Analisis Kegunaan Waduk Gonggang Sebagai Pengendali Banjir

MOTTO

“Biarkan semua berjalan mengalir apa adanya” “Tetep optimis dan sabar. Karna semua akan indah pada waktunya.”

PERSEMBAHAN

Tugas akhir ini saya persembahkan kepada :  Allah SWT, Engkaulah Yang Maha Mengetahui apapun keadaan hambaMu ini.

Terimakasih atas kesabaran dan ketabahan yang Engkau berikan padaku.  Kedua orangtuaku dan kakak-kakakku, yang tak pernah berhenti mengingatkanku

untuk menyelesaikan TA ku ini dan tak pernah berhenti memberikan dukungannya. Ini persembahanku untuk kalian.

 Kekasihku yang selalu mendampingiku, mensuport dan mengerti aku, apapun dan

bagaimanapun keadaanku.

 Ponakan-ponakanku, Ega, Vina, Rayan. Kepolosan kalian membuat tante tetep tegar.  Punge_ndud terimakasih untuk kos’nya yang slalu menjadi tempat transitku dan

menjadi teman curhatku.

 Indud, Mentul, Mami, Cui, Dea, Neng Lis, Anggi, Norma, terimakasih untuk bantuan

dan dukungan kalian selama ini. Aku pasti akan merindukan kebersamaan kita semua karna banyak hal yang tak bisa dilupakan bersama kalian.

 Temen-temen “Kontrakan”, kalian memberi warna tersendiri di infras ’08.  Temen-temen infras ‘08 yang telah memberikan bantuannya selama ini.

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul ANALISIS KEGUNAAN

WADUK GONGGANG SEBAGAI PENGENDALI BANJIR dengan baik.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penyusun banyak menerima bimbingan, bantuan dan dorongan yang sangat berarti dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Segenap pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta stafnya.

2. Segenap pimpinan Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta stafnya.

3. Segenap pimpinan Program D-III Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta stafnya.

4. Ir. Solichin, M.T. selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir atas arahan dan bimbingannya selama dalam penyusunan tugas ini.

5. Rekan – rekan dari Teknik sipil semua angkatan dan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan Tugas Akhir ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran maupun masukan yang membawa ke arah perbaikan dan bersifat membangun sangat penyusun harapkan. Semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, 2011

Penyusun

ABSTRAK

FAJAR NURUL KHASANAH, 2011, “Analisis Kegunaan Waduk Gonggang Sebagai Pengendali Banjir”. Tugas Akhir, Program Diploma III Teknik Sipil Infrastruktur Perkotaan, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Bendungan merupakan tembok yang dibangun melintang sungai. Bendungan dapat dibuat dari tanah, batu atau beton. Struktur ini menghalangi aliran sungai, sehingga menciptakan danau buatan yang dinamakan waduk.Sedangkan waduk itu sendiri merupakan tampungan air buatan manusia yang digunakan untuk menahan kelebihan air pada masa-masa aliran tinggi dan menggunakannya selama masa- masa tiada hujan. Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk menganalisis banjir waduk dengan metode hydrologic routing.

Analisis data menunjukkan bahwa debit puncak aliran keluar (outflow) sebesar

24.4771 m 3 /dt hingga 130.5446 m 3 /dt. lebih kecil dari pada aliran masuk (inflow) sebesar 70.1429 m 3 /dt hingga 280.5717 m 3 /dt. Hal tersebut disebabkan karena adanya debit yang tertampung dalam waduk sebesar 37.5068 m 3 /dt hingga 150.0271 m 3 /dt.. Debit yang tertampung tersebut dapat digunakan sebagai sumber

air ketika musim kemarau. Sedangkan perkiraan rencana anggaran biaya pembangunan bendungan Gonggang tahap VI tahun 2011 adalah sebesar Rp. 15.470.466.000,00.

Kata kunci : Bendungan, Hydrologic Routing, Waduk

ABSTRACT

FAJAR NURUL KHASANAH, 2011. Analysis of The Use of Gonggang Reservoir as Flood Control. Thesis, Bachelor Degree of Urban Infrastructure in

Civil Engineering Program. Civil Engineering Department - Faculty of Engineering, Sebelas Maret University.

Dam is a wall built across the river. Dam can be made from soil, stone, or concrete. This structure blocks the river stream, thus an artificial lake called reservoir built. While the reservoir itself is a man-made water container used to hold the water excess in the time of high flow. It is also used during the drought. The purpose of this thesis is to analyze the flood in the reservoir with hydrologic routing method.

The data analysis shows that the peak outflow debit is 24.4771 m 3 /second to 130.5446 m 3 /second. It is lesser than the inflow which is 70.1429 m 3 /second to

280.5717 m 3 /second. The cause is that the debit contained in the reservoir is 37.5068 m 3 /second to 150.0271 m 3 /second. That contained debit can be used as

the water source during the dry season. While the budget plan estimation of the Gonggang Dam construction phase VI in 2011 is Rp 15.470.466.000,00.

Keywords: Dam, Hydrologic Routing, Reservoir

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Sketsa Hidrograf Nakayasu ………………………………………. 17 Gambar 3.1. Peta Lokasi Waduk Gonggang …………………………………… 23 Gambar 3.2. Bagan Alir Penelitian ………….…………………………………. 26 Gambar 4.1. Sketsa Ordinat HSS Nakayasu …………………………………… 36 Gambar 4.2. Grafik Ordinat HSS Nakayasu …………………………………… 40 Gambar 4.3. Grafik hidrograf Debit Banjir Waduk Gonggang Tahun 2000 ……42 Gambar 4.4. Grafik Hidrograf Aliran Masuk dan Keluar Tahun 2000………… 45

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Rumus-rumus Koefisien Pengairan ………………………………… 15 Tabel 2.2. Klasifikasi Periode Ulang Berdasarkan Jenis Konstruksi ………….. 20 Tabel 4.1. Data Curah Hujan …………………………………………………... 27 Tabel 4.2. Rekapitulasi Hujan Maksimum Harian Rata-rata …………………... 28 Tabel 4.3. Analisa Frekwensi Hujan Daerah Waduk Gonggang ………………. 28 Tabel 4.4. Pemilihan Jenis Distribusi Frekwensi ………………………………. 30 Tabel 4.5. Analisa Hujan Rancangan Metode Log Pearson Type III ………….. 30 Tabel 4.6. Harga G Pada Periode Ulang Tertentu untuk Cs = -0.3155 ………… 31 Tabel 4/7. Hasil Hujan Rancangan Metode Log Pearson Type III …………….. 32 Tabel 4.8. Nilai Koefisien Pengaliran Untuk Periode Ulang tertentu ………….. 32 Tabel 4.9. Distribusi Hujan Untuk Periode ke – t ……………………………… 33 Tabel 4.10. Distribusi Hujan Satuan …………………………………………… 33 Tabel 4.11. Hasil Perhitungan Hujan Efektif …………………………………... 34 Tabel 4.12. Hasil Perhitungan Hujan Efektif Periode ke-t …………………….. 35 Tabel 4.13. Contoh Perhitungan Ordinat HSS Nakayasu ……………………… 39 Tabel 4.14. Contoh Perhitungan Hidrograf Satuan Debit Banjir Waduk Gonggang

