DINAMIKA EKSPOR KOPI INDONESIA doc

DINAMIKA EKSPOR KOPI INDONESIA
MAKALAH
(diajukan guna melengkapi salah satu tugas Matakuliah Ekonomi Pembangunan)

Oleh:
Dewi Indah Ratna Sari

130910202030

Okta Gagarine

130910202032

Habibah Nurul Aulia

130910202037

Ridho Pratama P

130910202052


Imas Lutfia A

130910202055

Iga Rahmi R

130910202059

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI BISNIS
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2016

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kopi merupakan hal tidak asing lagi bagi masyarakat di segala pejuru
dunia. Baik itu Negara di bagian Asia atau bahkan Negara di belahan Barat
sekalipun. Kopi telah menjadi bagian dari gaya hidup manusia, bahkan sebagian
orang percaya bahwa semakin mahal kopi yang mampu dinikmati maka akan

semakin tinggi pula prestis orang tersebut. Oleh karena itu kopi merupakan
sesuatu yang memiliki daya tarik tersendiri oleh para penikmatnya. Kopi yang
biasa masyarakat nikmati, merupakan kopi yan berasal dari berbagai penjuru
dunia terutama dari Negara-negara penghasil kopi, salah satunya Indonesia.
Indonesia

merupakan

Negara

dengan

letak

geografisnya

sangat

mendukung untuk perkebunan kopi. Kopi tersebut tidak hanya mampu memenuhi
konsumsi kopi dalam negeri, namun juga mampu memenuhi konsumsi kopi di

luar negeri. Bahkan Indonesia telah dikenal dengan kopinya sebelum masa
penjajahan Belanda datang. Tiap tahunnya Indonesia mampu mengekspor
beratus ribu ton kopi keluar luar negeri dengan sasaran utamanya adalah Negara
pengkonsumsi kopi seperti Amerika, Australia dan juga Eropa. Kopi sebenarnya
hanya memiliki dua jenis biji saja, yakni kopi Arabica dan kopi Robusta. Hanya
saja pengembangan produk dari kopi sangat bervariasi, sehingga memunculkan
puluhan jenis kopi. Oleh karena itu kopi termasuk salah satu bahan metah ekspor
unggulan di Indonesia.
Indonesia merupakan penghasil serta pengekspor kopi yang besar, hanya
saja Indonesia belum mampu mengekspor kopi tersebut dalam bentuk atau
olahan lain. Sehingga selama ini Indonesia hanya mengekspor biji kopinya saja
ke luar negeri. Jika dilihat dari sudut pandang bisnis, tentu saja kopi yang
diekspor dalam olahan bentuk lain tentu akan menambah nilai dari produk
tersebut. Setidaknya profit yang didapat pun jelas akan meningkat pula.
Sayangnya Indonesia belum mampu untuk melakukan hal tersebut. Jikalau pun
mampu, tentu secara matematis belum mencapai target yang diharapkan selama
ini.

1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

makalah ini adalah “mengapa ekspor biji kopi lebih banyak dibanding dengan
ekspor kopi olahan?”.

1.3 Tujuan Penulisan
Dalam penulisan ini, tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk menjelaskan
mengapa ekspor biji kopi lebih banyak dibanding dengan ekspor kopi olahan.

1.4 Manfaat Penulisan
Dalam penulisan ini, manfaat yang ingin dicapai yaitu untuk mengetahui
mengapa ekspor biji kopi lebih banyak dibanding dengan ekspor kopi olahan.

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Tanaman, Kandungan, dan Produk Kopi
Tanaman kopi adalah pohon kecil yang bernama Perpugenus coffea dari
familia Rubiaceae. Tanaman kopi pada umumnya berasal dari benua Afrika jenis
kelamin Coffea. Kopi bukan produk homogen, ada banyak varietas dan beberapa
cara pengolahannya. Di seluruh dunia kini terdapat sekitar 4.500 jenis kopi, yang
dapat dibagi dalam empat kelompok besar, yakni:
a. Coffea Canephora, yang salah satu jenis varietasnya menghasilkan kopi

