BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Ovarium - Perbedaan Dan Hubungan Ekspresi VEGF Antara Tumor Ovarium Ganas Dan Jinak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Ovarium

  Tumor ovarium adalah temuan yang sering dijumpai dalam praktik ginekologi. Kebanyakan dari tumor ovarium adalah neoplasma dan umumnya bersifat jinak. Namun, kanker ovarium merupakan penyebab kematian akibat kanker organ reproduksi yang paling sering dijumpai. Di seluruh dunia setiap tahunnya, sebanyak 204.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium, dan sebanyak 125.000 wanita meninggal akibat penyakit ini. Pada tahun 2009,

  

American Cancer Society melaporkan kanker ovarium sebagai keganasan

  ginekologi dengan kasus kematian tertinggi dimana dari 21.550 kasus kanker ovarium epitel dijumpai 14.600 kematian terkait penyakit tersebut. Angka kematian yang tinggi ini terutama disebabkan tidak timbulnya gejala pada stadium dini dan mayoritas dari pasien (75%) datang pada stadium lanjut,

  1,8 dengan penyakit metastasis luas dalam rongga peritoneal.

  Tumor ovarium terbagi atas tiga kelompok berdasarkan struktur anatomi dari mana tumor itu berasal yaitu tumor epitel ovarium, tumor sel germinal, dan tumor sex cord stromal. Kanker ovarium yang berasal dari epitel merupakan kasus yang terbanyak yaitu meliputi 90-95%, sisanya sekitar 5-10% berasal dari

  1,8 sel germinal dan sex cord stromal.

  Seperti kanker payudara, insidensi kanker ovarium meningkat seiring usia dengan mayoritas pada usia 40-60 tahun. Pada penelitian Fa¨rkkila et al. (2011), dari 106 subyek penelitian, rerata usia saat diagnosis kanker ovarium adalah sedangkan 46 pasien (43%) belum menopause saat didiagnosa. Dari penelitian Duncan et al. (2005) pada 339 pasien dengan kanker ovarium primer, rerata usia saat diagnosis adalah 61 tahun (rentang 24 – 90 tahun ). Sedangkan pada penelitian Alvarez et al. (1999) yang melibatkan 88 pasien kanker ovarium,

  8,9,10,11,12,13

  Selain usia, banyak faktor resiko kanker ovarium terkait dengan teori “incessant ovulation”, meliputi infertilitas, nuliparitas, peningkatan jumlah siklus ovulasi, menarche dini dan menopause lanjut. Stimulasi ovarium yang berkepanjangan oleh gonadotropin dan trauma serta penyembuhan berulang karena ovulasi atau inflamasi diduga berperan sebagai etiologi kanker

  6,10,14 ovarium.

  Faktor resiko lain terkait kanker ovarium adalah riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium. Diperkirakan 5-10% kanker ovarium epitel disebabkan pewarisan mutasi germline pada gen predisposisi kanker, dimana gen BRCA 1 dan BRCA2 dikaitkan dengan kanker payudara dan ovarium.

  BRCA1 maupun BRCA2 merupakan gen supresor tumor. Gen BRCA1 terletak pada kromosom 17q21, pasien dengan mutasi gen ini terbukti memiliki peningkatan resiko terjadi kanker payudara (60-85 %) dan kanker ovarium (20– 40%). BRCA2 terletak di kromosom 13q12, mutasi gen ini juga mengarah pada peningkatan resiko kanker payudara (60-85%) dan kanker ovarium (10-20%).

  Hal ini menyebabkan peningkatan permintaan untuk konseling dan pemeriksaan

  9,10,15 genetis.

2.2 Angiogenesis pada Kanker Ovarium

  Pertumbuhan tumor ganas dan kemampuan metastasis, keduanya telah terbukti sangat tergantung pada angiogenesis, atau pembentukan pembuluh darah baru. Neovaskularisasi diperlukan oleh tumor untuk menyediakan nutrisi dan oksigen yang tidak dapat dipenuhi melalui difusi sederhana agar menghasilkan berbagai faktor angiogenik yang mempromosikan migrasi sel endotel, biasanya dari venule pasca kapiler ke tumor, sehingga terjadi

  6,16,17,18 perkembangan pembuluh darah dari kapiler.

  Neovaskularisasi atau pembentukan pembuluh darah baru dibedakan menjadi vaskulogenesis dan angiogenesis. Vaskulogenesis secara klasik merupakan proses pembentukan pembuluh darah baru yang berasal dari hemangioblas yang berdiferensiasi menjadi sel darah dan sel endotel matur.

  Pada embrio dan yolk sac, pembuluh darah dini berkembang dari agregasi angioblas menjadi sambungan jaringan pembuluh endotel yang sederhana.

  Kemudian terjadi remodelling pembuluh darah primitif ini menjadi sistem sirkulasi yang fungsional. Pembuluh darah ini juga mengalami proliferasi dan regresi lokal

  

16,17

serta pertumbuhan cabang dan migrasi.

  Angiogenesis adalah proses pembentukan pembuluh darah baru yang berasal dari jaringan pembuluh darah yang telah ada sebelumnya dengan cara pembentukan capillary sprouting. Selama proses ini, sel endotel yang matur membelah dan menempel pada kapiler baru. Sinyal VEGF diperlukan pada

  16,17,19 vaskulogenesis dan angiogenesis.

  Angiogenesis dimulai dari stimulasi endothelium, menghasilkan hiperpermeabilitas dari membran endotel dan degradasi membran basal dan stroma di bawahnya. Langkah selanjutnya adalah migrasi dan proliferasi sel endotel, dan pembentukan pembuluh darah baru dan kapiler. Dua faktor penting dalam angiogenesis adalah fibroblast growth factor (b-FGF) dan vascular

  

endothelial growth factor (VEGF). VEGF ditemukan sebagai faktor yang

factor (VPF). Kebanyakan tumor mengekspresikan VEGF, termasuk kanker

  ovarium, lambung dan usus. Peningkatan permeabilitas kapiler akibat produksi zat aktif lokal seperti VEGF, juga dapat menjadi faktor penting dalam

  6,17,20,21 patofisiologi asites pada keganasan.

