MAKALAH MATA KULIAH EKONOMI PERTANIAN Si

MAKALAH MATA KULIAH EKONOMI PERTANIAN (Sistem
Pertanian Tradisional, Sistem Pertanian Modern, Perbedaan
Tingkat Produktifitas, Latar Belakang Perdagangan Komoditas
Pertanian, Komoditas Pertanian Negara Berkembang,
Komoditas Pertanian Negara Maju, Tariff dan Kuota, Serta
Keseimbangan Perdagangan Internasional)

MAKALAH
MATA KULIAH EKONOMI PERTANIAN
Sistem Pertanian Tradisional, Sistem Pertanian Modern, Perbedaan Tingkat
Produktifitas, Latar Belakang Perdagangan Komoditas Pertanian,
Komoditas Pertanian Negara Berkembang, Komoditas
Pertanian Negara Maju, Tariff dan Kuota, Serta
Keseimbangan Perdagangan Internasional
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Sebagai negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia menggantungkan hidup pada
sektor pertanian, Indonesia memprioritaskan sektor pertanian sebagai sektor utama dalam
pembangunan. Pembangunan sektor ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani
melalui peningkatan produksi dan pendapatan dalam usaha tani. Peningkatan produksi pertanian

diharapkan sejalan dengan peningkatan pendapatan petani yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Dalam pembangunan nasional, sektor pertanian mempunyai kontribusi bagi
PDB nasional tahun 2012 sebesar 11,42 %. Capaian ini meningkat bila dibandingkan dengan
kontribusi sektor pertanian pada tahun 2011 yaitu sebesar 10,96 %. Produksi padi pada tahun
2012 mencapai target yang ditetapkan yaitu sebesar 68.956.000 ton. (Kementerian Pertanian,
2013).
Secara umum sistem pertanian yang ada terdiri atas sistem pertanian tradisional, sistem
pertanian modern atau intensif dan sistem pertanian berkelanjutan. Sistem pertanian tradisional
adalah sistem pertanian yang masih bersifat ekstensif dan tidak memaksimalkan input yang ada.
Salah satu contoh dari sistem pertanian ini adalah sistem ladang berpindah. Sistem ini tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan lahan yang semakin meningkat akibat bertambahnya penduduk.
Sistem pertanian modern diawali oleh program revolusi hijau yang mengusahakan pemuliaan
tanaman untuk mendapatkan varietas baru yang melampaui daerah adaptasi dari varietas yang
ada. Varietas tanaman yang dihasilkan merupakan varietas yang responsif terhadap pengairan
dan pemupukan, adaptasi geografis yang luas, dan resisten terhadap hama dan penyakit. Gerakan

ini diawali oleh Ford dan Rockefeller Foundation, yang mengembangkan gandum di Meksiko
pada tahun 1950 dan padi di Filipina pada tahun 1960. Revolusi hijau menekankan pada tanaman
serealia yaitu padi, jagung, gandum, dan lain-lain.
Adanya revolusi hijau telah merubah kondisi pertanian yang ada di Indonesia. Perubahan

yang nyata adalah bergesernya praktik budidaya tanaman dari praktik budidaya secara tradisional
menjadi praktik budidaya yang modern yang dicirikan dengan tingginya pemakaian input dan
intensifnya eksploitasi lahan. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari
penanaman varietas unggul yang responsif terhadap pemupukan dan resisten terhadap
penggunaan pestisida dan herbisida. Berubahnya sistem pertanian ini ternyata diikuti oleh
berubahnya kondisi lahan pertanian kita yang makin hari makin menjadi kritis sebagai dampak
negatif dari penggunaan pupuk anorganik, pestisida, dan tindakan agronomi yang intensif dalam
jangka panjang (Departemen Pertanian, 2000).
Dampak negatif dari sistem pertanian modern dalam ekosistem pertanian antara lain
terjadinya degradasi lahan, residu pestisida dan resistensi hama penyakit, berkurangnya
keanekaragaman hayati, serta gangguan kesehatan petani akibat pengunaan pestisida dan bahanbahan lain yang mencemari lingkungan.
Adanya dampak negatif dari sistem pertanian modern menuntut adanya suatu sistem
pertanian yang dapat bertahan hingga generasi berikutnya dan tidak merusak alam. Dalam dalam
dua dekade terakhir telah mulai diupayakan metode alternatif dalam melakukan praktik pertanian
yang dinilai berwawasan lingkungan dan berkelanjutan (environtmentally sound and sustainable
agriculture). Salah satu caranya adalah menggunakan konsep pertanian
berkelanjutan (Departemen Pertanian, 2010). Menurut Agenda Riset Nasional 2010 – 2014
bidang ketahanan pangan, sesuai dengan prioritas pembangunan dalam Kabinet Indonesia
Bersatu II, maka pembangunan bidang ketahanan pangan diarahkan untuk meningkatkan
ketahanan pangan dan melanjutkan revitalisasi pertanian dalam rangka mewujudkan kemandirian

pangan, peningkatan daya saing produk pertanian, peningkatan pendapatan petani, serta
kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam. Pada periode 2010-2014 ditargetkan peningkatan
pertumbuhan PDB sektor pertanian sebesar 3,7% per tahun dan Indeks Nilai Tukar Petani
sebesar 115-120 pada tahun 2014 (Keputusan Menteri Riset dan Teknologi, 2010).
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam aspek ketersediaan dan produksi pangan,
disamping banyak dipengaruhi oleh perubahan cepat pada lingkungan global dan perubahan
iklim, secara umum terjadi akibat adanya dua kecenderungan utama yaitu terus bertambahnya
kebutuhan pangan seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan semakin menyempitnya lahan
pertanian karena tekanan penduduk sehingga terjadi konversi lahan untuk berbagai kepentingan
lain. Kondisi ini dipersulit pula oleh kenyataan bahwa minat SDM untuk menekuni bidang
pertanian semakin berkurang akibat rendahnya pendapatan yang diperoleh dari usaha tani.
Populasi penduduk Indonesia pada 2025 diprediksikan mencapai 273,1 juta. Apabila laju
pertumbuhan penduduk setelah tahun 2025 rata-rata 1% per tahun (tahun 2008 masih 1,175%),
maka pada tahun 2050 penduduk Indonesia akan lebih dari 340 juta jiwa. Konsekuensinya,
produksi pangan nasional perlu secara signifikan ditingkatkan agar kebutuhan domestik dapat
dipenuhi. Apabila konsumsi beras per kapita per tahun masih sekitar 139 kg, maka untuk bisa
mandiri, Indonesia harus mampu memproduksi beras 47,26 juta ton atau sekitar 75,62 ton gabah
kering giling (GKG). (Keputusan Menteri Riset dan Teknologi, 2010).

