Analisis Kadar Asam Lemak Bebas Dari Palm Kernel Methyl Ester Di Direktorat Jenderal Bea Cukai Belawan Badan Pengujian Dan Identifikasi Barang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sawit dan Inti Sawit
2.1.1 Sawit
Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat
menghasilkan minyak adalah kelapa sawit. Kelapa sawit dikenal terdiri dari
empat macam tipe atau varietas yaitu tipe Macrocarya, Dura, Tenera, dan
Pisifera. Masing-masing dibedakan berdasarkan tebal tempurung.
Tabel 2.1.1.1 Beda Tebal Tempurung dari Tipe Kelapa Sawit
Tipe

Tebal tempurung (mm)

Macrocarya

Tebal sekali : 5

Dura

Tebal : 3 – 5


Tenera

Sedang : 2 – 3

Pisifera

Tipis

Warna daging buah adalah putih kuning diwaktu masih muda dan
berwarna menjadi jingga setelah buah menjadi matang.
Daerah penanaman kelapa sawit di Indonesia adalah daerah Jawa Barat,
Lampung, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh.
Minyak kelapa sawit dihasilkan dari buah kelapa sawit yang dinamakan minyak
kelapa sawit mentah (CPO) dan inti sawit yang dinamakan minyak inti kelapa
sawit (Palm kernel Oil/PKO). (Ketaren, 1986)
2.1.2 Inti Sawit
Inti sawit merupakan hasil olahan dari biji sawit yang telah dipecah
menjadi cangkang dan inti, cangkang sawit digunakan sebagai bahan bakar ketel
uap, arang, pengeras jalan dan lain-lain. Sedangkan inti sawit diolah kembali
menjadi minyak inti sawit (Palm Kernel Oil).


Universitas Sumatera Utara

Proses pengolahan inti sawit menjadi minyak inti sawit tidak terlalu rumit
bila dibandingkan dengan proses pengolahan buah sawit. Bentuk inti sawit bulat
padat atau agak gepeng berwarna cokelat hitam. Inti sawit mengandung
lemak,protein, serat dan air.
Pada pemakaiannya lemak yang terkandung didalamnya disebut minyak
inti sawit dan ampas atau bungkilnya yang kaya protein digunakan sebagai bahan
makanan ternak. Kadar minyak dalam inti kering adalah 44 – 53%.
(Mangoensoekardjo.S., 2003)
Tabel 2.1.2.1. Komposisi Inti Sawit
Komponen

Jumlah

Minyak

47 – 52


Air

6–8

Protein

7,5 – 9,0

Selulosa

5

Abu

2

2.2 Minyak Inti Sawit (PKO) dan Bungkil Inti Kelapa Sawit (PKM)
Selain minyak sawit mentah (CPO), minyak kelapa sawit dapat dihasilkan
dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (Palm Kernel Oil)
dan sebagai hasil samping ialah bungkil inti kelapa sawit (Palm Kernel Meal).


Minyak inti sawit memiliki rasa dan bau yang khas. Minyak mentahnya
mudah sekali menjadi tengik bila dibandingkan dengan minyak yang telah
dimurnikan. Titik lebur dari minyak inti sawit adalah berkisar antara 25℃ – 30℃.
(Sitinjak K, 1983).

Minyak inti sawit merupakan trigliserida campuran, yang berarti bahwa
gugus asam lemak yang terikat dalam trigliserida – trigliserida yang dikandung
lemak ini jenisnya lebih dari satu. Jenis asam lemaknya meliputi C6 (asam

Universitas Sumatera Utara

kaproat) sampai C18 jenuh (asam stearat) dan C18 tak jenuh (asam oleat dan asam
linoleat). (Winarno,FG., 1984)

Bungkil inti kelapa sawit adalah inti kelapa sawit yang telah mengalami
proses ekstraksi dan pengeringan. Bungkil inti kelapa sawit dapat digunakan
sebagai makanan ternak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu adalah air dan kotoran, asam

lemak bebas, bilangan peroksida dan daya pemucatan. Faktor-faktor lain adalah
titik cair, kandungan gliserida padat, refining lose, plasticity dan spreadability,
sifat transparan, kandungan logam berat dan bilangan penyabunan. Semua faktorfaktor ini perlu di analisis untuk mengetahui mutu minyak inti kelapa sawit