dagang Robusta;
b. Coffea Arabica menghasilkan kopi dagang Arabika;
c. Coffea Excelsa menghasilkan kopi dagang Excelsa;
d. Coffea Liberica menghasilkan kopi dagang Liberica.
Dari segi produksi yang menonjol dalam kualitas dan kuantitas adalah
jenis Arabika, andilnya dalam pasokan dunia tak kurang dari 70 persen. Jenis
Robusta yang mutunya dibawah Arabika, mengambil bagian 24 persen produksi
dunia, sedangkan Liberica dan Excelsa masing-masing 3 persen. Arabika
dianggap lebih 17 baik daripada Robusta karena rasanya lebih enak danjumlah
kafeinnya lebih rendah, maka Arabika lebih mahal daripada Robusta (Aji wahyu
rosandi, 2007).

2.2 Ekspor Kopi Di Indonesia
Sebagai negara produsen, Ekspor kopi merupakan sasaran utama dalam
memasarkan produk-produk kopi yang dihasilkan Indonesia. Negara tujuan
ekspor adalah negara-negara konsumer tradisional seperti USA, negara-negara
Eropa dan Jepang. Seiring dengan kemajuan dan perkembangan zaman, telah
terjadi peningkatan kesejahteraan dan perubahan gaya hidup masyarakat
Indonesia yang akhirnya mendorong terhadap peningkatan konsumsi kopi. Hal ini
terlihat dengan adanya peningkatan pemenuhan kebutuhan dalam negeri yang


pada awal tahun 90an mencapai 120.000 ton, dewasa ini telah mencapai sekitar
180.000 ton.
Oleh karena itu, secara nasional perlu dijaga keseimbangan dalam
pemenuhan kebutuhan kopi terhadap aspek pasar luar negeri (ekspor) dan
dalam negeri (konsumsi kopi) dengan menjaga dan meningkatkan produksi kopi
nasional.

BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Perkembangan Ekspor Kopi
Kopi adalah jenis minuman yang penting bagi sebagian besar masyarakat
di seluruh dunia. Bukan hanya karena kenikmatan konsumen peminum kopi
namun juga karena nilai ekonomis bagi negara-negara yang memproduksi dan
mengekspor biji kopi (seperti Indonesia). Bagi beberapa orang produk ini, dibuat
dari biji tanaman kopi yang dipanggang (tanaman berbunga dari famili
Rubiaceae),

disebut


sebagai

“komoditi

kedua

yang

paling

banyak

diperdagangkan secara legal” dalam sejarah manusia.
Kopi yang dijual di dunia biasanya adalah kombinasi dari biji yang
dipanggang dari dua varietas pohon kopi: arabika dan robusta. Perbedaan di
antara kedua varietas ini terutama terletak pada rasa dan tingkat kafeinnya. Biji
arabika, lebih mahal di pasar dunia, memiliki rasa yang lebih mild dan memiliki
kandungan kafein 70% lebih rendah dibandingkan dengan biji robusta.Wilayah
subtropis dan tropis merupakan lokasi yang baik untuk budidaya kopi. Oleh
karena itu, negara-negara yang mendominasi produksi kopi dunia berada di

wilayah Amerika Selatan, Afrika, dan Asia Tenggara.
Kopi adalah komoditi yang diperdagangkan di bursa-bursa komoditi dan
futures, yang paling penting di London dan New York. Di bawah ini, terdapat dua
tabel yang mengindikasikan lima negara produsen kopi utama dunia dan lima
negara eksportir kopi utama dunia.
Top 5 Negara Eksportir Kopi Terbesar di Dunia pada Tahun 2015:
1. Brasil

36,420,000

2. Vietnam

25,298,000

3. Kolombia

10,954,000

4. Indonesia


5,977,000

5. India

5,131,000

dalam bungkus 60 kilogram
Sumber: International Coffee Organization

Produksi Domestik, Ekspor dan Konsumsi Kopi Indonesia
Indonesia adalah salah satu negara produsen dan eksportir kopi paling
besar di dunia. Kebanyakan hasil produksinya adalah varietas robusta yang
berkualitas lebih rendah. Indonesia juga terkenal karena memiliki sejumlah kopi
khusus seperti 'kopi luwak' (dikenal sebagai kopi yang paling mahal di dunia) dan
'kopi Mandailing' (lihat di bawah). Berkaitan dengan komoditi-komoditi agrikultur,
kopi adalah penghasil devisa terbesar keempat untuk Indonesia setelah minyak
sawit, karet dan kakao.
Kopi diperkenalkan di Nusantara oleh Belanda yang pada awalnya
menanam pohon-pohon kopi di sekitar wilayah kekuasaan mereka di Batavia
namun kemudian dengan cepat mengekspansi produksi kopi ke wilayah Bogor