Untuk meningkatkan produksi usahatani padi dengan tetap mempertahankan kelestarian

lingkungan, diperlukan inovasi teknologi berupa sistem pertanian berkelanjutan khususnya
dalam budidaya padi sawah. Keberhasilan penerapan inovasi teknologi kepada petani tidak
hanya bergantung pada penyuluh pertanian lapangan (PPL) tetapi juga ber antung kepada petani
sebagai penerima atau pelaksana dari inovasi teknolgi tersebut. Begitu pula dalam penerapan
sistem pertanian berkelanjutan pada budidaya padi sawah, diduga tidak akan terlepas dari
karakteristik sosial ekonomi petani yang meliputi pengalaman bertani, pendidikan formal,
pendidikan non formal, pendapatan, kekosmopolitan dan status kepemilikan lahan.
Pertanian adalah salah satu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan proses pertumbuhan
dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Ada anggapan bahwa asal mula pertanian di dunia dimulai
dari asiatenggara. Awal kegiatan pertanian terjadi ketika manusia mulai mengambil paneranan
dalam proses kegiatan tanaman dan hewan serta pengaturannya untuk memenuhi kebutuhan.
Tingkat kemajuan pertanian mulai dari pengumpulan dan pemburu, pertanian primitive,
pertanian tradisional, dan pertanian modern (Admin UPI, 2012).
Sektor pertanian sebagai penunjang utama kehidupan masyarakat Indonesia memerlukan
pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Sektor ini juga menjadi salah satu komponen
utama dalam program dan strategi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Pertanian
Indonesia di masa lampau telah mencapai hasil yang baik dan memberikan kontribusi penting
dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menciptakan lapangan pekerjaan dan
pengurangan kemiskinan secara drastis sesuai dengan triple track tujuan pembangunan yang
tertuang dalam Millennium Development Goals (MDGs). Hal ini dicapai dengan memusatkan

perhatian pada bahan-bahan pokok seperti beras, jagung, gula, dan kacang kedelai melalui
intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian..
Sejak dulu, kelompok masyarakat tradisional di seluruh dunia dan juga di Indonesia telah mempunyai suatu
bentuk pengetahuan lokal/tradisional tentang pengelolaan sumber daya alam. Pengetahuan yang biasa disebut
Pengetahuan Ekologi Tradisional (Traditional Ecological Knowledge) ini didapat dari akumulasi hasil pengamatan
pada kurun waktu yang lama dan diwariskan secara turun-temurun (Berkes et al., 2000).
Setiap kelompok masyarakat tradisional biasanya mempunyai aturan tata guna lahan tersendiri, namun
umumnya sama dalam beberapa prinsip dasar. Sebagai kelompok masyarakat yang telah hidup lama berdampingan
dengan alam sekitarnya, mereka menyadari pentingnya kelestarian alam. Perlindungan ini ternyata mempunyai arti
penting bagi ekosistem sekitarnya, karena hutan lindung ternyata berfungsi sebagai penjaga kekayaan sumber
genetik (genepool), sebagai habitat dari hewan liar, melindungi tanah dari erosi, untuk menjaga mikroklimat,
pelindung dari angin dan cahaya, produksi sumber humus, penyedia pestisida alami, penyedia makanan, dan lain
sebagainya (Iskandar, 1999).
Demikian juga halnya pada kelompok masyarakat yang mempunyai sistem pertanian ladang berpindah
(swidden cultivation). Biarpun kelompok ini menjalankan sistem pertaniannya dengan membuka lahan hutan, namun
bukan berarti mereka sembarang menebang dan membabat hutan. Sistem pertanian ladang atau perladangan telah
lama dikenal masyarakat luas dan telah lama pula dipraktekkan di berbagai negara tropis di Asia, Amerika dan
Afrika, termasuk di negara Indonesia (Conclin, 1957; Grigg, 1980; Okigbo, 1984: dalam Iskandar, 1992).
Sistem pertanian ladang memiliki karakter khusus, yaitu menggarap lahan pertanian secara berpindah-pindah di
lahan hutan. Para peladang, menebang hutan untuk ditanami tanaman padi dan tanaman lainnya secara singkat 1-2

tahun, lalu lahan itu diistirahatkan atau diberakan dengan waktu cukup panjang, mulai 3 tahun sampai puluhan tahun
(Iskandar, 1992). Pada saat lahan diberakan, berlangsung proses suksesi alami menuju terbentuknya hutan sekunder.

Hutan sekunder tersebut dapat dibuka kembali sebagai ladang, dan dengan demikian daur pemanfaatan lahan untuk
pertanian dimulai kembali. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bila masa bera berlangsung cukup lama,
struktur dan komposisi hutan sekunder tersebut akan mendekati struktur dan komposisi hutan primer. Namun ada
juga data yang menunjukkan bahwa jumlah total biomasa dari hutan sekunder membutuhkan waktu beratus-ratus
tahun untuk mencapai tingkat yang setara dengan hutan primer setelah ketersediaan kadar nutrien berkurang secara
signifikan dan siklus nutrisi serta mekanisme konservasi diganggu oleh siklus berulang dari sistem perladangan
berpindah (Juo dan Manu, 1996). Jadi dapat dikatakan bahwa sistem perladangan ini ‘sejalan’ dengan konsep
suksesi dimana terjadi proses perubahan komunitas secara bertahap pada lahan bekas ladang menuju suatu sistem
yang stabil. Sistem yang stabil di sini dapat dianalogikan dengan hutan primer atau hutan tua.

Selain itu, Pertanian modern (revolusi hijau) telah membawa kemajuan pesat bagi
pembangunan pertanian khususnya dan kemajuan masyarakat pada umumnya. Indonesia pada
umumnya, tidak terlepas dari rantai kemajuan yang telah dicapai sebagai akibat pelaksanaan
sistem pertanian modern. Program pembangunan pertanian selama lebih 40 tahun (Bimas,
Intensifikasi, INSUS) berhasil meningkatkan produksi, pendapatan dan kesejateraan petani, serta
martabat bangsa.
Di satu sisi, revolusi hijau diakui bermanfaat bagi kehidupan manusia namun di sisi lain

terungkap bahwa sistem pertanian modern telah membawa konsekuensi-konsekuensi negatif
terhadap lingkungan. Penggunaan pupuk buatan, pestisida serta praktek-praktek pertanian
modern lainnya yang dilakukan tidak bijak, ternyata memiliki andil besar terhadap kerusakan
lingkungan. Kerusakan yang terjadi antara lain dapat menyebabkan keracunan, penyakit dan
kematian pada tanamn, hewan dan manusia, menyebabkan kerusakan pada tanah, mengurangi
persediaan sumber daya alam (energi), mencemari lingkungan, selanjutnya bisa menimbulkan
malapetaka. Sehubungan dengan itu cara yang baik untuk mengatasi dampak negatif pertanian
modern adalah melalui sistem pertanian organik.
Sistem pertanian organik berorientasi pada pemanfaatan sumber daya lokal, tanpa aplikasi
pupuk buatan dan pestisida kimiawi (kecuali bahan yang diperkenankan), sebaliknya
menekankan pada pemberian pupuk organik (alam), dan pestisida hayati, serta cara-cara
budidaya lainnya yang tetap berpijak pada peningkatan produksi dan pendapatan, serta
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Cara pertanian organik prospektif contohnya
dikembangkan di Sulawesi Selatan, karena sistem budi daya seperti ini telah lama dikenal dan
dilakukan oleh masyarakat tani. Sampai kini pun masih dijumpai praktek budidaya organik di
beberapa daerah.
Produktivitas pertanian tradisional biasanya masih sangat rendah, karena teknologi dalam
kegiatan pertanian masih sangat tradisional keberadaan pengangguran terselubung yang berarti
kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian akan menurunkan lagi produksi rata-rata produktivitas
pekerja (Todaro, 2000). Sedangkan meningkatnya produktifitas petani modern adalah Sistem