Minyak sawit yang baik, berkadar asam lemak bebas yang rendah dan
berwarna kuning terang serta muda dipucatkan. Bungkil inti sawit diinginkan
berwarna relative terang dan nilai gizi serta kandungan asam aminonya tidak
berubah. (Ketaren, 1986)

Tabel 2.2.1. Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit
Asam Lemak

Minyak Kelapa
Sawit (%)

Minyak
Inti Sawit (%)

Asam Kaprilat


-

3–4

Asam Kaproat

-

3–7

Asam Laurat

-

46 – 52

Asam Miristat

1,1 – 2,5


14 – 17

Asam Palmitat

40 – 46

6,5 – 9

Asam Stearat

3,6 – 4,7

1 – 2,5

Asam Oleat

39 – 45

13 – 19


Asam Linoleat

7 – 11

0,5 – 2

Universitas Sumatera Utara

2.3 Pengamanan Bahan Produksi
Inti sawit dihasilkan melalui proses pemisahan inti sawit dari
tempurungnya berdasarkan perbedaan berat jenis antara inti sawit dan tempurung.
Inti dipisahkan oleh aliran air yang berputar dalam sebuah tabung atau dapat juga
dengan mengapung biji-biji yang pecah dalam larutan lempung yang mempunyai
berat jenis 6.

Dalam keadaan tersebut inti sawit akan mengapung dan tempurungnya
akan tenggelam. Proses selanjutnya adalah pencucian inti sawit dan tempurung
sampai bersih. Untuk menghindari kerusakan akibat mikroorganisme, maka inti
sawit harus segera dikeringkan dengan suhu 80℃. Setelah kering, inti sawit dapat
diolah lebih lanjut yaitu dengan ekstraksi untuk menghasilkan minyak inti sawit.

(Yan Fauzi, 2004)

2.3.1 Standarisasi Bahan Dasar Pengolahan
Bahan untuk mendapatkan minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit
adalah buah. Buah yang baik berasal dari tandan buah yang sudah matang
sempurna.

Tabel 2.3.1.1. Nilai Konversi buah kelapa sawit
Bagian buah

Jumlah

Dihitung dari 100%

(persen)
Daging Buah

58 – 62

Buah sawit


Biji

37 – 43

Buah sawit

Daging Buah : Air

36 – 40

Daging buah

Minyak

46 – 50

Daging buah

Ampas


13 – 15

Daging buah

Minyak Kelapa Sawit (CPO)

77 – 82

Daging buah (berat kering)

Minyak Kelapa Sawit (CPO)

28,5 – 29,5

Berat buah matang segar

Air

27

Berat buah matang segar

Ampas (Serat)

8

Berat buah matang segar

Tempurung

30

Berat buah matang segar

Universitas Sumatera Utara

Inti

6

Berat buah matang segar

Biji : Tempurung

78 – 82

Berat buah matang segar

Inti (Kernel)

17 – 23

Berat biji

Minyak Inti Sawit (PKO)

40 – 50

Berat biji

Bungkil Inti Sawit (PKM)

50 – 60

Berat inti

Sebagai bahan penolong pada ekstraksi minyak adalah air, baik dalam
bentuk cair maupun dalam bentuk uap. Air banyak dipakai dalam bentuk uap,
proses pencucian dan bahan pengisi ketel uap. Uap panas dipakai pada proses
perebusan, pemanasan dan sebagai sumber tenaga.( Ketaren,S 1986)
2.4 Sifat Fisika-Kimia Minyak Kelapa Sawit
Sifat fisika-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan rasa,
kelarutan, titik cair, titik didih , titik pelunakan, bobot jenis, indeks bias, titik
kekeruhan, titik asap, dan titik nyala.

Tabel 2.4.1 Nilai Sifat Fisika-Kimia Minyak Sawit
Sifat

Minyak kelapa sawit

Minyak Inti Sawit

Bobot jenis pada suhu kamar

0,900

0,900 – 0,913

1,4565 – 1,4585

1,495 – 1,415

48 – 56

14 – 20

196 – 205

244 – 254

Indeks bias
Bilangan Iod
Bilangan Penyabunan

Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah
proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna
orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karotene yang larut dalam minyak.

