PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP BIAYA MODAL EKUITAS PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN YANG TERDATAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2009-2013

  

PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP BIAYA MODAL

EKUITAS PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN YANG

TERDATAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2009-2013

  

Yusuf Pratama Wijanarko

  Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya

  

ABSTRACT

  The purpose of this research is to know how the influence of earnings

management to equity capital cost. The applied research approach is quantitative, data

collection is done by purposive sampling method. The samples obtained are 21 mining

companies listed on BEI in 2009-2013 period. The results of this study indicate a

significant value of 0.005 and is above a significant value of 0.05 so that earnings

management affect the cost of equity capital. Earnings management is only able to

explain 28,7% variation of the dependent variable that is the cost of equity capital.

While the rest of 71.3% influenced or explained by other variables that are not included

in this research model.

  Keywords: Earning management, cost of equity capital.

  PENDAHULUAN

  Laporan keuangan adalah merupakan pokok atau hasil akhir dari suatu proses akuntansi yang menjadi bahan informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses pengambilan keputusan dan juga dapat menggambarkan indikator kesuksesan suatu perusahaan mencapai tujuannya. (Harahap:2011:7). Laporan keuangan merupakan laporan periodik yang disusun menurut prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum tentang status keuangan dari individu, sosiasi atau organisasi bisnis yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan kuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan. (IAI:2012). Dalam suatu laporan keuangan perusahaan, laba merupakan salah satu informasi potensial yang sangat penting baik untuk internal perusahaan maupun pihak eksternal. Informasi laba yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan memiliki beberapa fungsi penting, antara lain untuk menilai kinerja manajemen, membantu mengestimasi kemampuan laba yang representatif dalam jangka panjang, dan untuk menaksir resiko investasi atau meminjamkan dana (Kirschenheiter et al, 2004). Karena begitu berpengaruhnya informasi laba tersebut, maka seringkali pihak manajemen melakukan tindakan untuk memodifikasi informasi laba untuk menghasilkan informasi sesuai yang diinginkan demi mencapai tujuan tersendiri.

  Kurang efisiennya perekonomian dan rentannya sektor keuangan menyebabkan para pelaku bisnis harus mempertimbangkan dan menilai secara hati-hati risiko perusahaan sebelum mereka mengambil keputusan. Oleh karena itu pelaku bisnis sangat membutuhkan informasi tentang laporan keuangan perusahaan, kinerja keuangan, dan aliran kas perusahaan. Laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan harus menyediakan informasi keuangan yang dapat digunakan untuk pelaku bisnis dalam keutusan ekonomi. Tujuan utama perusahaan, adalah meningkatkan nilai perusahaan. Rendahnya kualitas laba akan dapat membuat kesalahan pembuatan keputusan para pemakainya seperti investor dan kreditor, sehingga nilai perusahaan akan berkurang (Siallagan dan Machfoedz, 2006). (Fama 1978) dalam (Wahyudi dan Pawestri 2006) menyatakan nilai perusahaan akan tercermin dari harga pasar sahamnya. Laba sebagai bagian dari laporan keuangan yang tidak menyajikan fakta yang sebenarnya tentang kondisi ekonomis perusahaan dapat diragukan kualitasnya. Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya tentang kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak pengguna laporan. Jika laba seperti ini digunakan oleh investor untuk membentuk nilai pasar perusahaan, maka laba tidak dapat menjelaskan nilai pasar perusahaan yang sebenarnya (Boediono, 2005)

  Tindakan yang biasanya dilakukan oleh manajer untuk mempengaruhi angka pada laporan keuangan adalah dengan melakukan manajemen laba. Manajemen laba merupakan intervensi manajemen dalam proses menyusun pelaporan keuangan eksternal, sehingga dapat menaikkan atau menurunkan laba akuntansi sesuai dengan kepentingan pelaksanaan manajemen laba tersebut (Beneish, 2001). Menurut Saputro dan Setiawati (2004), manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan eksternal guna mencapai tingkat laba tertentu dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri atau perusahaanya sendiri. Hal senada juga

