BAB I PENDAHULUAN - Kualitas Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum dr. G. L. Tobing PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

  Pelayanan publik merupakan jenis pelayanan yang diberikan pemerintah kepada rakyat atas dasar kepentingan umum. Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan keperluan individu atau sekelompok orang yang mempunyai kepentingan pada suatu instansi sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Pemberi pelayanan adalah tugas dari pemerintah yang diberikan kepada masyarakat, yang berarti pemerintah dalam hal ini bukanlah melayani dirinya sendiri atau sebaliknya dilayani oleh rakyat, tetapi pemerintah adalah “pelayan rakyat”. Pelayanan publik oleh pemerintah (birokrasi) adalah salah satu bentuk perwujudan dari fungsi aparatur Negara sebagai abdi masyarakat disamping sebagai abdi Negara.

  Pelayanan publik yang diberikan pemerintah kepada masyarakat haruslah tanpa memandang status, pangkat, golongan dari masyarakat, dan semua warga masyarakat mempunyai hak yang sama terhadap pelayanan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan demikian, untuk mengatur tentang pelaksanaan pelayanan publik tersebut, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik . Pelayanan publik (public service) adalah suatu pelayanan atau pemberian terhadap masyarakat yang berupa penggunaan fasilitas – fasilitas umum, baik jasa maupun non jasa yang dilakukan oleh organisasi public. Dalam hal ini adalah suatu pemerintahan. Dalam pemerintahan pihak yang memberikan pelayanan adalah aparatur pemerintah beserta segenap kelengkapan kelembagaannya

  Pelayanan kesehatan merupakan salah satu bagian dari pelayanan publik yang diberikan pemerintah kepada masyarakat, yang mencakup pada penyediaan sarana dan prasarana kesehatan, dan akses yang mempermudah bagi masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan tersebut. Hal ini dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tentang Kesehatan. Dalam hal ini, pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab penuh terhadap seluruh perbekalan kesehatan yang diperlukan dalam upaya penyelenggaraan kesehatan, yang mencakup tenaga ahli di bidang kesehatan, fasilitas, termasuk teknologi yang mendukung, serta obat-obatan bagi pelayanan kesehatan.

  Untuk penyelenggaran pelayanan kesehatan menurut Soekidjo Notoatmodjojo, dilakukan oleh pihak pemerintah dan swasta yang merupakan pihak yang sekaligus menyediakan fasilitas kesehatan mencakup Rumah Sakit, Puskesmas, Poliklinik, Rumah Bersalin dan lain sebagainya. (Notoatmodjojo. 2003:25).

  Fungsi utama pemerintah daerah adalah penyediaan pelayanan publik bagi masyarakat daerah bersangkutan. Oleh sebab itu optimalisasi pelayanan publik yang efisien dan efektif menjadi perhatian utama pemerintah daerah agar dapat menyajikan pelayanan publik yang prima bagi masyarakat. Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan salah satu cara yang ditempuh untuk mendorong pemerintah daerah melakukan pelayanan publik yang tepat bagi masyarakat, dan sekaligus mendorong masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap kinerja pemerintah di bidang pelayanan publik.

  Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Sesuai dengan amanat Pasal 11 ayat (4) dan Pasal 14 ayat (3) Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor

  32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang, SPM diterapkan pada Urusan Wajib Daerah terutama yang berkaitan dengan pelayanan dasar, baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Tujuan dari penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM), antara lain : 1.

  Meningkatkan pemahaman yang holistik/menyeluruh dan terpadu dalam penerapan dan pencapaian SPM.

  2. Menyamakan pemahaman tentang definisi operasional indikator kinerja, ukuran atau satuan, rujukan, dan target nasional.

  3. Membangun komitmen dan tindak lanjut untuk penerapan dan pencapaian SPM.

  4. Menyediakan panduan bagi pemerintah dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan Standar Pelayanan Minimal.