  Angiogenesis klasik terdiri dari fase penonjolan pembuluh darah (sprouting vessel) dan fase resolusi. Fase sprouting terdiri dari enam komponen: (i) meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan deposisi fibrin ekstravaskuler, (ii) pembongkaran dinding pembuluh, (iii) degradasi basement membran, (iv) migrasi sel dan invasi matriks ekstraseluler, (v) proliferasi sel endotel, dan (vi) pembentukan lumen kapiler. Fase resolusi terdiri dari lima komponen: (i) penghambatan proliferasi sel endotel, (ii) penghentian migrasi sel, (iii) pemulihan basement membran, (iv) junctional pematangan kompleks, dan (v) perakitan dinding pembuluh termasuk perekrutan dan diferensiasi sel otot polos dan pericytes. Selain angiogenesis klasik, berbagai bentuk angiogenesis

  

nonsprouting turut berperan dalam perkembangan tumor, termasuk

  pertumbuhan pembuluh darah intussusepsi, kooptasi, pembentukan pembuluh

  3,17,20 mosaik, dan mimikri vaskulogenik (gambar 2.1).

  Pembuluh darah baru sering memiliki membran basal yang cacat dan berdinding tipis sehingga mudah bocor, menyediakan tempat dimana sejumlah besar sel-sel kanker dapat memasuki sistem peredaran darah dan bermetastasis. Oleh karena itu proses angiogenik tidak hanya meningkatkan pertumbuhan tumor secara lokal tetapi memfasilitasi penyebaran sel tumor ke

  3,17 situs lain.

Gambar 2.1. Mekanisme neovaskularisasi tumor. (A) Endothelial sprouting merupakan proses yang dominan pada pertumbuhan pembuluh darah. Lumen sel endotel bermigrasi disepanjang

  

membran dasar pembuluh darah ke dalam matrix ekstrasel, berkembang menjadi pertumbuhan

bentuk yang memanjang. (B) Mimikri vaskulogenik merupakan perkembangan saluran

mikrovaskular oleh sel tumor. (C) Kooptasi pembuluh darah melibatkan penggunaan pembuluh

darah yang telah ada pada host. (D) Proses neovaskularisasi tumor melibatkan pelepasan faktor

proangiogenik seperti VEGF oleh sel tumor menyebabkan aktifasi endotel, pertumbuhan

3 pembuluh darah dan meluasnya tumor.

2.3 Aktivator dan penghambat angiogenesis

  Pada manusia dewasa, sel-sel endotel sangat sedikit membelah, hanya 1 dari setiap 10.000 sel endotel pada satu siklus pembelahan sel. Namun, terdapat peningkatan mitosis sel endotel dan angiogenesis selama penyembuhan luka dan perbaikan jaringan, selama pembentukan korpus luteum ovarium, dan selama perkembangan plasenta pada kehamilan. Penghambatan angiogenesis merupakan terapi potensial untuk gangguan angiogenesis non-fisiologis termasuk degenerasi makula mata terkait usia, retinopati diabetes,

  19,20 endometriosis, psoriasis, arthritis, pertumbuhan tumor dan metastasis.

  Angiogenesis merupakan sistem yang dikendalikan oleh faktor proangiogenik dan faktor antiangiogenik. Keseimbangan angiogenik adalah keseimbangan fisiologis antara sinyal stimulasi dan inhibisi pertumbuhan pembuluh darah. Terdapat sekitar 30 faktor endogen pro-angiogenik, beberapa tercantum dalam Tabel 2.1. Tiga famili regulator memegang peran penting dalam vaskulogenesis dan angiogenesis. Famili VEGF/VEGFR adalah famili regulator yang paling banyak dipelajari. Sistem angiopoietin mengendalikan maturasi pembuluh darah sementara sistem eph/Ephrin mengendalikan asimetri arterio-

  5,20,21,22 vena.

Tabel 2.1 Faktor pro-angiogenik endogen

  Faktor MW (kDa)

  20 Acidic Fibroblast Growth Factor (aFGF,FGF1) b Angiogenin

  17,5 b Angiopoeitin-1 57,5 16,6

  Angiopoeitin-2 56,9 Basic fibroblast growth factor (bFGF, FGF2) b Ephrin-A1

  23,8 17,3 Ephrin-B1

  38,0 Ephrin B2 36,9 Epidemial Growth Factor (EGF) b Granulocyte colony-stimulating factor (GCSF) 16,3

  134 Macrophage-granulocyte colony-stimulating factor (GM –CSF) 16,3 Hepatic growth factor (HGF,Scatter factor) b Interleukin-8 (II-8, CXCL8)

  83,1 b Leptin 18,6 11,1

  Placental Growth Factor (PIGF) b Platelet-derived endothelial growth factor (PD-EGF) 24,8 b Platelet-derived growth factor-A (PDGF-A) 50,0 b Platelet-dreived growth factor-B (PDGF –B) 24,0 b Transforming growth factor-

  α ( TGF-α) 27,3

b

Transforming Growth Factor- ᵝ (TGF-ᵝ) 17,0 b Tumor Necrosis Factor (TNF-

  α) 44,3 b Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF-A) 25,6 b

  VEGF-B 27,6 b

  VEGF-C 21,6 b

  VEGF-D 46,9 b 40,4 a

  Molecular weight (MW) corresponding to the unprocessed human precursor b Commonly found in human tumors

  Pada tabel 2.2 tercantum beberapa faktor anti-angiogenik dari sekitar 30 faktor endogen anti-angiogenik. Sebagai regulator negatif, anti-angiogenik yang paling banyak dipelajari meliputi angiostatin, endostatin, dan thrombospondin. Dalam kondisi yang fisiologis pada manusia dewasa, aksi regulator negatif tertentu, misalnya, selama perkembangan tumor, pembuluh darah mengalami apa yang disebut “angiogenic switch”, aksi regulator positif dominan dan angiogenesis menjadi aktif. Kaskade angiogenesis ini akan menimbulkan perubahan fenotip pada sel endotel pembuluh darah tumor sehingga memungkinkan tumor tumbuh cepat, menginvasi jaringan sekitarnya serta

  18,20,22,23,24 bermetastasis.