Tahun 2000 ………………………………………………………… 41

Tabel 4.15. Contoh Perhitungan Penelususran Banjir Waduk …………………. 44 Tabel 4.16.Rencana Anggaran Biaya Proyek Pembangunan Bendungan Gonngang

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A-1. Tabel 4.13 dan Gambar 4.2. Tabel dan Grafik Ordinat Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

Lampiran A-2. Tabel 4.14a. – 4.14.j dan Gambar 4.4a. – 4.4j. Tabel dan Grafik

Perhitungan Debit banjir Waduk Gonggang Tahun 2000-2009

Lampiran A-3. Tabel 4.15a.-4.15j. dan Gambar 4.5a.-4.5j. Tabel dan Grafik

Perhitungan Penelusuran Banjir Waduk/Perhitungan Inflow dan Outflow Waduk Gonggang

Lampiran A-4. Tabel Harga G Lampiran A-5. Peta Lokasi, Denah Umum dan Daerah Genangan Bendungan

Gonggang

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah Negara yang berkembang, namun persoalan banjir di Negara ini tidak kunjung mendapat solusi terbaik untuk mengatasinya. Banjir itu sendiri memiliki dua pengertian, yaitu :

1. Aliran air sungai yang tingginya melebihi tinggi muka air normal sehingga melimpas dari palung sungai yang menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah disisi sungai. Aliran air limpasan tersebut yang semakin meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah yang biasanya tidak dilewati aliran air.

2. Gelombang air yang berjalan kearah hilir system sungai yang berinteraksi dengan kenaikan air dimuara akibat badai untuk Negara tropis, berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan tersebut dapat dikategorikan dalam empat kategori :  Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas

penyaluran system pengaliran air yang terdiri dari system sungai alamiah dan system drainase buatan manusia.

 Banjir yang disebabkan meningkatnya muka air di sungai sebagai akibat

pasanglaut maupun meningginya gelombang laut akibat badai.  Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia

seperti bendungan, bending, tanggul dan bangunan pengendali banjir.  Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai

akibat runtuhnya/longsornya tebing sungai. Ketika sumbatan/bendungan tidak dapat menahan tekanan air maka bendungan akan hancur, air sungai yang terbendung mengalir deras sebagai banjir bandang.

Bendungan adalah tembok yang dibangun melintangi sebuah sungai. Bendungan dapat dibuat dari tanah, batu, atau beton. Struktur ini menghalang aliran sungai, sehingga menciptakan danau buatan yang dinamakan waduk. Air yang ditampung Bendungan adalah tembok yang dibangun melintangi sebuah sungai. Bendungan dapat dibuat dari tanah, batu, atau beton. Struktur ini menghalang aliran sungai, sehingga menciptakan danau buatan yang dinamakan waduk. Air yang ditampung

Daerah Kabupaten Magetan khususnya dibagian selatan yaitu Kecamatan Poncol, Kecamatan Ngariboyo, dan Kecamatan Lambeyan memiliki jumlah penduduk ±108.000 jiwa (th.2003) yang mayoritas masyarakatnya hidup dari hasil pertanian. Tetapi kondisi masyarakat tersebut tidak dapat berlangsung dengan baik dikarenakan oleh keadaan alamnya yang sangat kekurangan pasokan air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terlebih untuk keperluan bertani. Mengingat kebutuhan air yang dibutuhkan oleh masyarakat, maka pada tahun 1995 pihak PPKSDA Bengawan Solo mengidentifikasi potensi air di Sungai Gonggang yang ditindaklanjuti dengan pekerjaan pra design di lapangan Genilangit desa Genilangit Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan. Kemudian pelaksanaan fisik dimulai pada tahun 2004 yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Air Bengawan Solo. Sedangkan tipe bendungan tersebut adalah bendungan urugan zonal dengan inti kedap air tegak atau “bendungan inti tegak”, yaitu bendungan zonal yang zona kedap airnya terletak di dalam tubuh bendungan dengan kedudukan vertikal, dan inti tersebut terletak di bidang tengah dari tubuh bendungan.

Penulis melakukan kerja praktek pada proyek tersebut pada tahun 2010. Karena menemui kendala cuaca hujan proyek ini sampai sekarang belum selesai. Maka sebagai pembelajaran penulis mencoba melakukan analisis pada data curah hujan untuk mengetahui kapasitas waduk yang terbentuk pada bendungan tersebut serta menganalisis apakah bendungan tersebut aman digunakan sebagai pengendali banjir.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, rumusan masalah dapat disusun sebagai berikut :

1. Berapakah kapasitas waduk pada bendungan Gonggangtersebut?

2. Berapakah rouating banjir daya waduk Gonggang tersebut?

3. Berapakah Rencana Anggaran Biaya pembangunan bendungan Gonggang Tahap VI pada tahun 2011 tersebut?

1.3. Batasan Masalah

Mengingat terbatasnya waktu dan biaya penelitian, serta maslah yang dihadapi maka studi ini dibatasi pada beberapa masalah sebagai berikut :

1. Studi kasus dilakukan di Bendungan Gonggang di Kabupaten Magetan.

2. Data curah hujan yang dianalisis adalah data dari proyek, yaitu data curah hujan pada tahun 2000 hingga 2009.

3. Rencana anggaran biaya yang digunakan adalah laporan rencana anggaran biaya Bendungan Gonggang Tahap VI tahun 2011 dari proyek.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Mampu menganalisis data curah hujan untuk mengetahui kapasitas waduk pada Bendungan Gonggang.

2. Mampu menganalisis banjir waduk dengan metode hydrologic routing.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penulisan laporan Tugas Akhir ini dapat menjadi penambah sumber pengetahuan bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Waduk

2.1.1.1. Pengertian Umum

Waduk merupakan tampungan air buatan manusia yang digunakan untuk menahan kelebihan air pada masa-masa aliran tinggi dan menggunakannya selama masa-masa kekeringan. Pembangunan waduk telah dilakukan semenjak lebih dari 6000 ribu tahun yang lalu, namun baru diakui sekarang ini bahwa pembangunan waduk merupakan suatu cara yang penting dalam pembangunan dan pengembangan sumber daya air.