  5. Membangun dasar dalam penentuan anggaran kinerja berbasis manajemen kinerja.

  6. Mendorong transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan Pemerintahan.

  Pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota yang berisi kerangka kebijakan, pengorganisasian di daerah kabupaten/kota serta peran pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota ini disusun setelah mendapat masukan dari lintas sektor, lintas program pusat dan daerah, serta perguruan tinggi melalui berbagai kegiatan seminar dan pertemuan yang diikuti oleh badan- badan nasional dan internasional. Dengan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan, diharapkan pelayanan kesehatan yang paling mendasar dan esensial dapat dipenuhi pada tingkat yang paling minimal secara nasional, sehingga dapat mengurangi kesenjangan pelayanan kesehatan dan lebih jauh dapat memelihara/ menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun demikian untuk pelayanan kesehatan yang sifatnya spesifik daerah harus tetap diberikan.

  Mengingat Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan bersifat dinamis, maka jenis pelayanan beserta indikator kinerjanya perlu terus dikembangkan melalui konsensus nasional.

  Bentuk organisasi pelayanan kesehatan di tingkat daerah berdasarkan kesehatan primer tentu saja berbeda di tiap-tiap negara, tetapi sifat khas dasarnya selalu tetap: aksesibilitas yang lengkap dan menyeluruh, penitikberatan pada penyuluhan kesehatan dan pencegahan penyakit dan kecacatan, kerja sama lintas sektoral, keikutsertaan masyarakat, serta desentralisasi dan koordinasi dari seluruh pelayanan atau sistem kesehatan, baik milik pemerintah maupun non-pemerintah.

  Rumah Sakit Umum dr. G. L. Tobing PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan. Tidak hanya pegawai PT. Perkebunan Nusantara II yang diberikan layanan terhadap bidang kesehatan, tetapi juga banyak dari masyarakat di Tanjung Morawa memilih rumah sakit ini sebagai tempat mereka berobat baik itu untuk berobat jalan maupun rawat inap. Adapun bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit Umum dr. G. L. Tobing PT. Perkebunan Nusantara II kepada setiap pasien yaitu; pemeriksaan rawat jalan spesialis, rawat inap, tindakan medis, dokter spesialis, pemeriksaan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan kemampuan rumah sakit bersangkutan dengan berpedoman pada jenis pemeriksaan dan tindakan medis yang telah disetujui, operasi sesuai dengan indikasi medis, perawatan ruang ICU/ ICCU/ PICU, persalinan dengan resiko tinggi, pelayanan emergensi rawat jalan/ rawat inap, pemberian obat-obatan sesuai dengan Daftar Standar Obat Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).

  Tertarik dengan fenomena tersebut maka penulis pun mengangkat judul penelitian

  Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa.”

  1.2 PERUMUSAN MASALAH

  Perumusan masalah sangat penting dilakukan agar diketahui arah jalannya suatu penelitian. Seperti yang dilakukan oleh Arikunto bahwa agar suatu penelitian dapat dilaksanakan sebaik-baiknya, maka penulis merumuskan masalah sehingga jelas dari mana harus memulai, kemana harus pergi, dan dengan apa. (Arikunto, 1993:17).

  Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka penulis di dalam melakukan penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana Kualitas Pelayanan Kesehatan di

  

Rumah Sakit Umum dr. G. L. Tobing PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung

Morawa?”

  1.3 TUJUAN PENELITIAN

  Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya jelas diketahui sebelumnya. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan kesehatan yang sudah diberikan di Rumah Sakit Umum dr. G. L. Tobing PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

  Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui sejauh mana pelayanan kesehatan yang sudah berjalan di Rumah Sakit Umum dr. G. L .Tobing PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa .

  2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik kepada masyarakat.

  3. Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dalam menambah bahan kajian perbandingan bagi yang menggunakannya.

1.5 KERANGKA TEORI

  Sebagai titik tolak atau landasan berpikir dalam menyoroti atau memecahkan permasalahan perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah tersebut disoroti. Selanjutunya teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, dan konstruksi, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. (Singarimbun, 1987:37)

  Dengan demikian yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah:

1.5.1 MANAJEMEN PELAYANAN

1.5.1.1. Pengertian Manajemen Pelayanan

  Untuk dapat mempelajari manajemen pelayanan, sebelumnya kita harus memahami pengertiannya. Oleh karena itu dibawah ini akan diuraikan tenteang defenisi manajemen, defenisi pelayanan, dan defenisi manajemen pelayanan.