Tabel 2.2 Faktor anti-angiogenik

  Inhibitor MW (kDa)

  

20

(A) Derived from the extracellular matrix Anestelin

  263 Arresten 161 Canstatin 168 Chondromodulin-1 37,1 EFC-XV 142 Endorepellin 469 Endostatin 154 Fibulin Fragments ≈ 77 Thrombospondin-1 and -2 129

  Tumstatin 162 (B) Non- Matrix derived factors

  Angiostatin 90,6 Antithrombin III ( Cleaved) 52,6

  Hemopexin-like domain (PEX) 73,9 Interferon- α, -ᵝ,-ᵞ ≈22 Interleukin-1, -4, -12,-18 ≈17

  2-Methoxyestradiol Pigment epithelium-derived factor (PEDF) 46,3 Plasminogen krimgle-5 90,6 Platelet factor-4

  10,8 Prolactin Fragments 25,9 Prothrombin kringle-2 70,0 Semaphorin – 3F

  88,4 Soluble VEGFR1 151 TIMP-2 24,4 Troponin-1 21,2 TrpRS 53,2 Vasostatin 48,1

2.4 Famili VEGF

  VEGF merupakan sitokin multifungsi yang merangsang angiogenesis dan meningkatkan permeabilitas mikrovaskular melalui ikatan reseptor spesifik yang diekspresikan pada sel endotel vaskular. Yang termasuk ke dalam kelompok

  VEGF adalah VEGF-A, VEGF-B, VEGF-C, VEGF-D, VEGF E dan Placental Growth Factor (PIGF). Setiap protein ini mengandung urutan sinyal yang

  1,5,16,20,21,22,23,25 membelah selama proses biosintesis.

  VEGF telah terbukti memiliki peran penting dalam pembentukan neovaskular pada tumor, menyediakan makanan bagi sel-sel tumor yang tinggi metabolismenya serta menyediakan akses ke pembuluh darah host. Penelitian telah menunjukkan peran dari VEGF dalam berbagai tahapan karsinogenesis ovarium, dengan efek pada pertumbuhan tumor dan neovaskularisasi terlihat pada model hewan dan pada manusia. Pada kanker ovarium stadium lanjut,

  VEGF menginduksi hiperpermeabilitas pembuluh darah peritoneum, selanjutnya terjadi hiperosmolaritas intraperitoneal yang disebabkan bocornya plasma

  6,22,25,26 protein. Hal ini akan menimbulkan asites.

  Pada kanker ovarium stadium dini, peningkatan ekspresi VEGF berhubungan dengan massa bebas penyakit yang lebih singkat serta klinis yang lebih buruk. Kadar serum VEGF yang tinggi dianggap merupakan faktor resiko dan parameter prognostik terhadap metastasis, peningkatan stadium dan

  6,26,27 penurunan angka ketahanan hidup pada penderita kanker ovarium.

2.4.1 VEGF A

  VEGF-A pada umumnya hanya disebut sebagai VEGF saja. Ditemukan pada akhir 1970-an, VEGF merupakan glikoprotein dimerik terikat disulfida dengan berat 34 hingga 42-kDa, dan mengandung lokasi N-linkage glycosylation, yang terdiri dari 9 isoform hasil dari splicing alternatif pre transkrip yang berperan dalam proses angiogenesis adalah VEGF 121, 145, 165, 183,

  5,16,18,20,21,25 189 dan 206.

  Ekspresi gen VEGF paling banyak diregulasi oleh keadaan hipoksia, hormon seks steroid dan beberapa sitokin. VEGF A mRNA pada keadaan normal dijumpai pada jaringan paru-paru, ginjal, jantung dan kelenjar adrenal. Kadar VEGF A dengan kadar yang rendah dapat terdeteksi di limpa, hati dan mukosa lambung. VEGF A mRNA diekspresikan secara luas pada keganasan payudara, kanker ovarium, kanker kolorektal, kanker paru-paru non small cell dan kanker prostat. Di antara seluruh anggota famili VEGF, VEGF A dianggap

  5,16,17,20,25 regulator yang paling penting dalam angiogenesis.

2.4.2 VEGF B

  VEGF B ditemukan pada tahun 1995. VEGF B diekspresikan pada myocardium, otot skeletal dan pankreas. Gen VEGF B disusun oleh 7 exon.

  Splicing alternatif dari exon 6 menghasilkan 2 isoform VEGF B yaitu VEGF-B167 (21 kDa) dan VEGF-B186 (32 kDa). VEGF B167 strukturnya mirip dengan

  5,17,20 beberapa isoform VEGF A.

  VEGF B berikatan dengan permukaan sel atau pericellular heparan

  

sulfate proteoglycans dimana VEGF B186 disekresikan secara bebas. VEGF-B

  mRNA diekspresikan pada beberapa neoplasama pada manusia, meliputi thymoma, karsinoma payudara, fibrosarkoma, lymphoma non-Hodgkins, dan melanoma. Oleh karena ekspresinya pada tumor dan kemampuannya mengaktifkan VEGFR1 dan neurophilin 1, VEGF B menjadi target yang potensial

  17,20 pada pengobatan kanker.

2.4.3. VEGF C

  Gen untuk VEGF-C menghabiskan rentang lebih dari 40 kB DNA dan terdiri dari tujuh exon. VEGF C disintesa sebagai prepro protein yang mengalami proteolitik untuk menghasilkan growth factor dalam bentuk yang matur. Dua prekursor VEGF C akan membentuk homodimer yang dihubungkan oleh ikatan disulfida dari setiap satu terminal C pada terminal propeptida N. Sebelum disekresi, dimer ini akan mengalami proteolisis.

  VEGF C dimerik yang matur

  5,20,27 mengandung 8 residu cysteine homolog.