Fungsi utama waduk menurut Linsley dan Frawzinni (1989) adalah menampung air untuk suatu tujuan tertentu, diantaranya tujuan utama dibangunnya suatu waduk adalah untuk menstabilakan aliran air baik dengan cara pengaturan persediaan air yang berubah-ubah secara alamiah, maupun dengan cara memenuhi kebutuhan yang berubah-ubah dari para konsumen atau pengguna waduk.

2.1.1.2. Tampungan Waduk

Macam-macam daerah tampungan waduk adalah :

1. Tampungan Banjir ( Flood Storage )

2. Tampungan Berguna ( Live Storage )

3. Tampungan Mati ( Dead Storage )

4. Tampungan Bukit ( Valley Storage )

5. Tampungan Simpanan ( Bank Storage )

1. Tampungan Banjir ( Flood Storage ) Merupakan daerah yang diestimasikan untuk keamanan waduk, yaitu sebagai daerah pengendali banjir atau menurunkan puncak banjir yang dating dari hulu waduk.

2. Tampungan Berguna ( Live Storage ) Merupakan daerah yang terletak diatas tampungan mati ( dead storage ) yang berguna menjamin supply atau pengeluaran air dalam suatu periode untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti irigasi, pemenuhann kebutuhan air baku, pembangkit listrik tenaga air ( PLTA ), dan lain-lain.

3. Tampungan Mati ( Dead Storage ) Merupakan daerah tampungan yang dipergunakan untuk menampung sedimen atau endapan yang terjadi selama pengoperasian waduk. Selain untuk menampung sedimen, tampungan mati juga berguna untuk kepentingan rekreasi.

4. Tampungan Bukit ( Valley Storage ) Merupakan simpanan didasar sungai atau aliran banjir sebelum dibangunnya suatu waduk.

5. Tampungan Simpanan ( Bank Storage ) Merupakan simpanan yang terbentuk dari rongga tanah didasar waduk yang diisi oleh air. Simpanan ini akan keluar pada saat waduk kering atau debit air sedikit.

Daerah tampungan banjir (flood storage), tampungan berguna (live storage), dan tampungan mati (dead storage) ditentukan oleh tinggi permukaan air pada waduk (reservoir level) yaitu :

1. Tinggi Muka Air Maksimum Waduk (Maximum Reservoir Level) Merupakan tinggi muka air waduk dimana air di waduk akan meningkat selama banjir hingga mencapai tinggi maksimum. Jarak antara muka air normal dan muka 1. Tinggi Muka Air Maksimum Waduk (Maximum Reservoir Level) Merupakan tinggi muka air waduk dimana air di waduk akan meningkat selama banjir hingga mencapai tinggi maksimum. Jarak antara muka air normal dan muka

2. Tinggi Muka Air Normal Waduk (Normal Reservoir Level) Disebut juga Full Reservoir Level. Merupakan tingkatan yang menghubungkan simpanan kasar, termasuk didalamnya tampungan berguna dan tampungan mati yang merupakan tingkatan maksimum air waduk sebelum terjadinya pelimpahan air melalui spillway.

3. Tinggi Muka Air minimum Waduk (Minimum Reservoir Level) Merupakan tingkatan minimum atau tingkatan pada tampungan mati dimana air berada dibawah kondisi normal. Tingkatan ini merupakan pertimbangan tetap dari kebutuhan irigasi dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA), serta penampungan sedimen selama pengoperasian waduk.

2.1.1.3. Potensi Ketersediaan Air

Air hujan merupakan salah satu sumber air yang banyak dimanfaatkan oleh manusia dan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Sosrodarsono dan Takeda (1987) mengemukakan bahwa sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk kedalam tanah (infiltrasi) dan bagian lain yang merupakan kelebihan akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Tidak semua butir air yang mengalir akan tiba ke laut. Dalam perjalanannya, sebagian air akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam tanah, akan keluar kembali ke sungai-sungai dan disebut aliran infra (interflow). Sebagian besar air ini tersimpan sebagai air tanah (groundwater).

Hubungan potensi ketersediaan air ini dengan waduk adalah untuk mengetahui perkiraan besarnya jumlah aliran air yang tertampung kedalam waduk, sehingga dapat diketahui tinggi muka air yang ada di dalam waduk dalam hubungannya dengan pengoperasian waduk itu sendiri.

2.1.1.4. Kapasitas Waduk

Suatu waduk penampung dapat menahan kelebihan air pada masa-masa aliran air tinggi untuk digunakan selama masa-masa kekeringan. Disamping menampung air untuk pemanfaatan dikemudian hari, penampungan air banjir tersebut juga dapat memperkecil kerusakan banjir di hilir waduk. Berhubung fungsi utama dari waduk adalah untuk menyediakan simpanan (tampungan), maka cirri fisiknya yang paling penting adalah kapasitas simpanan. Kapasitas waduk yang bentuknya beraturan dapat dihitung dengan rumus-rumus untuk menghitung volume benda padat. [Linsley et al (1989)]

Kapasitas waduk pada kedudukan alami biasanya haruslah ditetapkan berdasarkan pengukuran topografi. Suatu lengkung luas-elevasi dibuat dengan cara mengukur luas yang diapit oleh tiap-tiap garis kontur di dalam lokasi waduk tersebut dengan planimeter. Integral dari lengkung luas-elevasi tersebut merupakan lengkung simpanan atau lengkung kapasitas waduk tersebut. Pertambahan simpanan antara dua buah elevasi biasanya dihitung dengan mengalikan luas rata-rata pada kedua elevasi dengan selisih tinggi kontur adlah merupakan volume simpanan dibawah ketinggian tesebut. [Linsley et al (1989)]

Dalam analisis waduk, langkah pertama yang dibutuhkan adalah menentukan hubungan antara elevasi-luas dan elevasi-volume untuk lokasi waduk yang bersangkutan, yang biasanya digambarkan dalam bentuk kurva. Kurva hubungan elevasi, luas, dan volume dibuat pada saat studi dan investigasi sebelum dibangunnya waduk.