  Ada berbagai macam defenisi manajemen, misalnya Manullang (1987: 17) mendefenisikan manajemen sebagai: “seni dan ilmu perencanaan,pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, dan pengawasan daripada sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.” Sementara itu Gibson, Donelly & Ivancevich (1996: 4) mendefenisikan manajemen sebagai: “suatu proses yang dilakukan oleh satu atau lebih individu untuk mengoordinasikan berbagai aktivitas lain untuk mencapai hasil-hasil yang tidak bisa dicapai apabila satu individu bertindak sendiri.” Dua defenisi tersebut di atas kelihatannya berbeda, tetapi apabila dicermati pada prinsipnya adalah sama. Yang dimaksudkan dalam proses oleh Gibson, Donelly &

  Ivancevich sebenarnya adalah penerapan ilmu dan seni sebagaimana dimaksudkan oleh Manullang. Sedangkan pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan oleh Gibson dan kawan-kawan disebut sebagai mengordinasikan berbagai aktivitas lain.

  Sama halnya dengan defenisi manajemen, defenisi pelayanan juga sangat banyak. Defenisi yang sangat simpel diberikan oleh Ivancevich, Lorenzi, Skinner dan Crosby (1997: 448): “Pelayanan adalah “produk-produk yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan.” Ini adalah defenisi yang paling simpel. Sedangkan defenisi yang lebih rinci diberikan oleh Gronroos sebagaimana dikutip di bawah ini:

  “Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkain aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan.” Berdasarkan diskusi tentang pengertian manajemen dan pelayanan di atas, maka manajemen pelayanan dapat diartikan sebagai “suatu proses penerapan ilmu dan seni untuk menyusun rencana, mengimplementasikan rencana, mengoordinasikan dan menyelesaikan aktivitas-aktivitas pelayanan demi tercapainya tujuan-tujuan pelayanan.”

1.5.2. PELAYANAN PUBLIK

1.5.2.1. Pengertian Pelayanan Publik

  Pelayanan publik diartikan, pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. (Kurniawan, op.cit., hlm. 4)

  Selanjutnya menurut Kepmenpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Dengan demikian, pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara. Negara didirikan oleh publik (masyarakat) tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada hakikatnya negara dalam hal ini pemerintah (birokrat) haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat, misalnya kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.

1.5.2.2. Kualitas Pelayanan Publik

  Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari: 1.

  Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti; 2. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  3. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas; 4. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebtuhan, dan harapan masyarakat; 5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek manapun khususnya ras, suku, agama, golongan, status sosial, dan lain-lain;

6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.

  Jika dihubungkan dengan administrasi publik, pelayanan adalah kualitas pelayanan birokrat terhadap masyarakat. Kata kulitas memiliki banyak defenisi yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang konvensional hingga yang lebih strategis. Defenisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk, seperti:

  Kinerja (performance); 2. Keandalan (reliability); 3. Mudah dalam penggunaan (easy of use); 4. Estetika (esthetics), dan sebagainya.

  Adapun dalam defenisi strategis dinyatakan bahwa kualitas dalam segala sesuatu yangmampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customer).

  Berdasarkan pengertian kualitas, baik yang konvensional maupun yang lebih strategis oleh Gaspersz dalam Samparan Lukman (Lukman, op.cit:9-11) mengemukakan bahwa pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok: 1.

  Kualitas terdiri atas sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan memberikan kepuasan atas penggunaa produk.

2. Kualitas terdiri atas segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.

  Agar pelayanan yang diberikan berdasarkan kualitas tentu saja kedua kualitas dimaksud harus terpenuhi. Negara berkembang umumnya tidak dapat memenuhi kedua kualitas tersebut sehingga pelayanan publiknya menjadi kurang memuaskan. Secara terinci Master dalam Dadang Julianta (Ed) (Dadang Juliantara, Penigkatan Kapasitas Pemerintah

  

Daerah Dalam Pelayanan Publik . 2005:19-20) mengemukakan berbagai hambatan dalam

  pengembangan sistem manajemen kualitas, antara lain: 1.