  Pada manusia dewasa, VEGF-C lebih dominan pada jantung, plasenta, ovarium, usus kecil dan kelenjar tyroid. Bentuk VEGF C matur akan mengikat

  VEGFR2 dan VEGFR3 dan menjadi faktor penting pada lymphogenesis. Pada perkembangan pembuluh limfatik, adanya lymphedema disebabkan adanya defek pada VEGF C. Sinyal VEGF C diperlukan untuk migrasi dan bertahannya sel endotel pembuluh limfatik dan pembentukan kantung lymph. VEGF-C ikut berperan dalam limfangiogenesis selama embriogenesis dan dalam pemeliharaan diferensiasi endotel limfatik pada usia dewasa. Selain itu, VEGF-C diekspresikan dengan fraksi yang signifikan pada beberapa tumor termasuk kanker payudara, leher rahim, usus besar, paru-paru, prostat, lambung. Dengan

  5,20 demikian, VEGF-C merupakan target anti-kanker yang potensial.

  2.4.4. VEGF-D

  Seperti VEGF-C, VEGF-D disintesis sebagai prepro-protein yang mengalami proses proteolitik yang rumit untuk menghasilkan bentuk faktor pertumbuhan yang matur. VEGF-D yang matur merupakan homodimer non-

  VEGFR3, hal ini penting dalam limfangiogenesis. Gen VEGF-D berisi tujuh

  5,20,26 ekson dan ditemukan pada kromosom X.

  Jaringan usus, jantung, paru-paru, otot rangka, dan usus kecil menunjukkan transkrip VEGF-D yang tinggi sementara ovarium, pankreas, prostat, limpa, dan testis menunjukkan transkrip VEGF-D yang rendah. Regulasi

  VEGF-D meningkat pada karsinoma payudara, kolorektal, lambung, tiroid, neoplasia intraepitel serviks, glioblastoma, dan melanoma. Ekspresinya berkorelasi dengan metastasis kelenjar getah beningpada kanker kolorektal, paru-paru, dan ovarium. Sinyal VEGF-D memiliki potensi menjadi target anti-

  20,23 kanker dan antimetastasis.

  2.4.5 VEGF E

  VEGF-E adalah VEGF yang dikode oleh parapoxvirus Orf. VEGF-E berikatan dengan afinitas tinggi pada VEGFR2 tapi tidak dengan VEGFR1.

  Faktor ini terlibat dalam angiogenesis patologis pada lesi akibat infeksi

  5,20 parapoxvirus.

  2.4.6 Placenta Growth Factor (PlGF)

  Placenta Growth Factor merupakan glikoprotein homodimeric yang memiliki kemiripan urutan asam amino sebesar 42% dengan VEGF dan dapat meningkatkan sinyal VEGF. PlGF memiliki inti seperti kelompok VEGF yaitu terdiri dari delapan residu cystein yang turut dalam pembentukan ikatan disulfida empat isoform yaitu PlGF- 131, -152, -203, dan -224 berdasarkan splicing alternatif pra-mRNA. Transkrip isoform PlGF muncul terutama di plasenta.

  Ekspresi isoform PlGF yang berbeda-beda juga dapat dijumpai pada payudara, lambung, prostat, kanker paru-paru non small cell, jantung yang normal, otot

  16,20,25 skeletal, retina, dan kulit, namun PlGF hanya berikatan dengan VEGFR1.

2.5 Reseptor VEGF

  Tiga famili reseptor protein-tyrosine kinase memegang peran penting dalam vaskulogenesis dan angiogenesis. Tiga reseptor tirosin kinase VEGF afinitas tinggi telah diidentifikasi: VEGFR-1 (flt-1), VEGFR-2 (flk-1/KDR) dan VEGFR-3 (flt-4). Pengikatan reseptor VEGF ini memulai kaskade jalur sinyal yang memediasi migrasi, proliferasi, kelangsungan hidup dan permeabilitas sel

  5,19,20,22,23 endotel.

  VEGF-A berinteraksi dengan baik VEGFR-1 dan VEGFR-2 untuk memediasi angiogenesis, sedangkan VEGF-B dan PlGF memiliki afinitas tinggi hanya dengan VEGFR-1. VEGF-C dan VEGF-D mengikat baik VEGFR-2 dan

  VEGFR-3 untuk mengatur angiogenesis dan juga terlibat dalam limfangiogenesis. VEGFR-2 adalah reseptor utama yang mempromosikan efek pro-angiogenik VEGF-A dan menjadi target utama terapi anti-angiogenik, meskipun studi tambahan telah menggarisbawahi pentingnya signaling melalui

  5,20,25,26 VEGFR-1.

  Tambahan ko-reseptor termasuk neuropilin (neuropilin-1 dan -2), meningkatkan ikatan VEGF ke reseptornya. Namun, data terakhir menunjukkan

  VEGFR-2, dan bahwa VEGF121 dapat langsung berinteraksi dengan neuropilin-

  5,20,23 1 tanpa membentuk kompleks NRP-1-VEGFR-2.

2.5.1. VEGFR1

  VEGFR1 (Flt-1, fms-like tyrosyl kinase-1) berikatan dengan VEGF, PlGF dan VEGF B. VEGFR1 memiliki berat molekul sebesar 210 kDa. Gen VEGFR1 manusia, yang terdiri dari 30 ekson, berlokasi di kromosom 13q12. Alternatif splicing dari pre-mRNA VEGFR1 menghasilkan isoform reseptor yang larut (sVEGFR1) yang dapat mengikat dan menghambat kerja dari VEGF. VEGFR1 memiliki beberapa fungsi yang bergantung pada perkembangan stadium dan

  20,22 lokasi sel endotel yang memproduksi reseptor.

  VEGF A memiliki afinitas yang lebih tinggi dengan VEGFR1 dari pada

  VEGFR2. VEGFR1 memiliki afinitas fosforilasi tirosine kinase yang lemah setelah perangsangan oleh VEGF. Aktivasi VEGFR1 tidak memiliki efek langsung terhadap proliferasi, namun aktivasinya berdampak pada ekspresi

  

plasminogen activator pada sel endotel, dimana molekul ini berperan pada

20,25 degradasi matriks ekstraselular dan migrasi sel.

  PlGF ditemukan mengikat sampel sel endotel vena umbilicus manusia yang mengekspresikan VEGFR1 dan VEGFR2, dan menggantikan sebagian kecil isoform VEGF-165 yang terikat. Hasil ini sesuai dengan anggapan bahwa PlGF hanya berikatan dengan VEGFR1. Potensiasi PlGF ini dianggap

  20,25 berkontribusi terhadap angiogenesis selama perkembangan tumor.

