BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Disentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

  Teori yang akan dikemukakan adalah merupakan dasar dalam perumusan hipotesis dan landasan dalam melakukan analisis penelitian ini. Landasan teori ini akan membahas mengenai desentralisasi fiskal di Indonesia, hubungan antara desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi, penerimaan daerah (komponen desentralisasi fiskal), dana perimbangan,serta kemandirian fiskal.

  Membandingkan hasil-hasil penelitian sejenisnya atau yang memiliki tema hampir sama secara empiris, maka dilengkapi juga dengan beberapa penelitian terdahulu tentang desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi. Penelitian-penelitian tersebut kemudian digunakan menjadi acuan serta pembanding dalam penelitian ini.

2.1.1 Disentralisasi Fiskal di Indonesia

  Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.Salah satu tujuan desentralisasi dan otonomi daerah adalah untuk menjadikan pemerintah lebih dekat dengan rakyatnya, sehingga pelayanan pemerintah dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa pemerintah kabupaten dan kota memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai kebutuhan dan aspirasi masyarakat mereka dari pada pemerintah pusat.

  Desentralisasi terfokus pada tingkat kabupaten dan kota. Kedua pemerintahan tersebut berada pada level ketiga setelah pemerintah pusat dan provinsi. Beberapa pengamat menyarankan bahwa desentralisasi harus dilaksanakan pada tingkat provinsi karena provinsi dianggap memiliki kapasitas yang lebih besar untuk menangani seluruh tanggung jawab yang dilimpahkan dari pada kabupaten dan kota.

  Terdapat beberapa alasan untuk mempunyai sistem pemerintahan yang terdesentralisasi : (1) Representasi demokrasi, untuk memastikan hak seluruh warga negara untuk berpartisipasi secara langsung pada keputusan yang akan mempengaruhi daerah. (2) Tidak dapat dipraktekkannya pembuatan keputusan yang tersentralisasi, adalah tidak realistis pada pemerintahan yang sentralistis untuk membuat keputusan mengenai semua pelayanan rakyat seluruh negara, terutama pada negara yang berpenduduk besar seperti Indonesia.

  (3) Pengetahuan lokal (local knowledge), mereka yang berada pada daerah lokal mempunyai pengetahuan yang lebih banyak mengenai kebutuhan lokal, prioritas, kondisi, dll. (4) Mobilitas sumber daya, mobilitas pada bantuan dan sumber daya dapat di fasilitasi dengan hubungan yang lebih erat di antara populasi dan pembuat kebijakan pada tingkat lokal. Menurut pasal 14 UU No. 32 tahun 2004, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi:

  a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;

  b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

  c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

  d. penyediaan sarana dan prasarana umum;

  e. penanganan bidang kesehatan;

  f. penyelenggaraan pendidikan;

  g. penanggulangan masalah sosial;

  h. pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang- undangan.

  Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

  Pada hakekatnya, terdapat tiga prinsip dalam implementasi otonomi daerah di Indonesia, yaitu:

  1. Desentralisasi, yaitu adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada kabupaten/kota sehingga otonomi lebih dititikberatkan pada daerah tersebut.

  2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

  3. Tugas pembantuan, adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa dan pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

  Prinsip-prinsip untuk melaksanakan desentralisasi fiskal, yaitu :

  1. Desentralisasi fiskal adalah sebuah sistem yang komprehensif yang melibatkan level pemerintahan dan mendukung desentralisasi secara umum.

  2. Prinsip money follow function, dimana pelimpahan wewenang harus diikuti dengan anggaran yang memadai untuk melaksanakan wewenang tersebut.

  3. Adanya kemampuan yang kuat untuk memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan desentralisasi dari pemerintah pusat.

  4. Harus memperhatikan karakteristik dan kemampuan masing-masing daerah dalam memberikan wewenang.

  5. Harus ada taxing power yang kuat dari pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas-tugas desentralisasi.

  6. Pemerintah pusat harus konsisten dalam melaksanakan desentralisasi dan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya.

  7. Dibuat sesederhana mungkin dengan formula yang tidak rumit terutama dalam pelimpahan wewenang.

  8. Desain dana perimbangan harus sesuai dengan tujuan dari desentralisasi fiskal.

  9. Desentralisasi fiskal harus memperhatikan keperntingan-kepentingan dari tiap level pemerintahan agar tidak terjadi tumpang tindih tugas dan wewenang.