usaha pertanian modern yang lebih dikenal sebagai agribisnis merupakan suatu alternatif dalam
perubahan usaha pertanian yang tradisional kearah pertanian yang bukan hanya mengelola lahan
dengan memanfaatkan teknologi budidaya untuk mendapatkan produksi yang maksimal, akan
tetapi sudah menyertakan pula masukan teknologi untuk mendapatkan produk olahan dengan
tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang seoptimal mungkin.
Dengan demikian muncullah perdagangan komoditas pertanian suatu negara akibat
mengalami kekurangan komoditas pertanian dan negara yang lain memiliki kelebihan komoditas

pertanian yang kemudian melakukan transaksi atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak.
Dari kegiatan perdagangan komoditas pertanian tersebut ditetapkanlah tarif dan kuota ekspor
impor. Sehingga hasil dari perdagangan internasional ini dapat meningkatkan pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi suatu negara.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian pertanian?
2. Apakah pengertian sistem pertanian?
3. Apakah pengertian sistem pertanian tradisional?
4. Apakah pengertian sistem pertanian modern?
5. Apakah perbedaan tingkat produktifitas?
6. Apakah latar belakang perdagangan komoditas pertanian?
7. Apakah komoditas pertanian Negara berkembang?

8. Apakah komoditas pertanian Negara maju?
9. Apakah pengertian tarif dan kuota?
10. Bagaimanakah keseimbangan perdagangan internasional?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui:
1. Pengertian pertanian
2. Pengertian sistem pertanian
3. Pengertian sistem pertanian tradisional
4. Pengertian sistem pertanian modern
5. Perbedaan tingkat produktifitas
6. Latar belakang perdagangan komoditas pertanian
7. Komoditas pertanian Negara berkembang
8. Komoditas pertanian Negara maju
9. Pengertian tarif dan kuota
10. Keseimbangan perdagangan internasional
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakekat Sistem pertanian tradisional
A. Pengertian Pertanian

Pertanian merupakan aktivitas ekonomi yang utama dan terbesar di Indonesia. Penerapan
sistem pertanian pada masa orde baru dilakukan dengan pencanangan Revolusi Hijau. Adanya
dampak negatif dari penerapan revolusi Hijau tersebut, maka para ahli/pakar mulai memikirkan
solusi lain untuk mengganti Sistem Pertanian Revolusi Hijau tersebut. Hal ini ditandai dengan
adanya konsep pembangunan berkelanjutan. Salah satu konsep pembangunan berkelanjutan
dalam bidang pertanian yaitu adanya ‘Agenda 21 Indonesia’. Yang memuat tentang
Pengembangan Pertanian dan Pedesaan Berkelanjutan. Sehingga kemudian berkembang sistem
pertanian organik yang dikembangkan oleh sebagian petani.

Menurut Sanganatan (1989) bahwa Istilah umum “pertanian” berarti kegiatan menanami
tanah dengan tanaman yang nantinya menghasilkan suatu yang dapat dipanen, dan kegiatan
pertanian merupakan campur tangan manusia terhadap tetumbuhan asli dan daur hidupnya.
Dalam pertanian modern campur tangan ini semakin jauh dalam bentuk masukan bahan kimia
pertanian, termasuk: pupuk kimia, pestisida dan bahan pembenah tanah lainnya. Bahan-bahan
tersebut mempunyai peranan yang cukup besar dalam meningkatkan produksi tanaman. Akan
tetapi dua istilah “pertanian alami” dan “pertanian organik” kita kaji lebih mendalam, maka
pengertiannya akan berbeda.
Istilah yang pertama “pertanian alami” mengisyaratkan kEkuatan alam mampu mengatur
pertumbuhan tanaman, sedang campur tangan manusia tidak diperlukan sama sekali. Istilah yang
kedua “pertanian organik” campur tangan manusia lebih insentif untuk memanfaatkan lahan dan

berusaha meningkatkan hasil berdasarkan prinsip daur-ulang yang dilaksanakan sesuai dengan
kondisi setempat (Sutanto, 1997).
Pertanian adalah salah satu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan proses pertumbuhan
dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Ada anggapan bahwa asal mula pertanian di dunia dimulai
dari asia tenggara. Awal kegiatan pertanian terjadi ketika manusia mulai mengambil paneranan
dalam proses kegiatan tanaman dan hewan serta pengaturannya untuk memenuhi kebutuhan.
Tingkat kemajuan pertanian mulai dari pengumpulan da pemburu, pertanian primitive, pertanian
tradisional, dan pertanian modern (Admin UPI, 2012).
Sedangkan menurut Banoewidjojo (1983) pertanian dalam arti luas yaitu semua kegiatan
usaha dalam reproduksi fauna dan flora tersebut, yang dibedakan ke dalam 5 sektor, masingmasing pertanian rakyat, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Dalam arti sempit
yaitu khusus pertanian rakyat.
Pertanian merupakan bagian agroekosistem yang tak terpisahkan dengan subsistem
kesehatan dan lingkungan alam, manusia dan budaya saling mengait dalam suatu proses produksi
untuk kelangsungan hidup bersama (Karwan A. Salikin).
B. Pengertian Sistem Pertanian (Agrosistem)
Sistem Pertanian (Agrosistem) adalah sekumpulan komponen yang disatukan oleh suatu
bentuk interaksi dan saling ketergantungan pada suatu batas tertentu, untuk mencapai tujuan
pertanian bagi pihak-pihak yang terlibat. Sistem pertanian (farming system) adalah pengaturan
usaha tani yang stabil, unik dan layak yang dikelola menurut praktek yang dijabarkan sesuai
lingkungan fisik, biologis dan sosio ekonomi menurut tujuan, preferensi dan sumber daya rumah
tangga.
Sistem pertanian semakin tergantung pada input-input luar sebagai berikut: kimia buatan
(pupuk, pestisida), benih hibrida, mekanisasi dengan pemanfaatan bahan bakar minyak dan juga
irigasi. Konsumsi terhadap sumber-sumber yang tidak dapat diperbaharui, seperti minyak bumi
dan fosfat sudah dalam tingkat yang membahayakan. Bersamaan dengan meningkatnya
kebutuhan akan produk pertanian, maka teknologi baru untuk pengembangan varietas baru,
seperti jagung, padi, gandum serta tanaman komersial lainnya juga nampak semakin menantang.
Namun demikian, pemanfaatan input buatan yang berlebihan dan tidak seimbang, bisa
menimbulkan dampak besar, bukan hanya terhadap ekologi dan lingkungan, tetapi bahkan
terhadap situasi ekonomi, sosial dan politik diantaranya dengan adanya ketergantungan pada
impor peralatan, benih serta input lainnya. Akibat selanjutnya adalah menyebabkan

ketidakmerataan antar daerah dan perorangan yang telah memperburuk situasi sebagian besar
petani lahan sempit yang tergilas oleh revolusi hijau (Reijntjes, Haverkort, dan Bayer, 1999).

