Upaya Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Laut Cina Selatan Chapter III IV
BAB III
UPAYA INDONESIA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK LAUT CINA
SELATAN
Penyelesaian konflik Laut Cina Selatan merupakan hal yang sulit untuk
dicapai. Sulit karena ada lebih dari lima negara yang terlibat dalam konflik.
Negara-negara yang bersengketa juga memiliki perbedaan sikap dalam mencari
cara penyelesaian konflik. Seperti halnya Cina yang hanya menginginkan agar
konflik Laut Cina Selatan diselesaikan dengan perundingan bilateral dengan
negara yang berkonflik, sementara Filipina dan Vietnam menginginkan
penyelesaian konflik melalui forum multilateral sesuai dengan ketentuan hukum
internasional yang berlaku. 97
Sampai saat ini negara-negara pengklaim belum saling mengklarifikasi
mengenai klaimnya. Mereka belum mengklaim secara official batas-batas yang
mereka inginkan. Seperti halnya Cina yang hanya membuat nine dashed lines
secara umum, tanpa adanya batas titik kordinat yang jelas. Hal ini juga menambah
kerumitan dalam menyelesaikan konflik. Satu-satunya hal mendesak yang
diperlukan oleh negara-negara yang terlibat adalah bagaimana agar kondisi
kawasan tetap stabil, sambil menunggu titik temu dari negara-negara untuk
menyelesaikan konflik. Upaya penyelesaian konflik Laut Cina Selatan secara
damai harus selalu diusahakan karena ini menyangkut kepentingan banyak negara.
97
Poltak Partogi. Op.Cit. Hal. 123
61
Universitas Sumatera Utara
Sebagai negara terbesar di ASEAN, Indonesia memiliki tanggung jawab
dalam menjaga stabilitas kawasan. Selain itu, meskipun bukan negara pengklaim,
dampak dari konflik Laut Cina Selatan tersebut menyangkut kepentingan nasional
Indonesia memang tidak akan bisa secara langsung dapat menyelesaikan konflik
antar negara di kawasan, kecuali diizinkan oleh negara yang bersangkutan. Jadi
yang bisa dilakukan Indonesia adalah mendorong negara-negara tersebut untuk
saling menyelesaikan konfliknya secara damai.
“Kalau untuk penyelesaian konflik, karena Indonesia ini
bukan bukan claimant state, jadi yang bisa kita lakukan
adalah mendorong negara-negara yang memiliki klaim di
Laut Cina Selatan untuk saling berbicara satu sama lain,
untuk saling menyelesaikan masalahnya secara damai
gitu, karena semua ada prosesnya.” 98
Proses penyelesaian konflik masih sangat panjang dan kemungkinan akan
memakan waktu sampai bertahun-tahun. Hal terpenting saat ini sebenarnya adalah
bagaimana supaya situasi di kawasan dapat tetap stabil dengan adanya rasa saling
percaya di antara negara-negara pengklaim. Indonesia telah berperan besar dalam
mewujudkan hal ini. Melalui beberapa mekanisme, Indonesia telah berupaya
untuk mengarahkan negara-negara yang terlibat dalam konflik Laut Cina Selatan
kepada kerjasama yang menguntungkan.
3.1 Inisiatif untuk Confidence Building Measures.
98
Wawancara dengan Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN, Kementerian Luar
Negeri RI
62
Universitas Sumatera Utara
Faktor terbesar dari munculnya klaim-klaim negara atas Laut Cina Selatan
adalah potensi sumber daya alam yang terkandung di kawasan. Kedaulatan atas
pulau-pulau di kawasan juga dipersengketakan karena letaknya yang strategis,
sangat dekat dengan jalur pelayaran internasional. Dapat dikatakan bahwa
kawasan Laut Cina Selatan memiliki nilai ekonomis, politis dan strategis. 99 Laut
Cina Selatan jika dikelola dengan baik, sebenarnya akan sangat bermanfaat bagi
negara-negara di sekitarnya.
Untuk mencapai hal itu, yang dapat dilakukan adalah meredakan
ketegangan konflik seperti menjalin kerjasama antar negara yang terlibat.
Kerjasama akan melindungi kepentingan ekonomi, politik dan keamanan setiap
negara dan yang terutama adalah menciptakan stabilitas di kawasan. Dari segi
ekonomi, negara-negara yang terlibat akan mendapat manfaat dari kerja sama
eksplorasi dan eksploitasi untuk pembangunan negara mereka. 100 Dari segi politik,
kerja sama akan menciptakan hubungan yang baik antar negara di kawasan.
Sementara dari segi pertahanan, kerja sama tentunya akan menjaga kawasan tetap
aman dan stabil.
Seperti halnya yang dikatakan oleh Hasjim Djalal,
“I was therefore motivated by the conviction that
everyone in the region should be guided by the
principle that the promotion of regional peace, stability
and cooperation in the South China Sea is part of the
national interest of the respective countries, and that
99
Poltak Partogi. Op. Cit. Hal.117
100
Asnani Usman. Op.Cit. Hal.62
63
Universitas Sumatera Utara
cooperation
is
preferable
and
better
than
confrontation.” 101
Atas dasar prinsip tersebut, Indonesia mengambil inisiatif untuk
mampelopori sebuah forum bagi negara-negara pengklaim untuk membicarakan
kemungkinan kerja sama di Laut Cina Selatan. Kanada mendukung gagasan ini.
Menurut Hasjim Djalal, dukungan Kanada tersebut diberikan sebagai bagian dari
program mereka yaitu Management for Changes yang dibentuk untuk mengatur
perubahan-perubahan dunia secara damai dan mengembangkan kerja sama. 102
Dalam hal ini Indonesia telah memanfaatkan program Management for Changes
untuk kepentingan penyelesaian konflik Laut Cina Selatan.
Pada akhir tahun 1989 Indonesia mengajak negara-negara ASEAN untuk
membicarakan tentang gagasan dibuatnya forum informal tersebut. Setelah
melakukan pendekatan kepada negara-negara ASEAN, gagasan tersebut segera
ditanggapi dengan positif. Negara-negara ASEAN setuju untuk mengadakan
forum berbentuk pertemuan informal yang melibatkan unsur-unsur akademis,
media massa dan pejabat pemerintah. 103
Setahun kemudian yaitu pada tahun 1990, untuk pertama kalinya
dilaksanakan Lokakarya Penanganan Potensi Konflik Laut Cina Selatan
(Workshop on Managing Potential Conflict in the South China Sea) 104 yang
melibatkan negara-negara pengklaim, pemangku kebijakan serta para akademisi.
101
Hasjim Djalal. Managing Potential Conflicts in the South China Sea: Lessons Learned. Hal. 89
http://aseanregionalforum.asean.org/files/Archive/9th/Preventive-Diplomacy/Doc-7.pdf diakses
pada 6 Agustus 2017 pukul 23.05 WIB
102
Asnani Usman. Op. Cit. Hal. 63
103
Ibid.
104
Ibid.
64
Universitas Sumatera Utara
Lokakarya pertama diadakan pada Januari 1990 di Bali yang diikuti oleh enam
negara ASEAN, dan para ahli dari Kanada sebagai narasumber. Negara-negara
lain yang terlibat sengketa seperti Cina, Vietnam dan Taiwan belum diundang
dalam lokakarya pertama. 105 Hal ini dilakukan agar terlebih dulu negara-negara
ASEAN bertukar pikiran sebelum akhirnya mengundang negara-negara di luar
ASEAN.
Tujuan dilakukannya lokakarya adalah untuk membendung potensi konflik
melalui upaya pengembangan confidence building measure, mendorong diskusi
dan dialog antar negara yang bersengketa dan membangun kerjasama antar
negara. 106 Dengan kata lain, lokakarya bertujuan untuk mewadahi negara-negara
yang terlibat dalam konflik untuk mendapatkan informasi, ide, dan pandangan
dari masing-masing negara terhadap konflik yang mereka alami. Lokakarya juga
dimaksudkan untuk mengubah persepsi dan sikap satu sama lain yang
memungkinkan munculnya solusi-solusi untuk menyelesaikan masalah secara
damai.
Sampai saat ini, telah dilaksanakan Lokakarya sebanyak 26 kali dengan
Indonesia sebagai tuan rumahnya. Dapat dilihat seperti yang tertera dalam tabel
berikut.
105
Pada saat itu Vietnam bukan merupakan anggota ASEAN. Vietnam baru bergabung pada Juli
1995.
106
Tabloid Diplomasi. Potensi Konflik di Kawasan Laut China Selatan.
http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/115-november-2010/980-potensi-konflikdikawasan-laut-china-selatan-pada-saat-membuka-acara-a-special-commemorative-events-ofthe-20thanniversary-of-the-workshop-managing-potential-conflicts-in-the-south-china-sea-dihotel-hyattregency-bandung-1-november-2010-menteri-lua.html diakses pada tanggal 15 Maret
2016
65
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1
Penyelenggaraan Workshop on Managing Potential Conflicts in the South
China Sea.
Lokakarya
Tanggal
Tempat
ke
1.
22-24 Januari 1990 Bali
-
2.
-
3.
4.
5.
6.
15-18 Juli 1991
Bandung
28 Juni-2 Juli 1992 Yogyakarta
23-25 Agustus
1993
26-28 Oktober
1994
10-13 Oktober
1995
Surabaya
Bukittinggi
Balikpapan
7.
14 Desember 1996
Batam
9.
1-2 Oktober 2002
Jakarta
10.
17-18 September
Medan
Kegiatan
Membahas isu: (1) lingkungan,
ekologi dan penelitian ilmiah; (2)
perkapalan, pelayaran, dan
komunikasi; (3) manajemen sumbersumber kekayaan alam; (4) isu-isu
politik dan keamanan; (5) isu-isu
yurisdiksi dan teritorial; (6)
mekanisme institusi bagi kerja sama.
Pembahasan lanjutan terhadap
masalah-masalah yang diidentifikasi
dari Lokakarya I.
-
Membentuk Pernyataan Bersama
-
Membentuk Pernyataan bersama
-
Membentuk dua kelompok kerja
teknis (Technical Working Group),
yaitu: (1) Penilain kekayaan laut dan
cara-cara pengembangannya; dan (2)
Penelitian ilmiah kelautan
-
Membahas hasil-hasil pertemuan
Technical Working Group
-
Membentuk pernyataan bersama
-
Membahas hasil-hasil pertemuan
Technical Working Group
-
Membentuk pernyataan bersama
-
Membahas hasil-hasil pertemuan
Technical Working Group
-
Membentuk pernyataan bersama
Membentuk tiga usulan kerjasama penelitian
keanekaragaman hayati dan pasang surut laut
Komitmen untuk melanjutkan proses
Confiedence Building Measures mealui
rangkaian lokakarya-lokakarya selanjutnya
Membentuk “Special Fund”
66
Universitas Sumatera Utara
12.
15-17 November
2016
14.
24-28 November
2004
17.
22-24 November
2007
18.
27-29 November
2009
Bandung
Membahas kerangka acuan pembentukan
information hub of the Workshop on
Managing Potential Conflict in the South
China Sea (WMP-SCS) dan Joint
Development.
Batam
Menyepakati pertemuan WG on the Study of
Tides and Sea Level Change (tentang pasang
surut air laut dan perubahan garis permukaan
air laut)
Yogyakarta Laporan proyek-proyek kerjasama, yaitu
Maritime Database Information Exchange
and Networking in the South Sea Region
(Cina), The Study of Tides and Sea Level
Change and the Coastal Environment in the
South China Sea Affected by Potential
Climate Change (Indonesia), Training
Program for Marine Ecosystem Monitoring
(Filipina), Training Program for Seafarers
(Singapura), Search and Rescue and Illegal
Acts at Sea including Piracy and Armed
Robbery (Malaysia), dan Regional Fisheries
Stock Assessment (Thailand).
Manado
- Laporan proyek yang disetujui dan
diusulkan
19.
3-14 November
2009
Makassar
20.
1 November 2010
Bandung
21.
9-11 November
2011
23.
31 Oktober-2
-
Proposal Proyek Lokakarya
-
Menyepakati dan mengadopsi Non
Paper Indonesia “Future Direction of
the Workshop”
-
Perkembangan status Special Fund
Lokakarya.
-
Membahas perkembangan berbagai
proyek kerjasama yang telah
disepakati
Merefleksikan pencapaian lokakarya selama
20 tahun.
Solo
Laporan proyek mengenai: (1) Kerjasama
Regional di bidang ilmu kelautan dan
jaringan informasi; (2) Studi perubahan
gelombang laut dan dampaknya terhadap
lingkungan pesisir di Laut Cina Selatan; (3)
Pencarian dan Penyelamatan dan aksi ilegal
di laut; (4) Jaringan Pendidikan dan Pelatihan
Asia Tenggara
Yogyakarta 1. Kerjasama Regional di Bidang Ilmu
67
Universitas Sumatera Utara
November 2013
26.
16-17 November
2016
Kelautan dan Jaringan Informasi di Laut Cina
Selatan, termasuk Database Information
Exchange dan Networking Project (China);
2. Studi Perubahan Gelombang dan Laut dan
Lingkungan Pesisir di Laut Cina Selatan yang
Terkena Dampak Perubahan Iklim Potensial
(Indonesia);
3. Jaringan Pendidikan dan Pelatihan Asia
Tenggara (SEANET) (China dan China
Taipei);
4. Kursus Pelatihan Pengelolaan Pesisir,
Penilaian dan Pemantauan (Filipina);
5. Pencarian dan Penyelamatan dan Kisah
Ilegal di Laut termasuk Pembajakan dan
Perampokan Armed (Malaysia);
6. Proyek Ekspedisi Keanekaragaman Hayati
Bersama (Indonesia)
Membahas kerangka acuan untuk
pembentukan information hub of the
Workshop on Managing Potential Conflicts in
the South China Sea (WMP-SCS) dan Joint
Development in the South China Sea.
Bandung
Sejak awal, lokakarya telah merumuskan dan menyetujui beberapa prinsip
dasar dalam mengelola potensi konflik. Lokakarya ke 2 di Bandung pada bulan
Juli 1991 telah merekomendasikan kepada pemerintah terkait yang kemudian
menjadi elemen untuk berbagai deklarasi atau pedoman perilaku di Laut Cina
Selatan, seperti: 107
1. Tanpa mengurangi klaim teritorial dan yurisdiksi, untuk mengeksplorasi
wilayah kerja sama di Laut Cina Selatan.
