BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Analisis Efektifitas Transmisi Moneter Ganda di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

  Kebijakan moneter (monetary policy) memiliki peran yang sangat krusial dalam upaya pencapaian sasaran ekonomi makro. Pengambilan kebijakan moneter yang tepat akan mampu mempengaruhi stabilitas harga, tingkat pertumbuhan ekonomi, penciptaan dan perluasan kesempatan kerja melalui jalur mekanisme moneter yang diambil. Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan suatu proses dimana suatu kebijakan yang dibuat dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan inflasi dalam suatu negara, saluran transmisi kebijakan moneter dilakukan melalui enam saluran yaitu suku bunga, kredit,harga aset, neraca perusahaan, nilai tukar dan ekspektasi, kebijakan ini seluruhnya dijalankan oleh bank sentral yang merupakan mitra utama pemerintah dalam menggerakkan dan menjalankan berbagai kegiatan ekonomi melalui kebijakan-kebijakan yang ditetapkannya .

  Melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT) atau Open Market Operation salah satu ukuran keberhasilan pencapaian tujuan Bank Indonesia adalah terkendalinya laju inflasi tahunan yang ditetapkan sebagai sasaran akhir dari pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang moneter. Berkaitan dengan itu,dalam rangka pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter tersebut, Bank Indonesia dapat menerapkan kerangka kebijakan moneter melalui pengendalian jumlah uang beredar (target kuantitas) atau suku bunga (target suku bunga), pengendalian suku bunga dilakukan dengan menetapkan suku bunga jangka pendek sebagai target operasional.

  Sementara itu, di Indonesia sendiri kebijakan perbankan mulai dikeluarkan pada tahun 1992 yang berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor

  7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang kemudian didukung oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 menganut sistem perbankan ganda (dual banking system), (Dahlan Slamat, 2005:407). Dual banking system adalah penerapan dan pemberlakuan terselenggaranya dua sistem perbankan (konvensional atau bank umum yang beroperasi dengan sistem bunga dan bank yang beroperasi dengan sistem syariah secara berdampingan), yang secara umum juga tidak membatasi bank umum konvensional dalam memberikan layanan secara syariah melalui mekanisme islamic window dengan terlebih dahulu membentuk Unit Usaha Syariah (UUS).

  Perbankan syariah mulai diterapkan di indonesia setelah diberlakukannya undang-undang No.7 Tahuun 1992 tentang perbankan sebagaiman telah diubah dengan UUNo.10 Tahun 1998. Dengan diperkenalkannya perbankan berdasarkan prinsip syariah, maka sistem perbankan di Indonesia saat ini disamping perbankan konvensional yang kita kenal dapat pula dijalankan dengan berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan usaha perbankan syariah pada dasarnya merupakan perluasan jasa perbankan bagi masyarakat yang membutuhkan dan menghendaki pembayaran imbalan yang tidak didasarkan pada sistem bunga, melainkan atas dasar prinsip syariah sebagaimana digariskan syariah (hukum) islam.

  Bank syariah dalam menjalankan operasinya tidak menggunakan sistem bunga sebagai dasar penentuan imbalan yang akan diterima atas pembiayaan yang diberikan dan atau pemberian imbalan atas dana masyarakat. Penentuan imbalan yang diinginkan dan yang akan diberikan tersebut semata-mata didasarkan pada prinsip syariah. Hal ini disebabkan ajaran Islam melarang pengenaaan riba, yang oleh banyak pemuka agama Islam ditafsirkan sebagai larangan memungut bunga.

  Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang perbankan syariah, Bank Indonesia terus melakukan sosialisasi yang intensif. Kegiatan sosialisasi atau edukasi publik dilakukan dalam berbagai bentuk seperti seminar, lokakarya, liputan, melalui media massa cetak dan elektronik, serta penerbitan buku-buku tentang perbankan syariah yang pengembangannya dibantu oleh para Nahdathul Ulama, Masyarakat Ekonomi Syariah dan lembaga lainnya.

  Perkembangan usaha perbankan syariah mengalami perkembangan yang cukup pesat dilihat dari jumlah bank dan kantor bank, kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana.