Pengertian pertanian meliputi sekelompok sistem yang terdiri dari 16 level.
Klasifikasi sistem
1. Sistem Alam (Natural System)


Terdiri dari bahan fisik dan biologis, serta hubungan di antaranya dalam dunia yang
membentuk kehidupan dasar.



Fenomena dalam agrosistem : batuan membentuk tanah, tanah; tanam bergantung pada
tanah; binatang bergantung pada tanaman, dst.



Untuk memahami sistem alam -> menggandakan sistem alam -> menghasilkan sistem
buatan

2. Sistem Sosial (Social System)


Terdiri dari entitas yang membentuk populasi, yang berupa institusi atau mekanisme
sosial



Ada hubungan antara individu, kelompok, komunitas secara langsung atau melalui media
institusi, dan bukan hubungan antar benda mati.



Fokus perhatian pada sistem sosial manusia dalam hubungannya dengan agrosistem.



Istilah sistem sosial digunakan lebih luas, termasuk institusi dan hubungan-hubungan
ekonomi, sosial, religius dan politik.

3. Sistem Buatan (Artificial System)


Tak muncul secara alami. lSistem buatan adalah kreasi manusia untuk tujuan melayani
manusia.



Seluruh sistem buatan, termasuk sistem pertanian disusun oleh salah satu atau kedua
elemen :

1. Elemen yang diambil dari salah satu atau kedua-duanya berasal dari sistem order dua level lebih
tinggi, yaitu pada level divisi (sistem alam dan sistem sosial)
2. Elemen yang disusun atau ditujukan untuk penggunaan spesifik oleh setiap sistem buatan.

C. Klasifikasi sistem menurut jenis-jenisnya
Sistem eksplisit dan sistem implisit
Sistem eksplisit :


Elemen sistem teridentifikasi dan terdefinisi



Hubungan antar elemen bersifat formal kuantitatif, berupa hubungan matematis



Pakar pertanian dan ekonomi yang membahas tentang pertanian biasanya berhubungan
dengan sistem eksplisit order level 1 – 10. Petani sendiri jarang memperhatikan sistem
eksplisit, tetapi hanya sistem sederhana, atau bagian tertentu saja.

Sistem implisit :





Sistem hanya melihat elemen utama atau kritis



Hubungan yang ada hanya hubungan utama atau sangat relevan



Elemen dan hubungan tersebut tak dicatat secara formal, tak dianalisa dan tak dievaluasi.



Petani pada umumnya berhubungan dengan sistem implisit. Pada petani tradisional untuk
order 1-10. Pada petani modern, bekerja lebih formal dan sistem eksplisit, seperti buku
catatan usaha tani, anggaran tanaman.



Sistem manajemen pertanian muncul secara implisit

Sistem diskriptif dan sistem operasional
Sistem diskripstif
Biasanya untuk memfasilitasi pemahaman suatu organisasi, struktur atau operasi suatu proses
yang produktif.
1.

Contoh (1) : penyusunan anggaran input output petani untuk memahami potensi tanaman
baru. Berdasarkan hasil ini, petani mungkin akan menyusun rencana lebih detail (sistem
operasional) tentang bagaimana mendapatkan pengelolaan terbaik.

2.

Contoh (2) : menteri pertanian menyusun diagram alir sebuah komoditas mulai dari farm
hingga ke konsumen.

Sistem operasional


Sistem yang disusun oleh manajer atau analist sebagai dasar penyusunan rekomendasi
yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja sistem.

Pendekatan dalam klasifikasi sistem:



Purposeful or non-purposeful



Static or dynamic



Open or closed



Abstract or concrete



Deterministic or stochastic

D. Pengertian Sistem Pertanian Tradisional
Sistem pertanian tradisional adalah sistem pertanian yang masih bersifat ekstensif dan
tidak memaksimalkan input yang ada. Sistem pertanian tradisional salah satu contohnya adalah
sistem ladang
berpindah.
Sistem ladang
berpindah
telah
tidak
sejalan
lagi
dengan kebutuhan lahan yang semakin meningkat akibat bertambahnya penduduk. Sistem
pertanian ini merupakan sistem yang dimulai sejak manusia memilih mulai menetap dan
berladang pada sau lokasi saja. Pada sistem ini teknologi pertaniannya tergolong sangat rendah
karena hanya menggunakan peralatan pertanian yang masih sederhana dan belum berkembang.
Selain itu, pertanian tradisional ini masih sangat bersahabat dengan alam, arif dan mendukung
ekosistem, hal ini karena petani masih membiarkan berbagai macam hewan tetap hidup sehingga
ketersediaan rantai makanan untuk flora dan fauna yang hidup didalamnya terjaga. Maka dengan
demikian pengendaian OPT nya masih tergolong arif.
Pertanian tradisional bersifat tak menentu. Keadaan ini bisa dibuktikan dengan kenyataan
bahwa manusia seolah-olah hidup di atas tonggak. Pada daerah-daerah yang lahan pertaniannya
sempitdan penanaman hanya tergantung pada curah hujan yang tak dapat dipastikan, produk ratarata akan menjadi sangat rendah, dan dalam keadaan tahun-tahun yang buruk, para petani dan
keluarganya akan mengalami bahaya kelaparan yang sangat mencekam. Dalam keadaan yang
demikian, kekuatan motivasi utama dalam kehidupan para petani ini barangkali bukanlah
meningkatkan penghasilan, tetapi berusaha untuk bisa mempertahankan kehidupan keluarganya.
Pada Pertanian tradisional biasanya lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup
para petani dan tidak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi petani, sehingga hasil keuntungan
petani dari hasil pertanian tradisional tidak tinggi, bahkan ada yang sama sekali tidak ada dalam
hasil produksi pertanian.
Sebenarnya pertanian tradisional merupakan pertanian yang akrab lingkungan karena
tidak memakai pestisida. Akan tetapi produksinya tidak mampu mengimbangi kebutuhan pangan
penduduk yang jumlahnya terus bertambah. Untuk mengimbangi kebutuhan pangan tersbut,
perlu diupayakan peningkatan produksi yang kemudian berkembang sistem pertanian
konvensional (Pracaya, 2007).
Dalam pertanian tradisional, produksi pertanian dan konsumsi sama banyaknya dan
hanya satu atau dua macam tanaman saja (biasanya jagung atau padi) yang merupakan sumber
pokok bahan makanan. Produksi dan produktivitas rendah karena hanya menggunakan peralatan
yang sangat sederhana (teknologi yang dipakai rendah). Penanaman atau penggunaan modal
hanya sedikit sekali, sedangkan tanah dan tenaga kerja manusia merupakan faktor produksi yang
dominan.