dan Sukabumi di Jawa Barat di abad ke-17 dan abad ke-18. Indonesia terbukti
memiliki iklim yang hampir ideal untuk produksi kopi dan karenanya perkebunanperkebunan segera didirikan di wilayah-wilayah lain di Jawa, Sumatra dan juga di
Sulawesi.
Pada saat ini, perkebunan kopi Indonesia mencakup total wilayah kira-kira
1,24 juta hektar, 933 hektar perkebunan robusta dan 307 hektar perkebunan
arabika. Lebih dari 90% dari total perkebunan dibudidayakan oleh para petani
skala kecil. Seperti yang telah disebutkan di atas dan mirip dengan raksasa kopi
regional Vietnam, sebagian besar hasil produksi biji kopi Indonesia adalah
varietas robusta yang berkualitas lebih rendah. Biji arabika yang berkualitas lebih
tinggi kebanyakan diproduksi oleh negara-negara Amerika Selatan seperti Brazil,
Kolombia, El Salvador dan Kosta Rika. Oleh karena itu, sebagian besar ekspor
kopi Indonesia (kira-kira 80%) terdiri dari biji robusta. Ekspor kopi olahan
hanyalah bagian kecil dari total ekspor kopi Indonesia.
Provinsi-provinsi yang berkontribusi paling besar untuk produksi kopi
Indonesia adalah:

Robusta

Arabika


1. Bengkulu (Sumatra)

a. Aceh (Sumatra)

2. Sulawesi Selatan

b. Sumatra Utara

3. Lampung (Sumatra)
Dimulai dari tahun 1960an, Indonesia telah menunjukkan peningkatan
yang kecil namun stabil dalam produksi kopi dunia. Kendati begitu, menurut data
dari Badan Pusat Statistik (BPS), luas perkebunan-perkebunan kopi di Indonesia
menurun

karena

para petani

telah

mengubah

fokus produksi

mereka

kepada minyak sawit (seperti minyak sawit mentah dan minyak inti kelapa
sawit), karet dan kakao yang semuanya memberikan pendapatan yang lebih
tinggi di pasar internasional. Oleh karena itu, perkebunan-perkebunan kopi - atau
sebagian dari perkebunan tersebut - telah ditransformasi menjadi perkebunan
komoditi-komoditi lain.

Pada tahun 2012, kira-kira 70% dari total produksi tahunan biji kopi
Indonesia diekspor, terutama kepada para pelanggan di Jepang, Afrika Selatan,
Eropa Barat, dan Amerika Serikat. Meskipun begitu, karena konsumsi domestik
kopi Indonesia telah bertumbuh, jumlah ekspor telah menurun. Konsumsi kopi di
Indonesia meningkat dengan compound annual growth rate (CAGR) 7,7% di

tahun 2011-2014. Tetap saja, pada 1,0 kilogram (data 2014), konsumsi per kapita
kopi tetap rendah di Indonesia.

2008
Produksi

Nasional

(dalam ton)
Ekspor

Nasional

(dalam ton)
Nilai

Ekspor

(dalam juta dollar AS)

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015¹

698,016 682,690 686,921 633,991 748,109 740,000 711,513 625,000
491,335 518,122 440,241 353,698 520,275 460,000 382,774 350,000
1,077.7

882.1

855.2

1,085.9 1,534.1

Produksi dan Ekspor Kopi Indonesia

Konsumsi Domestik Kopi di Indonesia:

Konsumpsi

Nasional

(dalam bungkus 60 kilogram)