  VEGFR2 (Flk-1/KDR, Fetal liver kinase-1/Kinase Domain-containing

  

Receptor) berikatan dengan VEGF dengan berat jenis molekul lebih rendah

  (110-165 residu asam amino), VEGF-E, dan VEGF-C serta VEGF-D bentuk matur. VEGFR2, yang memiliki berat molekul berkisar 210 kDa, merupakan mediator dominan migrasi sel endotel, proliferasi, kelangsungan hidup, dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang distimulasi VEGF. Meskipun

  VEGFR2 memiliki afinitas yang lebih rendah untuk VEGF dari pada VEGFR1, VEGFR2 menunjukkan aktivitas protein tyrosine-kinase terhadap ligandnya.

  VEGF merangsang terjadinya dimerisasi VEGFR2 yang menyebabkan

  5,20 autofosforilasi dan aktivasi reseptor.

2.5.3 VEGFR3 (Flt-4)

  VEGFR 3 memiliki berat molekul 170kDa, memegang peranan penting dalam terjadinya remodelling primer pleksus kapiler pada embrio serta berperan pada angiogenesis dan limfangiogenesis pada manusia dewasa. Reseptor ini terdapat di dalam sel endotel pembuluh darah embrio dan produksinya menurun dan akhirnya terbatas pada pembuluh limfatik. Mutasi pada loop katalitik domain kinase VEGFR3 menyebabkan limfedema yang disebut sebagai Milroy’s disease yang ditandai dengan adanya pembengkakan pada ekstremitas disebabkan oleh domain imunoglobulin ke 6 dengan 2 komponen rantai awal tetap berikatan dengan ikatan disulfida. Pada kultur stem cell embrio, hipoksia meningkatkan

  5,20 ekspresi VEGFR3.

  Neurophilin merupakan ko-reseptor transmembran non-protein-tyrosine kinase untuk kelompok semaphorin dan famili VEGF. Neurophilin juga berfungsi sebagai reseptor isoform VEGF secara terpisah dari VEGFR1, VEGFR2 atau VEGFR3.

  VEGF 165, PlGF 152 dan isoform VEGF B berikatan dengan Neurophilin 1. Sementara VEGF-145, VEGF-165, PlGF-152 dan VEGF-C berikatan dengan neurophilin 2. VEGF 121 bukan merupakan ligand baik pada

  10,20 neurophilin 1 dan 2.

  Neurophilin merupakan glikoprotein dengan komponen ekstra seluler yang besar, segmen transmembran, dan bagian intrasel yang pendek ( ≈40 residu asam amino). Walaupun bagian intra selnya terlalu kecil untuk berfungsi sebagai katalis, tetapi bagian intraselnya mungkin berfungsi sebagai tempat

  5,20 berkumpul sinyal molekul atau sebagai hubungan dengan ko-reseptor.

  Neurophilin 1 terdapat pada neuron sensoris dan neuron simpatis, sedangkan neurophilin 2 terdapat pada neuron simpatis saja. Neurophilin 1 juga terdapat pada bermacam-macam tipe sel non neuronal dan non vaskular pada kondisi fisiologis termasuk pada fibroblas sumsum tulang, adiposa, sel imun

  5,20 dendritik, osteoblas, mesangial ginjal dan sel epitel golmerular ginjal.

2.6 VEGF Sebagai Faktor Pro Angiogenik

  VEGF bekerja pada sel endotel dengan memicu tiga aktivitas utama sel endotel dalam angiogenesis yaitu sekresi protease, migrasi dan proliferasi.

  Degradasi membran dasar dibutuhkan untuk migrasi dan invasi sel endotel. Hal ini merupakan langkah awal yang penting dalam memulai angiogenesis. VEGF degradasi, termasuk matrix degrading meallpotroteinase, metalloproteinase

  

interstitial collagenase, dan serin proteinase seperti urokinase-type plasminogen

activator (uPA) dan tissue-type plasminogen activator (TTPA). Aktivasi enzim-

  enzim tersebut mengarah ke lingkungan yang prodegradasi yang memfasilitasi

  20,22,25 migrasi dan pertunasan sel endotel.

  Mekanisme intraseluler dimana VEGF menyebabkan peningkatan migrasi sel endotel belum sepenuhnya dimengerti, tetapi tampaknya melibatkan sinyal yang berhubungan dengan Focal Adhesion Kinase (FAK) yang menyebabkan pergantian adhesi fokal dan organisasi filamen actin serta reorganisasi actin yang diinduksi MAPK (mitogen-activated protein kinase) p38. Sebagai tambahan telah diusulkan bahwa oksida nitrat juga berperan penting dalam migrasi sel endotel yang diindukasi VEGF. Oksida nitrat telah diimplikasikan dalam proses podokinesis sel endotel dan aktivasi sintase oksida nitrat endotel tergantung

  5,20 pada Akt yang dibutuhkan pada proses migrasi sel yang diinduksi VEGF.

  VEGF mengaktivasi sel endotel dengan efek perubahan morfologi sel endotel, perubahan sitoskeleton, dan menstimulasi migrasi dan pertumbuhan sel endotel. VEGF bersifat mitogen terhadap sel endotel yang menyebabkan proliferasi sel. VEGF juga mempengaruhi faktor survival sel endotel dengan menghambat apoptosis. Pada penelitian invitro VEGF dijumpai menghambat apoptosis dengan mengaktivasi jalur PI3K-Akt yang juga meningkatkan regulasi protein antiapoptotik seperti bcl-2 dan A1. Hal ini akan menghambat aktivasi caspase dan meningkatkan regulasi anggota famili penghambat apoptosis termasuk survivin dan XIAP. Dengan mengaktivasi FAK, VEGF juga

  9,20,25

2.7 Regulasi VEGF

  Sinyal terhadap faktor proangiogenik terutama muncul sebagai respon terhadap hipoksia. Selain hipoksia, berbagai growth factor, hormon, onco-genes,

  5,16,18,24,25,28 dan tumor suppressor genes juga meregulasi ekspresi VEGF.