  10. Sistem yang dikembangkan dalam dana perimbangan bisa disesuaikan dengan perkembangan yang ada.

  11. Harus ada daerah yang sukses dan menjadi daerah percontohan untuk pelaksanaan desentralisasi fiskal.

  Dari beberapa uraian di atas, desentralisasi fiskal adalah sebagai konsekuensi dari adanya pelimpahan wewenang sehingga daerah juga lebih leluasa untuk mendapatkan anggaran lebih untuk melaksanakan tugas desentralisasi.Menurut Tausikal (2008 : 145) “Pemerintah daerah dalam meningkatkan anggaran bisa melalui optimalisasi penerimaan daerah sendiri dan transfer dana perimbangan dari pemerintah pusat”.

2.1.2Hubungan Desentralisasi Fiskal dengan Pertumbuhan Ekonomi

  Landasan konsep desentralisasi fiskal, bahwa dengan adanya pelimpahan wewenang akan meningkatkan kemampuan daerah dalam melayani kebutuhan barang publik dengan lebih baik dan efisien. Kondisi peningkatan pelayanan barang publik ini dalam kaitannya hubungan antar daerah otonom akan memberikan kondisi kompetisi persaingan antar kabupaten/kota untuk memaksimalkan kepuasan bagi masyarakat.

  Penyebab mendasar dari peningkatan kemampuan tersebut adalah karena pemerintah daerah dipandang lebih mengetahui kebutuhan dan karakter masyarakatnya, sehingga program-program dari kebijakan pemerintah akan lebih efektif untuk dijalankan.

  Adanya kebijakan desentralisasi fiskal, secara tidak langsung memunculkan kompetisi antar daerah otonom dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dimana daerah dengan pelayanan yang baik akan memaksimalkan utilitas masyarakat.Desentralisasi fiskal akan memunculkan kompetisi atau persaingan antar daerah yang pada akhirnya akan meningkatkan kesamaaan pandangan antara apa yang diharapkan oleh masyarakat dengan program yang dilakukan oleh pemerintah daerahnya.

  Tingkat kemajuan ekonomi merupakan outcome dari kesesuaian preferensi masyarakat dengan pemerintah daerah yang tercipta karena makin pentingnya peran pemerintah daerah dalam otonomi daerah.Secara teori, desentralisasi fiskal di perkirakan akan memberikan peningkatan ekonomi mengingat pemerintah daerah mempunyai kedekatan dengan masyarakatnya dan mempunyai keunggulan informasi dibanding pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah dapat memberikan pelayanan publik yang benar-benar dibutuhkan di daerahnya. Tanggung jawab fiskal yang semakin besar oleh Pemda dapat menstimulus pembangunan.Hal ini akan berdampak pada hubungan positif yang akan terjadi antara pendelegasian fiskal yang semakin besar dengan tingkat kesejahteraan penduduk di daerah. Adanya desentralisasi fiskal akan berpotensi memberikan kontribusi dalam bentuk peningkatan efisiensi pemerintahan dan laju pertumbuhan ekonomi.

2.2Pendapatan Asli Daerah (PAD)

  Wujud dari pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah pemberian sumber- sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan potensinya masing-masing.Pendapatan Asli Daerah dalam Halim (2004 : 67) adalah “semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah”. PAD mencerminkan local taxing power yang “cukup” sebagai necessary

  

condition bagi terwujudnya otonomi daerah yang luas karena nilai dan

  proporsinya yang cukup dominan utuk mendanai daerah. Secara teoritis pengukuran kemandirian daerah diukur dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).

  Penerimaan Pendapatan Asli Daerah dalam Andirfa (2009 : 4) merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam.

  Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Identifikasi sumber Pendapatan Asli Daerah adalah : meneliti, menentukan dan menetapkan mana sesungguhnya yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah dengan cara meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil yang maksimal. Sedangkan Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh Pemerintah Daerah.