2011

2012

2013

2014

3,333,000

3,584,000

4,042,000

4,167,000

Sumber: International Coffee Organization

Ekspor biji kopi lebih dominan jika dibadingkan ekspor kopi bubuk. Paling
tidak ada dua alasan mengapa ekspor kopi Indonesia masih tetap dominan
dalam bentuk biji, pertama karena pihak importir di negara tujuan utama ekspor
kopi seperti Jepang lebih menginginkan ekspor dalam bentuk biji dari pada sudah
dalam bentuk bubuk atau dalam bentuk kopi olahan lainnya.
Pihak importir atau negara-negara konsumen lebih suka mencampur
sendiri dari pada membeli kopi bubuk olahan. Karena mereka lebih paham selera
pasar konsumen kopi di negaranya sendiri, dan juga memiliki pengalaman dalam
roasting dan blending kopi sangat baik. Kedua, para eksportir dari Indonesia
sendiri juga lebih menyukai ekspor dalam bentuk biji karena langsung mendapat
pembayaran dalam bentuk cash, dari pada mensuplai produsen kopi dalam
negeri yang kadang kala pembayarannya setelah barang dikirim plus dibebankan

pajak pertambahan nilai (PPN). Sekalipun mungkin saja profit penjualan ke pasar
lokal lebih besar dibandingkan ekspor.

3.2 Negara Importir Kopi
Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran
penting dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia
merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil,
Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% kopinya diekspor
sedangkan sisanya (33%) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sebagai
negara produsen, ekspor kopi merupakan sasaran utama dalam memasarkan
produk-produk kopi yang dihasilkan Indonesia. Volume ekspor kopi Indonesia
rata-rata berkisar 350 ribu ton per tahun meliputi kopi robusta (85%) dan arabika
(15%). Adapun yang menjadi negara tujuan utama ekspor biji kopi Indonesia
tahun 2014 adalah USA, Jerman, Jepang, Italia. Sedangkan negara tujuan utama
ekspor kopi instan dan kopi sangrai adalah Philipina, Malaysia, Singapura.
Pelabuhan Panjang (Lampung) merupakan pintu gerbang ekspor kopi robusta
Indonesia, pelabuhan Belawan (Sumatera Utara) merupakan pintu gerbang kopi
arabika

Sumatera,

sedangkan

pelabuhan

Tanjung

Perak

(Jawa Timur)

merupakan pintu gerbang kopi arabika dan robusta yang dihasilkan dari Jawa
Timur dan wilayah Indonesia bagian timur.
Amerika merupakan pengkonsumsi kopi terbesar di dunia, hal ini menjadi
alasan mengapa Amerika menjadi pasar potensial bagi ekspor kopi Indonesia.
Amerika Serikat hingga tahun ini masih menjadi negara pengimpor terbesar
komoditas kopi Sumatera Utara dengan permintaan beragam kualitas. Besarnya
ekspor kopi ke AS itu tidak terlepas dari ketergantungan produsen kopi di negara
tersebut terhadap kopi asal Sumatra Utara untuk dijadikan sebagai bahan
pencampur kopi. Kopi juga menjadi salah satu komoditas ekspor unggulan
Indonesia dengan konsumen utamanya adalah Amerika Serikat. Berdasarkan
data statistik dari U.S Department of Commerce, Bureau of Census, impor kopi
Amerika Serikat dari Indonesia pada periode Januari-Desember 2014 mencapai
323,10 juta dolar AS atau mengalami kenaikan sebesar 11,29 persen
dibandingkan periode yang sama tahun 2013 lalu yang sebesar 290,34 juta dolar
AS.