  2.7.1 Hipoksia

  14 Dalam kondisi fisiogi yang normal, setiap 10 sel pada tubuh

  manusia dewasa mendapat suplai oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik melalui fungsi sistem pulmonal, hematopoietik dan juga sistem kardiovaskular. Oksigen diangkut oleh eritrosit yang bersirkulasi, dikontrol oleh hormon glycoprotein erythropoietin (EPO). Sel yang menghasilan EPO dalam liver dan ginjal dapat mendeteksi konsentrasi oksigen untuk merespon hipoksia sistemik dengan meningkatkan transkripsi

  5 gen EPO.

  Hipoksia juga dapat terjadi terbatas pada tingkat sel di dalam organ spesifik, khususnya akibat perfusi yang tidak cukup. VEGF-A memainkan peran sentral dalam angiogenesis dan neovaskularisasi, meningkatan hantaran oksigen dan substrat energi. Ekspresi VEGF-A dapat dirangsang tergantung pada elemen yang responsif terhadap hipoksia pada regio 5 dan

  5,25,28 3 gen VEGF-A.

  Hypoxia inducible factor-1 (HIF-1) merupakan mediator utama

  terhadap respon hipoksia tersebut. Kompleks protein HIF-1 yang diinduksi adalah heterodimer yang terdiri dari subunit HIF- 1α dan HIF-1β. HIF-1α terdegradasi pada kondisi cukup oksigen melalui ubiquitinasi yang ditingkatkan oleh ikatan pada protein von Hippel Lindau dan p53. Kondisi hipoksia menghambat ubiquitinasi dan menstabilkan protein HIF-

  1α. HIF-1α akan mengalami dimerisasi dengan HIF-1 β agar dapat stabil di dalam kompartemen nuklear. Kompleks ini kemudian akan berikatan serta mengaktivasi promoter VEGF-A dan menyebabkan peningkatan transkripsi

  5,21,25,29,30 VEGF.

  2.7.2 Growth factors dan sitokin inflamasi

  Tumor necrosis factor-alpha (TNF-

  α) adalah sitokin inflamasi dengan spektrum aktivitas biologi yang luas, termasuk dalam angiogenesis.

  TNF- α mempengaruhi pembentukan pembuluh darah baru secara tidak

  C) dan juga pengaturan sistem proteolitik (seperti uPA) merupakan kejadian biologis yang dipicu oleh TNF- α. Lebih lanjut, telah terbukti bahwa TNF-α juga meningkatkan transkripsi gen VEGFR-2 dalam sel endotelial vaskular.

  5,18 Hal ini tentu akan menjelaskan peningkatan dalam ekspresi VEGFR-2.

  Beberapa faktor pertumbuhan seperti tissue growth factor- β (TGF-β),

  

epidermal growth factor (EGF) dan platelet-derived growth factor (PDGF)

  menginduksi ekspresi mRNA VEGF-A. Sitokin seperti IL- 1α pada fibroblast synovial manusia, IL-

  1β pada sel otot polos aorta dan IL-6 pada lini sel tumor

  5,16 telah memperlihatkan stimulasi ekspresi VEGF-A.

  Salah satu kelainan ginekologi yang dihubungkan dengan keadaan inflamasi adalah endometriosis. Endometriosis adalah kelainan ginekologi yang paling sering ditemukan pada wanita usia reproduksi, dimana sekitar 10% wanita usia reproduksi didapati menderita endometriosis. Pada endometriosis, sejumlah besar leukosit direkrut dari sirkulasi darah ke dalam lesi endometriosis sehingga terjadi perubahan jumlah dan fungsi dari leukosit dalam cairan peritoneum dan juga dalam lesi endometriosis. Terdapat perubahan pada populasi sel T, sel B, sel mast, sel dendritik dan makrofag dalam lesi endometriosis ektopik yang mungkin diakibatkan oleh perubahan potensial pada sel T regulator yang

  31,32,33 mempengaruhi terjadinya endometriosis dan progresifitasnya. Endometriosis juga ditandai dengan peningkatan volume cairan peritoneum, peningkatan konsentrasi sel darah putih cairan peritoneum (terutama makrofag) dan peningkatan sitokin inflamasi, faktor pertumbuhan, dan substansi penyokong angiogenesis. Makrofag dapat menyokong pertumbuhan

  

factor seperti Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), epidermal growth

factor (EGF), macrophage-derived growth factor (MDGF), fibronektin, dan

adhesion molecule seperti integrin. Setelah perlekatan sel-sel endometrium ke

  peritoneum, terjadi invasi dan pertumbuhan lebih lanjut yang tampaknya

  33,34 diregulasi oleh matrix metalloproteinase (MMP) dan inhibitor jaringannya.

  Pada penelitian Bourlev et al. (2006) yang membandingkan antara wanita yang menderita endometriosis dengan wanita non-endometriosis, diketahui bahwa ekspresi VEGF-A lebih tinggi pada endometrium wanita dengan endometriosis. Ekspresi VEGFR-1 dan VEGFR-2 lebih rendah pada sel stroma dari wanita yang mengalami endometriosis dibandingkan wanita non- endometriosis. Ditemukan juga ekspresi VEGFR-2 pada pembuluh darah lebih tinggi pada wanita dengan endometriosis pada fase sekresi. Hal ini sejalan dengan penelitian Gagne et al. (2003) yang menjumpai ekspresi VEGF yang kuat pada lesi endometriosis terutama pada lesi merah (aktif) dibandingkan lesi

  35,36 hitam.

  2.7.3 Hormon Estrogen merangsang transkripsi gen VEGF-A dan menstabilkan mRNA VEGF-A sehingga memperlama waktu paruh transkripsi. Kelima regio pengaturan VEGF-A masih belum ditemukan mengandung elemen yang langsung merespon estrogen, namun mengandung beberapa lokasi AP-1 dan Sp1, yang dapat memediasi kerja estrogen. Progestin juga meningkatkan ekspresi VEGF-A pada uterus manusia dan pada sel kanker

  5,16,20 VEGF.