  Pendapatan asli daerah terdiri dari:

  a. hasil pajak daerah,

  b. hasil retribusi daerah,

  c. hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan milik daerah yang dipisahkan.

  d. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

2.2.1 Pajak Daerah

  Pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk investasi publik.Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan sebagai badan hukum publik dalam rangka membiayai rumah tangganya. Dengan kata lain pajak daerah adalah :pajak yang wewenang pungutannya ada pada daerah.Pajak Daerah dalam Halim(2004 : 67) merupakan

  Pendapatan daerah yang berasal dari pajak.Dapat dilihat bahwa kode rekening pendapatan dibedakan untuk Provinsi dan untuk Kabupaten/Kota. Hal ini terkait dengan Pendapatan Pajak yang berbeda bagi Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan Undang- Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

2.2.2 Retribusi Daerah

  Retribusi adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya restribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah baik secara langsung maupun tidak langsung oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyaraakat, sehingga keluasan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat.Retribusi Daerah dalam Halim (2004 : 67) merupakan “pendapatan daerah yang berasal dari retribusi daerah, dapat dilihat bahwa Pendapatan Retribusi juga berbeda untuk Provinsi dan untuk Kabupaten/Kota terkait dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000”.

  Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan.

  Beberapa ciri-ciri retribusi yaitu :

  1. Retibusi dipungut oleh negara,

  2. Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis,

  3. Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk,

  4. Retribusi yang dikenakan kepada setiap orang / badan yang menggunakan / mengenyam jasa-jasa yang disediakan oleh negara.

  Dari uraian diatas dapat kita lihat pengelompokan retribusi yang meliputi :

  1. Retribusi jasa umum, yaitu: retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan,

  2. Retribusi jasa usaha, yaitu: retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemda dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya disediakan oleh sektor swasta.

2.2.3 Perusahaan Daerah

  Menggali sumber pendapatan daerah dapat dilakukan dengan berbagai cara, selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah yang sangat penting dan selalu mendapat perhatian khusus adalah perusahaan daerah.

  1. Perusahaan Daerah adalah kesatuan produksi yang bersifat:

  a. memberi jasa,

  b. menyelenggarakan pemanfaatan umum, c. memupuk pendapatan.

  2. Tujuan perusahaan daerah untuk turut serta melaksanakan pembangunan daerah khususnya dan pembangunan kebutuhan rakyat dengan menggutamakan industrialisasi dan ketentraman serta ketenangan kerja menuju masyarakat yang adil dan makmur.

  3. Perusahaan daerah bergerak dalam lapangan yang sesuai dengan urusan rumah tangganya menurut perundang-undangan yang mengatur pokok-pokok pemerintahan daerah.

  4. Cabang-cabang produksi yang penting bagi daerah dan mengusai hajat hidup orang banyak di daerah, yang modal untuk seluruhnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan.

2.2.4 Pendapatan Asli Daerah yang Sah

  Pendapatan Asli Daerah yang Sah menurut Halim (2007 : 98) merupakan “penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemda.

  Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah selain yang disebut dalam Hasil Pengolahan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan”.

  Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan, terdapat pula sumber-sumber pendapatan lainnya, yaitu penerimaan lain- lain yang sah.Kelompok penerimaan lain-lain dalam pendapatan daerah Tingkat II mencakup berbagai penerimaan kecil-kecil, seperti hasil penjualan alat berat dan bahan jasa.Penerimaan dari swasta, bunga simpanan giro dan Bank serta penerimaan dari denda kontraktor.Namun walaupun demikian sumber penerimaan daerah sangat bergantung pada potensi daerah itu sendiri.

2.3 Dana Perimbangan

  Dana perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan antar pemerintah daerah pengembangan ekonomi lokal.Dana Perimbangan dalam Halim (2004 : 69) merupakan dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Kelompok Pendapatan berupa Dana Perimbangan ini digolongkan menjadi 3 Jenis Pendapatan (untuk Provinsi) dan menjadi 4 jenis pendapatan (untuk Kabupaten/Kota), yakni Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Bagi Hasil pajak dan bantuan keuangan dari Provinsi (untuk Kabupaten/Kota). Adapun jenis-jenis dana perimbangan adalah sebagai berikut :

2.3.1 Dana Bagi Hasil (DBH)

  Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, misalnya dana bagi hasil pajak (DBHP) dan dana bagi hasil bukan pajak (DBHBP). Dana bagi hasil dibagi berdasarkan persentase tertentu bagi pemerintah pusat dari eksploitasi sumber daya alam seperti minyak dan gas, pertambangan dan kehutanan yang dibagi dalam porsi yang bervariasi antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota. Penerimaan yang di bagi hasilkan terdiri atas :

  1. Penerimaan Pajak :

  a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

  b. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

  c. PPh Orang Pribadi

  2. Penerimaan Bukan Pajak :

  a. Sektor Kehutanan

  b. Sektor Pertambangan Umum

  c. Sektor Minyak Bumi dan Gas Alam

  d. Sektor Perikanan

2.3.2 Dana Alokasi Umum (DAU)

  DAU dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di Daerah tertentu yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah.