  Ketiadaan komitmen dari manajemen; Ketiadaan pengetahuan dan kekurang pahaman tentang manajemen kualitas bagi aparatur yang bertugas melayani;

  3. Ketidakmampuan aparatur mengubah kultur yang mempengaruhi kualitas manajemen pelayan pelanggan;

  4. Ketidaktepatan perencanaan manajemen kualitas yang dijadikan pedoman dalam pelayanan pelanggan;

  5. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan belum dioptimalkan; 6.

  Ketidakmampuan membangun learning organization, learning by individuals dalam organisasi;

  7. Ketidaksesuaian antara struktur organisasi dengan kebutuhan; 8.

  Ketidakcukupan sumber daya dan dana; 9. Ketidaktepatan sistem penghargaan dan balas jasa bagi karyawan; 10.

  Ketidaktepatan mengadopsi prinsip manajemen kualitas ke dalam organisasi; 11. Ketidaktepatan dalam memberikan perhatian pada pelanggan, baik internal maupun eksternal;

  12. Ketidaktepatan dalam pemberdayaan dan kerja sama.

  Selanjutnya, Fitzsimmons dan Fitzsimmons dalam Budiman berpendapat terdapat lima indikator pelayanan publik, yaitu reliability yang ditandai pemberian pelayanan yang tepat dan benar; tangibles yang ditandai dengan penyediaan yang memadai sumber daya manusia dan sumber daya lainnya; responsiveness, yang ditandai dengan keinginan melayani konsumen dengan cepat; assurance, yang ditandai tingkat perhatian terhadap etika dan moral dalam memberikan pelayanan, dan empati, yang ditandai tingkat kemauan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen. (Rusli, loc.cit)

  Kualitas pelayanan berhubungan erat dengan pelayanan yang sistematis dan hendaknya memahami variabel-variabel pelayanan prima seperti yang terdapat dalam agenda perilaku pelayanan prima sektor publik SESPANASLAN. Variabel dimaksud adalah 1.

  Pemerintahan yang bertugas melayani; 2. Masyarakat yang dilayani pemerintah; 3. Kebijaksanaan yang dijadikan landasan pelayanan publik; 4. Peralatan atau sarana pelayanan yang canggih; 5. Resources yang tersedia untuk diracik dalam bentuk kegiatan pelayanan; 6. Kualitas pelayanan yang memuaskan masyarakat sesuai dengan standart dan asas pelayanan masyarakat;

7. Manajemen dan kepemimpinan serta organisasi pelayanan masyarakat; 8.

  Perilaku pejabat yang terlibat dalam pelayanan masyarakat, apakah masing-masing telah menjalankan fungso mereka.

  Variabel pelayana prima di sketor publik seperti di atas dapat diimplementasikan apabila aparat pelayanan berhasil menjadikan kepuasan pelanggan sebagai tujuan utamanya.

  Agar kepuasan pelanggan yang menjadi tujuan utama terpenuhi, aparatur pelayan dituntut untuk mengetahui dengan pasti siapa pelanggannya.

  Selain peningkatan kualitas pelayanan melalui pelayanan prima, pelayanan yang berkualitas juga dapat dilakukan dengan konsep “layanan sepenuh hati”. Layanan sepenuh hati yang digagas oleh Patricia Patton dimaksudkan layanan yang berasal dari diri sendiri yang mencerminkan emosi, watak, keyakinan, nilai, sudut pandang, dan perasaan. (Patricia Patton. 1998:1)

  Oleh karena itu,aparatur pelayanan dituntut untuk memberikan pelayanan kepada untuk melayani. Kesungguhan yang dimaksud, aparatur pelayanan menjadikan kepuasan pelanggan sebagai tujuan utamanya.

  Aparatur pelayanan tidak mempunyai alasan sedikit pun untuk tidak berorientasi pada kepuasan pelanggan secara total. Bahkan kepuasan pelangganlah yang dapat dijadikan barometer dalam mengukur keberhasilan dalam pelayanan. Untuk mencapai hal ini, aparatur pelayanan tidak boleh menghindar dari prinsip pelayanan dilakukan sepenuh hati.

  Paradigma pelayanan publik di Indonesia haruslah diubah. Berbagai fenomena pelayanan publik harus diperbaiki, sehingga pelayanan publik dapat dioptimalkan.