Pada tahap ini hukum penurunan hasil (law of diminshing return) berlaku karena
terlampau banyak tenaga kerja yang pindah bekerja di lahan pertanian yang sempit. Kegagalan
panen karena hujan dan banjir, atau kurang suburnya tanah, tindakan pemerasan oleh oara
rentenir merupakan hal yang sangat ditakuti para petani.
Sistem pertanian ladang berpindah sebagai salah satu bentuk pengetahuan ekologi
tradisional telah lama dikenal masyarakat luas dan telah lama pula dipraktekkan di berbagai
negara, termasuk di Indonesia. Baduy merupakan salah satu kelompok masyarakat tradisional di
Indonesia yang menerapkan sistem tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat implikasi
ekologis dari aturan-aturan adat suku Baduy yang terkait dengan sistem tata guna lahan dan
sistem pertanian ladang berpindah terhadap kondisi ekosistem. Hal tersebut dilakukan dengan
cara membandingkan struktur dan komposisi vegetasi serta kondisi faktor-faktor lingkungan dari
beberapa tahapan suksesi komunitas sekunder (reuma) dengan komunitas hutan tua (leuweung
kolot) di Kawasan Adat Baduy, Desa Kanekes, Banten. Dilakukan analisis vegetasi dengan
metode kuadrat dan pengukuran faktor lingkungan pada 8 tapak reuma dan 1 tapak hutan tua
(leuweung kolot). Parameter yang diukur dalam analisis vegetasi adalah kerapatan, kerimbunan
dan frekuensi kemunculan tiap spesies. Sedangkan parameter yang diukur dalam pengukuran
faktor lingkungan adalah faktor fisik (suhu dan kelembaban) dan kandungan nutrisi tanah
(mineral, organik dan tekstur). Jumlah total spesies yang ditemukan adalah sebanyak 264 spesies
yang terdiri dari 119 spesies pohon dalam 38 famili, 39 spesies perdu (termasuk liana) dalam 20
famili, dan 83 spesies herba (termasuk paku) dalam 43 famili. Hasil pengukuran parameter
vegetasi memperlihatkan perbedaan yang cukup signifikan dari struktur dan komposisi vegetasi
antara leuweung kolot dan seluruh tapak reuma.
 Pertanian Tradisional berdasarkan fungsi dasar Ekonomi
Dalam pertanian tradisional biasanya menggunakan prinsip yang mana pertaniaan
tradisional hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya sekarang, misalnya pada
masyarakat bercocok tanam tanaman padi yang mana hasil padi yang telah di produksi dan
diolah menjadi beras kemudian di konsumsi oleh keluarganya, sehingga terus berjalan
kelangsungan hidupnya.
Kemudian ciri dari pertanian tradisional yaitu masih berpaku dan berharap pada alam
yang mana ketika masyakrakat menanam suatu tanaman dengan pertanain tradisional maka
hasilnya akan tergantung pada proses alam.
Pada sistem pertanian terdapat beberapa evaluasi terhadap aspek ekonomi. Pertanian
tradisional jika dilihat dari aspek ekonomi antara lain:
 Penggunaan teknologi yang belum berkembang.
Dalam hal ini biasanya pada pertanian tradisional menggunakan alat atau teknologi yang
masih rendah atau belum berkembang.Yang mana hal ini dapat memperlambat hasil yang di
produksi dan akan membuang waktu dlaam proses bercocok tanam. Misalnya pada sistem
tradisional masyarakat untuk membajak sawah masih menggunakan kerbau hal ini masih kurang
efisiensi dalam pemanfaatan waktu dan tenaga.Akan tetapi dari sektor ekonominya lebih rendah
dan minim pengularan untuk mengelolah lahan untuk menghasilkan produk.
 Tenaga kerja yang masih banyak digunakan
Untuk pertanian tradisional biasanya diguanakan lebih banyak dalam menggelolah lahan
pertanian untuk menghasilkan produksi. hal ini dikarenakan masih minimnya teknologi yang ada
sehingga pelaksanaan menggunakan SDM (sumber daya manusia) yang ada. Sebagai contoh

dalam hal panen tanaman tebu yang mana digunakan tenaga kerja manusia dalam proses
penebangan,kemudian contoh lain proses perontokan helai padi yang masih menggunakan tenaga
manusia untuk melakukan walaupun saat ini mulai ada teknologi yang membantu merontokan
helai padi. Hal ini mencerminkan bahwa pertanian tradisional masih tergantung dengan Sumber
Tenaga Manusia yang ada,akan tetapi dari sektor ekonominya lebih murah.
 Modal yang dipakai masih sedikit
Dalam hal ini modal dalam pengelolahan produksi pertanian masih sedikit karena
kebutuhan yang dibuat tidak terlalu membutuhkan modal lebih .Biasanya juga hanya butuh
modal untuk pembayaran tenaga kerja dan lain-lain yang rata-rata minim.
 Hasil produksi yang masih kurang terjangkau
Dalam pertanian tradisional sering hasil yang di produksi hanya sebatas untuk di konsumsi
keluarga maupun masyarakat golongan.Hal ini dikarenakan masih minimnya cara budidaya
tanaman sehingga produk yang dihasilkan masih rendah.
 Pertanian tradisional berdasarkan fungsi dasar Ekologi
Dalam pertanian tradisional untuk mengolah hasil produk pertanian masih tergantung
dengan alam/ekologi sekitar. Dikarenakan dalam proses pertanian tradisional produknya hanya
untuk memeunhi konsumsi petaninya,bukan untuk mencari keuntungan besar.
Adapun dampak positif yang terjadi dari pertanian tradisional yaitu:
 Pelestarian alam yang masih terjamin dan terus berkembang.
Yang mana pelestarian alam terus berjalan karena proses ini berjalan dan akan bisa
memproduksi dengan rata-rata konstan untuk musim-musim kedepannya.
 Tidak adanya kerusakan ataupun pencemaran yang terjadi
Proses pertanian tradisional terjadi tampa adaya perusakan ekosistem yang ada sekitar
maupun tampa pencemaran yang bisa mengakibatkan penurunan hasil produktivitas pengolahan
pertanian.
 Pertanian tradisional berdasarkan fungsi dasar Sosial
Dalam pertanian tradisional terjadi hubungan yang erat antar sesama dikarenakan dalam
proses pertanian tradisional menjunjung tinggi tolong menolong dan gotong royong, apalagi
dengan sistem tradisional yang menyebakan antar petani salaing membutuhkan dan membantu
untuk menghasilkan produktivitas pertanian yang telah di olah.
a. Kelebihan Dan Kekurangan Pertanian Tradisional
Kelebihan pertanian tradisional yaitu :
1. Lebih ramah lingkungan
2. Dapat melestarikan budaya asli pedesaan yang umumnya sering berkaitan dengan ritual dalam
pertanian
Kelemahan pertanian tradisional yaitu :
1. Membutuhkan tenaga kerja yang banyak
2. Sangat tergantung pada iklim.
3. Selalu berpindah-pindah tempat budidaya tanaman
2.2 Hakekat Sistem Pertanian Modern
A. Pengertian Pertanian Modern