  Dana Alokasi Umum dalam Nordiawan dkk(2008 : 56) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU dialokasikan untuk provinsi dan kabupaten/kota.Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan dalam APBN, DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar.Celah fiskal adalah selisih antara kebutuhan fiskal dan kepastian fiskal, sedangkan alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah.

  Dana Alokasi Umum merupakan block grants yang diberikan kepada semua kabupaten/kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara kapasitas dan kebutuhan fiskalnya, dan didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa daerah miskin dan terbelakang harus menerima lebih banyak daripada daerah kaya. Dengan kata lain, tujuan penting alokasi DAU adalah dalam rangka pemerataan kemampuan penyediaan pelayanan publik antara pemerintah daerah. Secara definisi, DAU dapat diartikan dalam Maryati (2010 : 69) sebagai berikut :

  1. Salah satu komponen dari dana perimbangan pada APBN, yang mengalokasikan didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal atau celah fiskal (fiscal Gap), yaitu selisih antara kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal.

  2. Instrumen untuk mengatasi horizontal balance, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah dimana penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah .

  3. Equalization grant, yaitu berfungsi untuk menentralisasi ketimpangan kemampuan keuangan dengan adanya PAD, Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil SDA yang diperoleh Daerah.

  Dana Alokasi Umum berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan.Sejak akhir dekade 1950-an, dalam literature ekonomi dan keuangan daerah, hubungan pendapatan dan belanja daerah didiskusikan secara luas, serta berbagai hipotesis tentang hubungan ini diuji secara empiris.

  Pemerintah Daerah sangat bergantung pada dana perimbangan dari Pemerintah Pusat berupa bagi hasil pajak, bagi hasil SDA, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum yang merupakan penyangga utama pembiayaan APBD sebagian besar terserap untuk belanja pegawai, sehingga belanja untuk proyek-proyek pembangunan menjadi sangat berkurang.Kendala utama yang dihadapi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonomi daerah adalah minimnya pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).

  Proporsi PAD yang rendah, di lain pihak, juga menyebabkan Pemerintah Daerah memiliki derajat kebebasan rendah dalam mengelola keuangan daerah. Sebagian besar pengeluaran, baik langsung maupun tidak langsung, dibiayai dari dana perimbangan, terutama dana alokasi umum. Alternatif jangka pendek peningkatan penerimaan Pemerintah Daerah adalah menggali dari PAD. Aryanto (2011 : 12)

  Pungutan pajak dan retribusi daerah yang berlebihan dalam jangka panjang dapat menurunkan kagiatan perekonomian, yang pada akhirnya akan menyebabkan menurunnya PAD. Pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan bagian dari Dana Bagi Hasil yang terdiri dari Pajak dan sumber daya alam. Disamping dana perimbangan tersebut, Pemerintah Daerah mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain pendapatan. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah.

  Seharusnya dana transfer dari Pemerintah Pusat diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Kebijakan penggunaan dana tersebut sudah seharusnya pula secara transparan dan akuntabel.

  Transfer dari Pemerintah Pusat merupakan sumber pendanaan utama Pemerintah Daerah untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari, yang oleh Pemerintah Daerah “dilaporkan” di perhitungan APBD. Tujuan dari transfer ini dalam Rudi (2011 : 12) adalah untuk mengurangi (kalau tidak mungkin menghilangkan) kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri.

2.3.3 Dana Alokasi Khusus (DAK)

  DAK ditujukan untuk daerah khusus yang terpilih untuk tujuan khusus, karena itu alokasi yang didistribusikan oleh pemerintah pusat sepenuhnya merupakan wewenang pusat untuk tujuan nasional khusus.Dana Alokasi Khusus menurut Nordiawan (2008 : 58) adalah “dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan perioritas nasional”.

  Kebutuhan khusus dalam DAK meliputi:

  1. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik daerah terpencil yang tidak mempunyai akses yang memadai ke daerah lain.

  2. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah yang menampung transmigrasi.