  Layanan sepenuh hati, juga bisa membantu kiat menyisihkan waktu untuk memahami orang lain dan peduli terhadap perasaan mereka. Nilai yang sebenarnya dalam layanan sepenuh hati menurut Patton terletak pada kesungguhan empat sikap “P” (Ibid, hlm. 6-8) yaitu:

  1. Passionate (gairah). Ini mneghasilkan semangat yang besar terhadap pekerjaan, diri sendiri, dam orang lain. Antusiasme dan perhatian yang dibawakan pada layanan sepenuh hati akan membedakan bagaimana memandang diri sendiri dan pekerjaan dari tingkah laku dan cara memberi pelayanan kepada para konsumen. Mereka mengetahui apakah kita menghargai mereka atau tidak. Gairah berarti menghadirkan kehidupan dan vitalitas dalam pekerjaan.

  2. Progressive (progresif). Penciptaan cara baru dan menarik untuk meningkatkan layanan dan gaya pribadi. Pekerjaan apapun yang kita tekuni, jika memiliki gairah dan pola pikir yang progresif, akan menjadikan pekerjaan lebih menarik. Bersikap kreatif itu dimulai dari berpikir, bukannya membatasi diri sendiri terhadap cara memberi layanan.

3. Proactive (proaktif). Supaya aktif harus melibatkan pekerjaan kita. Banyak orang yang hanya berdiam diri dan menanti disuruh melakukan sesuatu bila diperlukan.

  Untuk mencapai kualitas layanan yang lebih bagus diperlukan inisiatif yang tepat. Nilai tambah layanan sepenuh merupakan alasan yang mendasari mengapa melakukan sesuatu bagi orang lain.

  4. Positive (positif). Senyum merupakan bahasa isyarat universal yang dipahami semua orang dimuka bumi ini. Berlaku positif itu sangat menarik. Sikap ini dapat mengubah suasana dan kegairahan pada hampir semua interaksi konsumen. Berlaku positif berarti seyogianya berlaku hangat dalam menyambut para konsumen dan tidak ada pertanyaan atau permintaan yang tidak pada tempatnya. Apabila mau melapangkan perasaan dan pikiran menjadi orang yang lebih positif dan senantiasa mendapat penjelasan, Anda dapat melihat dunia dan orang-orang yang ada didalamnya dengan perspektif yang berbeda. Ini modal yang sangat berguna dalam membangun hubungan antar pribadi. Patricia Patton lebih jauh mengemukakan bahwa dalam melakukan pelayanan sepenuh hati terdapat tiga paradigma pengikat (Ibid, hlm. 10-12) yang seyogianya dipahami oleh aparatur pemerintahan. Paradigma tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Bagaimana memandang diri sendiri.

  Harga diri tidak diukur dari apa yang dimiliki dan apa pekerjaan seseorang. Misalnya seseorang yang pekerjaanya membungkus makanan, ia tidak merasa rendah karena pekerjaannya itu. Ini karena ia memiliki rasa percaya diri terhadap dirinya sendiri, dan ia juga memiliki kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain. Jika menganggap diri kita tidak berharga dan mendasarkan citra diri pada seberapa besar materi yang dimiliki, bukannya berpikir siapa kita sebenarnya maka sikap ini akan memunculkan perasaan negatif pada diri sendiri.

  2. Bagaimana memandang orang lain.

  Pekerjaan pembungkus makanan menghargai orang lain, para konsumen dan barang yang dibelinya. Hal ini dapar dilihat dari caranya mengepak dan sikap dalam memperlakukan para konsumennya. Ia tidak hanya ramah dan profesional, namun juga mampu menjalin hubungan emosional dengan setiap konsumen. Ia mempergunakan makanan sebagai alat untuk belajar lebih banyak tentang kehidupan mereka dan bahkan kadang-kadang ia bertindak sebagai penasehat yang banyak gagasan tentang resep dan gizi. Dari jenis makanan yang mereka pilih, ia semakin mengetahui lebih banyak tentang diri mereka dan bisa menyesuaikan komentarnya dengan minat dan kepribadian para konsumen.