2. Bidang
kerja
mempromosikan
sama
semacam
keselamatan
itu
mencakup
navigasi
kerjasama
dan
untuk
komunikasi,
107
Hasjim Djalal. 2011. The South China Sea: Cooperation for Regional Security and Development.
http://nghiencuubiendong.vn/en/conferences-and-seminars-/the-third-international-workshopon-south-china-sea/665-the-south-china-sea-cooperation-for-regional-security-anddevelopment-by-hasjim-djalal diakses pada 5 Agustus 2017 pukul 12.30 WIB
68
Universitas Sumatera Utara
mengkoordinasikan pencarian dan penyelamatan, untuk memerangi
pembajakan
dan
perampokan
bersenjata,
untuk
mempromosikan
pemanfaatan sumber daya hayati secara rasional, untuk melindungi dan
melestarikan lingkungan laut, untuk melakukan penelitian ilmiah kelautan,
dan untuk menghilangkan lalu lintas gelap obat-obatan di Laut Cina
Selatan.
3. Di daerah di mana ada klaim teritorial yang saling bertentangan, negara
terkait dapat mempertimbangkan kemungkinan melakukan kerjasama
untuk saling menguntungkan termasuk pertukaran informasi dan
pengembangan bersama.
4. Setiap perselisihan teritorial dan yurisdiksi di wilayah Laut Cina Selatan
harus diselesaikan dengan cara damai melalui dialog dan negosiasi.
5. Kekerasan tidak boleh digunakan untuk menyelesaikan perselisihan
teritorial dan yurisdiksi.
6. Pihak-pihak yang terlibat dalam perselisihan tersebut didorong untuk
mengendalikan diri agar tidak mempersulit situasi
Keenam pernyataan tersebut selanjutnya menjadi pedoman untuk
menentukan hal-hal yang akan didiskusikan di dalam forum. Berbagai manfaat
telah didapatkan dari diadakannya lokakarya ini. Sehubungan dengan promosi
kerja sama, misalnya, telah disepakati untuk melaksanakan sejumlah kerjasama
seperti ekspedisi bio-diversity, pemantauan kenaikan permukaan laut, dan
pemantauan lingkungan. Sehubungan dengan promosi dialog antara pihak,
misalnya Cina dan Vietnam yang dapat menyetujui pembatasan maritim di Teluk
69
Universitas Sumatera Utara
Tonkin (Beibu) dan beberapa kerja sama dengan perikanan di wilayah tersebut.
Vietnam dan Indonesia juga telah sepakat untuk membatasi delta kontinental
masing-masing di bagian selatan Laut Cina Selatan, sebelah utara Natuna.
Lokakarya yang telah digelar rutin sejak 1990 ini, telah mengubah situasi
perang yang terjadi sejak tahun 1970 sampai 1980 kepada situasi yang lebih
kondusif. Dengan demikian tujuan lokakarya dalam upaya mengelola potensi
konflik di Laut Cina Selatan paling tidak telah mampu meredam sumber konflik
yang dapat muncul dari pertentangan antar negara pengklaim. Sebagai pihak yang
tidak memiliki klaim di wilayah, Indonesia telah berperan sebagai pihak ketiga
(mediator) yang memfasilitasi dialog antar negara-negara yang bersengketa
dengan prinsip netral dan tidak memihak.
Lokakarya ini terus dilakukan secara konsisten setiap tahunnya, dengan
Indonesia sebagai tuan rumahnya. Setelah 20 tahun pertemuan rutin diadakan,
hampir tidak pernah terjadi konfrontasi lagi di antara negara-negara yang
bersengketa. Pada lokakarya yang ke-20, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia
pada saat itu, Marty Natalegawa, menyatakan bahwa fakta menunjukkan sejak
tahun 1990 tidak terjadi suatu konflik bersenjata di wilayah Laut Cina Selatan.
Hal ini merupakan bukti keberhasilan dari lokakarya Laut Cina Selatan yang
digagas oleh Indonesia. 108 Para pihak dalam perselisihan harus menyadari bahwa
pecahnya konflik, terutama konflik bersenjata, tidak akan menyelesaikan
perselisihan dan tidak akan membawa keuntungan bagi kedua belah pihak.
108
Tabloid Diplomasi. Op.Cit.
70
Universitas Sumatera Utara
3.2. Mekanisme Kemitraan ASEAN-Cina.
Pendekatan regional oleh ASEAN dijadikan Indonesia sebagai upaya
dalam mencapai penyelesaian konflik. ASEAN sendiri dibentuk dengan tujuan
meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional. Sejak awal pembentukan,
ASEAN sangat menjunjung tinggi prinsip perdamaian dan stabilitas, khususnya di
Asia Tenggara. 109 Selain itu, untuk dapat menghadapi Cina diharapkan negaranegara ASEAN lebih bersatu supaya memiliki keputusan yang seimbang dan akan
lebih mudah untuk bernegosiasi dengan Cina.
Dalam ketentuan Hukum Laut (UNCLOS 1982), negara-negara yang
berbatasan dengan laut tertutup atau setengah tertutup hendaknya bekerjasama
satu sama lainnya dalam melaksanakan hak dan kewajibannya melalui organisasi
regional yang tepat.
110
Sebagai organisasi regional yang menghimpun dan
memperjuangkan kepentingan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, ASEAN
tentunya dipercaya untuk berperan dalam mengupayakan penyelesaian konflik
secara damai terhadap Laut Cina Selatan yang tidak hanya melibatkan negara
anggota ASEAN tetapi juga Cina.
Dalam rangka merespon ketegangan konflik yang berlangsung, ASEAN
telah mengeluarkan ASEAN Declaration on the South China Sea yang
ditandatangani negara-negara anggota ASEAN di Manila pada 22 Juli 1992.
Adapun prinsip-prinsip yang dimuat dalam deklarasi yang dikenal dengan
Deklarasi Manila ini, antara lain, adalah menekankan perlunya penyelesaian
sengketa secara damai dan mendorong dilakukannya eksplorasi kerja sama terkait
109
Asnani Usman. Op. Cit. Hal. viii
110
UNCLOS 1982 Pasal 123
71
Universitas Sumatera Utara
dengan safety of maritime navigation and communication, perlindungan atas
lingkungan laut, koordinasi search and rescue, upaya memerangi pembajakan di
laut dan perampokan bersenjata serta perdagangan gelap obat-obatan. 111
Setelah adanya Deklarasi Manila, situasi di Laut Cina Selatan masih
memanas. Pada tahun 1995, ASEAN mengambil inisiatif setelah insiden Mischief
Reef untuk mencegah perselisihan yang ada meningkat menjadi konflik. Gagasan
tentang kode etik secara resmi disahkan dalam ASEAN Ministerial Meeting
(AMM) ke-29 tahun 1996 dengan harapan bahwa itu akan memberikan dasar
untuk stabilitas jangka panjang di daerah dan mendorong pemahaman antara
negara yang bersangkutan. Meskipun kode etik telah dianggap sebagai tujuan
utama, setelah hampir 5 tahun perundingan ASEAN dan Cina hanya mencapai
dokumen politik. 112
Negara-negara ASEAN dan Cina menyepakati sebuah Deklarasi Tata
Perilaku di Laut Cina Selatan (Declaration of the Conduct of Parties in the South
China Sea) yang ditandatangani oleh sepuluh Menteri Luar Negeri Negara
ASEAN pada 4 November 2002 dalam KTT ASEAN di Phnom Penh,
Kamboja. 113 Adapun isi dari Declaration of the Conduct of Parties in the South
China Sea (selanjutnya disebut DoC) adalah sebagai berikut: 114
1. Para pihak menegaskan kembali komitmen mereka terhadap tujuan dan
prinsip-prinsip Piagam PBB, UNCLOS 1982, TAC dan prinsip-prinsip
111
Poltak Partogi. Op.Cit. Hal. 126
112
Humaltike Krisitine. Op.Cit. Hal.9
113
Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea.
http://asean.org/?static_post=declaration-on-the-conduct-of-parties-in-the-south-china-sea-2
diakses pada 9 Agustus 2017 pukul 13.00
114
Hasil terjemahan dari ASEAN the Declaration on Conduct Document.
72
Universitas Sumatera Utara
hukum internasional yang berlaku sebagai norma dasar yang mengatur
hubungan negara-ke-negara;
2. Para pihak berkomitmen untuk meningkatkan cara-cara untuk membangun
kepercayaan sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut di atas dan atas dasar
persamaan dan saling menghormati;
3. Para pihak menegaskan kembali rasa hormat dan komitmen mereka
terhadap kebebasan navigasi dan overflight di atas Laut Cina Selatan
sebagaimana ditentukan oleh prinsip-prinsip hukum internasional yang
diakui secara universal, termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut
tahun 1982;
4. Para pihak yang berkepentingan berusaha menyelesaikan perselisihan
teritorial dan
yurisdiksi mereka dengan cara-cara damai, tanpa
menggunakan ancaman atau penggunaan kekerasan, melalui konsultasi
dan negosiasi yang diantara negara-negara berdaulat yang terlibat secara
langsung, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang diakui
secara universal, termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982;
5. Para pihak sepakat untuk menahan diri dalam melakukan kegiatan-kegitan
yang akan meningkatkan eskalasi konflik dan akan mempengaruhi
perdamaian dan stabilitas di kawasan, termasuk, antara lain, menahan diri
dari tindakan menghuni pulau-pulau yang tak berpenghuni, terumbu
karang dan lain-lain. Fitur dan untuk menangani perbedaan mereka secara
konstruktif.
Menunggu penyelesaian damai perselisihan teritorial dan yurisdiksi, Para
Pihak terkait berusaha untuk mengintensifkan upaya untuk mencari jalan,
73
Universitas Sumatera Utara
dengan semangat kerja sama dan pengertian, untuk membangun
kepercayaan, termasuk:
A. Mengadakan dialog dan pertukaran pandangan yang sesuai antara
pejabat pertahanan dan militer;
B. Berlaku adil dan manusiawi terhadap semua orang yang berada dalam
bahaya atau dalam keadaan tertekan;
C. Memberitahukan secara sukarela segala bentuk latihan militer bersama
pihak-pihak terkait; dan
D. Melakukan pertukaran informasi yang relavan secara sukarela.
6. Sebelum adanya penyelesaian yang menyeluruh dan bersifat tetap atas
konflik, para pihak yang terkait sepakat untuk dapat melakukan eksplorasi
atau melakukan kegiatan kooperatif. Termasuk seperti yang berikut ini:
A. Perlindungan lingkungan kelautan
B. Penelitian ilmiah kelautan;
C. Keamanan navigasi dan komunikasi di laut;
D. Operasi SAR;
E. Memerangi kejahatan transnasional, termasuk lalu lintas obat-obatan
terlarang, bajak laut, perampokan bersenjata dan penyelendupan
senjata.
Modalitas, ruang lingkup dan lokasi, sehubungan dengan kerja sama bilateral
dan multilateral harus disepakati
7. Para pihak yang terlibat siap untuk melanjutkan konsultasi dan dialog
mengenai isu-isu terkait, melalui modalitas yang harus disetujui oleh mereka,
termasuk konsultasi rutin mengenai Deklarasi ini, dengan tujuan membangun
74
Universitas Sumatera Utara
kedekatan dan transparansi yang baik, membangun keselarasan, pengertian
bersama dan kerjasama, serta memfasilitasi penyelesaian sengketa secara
damai di antara mereka;
8. Para sepakat untuk menghormati dan menaati ketentuan dalam Deklarasi ini
serta mengambil tindakan yang konsisten dengannya;
9. Para pihak mendorong negara lain untuk menghormati prinsip-prinsip yang
tercantum dalam Deklarasi ini;
10. Para pihak yang berkepentingan menegaskan kembali bahwa penerapan
code of conduct di Laut Cina Selatan akan meningkatkan perdamaian dan
stabilitas di kawasan dan disepakati juga untuk melanjutkan proses
tercapainya tujuan ini.
Terdapat tiga hal yang menjadi tujuan utama dari DoC yaitu
(1) mempromosikan upaya-upaya untuk membangun rasa saling percaya di antara
para pihak (2) melibatkan diri di dalam kerjasama maritim, dan (3) menyediakan
dasar diskusi dan penyusunan suatu dokumen CoC yang formal dan dengan
kekuatan hukum yang mengikat. DoC diharapkan dapat meningkatkan rasa saling
percaya antara negara anggota ASEAN dan Cina serta menghilangkan potensi
konflik. Tujuan utamanya ialah menjaga stabilitas dalam jangka panjang sembari
mencari upaya yang tepat untuk menyelesaikan konflik.
DoC tidak akan bermanfaat jika tidak ada langkah konkret yang diambil
untuk mengerjakan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam DoC. Setiap negara
pengklaim perlu diarahkan dan diawasi untuk terus mengimplementasikan DoC
kepada kerjasama-kerjasama yang nyata. Untuk menanggapi hal ini, setiap
75
Universitas Sumatera Utara
tahunnya, paling tidak ada empat pertemuan yang dilakukan negara-negara
ASEAN dengan Cina. Ada dua level pertemuan yang dilakukan, yaitu:
1. Senior Official Meeting on Declaration of Conduct.
Pada tahun 2003, ASEAN dan Cina memutuskan untuk mengadakan
pertemuan reguler Pejabat Senior ASEAN
(Senior Official’s Meeting/SOM)
untuk membahas pelaksanaan DoC. Pada bulan Desember 2004, pertemuan SOM
tentang DoC yang pertama diadakan di Kuala Lumpur, dan dalam pertemuan
tersebut diputuskan untuk membentuk grup kerjasama guna membahas
pelaksanaan DoC. Senior Official Meeting ASEAN dan Cina mengadopsi
kerangka acuan kelompok kerja bersama. Hasil pertemuan yang dicapai dari Joint
Working Group dilaporkan ke Senior Official Meeting.
2. Joint Working Group on Declaration on Conduct ASEAN-Cina.
Gagasan tentang dibuatnya Kelompok Kerjasama (Joint Working Group)
ada pada saat pertemuan AMM di Kuala Lumpur pada tahun 2004. Joint Working
Group dibentuk untuk mempelajari dan merekomendasikan kegiatan membangun
kepercayaan demi memastikan perdamaian dan stabilitas di Laut Cina Selatan.