Jepang merupakan negara mitra dagang yang strategis bagi Indonesia.
Selain itu, Jepang juga merupakan partner pertama Indonesia dalam perjanjian
perdagangan bebas secara bilateral. Pada tahun 2010 Indonesia merupakan
negara asal impor di peringkat ke-7 dan negara tujuan ekspor di peringkat ke-12
bagi Jepang. Meskipun Jepang merupakan negara yang terkenal dengan
konsumsi teh hijaunya, namun permintaan kopi di Jepang semakin bertumbuh
pesat apalagi didukung dengan menjamurnya kedai kopi dan meningkatnya
kebiasaan mengkonsumsi kopi.
Adapun negara importir menginginkan ekspor dalam bentuk biji kopi dari
pada kopi olahan. Berdasarkan data ITC, ekspor kopi bubuk Indonesia kurang
dari satu persen dari total ekspor. Pada 2008 misalnya, ekspor dalam bentuk biji
masih sangat mendominasi yakni mencapai 99,8% dari total 468.749 ton. Paling
tidak ada dua alasan mengapa ekspor kopi Indonesia masih tetap dominan
dalam bentuk biji, pertama karena pihak importir di negara tujuan utama ekspor
kopi seperti Jepang lebih menginginkan ekspor dalam bentuk biji dari pada sudah
dalam bentuk bubuk atau dalam bentuk kopi olahan lainnya. Pihak importir atau
negara-negara konsumen lebih suka mencampur sendiri dari pada membeli kopi
bubuk olahan dari Indonesia. Karena mereka lebih paham selera pasar
konsumen kopi di negaranya sendiri, dan juga memiliki pengalaman dalam
roasting dan blending kopi yang sangat baik. Alasan kedua, para eksportir dari
Indonesia sendiri juga lebih menyukai ekspor dalam bentuk biji karena langsung
mendapat pembayaran dalam bentuk cash, dari pada mensuplai produsen kopi
dalam negeri yang kadang kala pembayarannya setelah barang dikirim dan
dibebankan pajak pertambahan nilai (PPN). Sekalipun mungkin saja profit
penjualan ke pasar lokal lebih besar dibandingkan ekspor.

3.3 Persaingan Ekspor Kopi
Kopi merupakan salah satu komoditas andalan dalam mendatangkan
devisa negara. Luas areal kopi di Indonesia menempati urutan kedua terbesar
setelah Brazil. Luas areal kopi di Indonesia pada tahun 2011 diperkirakan
sebesar 1.254 921 hektar, dimana umumnya diusahkan oleh perkebunan
rakyat 95.94%, perkebunan negara 1.77%, dan perkebunan swasta 2.29%.
Dtinjau dari produksi, Indonesia menempati urutan ketiga setelah Brazil dan

Vietnam. Keadaan ini terjadi karena produktivitas kopi Indonesia jauh lebih
rendah

dibandingkan

dengan

Vietnam.

Rendahnya

produktivitas

kopi

Indonesia, karena sebagian besar diusahatan oleh perkebunan rakyat dengan
keterbatasan modal dan akses terhadap teknologi.
Negara eksportir biji kopi di dunia sangat banyak dengan beragam
jenisnya yang diperkirakan ada 38 negara eksportir kopi, begitu pula dengan
negara pengimpornya sehingga dapat dianggap pasar kopi internasional
bersifat persaingan sempurna. Tahun 2015 negara pengespor kopi terbesar
ditempati oleh Brazil , Vietnam, Kolombia, dan Indonesia. Usaha peningkatan
ekspor kopi Indonesia di pasar internasional perlu dilakukan tidak hanya
memperhatikan aspek produksi

namun juga perlu memperhatikan tingkat

persaingan ekspor dengan negara pesaing utamanya. Berdasarkan kenyataan
pasar kopi di dunia cenderung dalam kondisi pasar persaing, maka
menyebabkan terjadinya persaingan antar negara eksportir yang selanjutnya
berakibat saling subsititusi ekspor kopi antar negara eskportir kopi.
Tingkat persaingan suatu komoditas tercermin dalam market share
(pangsa pasar), oleh karena itu jika suatu negara yang memiliki pangsa pasar
ekspor yang tinggi, maka dapat dianggap mempunyai tingkat daya saing yang
tinggi pula pada komoditas tertentu. Negara pesaing ekspor biji kopi Indonesia
berturut-turut adalah Brazil, Vietnam dan Kolumbia. Pangsa ekspor kopi
Indonesia mengalami peningkatan antar waktu, tetapi laju pertumbuhannya
sangat

lambat dibandingkan

dengan

negara

pesaing utamanya. Ada

kecenderungan laju pertumbuhan pangsa ekspor Brazil dan Vietnam terus
meningkat

mengikuti pola non linier, sebaliknya

Indonesia

mengikuti pola

yang linier. Pangsa pasar kopi di pasar Eropa sangat rendah dibandingkan
dengan negara-negara pesaing utama. Berdasarkan kasus laju pertumbuhan
pangsa ekspor dari negara Brazil dan Vietnam yang sangat tinggi, disisi
pangsa pasar ekspor kopi Indonesia yang sangat rendah di pasar Eropa, maka
menjadi ancaman terhadap ekonomi Indonesia pada masa datang. Oleh
karena itu usaha-usaha diantisipasi patut dilakukan secara terencana.
Usaha untuk meningkatkan pangsa pasar ekspor kopi dapat dilakukan
melalui faktor- faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan hasil analisis
dengan model fungsi pangsa pasar ekspor dapat diidentifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi pangsa ekspor kopi Indonesia. Pangsa pasar ekspor