  3. Bagaimana memandang pekerjaan.

  Pekerja pembungkus makanan menjadikan pekerjaanya penting dan khusus. Ia menambah nilai pekerjaannya denga cara mengemas barang belanjaan konsumen dengan efisien dan penuh perhatian. Ia bangga terhadap dirinya sendiri karena selama ini belum pernah barang yang dibungkusnya pecah atau rusak. Ia menambahkan sentuhan perasaan dalam pekerjaannya dengan cara memberi perhatian kepada konsumen dan cara khusus dalam bergaul dengan mereka sebagai seorang individu. Ia tidak ragu-ragu lagi menganggap pekerjaan itu sebagai bagian dari dirinya sendiri, dan telah menemukan cara-cara untuk menambah makna terhadap pekerjaannya. Ia mendapak kesenangan dari tugas yang sebenarnya biasa saja.

1.5.3. PELAYANAN KESEHATAN

1.5.3.1. Pengertian Pelayanan Kesehatan

  Untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, banyak hal yang perlu dilakukan. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peranan yang cukup penting ialah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat. (Azwar, 1993: 1) Pelayanan kesehatan yang bermutu/ berkualitas, yaitu: a.

  Pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta yang penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.

  b.

  Kepuasan didefinisikan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan dengan harapannya. Oleh karena itu, maka tingkat kepuasan adalah perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Dengan demikian apabila dikaitkan dengan pelanggan, maka pelanggan dapat merasakan hal-hal sebagai berikut : 1) Kalau kinerjanya dibawah harapan, pelanggan akan merasa kecewa.

  2) Kalau kinerjanya sesuai haapan, pelanggan akan merasa puas.

  3) Kalau kinerjanya melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas.

  Menurut Azwar (1993) kualitas pelayanan kesehatan adalah yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan pasien, makin baik pula kualitas pelayanan kesehatan.

  Salah satu definisi kualitas pelayanan kesehatan biasanya mengacu pada kemampuan rumah sakit memberi pelayanan yang sesuai dengan standar profesi kesehatan dan dapat diterima pasiennya.

  Aspek-aspek mutu atau kualitas pelayanan menurut Parasuraman (dalam Tjiptono,1997)adalah:

  a. Keandalan (reliability)

  b. Ketanggapan (responsivenes)

  c. Jaminan (assureance)

  d. Empati atau kepedulan (emphaty)

  e. Bukti langsung atau berujud (tangibles) Agar pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan, banyak syarat yang harus dipenuhi. Syarat yang dimaksud paling tidak mencakup delapan hal pokok yakni: tersedia (available), wajar (appropriate), berkesinambungan (continue), dapat diterima (acceptable), dapat dicapai (accesible), dapat dijangkau (affordable), efisien (efficient), serta bermutu (quality).

  Pelayanan kesehatan, memiliki tiga fungsi yang saling berkaitan, saling berpengaruh dan saling bergantungan, yaitu fungsi sosial (fungsi untuk memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat pengguna pelayanan kesehatan ), fungsi teknis kesehatan (fungsi untuk memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat pemberi pelayanan kesehatan) dan fungsi ekonomi (fungsi untuk memenuhi harapan dan kebutuhan institusi pelayanan kesehatan). Ketiga fungsi tersebut ditanggung jawab oleh tiga pilar utama pelayanan kesehatan yaitu, masyarakat (yang dalam prakteknya dilaksanakan bersama antara pemerintah dan masyarakat), tenaga teknis kesehatan (yang dilaksanakan oleh tenaga profesional kesehatan) dan tenaga adminstrasi/manajemen kesehatan (manajemen/ adminstrator kesehatan).

  Tujuan pelayanan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang memuaskan harapan dan kebutuhan derajat masyarakat (consumer satisfaction), melalui pelayanan yang efektif oleh pemberi pelayanan yang memuaskan harapan dan kebutuhan pemberi pelayanan (provider satisfaction), pada institusi pelayanan yang diselenggarakan secara efisien (institutional satisfaction). Interaksi ketiga pilar utama pelayanan kesehatan yang serasi, selaras dan seimbang, merupakan paduan dari kepuasan tiga pihak, dan ini merupakan pelayanan kesehatan yang memuaskan (satisfactory healty care).

1.5.3.2. Standar Pelayanan Kesehatan

  Standar pelayanan kesehatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan itu sendiri dan memainkan peranan yang penting dalam mengatasi masalah mutu pelayanan kesehatan.