Bau dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asamasam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas
minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone.

Universitas Sumatera Utara

Titik cair minyak sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak
sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang
berbeda-beda. (Ketaren,S. 1986)

2.5 Metil Ester
Metil ester merupakan ester asam lemak yang dibuat melalui proses
esterifikasi dari asam lemak dengan methanol. Pembuatan metil ester ada
empat

macam

cara,

yaitu

pencampuran

dan

penggunaan

langsung,

mikroemulsi, pirolisis (thermal cracking), dan transesterifikasi.

Namun, yang sering digunakan untuk pembuatan metil ester adalah
transesterifikasi yang merupakan reaksi antara trigliserida (lemak atau minyak)
dengan methanol untuk menghasilkan metil ester dan gliserol.
Metil ester dapat diperoleh dari hasil pengolahan bermacam-macam
minyak nabati, misalnya di Malaysia diperoleh dari minyak kelapa sawit, dan
di Indonesia diperoleh dari minyak kelapa sawit, minyak kelapa, dan minyak
kedelai. Pada pengolahan minyak nabati di atas juga di hasilkan gliserol
sebagai hasil sampingnya.

Metil ester merupakan bahan baku dalam pembuatan biodiesel,
sedangkan gliserol dapat digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai
aplikasi industri seperti kosmetika, sabun, dan farmasi. Gliserol yang diperoleh
sebagai hasil samping pengolahan minyak nabati ini bukanlah gliserol murni,
melainkan gliserol mentah (crude glycerol), biasanya memiliki kemurnian
kira-kira 95%.
Minyak jelantah merupakan minyak nabati yang telah mengalami
degradasi kimia dan mengandung akumulasi kontaminan-kontaminan di
dalamnya. Minyak ini dapat didaur ulang menjadi metil ester dengan reaksi
transesterifikasi, sehingga minyak jelantah yang sebelumnya merupakan
limbah yang berbahaya jika langsung dibuang ke lingkungan dapat menjadi

Universitas Sumatera Utara

suatu produk yang mempunyai nilai ekonomis dan juga dapat mengurangi
jumlah limbah minyak jelantah yang ada.

Keuntungan penggunaan minyak jelantah dalam pembuatan metil ester
adalah dapat direduksinya biaya operasional, karena harga minyak jelantah
pasti lebih murah daripada minyak bersih atau minyak baru. Kekurangannya
adalah komposisi asam lemak yang terkandung di dalam minyak dapat berubah
akibat pemanasan dan terikat dengan bahan makanan yang digunakan pada
proses penggorengan.

Metil ester yang diperoleh dari reaksi transesterifikasi dapat dimurnikan
dan ditetapkan kadarnya. Ada tiga metode analisis untuk menetapkan kadar
metil ester yaitu kromatografi gas, kromatografi cair kinerja tinggi, dan
kromatografi lapis tipis. (Ketaren, 1986)
2.6 Pengaruh Kadar Asam Lemak Bebas
Kadar asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak sawit sangat
berpengaruh terhadap mutu minyak produksi. Kadar asam lemak bebas yang
tinggi selama proses pemurnian menunjukkan kehilangan kadar minyak yang
besar dan penggunaan bahan pemucat yang besar pula. Dengan kata lain, bila
kadar asam lemak bebas dalam minyak sawit tinggi maka biaya produksi akan
tinggi sehingga akan menimbulkan kerugian bagi pabrik.
Pengaruh kadar asam lemak bebas yang tinggi terhadap mutu minyak
produksi adalah sebagai berikut :

-

Timbulnya ketengikan pada minyak
Ketengikan adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan rusaknya

minyak dan lemak. Pada dasarnya ketengikan disebabkan oleh oksidasi dan
hidrolisis.