Joint Working Group akan membantu menerjemahkan ketentuan DoC dalam
kegiatan kerjasama yang nyata.
Pertemuan pertama Joint Working Group berlangsung di Manila dari 4
Agustus sampai 5 Agustus 2005. Pada pertemuan tersebut ASEAN mengajukan
sebuah contoh dokumen berisi tujuh butir petunjuk terkaitan dengan pelaksanaan
DoC. Butir kedua dari dokumen tersebut menyatakan bahwa ASEAN akan terus
mengadakan konsultasi internal antar anggota ASEAN sebelum bernegosiasi
76
Universitas Sumatera Utara
dengan Cina. Cina menolak butir kedua ini, dengan alasan bahwa Laut Cina
Selatan hanya terkait dengan sejumlah anggota ASEAN saja, dan bukan
keseluruhan ASEAN. Cina menyatakan bahwa Cina lebih memilih untuk
berdiskusi langsung dengan negara-negara ASEAN yang terkait daripada
berhubungan dengan ASEAN secara kolektif.
Tugas utama dari JWG ASEAN-Cina adalah untuk mempelajari dan
merekomendasikan langkah-langkah menerjemahkan ketentuan DoC menjadi
kegiatan kerjasama yang konkret yang akan meningkatkan saling percaya antar
negara. JWG ASEAN-Cina, sesuai dengan kewajiban dan komitmen terhadap
DoC, merekomendasikan pertimbangan, kebijakan dan arahan dari Senior Official
Meeting, termasuk mengidentifikasi jenis kegiatan yang harus diambil oleh para
pihak agar tidak mempersulit atau meningkatkan perselisihan.
Pada pertemuan keenam ASEAN-Cina Joint Working Group on The
Implementation of the DoC, Indonesia memfasilitasi negara negara ASEAN
bersama dengan Cina membahas agenda Implementation of the Declaration on
the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC) dan proposal Cina
mengenai draft Guidelines DoC the Implementation of the Declaration on the
Conduct of Parties in the South China Sea. ASEAN dan Cina percaya bahwa
kegiatan membangun kepercayaan di antara mereka di Laut Cina Selatan akan
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penyelesaian damai klaim kedaulatan
yang tumpang tindih Cina dan negara-negara ASEAN.
Elemen-elemen di dalam DoC pada intinya menjunjung tinggi dialog,
action refuse dan resolusi konflik yang dapat dilakukan dengan kerjasama. Di
bawah DoC, kegiatan kerjasama meliputi perlindungan lingkungan laut, penelitian
77
Universitas Sumatera Utara
ilmiah kelautan, keamanan navigasi dan komunikasi di laut, operasi pencarian dan
penyelamatan dan pemberantasan kejahatan transnasional. Untuk memastikan
bahwa poin-poin dan kegiatan-kegiatan tersebut terlaksana, terdapat plan of action.
Ada rencana kerja yang lebih detail mengenai bagaimana mengimplementasikan
DoC sembari menunggu masalah perbatasan dapat diselesaikan. 115
Peran utama Joint Working Group dan Senior Official Meeting on DoC
adalah memastikan poin-poin di dalam DoC dapat terlaksana sebagai plan of
action sembari menunggu masalah perbatasan terselesaikan. Jadi, terdapat dua hal
yang substansi yang dibahas dalam dua pertemuan tersebut. Pertama, diharapkan
adanya implementasi yang nyata dari DoC. Kedua, bagaimana negara-negara
ASEAN dan Cina dapat menyepakati atau ada perkembangan dalam mencapai
implementasi CoC.116
“Dua hal ini adalah dua aspek yang dianggap ASEAN dan
Cina merupakan suatu Confiedence Building Measurues
sehinga dapat meminimalisir kecurigaan di antara ASEAN
dan Cina. Jadi relatif stabil lah, ada channelnya ketika
sesuatu terjadi di lapangan.” 117
Di dalam kedua level pertemuan tersebut, Indonesia sangat banyak
berperan seperti mengambil inisiatif untuk mengadakan kegiatan-kegiatan
115
Hasil wawancara dengan Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN, Kementerian
Luar Negeri RI
116
Hasil wawancara dengan Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN, Kementerian
Luar Negeri RI
117
Ibid.
78
Universitas Sumatera Utara
kerjasama dan memastikan negara ASEAN dan Cina tetap pada garis yang
mematuhi DoC. Indonesia juga banyak berperan di dalam dinamika negosiasi
pada pertemuan JWG dan SOM. Dinamika antara claimant state dan Cina tidak
mudah karena masing-masing memiliki kepentingan yang berbeda. Dalam hal ini
Indonesia banyak berperan sebagai honest broker untuk memastikan bahwa
mereka harus membuat proses. 118
Pada tahun 2016, atas dorongan Indonesia ASEAN dan Cina telah berhasil
mengesahkan dua hal yang secara teknis dapat mendorong Confidence
Building Measures. 119
1. Guidelines for Hotline Communications Among Senior Officials of the
Minintries of Foreign Affairs of ASEAN Member States and China.
Negara-negara ASEAN dan Cina telah menyepakati pembentukan
saluran hotline khusus komunikasi langsung antar pejabat tinggi
Kementerian Luar Negeri ASEAN dan Cina untuk mengatasi kejadian
darurat di Laut Cina Selatan. Bila terjadi sesuatu di Laut Cina Selatan,
para pejabat setingkat Direktur Jenderal di masing-masing negara ASEAN
dan Cina dapat langsung menghubungi satu sama lain. Tujuannya ialah
untuk memastikan pertukaran informasi dan pandangan dan tindakan yang
segera dan efektif antara pejabat negara-negara anggota ASEAN dan Cina
bila terjadi keadaan darurat maritim yang tindakan langsung. 120
118
Ibid.
119
Ibid.
120
Guidelines for Hotline Communications Among Senior Officials of the Minintries of Foreign
Affairs of ASEAN Member States and China in Response to Maritime Emergencies in the
Implementation of the Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea.
79
Universitas Sumatera Utara
Kondisi Laut Cina Selatan yang simpang siur dengan klaim
tumpang tindihnya menyebabkan seringkali terjadi ketegangan di kawasan.
Misalnya nelayan Vietnam melewati perairan yang mereka anggap
perairan mereka sementara Cina juga menggap bahwa perairan itu
miliknya. Hal ini sering menyebababkan terjadinya bentrok di lapangan. 121
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, harapan dari adanya
hotline communication adalah situasi di Laut Cina Selatan semakin
kondusif, dapat dikelola dengan baik, dan insiden yang tidak dikehendaki
dapar dihindari.
122
Hotline ini pada intinya dapat menghindari
kesalahpahaman antar negara.
2. Application of the Code for Unplanned Encounters at Sea in the South
China Sea.
Code for Unplanned Encounters at Sea (CUES) sebelumnya telah
ada dan disepakati untuk wilayah perairan Pasifik. Jika ada kapal saling
bertemu secara tidak sengaja antar negara di wilayah perairan Pasifik,
segera diambil tindakan supaya tidak terjadi bentrok. Saat ini, ASEAN dan
Cina menyepakati CUES khusus untuk wilayah perairan Laut Cina Selatan.
Hal teknis ini sebenarnya sangat mendasar karena membangun
http://www.fmprc.gov.cn/nanhai/eng/zcfg_1/P020170413337343995888.pdf diakses pada 13
Agustus 2017 pukul 02.40 WIB
121
Hasil wawancara dengan Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN, Kementerian
Luar Negeri RI
122
Azizah Fitriyanti. ASEAN-Tiongkok sepakati CUES dan "hotline" di LCS. 2016.
http://www.antaranews.com/berita/583114/asean-tiongkok-sepakati-cues-dan-hotline-di-lcs
diakses pada 13 Agustus 2017 pukul 02.50 WIB
80
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan berbicara tentang apakah kita dapat memahami satu sama lain
dan mengetahui pergerakan satu sama lain. 123
Adapun kesepakatan-kesepakatan yang ada di dalam Code for
Unplanned Encounters at Sea (CUES) adalah sebagai berikut. 124
a. Kami menegaskan kembali komitmen kami terhadap CUES untuk
meningkatkan keselamatan operasional kapal angkatan laut dan pesawat
angkatan laut di udara dan laut, dan memastikan saling percaya di antara
semua Pihak;
b. Kami setuju untuk menggunakan prosedur keselamatan dan komunikasi
untuk keselamatan semua kapal angkatan laut dan pesawat angkatan laut
kami, seperti yang tercantum dalam CUES, saat mereka bertemu satu sama
lain di Laut Cina Selatan; dan
3. Kami menegaskan bahwa upaya ini berkontribusi pada komitmen kami
untuk menjaga perdamaian dan stabilitas regional, keselamatan maksimum
di laut, mempromosikan lingkungan yang baik dan mengurangi risiko
selama pertemuan yang tidak direncanakan di udara dan di laut, dan
memperkuat kerja sama antar angkatan laut.
Namun demikian, DoC masih tidak cukup kuat untuk membangun rasa
saling percaya di antara negara-negara yang terlibat di dalam konflik Laut Cina
123
Hasil wawancara dengan Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN, Kementerian
Luar Negeri RI
124
Joint Statement on the Application of the Code for Unplanned Encounters at Sea.
http://www.fmprc.gov.cn/nanhai/eng/zcfg_1/P020170413336454220678.pdf diakses pada
81
Universitas Sumatera Utara
Selatan dan untuk mencegah konflik Laut Cina Selatan berkembang lebih jauh.
Nyatanya DoC hanya berfungsi untuk memberikan batasan-batasan moral bagi
para pihak yang terkait. 125 Pada Juli 2011, Cina dan Vietnam serta Filipina
kembali terlibat saling provokasi. Latihan militer dan pengrusakan kapal milik
negara lain ternyata tetap dilakukan oleh Cina dan Vietnam, yang secara nyata
melanggar DoC yang dibuat 126.
3.2. Mekanisme Internal ASEAN.
Sebagai bagian dari negara ASEAN, Indonesia perlu meyakinkan negaranegara di dalamnya memiliki satu kesatuan dan menyadari posisi mereka sebagai
suatu organisasi regional. Kekuatan militer Cina masih lebih kuat jika
dibandingkan dengan gabungan dari kekuatan militer negara-negara ASEAN.
Untuk itulah dalam menghadapi kekuatan Cina, tentunya ASEAN tidak bisa
berjalan sendiri-sendiri, melainkan ASEAN harus semakin solid.
Untuk mewujudkan hal itu Indonesia memainkan peran melalui
pertemuan-pertemuan ASEAN. Ketika tidak tercapai suatu pernyataan bersama
tentang konflik Laut Cina Selatan, Indonesia melakukan diplomasi untuk
mengubah situasi yang terjadi.
1.
Komunike Bersana
Pada tahun 2012, Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN
Foreign Ministerial Meeti0ng) yang ke-45 di Phnom Penh, Kamboja gagal
125
Mingjiang Ling. Mengelola Isu Keamanan di Laut Cina Selatan: Dari DOC ke COC. Kyoto Review
126
Sandy Nur Ikfal Raharjo. 2011. Sengketa Kepulauan Spratly: Tantangan bagi Indonesia sebagai
Ketua ASEAN 2011. LIPI. http://www.politik.lipi.go.id/kolom/kolom-1/politik-internasional/472sengketa-kepulauan-spratly-tantangan-bagi-indonesia-sebagai-ketua-asean-2011 diakses pada
82
Universitas Sumatera Utara
mencapai kesepakatan. Perpecahan di antara negara ASEAN terjadi ketika
Kamboja dan Filipina berbeda sikap terkait perlu tidaknya memasukkan insiden
sengketa wilayah antara Cina dan Filipina di Scarborough ke dalam pernyataan
bersama (joint communique). Filipina menuduh sikap keras Kamboja itu lantaran
dipengaruhi oleh Cina. 127
Joint communique adalah
Untuk menyikapi perbedaan pandangan tersebut, Menteri Luar Negeri
Indonesia pada waktu itu, Marty Netalegawa melakukan pendekatan dan shuttle
diplomacy dengan para Menteri Luar Negeri ASEAN terkait posisi bersama.128
Selama dua hari yaitu pada tanggal 18 sampai 19 Juli 2012 Menlu Indonesia
bersikap sebagai penengah dan mendatangi negara-negara ASEAN satu per satu.
Indonesia menggarisbawahi pentingnya ASEAN bertindak dengan satu suara dan
mengingatkan bahwa perkembangan terakhir menjadi perhatian semua anggota
ASEAN.
Konsultasi Menlu Indonesia dengan Menlu Filipina, Vietnam, Malaysia,
Singapura dan Kamboja selama kurang lebih 36 jam itu berhasil menghasilkan
kesepakatan ASEAN's Six Point Principles on the South China Sea pada tanggal
20 Juli 2012. Dokumen tersebut berisikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 129
127
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/20/02382193/asean.bersatu
128
Kementerian Luar Negeri RI. Laut China Selatan. 2013
http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/isu-khusus/Pages/Laut-China-Selatan.aspx
129
2012 Statement of the ASEAN foreign Ministers: ASEAN’S six-point Principles on the South
China Sea.
83
Universitas Sumatera Utara
1. Implementasi penuh Declaration on the Conduct of Parties in the
South China Sea (2002);
2. Pedoman Pelaksanaan Declaration on the Conduct of Parties in the
South China Sea (2011);
3. Kesimpulan awal Code of Conduct in the South China Sea;
4. Penghormatan penuh terhadap prinsip-prinsip internasional yang
diakui secara universal, termasuk Konvensi Perserikatan BangsaBangsa tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS);
5. Terus melakukan pengendalian diri dan tidak menggunakan kekuatan
oleh semua pihak; dan
6. Resolusi sengketa yang damai, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum
internasional yang diakui secara universal, termasuk Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS).
Menurut Indonesia, enam prinsip dasar itu dapat menyatukan posisi
ASEAN tentang Laut Cina Selatan. Keenam prinsip dasar yang diusulkan
Indonesia pada dasarnya tidak berbeda dengan apa yang telah ASEAN sepakati
sebelumnya. Selain itu, negara-negara ASEAN juga sepakat berkomitmen
menyelesaikan persoalan dan sengketa di perairan itu lewat jalan damai sesuai
aturan hukum internasional.