2.1.2. Penelusuran Banjir Waduk

2.1.2.1. Pendahuluan

Chow (1959) mengemukakan bahwa didalam rekayasa hidrologi, penulusuran banjir (flood routing) merupakan teknik yang penting, yang diperlukan untuk mendapatkan penyelesaian lengkap mengenai persoalan pengendalian dan peramalan banjir. Untuk memenuhi kebutuhan ini, penelusuran banjir dipandang Chow (1959) mengemukakan bahwa didalam rekayasa hidrologi, penulusuran banjir (flood routing) merupakan teknik yang penting, yang diperlukan untuk mendapatkan penyelesaian lengkap mengenai persoalan pengendalian dan peramalan banjir. Untuk memenuhi kebutuhan ini, penelusuran banjir dipandang

Reservoir routing menggunakan persamaan matematika untuk menghitung debit keluaran (outflow) dari sebuah reservoir dimana debit masuk (inflow), kondisi awal (initial conditions), karakteristik reservoir, dan peraturan operasionalnya diketahui. Suatu pendekatan klasik untuk penelusuran banjir didasarkan konsep simpanan dinamakan metode hidrologic routing atau storage routing. Untuk membedakan dengan metode hydraulic routing, metode ini menggunakan prinsip massa dan momentum untuk mendapatkan solusi detil untuk setiap pelepasan dan tingkatan melalui reservoir sedangkan metode hidrologic routing menggunakan prinsip kontinuitas. Dalam prakteknya, bagaimanapun kebanyakan aplikasi penelusuran banjir menggunakan konsep simpanan atau metode hydrologic routing. [Miguel Ponce (1989)]

Dalam tugas akhir ini dilakukan penelusuran banjir waduk untuk mengetahui naiknya muka air waduk dari muka air normal akibat adanya banjir kala ulang 100 tahun. Hal-hal khusus seperti diatas tidak terjadi pada kasus ini sehingga penelusuran banjir dilakukan dengan metode hydrologic routing yang berdasarkan hidrograf yang diketahui di bagian hulu.

2.1.2.2. Penelusuran Banjir Waduk

Bila tinggi muka air disuatu tempat di hulu ditentukan oleh pengendalian pada ujung arah hilirnya, misalnya pada saluran pelimpah, maka selisih penyimpanan (storage) yang diperhitungkan adalah dalam batas diatas mercu pelimpah. Dalam pengendalian banjir dan pengoperasian proyek-proyek serba guna yang terdapat pada sungai, perhatian utama adalah mengenai tinggi muka air banjir dan prosedur penelusuran tinggi muka air banjir yang diperlukan. [Chow (1959)]

C.D. Sumarto (1995) mengemukakan bahwa penelusuran banjir merupakan C.D. Sumarto (1995) mengemukakan bahwa penelusuran banjir merupakan

Pada saat debit pada suatu saluran meningkat, ketinggian muka airnya juga meningkat dan bersamaan dengan itu meningkat pula volume air yang untuk sementara tersimpan di dalam saluran. Pada saat banjir mereda, suatu volume air yang sama harus dilepaskan dari penampungnya. Akibatnya dasar waktu (time base) suatu gelombang banjir yang bergerak ke bagian hilir saluran menjadi panjang dan bila volumenya masih tetap maka puncaknya akan menjadi turun. Gelombang banjir itu dikatakan menjadi melemah (attenuated). Pergerakan gelombang pada saluran alam dalam desain dan prediksinya dapat diselesaikan dengan menggunakan penelusuran banjir secara hidrologis (hidrologic equation) atau persamaan simpanan (storage equation) untuk suatu ruas sungai yang diperpanjang, yang biasanya dibatasi oleh titik tertentu yang pernah diukur.

[Linsley, Kohler m& Paulhus (1989)]

Dengan mengetahui aliran pada suatu titik disebelah hulu, penelusuran dapat digunakan untuk menghitung aliran pada suatu titik disebelah hilirnya. Prinsip penelusuran ini juga berlaku untuk perhitungan pengaruh waduk terhadap bentuk gelombang banjirnya. Bila gelombang banjir bergerak melalui waduk maka air yang keluar merupakan fungsi dari jumlah air didalam simpananya. Simpanan berlaku efektif pada awal permulaan terjadinya banjir, dan teknik-teknik penelusuran dapat digunakan untuk menghitung hidrograf yang akan dihasilkan dari suatu pola kelebihan hujan yang khusus. [Linsley, Kohler et al, (1989)]

Gelombang banjir selama perjalanannya mengalami dua proses, yaitu translasi dan penampungan (pondage or storage action). Sedangkan proses penampungan dapat diterangkan yaitu apabila air sungai masuk kedalam reservoir akan menambah ketinggian muka air reservoir, demikian pula debit yang keluar dari reservoir tersebut, demikian terus selama debit sungai mulai mengecil, tetapi Gelombang banjir selama perjalanannya mengalami dua proses, yaitu translasi dan penampungan (pondage or storage action). Sedangkan proses penampungan dapat diterangkan yaitu apabila air sungai masuk kedalam reservoir akan menambah ketinggian muka air reservoir, demikian pula debit yang keluar dari reservoir tersebut, demikian terus selama debit sungai mulai mengecil, tetapi

Dalam tugas akhir ini akan diambil salah satu cara penelusuran banjir pada waduk metode hydrologic routing yang berdasarkan hidrograf yang diketahui di bagian hulu. [Bambang Triatmodjo (2000)]

2.1.2.3. Hidrograf Satuan Sintetik

Didalam penyelesaian masalah penelusuran banjir pada waduk, kesulitan akan timbul apabila debit aliran yang masuk waduk (inflow) tidak diketahui atau tidak pernah diukur secara langsung di lapangan (ungauged streams). Untuk itu apabila dibutuhkan inflow dari aliran tersebut dapat dilakukan suatu perhitungan untuk mendapatkan hidrograf satuan sintetik (synthetic unit hydrograph). [Sri Harto

Ada tiga cara perkiraan debit banjir berdasarkan data hujan; yaitu menggunakan rumus empiris, cara statistic, dan menggunakan unit hidrograf. Dari ketiga cara tersebut cara ketiga merupakan cara yang paling dapat dipercaya dan hasilnya dapat berupa grafik hidrograf yang dapat dipakai sebagai debit masukan (inflow) pada analisis banjir (flood routing). [Mamok Suprapto (1999)]

Hidrograf satuan atau unit hidrograf memberikan distribusi waktu pada limpasan yang keluar dari suatu daerah pengaliran (watershed), dihasilkan oleh hujan efektif yang jatuh merata diatas watershed, dengan tinggi tertentu. Hidrograf satuan menunjukkan bagaimana hujan efektif tersebut ditransformasikan menjadi limpasan langsung di pelepasan watersheed (outlet). Transformasi tersebut disertai anggapan berlakunya proses linier. Hidrograf satuan mempunyai sifat Hidrograf satuan atau unit hidrograf memberikan distribusi waktu pada limpasan yang keluar dari suatu daerah pengaliran (watershed), dihasilkan oleh hujan efektif yang jatuh merata diatas watershed, dengan tinggi tertentu. Hidrograf satuan menunjukkan bagaimana hujan efektif tersebut ditransformasikan menjadi limpasan langsung di pelepasan watersheed (outlet). Transformasi tersebut disertai anggapan berlakunya proses linier. Hidrograf satuan mempunyai sifat

Untuk membuat hidrograf banjir pada sungai-sungai yang tidak ada atau sedikit sekali dilakukan observasi mengenai hidrograf banjirnya, maka perlu dicari karakteristik atau parameter daerah pengairan tersebut terlebih dahulu, misal waktu untuk mencapai puncak hidrograf (time to peak magnitude), lebar dasar, luas, kemiringan, panjang alur terpanjang, koefisien limpasan, dan sebagainya. Biasanya digunakan hidrograf satuan sintetik yang telah dikembangkan di negar- negara lain, yang parameter-parameternya harus disesuaikan terlebih dahulu dengan karakteristik daerah pengaliran yang ditinjau.