  369), “Given that managers can choose accounting

  

from a set (for example, GAAP), it is natural to expect that they will choose policies so

  their own utility and / or the market value of the firm

  as to maximize

  ”. Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa manajemen laba adalah pilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Oleh sebab itu, sangat wajar bahwa para manajer memilih kebijakan-kebijakan tersebut untuk memaksimalkan nya dan nilai pasar perusahaan.

  utility

  Praktik manajemen laba dapat dipandang dari dua perspektif yang berbeda, yaitu sebagai tindakan yang salah (negatif) dan sebagai tindakan yang seharusnya dilakukan manajemen (positif). Healy dan Wahlen (1999) menganggap manajemen laba sebagai tindakan yang menyesatkan dan menipu pemegang saham. Hal ini disebabkan manajemen memiliki informasi asimetrik mengenai kondisi perusahaan. Penelitian tentang pengaruh manajemen laba terhadap biaya modal ekuitas masih sangat sedikit. Sebagian besar penelitian manajemen laba dikaitkan dengan hipotesis akuntansi positif (Watt dan Zimmerman, 1986) tentang motivasi manajer dalam melakukan manajemen laba yaitu untuk mendapatkan bonus, menghindari pelanggaran perjanjian hutang dan menghindari biaya politik.

  Jika investor menyadari bahwa praktik manajemen laba banyak dilakukan oleh emiten maka ia akan melakukan antisipasi risiko dengan cara menaikkan tingkat imbal hasil saham yang dipersyaratkan. Namun bukti empirik yang diungkapkan oleh Sloan (1996) dan Xie (2001) menunjukkan bahwa pasar tidak mengantisipasi dengan baik informasi yang terkait dengan akrual (mispricing akrual). Investor cenderung terhadap persistensi akrual, serta underestimate persistensi arus kas. Di sisi

  overestimate

  lain, juga terdapat bukti empirik bahwa informasi akrual relevan untuk penilaian perusahaan (Dechow 1994) Setiap modal yang ditanamkan atau diinvestasikan, akan mengeluarkan biaya modal (cost of capital) tersendiri. Biaya modal (Cost of Capital) adalah biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik yang berasal dari hutang, saham preferen, saham biasa, dan laba ditahan untuk mendanai suatu investasi atau operasi perusahaan. Konsep biaya modal erat kaitannya dengan konsep tingkat keuntungan yg disyaratkan (required rate of return) yg dapat dilihat dari 2 sisi yaitu investor dan persahaan. Sisi investor, tinggi rendahnya required rate of return aktiva yang dimiliki. Sisi perusahaan yang menggunakan dana (modal), besarnya merupakan biaya modal (cost of capital) yang harus dikeluarkan

  required rate of return

  untuk mendapatkan modal tersebut. Secara umum bahwa resiko perusahaan yang tinggi berakibat bahwa tingkat keuntungan yang diminta oleh investor juga tinggi dan biaya modal juga tinggi.

  Biaya modal ekuitas dapat dianggap sebagai tingkat pengembalian yang diingkan oleh penyandang dana untuk menanamkan dananya ke dalam perusahaan (Novianty, 2009). Menurut kharisma (2006) biaya modal merupakan suatu konsep yang penting dalam analisis struktur modal karena biaya modal itu timbul akibat adanya penggunaan sumber-sumber modal jangka panjang dalam struktur modal perusahaan. Penggunaan sumber-sumber modal memerlukan suatu kombinasi untuk menghasilkan modal yang rendahdari masing-masing sumber modal. Sedangkan Husnan (1997) menambahkan bahwa biaya modal dalam bentuk modal sendiri merupakan tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh pemilik dana tersebut sebelum mereka menyerahkan dananya ke perusahaan. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya modal ekuitas merupakan suatu tingkat pengembalian yang diharapkan oleh para investor atas dana yang dipergunakan oleh perusahaan dimasa yang akan datang.