Pertanian modern adalah pola pertanian dengan menggunakan alat-alat canggih dan
dengan skala besar. Pertanian modern harus menggunakan peralatan modern. Aplikasi
pertanian modern yang telah terlaksana seperti pertanian gandum, pertanian padi, pertanian
anggur. Pertanian modern bertujuan untuk memutus ketergantungan petani terhadap input
eksternal dan penguasa pasar yang mendominasi sumber daya agraria. Pertanian modern
merupakan tahapan penting dalam menata ulang struktur agraria dan membangun sistem
ekonomi pertanian yang sinergis antara produksi dan distribusi dalam kerangka pembaruan
agraria.
Pelaksanaan pertanian modern bersumber dari tradisi pertanian keluarga yang
menghargai, menjamin dan melindungi keberlanjutan alam untuk mewujudkan kembali budaya
pertanian sebagai kehidupan. Oleh karena itu, SPI mengistilahkannya sebagai “Pertanian modern
berbasis keluarga petani”, untuk membedakannya dengan konsep pertanian organik berhaluan
agribisnis. Pertanian modern merupakan tulang punggung bagi terwujudnya kedaulatan pangan
(Serikat Petani Indonesia, 2008).
Pertanian modern meliputi komponen-komponen fisik, biologi dan sosio ekonomi.
Pertanian modern direpresentasikan dengan sistem pertanian yang melaksanakan pengurangan
input
bahan-bahan
kimia,
mengendalikan erosi
tanah
dan
gulma, serta
memelihara kesuburan tanah. Pertanian modern memiliki konsep dasar yaitu mempertahankan
ekosistem alami lahan pertanian yang sehat, bebas dari bahan-bahan kimia yang meracuni
lingkungan. Dalam pertanian modern terdapat komponen dasar agroekosistem baik untuk jangka
pendek maupun jangka panjang, dimana komponen dasar agroekosistem tersebut memadukan
antara produktivitas (productivity), stabilitas (Stability), Pemerataan (equlity).
Pertanian modern merupakan suatu ajakan moral untuk berbuat kebijakan pada lingkungan
Sumber Daya Alam dalam usaha pertanian dengan mempertimbangkan 3 aspek, yaitu:
a. Kesadaran Lingkungan (Ecologically Sound), sistem budidaya pertanian tidak boleh
menyimpang dari sistem ekologis yang ada. Keseimbangan lingkungan adalah indikator adanya
harmonisasi dari sistem ekologis yang mekanismenya dikendalikan oleh hukum alam.
b. Bernilai ekonomis (Economic Valueable), sistem budidaya pertanian harus mengacu pada
pertimbangan untung rugi, baik bagi diri sendiri dan orang lain, untuk jangka pandek dan jangka
panjang, serta bagi organisme dalam sistem ekologi maupun diluar sistem ekologi. Sumber daya
alam terlanjutkan (tidak tereksploitasi).
c. Berwatak sosial atau kemasyarakatan (Socially Just), sistem pertanian harus selaras dengan
norma-noma sosial dan budaya yang dianut dan di junjung tinggi oleh masyarakat setempat.
(Lisa navita)
Pertanian intensif merupakan cara bertani yang memanfaatkan inovasi teknologi dengan
penggunaan input yang banyak dengan tujuan memperoleh output yang lebih tinggi dalam kurun
waktu yang relatif singkat. Pertanian intensif dapat disebut sebagai pertanian modern. Ciri
Pertanian Modern (Intensif) adalah penggunaan bibit unggul, aplikasi pupuk buatan, pestisida,
penerapan mekanisasi pertanian dan pemanfaatan air irigasi. Sistem pertanian ini mengkonsumsi
sumberdaya alam yang tak terbaharui dalam jumlah besar seperti minyak dan gas bumi, fosfat
dan lain-lain, sehingga butuh modal yang besar pula. Sistem pertanian seperti ini telah
berkembang sedemikian rupa di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia dan dirasakan sangat
bermanfaat dalam rangka peningkatan produksi berbagai komoditas pertanian guna memenuhi

kebutuhan manusia. Hasil kemajuan teknologi melalui pertanian modern begitu spektakuler dan
mengesankan, sehingga fenomena tersebut dipandang sebagai “Revolusi Hijau”.
Secara umum Revolusi Hijau merupakan peralihan dari metode pertanian tradisional
menjadi teknologi pertanian modern. Peralihan tersebut terutama dalam penggunaan dalam
fertilizer, irigasi dan perbaikan bibit secara genetical. Tujuannya yaitu untuk meningkatkan hasil
pertanian di daerah yang penghasil pangannya masih rendah, terutama di negaranegara berkembang yang dimulai tahun 60-an. Pada akhirnya Revolusi Hijau menghantarkan
Indonesia sebagai negara swasembada beras dan tidak lagi sebagai negara pengimpor
beras terbesar dengan pangsa produksi yaitu sebesar 38,138 juta ton GKG (Gabah Kering
Giling)/23,44 juta ton beras dengan tingkat produktivitas rata-rata 2,66 ton/ha.
Berdasarkan uraian Rigg (62-63) terdapat dua isu kritik terhadap pelaksanaan Revolusi
Hijau, yaitu isu yang berkaitan dengan kerusakan ekologi dan isu yang berkaitan dengan adanya
kesenjangan antara petani kaya dan petani miskin dalam penguasaan teknologi, termasuk hasil
produksi dan pendapatannya. Berdasarkan pada pendapat Rigg tersebut, maka dampak
negatif Revolusi Hijau dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu sebagai berikut :
 Dampak Negatif Terhadap Kondisi Sosial-Ekonomi
Kehidupan petani menjadi terombang-ambing dan tidak berdaya karena fluktuasifluktuasi harga pasar, terutama harga hasil panen dan saprodi.
 Dampak Terhadap Kondisi Ekologis
Penggunaan bibit unggul, pupuk obat-obatan kimia secara over dosis akan menyebabkan
adanya dampak negatif terhadap kondisi ekologis atau terjadinya kerawanan ekologis.
Pada sistem pertanian modern juga cenderung mempraktekkan pola monokultur. Di satu
sisi praktek tersebut meningkatkan produksi komoditas tertentu, akan tetapi di sisi komoditas
alternatif yang sekitarnya dapat diproduksi menjadi nihil. Pertanian organik merupakan
alternative kerena dianggap ekonomis, ekologis, dan lebih banyak memberikan nutrisi. Lebih
ekonomis karena semakin mahalnya sarana dan prasarana pertanian konvensional (seperti harga
pupuk kimia, bibit unggul dan lainnya). Pertanian organik lebih menjaga ekologis karena tidak
terdapat limbah unsure-unsur kimia yamg mencemari lingkungan. Pertanian organic juga lebih
banyak mengandung nutrisi, karena berdasarkan hasil penelitian, makanan yang bersal dari
tanaman yang dikelola secara alami ternyata lebih banyak mengandung nutrisi
Modernisasi Pertanian, Sejak awal dikembangkannya pertanian di bumi ini, konsep
pertamanya adalah pemenuhan kebutuhan pangan manusia. Dicarilah berbagai cara agar supaya
pangan yang ada di dunia ini tetap lestari dan tidak habis. Kehidupan purba memulainya dengan
ditandainya perubahan pola hidup dari berladang dan berpindah menjadi menetap di suatu
daerah. Pada konsep awal ini, pertanian menjadi sektor dasar yang merupakan pijakan dari
sektor-sektor lain karena ini memang suatu ‘fitrah’ dari sektor berbasis sumber daya seperti
pertanian. Hal ini menyebabkan pertanian terintegrasi cukup baik ke dalam kebijakan ekonomi
makro. Oleh karena itu, pada tataran konsep dasar ini, pertanian bisa berkembang pesat. Bahkan
negara-negara yang memiliki basis sumber daya kuat seperti Indonesia bisa mencapai
swasembada pangan. Dalam Arifin (2004), Pada era 1970-an Indonesia cukup berhasil
membangun fondasi atau basis pertumbuhan ekonomi yang baik setelah pembangunan pertanian
terintegrasi cukup baik ke dalam kebijakan ekonomi makro. Hasil besar yang secara nyata yang