Salah satu metode hidrograf satuan sintetik yang dapat digunakan adalah Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu. Nakayasu dari Jepang merumuskan suatu hidrograf satuan sintetik hasil penyelidikannya yang memasukkan beberapa parameter atau karakteristik yaitu luas daerah pengaliran (catchment area) dan panjang sungai. HSS Nakayasu ini banyak digunakan dalam perencanaan bendungan-bendungan dan perbaikan sungai di Jawa Timur, diantaranya untuk menentukan banjir rencana. [C.D. Sumarto (1995)]

Dari tinjauan pustaka diatas bahwa metode HSS Nakayasu banyak digunakan untuk perencanaan bendungan di Jawa Timur, maka dalam analisis muka air banjir pada waduk Gonggang – Magetan, Jawa Timur ini digunakan Metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu untuk menghitung debit banjir.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Analisis Data Hujan

2.2.1.1. Analisis Hujan Daerah

Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan dari beberapa titik yang terdapat pada daerah pengaliran (catchment area). Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam satuan millimeter (mm). curah hujan daerah dapat diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan atau stasiun hujan yang terdapat didalam catchment area atau disekitarnya. [C.D. Sumarto

Dalam tugas akhir ini digunakan data curah hujan dari dua stasiun hujan yang berada dalam catchment area waduk Gonggang tersebut. Yaitu data curah hujan dari stasiun Poncol dan stasiun Parang.

2.2.1.2. Analisis Frekuensi

Dalam menentukan distribusi frekuensi ada beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi menegenai nilai parameter-parameter statistic. Parameter-parameter tersebut antara lain : Koefisien variasi, koefisien asimetri (skewness) dan koefisien kurtosis. [Sri Harto (1981)]

1. Koefisien Variasi (Cv)

dimana: S = Standar Deviasi

dengan

X = Sampel (curah hujan) n = banyaknya sampel = Rata-rata hitung

2. Koefisien Kepencengan/Skewness (Cs)

3. Koefisien Kurtosis (Ck) = ( ).( ).( ) ∑( − )

Adapun kriteria pemilihan jenis distribusi menurut Sri Harto (1981), yaitu:

1. Apabila Cs = 0 dipakai distribusi normal,

2. Apabila Cs/Cv = 3,00 dipakai distribusiLog Normal,

3. Apabila Cs = 1,1398 dan Ck = 5,4002 dipakai distribusi Gumbel,

4. Apabila tidak memenuhi/mendekati persyaratan diatas maka dipakai distribusi Log Pearson Type III. Adapaun penggunaan metode Log Perason Type III dapat dilakukan dengan mengacu pada tabel nilai KT untuk distribusi Log Pearson Type III (kemencengan positif dan negative).

2.2.1.3. Analisis Hujan Rancangan

Analisis ini dikerjakan dengan berbagai metode distribusi, baik metode Normal, Log Normal, Gumbel maupun Log Pearson Type III, hal ini tergantung dari hasil analisa frekuensi.

Dalam hal ini akan dikemukakan salah satu metode distribusi frekuensi yaitu metode distribusi Log Pearson Type III.

Parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi ini adalah :

1. Harga nilai tengah (mean)

3. Koefisien kepencengan (skewness). Untuk menghitung banjir perencanaan dalam praktek, The Hydrology of The

Water Resources Council USA menganjurkan untuk menginformasi data ke nilai- nilai logaritmanya, kemudian menghitung parameter-parameter statistiknya. Karena transformasi tersebut, maka cara ini disebut Log Perason Type III.

[C.D. Sumarto (1995)]

Urutan analisis secara garis besar adalah sebagai berikut :

1. Transformasikan data sebanyak n buah misalnya X1, X2, X3, ……, Xn kedalam bentuk logaritma menjadi Log X1, Log X2, Log X3, ……., Log Xn.

2. Hitung harga rata-rata (mean) dengan rumus :

3. Hitung harga standar deviasinya dengan rumus :

4. Hitung koefisien kepencengan (skewness) dengan rumus berikut ini :

5. Hitung besarnya logaritma hujan rancangan dengan waktu baik/periode ulang (T) yang dikehendaki dengan rumus berikut ini :

…………………………………………(2.9) Nilai G dapat ditentukan berdasrkan harga koefisien kepencengannya (Cs),

baik untuk harga Cs positif maupun Cs negatif. Adapun nilai G dapat dilihat pada tabel (lampiran).

6. Cari antilog dari Log R T untuk mendapatkan hujan rancangan dengan waktu balik atau periode ulang yang dikehendaki (R T ).

dikehendaki.

2.2.1.4. Analisis Hujan Efektif

Setelah mendapatkan hujan rancangan dengan periode ulang tertentu lalu dicari hujan efektifnya dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menghitung koefisien pengaliran Koefisien pengaliran untuk suatu sungai tertentu tidak tetap, tergantung pada

bagian sungai yang ditinjau (hulu, tengah, atau hilir), kondisi sungai, dan curah hujannya. [Sosrodarsono & Takeda (1987)] Adapun rumus-rumus koefisien pengaliran berdasarkan keadaan sungai dan curah hujannya dapat dilihat pada table 2.1.

Tabel 2.1. Rumus-rumus Koefisien Pengairan

No.