2. Hasjahjd
Pasca keluarnya putusan Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA) terkait
pengaduan Filipna atas klaim nine dashed lines Cina tahun 2016 lalu, situasi
antara Cina dan negara-negara ASEAN menjadi genting. Saat pertemuan AMM
84
Universitas Sumatera Utara
diadakan, biasanya para menlu ASEAN akan menyepakati joint communique
mengenai berbagai isu di ASEAN, dan salah satunya adalah mengenai isu Laut
Cina Selatan. Namun, pembahasan joint communique untuk Laut Cina Selatan
pada waktu itu sangat sulit disepakati, karena semua negara memiliki kepentingan
masing-masing. 130
Kegagalan tercapainya kesepahaman antar negara ASEAN terjadi ketika
Filipina dan Vietnam meninginkan agar joint communique menyertakan hasil
putusan PCA. Hal ini karena kedua negara tersebut menginginkan supaya desakan
untuk menghormati Hukum Internasional tersebut disertakan ke dalam draft.
Namun, Kamboja meminta ASEAN untuk tidak memasukkan hasil putusan PCA
mengenai Laut Cina Selatan ke dalam joint communique. Kamboja yang
merupakan mitra terdekat Cina di ASEAN menentang keinginan tersebut. Bahkan
Kamboja juga mendukung keinginan Beijing untuk menyelesaikan sengketa
dengan Filipina melalui jalur diplomasi. 131
Jika para Menlu ASEAN tidak mencapai joint coomunique untuk Laut
Cina Selatan, akan berdampak buruk karena kemungkinan besar joint
communique untuk hal yang lain juga dibatalkan. 132 Untuk menghindari kejadian
pada tahun 2012 terulang kembali, Menlu Retno Marsudi melakukan manuver
politik. Dalam waktu tiga hari, Retno Marsudi melakukan diplomasi maraton
130
Hasil wawancara dengan Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN, Kementerian
Luar Negeri RI
131
https://news.okezone.com/read/2016/07/25/18/1445841/asean-gagal-capai-kesepahamansoal-lcs-karena-kamboja
132
Hasil wawancara dengan Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN, Kementerian
Luar Negeri RI
85
Universitas Sumatera Utara
untuk bertemu dengan para Menteri Luar Negeri ASEAN secara terpisah guna
membantu tercapainya konsensus. Ia juga mengambil inisiatif untuk melakukan
informal retreat sebelum dimulainya rangkaian resmi AMM yang ke 49. 133
Dalam informal retreat tersebut Retno Marsudi mengingatkan bahwa saat ini
pandangan dunia internasional sedang mengarah kepada ASEAN tentang
bagaimana ASEAN menanggapi hasil putusan PCA atas tuntutan Filipina.
Dalam kesempatan itu Indonesia juga menyarankan pernyataan ASEAN
Point Ministers on Peace, Security and Stability in the Region.
134
Pernyataan ini
pada intinya menegaskan bahwa ASEAN dalam menjaga perdamaian dan
stabilitas di kawasan harus melindungi “rumah” mereka agar tetap menjadi
kawasan yang damai dan stabil. Pernyataan tersebut juga menegaskan komitmen
ASEAN untuk menjaga dan mempromosikan perdamaian, keamanan dan
stabilitas kawasan, serta menjunjung tinggi antara Piagam PBB, ASEAN Charter,
dan the Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia dalam melaksanakan
hubungan antara negara.
Akhirnya, Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN berhasil mencapai
kesepakatan untuk menyusun sebuah joint communique pada AMM yang ke-49
di Vientianne, Laos, Selasa 26 Juli 2016. Kesepakatan Joint Communique
tersebut memuat pandangan bersama ASEAN terhadap perkembangan situasi di
Laut Cina Selatan.
133
Kementerian Luar Negeri RI. Diplomasi RI Berhasil Yakinkan Semua Anggota ASEAN untuk
Bersatu. http://kemlu.go.id/id/berita/Pages/Diplomasi-RI-Berhasil-Yakinkan-Semua-AnggotaASEAN-untuk-Bersatu.aspx
134
Hasil wawancara dengan
86
Universitas Sumatera Utara
.
Dalam kaitan ini, negara anggota ASEAN menegaskan komitmennya untuk
menghormati proses hukum dan diplomatik sepenuhnya. Negara-negara ASEAN
juga berkomitmen menyelesaikan permasalahan teritorial sesuai dengan
ketentuan Hukum Internasional, termasuk Hukum Laut 9UNCLOS 1982.
Komunike bersama ini juga menegaskan komitmen negara-negara
ASEAN dalam isu keamanan di Laut Cina Selatan. Negara anggota ASEAN
menyatakan komitmennya untuk sepenuhnya menghormati proses hukum dan
diplomatik sesuai hokum internasional, termasuk UNCLOS 1982 untuk
menyelesaikan klaim territorial baik dengan sesame negara anggota maupun
negara lain yang bukan anggota.
Komunike bersama ini juga menegaskan komitmen negara-negara
ASEAN dalam isu keamanan di Laut Cina Selatan. Negara anggota ASEAN
menyatakan komitmennya untuk sepenuhnya menghormati proses hukum dan
diplomatik sesuai hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982 untuk
menyelesaikan klaim territorial baik dengan sesama negara anggota maupun
negara lain yang bukan anggota.
Karena upaya yang dilakukan Indonesia tersebut, Menteri Luar Negeri
negara-negara ASEAN berhasil mencapai kesepakatan untuk menyusun sebuah
Joint Communique dalam pertemuan ke-49 Menteri Luar Negeri ASEAN
(ASEAN Ministerial Meeting) di Vientianne. Kesepakatan Joint Communique
tersebut memuat pandangan bersama ASEAN terhadap perkembangan situasi di
Laut Cina Selatan.
Komunike bersama ini juga menegaskan komitmen negara-negara
ASEAN dalam isu keamanan di Laut Cina Selatan. Negara anggota ASEAN
87
Universitas Sumatera Utara
menyatakan komitmennya untuk sepenuhnya menghormati proses hukum dan
diplomatik sesuai hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982 untuk
menyelesaikan klaim territorial baik dengan sesama negara anggota maupun
negara lain yang bukan anggota.
Peran Indonesia tidak dapat dipisahkan dari tercapainya posisi bersama
ASEAN. Berkat upaya yang dilakukan Indonesia, ASEAN telah menyepakati
suatu cara dalam merespon konflik Laut Cina Selatan. Seperti yang telah dibahas
sebelumnya, bahwa di dalam pertemuan Joint Working Group dan Senior Official
Meetings on DoC telah dibahas untuk membuat kerangka CoC antara ASEAN
sama Cina dan Cina. Sulit membuat kerangka ini karena masing-masing negara
punya kepentingan di dalamnya. Cina tidak mau menerima draft yang dibuat oleh
Filipina sementara Filipina juga demikian. Yang terpenting ialah bagaimana
membuat negara-negara ini menyadari bahwa kerangka ini harus dibuat dari awal
dan bahwa kerangka CoC ini adalah sesuatu yang sangat penting sehingga ini bisa
tercapai. 135
Pada bulan Juli 2011, saat pertemuan AMM ke 44 di Bali, ASEAN dan
Cina menyepakati Guidelines for the Implementation of the DoC.
136
Disepekatinya guidelines tersebut menjadi pencapaian besar bagi ASEAN pada
saat Indonesia menjadi ketua. Kesepakatan atas guidelines membuka kesempatan
bagi upaya implementasi DoC melalui pelaksanaan kegiatan kerja sama antara
135
Hasil wawancara
136
Guidelines for the Implementation of the DOC. 2011.
http://www.asean.org/storage/images/archive/documents/20185-DOC.pdf diakses pada 9
Agustus 2017 pukul 14.32
88
Universitas Sumatera Utara
ASEAN dan Indonesia di kawasan Laut Cina Selatan dan merupakan langkah
awal mengenai implementasi kode etik (Code of Conduct of Parties in the South
China Sea). Adapun isi dari Guidelines for the Implementation of the DoC adalah
sebagai berikut: 137
1. Implementasi DOC harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan
ketentuan DOC.
2. Para Pihak akan terus mendorong dialog dan konsultasi sesuai dengan
semangat DOC.
3. Pelaksanaan kegiatan atau proyek sebagaimana diatur dalam DOC harus
diidentifikasi secara jelas.
4. Partisipasi dalam kegiatan atau proyek harus dilakukan secara sukarela.
5. Kegiatan awal yang harus dilakukan di bawah lingkup DOC harus berupa
tindakan membangun kepercayaan.
6. Keputusan untuk menerapkan tindakan nyata atau kegiatan DOC harus
didasarkan pada konsensus di antara pihak-pihak yang terkait, dan
mengarah pada realisasi Kode Etik.
7. Dalam pelaksanaan proyek yang disepakati di bawah DOC, layanan dari
ahli dan orang-orang terkemuka, jika dianggap perlu, akan diupayakan
untuk memberikan masukan spesifik mengenai proyek-proyek yang
bersangkutan.
137
Hasil terjemahan Guidelines for the Implementation of the DoC
89
Universitas Sumatera Utara
8. Kemajuan pelaksanaan kegiatan dan proyek yang disepakati dalam DOC
harus dilaporkan setiap tahun ke Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN-Cina
(PMC).
Akhirnya di dalam pertemuan informal ASEAN september 2012,
Indonesia membagikan draf awal (zero draft) CoC tentang Laut Cina Selatan
kepada para menteri luar negeri ASEAN. Indonesia berinisiatif menawarkan zero
draft tersebut untuk dapat dibahas bersama. Zero draft CoC itu diajukan
setidaknya sebagai pemicu awal perundingan. Isinya terbilang rinci dan dapat
dipakai untuk menghindari ”miskalkulasi” di antara semua pihak saat bertemu di
lapangan.
Indonesia punya draft, yang penting bagi Indonesia adalah bahwa elemenelemen penting menurut Indonesia yang dari draft itu masuk ke kerangka CoC,
jadi tidak masalah jika zero draft yang dibuat Indonesia diterima atau tidak selama
elemen yang diinginkan masuk ke kerangka CoC dan itu yang diupayakan.
Gimana caranya kita mendorong supaya elemen-elemen yang menurut Indonesia
penting tetap masuk ke situ. Jadi ketika negosiasi strateginya harus diubah. Ketika
tiga negosiasi terakhir di tahun ini kalau ga salah ya, itu awal tahun di bali, yang
pertama di Bali, kemudian di Kamboja, kemudian di Buyang. Jadi ketiga
negosiasi ini akhirnya kita putuskan menggunakan pendekatan usulan Indonesia
lagi. Ini merupakan peran Indonesia, bagaimana ketika terjadi dinamika antar
negara pengklaim, supaya prose tetap jalan dan dapat menghasilkan sesuatu. Jadi
kita namainnya Bali approach karena pertemuan ini mulainya di Bali.
Dalam hal upaya implementasi CoC, pada Juli 2017 diserahkan kerangka
CoC. Pencapaian terhadap CoC menjadi hal yang ditunggu-tunggu oleh banyak
90
Universitas Sumatera Utara
negara. Setiap negara seharusnya menyadari bahwa kerangka CoC ini sangat
penting sehingga dapat segera diimplementasikan. Dalam kerangka CoC ini,
terdapat elemen-elemen yang sama dalam zero draft Indonesia. Indonesia telah
berhasil dalam mendorong atau memasukkan poin-poin penting ke dalam
kerangka CoC.
Salah satu hal penting yang diminta dan dituntut oleh DoC itu, menurut Puja adalah
membentuk Code of Conduct (CoC) atau kode perilaku, yang sampai sekarang ini
prosesnya masih bergulir terus, dan terus mengalami kemajuan, meskipun tidak
besar. 138
isebut sebagai sebuah dokumen yang menjadi batu loncatan antara hubungan
ASEAN dan Cina mengenai Laut Cina Selatan pada tahun 2002, dokumen
Declaration on the Conduct of Parties in the South Cina Sea (DOC) belum
berhasil memenuhi misinya untuk membangun rasa saling percaya di antara
negara-negara yang terlibat di dalam konflik Laut Cina Selatan dan untuk
mencegah konflik Laut Cina Selatan berkembang lebih jauh. Selama ini dokumen
DOC hanya berfungsi untuk memberi batasan-batasan moral bagi para pihak yang
terkait. Bagaimanapun, tidak dapat dipungkiri, dokumen DOC setidak-tidaknya
telah berperan sebagai referensi ketika muncul masalah atau terjadi ketegangan
dan juga berperan sebagai dasar untuk negosiasi mengenai penyusunan dokumen
code of conduct (COC).
138
https://international.sindonews.com/read/1057189/40/ini-upaya-ri-selesaikan-konflik-lautchina-selatan-1446104843
91
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Pencapaian resolusi konflik Laut Cina Selatan tidak hanya bermanfaat
secara ekonomi, tetapi juga secara politik dan keamanan bagi setiap negara yang
terlibat. Besarnya potensi ekonomi seperti jalur pelayaran, kandungan alam
minyak, gas dan mineral serta kekayaan ikannya jika dapat dikelola dengan baik
sebenarnya akan sangat bermanfaat bagi setiap negara di kawasan. Dampak dari
penyelesaian konflik tidak hanya dapat dinikmati oleh masyarakat di sekitar Laut
Cina Selatan tetapi juga bagi Indonesia dan dunia internasional
Indonesia tidak dapat secara langsung menyelesaikan konflik karena
Indonesia bukan negara pengklaim. Hal yang dapat dilakukan Indonesia adalah
mendorong negara-negara yang memiliki klaim di Laut Cina Selatan untuk saling
berbicara satu sama lain dan saling menyelesaikan masalahnya secara damai.
Proses penyelesaian konflik masih sangat panjang dan akan memakan waktu
sampai bertahun-tahun. dan yang terpenting adalah bagaimana mengelola situasi
di kawasan agar tetap stabil dengan adanya kepercayaan di antara negara
pengklaim.
Terlepas dari rumitnya konflik, Indonesia tidak bisa mengabaikan hal ini.
Indonesia memang tidak bisa memaksa negara-negara untuk menyelesaikan
konflik internal mereka masing-masing. Namun, sebagai negara terbesar di
ASEAN, Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menjaga stabilitas kawasan.
Indonesia telah berperan besar dalam
92
Universitas Sumatera Utara
Upaya Indonesia dalam membangun Confidence Building Measures dan
mengadakan dialog antara negara-negara ASEAN bahkan Cina telah mampu
meredam sumber konflik yang dapat muncul dari pertentangan antar negara
pengklaim. Segala upaya yang dilakuka
UPAYA INDONESIA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK LAUT CINA
SELATAN
Penyelesaian konflik Laut Cina Selatan merupakan hal yang sulit untuk
dicapai. Sulit karena ada lebih dari lima negara yang terlibat dalam konflik.