Indonesia dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang
berpengaruh adalah luas areal, produktivitas dan permintaan kopi domestik.
Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh adalah ekspor kopi negaranegara produsen utama.
Peningkatan luas areal kopi patut dilakukan karena berpengaruh
terhadap peningkatan pangsa ekspor kopi, namun dengan belajar pada
pengalaman usaha-usaha peningkatan produktivitas kopi per satuan hektar
patut diprioritaskan. Hal ini karena produktivitas kopi Indonesia sangat rendah
dan baru mencapai 25% dari produktivitas potensialnya. Pengendalian
permintaan kopi di pasar domestik patut dikendalikan karena apabila terjadi
peningkatan permintaan akan menurunkan pangsa pasar ekspor kopi di pasar
internasional.
Pangsa ekspor kopi Indonesia sangat dipengaruhi oleh kekuatan
eskpor dari negara Brazil, Vietnam, dan Kolombia.

Oleh karena itu, lobi-lobi

dagang pada negara-negara pengimpor patut dilakukan melalui insentif
harga maupun non harga. Kopi Indonesia juga memiliki pangsa ekspor tinggi
di USA, Jepang, Jerman, Italia. Bahkan, sebuah waralaba penjual kopi
terkenal di Amerika Serikat, Starbuck, juga menggunakan kopi yang diimpor
dari Indonesia. Amerika menjadi negara pengimpor kopi terbesar dari
Indonesia, negara tujuan ekspor lainnya adalah Jepang, Jerman, Italia
walaupun Amerika menjadi negara pengimpor terbesar dari Indonesia, tetapi
dalam perkembangan ekspor kopi Indonesia ke Amerika mengalami
penurunan volume selama 2004-2008 meskipun berdasarkan nilai ekspor
mengalami kenaikan (Nuril, 2003).
Berdasarkan dari aspek mutu Indonesia lebih dikenal sebagai sumber
kopi yang murah, harga yang murah tersebut berhubungan dengan citra
negatif dari kopi Indonesia yang bermutu rendah dibawah mutu kopi dari
negara-negara lain terutama Brazil dan Columbia (Siswoputranto, 1993). Kopi
ekspor Indonesia kalah bersaing dalam hal kualitas, Berbagai upaya telah
dilakukan untuk peningkatan mutu antara lain kebijakan standarisasi dan
pengawasan mutu kopi. Standarisasi mutu tersebut terus ditingkatkan, dan
hasilnya adalah bahwa pangsa pasar kopi untuk mutu tinggi menjadi 11.65 %
dan mutu sedang 70,8%. Sementara kopi yang berkualitas rendah turun
menjadi 17,5%.

