, 2007),
hlm. 57
49
Ibid. hlm. 141

Keuangan dan risalah dalam pembuatan Undang-undang No. 21 Tahun 2011
Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
b. Bahan Hukum Sekunder, berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan
merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi bukubuku teks, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan
pengadilan. 50 Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum terkait, dan hasil penelitian dokumen
terkait lainnya.
c. Bahan Hukum Tersier, berupa bahan-bahan yang berfungsi memberikan kejelasan
pemahaman terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti
kamus-kamus hukum, ekonomi dan ensklopedia, majalah, surat kabar, internet
dan sebagainya 51.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan
(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti dokumendokumen dari bahan pustaka atau yang di sebut dengan data sekunder yaitu peraturan
perundang-undangan, buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan,
artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, makalah
ilmiah, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas
dalam tesis ini.
50

Ibid.
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1994, Cet ke-5), hlm.224
51

4. Teknik Analisa Data
Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat
dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian
konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam kategorikategori atas dasar pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum tersebut. 52
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan pendekatan
kualitatif yaitu:
a. Mengumpulkan bahan hukum berupa iventarisasi peraturan perundang-undangan
yang relevan dan bahan-bahan kepustakaan lainnya yang mendukung;
b. Memilah-milah bahan hukum yang sudah dikumpulkan dan selanjutnya
melakukan sistematisasi bahan-bahan hukum sesuai dengan permasalahan;
c. Menganalisis bahan hukum dengan membaca dan menafsirkan untuk menemukan
kaidah, asas, konsep yang terkandung di dalam bahan hukum-bahan hukum
tersebut;
d. Menemukan hubungan konsep, asas, kaidah tersebut dengan menggunakan
kerangka teori sebagai pisau analisis
5. Penarikan Kesimpulan.
Menarik kesimpulan dari hubungan-hubungan (preposisi) antara kaidah, asas,
konsep untuk menjawab permasalahan dengan metode deduktif. Metode deduktif
dilakukan

dengan

membaca,

menafsirkan

dan

membandingkan,

sehingga

memperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang dirumuskan
52

Soejono Soekanto, Op. cit, hlm. 225

Dokumen yang terkait

Pengawasan Terhadap Lembaga Dana Pensiun Setelah Berlakunya Undang-Undang No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

7 172 125

Analisis Yuridis Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Setelah Berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

2 58 122

PERANAN BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN (BAPEPAM-LK) DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN DI PASAR MODAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN.

0 0 2

Analisis Yuridis Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Setelah Berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 12

Analisis Yuridis Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Setelah Berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 2

Analisis Yuridis Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Setelah Berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 38

Analisis Yuridis Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Setelah Berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Setelah Berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 25

Analisis Yuridis Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Setelah Berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 12

BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN (“UNDANG-UNDANG OJK”)

0 0 68