  Pengaruh dari testosterone terhadap ekspresi VETGF-A juga telah diteliti pada lini sel kanker payudara pada tikus S115 yang tergantung androgen dan pada jaringan prostat manusia. Aktivasi transkripsional menyebabkan peningkatan dalam ekspresi VEGF-A termasuk stabilisasi dari mRNA. Bagian pengaturan dari gen VEGF ini tidak mengandung elemen yang berespon terhadap androgen atau gonadotropin. Namun demikian, reseptor androgen terikat ligand telah ditemukan dapat memodulasi transkripsi secara tidak langsung melalui faktor transkripsi lain, seperti

  5,20 kompleks AP-1.

  2.7.4 Onco-genes dan tumor suppressor genes Beberapa onkogen berperan dalam regulasi VEGF seperti c-src dan

  PI3/ras (gambar 2.2). Protoonkogen c-src mengkode protein tyrosine kinase, yang terlibat dalam regulasi ekspresi VEGF dan dalam meningkatkan neovaskularisasi tumor yang sedang tumbuh. Ekspresi onkogen ras mutan merupakan salah satu perubahan genetik yang dideteksi menginduksi ekspresi

  VEGF. Aktivasi ras juga menjadi bagian dari rangkaian sinyal yang diawali

  16,29 beberapa reseptor faktor pertumbuhan seperti EGFR.

  Gambar 16 2.2.

  VEGF sebagai mediator angiogenesis dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspresi VEGF

  Gen supressor tumor p53 merupakan salah satu gen supresor tumor yang paling intensif dipelajari dalam patogenesis tumor solid. Keterlibatan mutasi gen p53 dijumpai pada ekspresi fenotip tumor yang agresif dan invasif. Gen ini berperan penting dalam regulasi VEGF. Perubahan genetik yang terjadi pada p53 akan meningkatkan ekspresi VEGF dengan menginduksi aktivitas HIF-

  16,20,28,29 1.

  2.8 Ekspresi Kuat VEGF Ekspresi kuat VEGF telah dihubungkan dengan progresivitas tumor dan prognosis buruk dalam berbagai macam tumor, termasuk karsinoma kolorektal, karsinoma lambung, karsinoma pankreas, kanker payudara, kanker paru dan melanoma, myeloid leukemia, karsinoma hepar dan kanker ovarium. Penelitian oleh Matei et al. (2007) menjumpai 13 dari 21 kasus karsinoma ovarium (61%) yang diperiksa secara imunohistokimia menunjukkan pulasan sitoplasma positif

  22,37 kuat (+3) untuk ekspresi VEGF. Yamamoto dkk memanfaatkan pewarnaan immunohistokimia dan kadar serum, untuk meneliti hubungan antara ekspresi VEGF dalam neoplasma ovarian dengan faktor klinikopatologi. Pewarnaan positif diamati pada 97% kasus (68 dari 70 kasus) karsinoma ovarium dan 33% kasus (5 dari 15 kasus) immunohistokimia untuk faktor VEGF terkait dengan kelangsungan hidup yang

  2 kurang baik.

  Fa”rkkila et al. (2011) melakukan pemeriksaan imunohistokimia pada jaringan tumor sel granulosa ovarium dari pasien yang didiagnosa sejak tahun 1965-2009 di Helsinki University Central Hospital. Dari 91 tumor sel granulosa, 65 (74%) menunjukkan pulasan kuat untuk VEGF, 23 (26%) pulasan lemah dan hanya 6 (7%) yang negatif terhadap antibodi VEGF. Hasil pewarnaan tersebut tersebar merata pada sel tumor dan lapisan endotel pembuluh darah tumor.

  Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan pentingnya peran VEGF dalam patologi tumor sel granulosa dan mendukung kemungkinan penerapan terapi

  11 berbasis target pada pasien dengan tumor sel granulosa.

  Sebaliknya dari penelitian oleh Duncan et al. pada 339 kasus kanker ovarium primer, ekspresi kuat VEGF hanya dijumpai pada 7% dari seluruh kasus (22 kasus). Penelitian ini bertujuan menilai pola ekspresi VEGF dan perannya dalam menentukan prognosis pasien dengan kanker ovarium yang diperkirakan sesuai untuk mendapat terapi antiangiogenik. Penelitian ini akhirnya menyimpulkan tidak ada hubungan antara ekspresi VEGF dan varibel klinis

  12 sehingga peran antiangiogenik dinilai terbatas.

2.9 Terapi antiangiogenik

  Terapi antiangiogenik termasuk kepada terapi berbasis target (targeted

  

therapy). Targeted therapy bekerja dengan berbagai pendekatan yang berbeda,

  antara lain dengan pendekatan langsung yang mentargetkan antigen tumor untuk mengubah sinyalnya baik dengan antibodi monoklonal atau dengan obat-

  38,39 obat bermolekul kecil yang mampu menganggu protein target (gambar 2.3).

  20 Gambar 2.3. Berbagai pendekatan targeted therapy

  Terapi antiangiogenik menghambat pertumbuhan pembuluh darah baru, menginduksi apoptosis sel endotel, menghambat koorporasi sel progenitor endotelial dan hematopoietik ke dalam pembuluh darah dan normalisasi pembuluh darah. Oleh karena peran pentingnya dalam angiogenesis tumor, jalur

  VEGF/VEGFR telah menjadi fokus utama dalam pengembangan berbagai antikanker baru. Anti-VEGF bevazicumab (Avastin) telah banyak dievaluasi penggunannya sebagai agen tunggal atau dikombinasikan dengan kemoterapi pada kasus kanker. Agen anti-VEGF lainnya adalah aflibercept dan inhibitor

  30,38,40

2.9.1 Bevazicumab

  Bevacizumab (Avastin, Genentech) adalah antibodi monoklonal rekombinan anti VEGF manusia. Bevacizumab merupakan immunoglobulin G(IgG) yang terdiri dari 2 rantai ringan yang identik, tersusun oleh 214 residu

  21,41 memiliki berat molekul sebesar 149-kDa.