Perbandingan harga kopi dunia dengan harga kopi ekspor Indonesia,
adanya perbedaan harga yang jauh dimana harga kopi Indonesia tertinggi
hanya menyentuh harga 116,07 US cents/lb pada tahun 2007 dan harga kopi
dunia sampai menyentuh harga 1291,97 US cents/lb, perbedaan harga yang
jauh inilah yang menjadi keunggulan dari kopi Indonesia. (Sumber : ICO
Historical Statistic 2008 dan Statistika Indonesia 2008). Tejadinya fluktuasi
kurs dollar terhadap rupiah dalam kurun waktu 2001-2008, perkembangan
kurs dollar yang terjadi pada kurun waktu tersebut dapat dibilang stabil pada
level Rp 7.000-Rp 8000 dengan kurs yang stabil merupakan modal penting
bagi ekspor kopi Indonesia. Kurs tertinggi pada kurun waktu 2001-2008
adalah pada tahun 2008 senilai Rp. 12.060 dan kurs terendah pada tahun
2002 senilai Rp.7.500.(Sumber : Statistik Keuangan Indonesia 2009).
Pada tahun 2001 konsumsi kopi Amerika mengalami kenaikan paling
tinggi yaitu sebesar 2.351.698 bags dimana pada tahun yang sama harga kopi
internasional maupun harga kopi domestik mengalami penurunan sebesar
18,65 untuk harga kopi internasional dan 392,5 dollar untuk harga kopi
domestik. Perkembangan konsumsi Amerika mulai tahun 2002 dengan
perkembangan harga kopi dunia tidak sama , harga kopi dunia mulai tahun
2002 sampai 2008 mengalami kenaikan tiap tahunnya sedangkan konsumsi
kopi Amerika berfluktuatif hal ini sama dengan perkembangan harga kopi
domestik . (Sumber : International Coffee Organization (ICO))
Berdasarkan kenyataan-kenyataan di atas, kopi produksi Indonesia
merupakan komoditas yang mempunyai daya saing yang tinggi dengan
komoditas kopi luar negeri dan mempunyai potensi untuk menambah devisa
negara, sehingga peneliti ingin Menganalisis pengaruh harga kopi dunia,
harga kopi domestik, kurs,pendapatan perkapita Amerika maupun konsumsi
kopi Amerika terhadap volume ekspor kopi Indonesia ke Amerika.

3.4 Kendala Negara Berkembang dalam Pengembangan Industri hilir Kopi
Permasalahan yang dihadapi Indonesia dalam pengembangan industri
pengolahan kopi adalah masih terkendala oleh image bahwa negara produsen
belum mampu menghasilkan produk olahan sesuai dengan permintaan pasar,

disamping ketatnya persaingan pasar produk olahan. Negara importir kopi
memiliki perbedaan selera, dan di setiap Negara memiliki cara mengolah kopi
yang berdeda meskipun dalam Peraturan Menteri Perdagangan nomor 41 tahun
2009.
Dalam Permen 42 tahun 2009 disebutkan bahwa kopi yang diatur
ekspornya yakni Kopi, digongseng atau dihilangkan kafeinnya maupun tidak,
sekam dan kulit kopi, pengganti kopi mengandung kopi dengan perbandingan
berapapun; serta Ekstrak, esens dan konsentrat, dari kopi, teh atau mate dan
olahan dengan dasar produk ini atau dengan dasar kopi,teh atau mate; chicory
digongseng dan pengganti kopi yang digongseng lainnya, dan ekstrak, esens dan
konsentratnya.
Italia memiliki image kopi yang memilki cita rasa yang khas dengan
produk olahan kopi seperti ekspreso. Negara importir kopi lebih suka membeli biji
kopi karena masih bias diolah dengan berbagai produk olahan lainnya yang
dapat memenuhi bahan baku produksi kopi mereka. Dalam mekanisme distribusi
kopi kekonsumen Indonesia memiliki dua kelemahan yakni kualitas yang masih
kalah dari Brazil dan Vietnam serta dalam kerja sama internasional Vietnam
memiliki keunggulan kerja sama dengan Uni Eropa. Artinya meskipun Indonesia
merupakan salah satu Negara eksportir kopi terbesar tetapi Indonesia belum
memiliki keunggulan kompatatif (purnamasari, hanani, dan huang, 2014) Menurut
Purnamasari, etc: Penyebab dari rendahnya kualitas ekspor kopi di Indonesia
karena 90% kopi yang dijual berupa green-coffee. Selain itu menurut Siregar,
2009 dalam purnamasari 2014, sebagian besar petani kopi Indonesia merupakan
petani kecil dengan skill terbatas yang membuat kebanyakan petani kopi
Indonesia memanen kopi saat masih hijau. Selain itu, kopi tidak mencapai kadar
air yang dianjurkan (12.5%) sehingga banyak kopi yang berjamur dan pecah
akibat penggunaan alat pengupas yang tidak bagus. Kualitas bahan baku yang
kurang baik mengurangi tingkat kepercayaan konsumen dalam mengkonsumsi
produk olahan kopi.
Berdasarkan pernyataan para pelaku industri hilir kopi diketahui bahwa masalah
utama dari lambannya pengembangan industri hilir kopi di Indonesia yakni:
1. masalah dalam menembus jaringan pasar ekspor produk hilir kopi; 2
2. kurangnya keterdiaan sarana dan prasarana;