  3. Kebutuhan prasaran dan sarana fisik yang terletak di daerah pesisir/kepulauan yang kurang memadai.

  4. Kebutuhan sarana dan prasarana fisik di daerah guna mengatasi dampak kerusakan lingkungan.

  Dana Alokasi Khusus adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. Dana Alokasi Khusus merupakan bagian dari dana perimbangan. Dana Alokasi Khusus dapat dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu untuk membantu membiayai kebutuhan khusus, dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN. Yang dimaskudkan sebagai daerah tertentu adalah daerah-daerah yang mempunyai kebutuhan yang bersifat khusus. Pengalokasian Dana Alokasi Khusus memperhatikan ketersediaan dana dalam APBN berarti bahwa besaran Dana Alokasi Khusus tidak dapat dipastikan setiap tahun.

  Dana Alokasi Khusus digunakan khusus untuk membiayai investasi pengadaan dan atau peningkatan prasarana dan sarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang.Dalam keadaan tertentu Dana Alokasi Khusus dapat membantu biaya pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana tertentu untuk periode terbatas, tidak melebihi 3 (tiga) tahun.

  2.3.4 Pinjaman Daerah

  Membiayai kebutuhan daerah berkaitan dengan penyediaan prasarana yang dapat menghasilkan (pengeluaran modal), daerah juga dapat melakukan pinjaman baik dari dalam negeri (Pusat dan Lembaga Keuangan) maupun dari luar negeri dengan persetujuan Pusat.

  2.3.5 Lain-Lain Pendapatan

  Lain-lain pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan dana darurat. Hibah kepada daerah, yang bersumber dari luar negeri, dilakukan melalui pemerintah (pusat). Pemerintah mengalokasikan dana darurat yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak (bencana nasional dan atau peristiwa luar biasa) yang tidak dapat diatasi oleh daerah dengan menggunakan sumber APBD.

2.4 Kemandirian Fiskal Indikator kemandirian fiskal dikenal dengan namaautonomy indicator.

  Indicator ini mengatur otonomi (tingkat kemandirian fiskal) dari pemerintah daerah. Sebagai contoh, jika persentase pendapatan atau belanja pemerintah daerah adalah kecil dibandingkan dengan total pendapatan atau belanja Negara, maka tingkat kemandirian daerah tersebut dinilai tinggi jika semua kebutuhan fiskal dibiayai oleh pemerintah daerah sendiri, dalam hal pemerintah tersebut menerapkan kebijakan desentralisasi fiskal.

  Kebutuhan Fsikal dalam Nordiawan (2008 : 56) merupakan kebutuhan pendanaaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum (antara lain kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan pengentasan kemiskinan). Setiap kebutuhan pendanaan tersebut diukur secara berturut- turut menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, PDRB, dan IPM, sedangkan kepastian fiskal daerah dihitung berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil.

  Kemandirian fiskal dapat diukur dengan indicator otonomi yang terdiri atas berbagai ukuran kemandirian fiskal.Salah satu argumen yang mendasari penggunaan indicator ini adalah suatu daerah dapat memperoleh dana perimbangan yang kecil dari pemerintah pusat, namun pendelegasian fiskal di daerah tersebut akan dipandang cukup tinggi apabila pemerintah daerah mampu mendanai pengeluaran dengan PAD yang dimilikinya. Proxy level kemandirian fiskal dapat dijelaskan dengan rasio antara lain :

  1. Rasio total PAD seluruh kabupaten di suatu propinsi terhadap total pendapatan, baik yang memperhitungkan DAU dan DAK.

  2. Rasio total PAD seluruh kabupaten/kota di suatu propinsi terhadap total pendapatan, tanpa memperhitungkan DAU dan DAK.

  3. Rasio PAD terhadap total pengeluaran.

  4. Rasio PAD terhadap dana perimbangan.

  Rasio PAD terhadap total pengeluaran menyajikan tingakt independensi suatu daerah dalam membiayai pengeluaran APBD. Semakin besar rasio PAD terhadap total penegluaran semakin besar pula tingkat otonomi di daerah tersebut. “Semakin besar PAD yang diterima pemerintah daerah maka ketergantungan terhadap pemerintah pusat seyogianya kian mengecil sehingga derajat disentralisasi fiskal semakin baik”. Setiyawati (2007 : 211)

  DJPK dalam Deskripsi dan Analisis APBD 2011 menjelaskan bahwa kemandirian fiskal dapat diketahui melalui rasio kemandirian daerah yang dicerminkan oleh rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap total pendapatan, serta rasio transfer terhadap total pendapatan.Dua rasio tersebut memiliki sifat berlawanan, yaitu semakin tinggi rasio PAD semakin tinggi kemandirian daerah dan sebaliknya untuk rasio transfer.