Daerah

Kondisi sungai

curah hujan

Rumus Koefisien Pengaliran Rerata

1 Bagian hulu α = 1 - 15,7/ Rt 3/4

2 bagian tengah sungai biasa α = 1 - 5,65/ Rt 1/2

3 bagian tengah sungai di zona lava Rt > 200mm α = 1 - 7,2/ Rt 1/2

4 bagian tengah

Rt <200mm

α = 1 - 3,14/ Rt 1/3

5 Bagian hilir α = 1 - 6,6/ Rt 1/2

Sember: Dikutip dari S. Sosrodarsono dan K. Takeda, Hidrologi Untuk Pengairan (Jakarta : PT. Pradinya Paramita, 1987)

2. Menghitung Distribusi Hujan Satuan Untuk menghitung distribusi hujan satuan diasumsikan bahwa periode hujan yang turun dalam sehari adalah selama 6 periode. Sebelum menghitung distribusi hujan satuan terlebih dahulu dihitung distribusi hujan periode ke-t (Rt) dengan rumus :

………………………………………………………..(2.10) dimana : T

= periode hujan dalam sehari, diambil 6 periode

= periode hujan ke-n (n = 1 – 6)

Diasumsikan hujan dalam sehari selama periode, jadi t = periode ke-1 sampai periode ke-6. Kemudian dihitung distribusi hujan satuannya dengan rumus : Hujan ke (t) =. − ( − 1) ( )

………………………………..(2.11) dimana : t

= periode hujan ke-n

Rt

= distribusi hujan periode ke-n

[Soeroto (1997)]

3. Menghitung Hujan Efektif Hujan efektif dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : R efektif

α.R rancangan ………………………………………..(2.12) Dimana : α

= koefisien pengaliran

R rancangan

= hujan rncangan / R T (mm)

[Soeroto (1997)]

Hujan efektif kemudian didistribusikan menjadi hujan efektif periode ke-n dengan rumus : R periode ke-n = R efektif × Prosentase distribusi ……………………......(2.13)

Hasil perhitungan ini kemudian digunakan untuk menghitung debit banjir.

2.2.2. Analisis Debit Banjir

Sebelum melakukan penelusuran banjir perlu diketahui besarnya aliran masuk (inflow) atau debit banjirnya. Apabila inflow tidak pernah diukur (ungauged streams) maka dapat didekati dengan berbagai cara. Berdasarkan data hujan, perkiraan debit banjir dapat dilakukan dengan menggunakan hidrograf satuan (unit hydrograph).

Salah satu cara untuk menghitung hidrograf satuan adalah dengan menggunakan hodrograf satuan sintetik. Dalam tugas akhir ini digunakan hidrograf satuan sintetik (HSS) dari Nakayasu. Parameter atau karakteristik daerah pengaliran Salah satu cara untuk menghitung hidrograf satuan adalah dengan menggunakan hodrograf satuan sintetik. Dalam tugas akhir ini digunakan hidrograf satuan sintetik (HSS) dari Nakayasu. Parameter atau karakteristik daerah pengaliran

1. Ordinat Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu Nakayasu dari Jepang membuat rumus hidrograf satuan sintesis dari penyelidikannya sebagai berikut :

dimana : Qp

= debit puncak banjir (m 3 /dt)

Ro

= hujan satuan (mm)

A = luas daerah pengaliran sungai (km 2 )

Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai terjadi puncak

banjir (jam)

T 0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit dari puncak sampai

menjadi 30% dari debit puncak (jam)

Hidrograf satuan sintetik Nakayasu mempunyai dua bagian lengkung/kurva yaitu lengkung naik dan lengkung turun. Sketsa hidrograf dapat dilihat pada Gambar 2.1.

mempunyai persamaan sebagai berikut :

dimana : Qa

= limpasan sebelum mencapai debit puncak (m 3 /dt) Qp

= debit puncak banjir (m 3 /dt)

= waktu (jam)

Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai terjadinya puncak

banjir (jam)

Bagian lengkung/kurva turun (decreasing limb) mempunyai persamaan sebagai berikut :

Kurva turun 1 :

………………………………………………..(2.16) Kurva turun 2 : 0,3.

………………………………………..(2.17) Kurva turun 3 : 0,3 .

= limpasan setelah mencapai debit puncak (m 3 /dt)

Qp

= debit puncak banjir (m 3 /dt) = debit puncak banjir (m 3 /dt)

Waktu konsentrasi dihitung berdasarkan panjang sungai dengan persamaan sebagai berikut :

Untuk L < 15 km = 0,21. ,

………………………………………………………..(2.19) Untuk L > 15 km = 0,4 + 0,058.

………………………………………………..(2.20) dimana :

= panjang alur sungai (km)

Tg

= waktu konsentrasi (jam) Waktu efektif (effektive time) dihitung dengan persamaan : = 0,5.

………………………………………..(2.21) Dimana :

tr

= waktu efektif (jam)

tg

= waktu konsentrasi (jam) Tenggang waktu (time lag) dari permulaan hujan sampai terjadi puncak banjir

dihitung dengan persamaan : = + 0,8

……………………………………………………..(2.22) dimana :

Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir(jam) Tg

= waktu konsentrasi (jam) Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit dari debit puncak sampai

menjadi 30% dari debit puncak dihitung dengan persamaan :

T 0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit dari debit puncak

Sampai menjadi 30% dari debit puncak (jam)

Tg

= waktu konsentrasi (jam)

= untuk daerah pengaliran biasa α = 2.

2. Hidrograf Debit Banjir Nakayasu Hidrograf debit banjir dapat dihitung untuk berbagai periode ulang (return period) yang dikehendaki. Klasifikasi untu menentukan criteria debit banjir periode ulang tertentu dalam kaitannya dengan perencanaan bangunan konstruksi dapat dilihat pada Table 2.2.

Tabel 2.2. klasifikasi Periode Ulang Berdasarkan Jenis Konstruksi Jenis Konstruksi

Periode Ulang (tahun) Bendungan tipe urugan (earth/rock fill dam)

1000 Bendungan konstruksi beton (masonary and concrete dam)

500 – 1000 Bending (weir)

50 – 100 Saluran pengelak banjir (flood diversion canal)

20 – 50 Tanggul

10 – 20 Saluran drainase (drainage canal)

5 – 10 Sumber : Dikutip dari Ir. Mamok Suprapto, BPK Hidrologi (Surakarta : Universitas Sebelas Maret, 1999)

Pada tugas akhir ini dihitung hidrograf debit banjir satuan sintetik Nakayasu dengan periode ulang 100 tahun (Q100) dengan pertimbangan standar perencanaan bendungan tipe urugan. Perhitungan hidrograf banjir menggunakan data hasil perhitungn ordinat hidrograf satuan sintetik Nakayasu dengan routing period penelusuran ∆t=1 jam dan hasil perhitungan hujan efektif periode ke-t (t = 1 sampai 6) dengan kala ulang 100 tahun. Hidrograf debit banjir merupakan jumlah total analisis dari periode ke-1 sampai periode ke-6.

Hidrograf debit banjir waduk Gonggang dapat dihitung berdasarkan dari hasil perhitungan hidrograf debit banjir Nakayasu. Hasil perhitungan hidrograf debit banjir waduk Gonggang akan digunakan sebagai debit masukan ( inflow ) untuk penelusuran waduk.

Perhitungan debit banjir waduk Gonggang tersebut menggunakan data ordinat HSS Nakayasu dan curah hujan maksimum pada kurun waktu 10 tahun, yaitu tahun 2000 sampai 2009.