Tabel 1.1 Perkembangan Kelembagaan Perbankan Syariah Tahun 2005-2012

  Kelompok bank 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Bank Umum Syariah

  3

  3

  3

  5

  11

  11

  11

  11 Unit Usaha Syariah

  19

  20

  26

  27

  23

  23

  24

  24 Jumlah Kantor BUS 504 531 597 953 998 1477 1737 2262 & UUS Jumlah BPRS 92 105 114 131 138 150 155 158 Total 596 659 740 1116 1167 1661 1927 2455

  Sumber : Bank Indonesia, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah Tahun 2013

  Tabel diatas menunjukkan perkembangan perbankan syariah tahun 2008 yaitu adanya penambahan Unit Usaha Syariah (UUS) sebanyak 7 unit, pada tahun 2005 jumlah BUS adalah 3 unit, tetapi unit usah syariah sudah mencapai 19 unit dan peningkatan yang paling baik ditunjukan pada tahun 2008 dengan jumlah BUS 5 unit, tetapi unit syariah mencapai 27 unit. Perkembangan yang paling mencolok adalah pada kantor BUS dan UUS. Pada tahun 2009 jumlah kantor BUS dan UUS 998 unit , tetapi pada tahun 2012 telah mencapai 2262 unit. BPR Syariah (BPRS) juga mengalami peningkatan jumlah yang sangat pesat, dari hanya 92 unit pada tahun 2005 menjadi 150 unit pada tahun 2012, mengingat wilayah operasional BPR adalah pada wilayah-wilayah pedesaan dan daerah terpencil, maka penambahan jumlah BPRS sangat positif, sebab semakin banyak lembaga keuangan yang melayani masyarakat kelompok kecil.

  Berkebalikan dengan prinsip bank konvensional di mana bank konvensional yang dalam operasionalnya menetapkan dan menggunakan metode bunga. Tingkat bunga yang dinyatakan dalam persentase tersebut merupakan aspek penting yang selalu terkait dengan kegiatan usaha bank konvensional, yang dilakukan dengan mengeluarkan produk-produk untuk menyerap dana dari masyarakat antara lain tabungan, simpanan deposito, simpanan giro; menyalurkan dana yang telah dihimpun dengan cara mengeluarkan dan menyalurkan kredit antara lain kredit investasi, kredit modal kerja, kredit konsumtif, kredit jangka pendek; dan pelayanan jasa keuangan antara lain kliring, inkaso, kiriman uang, Letter of Credit, dan jasa-jasa lainnya seperti jual beli surat berharga, bank draft dan perdagangan efek.

  Di negara-negara berkembang seperti Indonesia fungsi dan penerapan Bank Konvensional sangat penting dan strategis. Bank Konvensional sangat penting dalam hal menopang kekuatan dan kelancaran sistem pembayaran dan efektivitas kebijakan moneter dalam pembangunan ekonomi. Kredit-kredit dalam rangka percepatan pembangunan ekonomi, sebagian besar disalurkan oleh bank konvensional. Di Indonesia, pendirian bank konvensional milik pemerintah juga mempunyai misi pembangunan. Setelah era regulasi perbankan tahun 1983, pemerintah-pemerintah daerah di Indonesia ikut mendirikan badan usaha milik daerah (BUMD), yang juga salah satunya menopang pembangunan daerah.

  Banyak ahli perbankan di negara-negara maju mendefinisikan bank konvensional merupakan institusi keuangan yang berorientasi laba. Untuk memperoleh laba tersebut bank konvesional melaksanakan fungsi intermediasi. Karena diijinkan mengumpulkan dana dalam bentuk deposito, bank konvensional disebut juga sebagai lembaga keuangan depositori.

  Sebagai sebuah lembaga keuangan, aset terbesar yang dimiliki bank konvensional adalah aset finansial. Semakin besar aset yang dimilki suatu bank, biasanya porsi aktiva tetapnya semakin kecil. Jarang sekali bank konvesional yang termasuk kategori bank besar yang porsi aktiva tetapnya melebihi 5% apalagi

  10% dari total aset. Aset utama bank konvensional adalah kredit yang disalurkan kepada debitur dengan imbal hasilnya adalah bunga. Dalam kondisi yang normal aset dari kredit porsinya mencapai 65%-75% dari aset total yang dimiliki bank tersebut.

  Disis lain, sebelum juli 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter yang mengacu kepada target uang primer. Kerangkan ini dianggap cukup efektif dalam menarik kembali kelebihan likuiditas diperbankan yang merupakan akibat dari bantuan likuiditas Bank Indonesia, dalam menjalankan fungsi bank sentral sebagai banker of bank yang dikenal juga sebagai lender of last resort.

  Dalam perkembangannya pada mekanisme transmisi kebijakan moneter peranan suku bunga memiliki pengaruh yang semakin penting dalam mempengaruhi variabel makro ekonomi terutama inflasi dibandingkan dengan peranan uang primer. Hal ini dikarenakan adanya hubungan yang tidak stabil antara pengaruh uang primer dengan tingkat inflasi dan sulitnya mengendalikan pertumbuhan ekonomi dan uang primer oleh bank sentral karena adanya perubahan perilaku permintaan uang kartal,giral dan kuasi masyarakat di indonesia

  Selanjutnya, untuk mendukung efektivitas transmisi kebijakan moneter yang lebih optimal serta menciptakan kerangkan kebijakan moneter yang kuat dan antisipatif maka Bank Indonesia mulai menerapkan kebijakan moneter berbasis suku bunga. Kerangka kebijakan moneter yang baru yaitu Inflation

  

Targeting Framework (ITF). Kerangka kerja dilakukan secara transparan,

  konsisten serta komitmen dalam rangka mencapai sasaran inflasi yang rendah dan stabil dalam beberapa tahun kedepan. Dengan penetapan dan pengumuman secara eksplisit Inflation Targeting Framework (ITF) mulai di implementasikan Bank Indonesia sejak juli 2005.