Negara-negara yang bersengketa juga memiliki perbedaan sikap dalam mencari
cara penyelesaian konflik. Seperti halnya Cina yang hanya menginginkan agar
konflik Laut Cina Selatan diselesaikan dengan perundingan bilateral dengan
negara yang berkonflik, sementara Filipina dan Vietnam menginginkan
penyelesaian konflik melalui forum multilateral sesuai dengan ketentuan hukum
internasional yang berlaku. 97
Sampai saat ini negara-negara pengklaim belum saling mengklarifikasi
mengenai klaimnya. Mereka belum mengklaim secara official batas-batas yang
mereka inginkan. Seperti halnya Cina yang hanya membuat nine dashed lines
secara umum, tanpa adanya batas titik kordinat yang jelas. Hal ini juga menambah
kerumitan dalam menyelesaikan konflik. Satu-satunya hal mendesak yang
diperlukan oleh negara-negara yang terlibat adalah bagaimana agar kondisi
kawasan tetap stabil, sambil menunggu titik temu dari negara-negara untuk
menyelesaikan konflik. Upaya penyelesaian konflik Laut Cina Selatan secara
damai harus selalu diusahakan karena ini menyangkut kepentingan banyak negara.
97
Poltak Partogi. Op.Cit. Hal. 123
61
Universitas Sumatera Utara
Sebagai negara terbesar di ASEAN, Indonesia memiliki tanggung jawab
dalam menjaga stabilitas kawasan. Selain itu, meskipun bukan negara pengklaim,
dampak dari konflik Laut Cina Selatan tersebut menyangkut kepentingan nasional
Indonesia memang tidak akan bisa secara langsung dapat menyelesaikan konflik
antar negara di kawasan, kecuali diizinkan oleh negara yang bersangkutan. Jadi
yang bisa dilakukan Indonesia adalah mendorong negara-negara tersebut untuk
saling menyelesaikan konfliknya secara damai.
“Kalau untuk penyelesaian konflik, karena Indonesia ini
bukan bukan claimant state, jadi yang bisa kita lakukan
adalah mendorong negara-negara yang memiliki klaim di
Laut Cina Selatan untuk saling berbicara satu sama lain,
untuk saling menyelesaikan masalahnya secara damai
gitu, karena semua ada prosesnya.” 98
Proses penyelesaian konflik masih sangat panjang dan kemungkinan akan
memakan waktu sampai bertahun-tahun. Hal terpenting saat ini sebenarnya adalah
bagaimana supaya situasi di kawasan dapat tetap stabil dengan adanya rasa saling
percaya di antara negara-negara pengklaim. Indonesia telah berperan besar dalam
mewujudkan hal ini. Melalui beberapa mekanisme, Indonesia telah berupaya
untuk mengarahkan negara-negara yang terlibat dalam konflik Laut Cina Selatan
kepada kerjasama yang menguntungkan.
3.1 Inisiatif untuk Confidence Building Measures.
98
Wawancara dengan Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN, Kementerian Luar
Negeri RI
62
Universitas Sumatera Utara
Faktor terbesar dari munculnya klaim-klaim negara atas Laut Cina Selatan
adalah potensi sumber daya alam yang terkandung di kawasan. Kedaulatan atas
pulau-pulau di kawasan juga dipersengketakan karena letaknya yang strategis,
sangat dekat dengan jalur pelayaran internasional. Dapat dikatakan bahwa
kawasan Laut Cina Selatan memiliki nilai ekonomis, politis dan strategis. 99 Laut
Cina Selatan jika dikelola dengan baik, sebenarnya akan sangat bermanfaat bagi
negara-negara di sekitarnya.
Untuk mencapai hal itu, yang dapat dilakukan adalah meredakan
ketegangan konflik seperti menjalin kerjasama antar negara yang terlibat.
Kerjasama akan melindungi kepentingan ekonomi, politik dan keamanan setiap
negara dan yang terutama adalah menciptakan stabilitas di kawasan. Dari segi
ekonomi, negara-negara yang terlibat akan mendapat manfaat dari kerja sama
eksplorasi dan eksploitasi untuk pembangunan negara mereka. 100 Dari segi politik,
kerja sama akan menciptakan hubungan yang baik antar negara di kawasan.
Sementara dari segi pertahanan, kerja sama tentunya akan menjaga kawasan tetap
aman dan stabil.
Seperti halnya yang dikatakan oleh Hasjim Djalal,
“I was therefore motivated by the conviction that
everyone in the region should be guided by the
principle that the promotion of regional peace, stability
and cooperation in the South China Sea is part of the
national interest of the respective countries, and that
99
Poltak Partogi. Op. Cit. Hal.117
100
Asnani Usman. Op.Cit. Hal.62
63
Universitas Sumatera Utara
cooperation
is
preferable
and
better
than
confrontation.” 101
Atas dasar prinsip tersebut, Indonesia mengambil inisiatif untuk
mampelopori sebuah forum bagi negara-negara pengklaim untuk membicarakan
kemungkinan kerja sama di Laut Cina Selatan. Kanada mendukung gagasan ini.
Menurut Hasjim Djalal, dukungan Kanada tersebut diberikan sebagai bagian dari
program mereka yaitu Management for Changes yang dibentuk untuk mengatur
perubahan-perubahan dunia secara damai dan mengembangkan kerja sama. 102
Dalam hal ini Indonesia telah memanfaatkan program Management for Changes
untuk kepentingan penyelesaian konflik Laut Cina Selatan.
Pada akhir tahun 1989 Indonesia mengajak negara-negara ASEAN untuk
membicarakan tentang gagasan dibuatnya forum informal tersebut. Setelah
melakukan pendekatan kepada negara-negara ASEAN, gagasan tersebut segera
ditanggapi dengan positif. Negara-negara ASEAN setuju untuk mengadakan
forum berbentuk pertemuan informal yang melibatkan unsur-unsur akademis,
media massa dan pejabat pemerintah. 103
Setahun kemudian yaitu pada tahun 1990, untuk pertama kalinya
dilaksanakan Lokakarya Penanganan Potensi Konflik Laut Cina Selatan
(Workshop on Managing Potential Conflict in the South China Sea) 104 yang
melibatkan negara-negara pengklaim, pemangku kebijakan serta para akademisi.
101
Hasjim Djalal. Managing Potential Conflicts in the South China Sea: Lessons Learned. Hal. 89
http://aseanregionalforum.asean.org/files/Archive/9th/Preventive-Diplomacy/Doc-7.pdf diakses
pada 6 Agustus 2017 pukul 23.05 WIB
102
Asnani Usman. Op. Cit. Hal. 63
103
Ibid.
104
Ibid.
64
Universitas Sumatera Utara
Lokakarya pertama diadakan pada Januari 1990 di Bali yang diikuti oleh enam
negara ASEAN, dan para ahli dari Kanada sebagai narasumber. Negara-negara
lain yang terlibat sengketa seperti Cina, Vietnam dan Taiwan belum diundang
dalam lokakarya pertama. 105 Hal ini dilakukan agar terlebih dulu negara-negara
ASEAN bertukar pikiran sebelum akhirnya mengundang negara-negara di luar
ASEAN.
Tujuan dilakukannya lokakarya adalah untuk membendung potensi konflik
melalui upaya pengembangan confidence building measure, mendorong diskusi
dan dialog antar negara yang bersengketa dan membangun kerjasama antar
negara. 106 Dengan kata lain, lokakarya bertujuan untuk mewadahi negara-negara
yang terlibat dalam konflik untuk mendapatkan informasi, ide, dan pandangan
dari masing-masing negara terhadap konflik yang mereka alami. Lokakarya juga
dimaksudkan untuk mengubah persepsi dan sikap satu sama lain yang
memungkinkan munculnya solusi-solusi untuk menyelesaikan masalah secara
damai.
Sampai saat ini, telah dilaksanakan Lokakarya sebanyak 26 kali dengan
Indonesia sebagai tuan rumahnya. Dapat dilihat seperti yang tertera dalam tabel
berikut.
105
Pada saat itu Vietnam bukan merupakan anggota ASEAN. Vietnam baru bergabung pada Juli
1995.
106
Tabloid Diplomasi. Potensi Konflik di Kawasan Laut China Selatan.
http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/115-november-2010/980-potensi-konflikdikawasan-laut-china-selatan-pada-saat-membuka-acara-a-special-commemorative-events-ofthe-20thanniversary-of-the-workshop-managing-potential-conflicts-in-the-south-china-sea-dihotel-hyattregency-bandung-1-november-2010-menteri-lua.html diakses pada tanggal 15 Maret
2016
65
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1
Penyelenggaraan Workshop on Managing Potential Conflicts in the South
China Sea.
Lokakarya
Tanggal
Tempat
ke
1.
22-24 Januari 1990 Bali
-
2.
-
3.
4.
5.
6.
15-18 Juli 1991
Bandung
28 Juni-2 Juli 1992 Yogyakarta
23-25 Agustus
1993
26-28 Oktober
1994
10-13 Oktober
1995
Surabaya
Bukittinggi
Balikpapan
7.
14 Desember 1996
Batam
9.
1-2 Oktober 2002
Jakarta
10.
17-18 September
Medan
Kegiatan
Membahas isu: (1) lingkungan,
ekologi dan penelitian ilmiah; (2)
perkapalan, pelayaran, dan
komunikasi; (3) manajemen sumbersumber kekayaan alam; (4) isu-isu
politik dan keamanan; (5) isu-isu
yurisdiksi dan teritorial; (6)
mekanisme institusi bagi kerja sama.
Pembahasan lanjutan terhadap
masalah-masalah yang diidentifikasi
dari Lokakarya I.
-
Membentuk Pernyataan Bersama
-
Membentuk Pernyataan bersama
-
Membentuk dua kelompok kerja
teknis (Technical Working Group),
yaitu: (1) Penilain kekayaan laut dan
cara-cara pengembangannya; dan (2)
Penelitian ilmiah kelautan
-
Membahas hasil-hasil pertemuan
Technical Working Group
-
Membentuk pernyataan bersama
-
Membahas hasil-hasil pertemuan
Technical Working Group
-
Membentuk pernyataan bersama
-
Membahas hasil-hasil pertemuan
Technical Working Group
-
Membentuk pernyataan bersama
Membentuk tiga usulan kerjasama penelitian
keanekaragaman hayati dan pasang surut laut
Komitmen untuk melanjutkan proses
Confiedence Building Measures mealui
rangkaian lokakarya-lokakarya selanjutnya
Membentuk “Special Fund”
66
Universitas Sumatera Utara
12.
15-17 November
2016
14.
24-28 November
2004
17.
22-24 November
2007
18.
27-29 November
2009
Bandung
Membahas kerangka acuan pembentukan
information hub of the Workshop on
Managing Potential Conflict in the South
China Sea (WMP-SCS) dan Joint
Development.
Batam
Menyepakati pertemuan WG on the Study of
Tides and Sea Level Change (tentang pasang
surut air laut dan perubahan garis permukaan
air laut)
Yogyakarta Laporan proyek-proyek kerjasama, yaitu
Maritime Database Information Exchange
and Networking in the South Sea Region
(Cina), The Study of Tides and Sea Level
Change and the Coastal Environment in the
South China Sea Affected by Potential
Climate Change (Indonesia), Training
Program for Marine Ecosystem Monitoring
(Filipina), Training Program for Seafarers
(Singapura), Search and Rescue and Illegal
Acts at Sea including Piracy and Armed
Robbery (Malaysia), dan Regional Fisheries
Stock Assessment (Thailand).
Manado
- Laporan proyek yang disetujui dan
diusulkan
19.
3-14 November
2009
Makassar
20.
1 November 2010
Bandung
21.
9-11 November
2011
23.
31 Oktober-2
-
Proposal Proyek Lokakarya
-
Menyepakati dan mengadopsi Non
Paper Indonesia “Future Direction of
the Workshop”
-
Perkembangan status Special Fund
Lokakarya.
-
Membahas perkembangan berbagai
proyek kerjasama yang telah
disepakati
Merefleksikan pencapaian lokakarya selama
20 tahun.
Solo
Laporan proyek mengenai: (1) Kerjasama
Regional di bidang ilmu kelautan dan
jaringan informasi; (2) Studi perubahan
gelombang laut dan dampaknya terhadap
lingkungan pesisir di Laut Cina Selatan; (3)
Pencarian dan Penyelamatan dan aksi ilegal
di laut; (4) Jaringan Pendidikan dan Pelatihan
Asia Tenggara
Yogyakarta 1. Kerjasama Regional di Bidang Ilmu
67
Universitas Sumatera Utara
November 2013
26.
16-17 November
2016
Kelautan dan Jaringan Informasi di Laut Cina
Selatan, termasuk Database Information
Exchange dan Networking Project (China);
2. Studi Perubahan Gelombang dan Laut dan
Lingkungan Pesisir di Laut Cina Selatan yang
Terkena Dampak Perubahan Iklim Potensial
(Indonesia);
3. Jaringan Pendidikan dan Pelatihan Asia
Tenggara (SEANET) (China dan China
Taipei);
4. Kursus Pelatihan Pengelolaan Pesisir,
Penilaian dan Pemantauan (Filipina);
5. Pencarian dan Penyelamatan dan Kisah
Ilegal di Laut termasuk Pembajakan dan
Perampokan Armed (Malaysia);
6. Proyek Ekspedisi Keanekaragaman Hayati
Bersama (Indonesia)
Membahas kerangka acuan untuk
pembentukan information hub of the
Workshop on Managing Potential Conflicts in
the South China Sea (WMP-SCS) dan Joint
Development in the South China Sea.
Bandung
Sejak awal, lokakarya telah merumuskan dan menyetujui beberapa prinsip
dasar dalam mengelola potensi konflik. Lokakarya ke 2 di Bandung pada bulan
Juli 1991 telah merekomendasikan kepada pemerintah terkait yang kemudian
menjadi elemen untuk berbagai deklarasi atau pedoman perilaku di Laut Cina
Selatan, seperti: 107
1. Tanpa mengurangi klaim teritorial dan yurisdiksi, untuk mengeksplorasi
wilayah kerja sama di Laut Cina Selatan.