  Jika suatu organisasi pelayanan kesehatan ingin menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu secara taat azas atau konsisten, keinginan tersebut harus dijabarkan menjadi suatu standar pelayanan kesehatan atau standar prosedur operasional. Secara luas, pengertian standar pelayanan kesehatan ialah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan, yaitu akan menyangkut masukan, proses, dan keluaran (outcome) sistem pelayanan kesehatan.

  Standar pelayanan kesehatan merupakan suatu alat organisasi untuk menjabarkan mutu pelayanan kesehatan ke dalam terminology operasional sehingga semua orang yang terlibat dalam pelayanan kesehatan akan terikat dalam suatu sistem, baik pasien, penyedia pelayanan kesehatan, penunjang pelayanan kesehatan, ataupun manajemen organisasi pelayanan kesehatan, dan akan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan perannya masing-masing. Standar, indikator, dan angka nilai ambang batas menjadi unsur-unsur yang akan membuat jaminan mutu pelayanan kesehatan itu dapat diukur, objektif, dan bersifat kualitatif. Dikalangan profesi pelayanan kesehatan sendiri, terdapat berbagai definisi tentang standar pelayanan kesehatan. Kadang-kadang standar pelayanan kesehatan itu diartikan sebagai protokol, standar prosedur operasional (SPO), dan petunjuk pelaksanaan.

  Secara khusus selain pelayanan yang harus diberikan kepada masyarakat wilayah setempat maka rumah sakit juga harus meningkatkan manajemen di dalam rumah sakit yaitu meliputi: a. Manajemen Sumberdaya Manusia.

  b. Manajemen Keuangan.

  c. Manajemen Sistem Informasi Rumah Sakit, kedalam dan keluar rumah sakit.

  d. Sarana prasarana.

  e. Mutu Pelayanan.

  1.6 Definisi Konsep Konsep adalah istilah yang digunakan dalam menggambarkan secara abstrak mengenai kebijakan, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial

  (Singarimbun, 1989) Untuk menetapkan batasan-batasan yang lebih jelas mengenai variabel-variabel yang akan diteliti maka definisi konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

  1. Manajemen Pelayanan adalah suatu proses penerapan ilmu dan seni untuk menyusun rencana, mengimplementasikan rencana, mengoordinasikan dan menyelesaikan aktivitas-aktivitas pelayanan demi tercapainya tujuan-tujuan pelayanan.

  2. Pelayanan Kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.

  3. Faktor-faktor yang mencerminkan kualitas pelayanan terdiri dari: transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak, dan keseimbangan hak dan kewajiban.”

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dividend Payout Ratio 2.1.1 Pengertian dividend payout ratio - Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Insider Ownership, Likuiditas, Profitabilitas Dan Leverage Terhadap Dividend Payout Ratio (Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Indus

0 2 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Insider Ownership, Likuiditas, Profitabilitas Dan Leverage Terhadap Dividend Payout Ratio (Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Ind

0 0 11

Informasi Pendaftaran PPPK Tahun 2019 pada SSCASN (Sistem Seleksi Calon Aparatur Sipil Negara) - Berkas Edukasi

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 TEORI KEPATUHAN - Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas (Roa), Opini Audit Dan Umur Perusahaan Terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Pada Perusahaan Food And Beverages Yang Terdaftar Di Bursa E

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas (Roa), Opini Audit Dan Umur Perusahaan Terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Pada Perusahaan Food And Beverages Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 8

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 RFID (Radio Frequency Identification) - Perancangan Sistem Keamanan Akses Buka Pintu Menggunakan RFID (Radio Frequency Identification) dan Pengiriman Informasi ke Ponsel

1 0 25

Standar Keagamaan Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam 2019 - Berkas Edukasi

0 0 23

Permendagri Nomor 101 Tahun 2018 Tentang Teknis Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Sub-Urusan Bencana Daerah Kabupaten/Kota - Berkas Edukasi

0 0 48

a. bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja Badan - Perpres Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) - Berkas Edukasi

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Sikap Petani Terhadap Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)” (Studi Kasus: Desa Simanampang, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara).

0 2 14