  Beberapa fenomena mengenai manajemen laba yang terjadi pada perusahaan besar, antara lain PT Agis Tbk (AGIS), PT Inovisi Infracom (INVS), dan perusahaan milik Grup Bakrie.

  Pada kasus PT Agis berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam, AGIS terbukti telah memberikan informasi yang secara material tidak besar terkait dengan pendapatan 2 perusahaan yang diakuisisi yaitu PT Akira Indonesia dan PT TT Indonesia, dimana dinyatakan bahwa pendapatan kedua perusahaan tersebut adlah sebesar Rp 800 miliar, namun berdasarkan laporan keuangan kedua perusahaan yang akan diambil alih tersebut per 31 Maret 2017 total pendapatannya hanya sebesar kurang lebih Rp 466,8 miliar. AGIS juga melakukan pelanggaran terkait laporan keuangan AGIS yang merupakan konsolidasi dari anak-ank perusahaan yang salah satunta adlah PT AGIS Elektronik. Dalam laporan laba rugi konsolidasi AGIS yang tdak didukung dengan bukti kompeten dan kesalahan penerapan prinsip akuntansi. Dengan demikian pendapatan lain-lain dalm konsolidasi AGIS juga tidak wajar.

  

  Kasus PT Inovisi Infracom (INVS) pada tahun 2015. Dalam kasus ini Bursa Efek Indonesia (BEI) menemukan indikasi salah saji dalam laporan keuangan INVS periode September 2014. Dalam keterbukaan informasi INVS bertanggal 25 Februari 2015, ada delapan item dalam laporan keuangan INVS yang harus di perbaiki. BEI menminta INVS untuk merevisi nilai aset tetap, laba bersih per saham, laporan segmen usaha, kategori instrumen keuangan, dan jumlah kewajiban dalam informasi segmen usaha. Selain itu, BEI juga menyatakan manajemen INVS salah saji item pembayaran kas kepada karyawan dan penerimaan ( pembayaran) bersih utang pihak berelasi dalam laporan arus kas. Pada periode semester pertama 2014 pembayaran gaji pada karyawan Rp 1,9 triliun. Namun, pada kuartal ketiga 2014 angka pembayaran gaji pada karyawan turun menjadi Rp 59 miliar. Sebelumnya, manajemen INVS telah merevisi laporan keuangannya untuk priode Januari hingga September 2014. Dalam revisinya tersebut, beberapa nilai pada laporan keuangan mengalami perubahan nilai, salah satu contohnya adalah penurunan nilai aset tetap menjadi Rp 1,16 triliun setelah revisi dari sebelumnya diakui sebesar Rp1,45 triliun. Inovisi juga mengakui laba bersih per saham berdasarkan laba periode berjalan. Praktik ini menjadikan laba bersih per saham INVS tampak lebih besar. Padahal, seharusnya perseroan menggunakan laba periode berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk

  Fenomena manipulasi laporan keuangan juga terjadi pada perusahaan milik Grup Bakri. Indonesia Coruption Watch (ICW) melaporkan penjualan tiga perusahaan tambang batu bara milik Grup Bakri kepada Direktorat Jenderal Pajak. ICW menduga rekayasa pelaporan yang dilakukan PT Bumi Resources Tbk., anak usaha sejak 2003- 2008 tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar US$ 620,49 juta. Koordinator Divisi Monitiring dan Analisis Anggaran ICW, Firdaus Ilyas, mengatakan dugaan manipulasi laporan penjualan terjadi PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia (Arutmin), dan induk kedua perusahaan tersebut, yakni PT Bumi Resources Tbk (BUMI).