2. Bidang
kerja
mempromosikan
sama
semacam
keselamatan
itu
mencakup
navigasi
kerjasama
dan
untuk
komunikasi,
107
Hasjim Djalal. 2011. The South China Sea: Cooperation for Regional Security and Development.
http://nghiencuubiendong.vn/en/conferences-and-seminars-/the-third-international-workshopon-south-china-sea/665-the-south-china-sea-cooperation-for-regional-security-anddevelopment-by-hasjim-djalal diakses pada 5 Agustus 2017 pukul 12.30 WIB
68
Universitas Sumatera Utara
mengkoordinasikan pencarian dan penyelamatan, untuk memerangi
pembajakan
dan
perampokan
bersenjata,
untuk
mempromosikan
pemanfaatan sumber daya hayati secara rasional, untuk melindungi dan
melestarikan lingkungan laut, untuk melakukan penelitian ilmiah kelautan,
dan untuk menghilangkan lalu lintas gelap obat-obatan di Laut Cina
Selatan.
3. Di daerah di mana ada klaim teritorial yang saling bertentangan, negara
terkait dapat mempertimbangkan kemungkinan melakukan kerjasama
untuk saling menguntungkan termasuk pertukaran informasi dan
pengembangan bersama.
4. Setiap perselisihan teritorial dan yurisdiksi di wilayah Laut Cina Selatan
harus diselesaikan dengan cara damai melalui dialog dan negosiasi.
5. Kekerasan tidak boleh digunakan untuk menyelesaikan perselisihan
teritorial dan yurisdiksi.
6. Pihak-pihak yang terlibat dalam perselisihan tersebut didorong untuk
mengendalikan diri agar tidak mempersulit situasi
Keenam pernyataan tersebut selanjutnya menjadi pedoman untuk
menentukan hal-hal yang akan didiskusikan di dalam forum. Berbagai manfaat
telah didapatkan dari diadakannya lokakarya ini. Sehubungan dengan promosi
kerja sama, misalnya, telah disepakati untuk melaksanakan sejumlah kerjasama
seperti ekspedisi bio-diversity, pemantauan kenaikan permukaan laut, dan
pemantauan lingkungan. Sehubungan dengan promosi dialog antara pihak,
misalnya Cina dan Vietnam yang dapat menyetujui pembatasan maritim di Teluk
69
Universitas Sumatera Utara
Tonkin (Beibu) dan beberapa kerja sama dengan perikanan di wilayah tersebut.
Vietnam dan Indonesia juga telah sepakat untuk membatasi delta kontinental
masing-masing di bagian selatan Laut Cina Selatan, sebelah utara Natuna.
Lokakarya yang telah digelar rutin sejak 1990 ini, telah mengubah situasi
perang yang terjadi sejak tahun 1970 sampai 1980 kepada situasi yang lebih
kondusif. Dengan demikian tujuan lokakarya dalam upaya mengelola potensi
konflik di Laut Cina Selatan paling tidak telah mampu meredam sumber konflik
yang dapat muncul dari pertentangan antar negara pengklaim. Sebagai pihak yang
tidak memiliki klaim di wilayah, Indonesia telah berperan sebagai pihak ketiga
(mediator) yang memfasilitasi dialog antar negara-negara yang bersengketa
dengan prinsip netral dan tidak memihak.
Lokakarya ini terus dilakukan secara konsisten setiap tahunnya, dengan
Indonesia sebagai tuan rumahnya. Setelah 20 tahun pertemuan rutin diadakan,
hampir tidak pernah terjadi konfrontasi lagi di antara negara-negara yang
bersengketa. Pada lokakarya yang ke-20, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia
pada saat itu, Marty Natalegawa, menyatakan bahwa fakta menunjukkan sejak
tahun 1990 tidak terjadi suatu konflik bersenjata di wilayah Laut Cina Selatan.
Hal ini merupakan bukti keberhasilan dari lokakarya Laut Cina Selatan yang
digagas oleh Indonesia. 108 Para pihak dalam perselisihan harus menyadari bahwa
pecahnya konflik, terutama konflik bersenjata, tidak akan menyelesaikan
perselisihan dan tidak akan membawa keuntungan bagi kedua belah pihak.
108
Tabloid Diplomasi. Op.Cit.
70
Universitas Sumatera Utara
3.2. Mekanisme Kemitraan ASEAN-Cina.
Pendekatan regional oleh ASEAN dijadikan Indonesia sebagai upaya
dalam mencapai penyelesaian konflik. ASEAN sendiri dibentuk dengan tujuan
meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional. Sejak awal pembentukan,
ASEAN sangat menjunjung tinggi prinsip perdamaian dan stabilitas, khususnya di
Asia Tenggara. 109 Selain itu, untuk dapat menghadapi Cina diharapkan negaranegara ASEAN lebih bersatu supaya memiliki keputusan yang seimbang dan akan
lebih mudah untuk bernegosiasi dengan Cina.
Dalam ketentuan Hukum Laut (UNCLOS 1982), negara-negara yang
berbatasan dengan laut tertutup atau setengah tertutup hendaknya bekerjasama
satu sama lainnya dalam melaksanakan hak dan kewajibannya melalui organisasi
regional yang tepat.
110
Sebagai organisasi regional yang menghimpun dan
memperjuangkan kepentingan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, ASEAN
tentunya dipercaya untuk berperan dalam mengupayakan penyelesaian konflik
secara damai terhadap Laut Cina Selatan yang tidak hanya melibatkan negara
anggota ASEAN tetapi juga Cina.
Dalam rangka merespon ketegangan konflik yang berlangsung, ASEAN
telah mengeluarkan ASEAN Declaration on the South China Sea yang
ditandatangani negara-negara anggota ASEAN di Manila pada 22 Juli 1992.
Adapun prinsip-prinsip yang dimuat dalam deklarasi yang dikenal dengan
Deklarasi Manila ini, antara lain, adalah menekankan perlunya penyelesaian
sengketa secara damai dan mendorong dilakukannya eksplorasi kerja sama terkait
109
Asnani Usman. Op. Cit. Hal. viii
110
UNCLOS 1982 Pasal 123
71
Universitas Sumatera Utara
dengan safety of maritime navigation and communication, perlindungan atas
lingkungan laut, koordinasi search and rescue, upaya memerangi pembajakan di
laut dan perampokan bersenjata serta perdagangan gelap obat-obatan. 111
Setelah adanya Deklarasi Manila, situasi di Laut Cina Selatan masih
memanas. Pada tahun 1995, ASEAN mengambil inisiatif setelah insiden Mischief
Reef untuk mencegah perselisihan yang ada meningkat menjadi konflik. Gagasan
tentang kode etik secara resmi disahkan dalam ASEAN Ministerial Meeting
(AMM) ke-29 tahun 1996 dengan harapan bahwa itu akan memberikan dasar
untuk stabilitas jangka panjang di daerah dan mendorong pemahaman antara
negara yang bersangkutan. Meskipun kode etik telah dianggap sebagai tujuan
utama, setelah hampir 5 tahun perundingan ASEAN dan Cina hanya mencapai
dokumen politik. 112
Negara-negara ASEAN dan Cina menyepakati sebuah Deklarasi Tata
Perilaku di Laut Cina Selatan (Declaration of the Conduct of Parties in the South
China Sea) yang ditandatangani oleh sepuluh Menteri Luar Negeri Negara
ASEAN pada 4 November 2002 dalam KTT ASEAN di Phnom Penh,
Kamboja. 113 Adapun isi dari Declaration of the Conduct of Parties in the South
China Sea (selanjutnya disebut DoC) adalah sebagai berikut: 114
1. Para pihak menegaskan kembali komitmen mereka terhadap tujuan dan
prinsip-prinsip Piagam PBB, UNCLOS 1982, TAC dan prinsip-prinsip
111
Poltak Partogi. Op.Cit. Hal. 126
112
Humaltike Krisitine. Op.Cit. Hal.9
113
Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea.
http://asean.org/?static_post=declaration-on-the-conduct-of-parties-in-the-south-china-sea-2
diakses pada 9 Agustus 2017 pukul 13.00
114
Hasil terjemahan dari ASEAN the Declaration on Conduct Document.
72
Universitas Sumatera Utara
hukum internasional yang berlaku sebagai norma dasar yang mengatur
hubungan negara-ke-negara;
2. Para pihak berkomitmen untuk meningkatkan cara-cara untuk membangun
kepercayaan sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut di atas dan atas dasar
persamaan dan saling menghormati;
3. Para pihak menegaskan kembali rasa hormat dan komitmen mereka
terhadap kebebasan navigasi dan overflight di atas Laut Cina Selatan
sebagaimana ditentukan oleh prinsip-prinsip hukum internasional yang
diakui secara universal, termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut
tahun 1982;
4. Para pihak yang berkepentingan berusaha menyelesaikan perselisihan
teritorial dan
yurisdiksi mereka dengan cara-cara damai, tanpa
menggunakan ancaman atau penggunaan kekerasan, melalui konsultasi
dan negosiasi yang diantara negara-negara berdaulat yang terlibat secara
langsung, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang diakui
secara universal, termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982;
5. Para pihak sepakat untuk menahan diri dalam melakukan kegiatan-kegitan
yang akan meningkatkan eskalasi konflik dan akan mempengaruhi
perdamaian dan stabilitas di kawasan, termasuk, antara lain, menahan diri
dari tindakan menghuni pulau-pulau yang tak berpenghuni, terumbu
karang dan lain-lain. Fitur dan untuk menangani perbedaan mereka secara
konstruktif.
Menunggu penyelesaian damai perselisihan teritorial dan yurisdiksi, Para
Pihak terkait berusaha untuk mengintensifkan upaya untuk mencari jalan,
73
Universitas Sumatera Utara
dengan semangat kerja sama dan pengertian, untuk membangun
kepercayaan, termasuk:
A. Mengadakan dialog dan pertukaran pandangan yang sesuai antara
pejabat pertahanan dan militer;
B. Berlaku adil dan manusiawi terhadap semua orang yang berada dalam
bahaya atau dalam keadaan tertekan;
C. Memberitahukan secara sukarela segala bentuk latihan militer bersama
pihak-pihak terkait; dan
D. Melakukan pertukaran informasi yang relavan secara sukarela.
6. Sebelum adanya penyelesaian yang menyeluruh dan bersifat tetap atas
konflik, para pihak yang terkait sepakat untuk dapat melakukan eksplorasi
atau melakukan kegiatan kooperatif. Termasuk seperti yang berikut ini:
A. Perlindungan lingkungan kelautan
B. Penelitian ilmiah kelautan;
C. Keamanan navigasi dan komunikasi di laut;
D. Operasi SAR;
E. Memerangi kejahatan transnasional, termasuk lalu lintas obat-obatan
terlarang, bajak laut, perampokan bersenjata dan penyelendupan
senjata.
Modalitas, ruang lingkup dan lokasi, sehubungan dengan kerja sama bilateral
dan multilateral harus disepakati
7. Para pihak yang terlibat siap untuk melanjutkan konsultasi dan dialog
mengenai isu-isu terkait, melalui modalitas yang harus disetujui oleh mereka,
termasuk konsultasi rutin mengenai Deklarasi ini, dengan tujuan membangun
74
Universitas Sumatera Utara
kedekatan dan transparansi yang baik, membangun keselarasan, pengertian
bersama dan kerjasama, serta memfasilitasi penyelesaian sengketa secara
damai di antara mereka;
8. Para sepakat untuk menghormati dan menaati ketentuan dalam Deklarasi ini
serta mengambil tindakan yang konsisten dengannya;
9. Para pihak mendorong negara lain untuk menghormati prinsip-prinsip yang
tercantum dalam Deklarasi ini;
10. Para pihak yang berkepentingan menegaskan kembali bahwa penerapan
code of conduct di Laut Cina Selatan akan meningkatkan perdamaian dan
stabilitas di kawasan dan disepakati juga untuk melanjutkan proses
tercapainya tujuan ini.
Terdapat tiga hal yang menjadi tujuan utama dari DoC yaitu
(1) mempromosikan upaya-upaya untuk membangun rasa saling percaya di antara
para pihak (2) melibatkan diri di dalam kerjasama maritim, dan (3) menyediakan
dasar diskusi dan penyusunan suatu dokumen CoC yang formal dan dengan
kekuatan hukum yang mengikat. DoC diharapkan dapat meningkatkan rasa saling
percaya antara negara anggota ASEAN dan Cina serta menghilangkan potensi
konflik. Tujuan utamanya ialah menjaga stabilitas dalam jangka panjang sembari
mencari upaya yang tepat untuk menyelesaikan konflik.
DoC tidak akan bermanfaat jika tidak ada langkah konkret yang diambil
untuk mengerjakan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam DoC. Setiap negara
pengklaim perlu diarahkan dan diawasi untuk terus mengimplementasikan DoC
kepada kerjasama-kerjasama yang nyata. Untuk menanggapi hal ini, setiap
75
Universitas Sumatera Utara
tahunnya, paling tidak ada empat pertemuan yang dilakukan negara-negara
ASEAN dengan Cina. Ada dua level pertemuan yang dilakukan, yaitu:
1. Senior Official Meeting on Declaration of Conduct.
Pada tahun 2003, ASEAN dan Cina memutuskan untuk mengadakan
pertemuan reguler Pejabat Senior ASEAN
(Senior Official’s Meeting/SOM)
untuk membahas pelaksanaan DoC. Pada bulan Desember 2004, pertemuan SOM
tentang DoC yang pertama diadakan di Kuala Lumpur, dan dalam pertemuan
tersebut diputuskan untuk membentuk grup kerjasama guna membahas
pelaksanaan DoC. Senior Official Meeting ASEAN dan Cina mengadopsi
kerangka acuan kelompok kerja bersama. Hasil pertemuan yang dicapai dari Joint
Working Group dilaporkan ke Senior Official Meeting.
2. Joint Working Group on Declaration on Conduct ASEAN-Cina.
Gagasan tentang dibuatnya Kelompok Kerjasama (Joint Working Group)
ada pada saat pertemuan AMM di Kuala Lumpur pada tahun 2004. Joint Working
Group dibentuk untuk mempelajari dan merekomendasikan kegiatan membangun
kepercayaan demi memastikan perdamaian dan stabilitas di Laut Cina Selatan.