2.5 Pertumbuhan Ekonomi

  Pertumbuhan ekonomi menerangkan atau mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian.Dalam kegiatan ekonomi yang sebenarnya pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan ekonomi fiskal yang terjadi di suatu negara, seperti pertambahan jumlah dan produksi barang industri, perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah, pertambahan produksi kegiatan ekonomi yang sudah ada, dan berbagai perkembangan lainnya.

  Pertumbuhan ekonomi dalam James (2010 : 16) adalah “perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat”. Ukuran yang sering di gunakan dalam menghitung pertumbuhan ekonomi adalah Produk Domestik Bruto (PDB).

  Terdapat tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa, yaitu :

  1. Akumulasi Modal

  2. Pertumbuhan Penduduk

  3. Kemajuan teknologi

  Proses pertumbuhan akan terjadi secara simultan dan memiliki hubungan keterkaitan antara satu dengan yang lain. Timbulnya peningkatan kinerja pada suatu sektor akan meningkatkan daya tarik bagi pemupukan modal, mendorong kemajuan teknologi, meningkatkan spesialisasi dan memperluas pasar. Hal ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi semakin pesat. pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output dalam jangka panjang. Pemakaian indikator pertumbuhan ekonomi akan dilihat dalam kurun waktu yang cukup lama, misalnya sepuluh, duapuluh, lima puluh tahun atau bahkan lebih. Pertumbuhan ekonomi akan terjadi artinya harus berasal dari kekuatan yang ada di dalam perekonomian itu sendiri.

  Pertumbuhan ekonomi adalah proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riel. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuahn output riel. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan taraf hidup diukur dengan output riel per kapita. Karena itu, pertumbuhan ekonomi terjadi bila tingkat kenaikan output riel total lebih besar daripada tingkat pertambahan penduduk.

  Ada beberapa sumber strategis dan dominan yang menentukan pertumbuhan ekonomi tergantung pada bagaimana kita mengklasifikasikan.Salah satu klasifikasinya adalah faktor-faktor fisik dan faktor-faktor manajemen yang mempengaruhi penggunaan sumber-sumber tersebut. Meskipun dipunyai sumber dominan untuk pertumbuhan yang kuantitasnya cukup banyak serta dengan kualitas cukup tinggi tetapi bila manajemen penggunaannya tidak menunjang maka laju pertumbuhan ekonomi akan rendah.

  2.6 Pengaruh Pendapatan Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi

  Peningkatan PAD sebenarnya merupakan akses dari Pertumbuhan Ekonomi.Daerah yang Pertumbuhan Ekonominya positif mempunyai kemungkinan mendapatkan kenaikan PAD.Dari perspektif ini seharusnya Pemerintah Daerah lebih berkosentrasi pada pemberdayaan kekuatan ekonomi lokal untuk menciptakan Pertumbuhan Ekonomi daripada sekedar mengeluarkan produk perundang-undangan terkait dengan pajak dan retribusi daerah. Pertumbuhan Ekonomi merupakan meningkatnya tingkat kegiatan ekonomi pada suatu daerah yang kemudian akan berdampak pada tingkat kemakmuran dan Kemandirian Daerah. Pertumbuhan inidalam akan terjadi apabila masing-masing aspek dalam suatu daerah bekerjasama dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi seperti contoh dengan meningkatkan investasi maka secara langsung juga akan meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi. Setiyawati (2007 : 214)

  2.7 Tinjauan Penelitian Terdahulu

1. Mochamad Rizky Azzumar (2011)

  Penelitian yang dilakukan oleh Mochamad Rizky Azzumar ingin melihat Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Investasi Swasta, Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2005-2009 (Studi Kasus Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah).Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder yaitu berupa data panel (pooling data) atau data longitudinal. Penelitian ini seluruhnya menggunakan data sekunder dari 35 Kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2009.Penelitian ini menggunakan alat pengolahan data dengan menggunakan Eviews 6.Untuk mengetahui besarnya pengaruh dari suatu variabel bebas (independent variable) terhadap variabel terikat (dependent

  

variable ) maka penelitian ini menggunakan model regresi linear berganda

  (Multiple Linier Regression Method) dengan metode kuadrat terkecil atau

  

Ordinary Least Square (OLS).Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa dari hasil

  estimasi regresi yang sudah dilakukan diketahui bahwa variabel pendapatan asli daerah dan tenaga kerja secara signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah sedangkan dana perimbangan dan investasi swasta tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan yaitu bagi pemerintah daerah agar lebih mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambah aset tetap seperti peralatan, bangunan, infrastruktur dan harta tetap lainnya.