  Hasil perhitungan ICW dengan menggunakan berbagai data primer termasuk laporan keuangan yang telah diaudit, menunjukkan laporan penjualan Bumi selama pula diperkirakan kerugian Negara dari kekurangan penerimaan Dana Hasil Produksi Batubara (royalty) sebesar US$ 13,29 juta

  Fenomena biaya modal ekuitas juga terjadi pada beberapa perusahaan besar, antara lain PT Freeport Indonesia, PT Bank Sinarmas Tbk. Harapan Indonesia untuk mendapatkan dividen dari hasil kinerja PT Freeport

  Indonesia di tahun 2014 bakal kembali pupus. Perusahaan tambang itu tidak lagi memberikan bagi hasil dividen kepada para pemegang sahamnya lantaran masih fokus untuk investasi tambang bawah tanah (underground mining). Dengan demikian, untuk tidak memberikan dividen ini merupakan tahun ketiga bagi pemerintah menahan dahaga atas bagi hasil dividen Freeport. Terakhir pada tahun 2011, pemerintah mengantongi dividen sebesar US$ 202 juta atau senilai Rp 1,76 triliun.

  Meskipun tidak memberikan dividen, Freeport mengklaim tetap memberikan kontribusi yang positif kepada Pemerintah Indonesia berdasarkan hasil kinerja operasi pada 2014 lalu. Yakni, berupa pembayaran royalty emas, tembaga, dan perak senilai 118 juta dollar AS, serta pembayaran pajak dan non pajak senilai 421 juta dollar AS. Namun pada tahun buku 2012, 2013, 2014, induk Freeport Indonesia, yaitu Freeport McMoran tetap saja membagikan dividen ke pemegang saham. Pada Tahun 2012 membagikan 1,25 dollar AS per saham, tahun 2013 sebesar 2,25 dollar AS per saham, dan tahun 2014 sebesar 1,25 dollar AS per saham. (www.kompas.com)

  PT Bank Sinarmas Tbk. memutuskan untuk tidak membagikan dividen dari keuntungan pada tahun buku 2016 yang berjumlah total Rp 370,65 miliar. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar pemegang saham di Jakarta, Selasa,

  9 Mei 2017, menyetujui penggunaan laba untuk memupuk modal perseroan. RUPST menyetujui senilai Rp 500 juta akan digunakan sebagai dana cadangan dan sejumlah Rp 370,15 miliar akan digunakan untuk memperkuat permodalan perseroan dan dicatat sebagai laba yag ditahan.

  Sepanjang 2016, Bank Sinarmas mencatatkan pertumbuhkan dalam sejumlah indikator utama. Perseroan membukukan kenaikan aset sebesar 11,93 persen menjadi Rp 31,2 triliun. Peningkatan aset terutama disebabkan penyaluran kredit yang mencapai Rp 19,4 triliun atau tumbuh 10,58 persen. Komposisi penyaluran kredit Bank Sinarmas didominasi oleh kredit segmen modal kerja yang mencapai Rp 9,9 triliun, tumbuh 2,25 pihak ketiga yang dihimpun juga meningkat 12,17 persen menjadi Rp 25,1 triliun yang mayoritas berasal dari peningkatan dana murah. Faktor kenaikan pendapatan operasional menjadi Rp 2,4 triliun serta peningkatan beban operasional lainnya yang berjumlah Rp 1,9 triliun membuat laba BSIM sepanjang tahun lalu mencapai Rp 371 miliar. Nilainya naik Rp 185 miliar atau 100,19 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Aksi penambahan modal dari PUT II di 2016, dan pelaksanaan exercise waran seri II dan seri III pada November tahun lalu serta pertumbuhan laba bersih, membuat ekuitas BSIM terkerek sebesar 21,96 persen menjadi Rp4,5 triliun. (www.tempo.com)

  Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan Utami (2005) tentang pengaruh manajemen laba terhadap biaya modal ekuitas perusahaan publik sektor manufaktur dengan beberapa perbedaan, yaitu periode dalam penelitian ini dilakukan tahun 2009-2013. Selain itu, sampel dari penelitian ini adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

  KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS Teori Signal

  Teori ini dikembangkan oleh Watts dan Zimmerman. (1990), adanya asymetric antara well-informed manager dan poor-informed stockholder. Teori

  information

  signal menyatakan bahwa pihak eksekutif perusahaan memiliki informasi lebih baik mengenai perusahaannya akan terdorong untuk menyampaikan informasi tersebut kepada calon investor agar harga saham perusahaannya meningkat. Perusahaan dengan prospek menguntungkan akan menghindari penjualan saham dan mengupayakan penambahan modal dengan penggunaan hutang, sedangkan perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan seharusnya menjual saham, yang berarti mencari invesor baru sebagai teman berbagi kerugian. Ada dua asumsi untuk mejelaskan teori ini, yaitu : 1.

  Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan menggunakan hutang, karena dipandang sebagai sinyal yang positif bagi investor luar.

2. Perusahaan denga prospek yang kurang baik, akan memilih menjual saham atau menerbitkan saham baru, dan ini merupakan sinyal negatif bagi investor.

  Teori Keagenan

  Teori keagenan merupakan teori yang mampu menjelaskan terjadinya praktik konsep manajemen laba tidak terlepas dari teori keagenan (agency theory). Anthony dan Govindarajan (1995) menyatakan bahwa konsep teori keagenan adalah hubungan atau kontrak yang terjadi antara principal dan agent. Principal mempekerjakan agent untuk melakukan tugas untuk principal, termasuk pendelegasian otoritas dan pengambilan keputusan dari principal kepada agent. Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai principal, dan CEO sebagai agent mereka.

  Laporan Keuangan

  Dalam PSAK No. 1 (2012) menjelaskan bahwa Laporan keuangan merupakan hasil dari pemrosesan sejumlah transaksi atau peristiwa lain yang diklasifikasikan sesuai sifat atau fungsinya. Laporan keuangan dibuat dengan maksud untuk memberikan gambaran atau laporan kemajuan yang secara periodik dilakukan pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan. Dengan kata lain laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.

  Manajemen Laba

  Manajemen laba merupakan intervensi manajemen dalam proses menyusun pelaporan keuangan eksternal, sehingga dapat menaikkan atau menurunkan laba akuntansi sesuai dengan kepentingan pelaksanaan manajemen laba tersebut (Beneish, 2001). Menurut Saputro dan Setiawati (2004), manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan eksternal guna mencapai tingkat laba tertentu dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri atau perusahaanya sendiri. Hal senada juga diungkapkan oleh Scott (2003: 368-

  369), “Given GAAP), it is natural to

  that managers can choose accounting from a set (for example,

  their own utility and / or the

  expect that they will choose policies so as to maximize market value of the firm

  ”. Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa manajemen laba adalah pilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Oleh sebab itu, sangat wajar bahwa para manajer memilih kebijakan-kebijakan tersebut untuk memaksimalkan utilitynya dan nilai pasar perusahaan.

  Biaya Modal Ekuitas

  Biaya modal ekuitas dapat dianggap sebagai tingkat pengembalian yang (Novianty, 2009). Menurut kharisma (2006) biaya modal merupakan suatu konsep yang penting dalam analisis struktur modal karena biaya modal itu timbul akibat adanya penggunaan sumber-sumber modal jangka panjang dalam struktur modal perusahaan. Penggunaan sumber-sumber modal memerlukan suatu kombinasi untuk menghasilkan modal yang rendahdari masing-masing sumber modal. Sedangkan Husnan (1997) menambahkan bahwa biaya modal dalam bentuk modal sendiri merupakan tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh pemilik dana tersebut sebelum mereka menyerahkan dananya ke perusahaan. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya modal ekuitas merupakan suatu tingkat pengembalian yang diharapkan oleh para investor atas dana yang dipergunakan oleh perusahaan dimasa yang akan datang.