Joint Working Group akan membantu menerjemahkan ketentuan DoC dalam
kegiatan kerjasama yang nyata.
Pertemuan pertama Joint Working Group berlangsung di Manila dari 4
Agustus sampai 5 Agustus 2005. Pada pertemuan tersebut ASEAN mengajukan
sebuah contoh dokumen berisi tujuh butir petunjuk terkaitan dengan pelaksanaan
DoC. Butir kedua dari dokumen tersebut menyatakan bahwa ASEAN akan terus
mengadakan konsultasi internal antar anggota ASEAN sebelum bernegosiasi
76
Universitas Sumatera Utara
dengan Cina. Cina menolak butir kedua ini, dengan alasan bahwa Laut Cina
Selatan hanya terkait dengan sejumlah anggota ASEAN saja, dan bukan
keseluruhan ASEAN. Cina menyatakan bahwa Cina lebih memilih untuk
berdiskusi langsung dengan negara-negara ASEAN yang terkait daripada
berhubungan dengan ASEAN secara kolektif.
Tugas utama dari JWG ASEAN-Cina adalah untuk mempelajari dan
merekomendasikan langkah-langkah menerjemahkan ketentuan DoC menjadi
kegiatan kerjasama yang konkret yang akan meningkatkan saling percaya antar
negara. JWG ASEAN-Cina, sesuai dengan kewajiban dan komitmen terhadap
DoC, merekomendasikan pertimbangan, kebijakan dan arahan dari Senior Official
Meeting, termasuk mengidentifikasi jenis kegiatan yang harus diambil oleh para
pihak agar tidak mempersulit atau meningkatkan perselisihan.
Pada pertemuan keenam ASEAN-Cina Joint Working Group on The
Implementation of the DoC, Indonesia memfasilitasi negara negara ASEAN
bersama dengan Cina membahas agenda Implementation of the Declaration on
the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC) dan proposal Cina
mengenai draft Guidelines DoC the Implementation of the Declaration on the
Conduct of Parties in the South China Sea. ASEAN dan Cina percaya bahwa
kegiatan membangun kepercayaan di antara mereka di Laut Cina Selatan akan
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penyelesaian damai klaim kedaulatan
yang tumpang tindih Cina dan negara-negara ASEAN.
Elemen-elemen di dalam DoC pada intinya menjunjung tinggi dialog,
action refuse dan resolusi konflik yang dapat dilakukan dengan kerjasama. Di
bawah DoC, kegiatan kerjasama meliputi perlindungan lingkungan laut, penelitian
77
Universitas Sumatera Utara
ilmiah kelautan, keamanan navigasi dan komunikasi di laut, operasi pencarian dan
penyelamatan dan pemberantasan kejahatan transnasional. Untuk memastikan
bahwa poin-poin dan kegiatan-kegiatan tersebut terlaksana, terdapat plan of action.
Ada rencana kerja yang lebih detail mengenai bagaimana mengimplementasikan
DoC sembari menunggu masalah perbatasan dapat diselesaikan. 115
Peran utama Joint Working Group dan Senior Official Meeting on DoC
adalah memastikan poin-poin di dalam DoC dapat terlaksana sebagai plan of
action sembari menunggu masalah perbatasan terselesaikan. Jadi, terdapat dua hal
yang substansi yang dibahas dalam dua pertemuan tersebut. Pertama, diharapkan
adanya implementasi yang nyata dari DoC. Kedua, bagaimana negara-negara
ASEAN dan Cina dapat menyepakati atau ada perkembangan dalam mencapai
implementasi CoC.116
“Dua hal ini adalah dua aspek yang dianggap ASEAN dan
Cina merupakan suatu Confiedence Building Measurues
sehinga dapat meminimalisir kecurigaan di antara ASEAN
dan Cina. Jadi relatif stabil lah, ada channelnya ketika
sesuatu terjadi di lapangan.” 117
Di dalam kedua level pertemuan tersebut, Indonesia sangat banyak
berperan seperti mengambil inisiatif untuk mengadakan kegiatan-kegiatan
115
Hasil wawancara dengan Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN, Kementerian
Luar Negeri RI
116
Hasil wawancara dengan Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN, Kementerian
Luar Negeri RI
117
Ibid.
78
Universitas Sumatera Utara
kerjasama dan memastikan negara ASEAN dan Cina tetap pada garis yang
mematuhi DoC. Indonesia juga banyak berperan di dalam dinamika negosiasi
pada pertemuan JWG dan SOM. Dinamika antara claimant state dan Cina tidak
mudah karena masing-masing memiliki kepentingan yang berbeda. Dalam hal ini
Indonesia banyak berperan sebagai honest broker untuk memastikan bahwa
mereka harus membuat proses. 118
Pada tahun 2016, atas dorongan Indonesia ASEAN dan Cina telah berhasil
mengesahkan dua hal yang secara teknis dapat mendorong Confidence
Building Measures. 119
1. Guidelines for Hotline Communications Among Senior Officials of the
Minintries of Foreign Affairs of ASEAN Member States and China.
Negara-negara ASEAN dan Cina telah menyepakati pembentukan
saluran hotline khusus komunikasi langsung antar pejabat tinggi
Kementerian Luar Negeri ASEAN dan Cina untuk mengatasi kejadian
darurat di Laut Cina Selatan. Bila terjadi sesuatu di Laut Cina Selatan,
para pejabat setingkat Direktur Jenderal di masing-masing negara ASEAN
dan Cina dapat langsung menghubungi satu sama lain. Tujuannya ialah
untuk memastikan pertukaran informasi dan pandangan dan tindakan yang
segera dan efektif antara pejabat negara-negara anggota ASEAN dan Cina
bila terjadi keadaan darurat maritim yang tindakan langsung. 120
118
Ibid.
119
Ibid.
120
Guidelines for Hotline Communications Among Senior Officials of the Minintries of Foreign
Affairs of ASEAN Member States and China in Response to Maritime Emergencies in the
Implementation of the Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea.
79
Universitas Sumatera Utara
Kondisi Laut Cina Selatan yang simpang siur dengan klaim
tumpang tindihnya menyebabkan seringkali terjadi ketegangan di kawasan.
Misalnya nelayan Vietnam melewati perairan yang mereka anggap
perairan mereka sementara Cina juga menggap bahwa perairan itu
miliknya. Hal ini sering menyebababkan terjadinya bentrok di lapangan. 121
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, harapan dari adanya
hotline communication adalah situasi di Laut Cina Selatan semakin
kondusif, dapat dikelola dengan baik, dan insiden yang tidak dikehendaki
dapar dihindari.
122
Hotline ini pada intinya dapat menghindari
kesalahpahaman antar negara.
2. Application of the Code for Unplanned Encounters at Sea in the South
China Sea.
Code for Unplanned Encounters at Sea (CUES) sebelumnya telah
ada dan disepakati untuk wilayah perairan Pasifik. Jika ada kapal saling
bertemu secara tidak sengaja antar negara di wilayah perairan Pasifik,
segera diambil tindakan supaya tidak terjadi bentrok. Saat ini, ASEAN dan
Cina menyepakati CUES khusus untuk wilayah perairan Laut Cina Selatan.
Hal teknis ini sebenarnya sangat mendasar karena membangun
http://www.fmprc.gov.cn/nanhai/eng/zcfg_1/P020170413337343995888.pdf diakses pada 13
Agustus 2017 pukul 02.40 WIB
121
Hasil wawancara dengan Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN, Kementerian
Luar Negeri RI
122
Azizah Fitriyanti. ASEAN-Tiongkok sepakati CUES dan "hotline" di LCS. 2016.
http://www.antaranews.com/berita/583114/asean-tiongkok-sepakati-cues-dan-hotline-di-lcs
diakses pada 13 Agustus 2017 pukul 02.50 WIB
80
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan berbicara tentang apakah kita dapat memahami satu sama lain
dan mengetahui pergerakan satu sama lain. 123
Adapun kesepakatan-kesepakatan yang ada di dalam Code for
Unplanned Encounters at Sea (CUES) adalah sebagai berikut. 124
a. Kami menegaskan kembali komitmen kami terhadap CUES untuk
meningkatkan keselamatan operasional kapal angkatan laut dan pesawat
angkatan laut di udara dan laut, dan memastikan saling percaya di antara
semua Pihak;
b. Kami setuju untuk menggunakan prosedur keselamatan dan komunikasi
untuk keselamatan semua kapal angkatan laut dan pesawat angkatan laut
kami, seperti yang tercantum dalam CUES, saat mereka bertemu satu sama
lain di Laut Cina Selatan; dan
3. Kami menegaskan bahwa upaya ini berkontribusi pada komitmen kami
untuk menjaga perdamaian dan stabilitas regional, keselamatan maksimum
di laut, mempromosikan lingkungan yang baik dan mengurangi risiko
selama pertemuan yang tidak direncanakan di udara dan di laut, dan
memperkuat kerja sama antar angkatan laut.
Namun demikian, DoC masih tidak cukup kuat untuk membangun rasa
saling percaya di antara negara-negara yang terlibat di dalam konflik Laut Cina
123
Hasil wawancara dengan Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN, Kementerian
Luar Negeri RI
124
Joint Statement on the Application of the Code for Unplanned Encounters at Sea.
http://www.fmprc.gov.cn/nanhai/eng/zcfg_1/P020170413336454220678.pdf diakses pada
81
Universitas Sumatera Utara
Selatan dan untuk mencegah konflik Laut Cina Selatan berkembang lebih jauh.
Nyatanya DoC hanya berfungsi untuk memberikan batasan-batasan moral bagi
para pihak yang terkait. 125 Pada Juli 2011, Cina dan Vietnam serta Filipina
kembali terlibat saling provokasi. Latihan militer dan pengrusakan kapal milik
negara lain ternyata tetap dilakukan oleh Cina dan Vietnam, yang secara nyata
melanggar DoC yang dibuat 126.
3.2. Mekanisme Internal ASEAN.
Sebagai bagian dari negara ASEAN, Indonesia perlu meyakinkan negaranegara di dalamnya memiliki satu kesatuan dan menyadari posisi mereka sebagai
suatu organisasi regional. Kekuatan militer Cina masih lebih kuat jika
dibandingkan dengan gabungan dari kekuatan militer negara-negara ASEAN.
Untuk itulah dalam menghadapi kekuatan Cina, tentunya ASEAN tidak bisa
berjalan sendiri-sendiri, melainkan ASEAN harus semakin solid.
Untuk mewujudkan hal itu Indonesia memainkan peran melalui
pertemuan-pertemuan ASEAN. Ketika tidak tercapai suatu pernyataan bersama
tentang konflik Laut Cina Selatan, Indonesia melakukan diplomasi untuk
mengubah situasi yang terjadi.
1.
Komunike Bersana
Pada tahun 2012, Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN
Foreign Ministerial Meeti0ng) yang ke-45 di Phnom Penh, Kamboja gagal
125
Mingjiang Ling. Mengelola Isu Keamanan di Laut Cina Selatan: Dari DOC ke COC. Kyoto Review
126
Sandy Nur Ikfal Raharjo. 2011. Sengketa Kepulauan Spratly: Tantangan bagi Indonesia sebagai
Ketua ASEAN 2011. LIPI. http://www.politik.lipi.go.id/kolom/kolom-1/politik-internasional/472sengketa-kepulauan-spratly-tantangan-bagi-indonesia-sebagai-ketua-asean-2011 diakses pada
82
Universitas Sumatera Utara
mencapai kesepakatan. Perpecahan di antara negara ASEAN terjadi ketika
Kamboja dan Filipina berbeda sikap terkait perlu tidaknya memasukkan insiden
sengketa wilayah antara Cina dan Filipina di Scarborough ke dalam pernyataan
bersama (joint communique). Filipina menuduh sikap keras Kamboja itu lantaran
dipengaruhi oleh Cina. 127
Joint communique adalah
Untuk menyikapi perbedaan pandangan tersebut, Menteri Luar Negeri
Indonesia pada waktu itu, Marty Netalegawa melakukan pendekatan dan shuttle
diplomacy dengan para Menteri Luar Negeri ASEAN terkait posisi bersama.128
Selama dua hari yaitu pada tanggal 18 sampai 19 Juli 2012 Menlu Indonesia
bersikap sebagai penengah dan mendatangi negara-negara ASEAN satu per satu.
Indonesia menggarisbawahi pentingnya ASEAN bertindak dengan satu suara dan
mengingatkan bahwa perkembangan terakhir menjadi perhatian semua anggota
ASEAN.
Konsultasi Menlu Indonesia dengan Menlu Filipina, Vietnam, Malaysia,
Singapura dan Kamboja selama kurang lebih 36 jam itu berhasil menghasilkan
kesepakatan ASEAN's Six Point Principles on the South China Sea pada tanggal
20 Juli 2012. Dokumen tersebut berisikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 129
127
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/20/02382193/asean.bersatu
128
Kementerian Luar Negeri RI. Laut China Selatan. 2013
http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/isu-khusus/Pages/Laut-China-Selatan.aspx
129
2012 Statement of the ASEAN foreign Ministers: ASEAN’S six-point Principles on the South
China Sea.
83
Universitas Sumatera Utara
1. Implementasi penuh Declaration on the Conduct of Parties in the
South China Sea (2002);
2. Pedoman Pelaksanaan Declaration on the Conduct of Parties in the
South China Sea (2011);
3. Kesimpulan awal Code of Conduct in the South China Sea;
4. Penghormatan penuh terhadap prinsip-prinsip internasional yang
diakui secara universal, termasuk Konvensi Perserikatan BangsaBangsa tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS);
5. Terus melakukan pengendalian diri dan tidak menggunakan kekuatan
oleh semua pihak; dan
6. Resolusi sengketa yang damai, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum
internasional yang diakui secara universal, termasuk Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS).
Menurut Indonesia, enam prinsip dasar itu dapat menyatukan posisi
ASEAN tentang Laut Cina Selatan. Keenam prinsip dasar yang diusulkan
Indonesia pada dasarnya tidak berbeda dengan apa yang telah ASEAN sepakati
sebelumnya. Selain itu, negara-negara ASEAN juga sepakat berkomitmen
menyelesaikan persoalan dan sengketa di perairan itu lewat jalan damai sesuai
aturan hukum internasional.