dirasakan langsung oleh masyarakat banyak adalah terpenuhinya kebutuhan pangan secara
mandiri (swasembada) pada pertengahan 1980-an.
Kemudian, konsep selanjutnya mulai berkembang, yaitu konsep pemuliaan spesies
pertanian yang mencari varietas-varietas yang memiliki keunggulan tersendiri dan lebih
menguntungkan manusia. Konsep ini muncul sebagai bagian dari peningkatan kualitas setelah
adanya peningkatan kuantitas dari konsep pertama. Didapatlah varietas-varietas dengan
keunggulan tertentu, seperti enak rasanya, banyak hasil panennya dalam sekali masa tanam,
menghasilkan daging atau susu yang banyak dan berkualitas, dan tahan terhadap hama dan
penyakit.
Kedua konsep ini dapat dikatakan sebagai konsep dasar pertanian yang walau berubah
seperti apapun kehidupan di muka bumi ini, kedua konsep akan terus dipakai.
Kini, konsep pertanian modern bukan hanya membahas usaha untuk pemenuhan
kebutuhan pangan manusia dan pemuliaan spesies pertanian, tetapi sudah lebih ke arah
bagaimana cara optimalisasi usahatani untuk menghasilkan bahan pangan yang bermutu, baik
dari segi kualitas maupun kuantitas. Di dalamnya juga termasuk usaha peningkatan teknologi
pertanian agar pertanian berjalan lebih efektif dan efisien. Inilah perkembangan konsep pertanian
selanjutnya. Konsep ini merupakan penggabungan dari dua konsep awal yang terkesan berjalan
sendiri-sendiri Pada awalnya terlihat kurang adanya keterkaitan yang erat antara riset dan
pengembangan teknologi pertanian dengan peningkatan hasil panen di lapangan. Seiring
berjalannya waktu mulai ada harmonisasi keduanya dan hal ini sudah mulai terlihat di tahun
2008 ini. Triwulan II 2008 ini PDB sektor pertanian meningkat 5,1% dari Triwulan I. Hal ini
seiring dengan tingginya nilai ekspor hasil pertanian periode Januari-Juni 2008 yang meningkat
50,13% dibanding periode yang sama tahun lalu. Inilah bukti dari optimalisasi usahatani di
Indonesia berhasil. Tingginya nilai ekspor hasil pertanian indonesia juga menandakan bahwa
kualitas produk pertanian kita sudah sesuai dengan standar kualitas internasional. Baiknya
kualitas dan kuantitas produk pertanian Indonesia merupakan hasil dari konsep pertanian modern
yang diterapkan di Indonesia.
Konsep optimalisasi usahatani ini dijabarkan oleh sebuah sistem terpadu yang mampu
melingkupi semua sektor, termasuk industri, dan mengaitkannya menjadi sebuah rantai
perekonomian Indonesia. Sistem ini merupakan penerapan dari konsep pertanian modern, yaitu
agribisnis. Sistem agribisnis merupakan sistem yang terdapat keterkaitan erat antar subsistem
agribisnis mulai dari hulu hingga jasa penunjang dan menopang satu sama lain. Sistem agribisnis
merupakan konsep yang lebih konkrit dan komprehensif untuk pengembangan sektor pertanian
ke arah yang lebih baik. Dengan adanya sistem ini, pengembangan komoditas-komoditas
pertanian Indonesia pun menjadi lebih fokus karena setiap komoditas memiliki subsistem
agribisnis yang berbeda-beda. Sistem ini juga mampu menggerakkan pemerintah untuk lebih giat
mengeluarkan kebijakan yang pro terhadap pertanian rakyat dan dunia perbankan agar lebih
‘ramah’ terhadap petani dalam hal kredit karena keduanya masuk sebagai salah satu subsistem
agribisnis, yaitu subsistem jasa penunjang yang bergerak bersama-sama subsistem yang lainnya.
Setelah perjuangan penuh manusia untuk merancang konsep pertanian modern untuk
memenuhi kebutuhan manusia yang tanpa batas, kini berkembang lagi konsep pertanian baru
yang semakin menunjukkan kebutuhan manusia yang tanpa batas. Pengembangan sektor
pertanian ke arah yang lebih lanjut adalah untuk usaha pemenuhan energi. Sumberdaya alam
yang semakin terbatas, terutama sumber energi, membuat manusia kembali mengandalkan