METODE PENELITIAN

  Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Pendekatan penelitian kuantitatif adalah metode yang digunakan untuk meneliti populasi dan sampel tertentu dengan cara mengumpulkan data, menganalisis data bersifat statistik, dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Manajemen laba akan diukur menggunakan discretionery accruals sebagai perhitungan sejauh mana manajer melakukan kebijakan untuk memanipulasi laba. Proksi manajemen laba akan dipelajari secara empiris dengan menyusun total accrual ke discretionery accrual dan

  

nondiscretionary accrual . Proksi manajemen laba akan diukur dengan menggunakan

  yaitu model modifikasi Jones yang

  performance-matched discretionary accruals

  dikembangkan oleh Dechow et al (1995). Model modifikasi Jones merupakan model yang banyak digunakan dalam penelitian-penelitian akuntansi, khususnya manajemen laba, sebab model ini dinilai sebagai model yang paling baik dalam manajemen laba. Modifikasi Jones dapat dihitung dengan cara berikut : TAC = NI - CFO

  it it

  Nilai total akrual (TA) diestimasi dengan persamaan regresi sebagai berikut : TA / A / A / A ) + e

  it it-1 = β1( 1/A it-1 ) + β2(∆REV it it-1 ) + β3( PPE it it-1

  Dengan menggunakan koefisien regresi diatas nilai non discretionary accruals (NDA) dapat dihitung dengan rumus: NDA /A / A ) /A ) + e

  • it it it-1 ∆REC it it-1 + β3(PPE it it-1

  = β1(1/A it-1 ) + β2(∆REV

  DA = TA /A

  it it it-1 – NDA it-1

  Keterangan: TAC = Total accrual dalam periode t NI = Net Income dalam periode t

  it

  CFO = Cash Flow from Operation dalam periode t

  it

  A = Total aset periode t -1

  it-1

  = Perubahan pendapatan pada periode t

  it

  ∆REV = Perubahan piutang bersih pada periode t

  ∆REC it PPE = Aset tetap perusahaan pada periode t

  it

  NDA it = Non discretionary accruals DA = Discretionary accruals

  it

  = koefisien regresi persamaan β1, β2, β3

  Biaya modal ekuitas merupakan suatu tingkat pengembalian minimum yang harus dihasilkan oleh perusahaan atas penggunaan dana yang diinvestasikan dalam suatu proyek yang berasal dari modal sendiri. Biaya modal ekuitas dihitung berdasarkan tingkat diskonto yang dipakai investor untuk menilaitunaikan future cash flow.

  • T
    • Rumus : P = y E {Xr }

  t t t +1 r + t

  • – (r) Y – 1 Setelah disederhanakan secara matematik, maka rumus biaya modal ekuitas akan menjadi: r = ( B + x ) / P

  t t + 1 – P t t

  Keterangan: r = Biaya modal ekuitas B = Nilai buku per lembar saham pada periode t

  t

  X = Laba per lembar saham pada periode t + 1

  t+1

  P = Harga saham pada periode t

  t Metode Pengumpulan Data

  Penelitian ini menggunakan metode dokumentasi. Metode tersebut dilakukan dengn cara mengumpulkan data sekunder, untuk mendapatkan data sekunder, teknik pengumpulan data yang dapat digunakan adalah pengumpilan data di basis data (Hartono, 2011:117). Data yang diambil berupa laporan keuangan dan laporan tahunan yang diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia. Data yang diperoleh kemudian diolah agar dapat digunakan untuk menemukan jawaban atas rumusan masalah yang telah disajikan.

  Populasi

  Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009-2013.

  Sampel

  Metode yang digunakan untuk menentukan sampling dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling. Purposive sampling dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi berdasarkan kriteria tertentu (Hartono, 2011:79). Dalam penelitian ini kriteria yang ditetapkan adalah sebagai berikut:

  1. Perusahaan pertambangan yang terdaftar di bursa efek indonesia pada tahun 2009 - 2013.

  2. Perusahaan yang tidak menerbitkan laporan keuangan dan laporan tahunan dalam kurun waktu 5 tahun, mulai tahun 2009 sampai dengan tahun 2013.