2. Hasjahjd
Pasca keluarnya putusan Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA) terkait
pengaduan Filipna atas klaim nine dashed lines Cina tahun 2016 lalu, situasi
antara Cina dan negara-negara ASEAN menjadi genting. Saat pertemuan AMM
84
Universitas Sumatera Utara
diadakan, biasanya para menlu ASEAN akan menyepakati joint communique
mengenai berbagai isu di ASEAN, dan salah satunya adalah mengenai isu Laut
Cina Selatan. Namun, pembahasan joint communique untuk Laut Cina Selatan
pada waktu itu sangat sulit disepakati, karena semua negara memiliki kepentingan
masing-masing. 130
Kegagalan tercapainya kesepahaman antar negara ASEAN terjadi ketika
Filipina dan Vietnam meninginkan agar joint communique menyertakan hasil
putusan PCA. Hal ini karena kedua negara tersebut menginginkan supaya desakan
untuk menghormati Hukum Internasional tersebut disertakan ke dalam draft.
Namun, Kamboja meminta ASEAN untuk tidak memasukkan hasil putusan PCA
mengenai Laut Cina Selatan ke dalam joint communique. Kamboja yang
merupakan mitra terdekat Cina di ASEAN menentang keinginan tersebut. Bahkan
Kamboja juga mendukung keinginan Beijing untuk menyelesaikan sengketa
dengan Filipina melalui jalur diplomasi. 131
Jika para Menlu ASEAN tidak mencapai joint coomunique untuk Laut
Cina Selatan, akan berdampak buruk karena kemungkinan besar joint
communique untuk hal yang lain juga dibatalkan. 132 Untuk menghindari kejadian
pada tahun 2012 terulang kembali, Menlu Retno Marsudi melakukan manuver
politik. Dalam waktu tiga hari, Retno Marsudi melakukan diplomasi maraton
130
Hasil wawancara dengan Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN, Kementerian
Luar Negeri RI
131
https://news.okezone.com/read/2016/07/25/18/1445841/asean-gagal-capai-kesepahamansoal-lcs-karena-kamboja
132
Hasil wawancara dengan Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN, Kementerian
Luar Negeri RI
85
Universitas Sumatera Utara
untuk bertemu dengan para Menteri Luar Negeri ASEAN secara terpisah guna
membantu tercapainya konsensus. Ia juga mengambil inisiatif untuk melakukan
informal retreat sebelum dimulainya rangkaian resmi AMM yang ke 49. 133
Dalam informal retreat tersebut Retno Marsudi mengingatkan bahwa saat ini
pandangan dunia internasional sedang mengarah kepada ASEAN tentang
bagaimana ASEAN menanggapi hasil putusan PCA atas tuntutan Filipina.
Dalam kesempatan itu Indonesia juga menyarankan pernyataan ASEAN
Point Ministers on Peace, Security and Stability in the Region.
134
Pernyataan ini
pada intinya menegaskan bahwa ASEAN dalam menjaga perdamaian dan
stabilitas di kawasan harus melindungi “rumah” mereka agar tetap menjadi
kawasan yang damai dan stabil. Pernyataan tersebut juga menegaskan komitmen
ASEAN untuk menjaga dan mempromosikan perdamaian, keamanan dan
stabilitas kawasan, serta menjunjung tinggi antara Piagam PBB, ASEAN Charter,
dan the Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia dalam melaksanakan
hubungan antara negara.
Akhirnya, Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN berhasil mencapai
kesepakatan untuk menyusun sebuah joint communique pada AMM yang ke-49
di Vientianne, Laos, Selasa 26 Juli 2016. Kesepakatan Joint Communique
tersebut memuat pandangan bersama ASEAN terhadap perkembangan situasi di
Laut Cina Selatan.
133
Kementerian Luar Negeri RI. Diplomasi RI Berhasil Yakinkan Semua Anggota ASEAN untuk
Bersatu. http://kemlu.go.id/id/berita/Pages/Diplomasi-RI-Berhasil-Yakinkan-Semua-AnggotaASEAN-untuk-Bersatu.aspx
134
Hasil wawancara dengan
86
Universitas Sumatera Utara
.
Dalam kaitan ini, negara anggota ASEAN menegaskan komitmennya untuk
menghormati proses hukum dan diplomatik sepenuhnya. Negara-negara ASEAN
juga berkomitmen menyelesaikan permasalahan teritorial sesuai dengan
ketentuan Hukum Internasional, termasuk Hukum Laut 9UNCLOS 1982.
Komunike bersama ini juga menegaskan komitmen negara-negara
ASEAN dalam isu keamanan di Laut Cina Selatan. Negara anggota ASEAN
menyatakan komitmennya untuk sepenuhnya menghormati proses hukum dan
diplomatik sesuai hokum internasional, termasuk UNCLOS 1982 untuk
menyelesaikan klaim territorial baik dengan sesame negara anggota maupun
negara lain yang bukan anggota.
Komunike bersama ini juga menegaskan komitmen negara-negara
ASEAN dalam isu keamanan di Laut Cina Selatan. Negara anggota ASEAN
menyatakan komitmennya untuk sepenuhnya menghormati proses hukum dan
diplomatik sesuai hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982 untuk
menyelesaikan klaim territorial baik dengan sesama negara anggota maupun
negara lain yang bukan anggota.
Karena upaya yang dilakukan Indonesia tersebut, Menteri Luar Negeri
negara-negara ASEAN berhasil mencapai kesepakatan untuk menyusun sebuah
Joint Communique dalam pertemuan ke-49 Menteri Luar Negeri ASEAN
(ASEAN Ministerial Meeting) di Vientianne. Kesepakatan Joint Communique
tersebut memuat pandangan bersama ASEAN terhadap perkembangan situasi di
Laut Cina Selatan.
Komunike bersama ini juga menegaskan komitmen negara-negara
ASEAN dalam isu keamanan di Laut Cina Selatan. Negara anggota ASEAN
87
Universitas Sumatera Utara
menyatakan komitmennya untuk sepenuhnya menghormati proses hukum dan
diplomatik sesuai hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982 untuk
menyelesaikan klaim territorial baik dengan sesama negara anggota maupun
negara lain yang bukan anggota.
Peran Indonesia tidak dapat dipisahkan dari tercapainya posisi bersama
ASEAN. Berkat upaya yang dilakukan Indonesia, ASEAN telah menyepakati
suatu cara dalam merespon konflik Laut Cina Selatan. Seperti yang telah dibahas
sebelumnya, bahwa di dalam pertemuan Joint Working Group dan Senior Official
Meetings on DoC telah dibahas untuk membuat kerangka CoC antara ASEAN
sama Cina dan Cina. Sulit membuat kerangka ini karena masing-masing negara
punya kepentingan di dalamnya. Cina tidak mau menerima draft yang dibuat oleh
Filipina sementara Filipina juga demikian. Yang terpenting ialah bagaimana
membuat negara-negara ini menyadari bahwa kerangka ini harus dibuat dari awal
dan bahwa kerangka CoC ini adalah sesuatu yang sangat penting sehingga ini bisa
tercapai. 135
Pada bulan Juli 2011, saat pertemuan AMM ke 44 di Bali, ASEAN dan
Cina menyepakati Guidelines for the Implementation of the DoC.
136
Disepekatinya guidelines tersebut menjadi pencapaian besar bagi ASEAN pada
saat Indonesia menjadi ketua. Kesepakatan atas guidelines membuka kesempatan
bagi upaya implementasi DoC melalui pelaksanaan kegiatan kerja sama antara
135
Hasil wawancara
136
Guidelines for the Implementation of the DOC. 2011.
http://www.asean.org/storage/images/archive/documents/20185-DOC.pdf diakses pada 9
Agustus 2017 pukul 14.32
88
Universitas Sumatera Utara
ASEAN dan Indonesia di kawasan Laut Cina Selatan dan merupakan langkah
awal mengenai implementasi kode etik (Code of Conduct of Parties in the South
China Sea). Adapun isi dari Guidelines for the Implementation of the DoC adalah
sebagai berikut: 137
1. Implementasi DOC harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan
ketentuan DOC.
2. Para Pihak akan terus mendorong dialog dan konsultasi sesuai dengan
semangat DOC.
3. Pelaksanaan kegiatan atau proyek sebagaimana diatur dalam DOC harus
diidentifikasi secara jelas.
4. Partisipasi dalam kegiatan atau proyek harus dilakukan secara sukarela.
5. Kegiatan awal yang harus dilakukan di bawah lingkup DOC harus berupa
tindakan membangun kepercayaan.
6. Keputusan untuk menerapkan tindakan nyata atau kegiatan DOC harus
didasarkan pada konsensus di antara pihak-pihak yang terkait, dan
mengarah pada realisasi Kode Etik.
7. Dalam pelaksanaan proyek yang disepakati di bawah DOC, layanan dari
ahli dan orang-orang terkemuka, jika dianggap perlu, akan diupayakan
untuk memberikan masukan spesifik mengenai proyek-proyek yang
bersangkutan.
137
Hasil terjemahan Guidelines for the Implementation of the DoC
89
Universitas Sumatera Utara
8. Kemajuan pelaksanaan kegiatan dan proyek yang disepakati dalam DOC
harus dilaporkan setiap tahun ke Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN-Cina
(PMC).
Akhirnya di dalam pertemuan informal ASEAN september 2012,
Indonesia membagikan draf awal (zero draft) CoC tentang Laut Cina Selatan
kepada para menteri luar negeri ASEAN. Indonesia berinisiatif menawarkan zero
draft tersebut untuk dapat dibahas bersama. Zero draft CoC itu diajukan
setidaknya sebagai pemicu awal perundingan. Isinya terbilang rinci dan dapat
dipakai untuk menghindari ”miskalkulasi” di antara semua pihak saat bertemu di
lapangan.
Indonesia punya draft, yang penting bagi Indonesia adalah bahwa elemenelemen penting menurut Indonesia yang dari draft itu masuk ke kerangka CoC,
jadi tidak masalah jika zero draft yang dibuat Indonesia diterima atau tidak selama
elemen yang diinginkan masuk ke kerangka CoC dan itu yang diupayakan.
Gimana caranya kita mendorong supaya elemen-elemen yang menurut Indonesia
penting tetap masuk ke situ. Jadi ketika negosiasi strateginya harus diubah. Ketika
tiga negosiasi terakhir di tahun ini kalau ga salah ya, itu awal tahun di bali, yang
pertama di Bali, kemudian di Kamboja, kemudian di Buyang. Jadi ketiga
negosiasi ini akhirnya kita putuskan menggunakan pendekatan usulan Indonesia
lagi. Ini merupakan peran Indonesia, bagaimana ketika terjadi dinamika antar
negara pengklaim, supaya prose tetap jalan dan dapat menghasilkan sesuatu. Jadi
kita namainnya Bali approach karena pertemuan ini mulainya di Bali.
Dalam hal upaya implementasi CoC, pada Juli 2017 diserahkan kerangka
CoC. Pencapaian terhadap CoC menjadi hal yang ditunggu-tunggu oleh banyak
90
Universitas Sumatera Utara
negara. Setiap negara seharusnya menyadari bahwa kerangka CoC ini sangat
penting sehingga dapat segera diimplementasikan. Dalam kerangka CoC ini,
terdapat elemen-elemen yang sama dalam zero draft Indonesia. Indonesia telah
berhasil dalam mendorong atau memasukkan poin-poin penting ke dalam
kerangka CoC.
Salah satu hal penting yang diminta dan dituntut oleh DoC itu, menurut Puja adalah
membentuk Code of Conduct (CoC) atau kode perilaku, yang sampai sekarang ini
prosesnya masih bergulir terus, dan terus mengalami kemajuan, meskipun tidak
besar. 138
isebut sebagai sebuah dokumen yang menjadi batu loncatan antara hubungan
ASEAN dan Cina mengenai Laut Cina Selatan pada tahun 2002, dokumen
Declaration on the Conduct of Parties in the South Cina Sea (DOC) belum
berhasil memenuhi misinya untuk membangun rasa saling percaya di antara
negara-negara yang terlibat di dalam konflik Laut Cina Selatan dan untuk
mencegah konflik Laut Cina Selatan berkembang lebih jauh. Selama ini dokumen
DOC hanya berfungsi untuk memberi batasan-batasan moral bagi para pihak yang
terkait. Bagaimanapun, tidak dapat dipungkiri, dokumen DOC setidak-tidaknya
telah berperan sebagai referensi ketika muncul masalah atau terjadi ketegangan
dan juga berperan sebagai dasar untuk negosiasi mengenai penyusunan dokumen
code of conduct (COC).
138
https://international.sindonews.com/read/1057189/40/ini-upaya-ri-selesaikan-konflik-lautchina-selatan-1446104843
91
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Pencapaian resolusi konflik Laut Cina Selatan tidak hanya bermanfaat
secara ekonomi, tetapi juga secara politik dan keamanan bagi setiap negara yang
terlibat. Besarnya potensi ekonomi seperti jalur pelayaran, kandungan alam
minyak, gas dan mineral serta kekayaan ikannya jika dapat dikelola dengan baik
sebenarnya akan sangat bermanfaat bagi setiap negara di kawasan. Dampak dari
penyelesaian konflik tidak hanya dapat dinikmati oleh masyarakat di sekitar Laut
Cina Selatan tetapi juga bagi Indonesia dan dunia internasional
Indonesia tidak dapat secara langsung menyelesaikan konflik karena
Indonesia bukan negara pengklaim. Hal yang dapat dilakukan Indonesia adalah
mendorong negara-negara yang memiliki klaim di Laut Cina Selatan untuk saling
berbicara satu sama lain dan saling menyelesaikan masalahnya secara damai.
Proses penyelesaian konflik masih sangat panjang dan akan memakan waktu
sampai bertahun-tahun. dan yang terpenting adalah bagaimana mengelola situasi
di kawasan agar tetap stabil dengan adanya kepercayaan di antara negara
pengklaim.
Terlepas dari rumitnya konflik, Indonesia tidak bisa mengabaikan hal ini.
Indonesia memang tidak bisa memaksa negara-negara untuk menyelesaikan
konflik internal mereka masing-masing. Namun, sebagai negara terbesar di
ASEAN, Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menjaga stabilitas kawasan.
Indonesia telah berperan besar dalam
92
Universitas Sumatera Utara
Upaya Indonesia dalam membangun Confidence Building Measures dan
mengadakan dialog antara negara-negara ASEAN bahkan Cina telah mampu
meredam sumber konflik yang dapat muncul dari pertentangan antar negara
pengklaim. Segala upaya yang dilakuka