Universitas Sumatera Utara

-

Meningkatkan kadar kolesterol dalam minyak
Asam lemak bebas didalam minyak kelapa sawit merupakan asam lemak

jenuh yang mengandung kolesterol. Semakin besar Asam Lemak Bebas yang
terdapat didalam minyak maka akan semakin besar pula kadar kolesterolnya. Bila
minyak tersebut dikonsumsi maka kadar kolesterol dalam darah akan naik,
sehingga terjadi penumpukan lapisan lemak di dalam pembuluh darah yang
menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Dengan demikian akan mudah
terserang penyakit jantung.

-

Kadar Zat Menguap dan Kotoran
Pada umumnya, penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam

rangkaian proses pengendapan yaitu minyak sawit jernih dimurnikan dengan
sentrifugasi. Meskipun Kadar asam lemak bebas dalam minyak sawit kecil, tetapi
hal itu belum menjamin mutu minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus
dijaga dengan cara membuang kotoran dan zat menguap.

-

Kadar Logam
Beberapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak sawit antara

lain besi, tembaga dan kuningan. Logam-logam tersebut biasanya berasal dari
alat-alat pengolahan yang digunakan. Mutu dan kualitas minyak sawit yang
mengandung logam-logam tersebut akan menurun. Untuk mencegah menurunnya
mutu minyak sawit dapat menggunakan semua alat yang terbuat dari stainless
steel sebab reaksi antara asam lemak yang terkandung dalam minyak sawit
dengan logam akan membentuk senyawa pro-oksidan yang membantu terjadinya
reaksi oksidasi.

-

Angka Oksidasi
Proses oksidasi oleh logam jika berlangsung dengan intensif akan

mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap).
Keadaan ini jelas sangat merugikan, sebab mutu minyak sawit akan menurun.
(Ketaren,S. 1986)

Universitas Sumatera Utara

2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak Sawit
Rendahnya mutu sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor
tersebut dapat langsung dari satu sifat pohon induknya, penanganan pasca panen,
atau kesalahan selama pemprosesan dan pengangkutannya. Berikut ini akan
dikemukakan beberapa hal yang secara langsung berkaitan dengan penurunan
mutu minyak sawit dan sekaligus cara pencegahannya serta standar mutu yang
dikehendaki pasar.

-

Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid)
Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak

sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan
rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan
terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit.

Kenaikan kadar asam lemak bebas ditentukan mulai dari saat tandan
diolah dipabrik. Kenaikan asam lemak bebas ini disebabkan adanya reaksi
hidrolisa pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan
asam lemak bebas. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas,
air, keasaman dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka
semakin banyak kadar asam lemak bebas yang terbentuk. (Ketaren, 1986).

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar asam lemak
bebas yang relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain :
1.

Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu.

2.

Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah.

3.

Pemupukan buah yang terlalu lama.

4.

Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik.

Peningkatan kadar asam lemak bebas juga dapat terjadi pada proses
hidrolisa di pabrik. Pada proses tersebut terjadi penguraian kimiawi yang dibantu
oleh air dan berlangsung pada kondisi suhu tertentu. Air panas dan uap air pada
suhu tertentu merupakan bahan pembantu dalam proses pengolahan. Akan tetapi,

Universitas Sumatera Utara

proses pengolahan yang kurang cermat mengakibatkan efek samping yang tidak
diinginkan, mutu minyak menurun sebab air pada kondisi suhu tertentu bukan
membantu proses pengolahan tetapi malah menurunkan mutu minyak. Untuk itu,
setelah akhir proses pengolahan minyak sawit dilakukan pengeringan dengan
bejana hampa pada suhu 90oC. Sebagai ukuran standar mutu dalam perdagangan
internasional untuk Asam Lemak Bebas ditetapkan sebesar 5 %.

Kenaikan asam lemak dapat terjadi selama pengolahan dan penyimpanan
minyak sawit yang disebabkan oleh hidrolisis autokatalitik, juga disebabkan oleh
aktivitas

mikroorganisme

yaitu

jamur

lipolitik,

di

antaranya

adalah

spesies Paecilomyces, Aspergillus, Rhizopus dan Torula, hal ini terjadi karena
minyak diproduksi dalam keadaan kotor yang merupakan nutrisi bagi
perkembangan jamur lipolitik. (Naibaho, 1996)