2. Ardi Hamzah (2009)

  Penelitian ini mempelajari hubungan antara pengaruh PendapatanAsli Daerah, Dana Perimbangan dan Belanja Publik Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Pengangguran: Pendekatan Analisis Jalur (Studi Pada 38 Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Timur Periode 2001-2006) Penelitian ini menggunakan sample pada 38 daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

  Kesimpulan dalam penelitian ini adalah PAD dan Dana Perimbangan secara langsung dan tidak langsung melalui Belanja Publik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Publik secara langsung tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan secara tidak langsung melalui Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan dan penggangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi secara langsung berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan tetapi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penggangguran.

  3. Indriasari Kusumadewi (2010)

  Penelitian mengenai Pengaruh Dana perimbangan, Investasi swasta, dan Tenaga Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi yang dilakukan oleh Kusumadewi menyimpulkan bahwa dana perimbangan, investasi swasta, dan tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dalam penelitian ini dinyatakan bahwa hubungan antara dana perimbangan dengan pertumbuhan ekonomi provinsi tergolong kecil. Hal ini disebabkan karena pemerintah daerah provinsi dirasa kurang tepat dalam menempatkan dana sehingga tidak menciptakan efek multiplier untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Investasi swasta dan tenaga kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di tingkat provinsi akan tetapi masih dibutuhkan upaya-upaya dalam peningkatan kualitas dan kinerjanya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi.

  4. Maolana Amin Iskandar (2012)

  Penelitian yang dilakukan oleh Maolana Amin Iskandar adalah Pengaruh Belanja Modal, Dana Perimbangan dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi Empiris Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Periode 2006-2010). Populasi dalam penelitian ini adalah kabupaten dan kota di Pulau Jawa, data yang digunakan adalah selama lima tahun.

  Penelitian ini menggunakan data panel, sehingga masing-masing data akan dianggap satu data terpisah untuk setiap tahunnya.

  Data yang akan dianalisis adalah data yang bersumber dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA) kabupaten/kota periode 2006 sampai dengan 2010 yang dipublikasikan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan. Hasil dari penelitian ini adalah Belanja Modal dan Dana Perimbangan tidak berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah, sementara Kemandirian Fiskal dinilai berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi secara signifikan.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

  Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian

  Mochamad Rizky Azzumar (2011)

  Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Investasi Swasta, Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2005-2009 (Studi Kasus Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah)

  Independent Variable:

  Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Investasi Swasta, Tenaga Kerja

  Dependent Variable:

  Pertumbuhan Ekonomi variabel pendapatan asli daerah dan tenaga kerja secara signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah sedangkan dana perimbangan dan investasi swasta tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

  Ardi Hamzah (2009)

  Pengaruh PendapatanAsli Daerah, Dana Perimbangan dan Belanja Publik Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Pengangguran: Pendekatan Analisis Jalur (Studi Pada 38 Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Timur Periode 2001-2006)

  Independent Variable :

  Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Belanja Publik

  Dependent Variable:

  Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan Pengangguran

  PAD, Dana Perimbangan, dan Belanja Publik baik secara langsung dan tidak langsung tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

  Indriasari Kusumadewi (2010)

  Pengaruh Dana Perimbangan, Investasi Swasta, dan Tenaga Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi

  Independent Variable : Dana

  Perimbangan, Investasi Swasta, Tenaga Kerja

  Dependent Variable :

  Pertumbuhan Ekonomi

  Dana Perimbangan, Investasi Swasta, dan Tenaga Kerja berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Maolana Amin Pengaruh Belanja Independent Belanja Modal Iskandar (2012) Modal, Dana Variable : dan Dana

  Perimbangan dan Belanja Modal, Perimbangan Kemandirian Fiskal Dana tidak berpengaruh terhadap Perimbangan, terhadap Pertumbuhan Kemandirian Pertumbuhan Ekonomi Daerah Fiskal Ekonomi Daerah, (Studi Empiris Pada sementara

  Dependent

  Pemerintah Variable : Kemandirian Kabupaten/Kota di Pertumbuhan Fiskal dinilai Pulau Jawa Periode Ekonomi Daerah berpengaruh 2006-2010). terhadap

  Pertumbuhan Ekonomi secara signifikan.