3. adanya

hambatan

dalam

peraturan

khususnya

perpajakan dan perdagangan;
4. kurangnya motivasi dari pengusaha;
5. kekurangan modal;
6.
teknologi pengolahan dan pengemasan

yang

ketenagakerjaan,

belum

dikuasai

sepenuhnya; dan
7. kualitas SDM untuk pemasaran produk hilir yang belum memadai.
Dalam menembus pasar ekspor dunia perlu kerja sama internasional yang
dilakukan Negara untuk menjamin pemenuhan suplai kopi dengan produk
olahan. Jaringan kerja sama internasional akan mempermudah produk masuk
kesuatu Negara, contohnya Vietnam lebih mudah masuk psar Uni eropa
dibanding Indonesia dan Indonesia lebih mudah masuk ke jepang hingga
menjadikan Indonesia sebagai eksportir kopi terbesar dijepang. Sarana
prasarana dalam pengembangan industir hilir masih sangat minim. Tidak hanya
kopi industri hilir karet nasional hanya mampu menampung 15% dari total
produksi hasil karet nasional. Agroindustri lebih efektif jika dikembangkan dekat
dengan bahan baku, artinya daerah yang telah menghasilkan kopi unggulan dan
memiliki

potensi

untuk

dikembangkan.

Jangkauan

industri

dalam

mendistribusikan dan membeli alat menjadi kendala hingga meghambat
perkembangan industri.
Peraturan tentang pajak, ketenaga kerjaan, dan perdagangan yang belum
mampu melindungi pengusaha membuat agroindustri ini kurang diminati oleh
pengusaha karena ketidakpastian yang tinggi. Sehingga menurunkan motivasi
pengusaha untuk mengolah kopi menjadi produk yang bernilai. Teknologi
pengolahan kopi yang belum dikuasai menjadi kendala lainnya dan di dukung
dengan kualitas sumber daya manusia yang belum mampu memenuhi spesifikasi
standar.

BAB 4. PENUTUP

KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Indonesia
belum sepenuhnya mampu mengekspor kopi dalam bentuk selain biji kopi.
Sebab, sumber daya manusia yang belum mumpuni serta mesin yang belum
mendukung

dalam

proses

pengolahan

yang

sesuai

dengan

standart

internasional. Oleh karena itu pemerintah juga harus memberikan perhatian
lebih terhadap para pengusaha kopi, agar produk dari olahan kopi juga dapat
diterima oleh masyarakat dunia.

DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Hasibuan, Akhmaludin. 2012. Manajemen perubahan, membalik arah menuju
usaha perkebunan yang tangguh melalui strategi optimalisasi efisiensi.
Yogyakarta: Andi Offset.
Rahardjo, Puji. 2012. Kopi. Jakarta: Penebar Swadaya
Soesastro, hadi. Aida. Triaswati. 2005. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di
Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir. Yogyakarta: Kanisius.

Jurnal:
European Commission. 2009. Competitiveness Developments within the Euro
Area. Quarterly Report on the Euro Area, Vol. 8 No. 1.
Dradjat Bambang, Adang Agustian, dan Ade Supriatna. 2007. Ekspor dan Daya
Saing Kopi Biji Indonesia di Pasar Internasional: Implikasi Strategis Bagi
Pengembangan Biji Organik. Vol 23 No. 2: 165-167.
Purnamasari, Hanani, Dan Huang, 2014. Analisis Daya Saing Ekspor Kopi
Indonesia Di Pasar Dunia (The Competitiveness Analysis Of Indonesian Coffee
Export In The World Market). Agrise. Vol 14 No. 1

Internet:
Food and Agriculture Organization. 2012. Production and Trade.Faostat.org.
http://www.fao.org
International Trade Centre. 2012. Market Data and Information. ITC for
Exporter. http://www.intracen.org
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:
41/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG KETENTUAN EKSPOR KOPI DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK
INDONESIA.
http://www.aeki-aice.org/page/industri-kopi/id. Diakses pada tanggal 8 Maret
2016

https://core.ac.uk/download/files/379/11728540.pdf. Diakses pada tanggal 8
Maret 2016