Kenaikan asam lemak bebas mempermudah proses oksidasi berantai dan
pembentukan senyawa peroksida, aldehida, keton, dan polimer. Oksidasi berantai
menyebabkan penguraian aroma, flavour, dan vitamin. Pembentukan senyawa
seperti peroksida, aldehida, dan keton menyebabkan bau tengik, pencoklatan
minyak dan kemungkinan menimbulkan keracunan. (Ketaren, 1986)

Reaksi oksidasi dapat terjadi lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi, dan
oleh karena itu setiap operasi harus dilakukan pada suhu terendah yang masih
memungkinan proses tersebut terlaksana. Suhu yang tinggi juga mempermudah
terjadinya hidrolisis minyak menjadi Asam-asam Lemak saat terdapat air.

Asam lemak merupakan senyawa pembangun senyawa lipida sederhana,
fosfogliserida, glikolipida, ester, kolesterol, lilin dan lain-lain. Semua asam lemak
berupa rantai hidrokarbon tak bercabang dengan ujungnya berupa gugus
karboksilat. Asam lemak ini biasanya memiliki jumlah atom karbon genap, yaitu
antara 14 sampai 22. Sedangkan asam lemak yang paling banyak dijumpai
memiliki jumlah atom karbon 16 dan 18.

Universitas Sumatera Utara

Asam lemak jenuh yang paling banyak ditemukan dalam bahan pangan
adalah asam palmitat, yaitu 15 – 50 % dari seluruh asam lemak yang ada. Asam
stearat terdapat dalam konsentrasi tinggi pada lemak biji-bijian tanaman tropis.
(Aisjah, 1993)

Asam Lemak secara umum dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1.

Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak memiliki ikatan
rangkap (hanya memiliki ikatan tunggal) pada rantai karbonnya.

2.

Asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak yang memiliki ikatan
rangkap pada rantai karbonnya.

Pembentukan asam lemak bebas pada umumnya terjadi di lapangan,
sebelum buah mulai diolah dipabrik. Faktor yang paling mempengaruhi adalah
derajat kematangan buah. Kenaikan asam lemak bebas mulai dari pengolahan di
pabrik sampai dipelabuhan sebaiknya kurang dari satu persen. Jadi kadar asam
lemak bebas sangat ditentukan oleh mutu panen yang masuk ke pabrik. Oleh
karena itu, asam lemak bebas merupakan parameter terhadap mutu produksi
minyak sawit. (Naibaho, 1996)

-

Kadar Air
Kadar air pada minyak sawit tergantung pada efektifitas pengolahan

minyak tersebut dan juga tingkat kematangan buah yang di panen. Buah yang
telalu matang mengandung jumlah air yang tinggi.

-

Kadar Kotoran
Kadar kotoran pada minyak sawit adalah bahan-bahan tak larut dalam

minyak yang dapat di saring setelah minyak dilarutkan dalam suatu pelarut
(alkohol). (Ketaren, 1986).
2.8 Standar Mutu
Standar mutu adalah merupakan hal yang paling penting untuk
menentukan minyak yang bermutu baik. Berdasarkan peranan dan kegunaan

Universitas Sumatera Utara

minyak sawit tersebut maka mutu dan kualitasnya harus diperhatikan sebab sangat
menentukan harga dan nilai komoditasnya.

Didalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat
dibedakan atas dua arti. Pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar-benar
murni dan tidak bercampur dengan minyak-minyak nabati lainnya. Mutu minyak
sawit dalam arti pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya,
antara lain titik lebur, angka penyabunan dan bilangan iodium.

Sedangkan yang kedua adalah mutu minyak dilihat dalam arti penilaian
menurut ukuran. Dalam hal ini syarat mutunya diukur berdasarkan spesifikasi
standar mutu internasional yang meliputi kadar asam lemak bebas, air, kotoran,
logam, besi, tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Dalam dunia
perdagangan, mutu minyak inti sawit dalam arti kedua lebih penting.

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit adalah adanya
kandungan air, kotoran, asam lemak bebas, bilangan peroksida dan daya pemucat.
Faktor lain adalah titik cair, kandungan gliserida padat, refining loss, plasticity,
sifat transparan, kandungan logam berat dan bilangan penyabunan. (Ketaren,
1986)

Universitas Sumatera Utara