2.8Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian

2.8.1 Kerangka Konseptual

  Kerangka konseptual merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah penting.Dalam penelitian ini, variabel independen adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Kemandirian Fiskal.Sedangkan variabel dependennya adalah Pertumbuhan Ekonomi.

  Kerangka konseptual penelitian ini digambarkan sebagai berikut: HH

  H1

  Pendapatan Asli Daerah (X1)

  Pertumbuhan

  H2

  Dana Perimbangan Ekonomi (Y)

  (X2)

  H3

  Kemandirian Fiskal (X3)

  H4 Gbr 2.1. Kerangka Konseptual

  Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi sebagai objek utama penelitian dan juga sebagai variabel dependen penelitian. Dan variabel lainnya sebagai variabel independen yakni antara lain : pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan kemandirian fiskal. Pemberlakuan sistem desentralisasi fiskal akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di tingkat daerah. Untuk menunjang hal tersebut pemerintah baik pusat maupun daerah berupaya untuk meningkatkan sumber pendapatan daerah berupa PAD dan Dana Perimbangan.Jika peningkatan PAD berdampak buruk terhadap perekonomian maka belum dapat dikatakan bahwa peningkatan PAD merupakan keberhasilan pembangunan di era desentralisasi fiskal. Untuk itu diperlukan dana perimbangan sebagai penyeimbang dari melemahnya jumlah PAD yang dihasilkan. Faktor-faktor lainnya seperti kemandirian fiskal juga merupakan faktor pendorong pertumbuhan ekonomi.

  Desentralisasi fiskal diharapkan mampu membawa dampak positif terhadap pelaksanaan pembangunan yang dahulunya bersifat sentralistik.Maka dari itu penetapan kebijakan desentralisasi fiskal menjadi momentum bagi masyarakat dan pemerintah di pusat maupun di daerah untuk memperbaiki sistem pengelolaan pendanaan daerah yang lebih proporsional dan merata disetiap daerah khususnya daerah provinsi Sumatera Utara sebagai objek penelitian.

2.8.2 Hipotesis Penelitian

  Hipotesis menyatakann hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan proposisi yang dapat diuji secara empiris.Hipotesis dikembangkan dari telaah teoritis sebagai jawaban sementara dari masalah atau pertanyaan penelitian yang memerlukan pengujian secara empiris.Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

  1. Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara parsial terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

  2. Dana Perimbangan berpengaruh secara parsial terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

  3. Kemandirian Fiskal berpengaruh secara parsial terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

  4. Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Kemandirian Fiskal berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Pemberitaan Konflik Basuki Tjahaja Purnama Dengan DPRD DKI Jakarta di Harian Sinar Indonesia Baru

0 0 7

Pemberitaan Konflik Basuki Tjahaja Purnama Dengan DPRD DKI Jakarta di Harian Sinar Indonesia Baru

0 0 17

Pengaruh Profitabilitas dan Nilai Pasar terhadap Harga Saham dengan Struktur Modal sebagai Variabel Pemoderasi pada Perusahaan Property, Real Estate dan Building Construction yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teoritis 2.1.1. Signalling Theory - Pengaruh Profitabilitas dan Nilai Pasar terhadap Harga Saham dengan Struktur Modal sebagai Variabel Pemoderasi pada Perusahaan Property, Real Estate dan Building Construction yang T

0 0 33

Pengaruh Profitabilitas dan Nilai Pasar terhadap Harga Saham dengan Struktur Modal sebagai Variabel Pemoderasi pada Perusahaan Property, Real Estate dan Building Construction yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka - Pengaruh Struktur Modal, Kinerja Keuangan, Pertumbuhan Perusahaan, dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan (Studi pada Perusahaan Manufaktur Sektor Consumer Goods yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesi

0 0 22

Pengaruh Struktur Modal, Kinerja Keuangan, Pertumbuhan Perusahaan, dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan (Studi pada Perusahaan Manufaktur Sektor Consumer Goods yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013)

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Informasi Laporan Keuangan - Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio Leverage, Rasio Profitabilitas, Rasio Aktivitas, Price Earnings Ratio, dan Dividend Yield Terhadap Return Saham Pada Perusahaan LQ4

0 0 26

BAB III - Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio Leverage, Rasio Profitabilitas, Rasio Aktivitas, Price Earnings Ratio, dan Dividend Yield Terhadap Return Saham Pada Perusahaan LQ45 Yang Terdaftar di BEI Tahun 2010-2013

0 0 18

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Disentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2012

0 0 24