  HASIL DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif

  Analisis statistik deskriptif digunakan untuk memberikan informasi karakteristik variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Bagian ini akan digambarkan atau dideskripsikan dari data masing-masing variabel yang telah diolah, adapun hasil olahan data SPSS dalam bentuk statistik deskriptif akan menampilkan karakteristik sampel yang digunakan didalam penelitian yaitu jumlah sampel (N), rata-rata sampel (mean), minimum dan maksimum serta standar deviasi untuk masing-masing variabel. Hasil olah data deskriptif dapat dilihat pada tabel berikut ini:

  

Tabel 1

Descriptive Statistics

  N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Lnem 104 -9.70 3.81 -3.6979 1.94730 Lncce 23 -2.64 1.36 -.6252 1.10649 Valid N

  23 (listwise)

  Sumber : olah data SPSS (2017)

  Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 23 sampel data yang diambil dari laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan Pertambangan yang terdaftar di BEI tahun 2009-2013. Variabel independen manajemen laba (EM) memiliki nilai minimum -9,70 atau -97% dan nilai maksimum 3,81 atau 381% . Variabel dependen Biaya Modal Ekuitas (CCE) memiliki nilai minimum sebesar -2,64 atau -264% , sedangkan nilai maksimum Biaya Modal Ekuitas sebesar 1,36 atau 136 %.

  Pengujian Hipotesis

  Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Hipotesis diterima apabila nilai signifikan kurang dari 0,05 dan ditolak apabila nilai signifikansi lebih dari 0,05.

  

Tabel 2

Hasil uji t

a

  

Coefficients

  Model Unstandardized Standardized t Sig. Collinearity Coefficients Coefficients Statistics

  B Std. Beta Tolerance VIF Error

  (Constant .186 .324 .574 .572

  )

  1 Lnem .314 .100 .565 3.138 .005 1.000 1.000

  a. Dependent Variable: Lncce

  Sumber : olah data SPSS (2017)

  Variabel manajemen laba (EM) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,005. Hasil ini berada dibawah nilai signifikansi sebesar 0,05, jadi variabel manajemen laba berpengaruh terhadap biaya modal ekuitas.

  PEMBAHASAN

  Hasil uji hipotesis mengenai keberadaan manajemen laba pada biaya modal ekuitas menghasilkan nilai signifikan sebesar 0,005 dan berada dibawah nilai signifikan 0,05 sehingga keberadaan manajemen laba berpengaruh terhadap biaya modal ekuitas, dengan demikian hipotesis menyatakan manajemen laba berpengaruh terhadap biaya modal ekuitas. Hasil ini sesuai dengan yang ditulis awal penelitian oleh Wiwik Utami yang menyatakan manajemen laba berpengaruh signifikan terhadap biaya modal ekuitas. Tanda positif atau negatif hanya menunjukkan sifat dari praktek manajemen laba itu sendiri, jika bertanda positif maka perusahaan cenderung menaikkan laba, dan jika bertanda negatif maka perusahaan cenderung menurunkan laba. Untuk biaya modal ekuitas nilainya juga bernilai positif dan negatif, jika bernilai positif maka perusahaan akan semakin besar memberikan kepuasaan kepada investor, dan jika berilai negatif maka perusahaan semakin kecil memberikan kepuasaan terhadap investor. Dalam kasus penelitian ini manajemen laba bisa menjelaskan secara pengaruhnya terhadap biaya modal ekuitas.

  SIMPULAN

  Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai jawaban dari rumsan masalah yang telah dibuat sebelumnya.

  1. Variabel manajemen laba berpengaruh terhadap biaya modal ekuitas pada perusahaan pertambangan yang terdafatar di BEI tahun 2009-2013.

  2. Variabel independen manajemen laba (EM) memiliki nilai minimum -9,70 atau -97% dan nilai maksimum 3,81 atau 381. Nilai rata-rata dari manajemen laba sebesar - 3,6979 dengan nilai standar deviasi sebesar 1,94730.

  3. Variabel dependen Biaya Modal Ekuitas (CCE) memiliki nilai minimum sebesar - 2,64 atau -264, sedangkan nilai maksimum Biaya Modal Ekuitas sebesar 1,36 atau 136 %. Nilai rata-rata Biaya Modal Ekuitas sebesar -0,6252 dengan standar deviasi sebesar 1,10649.