4. Penelusuran Banjir Waduk Penelususran waduk merupakan salah satu bentuk dari penelusuran aliran secara

hidrologis. Apabila penelusuran tersebut berupa banjir maka disebut penelusuran banjir secara hirologis (hydrologic routing).

Pada penelusuran waduk aliran keluar dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

: aliran masuk pada waktu ke 1 dan ke 2

: aliran keluara pada waktu ke 1 dan ke 2

, , : konstanta yang mempunyai bentuk seperti pada rumus (2.25)

sampai (2.28)

( 2 jam )

Δt

: interval waktu ( 0,1 jam )

[Bambang Triatmodjo (2009)]

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Studi Lapangan

Tahap ini adalah tahap dimana penulis mencari referensi ke lapangan pada objek sebuah bendungan yang dalam tahap pembangunan. Berdasarkan kerja praktek yang telah dilakukan penulis pada proyek pembangunan Bendungan Gonggang Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan, maka studi lapangan yang digunakan sebagai referensi adalah di bendungan tersebut.

Gambar 3.1. Peta Lokasi Waduk Gonggang

3.2. Langkah – langkah Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara bertahap, langkah – langkah penelitian ini adalah :

 Mencari data atau informasi  Mengolah data  Bagan alir penelitian

3.2.1. Mencari Data atau Informasi

1. Tahap persiapan Tahap ini dimaksudkan untuk mempermudah jalannya penelitian, seperti pengumpulan data, analisis, dan penyusunan laporan. Tahap persiapan meliputi :

 Studi Pustaka Studi pustaka dimaksudkan untuk mendapatkan arahan dan wawasan sehingga mempermudah dalam pengumpulan data, analisis data maupun dalam penyusunan hasil penelitian.

 Observasi Lapangan Observasi lapangan dilakukan untuk mengetahui dimana lokasi dilakukannya pengumpulan data yang diperlukan dalam penyusunan penelitian.

2. Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data – data yang diperoleh tidak melalui pengukuran secara langsung (data primer), melainkan menggunakan data – data yang pernah dicatat dan didesain oleh instansi yang berkepentingan (data sekunder). Data untuk penelitian diambil dari data yang dimiliki konsultan Pengawas yang bersumber dari Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai Bengawan Solo di Surakarta. Data hujan yang diambil adalah data hujan dari dua stasiun terdekat yang mewakili hujan daerah waduk Gonggang yaitu stasiun Poncol dan stasiun Parang. Hujan harian maksimum dari kedua stasiun diambil dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 (10 tahun).

 Data parameter Daerah Pengaliran Sungai ( DPS )  Data elevasi maindam  Data daerah Genangan

Data waduk yang berupa data parameter DPS digunakan sebagai data masukan untuk analisis muka air banjir waduk Gonggang. Data ini penulis peroleh dari PT Ika Adya Perkasa selaku konsultan pengawas yang bekerjasama dengan pihak PPK Pengembangan dan Konservasi Sumber Daya Air Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo.

3.2.2. Mengolah data

Setelah mendapatkan data yang diperlukan, data sekunder tersebut kemudian diolah menjadi data yang siap pakai. Data siap pakai kemudian digunakan sebagai bahan baku analisis data selanjutnya sehingga diperoleh hasil sesuai dengan tujuan penelitian.

Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan pada stasiun Poncol dan stasiun Parang. Dari data kedua stasiun tersebut kemudian dianalisa frekwensinya sehingga diperoleh pola distribusi hujan yang tepat untuk data tersebut. Lalu dihitung nilai hujan rancangannya untuk periode ulang tertentu berdasarkan hasil analisa frekwensi. Setelah didapatkan nilai hujan rancangan untuk periode ulang tertentu lalu dicari hujan efektifnya.

Parameter DPS seperti luas catchment area dan panjang sungai bersama-sama dengan hujan efektif digunakan untuk menentukan debit banjir dengan menggunakan hidrograf satuan. Cara yang digunakan untuk menghitung hidrograf debit banjir adalah metode HSS Nakayasu. Debit banjir dari hidrograf satuan sintetik Nakayasu tersebut dijadikan sebagai debit masukan ( inflow )

Data inflow digunakan untuk menghitung debit keluaran ( outflow ) dengan menggunakan persamaan – persamaan dalam Penelusuran Waduk dari buku Hidrologi Terapan [Bambang Triatmodjo (2009)].

antara elevasi tanggul dengan elevasi muka air banjir maksimum harus lebih besar dari tinggi jagaan tanggul ( free board ). Ini berarti tinggi tanggul telah aman dari limpasan banjir maksimum yang bisa terjadi. Tetapi sebaliknya apabila selisih antara elevasi tanggul dengan elevasi muka banjir maksimum lebih kecil dari tinggi jagaan tanggul, berarti tanggul tidaka aman, sehingga perlu adanya penanggulangan terhadap bahaya limpasan banjir maksimum seperti peninggian tanggul dan pelebaran pelimpah.

3.2.3. Bagan Alir Penelitian

Seluruh data atau informasi baik primer maupun sekunder yang telah terkumpul kemudian diolah atau dianalisis dan disusun untuk mendapatkan hasil akhir dari analisis Hydrologic Routing Waduk. Secara keseluruhan kegiatan penelitian dapat ditulis dalam bagan alir sebagai berikut :

Gambar 3.2. Bagan Alir Penelitian

Mulai

Observasi Lapangan atau Studi Pustaka

Pengumpulan Data

Analisis Data Hujan dengan metode Hydrologic Routing

Aman

Selesai

Tidak Aman

BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengumpulan Data Curah Hujan

Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan dari Stasiun Poncol dan Stasiun Parang selama kurun waktu 10 tahun, yaitu dari tahun 2000 sampai 2009. Data curah hujan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1. dibawah ini:

Tabel 4.1. Data Curah Hujan

No Tahun Tanggal

St. Poncol

(A)

St. Parang

(B)

Maksimum (mm)

Sumber: PT Ika Adya Perkasa

Tahun Curah Hujan

4.2. Pengolahan Data Hujan

4.2.1. Analisa Frekwensi

Data hujan maksimum harian rata-rata daerah Waduk Gonggang (Tabel 4.2) diurutkan dari curah hujan terkecil dan dilakukan analisa frekwensi untuk menentukan jenis distribusi frekwensi yang tepat. Analisa frekwensi dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Analisa Frekwensi Hujan Daerah Waduk Gonggang

Tahun

x 2 ( −)

42 1764 -145946,9846

56 3136 -57736,23963

56,5 3192,25 -55524,36838

58,5 3422,25 -47241,63338

88 74 -294,079625

88 74 -294,079625

Standart Deviasi (Simpangan Baku) dihitung dengan rumus (2.2) :

= 52,7099 Koefisien Variasi (Cv) dihitung dengan rumus (2.1) :

Koefisien Kepencengan/Skewness (Cs) dihitung dengan rumus (2.4) :

(10 − 1). (10 − 2). (52,7099) × 1887808,08 = 1,7904 Koefisien Kurtosis (Ck) dihitung dengan rumus (2.5) :

(10 − 1). (10 − 2). (10 − 3). (52,7099) × 294543317,8 = 0,7571 Perbandingan Cs : Cv

Dari perhitungan analisa frekwensi dapat ditentukan jenis distribusi yang tepat menurut Sri Harto (1981) pada Tabel 4.4 berikut :

Distribusi

Syarat

Hasil Hitungan

Keterangan Normal

Tidak dipilih Log Normal

Tidak dipilih

Tidak dipilih

Apabila hasil hitungan tidak memenuhi/mendekati persyaratan dari ketiga jenis distribusi diatas maka digunakan distribusi Log Pearson Type III.