  Bevacizumab secara selektif berikatan dengan afinitas yang tinggi dengan segala bentuk isoform dari VEGF manusia dan menetralisir aktivitas biologis

  VEGF melalui penghambatan sterik ikatan VEGF pada reseptornya yakni Flt-1 (VEGFR-1) dan KDR (VEGFR-2) ada permukaan sel endotel. Aktivasi reseptor secara normal merangsang fosforilasi tyrosine dan beberapa rangkaian tranduksi sinyal yang meningkatkan mitogenik dan sinyal aktivitas pro survival untuk sel endotel pembuluh darah. Ekspresi reseptor VEGF sangat rendah pada jaringan normal tetapi pada jaringan pembuluh darah tumor terjadi up regulasi

  VEGF. Penetralan VEGF oleh bevacizumab memberikan penghambatan yang relatif spesifik terhadap pembentukan pembuluh darah baru pada tumor sehingga terjadi penghambatan terhadap pertumbuhan tumor dan proses

  21,38,41,42 terjadinya metastasis.

  Penggunaan bevazicumab telah disetujui oleh Food and Drug

  

Administration (FDA) pada tahun 2004 sebagai lini pertama pengobatan kanker

  kolorektal yang telah bermetastase. Tromboembolisme merupakan efek samping yang paling signifikan. Efek samping lainnya berupa perforasi gastrointestinal,

  38,39 hipertensi dan epistaksis. Bevacizumab telah dievaluasi sebagai agen tunggal maupun dikombinasikan dengan kemoterapi pada pasien dengan kanker ovarium pada sejumlah uji klinis. Pada model kanker ovarium, penggunaan tunggal antibodi ini memberikan efek minimal pada massa tumor namun sangat mengurangi asites,

  39,42 serta asites berkurang signifikan.

  2.9.2 VEGF Trap (Aflibercept)

  Salah satu cara efektif untuk menghambat jalur sinyal VEGF adalah dengan mencegah VEGF berikatan dengan reseptor normalnya dengan memberikan perangkap reseptor VEGF. Aflibercept (VEGF Trap) adalah perangkap reseptor terlarut yang merupakan gabungan protein yang mengandung domain pengikatan VEGF baik VEGFR-1 dan 2 yang dihubungkan melalui regio Fc dari IgG1 manusia. Aflibercept mengikat VEGF A dan

  27,30,38 menetralkan seluruh isoform VEGF A dan placental growth factor.

  Dalam suatu penelitian samar ganda tahap II pada pasien dengan kanker ovarium resisten platinum, 162 pasien diberikan dua tingkat dosis 2 mg/kg atau 4 mg/kg setiap 2 minggu. Tingkat respons yang dinilai adalah 11%. Hipertensi adalah efek samping yang paling umum, namun mengingat tingkat respons yang rendah, aflibercept mungkin tidak akan digunakan sebagai agen tunggal dalam 21.41 . pengobatan kanker ovarium

  2.9.3 Inhibitor Reseptor Tyrosine Kinase

  Molekul reseptor tyrosine kinases (TKIs) phosphorylate yang teraktivasi akan memicu penurunan jalur transduksi sinyal yang akan mempengaruhi proliferasi dan survival sel tumor. Mekanisme yang bergantung pada fosforilasi ini penting untuk memulai aktivitas growth factors seperti VEGF dan PDGF.

  tyrosine kinase sehingga menghambat aktivitas biologis VEGF, menjadikan hal 21,39,41 ini salah satu strategi antitumor yang efektif.

  Hasil yang menjanjikan datang dari beberapa uji f ase II yang meneliti agen tunggal molekul TKI, yang mentargetkan VEGFR pada kanker ovarium rekuren. Namun hasil penelitian dengan imatinib, suatu inhibitor PDGFR dan c-Kit, mengecewakan dengan aktivitas minimal sebagai agen tunggal. Kebanyakan toksisitas berkaitan dengan dosis berupa diare, kelelahan, dan lethargi. Oleh karena pemberiannya yang nyaman yaitu per oral, obat ini akan memainkan peranan penting dalam terapi pemeliharaan kanker ovarium

  39,41 lanjut.

2.10 Kerangka Teori

  Hormon Hipoksia Growth factors onco-genes dan

  tumor suppressor genes

  Ketidakseimbangan anti dan proangiogenik

  VEGF usia, usia menarche, status menopause,

  Tumor ovarium paritas, riwayat keluarga tumor ovarium

  Permeabilitas

  Progresivitas Metastase

  Degradasi

  Prognosis

  Migrasi Anti apoptosis

  Pembuluh Darah

  Angiogenesis

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN UMUM MASYARAKAT DAN KESENIAN BATAK TOBA 2.1 Geografi Batak Toba - Trio Pada Musik Populer Batak Toba: Analisis Sejarah, Fungsi, Dan Struktur Musik

1 3 52

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Trio Pada Musik Populer Batak Toba: Analisis Sejarah, Fungsi, Dan Struktur Musik

0 2 69

Trio Pada Musik Populer Batak Toba: Analisis Sejarah, Fungsi, Dan Struktur Musik

1 6 15

TINDAK TUTUR DIREKTIF DAN EKSPRESIF DALAM DIALOG FILM ―ALANGKAH LUCUNYA NEGERI INI‖ KARYA DEDDY MIZWAR Dina Mariana br Tarigan dinamarianabrtariganyahoo.com Abstract - Tindak Tutur Direktif dan Ekspresif dalam Dialog Film ―Alangkah Lucunya Negeri Ini‖ Kar

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Wirausaha - Pengaruh Perilaku Wirausaha dan Dukungan Keluarga Terhadap Keberhasilan Pengusaha Kain (Studi Kasus Pada Pedagang Kain di Jl. Perniagaan Pasar Ikan Lama Medan)

0 1 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Perilaku Wirausaha dan Dukungan Keluarga Terhadap Keberhasilan Pengusaha Kain (Studi Kasus Pada Pedagang Kain di Jl. Perniagaan Pasar Ikan Lama Medan)

0 0 7

BAB 11 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu. - Potensi Masyarakat Dalam Mengelola Koperasi Pertambangan Emas di Desa Keude Krueng Sabee, Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya

0 0 20

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. - Potensi Masyarakat Dalam Mengelola Koperasi Pertambangan Emas di Desa Keude Krueng Sabee, Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya

0 0 16

II. TINJAUAN PUSTAKA - Pemberian Terabuster Dan Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Pembibitan Jabon (Anthocephalus Cadamba)

0 0 10

Pemberian Terabuster Dan Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Pembibitan Jabon (Anthocephalus Cadamba)

0 0 13