pertanian sebagai penghasil sumber energi alternatif. Belakangan sudah dikembangkan biofuel di
Brazil dengan memanfaatkan tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas) dan sudah mulai
dikembangkan pula oleh negara lain.
Semua hal diatas mengenai konsep pertanian berhubungan erat dengan pemenuhan
kebutuhan manusia yang tanpa batas. Padahal, sumber daya yang tersedia sudah pasti ada
batasnya dan suatu saat akan habis. Untuk kepentingan yang sangat vital inilah sektor pertanian
kini sudah terpolitisasi. Apalagi di Indonesia yang mayoritas warganya berlatar belakang
pertanian atau berhubungan dengan sektor pertanian.
Pangan pada hakikatnya akan selalu dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup
lainnya. Oleh karena itu, sektor pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari suatu
negara. Tabiat manusia yang kebutuhannya tanpa batas harus dikendalikan semaksimal mungkin
karena alam memiliki keterbatasan. Jika hal itu tidak sesegera mungkin dilakukan, bukan tidak
mungkin manusia akan punah sebelum waktu yang ditentukan-Nya.
B. Menuju Pertanian Modern
Pertanian modern meliputi pertanian organik, hidroponik, holtikultura, dll. Metode ini
akan dapat membawa keuntungan bagi para petani dengan banyak cara. Salah satu contoh
pertanian modern adalah pertanian organik. Menghidupkan kembali kearifan lokal seperti ritual
tanam, kalender musim/ pronoto mongso, kecocokan tanaman dengan karakteristik petani
dan kondisi topografi/geografi setiap daerah seharusnya tidak dilupakan pertanian organik.
Kearifan lokal dengan berbagai ragam pengetahuan manusia dihapus oleh pertanian modern,
menjadi hanya satu pola bentuk pertanian. Bibit lokal, kearifan pengetahuan pertanian lokal
dicap “primitif” oleh penggiat pertanian modern. Julukan primitif ini diikuti promosi besarbesaran jenis padi hibrida unggul, tahan terhadap segala jenis penyakit dan hama, produksi lebih
tinggi, dan waktu panen yang cepat.
Praktik pertanian organik seharusnya membawa perubahan mendasar dalam kehidupan
sosial yang dulu pernah ada dan hidup dikomunitas pedesaan. Dulu, hubungan
antara pemilik tanah dan penggarap tidak hanya didasarkan pada ikatan ekonomis saja, tetapi
mereka juga menjalin hubungan yang mengandung ikatan solidaritas sosial. Contohnya,
bila salah seorang keluarga petani ditimpa musibah atau gagal panen, maka beban ini ditanggung
oleh anggota komunitas yang lain, termasuk oleh pemilik tanah. Solidaritas masyarakat desa ini
pulalah yang mencegah dan menyelamatkan keluarga-keluarga petani miskin dari bencana
kelaparan yang disebabkan oleh kerawanan ekologis. Apabila pendekatan pertanian organik tidak
holistik, maka pertanian organik tidak ubahnya seperti revolusi hijau.
C. Sistem Pertanian Modern
Pertanian modern yang bertumpu pada pasokan eketernal berupa bahan-bahan kimia
buatan (pupuk dan pestisida), menimbulkan kekhawatiran berupa pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup, sedangkan pertanian tradisional yang bertumpu pada pasokan internal tanpa
pasokan eksternal menimbulkan kekhawatiran berupa rendahnya tingkat produksi pertanian, jauh
di bawah kebutuhan manusia. Kedua hal ini yang dilematis dan hal ini telah membawa manusia
kepada pemikiran untuk tetap mempertahankan penggunaan masukan dari luar sistem pertanian
itu, namun tidak membahayakan kehidupan manusia dan lingkungannya (Mugnisjah, 2001).

Pertanian modern dikhawatirkan memberikan dampak pencemaran sehingga membahayakan
kelestarian lingkungan, hal ini dipandang sebagai suatu krisis pertanian modern.
Sebagai alternatif penanggulangan krisis pertanian modern adalah penerapan pertanian
organik. Kegunaan budidaya organik menurut Sutanto (2002) adalah meniadakan atau
membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya kimiawi. Pemanfaatan
pupuk organik mempunyai keunggulan nyatadibanding dengan pupuk kimia. Pupuk organik
dengan sendirinyamerupakan keluaran setiap budidaya pertanian, sehingga merupakan sumber
unsur
hara makro dan
mikro
yang
dapat
dikatakan
cuma-cuma.
Pupuk organik berdaya amliorasi ganda dengan bermacam-macam proses yang saling
mendukung, bekerja menyuburkan tanahdan sekaligus menkonservasikan dan menyehatkan
ekosistem tanah serta menghindarkan kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan. Dengan
demikian penerapan sistem pertanian organik pada gilirannya akan menciptakan pertanian yang
berkelanjutan.
Dunia pertanian modern adalah dunia mitos keberhasilan modernitas. Keberhasilan
diukur dari berapa banyaknya hasil panen yang dihasilkan. Semakin banyak, semakin dianggap
maju. Di Indonesia, penggunaan pupuk dan pestisida kimia merupakan bagian dari Revolusi
Hijau, sebuah proyek ambisius Orde Baru untuk memacu hasil produksi pertanian dengan
menggunakan teknologi modern.
 Pertanian modern berdasarkan fungsi dasar Ekonomi
Penerapan pertanian organik, memberikan manfaat bagi masyarakat dalam upaya
pemberdayaan ekonomi rakyat antara lain :
a.
Produksi pertanian organik jauh dibawah hasil produksi sistem konvensional
Adanya perbedaan hasil ini mencerminkan adanya perbedaan teknik bercocok tanam dan
pengalaman petani. Industri pangan organik berkembang sangat cepat sementara petani belum
mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk menerapkan sistem pertanian
organik yang benar. Perbedaan hasil juga seringkali bergantung pada jenis tanaman yang
diusahakan. Beberapa hasil penelitian di kawasan Timur Canada menunjukkan bahwa hasil
gandum organik adalah 75% lebih rendah dibanding dengan gandum konvensional. Pada kasus
cuaca yang tidak normal, misalnya musim kering yang panjang, maka produktivitas pertanian
organik biasanya lebih tinggi dibanding pertanian konvensional. Di samping itu, pertanian
organik juga relative lebih tahan terhadap gangguan hama dan penyakit.
b.
Minimnya akses transportasi pada lokasi-lokasi yang memenuhi syarat untuk budidaya
pertanian organik
Minimnya akses transportasi disebabkan karena daerah yang memenuhi syarat untuk
budidaya pertanian organik adalah daerah yang minim pencemaran lingkungan. Hal ini
menimbulkan beberapa implikasi lanjutan antara lain : (a). sulitnya mendistribusikan bahan input
atau sarana produksi pertanian seperti pupuk dan pestisida organik, benih, dan peralatan kerja;
(b). sulitnya membawa hasil/produk pertanian organik dari lahan ke pasar; (c). mahalnya biaya
untuk transportasi dari dan ke lokasi budidaya pertanian organik.
c.
Pertanian modern memerlukan biaya produksi relatif lebih rendah dibandingkan
pertanian konvensional
Khususnya untuk penyediaan input produksi pertanian konvensional memiliki biaya
produksi lebih tinggi daripada pertanian modern. Dalam pertanian modern pembelian pupuk dan

d.

e.

pestisida sintetis tidak diperlukan lagi. pengendalian gulma dilakukan secara mekanis.
Pengolahan tanah untuk pengendalian gulma setelah tanaman tumbuh dilakukan dengan cara
minimal. Banyak orang berpendapat bahwa pengendalian gulma akan meningkatkan frekuensi
pengolahan tanah dan juga biaya. Dalam prakteknya, ternyata tidaklah demikian. Dengan
perbaikan struktur tanah dan praktek pengelolaan yang baik, pertanian modern justru
meminimalkan pengolahan tanah, atau lebih sedikit, dibanding pertanian konvensional.
Pendapatan petani modern sedikit lebih besar dibanding dengan petani konvensional
Secara umum, biaya produksi lebih rendah dan pendapatan lebih besar (karena premium
price). Industri organik berubah sangat cepat sehingga mempengaruhi ketidakstabilan harga.
Sebagai contoh, adanya harga tinggi pada satu jenis komoditi telah mendorong banyak petani
menanam komoditi yang sama secara bersamaan. Ini menyebabkan harga turun ketika musim
panen. Banyak orang berpendapat bahwa sejalan dengan waktu premium price akan stabil.
Meningkatkan pendapa