DAFTAR PUSTAKA

  Beneish, Messod D. "Earnings management: A perspective." Managerial Finance 27.12 (2001): 3-17. Boediono, Gideon SB. "Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate

  Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur." Simposium Nasional Akuntansi VIII (2005): 172-189. Harahap, Sofyan Syafri. 2011. Teori Akuntansi. Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers. Healy, Paul M and Wahlen, James M. 1999. “A Review of the Earnings Management

  Literure and Its Implications for Standard Setting”. American Accounting Association. Husnan, Suad, and Suwardi Hermanto. "CAPM dan Strategi Portofolio: Kajian Kondisi Pasar di BEJ 1997." (1998). Kharisma, Annas. "Pengukuran Performansi PT Mitra Jayabadi dengan Metoda Balanced Scorecard." (2006). Kirschenheiter, et al. "Accounting for employee stock options." Accounting Horizons 18.2 (2004): 135-156. Novianty, Ira. "Pengaruh Asimetri Informasi terhadap Praktik Manajemen Laba dan

  Implikasinya terhadap Biaya Modal Ekuitas (Studi Pada Kelompok Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia)." (2009). Watts, Ross L., and Jerold L. Zimmerman. "Positive accounting theory: a ten year perspective." Accounting review (1990): 131-156. Saputro, Julianto Agung, dan Lilis Setiawati. "Kesempatan Bertumbuh dan Manajemen

  Laba: Uji Hipotesis Political Cost." The Indonesian Journal of Accounting Research 7.2 (2004). Scott, William R. (2009), Financial Accounting Theory (fifth ed), Toronto: Pearson Prentice Hall.

Dokumen yang terkait

ANALISA HARGA POKOK PENJUALAN UNTUK MENENTUKAN PENDAPATAN LABA (STUDI KASUS RUMAH MAKAN CEPAT SAJI KFC STORE PONDOK TJANDRA SURABAYA)

0 0 13

PENERAPAN BALANCED SCORECARD SEBAGAI ALAT UKUR KINERJA PADA KOPERASI SERBA USAHA SEKAR ARUM SEJAHTERA MALANG

0 0 12

PENGARUH RETURN ON EQUITY, DEBT TO EQUITY RATIO DAN EARNING PER SHARE TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEND PAYOUT RATIO PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2012-2015

0 1 15

ANALISIS PENERAPAN PENGENDALIAN BIAYA OVERHEAD PABRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE JOB ORDER COSTING GUNA MENINGKATKAN EFISIENSI BIAYA PRODUKSI (STUDI KASUS PADA PERCETAKAN BONSAERAH DI SURABAYA)

0 0 11

ANALISA PELAKSANAAN SISTEM DAN PROSEDUR PENERIMAAN ARUS KAS PADA DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASETKOTA SIDOARJO

0 0 14

PENGARUH TINGKAT PEMAHAMAN PERATURAN, PERHITUNGAN DAN SISTEM PELAPORAN PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK PEMILIK UMKM DI KOTA SURABAYA” (PADA PEMILIK UMKM YANG TERDAFTAR DI KECAMATAN LAKARSANTRI, KOTA SURABAYA) Benedictus Dwi Cahyo Dharmawan, Syaf

0 0 14

TAX PLANNING SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA WAJIB PAJAK BADAN (STUDI KASUS PADA PT VARIA USAHA BETON)

0 1 13

PENGARUH DPK ,CAR, NPL DAN LDR TERHADAP JUMLAH PEMBERIAN KREDIT (STUDI PADA BANK UMUM YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2013-2015)

0 0 15

PERANAN AUDIT MANAJEMEN DALAM UPAYA MENINGKATKAN KINERJA FUNGSI PENAGIHAN PADA ASTRA CREDIT COMPANIES (ACC) CABANG SURABAYA CENTRO

0 1 14

PENGARUH LEVERAGE DAN PROFITABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN INVESTASI

1 1 17