  Dalam mendukung optimalisasi pencapaian sasaran inflasi tersebut, Bank Indonesia menetapkan policy rate (BI- Rate) yang merupakan suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance moneter dalam merespon prospek sasaran inflasi kedepan. BI Rate diumumkan secara periodik kepada publik sebagai sinyal kebijakan moneter untuk jangka waktu tertentu. Perubahan BI Rate mencerminkan respon bank sentral terhadap perkembangan kondisi makroekonomi.

  Secara umum prasyarat utama berjalannya transmisi kebijakan moneter melalui suku bunga yaitu ditandai dengan adanya Interest rate pass- through yang menggambarkan adanya transmisi perubahan suku bunga pasar uang dan suku bunga perbankan sebagai perubahan suku bunga official bank sentral. Seperti studi yang dilakukan De Bondt, 2002 (dikutip dalam Ascarya, 2012) mengatakan kecepatan dan kepenuhan pass-through dari suku bunga official menuju pasar uang dan perbankan menjadi kekuatan transmisi kebijakan moneter.

  Selain itu Taylor, 1995 (dikutip dalam Natsir) dalam studinya mengatakan jalur suku bunga menekankan perubahan struktur suku bunga di sektor keuangan.

  Pengaruh perubahan suku bunga jangka pendek ditransmisikan kepada suku bunga menengah/ panjang yang selanjutnya mempengaruhi permintaan dan pada akhirnya berpengaruh terhadap inflasi. Jalur suku bunga pada mekanisme transmisi kebijakan moneter menekankan pada aspek harga yang berpengaruh pada aktivitas ekonomi di sektor rill, selain itu kondisi perbankan yang sehat merupakan syarat mutlak berjalannya kebijakan moneter dalam perekonomian di suatu negara.

  Dengan kemajuan perkembangan perbankan syariah maka transmisi kebijakan moneter tidak hanya berpengaruh pada bank konvensional saja, namun juga perbankan syariah karena mekanisme transmisi kebijakan moneter dapat juga melalui jalur syariah , instrumen kebijakan moneter tidak hanya melalui bunga saja tetapi juga menggunakan sistem bagi hasil atau fee. Dengan begitu interest

  

rate pass through dapat disebut policy rate pass-through dimana konvensional

menggunakan bunga sedangkan syariah dengan sistem bagi hasil atau fee.

  Berdasarkan latar belakang masalah diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Efektivitas Transmisi Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia”

1.2. Perumusan Masalah

  Mekanisme transmisi kebijakan moneter yang berpengaruh terhadap

aktivitas ekonomi maka diperlukan alur transmisi yang paling efektif dalam

meningkatkan aktivitas ekonomi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian

tentang mekanisme transmisi kebijakan moneter sistem perbankan ganda yaitu

  

konvensional dan syariah di indonesia guna mengetahui efektifitas kebijakan

moneter ganda dalam sistem perbankan ganda.

   Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas , masalah penelitian

  yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

  1. Apakah transmisi kebijakan moneter ganda di Indonesia yaitu jalur suku bunga untuk Bank Konvensional dan sistem bagi hasil bagi Bank Syariah efektif ?

  2. Bagaimana peran Bank Syariah dengan sistem bagi hasil dan peran Bank Konvensional dengan sistem bunga mempengaruhi tingkat inflasi ?

1.3. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

  1. Untuk mengetahui efektivitas transmisi kebijakan moneter ganda di indonesia melalui jalur suku bunga untuk Bank Konvensional dan sistem bagi hasil bagi Bank yang berdasarkan Syariah

  2. Untuk mengetahui peran Bank Syariah melalui sistem bagi hasil dan Bank Konvensional melalui jalur suku bunga dalam keterkaitan pengendalian inflasi

1.4. Manfaat Penelitian

  Manfaat atau kegunaan penelitian adalah sebagai berikut :

  1. Bagi Bank Indonesia dapat menjadi acuan dalam menetukan alur dan efektivitas transmisi kebijakan moneter ganda di Indonesia.

  2. Bagi peneliti dapat meningkatkan wawasan tentang penelitian yang dilakukan.

  3. Bagi pembaca, mahasiswa, akademisi, diharapkan dapat menambah wawasan dan dapat dijadikan referensi dalam penelitian-penelitian yang sejenis.