4.2.2. Hujan Rancangan Waduk Gonggang

Hujan rancangan dihitung berdasarkan hasil analisa frekwensi curah hujan daerah waduk Gonggang yaitu dengan distribusi Log Pearson Type III. Adapun perhitungan analisa hujan rancangan adalah pada Tabel 4.5 berikut :

Tabel 4.5. Analisa Hujan Rancangan Metode Log Pearson Type III

No. x

Log X

(Log X) 2 (Log X - Log Xa) 3

-3,16683E-05

-3,16683E-05

5,19175E-06

Standard deviasinya dihitung dengan rumus (2.7) :

= 0,2125 Koefisien kemencengan / Skewness (Cs) dihitung dengan rumus (2.8) :

Untuk harga Cs = - 0.3155 maka didapat harga – harga G (koefisien Pearson) hasil interpolasi dari harga pada lampiran C pada Tabel 4.6 berikut :

Tabel 4.6. Harga G pada periode ulang tertentu untuk Cs = - 0.3155

Maka hujan rancangan tiap periode ulang ke-I (R Ti ) dihitung dengan rumus (2.9) sebagai berikut :

Periode ulang selanjutnya ( i = 5, 10, 25, 50, 100, 200, 1000 ) perhitungan analog dengan perhitungan diatas dan didapatkan hujan rancangan tiap periode ulang pada Tabel 4.7.

P (%)

T (tahun)

Hujan Rancangan (mm)

4.2.3. Hujan Efektif Waduk Gonggang

4.2.3.1. Koefisien Pengaliran

Dari tabel rumus-rumus koefisien pengaliran / limpasan (lihat Tabel 2.1. pada Landasan Teori) dapat dilihat bahwa rumus koefisien pengaliran tergantung dari beberapa faktor antara lain daerah sungai (hulu, tengah atau hilir), kondisi sungai dan besar curah hujannya. Untuk waduk Gonggang dimana terdapat pada derah sungai bagian tengah dan mempunyai curah hujan R T < 200 mm maka digunakan rumus pengaliran :

Tabel 4.8. Nilai Koefisien Pengaliran Untuk Periode Ulang Tertentu

T (tahun) Hujan Rancangan / R T (mm) Koefisien Pengaliran / α

4.2.3.2. Distribusi Hujan Satuan

Untuk menghitung distribusi hujan satuan terlebih dahulu dihitung distribusi periode ke-t dengan rumus (2.10) sebagai berikut :

Untuk periode ke-1 :

Perhitungan selanjutnya analog dengan perjitungan diatas dan didapatkan distribusi hujan periode ke-t pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Distribusi Hujan Untuk Periode ke-t

Rt

Per.ke-1 Per.ke-2 Per.ke-3 Per.ke-4 Per.ke-5 Per.ke-6

Kemudian dan distribusi hujan periode ke-t dihitung distribusi hujan satuannya dengan rumus (2.11) :

Perhitungan untuk periode ke-2 dan seterusnya analog dengan perhitungan diatas dan didapatkan distribusi hujan satuan pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10. Distribusi Hujan Satuan Distribusi Hujan ke (t) = t . Rt – (t -1) R (T – 1)

Per.ke-1

Per.ke-2

Per.ke-3

Per.ke-4

Per.ke-5

Per.ke-6 0,550

4.2.3.3. Hujan Agihan / Hujan Efektif

Hujan efektif dihitung dengan rumus (2.12) sebagai berikut. Untuk hujan rancangan periode ulang 2 tahun ( R T = 86, 5635 dan α = 0,2902 ) maka hujan efektifnya adalah :

= 25,1185 Perhitungan untuk periode ulang selanjutnya analog dengan perhitungan diatas

dan didapatkan hasil perhitungan Hujan Efektif pada Tabel 4.11. Tabel 4.11. Hasil Perhitungan Hujan Efektif

T (tahun) Hujan Rancangan / R T (mm)

R effektif

Hujan efektif kemudian didistribusikan menjadi hujan efektif periode ke-t dengan rumus (2.13) sebagai berikut :

Untuk hujan effektif kala ulang 2 tahun :

= 25,1185 × 55% = 13,8152 Perhitungan hujan effektif periode ke-1 ( t = 1 – 6 ) dengan periode ulang tertentu

selanjutya analog dengan perhitungan diatas dan didapatkan hasil perhitungannya sebagai berikut pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12. Hasil Perhitungan Hujan Efektif Periode ke-t Periode distribusi

Hujan effektif (mm/jam)

200 th 1000 th

100 R eff.

0.5063 0.5356 R T

R eff : Hujan effektif

α : Koefisien aliran

R T : Hujan rancangan

4.2.4. Analisa Debit Banjir

4.2.4.1. Ordinat Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

Diketahui parameter DPS untuk meghitung debit banjir HSS Nakayasu sebagai berikut :

 Luas catchment area waduk Gonggang

A = 12,761 km 2  Panjang sungai Gonggang

L = 11,071 km

Sedangkan sketsa ordinat HSS Nakayasu dapat dilihat pada gambar 4.1.:

Gambar 4.1. Sketsa Ordinat HSS Nakayasu Waktu konsentrasi (tg) dihitung dengan rumus (2.19) atau rumus (2.20)

berdasarkan panjang sungai (L). Untuk panjang sungai Gonggang yaitu L = 11,071 km atau L < 15 km, maka tg dihitung dengan rumus (2.19) sebagai berikut:

Diambil waktu effektif tr = 1,13 jam = 1,1 jam Tenggang waktu ( time lag ) dan permulaan hujan sampai terjadi debit puncak

banjir (Tp) dihitung dengan rumus (2.22) : = 1,13 + (0.8 × 1,13) = 2,034

Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit dari debit puncak sampai menjadi

30% dari debit puncak (T 0.3 ) untuk kurva turun 1 dihitung dengan rumus (2.23) : . = 2 × 1,13 = 2,26